Anda di halaman 1dari 26

JUDUL HUKUM BISNIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa kini telah kita ketahui bersama bahwa pada dasarnya kontrak berawal dari
perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak. Pada awalnya penyelarasan
ketidaksamaan tersebut melalui kontrak atau negosiasi. Melalui negosiasi para pihak
berupaya untuk menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan
sesuatu yang diinginkan melalui proses tawar-menawar (bergaining). Pada umumnya kontrak
bisnis justru berawal dari perbedaan kepentingan yang dipertemukan melalui kontrak.1
Kontrak pada dasarnya merupakan bagian penting dari suatu proses bisnis yang syarat
akan pertukaran kepentingan di antara para pelakunya. Secara harfiahnya, “menuangkan
proses bisnis ke dalam format hukum”. Mengandaikan hubungan yang sinergis-korelatif
antara aspek bisnis dengan hukum (kontrak), ibarat lokomotif dan gerbongnya sebagai bentuk
pengintegrasian antar aspek bisnis di mana lokomotif dan gerbong itu berjalan menuju
tujuannya sebagai pelengkap aspek hukumnya (kontrak).2
Munculnya persoalan hukum dalam kegiatan jual beli sebenarnya sudah ada dan lahir
mulai sejak para pihak melakukan negosiasi hingga terjadi kesepakatan dagang,yang
berlanjut pada pelaksanaan penyerahan benda yang diperjualbelikan peralihan risiko atas
benda dan hak milik atas benda yang diperjualbelikan,metode, dan tata cara pembayaran yang
paling aman bagi penjual,masalah cidera janji atau wanprestasi dan ganti rugi sebagai akibat
tidak dilaksanakannya kesepakatan yang sudah dicapai,sampai dengan persoalan interpretasi
atau penafsiran dan itikad baik dalam melaksanakan kesepakatan yang sudah dibuat.
Kompleksitas dari kegiatan jual beli menjadi bertambah manakala kegiatan ini kemudian
meningkat menjadi kegiatan jual beli secara internasional, atau yang dilaksanakan secara
lintas negara dan sering disebut dengan perdagangan internasional.3

1
Dinamika Negosiasi dalam kontrak bisnis merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam kontrak bisnis. Lihat:
Jeremy G.Thorn. 1995. Terampil Bernegosiasi, alih bahasa Edi Nugroho. Jakarta:Pustaka Binaman
Pressindo.hal:7.
2
Agus Yudha Hernoko.. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. 2009 Jakarta:
Kencana . Hal:146.
3
Gunawan Widjaja, “ Aspek Hukum Kontrak Dagang Internasional: Analisis Yuridis Terhadap Kontrak Jual Beli
Internasional”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 27 No. 4, 2008, Hal. 23

1
Keadaan sosial ekonomi Indonesia telah menunjukkan pada kita semua bahwa sebagian
besar aktivitas dunia usaha di Indonesia dewasa ini dilakukan oleh pelaku usaha yang
menyandarkan diri pada ketentuan Buku II dan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Hal ini membuat kita harus mengakui bahwa beberapa bagian dari ketentuan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya yang mengatur tentang kebendaan dan
perikatan ternyata masih relevan bagi kehidupan dan aktivitas ekonomi dewasa ini, meskipun
dalam praktik kehidupan masyarakat saat ini tumbuh dan berkembang kontrak innominaat.4

Begitupun dalam permasalahan jual beli dalam perdagangan, perlu kita ketahui
bersama bahwa jual beli dalam perdagangan juga memerlukan kontrak. Pihak yang ada pada
perjanjian jual beli, adalah penjual dan pembeli. Untuk mengadakan perjanjian ini, biasanya
penjual dan pembeli ini berada dalam suatu tempat, sehingga penjual dan pembeli bertemu
satu sama lain, dan benda yang dijadikan sebagai obyek dari jual beli juga dibawa oleh
penjual dan diperlihatkan kepada pembeli. Di tempat itulah semua proses jual beli dilakukan
antara penjual dengan pembeli. Jual beli termasuk dalam perjanjian konsensuil artinya ia
sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuatan
hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur
pokok (esentialia) yaitu barang dan harga, biarpun jual beli itu mengenai barang yang tak
bergerak. Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang
berbunyi, “jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah
mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun
harganya belum dibayar.5

Oleh karena itu, melihat segi perspektif-perspektif di atas dapat dipahami bahwa
keberhasilan bisnis antara lain juga akan ditentukan oleh struktur atau bangunan kontrak yang
disusun oleh para pihak.6
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Kontrak bisnis ?
2. Bagaimanakah syarat pembentukan kontrak bisnis?
3. Ada berapakah macam-macam kontrak bisnis?

4
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. 4, (Jakarta: SinarGrafika, 2008), hal.
1. Kontrak innominaat merupakan kontrak yang tumbuh dan berkembang di dalam praktik. Timbulnya kontrak
ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata.
5
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hal. 79
6
Lihat: Prof.Dr.Agus Yudha Hernoko,SH., M.H. 2009. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam kontrak
komersial. Jakarta:PT.Karisma Putra Utama.

2
4. Bahaimanakah landasan-landasan, sumber, akibat, dan berakhirnya dalam kontrak
bisnis?
5. Bagaimanakah pengertian, syarat, rukun, dan tata cara jual beli dalam perdagangan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada mahasiswa dan pembaca
mengenai pengertian kontrak bisnis.
2. Untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada mahasiswa dan pembaca
mengenai syarat pembentukan kontrak bisnis
3. Untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada mahasiswa dan pembaca
mengenaimacam-macam kontrak bisnis.
4. Untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada mahasiswa dan pembaca
mengenai landasan, sumber, dan berakhirnya kontrak bisnis.
5. Untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada mahasiswa dan pembaca
mengenai pengertian, syarat dan tata cara jual beli dalam perdagangan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kontrak Bisnis dan Jual Beli Perdagangan


