(A)
KECAMATAN (C) KABUPATEN (V) PROVINSI (Z)
SKRIPSI
Oleh:
Donal
1909056054
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
i
DESAIN TAMBANG PIT X PADA PT. (A) KECAMATAN
(C) KABUPATEN (V) PROVINSI (Z)
SKRIPSI
Oleh:
Donal
1909056054
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
i
DESAIN TAMBANG PIT X PADA PT. (A) KECAMATAN
(C) KABUPATEN (V) PROVINSI (Z)
Oleh:
Donal
1909055064
Dr. Ir. H. Harjuni Hasan, M.Si. Dr. Agus Winarno, S.T., M.T
NIP. 19851203 201212 1 005 NIP.19700927 200312 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Teknik Pertambangan,
Fakultas Teknik,Universitas Mulawarman,
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program
Studi S1 Teknik Pertambangan Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, sejauh yang
saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah
dipublikasiakan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di
lingkungan Universitas Mulawarman maupun di Perguruan Tinggi atau instansi
manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Samarinda,
Materai
6000
Donal
NIM. 1909056054
iii
DAFTAR ISI
halaman
iv
2.8.2 Kriteria Tahapan Penambangan ............................................................. 20
2.9 Tempat Penimbunan Overburden (Disposal/Waste dump) .................... 20
2.9.1 Jenis Dump .............................................................................................. 21
2.9.2 Pemilihan Lokasi Penimbunan ............................................................... 22
2.10 Stripping Ratio dan Pit Limit ................................................................. 22
2.10.1 Konsep Nisbah Kupas (Stripping Ratio)................................................. 22
2.10.2 Pit Limit ................................................................................................. 24
v
DAFTAR GAMBAR
halaman
vi
DAFTAR TABEL
halaman
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Batubara adalah suatu batuan sedimen organic berasal dari penguraian sisa berbagai
tumbuhan yang merupakan campuran yang heterogen antara sinyawa organik dan zat
anorganik yang menyatu dibawah beban strata yang menghimpitnya ( Muchjidin, 2006).
Pada perencanaan bukaan tambang yang dilakukan pada perusahaan, karena menyangkut
aspek geologi dan aspek penambangan dari kegiatan tersebut perencanaan harus
dilakukan seteliti mungkin agar tidak mengakibatkan kerugian biaya kegiatan nantinya.
Dalam aspek geologi meliputi keadaan topografi serta keadaan dari bahan galian yang
menyebar dengan kemiringan kurang lebih 00 dengan tebal hamper mencapai 15 m,
sedangkan aspek penambangan meliputi rencana metode penambangan yang akan
dilakukan pada keadaan aspek geologi yang ada di daerah penilitian, serta kebutuhan alat
utama dan pendukung.
Sehingga perlu melakukan perencanaan penambangan yang sesuai dengan aspek geologi
dan aspek penambangannya, agar tidak mengalami kerugian dari biaya produksi yang
dilakukan dengan hasil penjualan dari batubara tersebut. Dalam perencanaan
penambangan ini akan dilakukan desain bukaan tambang (pit), disposal area dan area
penanganan air tambang berdasarkan dengan ketentuan yang telah direkomendasikan
1
oleh perusahaan meliputi stripping ratio dan pit limit. Pembuatan desain ini dilakukan
dengan program yang umumnya digunakan pada industri pertambangan.
a. Bagaimana membuat desain bukaan tambang (pit) yang baik dan benar yang sesuai
berdasarkan nilai stripping ratio dengan keadaan aspek geologi yang ada didaerah
penelitian serta melihat aspek penambangan dengan biaya yang seminimum mungkin?
b. Bagaimana desain letak disposal pada pit dalam penanganan lapisan tanah penutup
pada pit?
c. Bagaimana desain letak sumuran pada pit dalam penanganan air pada pit?
a. Mendesain pit penambangan sesuai dengan stripping ratio yang telah ditentukan
oleh pihak perusahaan.
b. Mendesain areal disposal pada pit.
c. Mendesain areal sump pada pit.