2.1.1 Pengertian Kontrak Bisnis
Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeen-komst (dalam bahasa
Belanda) serta dalam pengertian secara luas lebih sering dinamakan dengan istilah
7
perjanjian. kontrak atau perjanjian adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan
(promissory agreement) diantara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan,
memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum. (Black, Henry Campell, 1968: 39),
dan, menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (Pasal 1313), maka suatu kontrak
diartikan sebagai suatu perbuatan di mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatnya dirinya
terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih. 8
Pasal 1313 KUHPerdata memberikan rumusan tentang “perjanjian” sebagai berikut:
“ suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Akan tetapi Pasal 1313 BW tersebut mengalami
perubahan dalam Nieuw Burgerljk Wetboek (NBW), sebagaimana yang di atur dalam
Buku 6 Bab 5 Pasal 6: 213, yaitu: “a contract in the sense of this is a multilateral
jurudical act whereby one or more other parties”. Menurut NBW kontrak merupakan
perbuatan hukum yang bertimbal balik., dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. 9
Berikut ini pengertian perjanjian dikemukakan oleh para pakar dan referensi lainnya yaitu
seperti di bawah ini:
a. Subekti, mengatakan:
“suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.
b. Perjanjian menurut Black’s Law Dictionary, mengatakan sebagai berikut:
“Acoming together of mind: a coming together in openion or determination; the
coming together in accord pf two minds on a given proposition. The onion of two or
7
Abdul .R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Prenadamedia Group, Jakarta,
2005, hlm. 39.
8
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm .9.
9
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kecana
Prenadamedia Group, 2010, hlm. 18.

4
more minds in a thing done or to be done; a mutual assent to do a thing... agreement
is a broader term; e.g. an agreement might lack an essential element of a contract”.
c. Perjanjian menurut sistem Common low, dipahami sebagai suatu penjumpaan nalar,
yang lebih merupakan penjumpaan pendapat atau ketetapan maksud. Perjanjian adalah
penjumpaan dari dua atau lebih nalar tentang suatu hal yang telah dilakukan atau yang
akan dilakukan.
d. Kontrak yang berasal dari bahasa Inggris “contract” adalah “An aggrement between
two or more persons which creates an obligation to do or not to do a particular thing.
Its essentials are competent parties, subject matter, a legal consideratio, mutuality
agreement, an mutuality obligation... the writing which contains yhe agreement of
parties, whit the trems and conditions, and which serves as a proof of th obligation. 10
e. KRMT Tirtodiningrat memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum
berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-
akibat hukum yang dpat dipaksakan oleh undang-undang.
f. Niewennhuis memberikan definisi perjanjian obligatoir (yang menciptakan perikatan)
merupakan sarana utama bagi untuk secara mandiri mengatur hubungan – hubungan
hukum diantara mereka
g. Polak memberikan definisi bahwa suatu persetujuan tidak lain suatu mprjanjian
(afspraak) yang mengakibatkan hak dan kewajiban. 11
Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrak adalah suatu
perjanjian (tertulis) antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan hak dan
kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal tertentu.
kontrak bisnis adalah kesepakatan suatu perbuatan yang diperjanjikan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih yag dapat
menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum. 12
Dalam Islam (muamalah) dikenal istilah akad (‘aqad = perikatan, perjanjian, dan
pemufakatan) yaitu pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan)
menerima ikatan), sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan.
Demikian di jelaskan dalam Ensiklopedia Hukum Islam. Mustofa az-Zarqa’ menyatakan
bahwa suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa

10
Johannes Ibrahim dan lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Refika Aditama, 2007,
hlm. 41.
11
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kecana
Prenadamedia Group, 2010, hlm. 16.
12
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, Uin Maliki Prees, 2013, hlm. 176.

5
pihak yang sama – sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Oleh karena kehendak atau
keinginan pihak – pihak yang mengikatkan diri itu tersembunyi dalam diri (hati), maka
untuk menyatakan keinginan masing – masing diungkapkan dalam bentuk pernyataan. 13
Perjanjian yang dilakukan, baik menurut perundangan maupun syariat pada prinsipnya
selalu melibatkan paling tidak dua pihak yang mengkikatkan diri antara satu dengan yang
lainnya. Dari perjanjian itu sendiri mempunyai konsenkuensi hukum antar pihak yang
terkait atau yang mengkikatkan diri. 14
Melakukan kontrak berarti antara pihak saling mengikatkan diri yang satu dengan yang
lain. Hal ini sesuai dengan arti kontrak (akad) itu sendiri yakni mengikat, sambungan, dan
janji. tentu ikatan itu tidak boleh diputus secara sepihak tanpa persetujuan pihak lain yang
terlibat didalamnya. 15
Dalam syariat Islam, antara lain dikenal tiga macam akad yaitu:
a. Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada pada waktu selesainya
akad dan tanpa menentukan syarat.
b. Aqad Mu’allaq yaitu akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam akad.
c. Akad Mudhaf yaitu dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat mengenai
penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaanya ditangguhkan
hingga waktu yang ditentukan, perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tapi
belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan. 16
2.1.2 Syarat Sah Kontrak
Kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak, apabila pertama – tama dan
terutama, kontrak tersebut dibuat secara sah karena hal ini menjadi penentu proses
hubungan hukum selanjutnya. 17
Syarat Yuridis agar suatu kontrak dianggap sah bila memenuhi syarat – syarat seperti
berikut ini:
1) Syarat Sah yang Objektif Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata
2) Syarat Sah yang Subjektif Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata
3) Syarat Sah yang Umum di Luar Pasal 1320 KUH Perdata
4) Syarat Sah yang Khusus
13
Ibid
14
Ibid 171
15
Ibid 192
16
Ibid 194 -195
17
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kecana
Prenadamedia Group, 2010, hlm. 156.

6
Berikut ini penjelasan dari masing – masing kategori di atas, yaitu sebagai berikut:
1. Syarat Sah yang Objektif Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata
Syarat ini apabila dilanggar, maka kontraknya batal demi hukum (null and void of
law/nietiganrechtswege), meliputi:
a. Suatu hal (objek) tertentu, ; dan
b. Sesuatu sebab yang halal (kausa yang diperbolehkan)
Dengan sayarat perihal tertentu dimaksudkan adalah bahwa suatu kontrak haruslah
berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas maksudnya identitasnya (clear identity) dan
dibenarkan oleh hukum. Lebih lanjut mengenai hal tertentu ini dapaat dirajuk dari
substansi Pasal 1332, 1333, dan 1334 BW, sebagai berikut:
a) Pasal 1332 BW, menegaskan
Hanya barang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok
perjanjian.
b) Pasal 1333 BW, menegaskan
Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling
sedikit ditentukan jenisnya.
Jumlah barng itu tidak perlu pasti, asal saj jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dilarang.
c) Pasal 1334 BW, menegaskan
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok
suatu perjanjian.
Tetapi tidaklah diperkenakan untuk melepaskan suatu warisan yang belum
yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan suatu hal
mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya
akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak
mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, dan 178.18
Sedangkan dengan syarat sesuatu sebab yang halal (kausa yang diperbolehkan)
yang dimaksud adalah kontrak yang menjadi dasar (cause) yang tujuannya ingin
dicapai oleh pihak-pihak (effeck) harus halal, alasan yang sesuai hukum yang berlaku
artinya, tidak melanggar undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
2. Syarat Sah yang Subjektif Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata

18
Ibid 191

7
Syarat ini apabila dilanggar, maka kontrak dapat dibatalkan (avoid of
law/vernietigbaar), apabila tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan, maka
kontrak akan tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah.
meliputi:
a. Adanya kesepakatan kehendak (kesepakatan pihak-pihak)
Bahwa agar suatu kontrak dianggap sah oleh hukum, kedua belah pihak mesti
ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh
hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika pihak-
pihak menyetujui dengan bebas (free will) dan bila tidak terjadinya salah satu
unsur – unsur sebagai berikut:
1) Paksaan (dwang, duress)
2) Penipuan (bedrog, fraud)
3) Kesalahan (mistake)
4) Pengaruh (intervention) dari orang lain.
Kesepakatan kehendak adalah persetujuan yang mengikat pihak – pihak
mengenai is kontrak yang mereka buat. Persetujuan yang mengikat artinya sudah
bersifat tetap, tidak ada lagi tawar menawar mengenai isi kontrak, dan wajib
dipenuhi oleh kedua belah pihak. 19
b. Syarat wenang berbuat atau kewenangan melakukan perbuatan hukum maksudnya
adalah bahwa setiap pihak yang mengadakan kesepakatan membuat kontrak
dianggap mampu atau orang yang oleh hukum memang berwenang membuat
kontrak tersebut. Weweng berbuat baru akan dianggap sah bila mengikuti syarat-
syarat yang sudah ditentukan brikut ini:
a) Orang yang dewasa, sudah berumur 21 tahun maupun belum 21 tapi sudah
menikah.
b) Orang yang tidak ditempatkan dibawah pengampunan
c) Wanita yang bersuami (syarat ini sudah tidak berlaku lagi)
d) Orang yang tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan
tertentu
e) Orang yang bersangkutan sehat jiwa (waras)20

19
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm.228.
20
Ibid

8
f) Orang yang bertindak atas nama harus mempunyai surat kuasa (letter of
authorization)21
3. Syarat Sah yang Umum di Luar Pasal 1320 KUH Perdata
Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi diatur di luar Pasal
1320 KUH Perdata, dan bila melanggar salah satu dari sarat tersebut maka kontrak
tidak sah dan batal demi hukum (null and void) yaitu sebagai berikut:
a) Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik
b) Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c) Kontrak harus dilakukan berdasarkan asa kepatutan
d) Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
4. Syarat Sah yang Khusus
Di samping syarat-syarat umum di atas, maka ada juga kontrak yang memberlakukan
syarat-syarat khusus karena sifat kontraknya yang khusus, berikut syarat-syarat
khusus tersebut adalah
a) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
b) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
c) Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
d) Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu.22
Dalam sistem common law untuk sahnya suatu kontrak juga mensyaratkan
dipenuhinya beberapa elemen, elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut:
a) Intention to create a legal relationship, para pihak yang berkontrak memang
bermaksud bahwa kontrak yang mereka buat dapat dilaksanakan berdasarkan hukum.
b) Agreement (offer and acceptance), artinya harus ada kesepakatan (meeting of mind) di
anatara para mereka
c) Consideration, merupakan janji di antara para pihak untuk saling berprestasi
M. L. Barron menambahkan elemen pembentuk syarat sah kontrak yaitu:
a) Capcity of parties, kecakapan para pihak
b) Reality of consent, artinya harus benar-benar kesepakatan yang sesuai denagn
kehendaknya, bukan karena adanya cacat kehendak (mis-represtation, duress or undue
influence)

21
Ibid
22
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm .14.

9
c) Legality of object (terkait dengan tujuan atau objek yang harus diperbolehkan menurut
hukum). 23
UPICC dan RUU Kontrak (ELIPS) merumuskan keabsahan kontrak secara a-
contrario, sebagaimana terdapat dalam Pasaal 3.1, yang menyatakan bahwa, “Undang-
undang ini tidak mengatur mengenai ketidakabsahan yang timbul dari:
1. Tidak adanya kemampuan
2. Tidak adanya kewewenang
3. Berdasarkan hukum dan kesusilaan (morality and legality)24
Syariat Islam menentukan beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu
akad, selain setiap akad juga mempunyai syarat-syarat khusus. Berikut syarat-syaratnya:
1. Pihak-pihak yang melakukan akad mampu bertindak menurut hukum (mukallaf),
Apabila belum, atau tidak mampu, harus dilakukan oleh walinya. Oleh karena itu
suatu akad yang dilakukan oleh seseorang belum mukallaf, atau karena sebab lain
seperti gila itu tidak sah hukumnya. Atau dianggap tidak ada secara hukum dan
bahkan perbuatan itu tidak mempunyai akibat hukum apapun.
2. Selanjutnya syarat yang lain, objek akad harus diakui oleh syara’. Justru karenanya
syaratnya adalah:
a) Berbentuk harta
b) Dimiliki oleh seseorang (sebagai hak wali)
c) Mempunyai nilai menurut pandangan syara’. 25
Kontrak yang memenuhi syarat-syarat sah seperti diuraikan diatas secara yuridis
berfungsi sebagai alat bukti sah dan kepastian hukum bagi kewajiban dan hak pihak-pihak
dalam pelaksanaan kontrak. Disamping itu, secara ekonomi kontrak yang sah berfungsi
sebagai sumber kebutuhan (need resourse) dan peningkatan nilai guna sumber daya (utility
value of all resources). 26
Jika syarat-syarat sahnya sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata telah dipenuhi, maka berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian telah
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang.
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menegaskan bahwa:

23
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kecana
Prenadamedia Group, 2010, hlm. 158.
24
Ibid 159
25
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, Uin Maliki Prees, 2013, hlm. 190.
26
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm.232.