2
d. Penanganan air yang masuk pada pit hanya dilakukan dengan membuat rencana
letak sumuran pada pit.
e. Tidak membahas mengenai kajian ekonomi teknik dan kualitas batubara
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan tentang latar belakang, tujuan penelitian, perumusan masalah,
batasan masalah yang menjelaskan hal-hal yang menjadi pembatas dalam penelitian dan
sistematika penulisan.
Pada bab ini berisikan tentang teori-teori yang menunjang data, penjelasan pokok
bahasan. Dasar-dasar teori tersebut menyangkut tentang hal-hal yang berkaitan dengan
perencanaan tambang.
Pada bab ini berisikan hal-hal yan berkaita dengan proses pengambilan data, pengolahan
data, dan analisis data.
Pada bab ini berisikan hasil dari data yang telah diperoleh dan telah diolah menjadi sebuah
hasil yang dibutuhkan, serta melakukan pembahasan dari hasil yang telah didapatkan.
3
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil yang didapatkan dan juga memberikan saran
untuk hasil yang sudah didapatkan untuk lebih membangun.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Menurut Arif (2014), Batubara merupakan salah satu energi di dunia. Batubara adalah
campuran yang sangat kompleks dari zat kimia organik yang mengandung karbon,
oksigen, dan hidrogen dalam sebuah rantai karbon. Menurut undang-undang no.4 tahun
2009 tentang mineral dan batubara, batubara merupakan endapan senyawa organik
karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan dan bisa terbakar.
Pertambangan (mining) adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan bisnis yang berkaitan
dengan industri pertambangan mulai dari prosepeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan,
pengolahan, pemurnian sampai dengan pemasaran. Kegiatan pertambangan merupakan
suatu kegiatan yang unik karena berhubungan dengan endapan dibawah bumi yang
tersebar secara geologis-jenis, jumlah, kadar/kualitas, hingga karateristik lainnya (Arif,
2014).
Pada dasarnya metode penambangan batubara dibagi menjadi dua cara, yaitu metode
tambang terbuka dan metode tambang bawah tanah. Hampir semua tambang di Indonesia
menggunakan metode tambang terbuka karena cadangan batubara sebagian besar terdapat
di daerah rendah dengan topografi tidak terlalu landai, dengan lapisan penutup tidak
terlalu tebal dan kemiringan lapisan relative kecil.
5
2.3 Geologi Regional
Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat tebal dengan
fasies pengendapan yang berbeda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut. Urutan
trangresif ditemukan sepanjang daerah tepi cukungan berupa lapisan klastik yang berbutir
kasar, juga di pantai hingga makin dangkal. Pengendapan pada lingkungan laut terus
berlangsung hingga Oligosen dan menandakan periode genang laut maksimum. Secara
umum dijumpai lapisan turbidit berselingan dengan serpih laut dalam, sedangkan batu
gamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Formasi Antan. Urutan regresif di
Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang banyak mengandung
lapisan-lapisan batubara dan limit. Siklus delta yang berumur Miosen tengah berkembang
secara cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta
berlangsung terus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-tahapan genang laut secara
lokal. Pada peta geologi lembar Balikpapan endapan-endapan delta yang mengandung
batubara tersebut dikenali sebagai formasi tanjung, formasi Karo, formasi warukin,
formasi pulau balang, formasi Balikpapan dan formasi kampung baru.
6
Gambar 2.3 Kolom Stratigrafi Regional Cekungan Kutai
Sumber : Mining And Geology Departement,
7
Perselingan batu pasir kuarsa, batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batubara.
Tebal formasi ±800 meter, berumur miosen tengah dan diendapkan dalam
lingkungan sublitoral dangkal
Menurut Nurhakim (2002), yang dimaksud dengan tambang terbuka (surface mining)
adalah segala kegiatan penambangan yang dilakukan diatas atau relatif dekat permukaan
bumi dan tempat kerja itu berhubungan langsung dengan udara bebas. penambangan
terbuka adalah metode operasi penambangan permukaan yang sederhana dalam konsep
tetapi kompleks dalam kebutuhan biaya dan efisiensi. Penambangan terbuka harus
direncanakan dan dilaksanakan untuk menjaga biaya unit agar seminimal mungkin.
Dengan demikian rekayasa tembang terbuka sangat sulit direkayasa meskipun sederhana
dalam pengerjaanya. Ada sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan awal:
1. Faktor alam dan geologi: kondisi geologi, jenis bahan galian, kondisi hidrologi,
topografi dan karakteristik bahan galian.