10
“semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatanya”.
Berdasarkan ketentuan diatas maka ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUHPerdata
menganut sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan kepada para pihak (dalam hal
menentukan isi, bentuk serta macam perjanjian) untuk mengadakan perjanjian akan tetapi
isinya selain tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketrtiban
umum, juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. 27
Suatu kontrak yang tidak memenuhi syarat sah sebagaiaman yang diatur dalam Pasal
1320 BW, baik syarat subjectif maupun syaat objectif akan mempunyai akibat-akibat,
sebagai berikut:
a) “noneksistensi”, apabila tidak ada kesepakatan maka tidak timbul kontrak
b) vernietigbaar atau dapat dibatalkan, apabila kontrak tersebut lahir karena adanya
cacat kehendak (wilsgebreke) atau karena ketidakcakapan (onbekwaamheid) –
(Pasal 1320 BW syarat 1 dan 2), berarti hal ini terkait dengan unsur subjectif,
sehingga berakibat kontrak tersebut dapat dibatalkan
c) nietig atau batal demi hukum, apabila terdapat kontrak yang tidak memenuhi
syarat objek tertentu atau tidak mempunyai causa atau causanya tidak
diperbolehkan (Pasal 1320 BW syarat 3 dan 4), berarti hal ini terkait dengan unsur
subyektif, sehingga berakibat kontrak tersebut batal demi hukum. 28
Perbedaan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dibagi dalam dua kelompok untuk
mengetahui apakah perjanjian itu batal demi hukum (void/ void ab initio) atau merupakan
perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya (voidable).
Perjanjian yang batal demi hukum (void/void ab initio) adalah perjanjian yang dari
semula sudah batal, hal ini berarti tidak pernah ada perjanjian tersebut. Sedangakan
perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya (voidable) adalah perjanjian yang dari
semula berlaku tetapi perjanjian ini dapat dimintakan pembatalannya dan bila tidak
dimintakan pembatalannya maka perjanjian itu tetap berlaku.
Perbedaan dari perjanjian yang batal demi hukum dan perjanjian yang dapat
dimintakan pembatalannya, menurut Subekti:
“tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal tertentu dapat dikatakan
bahwa bahwa perjanjian yang demikian tidak dilaksanakan karena tidak terang apa yang
27
Johannes Ibrahim dan lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Refika Aditama, 2007,
hlm. 41.
28
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kecana
Prenadamedia Group, 2010, hlm. 160.

11
diperjanjikan oleh masing-masing pihak. Keadaan tersebut dapat seketika dilihat oleh
hakim”.29
2.1.3 Macam Kontrak Bisnis
a) Kontrak untuk kerjasama bisnis
b) Kontrak untuk perluasan bisnis30
2.1.4 Asas-asas Hukum Perjanjian (Kontrak)
Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari
bunyi Pasal tersebut sangat jelas terkandung asa:
a) Asas Konsensualitas
Perjanjian itu telah terjadi atau sah jika telah ada konsensusalitas antara pihak-pihak
yang mengadakan kontrak. Eggens, mengutarkan bahwa asas konsensualitas
merupakan suatu puncak peningkatan manusia yang tersirat dalam pepatah: “een man
een man, een woord een woord”. Maksudnya adalah dengan diletakkan kepercayaan
pada perkataannya, orang itu ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya sebagai
manusia.
b) Asas Kebebasan Berkontrak
Seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang
diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontrakannya. Kebebasan berkontrak
ditinjau dari dua sudut, yakni dlam arti materiil dan formil. Kebebasan berkontrak
dalam arti materiil adalah bahwa kita memberikan kepada sebuah persetujuan setiap isi
atau substansi yang dikehendaki, dan bahwa kita tidak terikat pada tipe-tipe
persetujuan tertentu. Kebebasan dalam arti materiil dikenal dengan sistem terbuka
persetujuan-persetujuan. Sedangkan kebebasan berkontrak secara formil, yakni sebuah
persetujuan dapat diadakan menurut cara yang dikehendaki. Kebebasan berkontrak
dalam arti formil sering juga dinamakan prinsip konsensualitas.31
“sistem terbuka dan “konsensualitas” baru akan mendapat makna sepenuhnya
bilamana kita mnghubungkannya dengan akibat hukum dari suatu persetujuan, yakni
kekuatan mengikatnya, tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata berbunyi:
“semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.
29
Johannes Ibrahim dan lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Refika Aditama, 2007,
hlm. 88.
30
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, Uin Maliki Prees, 2013, hlm. 224.
31
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Prinsip-prinsip dan Konsepsi Dasar). Bandung,2004,Hal.31

12
c) Asas Kekuatan Mengikat
Baik dalam sistem terbuka yang dianut oleh hukum kontrak ataupun bagi prinsip
kekuatan mengikat, kita dapat merajuk pada Pasal 1374 ayat 1 BW (lama) atau Pasal
1338 ayat 1 KUHPerdata:
“semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.
Di dalam Pasal 1339 KUHPerdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini:
“suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
d) Asas Kepribadian (privity of contract)
Asas kepribadian tercantum dalam Pasal 1340 KUHPerdata, berbunyi:
“suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu
perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat
pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur
dalam Pasal 1317.”pasal 1317 KUHPerdata, yaitu janji untuk kepentingan pihak
ketiga yaitu menyerahkan haknya kepada pihak ketiga. 32
e) Pacta sunt servenda
Kontrak itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya
(mengikat).
f) Asas Kontrak Sebagai Hukum Mengatur
Hukum mengatur adalah peraturan-peraturan hukum yang berlaku bagi subjek
hukum, hukum kontrak ini disebut hukum yang mempunyai sistem terbuka (open
system).
g) Asas Obligatoir
Suatu asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para pihak
telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban
semata-mata.
Di samping itu, beberapa asas lain dalam standar kontrak:
1. Asas kepercayaan
2. Asas persamaan hak
3. Asas keseimbangan