8
2. Faktor ekonomi: kadar, tonase, stripping ratio, kualitas yang diinginkan, biaya operasi,
biaya investasi, keuntungan yang diinginkan, tingkat produksi, dan kondisi pasar.
3. Faktor teknologi: peralatan, lereng pit, tinggi jenjang, grade jalan, pemilihan
transportasi dan pit limit.
Tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka tergantung pada letak dan
kemiringan serta banyaknya lapisan batubara dalam satu cadangan. Di samping itu
metode tambang terbuka dapat dibedakan juga dari cara pemakaian alat dan mesin yang
digunakan dalam penambangan (Sukandarrumidi, 2008).
a. Contour Mining
Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada endapan batubara yang terdapat di
pegunungan atau perbukitan. Penambangan batubara dimulai pada suatu singkapan
lapisan batubara dipermukaan atau croup line dan selanjutnya mengikuti garis kontur
sekeliling bukit atau pegunungan tersebut.
Lapisan batuan tanah penutup batubara dibuang kearah lereng bukit dan selanjutnya
batuan yang telah tersingkap diambil dan diangkut. Kegiatan penambangan berikutnya
dimulai lagi seperti tersebut diatas pada lapisan batubara yang lain sampai pada suatu
ketebalan lapisan penutup batubara yang menentukan batas limit ekonominya atau sampai
batas maksimal kedalam di mana peralatan tambang tersebut dapat bekerja.
9
Gambar 2.4 Contour Mining (Sukandarrmuidi, 2008)
10
2.5 Perencanaan Tambang dan Perancangan Tambang
Menurut Arif (1999), tahapan penting dalam studi kelayakan dan rencana kegiatan
penambangan adalah perencanaan tambang. Aspek perencanaan tambang berhubungan
dengan waktu, dan tidak berkaitan dengan masalah geometri, misal perhitungan
kebutuhan alat dan tenaga kerja, perkiraan biaya kapital dan biaya operasi. Dalam
perancangan tambang dibagi menjadi tugas-tugas sebagai berikut:
c. Penjadwalan produksi
Menambang bijih dan lapisan penutupnya (waste) diatas kertas, jenjang demi jenjang
mengikuti urutan pushback, dengan menggunakan tabulasi tonase dan kadar untuk tiap
pushback yang diperoleh. Pengaruh dari berbagai kadar batas (cut off grade) dan
berbagai tingkat produksi batubara dan waste dievaluasi dengan menggunakan kriteria
nilai waktu dari uang.
11
d. Perancanaan tambang berdasarkan urutan waktu
Dengan menggunakan sasaran jadwal produksi yang dihasilkan dari peta rencana
penambangan dibuat untuk setiap periode waktu (biasanya pertahun). Peta-peta ini
menunjukkan dari bagian mana didalam tambang datangnya bijih dan waste untuk
tahun tersebut. Rencana penambangan tahunan ini sudah cukup rinci didalamnya
sudah termasuk pula jalan angkut dan ruang kerja alat, sedemikian rupa sehingga
merupakan bentuk yang dapat ditambang. Peta rencana pembuangan lapisan penutup
(waste dump) dibuat pula untuk periode waktu yang sama sehinggan gambaran
keseluruhan dari kegiatan penambangan dapat terlihat.
Dalam rangka membuka suatu tambang, haruslah didasarkan pada suatu rancangan yang
telah dibuat dan dikaji kelayakan teknis dan ekonomisnya. Pada upaya perancangan
tambang ini perlu digunakan data yang terkumpul selama tahap eksplorasi. Dengan dasar
Peta topografi yang memadai serta lokasi dan data bor yang cukup. Kemudian dengan
menerapkan kestabilan lereng tambang yang menjamin keselamatan tambang dapat
dihitung jumlah cadangan tertambang dan nilai nisbah kupasnya (Ambyo, 1999).
Menurut Hustrulid dan Kutcha (1998), beberapa parameter penentuan dimensi jenjang,
yaitu:
a. Jangkauan alat gali
b. Alat yang bekerja pada bench
c. Kedalaman alat bor yang digunakan
d. Pertimbangan jumlah cadangan
Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan lebar dari
jenjang penangkap. Rancangan geometri jenjang ini biasanya dinyatakan dalam bentuk
ketiga aspek ini:
1. Tinggi Jenjang
12
2. Sudut Lereng Jenjang
3. Lebar Jenjang Penangkap
Komponen dasar pada Open Pit adalah jenjang. Bagian jenjang menurut (Hustrulid &
Kuchta, 1998) antara lain:
Jenjang Kerja (Working Bench) merupakan bagian dari jenjang yang berfungsi sebagai
tempat bekerja bagi peralatan tambang. Pada umumnya lebar safety bench adalah 2/3 dari
tinggi jenjang. Pada akhirmya umur tambang, lebar safety bench dikurangi menjadi
sekitar 1/3 dari tinggi jenjang.
Gambar 2.6 Working Bench dan Safety Bench (Hustrulid &Kuchta, 2013)
Jenjang penangkap merupakan jenjang yang berada di antara jenjang utama yang dibuat
guna menangkap material yang jatuh atau runtuh dari jenjang sebelumnya. Ukuran
jenjang ini biasanya relative kecil dari jenjang utamanya.
13
Gambar 2.7 Catch Bench (Hustrulid &Kuchta, 2013)
Pit Slope Geometry disebut juga geometri kemiringan dari front penambangan. Face
angle adalah sudut lereng jenjang tunggal.
Berikut ini adalah gambar yang memperlihatkan bagian-bagian jenjang:
14
b. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
c. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual;
d. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
e. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan clamshell,
dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali mendapat persetujuan
Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
f. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak boleh
lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual;
g. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang dilengkapi
dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang maksimum untuk semua
jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang.
h. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila: Tinggi jenjang keseluruhan pada
sistem penambangan berjenjang lebih dari 15 meter dan Tinggi setiap jenjang lebih
dari 15 meter.
i. Lebar lantai teras sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau disesuaikan
dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan aman dan harus
dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety berm) pada tebing yang terbuka dan
diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan adanya rekahan atau tanda-tanda
tekanan atau tanda-tanda kelemahan lainnya.
Pada umumnya pola akses material tambang menjadi dua, yaitu: pengangkutan
overburden ke lokasi penimbunan (waste dump), dan pengangkutan batubara ke lokasi
pengolahan (crushing plan). Akses material ini memerlukan rancangan jalan angkut
tambang (ramp). Ada beberapa geometri yang harus diperhatikan dan dipenuhi untuk
menunjang kelancaran dalam operasi pengangkutan antara lain:
15
a. Lebar Jalan pada Jalan Lurus
Menurut Yanto (2005), Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus
didasarkan pada Rule of Thumb yang dikemukakan Aasho Manual Rural High-way
Design adalah:
Gambar 2.9 Lebar Jalan Angkut Dua Jalur Pada Jalan Lurus (Yanto, 2005)
16
Gambar 2.10 Lebar Jalan Angkut Dua Lajur Pada Belokan (Yanto, 2005)
Lebar jalan angkut pada tikungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
W = n ( U+Fa+Fb+Z) + C
C = Z = ½ (U=Fa+Fb)
c. Kemiringan Jalan
Menurut Yanto (2005), Kemiringan atau grade jalan merupakan salah satu faktor
penting yang harus diamati secara detail dalam suatu kajian terhadap kondisi jalan
tambang karena akan mempengaruhi kinerja alat angkut yang melaluinya.
Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%).
17
2.8 Tahapan Penambangan (Mine Sequence/Push Back)
18
2.8.1 Teori Strip, Panel, dan Blok
Teori strip, panel, dan blok dijumpai pada rancangan penambangan endapan batubara,
daerah penambangan dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, yaitu pit (tambang),
panel, strip, dan blok.
a. Pit
Penambangan dibagi menjadi beberapa pit untuk memudahkan pelaksanaan operasi
penambangan. Pembagian pit (tambang) terutama didasarkan pada pencapaian
target produksi dari bahan galian yang akan ditambang.
b. Panel
Masing-masing pit dibagi menjadi panel-panel yang melintang misalnya dari arah
barat ke timur. Lebar tiap panel umumnya adalah 100 m. Penomoran untuk panel
1 adalah P1, panel 2 adalah P2, dan seterusnya.
c. Strip
Setiap panel dibagi lagi menjadi strip-strip yang dibuat tegak lurus garis panel.