32
Johannes Ibrahim dan lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Refika Aditama, 2007,
hlm. 95..

13
4. Asas moral
5. Asas kepatutan
6. Asas kebiasaan
7. Asas kepastian hukum33
2.1.5 Sumber Hukum Kontrak
1. Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur khusu untuk jenis kontrak
tertentu atau mengatur aspek tertentu dari kontrak.
2. Perjanjian antarara pihak-pihak, perjanjian merupakan realisasi asas kebebasan
berkontrak yang diakui oleh hukum perdata. Perjanjian pada dasarnya menetapkan
secara rinci, jelas, dan pasti apa yang menjadi kewajiban dan hak pihak yang satu
terhadp pihak yang lain dan sebaliknya. Undang-undang memberi batasan bahwa
orang bebas membuat perjanjian apa saja, asalkan tujuannya tidak dilarang
undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. 34
3. Yurisprudensi, yakni putusan-putusan hakim yang memutuskan perkara berkenaan
dengan kontrak.
4. Perjanjian Internasional, baik bersifat bilateral atau multilateral, yang mengatur
tentang aspek bisnis internasional
5. Kebiasaan-kebiasaan bisnis yang berlaku dalam praktik sehari-hari
6. Doktrin atau pendapat ahli yang telah dianut secara meluas
7. Hukum adat di daerah tertentu sepanjang yang menyangkut dengan kontrak-
kontrak tradisional bagi masyarakat pedesaan. 35
2.1.6 Akibat Hukum Kontrak (perjanjian)
Akibat hukum suatu kontrak dapat berupa timbulnya kewajiban dan hak yang baru
dan hapusnya kewajiban dan hak lama yang sudah ada. Suatu perjanjian yang
memenuhi keabsahan memiliki kekuatan yang mengikat bagi para pihak, akibat
hukum dari adanya perikatan itu adalah:
1. Para pihak terikat pada isi perjanjian dan juga berdasarkan kepatutan, kebiasaan
dan undang-undang (Pasal 338, 1339 dan 1340 KUHPerdata)
2. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata)
33
Abdul .R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Prenadamedia Group, Jakarta,
2005, hlm. 40.
34
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm.214.
35
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm .10.

14
3. Kreditur dapat meminta pembatalan perbuatan debitur yang merugikan kreditu
(actio pauliana) (Pasal 1341 KUHPerdata).36
2.1.7 Berakhirnya kontrak
Kontrak dapat berakhir karena:
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak
dibayarkan itu disuatu tempat
3. Pembaruan hutang
4. Kompensasi
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Hapusnya produk yang dimaksudkan dalam kontrak
8. Pembatalan kontrak
9. Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan
10. Lewat waktu
11. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia37
2.2 Jual Beli Perdagangan
2.2.1 Pengertian Jual Beli Perdagangan
Jual beli secara etimologis artinya mengganti dan menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologis, ulama Hanafiyah mendefinisikan
bahwa “saling menukar harta denagn harta melalui cara tertentu”, atau menukar
sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.
Sayyid Sabiq, mendefinisikan jual beli “saling menukar harta dengan harta atas dasar
suka sama suka, pendapat lain mendefinisikan “menukar barang dengan barang atau
barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang
lain atas dasar saling merelakan. Yang intinya jual beli adalah suatu perjanjian tukar-
menukar benda atau barang yang mempunyai nilai (manfaat) yang dilakukan atas
dasar sukarela diantar kedua belah pihak, yang satu menyerahkan barang, sedangkan
yang lainnya menerima sesuai dengan perjanjian.38

36
Johannes Ibrahim dan lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Refika Aditama, 2007,
hlm. 109.
37
Abdul .R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Prenadamedia Group, Jakarta,
2005, hlm. 59.
38
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, Uin Maliki Prees, 2013, hlm. 206.

15
Jual beli dalam bahasa Inggris disebut dengan Sale and Purchase, atau dalam
bahasa Belanda disebut dengan Koop en Verkoop merupakan sebuah
kontrak/perjanjian. Yang dimaksudkan adalah jual beli itu suatu kontrak diman 1
(satu) pihak, yakni yang disebut dengan pihak penjualan, mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak lainnya (pihak pembeli), mengikatkan
dirinya untuk membayar harga dari benda tersebut sebesar yang telah disepakati. 39
Jual beli menurut ketentuan Pasal 1472 KUHPdt, yang berbunyi jual beli
adalah perjanjian dengan mana penjual meningkat diri untuk menyerahkan barang dan
pembeli untuk membayar harga yang telah disetujui. Ketentuan Pasal itu mengandung
4 unsur pokok yaitu:
1. Unsur subjek terdiri atas penjual dan pembeli
2. Unsur objek terdiri atas barang dan harga
3. Untur peristiwa (perbuatan) terdiri atas penjual dengan menyerahkan
barang dan membeli dengan membayar harga, maisng-masing peristiwa
didukung oleh dokumen.
4. Unsur tujuan terdiri atas pengalihan hak milik atas barang dan memperoleh
kenikmatan/keuntungan atau laba.
Jual beli perdagangan bisa disebut jual beli khusus, dan jual beli perdagangan
diadakan berddasarkan perjanjian kebiasaan yang belaku dalam perdagangan. 40
Jual beli perdagangan dibagi menjadi dua sifat yaitu:
a) Jual beli perdagangan bersifat Nasional, dikatakan bersifat nasional apabila
terjadi antara penjual dan pembeli dalam wilayah negara yang sama.
b) Jual beli perdagngan bersifat Internasional, dikatakan bersifat internasional
apabila terjadi antara penjual dan pembeli yang bertempat tinggal dalam
wilayah negara yang berlainan (antarnegar).
Menurut Purwosutjipto (1981) mengatakan bahwa:
Pada jaul beli perdagangan internasional, prestasi penjual disebut “ekspor
impor”, yaitu perbuatan penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli.
Prestasi pembeli disebut “devisa”, yaitu perbuatan pembayaran harga
barang oleh pembeli kepada penjual dengan alat pembayaran luar negeri.41
2.2.2 Dasar Hukum Jual Beli

39
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm .25.
40
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm.457.
41
Ibid 461.

16
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata / KUHPdt, buku ke-3 (tiga) tentang
perikatan, dalam perikatan ini antara lain diatur segala hal yang berkaitan dengan
jual beli yang dimulai dari Pasal 1457 sampai 1450. 42
2. Undang – Undang tentang pertanahan sejauh yang menyangkut dengan jual beli
tanah.
3. Hukum adat setempat terhadap jual beli yang terkiat dengan masyarakat adat
4. Yurisprudensi
5. Perjanjian Internasional sejauh yang menyangkut dengan jual beli Internasional
6. Kebiuasaan perdagangan, baik nasional maupun internasional
7. Doktrin atau pendapat ahli43
Adapun dalam syariat Islam dasar hukum jual beli bisa ditemukan didalam
banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw. Antara lain:
1. QS., Al-Baqarah 2:27544

artinya “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba”.
2. QS., Al-Baqarah 2:198

artinya “Tidak ada dosa darimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dan Tuhanmu”.
3. QS,. Al-Baqarah 2:282

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.
4. QS. An-Nisaa’ 2:29

artinya “Kecuali dengan jalan pernaigaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu”.
42
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, Uin Maliki Prees, 2013, hlm. 208.
43
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm .26.
44
Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah. Indeks Praktis Al-Qur’an berdasarkan tema. Bogor:Pustaka
Umar,2014,hal 374.

17
Dalam Hadist Nabi saw, antar lain bisa dikemukakan seperti apa yang
diriwayatkan oleh Al-Barzaar dan Al-Hakim:

“Nabi Muhammad saw pernah ditanya: apakah opekerjaan yang paling bai?
Rasulullah menjawab: “Usaha tangan manusia sendiri dan jual beli yang diberkati”.
Dalam sabdahnya yang lain, Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Baihaqi,
menyatakan:

“Jual beli itu atas dasar suka sam suka”.

Sabdah dari yang lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah saw
menyatakan:

“Perdagangan yang jujur dan terpecaya, tempatnya (kelak) di surga bersama para
Nabi, Siddiqin, dan para Syuhada”.
Dari bebarapa dasar yuridis jual beli dalam syariat yang diperkenankan dalam
Islam dapat dipahami bahwa aktivitas jual beli guna memenuhi kebutuhan hidup
diperkenankan dalam syariat. 45
2.2.3 Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun jual beli ada tiga yaitu sebagai berikut:


a) Akad (ijab-kabul),
b) Pihak-pihak yang berakad (penjual dan pembeli)
c) Ma’kud alaih (objek akad)
Menurut Jumhur ulama, rukun jual beli bukan tiga melainkan empat, yaitu:
a) Berakad (penjual dan pembeli)
b) Sighat (ijab dan kabul)
c) Ada barang yang dibeli
d) Ada nilai tukar pengganti barang 46
Syarat sahnya jual beli Ulam fiqih menyatakan sebagai berikut:
a) Jual beli terhindar dati cacat
b) Barang yang diperjualbelikan jika benda bergerak maka barang itu dikuasi
pembeli dan harga dikuasai penjual, sedangkan benda yang tidak bergerak

45
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, Uin Maliki Prees, 2013, hlm. 209.
46
Ibid 210

18
maka dapat dikuasai pembeli setelah surat menyuratnya diselaikan sesuai
dengan kebiasaan (‘urf) setempat.
c) Jual beli baru dapat dilaksankan apabila yang berakad mempunyai
kekuasaan untuk melakukan jual – beli. Bila tidak memiliki kekuasaan
secara langsung melakukan akad maka akadnya tidak sah seperti sabdah
Rasulullah saw:
“Tidak sah jual beli, kecuali sesudah dimiliki (sendiri)”. (HR. Ahmad, Abu
Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
d) Dalam KUHPerdata menyatakan dalam Pasal 1471 yang berbunyi:
“Jual beli benda orang lain adalah batal dan daapat memberikan dasar
untuk menggantinya biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah
mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”. 47
2.2.4 Cara Terjadi Jual Beli
Jual beli dapat diadakan secara lesan maupun secara tertulis (Pasal 1458
KUHPerdata). Jika diadakan secara lisan, selalu didukung oleh alat bukti tertulis, seperti
kwintansi. Sedangakan secara tulis dapat dibuat dalam bentuk akta otentik di muka
notaris dan bisa akta di buat sendiri.
Terjadinya jual-beli didasarkan pada teori penawaran dan penerimaan. Kewajiban
utama penjual adalah menyerahkan barang kepada pembeli sesuai dengan cara yang telah
disepakati dan menjamin dari cacat (Pasal 1474 KUHPerdata). Produsen wajib menjamin
barang dari cacat tersembunyi (Pasal 1504 KUHPerdata). Sedangka kewajiban utama si
pembeli adalah membayar sejumlah harga pada waktu dan tempat sebagaimana
ditetapkan menurut perjanjian yang disepakati. Kewajiban penjual dan pembeli juga di
jelaskan pada 63 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang menyatakan bahwa penjual
wajib menyerahkan objel jual beli sesuai dengan harga yang telah disepakati, pembeli
wajib menyerahkan uang atau benda sesuai dengan harga yang telah disepakati.
Kemungkinan terjadi pengangguhan pada pembayaran oleh pihak pembeli maka
ada rambu-rambu yaitu: a) Mendapat tuntutan hukum berdasarkan hipotik atau penarikan
kembali barang, b) Terdapat alasan yang patut untuk khawatir bahwa ia akan diganggu
dalam penguasaannya, kecuali diperjanjikan oleh masing-masing pihak. Dalam jual beli
perdagangan penjual dapat berstatus produsen yang menjual produknya secara langsung
atau dapat juga menjual secara tidak langsung melalui perusahaan keagenan.
1. Kekhususan jual – beli Perdagangan
47
Ibid 214

19
Berikut ini usnur-unsur jual beli perdagangan:
a) Unsur subjek
Penjual dan pembeli kedua-duanya atau salah satunya adalah perusahaan
perseorangan, persekutuan, atau badan hukum.
b) Unsur Objek
Barang dan harga. Barang adalah barang dagangan, dibeli untuk dijual lsgi. Harga
adalah nilai barang dagangan yang diukur dengan uang.
c) Unsur Peristiwa
Perbuatan menjual barang dan menyerahkannya menggunakan alat pengangkut
niaga yang digerakkan secara mekanik dan perbuatan memebeli barang dengan
pembayaran tunai atau menggunakan surat berharga melalui jasa bank.
d) Unsur Tujuan
Keuntungan dan/laba sebagai nilai lebih dan modal perdagangan yang sudah
diperhitungkan. 48
2.2.6 Resiko dalam Jual Beli
Dalam segala bentuk jual beli sudahlah pasti berpotensi menimbulkan resiko, namun
hal itu bisa diatasi dengan menggunakan sistem managemen yang canggih, sisitematik dan
terpogram dengan baik. Atau dengan menggunakan asuransi sesuai dengan kesepakatan para
pihak.
Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian
(peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak.
Berkaitan dengan masalah resiko dalam jual – beli, dalam KUHPerdata ada tiga
ketentuan, yaitu:
a) Mengenai barang tertentu
Barang tertentu ditetapkan oleh pasal 1460 bahwa barng itu sejak pembelian (saat
ditutupnya perjalanan) adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya
belum dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya.
b) Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran

Menurut KUHPerdata barang yang dijualbelikan beradsarkan berat, jumlah atau


ukuran, maka resiko atas barang yang dijual dibebankan pada si penjual hingga barang-
barang tersebut sudah ditimbang, dihitung atau diukur. Hal ini diataur dalam Pasl 1461.

c) Mengenai barang – barang yang dijual menurut tumpukan


48
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm.460. .

20
Barang yang dijual menurut tumpukan hukumnya sama dengan barang yang dijual
berdasarkan berat, jumlah atau ukuran.

Kewajiban menanggung resiko yaitu pada Pasl 43 ayat (1) menyatakan bahwa
kewajiban menganggung kerugian yang disebabkan oleh kejadian diluar kesalahan salah
satu pihak dalam akad, dalam perjanjian sepihak dipikul oleh pihak peminjam. Sedangkan
dalam ayat (2) dinyatakan bahwa kewajiban menanggung kerugian yang disebakan oleh
kejadian diluar kesalahan salah satu pihak dalam perjanjian timbal balik, dipikul oleh
pihak yang meminjamkan.49

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 kontrak bisnis adalah kesepakatan suatu perbuatan yang diperjanjikan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih yang dapat
menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum.
 Syarat Sah yang Objektif Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata
Syarat ini apabila dilanggar, maka kontraknya batal demi hukum (null and void of
law/nietiganrechtswege), meliputi:
c. Suatu hal (objek) tertentu, ; dan
d. Sesuatu sebab yang halal (kausa yang diperbolehkan)
Syarat Sah yang Subjektif Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata
Syarat ini apabila dilanggar, maka kontrak dapat dibatalkan (avoid of
law/vernietigbaar), apabila tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan, maka
ontrak akan tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah.
meliputi:
1. Adanya kesepakatan kehendak (kesepakatan pihak-pihak)
Bahwa agar suatu kontrak dianggap sah oleh hukum, kedua belah pihak mesti
ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh

49
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, Uin Maliki Prees, 2013, hlm. 221.

21
hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika pihak-
pihak menyetujui dengan bebas (free will) dan bila tidak terjadinya salah satu
unsur – unsur sebagai berikut:
1) Paksaan (dwang, duress)
2) Penipuan (bedrog, fraud)
3) Kesalahan (mistake)
4) Pengaruh (intervention) dari orang lain.
Kesepakatan kehendak adalah persetujuan yang mengikat pihak – pihak
mengenai is kontrak yang mereka buat. Persetujuan yang mengikat artinya sudah
bersifat tetap, tidak ada lagi tawar menawar mengenai isi kontrak, dan wajib
dipenuhi oleh kedua belah pihak.
2. Syarat wenang berbuat atau kewenangan melakukan perbuatan hukum
Syarat Sah yang Umum di Luar Pasal 1320 KUH Perdata
Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi diatur di luar Pasal
1320 KUH Perdata, dan bila melanggar salah satu dari sarat tersebut maka kontrak
tidak sah dan batal demi hukum (null and void) yaitu sebagai berikut:
a) Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik
b) Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c) Kontrak harus dilakukan berdasarkan asa kepatutan
d) Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
 Macam-macam kontrak yaitu antara lain:
a. Kontrak untuk kerjasama bisnis
b. Kontrak untuk perluasan bisnis
 Secara garis besar, asas –asas dalam Kontrak bisnis yaitu:
1. Asas kepercayaan
2. Asas persamaan hak
3. Asas keseimbangan
4. Asas moral
5. Asas kepatutan
6. Asas kebiasaan
7. Asas kepastian hukum
 Sumber Hukum Kontrak
1. Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur khusus untuk jenis
kontrak tertentu atau mengatur aspek tertentu dari kontrak.

22
2. Perjanjian antarara pihak-pihak, perjanjian merupakan realisasi asas kebebasan
berkontrak yang diakui oleh hukum perdata.
3. Yurisprudensi, yakni putusan-putusan hakim yang memutuskan perkara
berkenaan dengan kontrak.
4. Perjanjian Internasional, baik bersifat bilateral atau multilateral, yang
mengatur tentang aspek bisnis internasional
5. Kebiasaan-kebiasaan bisnis yang berlaku dalam praktik sehari-hari
6. Doktrin atau pendapat ahli yang telah dianut secara meluas
7. Hukum adat di daerah tertentu sepanjang yang menyangkut dengan kontrak-
kontrak tradisional bagi masyarakat pedesaan.
 Akibat Hukum Kontrak (perjanjian)
Akibat hukum suatu kontrak dapat berupa timbulnya kewajiban dan hak
yang baru dan hapusnya kewajiban dan hak lama yang sudah ada.
 Berakhirnya kontrak
Kontrak dapat berakhir karena:
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak
dibayarkan itu disuatu tempat
3. Pembaruan hutang
4. Kompensasi
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Hapusnya produk yang dimaksudkan dalam kontrak
8. Pembatalan kontrak
9. Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan
10. Lewat waktu
 Pengertian Jual Beli Perdagangan
jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai (manfaat) yang dilakukan atas dasar sukarela diantar kedua belah
pihak, yang satu menyerahkan barang, sedangkan yang lainnya menerima sesuai
dengan perjanjian.
Jual beli menurut ketentuan Pasal 1472 KUHPdt, yang berbunyi jual beli
adalah perjanjian dengan mana penjual meningkat diri untuk menyerahkan barang dan

23
pembeli untuk membayar harga yang telah disetujui. Ketentuan Pasal itu mengandung
4 unsur pokok yaitu:
1. Unsur subjek terdiri atas penjual dan pembeli
2. Unsur objek terdiri atas barang dan harga
3. Untur peristiwa (perbuatan) terdir atas penjual dengan menyerahkan
barang dan membeli dengan membayar harga, masing-masing peristiwa
didukung oleh dokumen.
4. Unsur tujuan terdiri atas pengalihan hak milik atas barang dan memperoleh
kenikmatan/keuntungan atau laba.
 Dasar Hukum Jual Beli
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata / KUHPdt, buku ke-3 (tiga) tentang
perikatan, dalam perikatan ini antara lain diatur segala hal yang berkaitan
dengan jual beli yang dimulai dari Pasal 1457 sampai 1450.
2. Undang – Undang tentang pertanahan sejauh yang menyangkut dengan jual
beli tanah.
3. Hukum adat setempat terhadap jual beli yang terkiat dengan masyarakat adat
4. Yurisprudensi
5. Perjanjian Internasional sejauh yang menyangkut dengan jual beli
Internasional
6. Kebiuasaan perdagangan, baik nasional maupun internasional
7. Doktrin atau pendapat ahli
Adapun dalam syariat Islam dasar hukum jual beli bisa ditemukan didalam
banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw. Antara lain:
QS., Al-Baqarah 2:275

artinya “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba”.
 Rukun dan Syarat Jual Beli
 Rukun jual beli ada tiga yaitu sebagai berikut:
a. Akad (ijab-kabul),
b. Pihak-pihak yang berakad (penjual dan pembeli)
c. Ma’kud alaih (objek akad)
 Menurut Jumhur ulama, rukun jual beli bukan tiga melainkan empat, yaitu:
a. Berakad (penjual dan pembeli)

24
b. Sighat (ijab dan kabul)
c. Ada barang yang dibeli
d. Ada nilai tukar pengganti barang
Syarat sahnya jual beli Ulam fiqih menyatakan sebagai berikut:
a. Jual beli terhindar dati cacat
b. Barang yang diperjualbelikan jika benda bergerak maka barang itu
dikuasi pembeli dan harga dikuasai penjual, sedangkan benda yang
tidak bergerak maka dapat dikuasai pembeli setelah surat menyuratnya
diselaikan sesuai dengan kebiasaan (‘urf) setempat.
c.Jual beli baru dapat dilaksanakan apabila yang berakad mempunyai
kekuasaan untuk melakukan jual – beli. Bila tidak memiliki kekuasaan
secara langsung melakukan akad maka akadnya tidak sah seperti sabdah
Rasulullah saw:
“Tidak sah jual beli, kecuali sesudah dimiliki (sendiri)”. (HR. Ahmad, Abu
Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
 Cara Terjadi Jual Beli
Jual beli dapat diadakan secara lesan maupun secara tertulis (Pasal 1458
KUHPerdata). Jika diadakan secara lisan, selalu didukung oleh alat bukti tertulis,
seperti kwintansi. Sedangakan secara tulis dapat dibuat dalam bentuk akta otentik
di muka notaris dan bisa akta di buat sendiri.
 Resiko dalam Jual Beli
Dalam segala bentuk jual beli sudahlah pasti berpotensi menimbulkan
resiko. Berkaitan dengan masalah resiko dalam jual – beli, dalam KUHPerdata
ada tiga ketentuan, yaitu:
a. Mengenai barang tertentu
b. Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran
c. Mengenai barang – barang yang dijual menurut tumpukan
3.2 Saran
Sudah sepatutnyalah kita sebagai generasi cendekia untuk menerapkan kontrak
bisnis dan jual beli perdagangan yang bernafaskan islami. Karena konsep jual beli
dan kontrak bisnis yang islami yang memberikan kemudahan dan kemaslahan untuk
umat seluruh alam.

25
DAFTAR PUSTAKA

Djakfar, Muhammad. 2013. Hukum Bisnis Pembangunan Wacana Integrasi


Perundangan nasional dengan syariah. Malang: Uin Maliki Press.
Fuady, Munir. 2008. Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era
Global. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
Gunawan Widjaja. 2008. “Aspek Hukum Kontrak Dagang Internasional :Analisis
Yuridis Terhadap Kontrak Jual Beli Internasional”, Jurnal Hukum
BisnisVol. 27 No.4.
Ibrahim, Johanes. Dkk. 2003. Hukum Bisnis: Dalam Persepsi Manusia Modern.
Bandung: PT.Refika Aditama.
Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum Perusahaan Indonesia. Edisi Revisi.
Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
R, Abdul Saliman. 2015. Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus.
Jakarta: Kencana.
Yudha, Agus Hernoko. 2009. Hukum Perjanjian: Asas proportionalitas dalam
Kontrak Komersial. Jakarta: kencana.
Huala Adolf. 2004. Hukum Perdagangan Internasional (Prinsip-prinsip dan
Konsepsi Dasar) Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
Subekti. , 2002. Hukum Perjanjian, Cet. 19.Jakarta: Intermasa
Syahmin. 2006. Hukum Kontrak Internasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

26

Anda mungkin juga menyukai