Lebar setiap strip adalah 100 m melintang dari arah selatan ke utara. Penomoran
untuk strip 1 adalah S1, strip 2 adalah S2, dan seterusnya pada masing-masing
panel.
d. Blok
Blok merupakan perpotongan antara panel dan strip. Bentuk akhir dari blok adalah
bujursangkar dengan ukuran 100 m x 100 m. Penomoran untuk blok adalah
19
gambungan dari panel dan strip. Contoh P10S10, berati P10 = Panel 10 dan S10 =
Strip 10.
Menurut Ambyo (1999), ada beberapa kriteria dari pentahapan penambangan (mine
sequence/pushback):
a. Harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja baik. Untuk truck dan shovel
besar yang ada sekarang, lebar pushback minimum adalah 100-130 meter. Untuk
loader dan truck berukuran sedang 60 meter sudah cukup lebar. Jumlah shovel yang
diperkirakan akan bekerja bersama-sama pada sebuah pushback juga mempengaruhi
lebar minimum ini.
b. Tak kurang pentingnya untuk memperlihatkan paling tidak satu jalan angkut untuk
setiap pushback, untuk memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan
memungkin akses keluar. Jalan angkut ini harus menunjukkan pula akses ke seluruh
permukaan kerja.
c. Perlu diperhatikan bahwa penambahan jalan pada suatu pushback akan mengurangi
lebar daerah kerja (sebanyak lebar jalan) dibawah lokasi jalan tersebut. Jika beberapa
jalan atau switchback akan memasukkan kesuatu pushback, lebar awal disebelah atas
harus ditambah untuk memberiruang ekstra.
d. Perlu diperhatikan pula bahwa tambang kita tidak akan pernah sama bentuknya
dengan rancangan tahap-tahap penambangan (phase design). Ini karena dalam
kenyataannya, beberapa pushback akan aktif pada waktu yang sama (dikerjakan
secara bersamaan).
e. Suatu patokan pengukuran jarak (template untuk lebar jalan, panjang segmen jalan
antar jenjang, jarak centerlines) yang sesederhana sangat berguna untuk perancangan
secara manual.
Menurut Sulistiyana (2010), Waste dump adalah suatu lokasi untuk pembuangan material
kadar rendah dan atau material bukan bijih yang harus digali dari pit untuk memperoleh
20
bijih (material kadar tinggi) dalam suatu operasi tambang terbuka. Daerah yang
diperlukan untuk waste dump pada umumnya berluasan 2-3 kali dari daerah
penambangan (pit). Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30% -
45% dibangdingkan dengan material asli. Sudut kemiringan untuk suatu waste dump
umunya lebih landai dari pit. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi
kedalaman dari pit. Berikut akan dijelaskan mengenai teknik pengupaasan tanah penutup
dan jenis-jenis dump yang dapat diterapkan.
Menurut Sulistiyana (2010), rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan
keekonomian. Lokasi bentuk dari waste dump dan stockpile akan berpengaruh terhadap
jumlah gilir-kerja (shift) yang diperlukan, demikian pula biaya operasi dan jumlah truk
yang diperlukan. Pada umumnya luas daerah yang diperlukan untuk waste dump adalah
dua sampai tiga kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini disebabkan oleh:
a. Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30% – 45%
dibandingkan material insitu.
b. Sudut kemiringan untuk setiap dump umumnya lebih landai dari pit.
c. Material pada umumnya tidak dapat ditimbun setinggi kedalaman dari pit.
21
b. Terraced dump yaitu timbunan yang dirancang ke atas (dalam lift).
- Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi timbunan.
- Timbunan dirancang dari bawah. Tinggi tiap lift biasanya 20-40 m.
- Lift-lift berikutnya terletak di belakang sudut keseluruhan (overall slope angle)
mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi.
Menurut Sulistiyana (2010), dalam pemilihan lokasi penimbunan ada beberapa faktor
yang berpengaruh, yaitu:
Nisbah pengupasan adalah perbandingan antara tonase waste yang harus dipindahkan
terghadap satu ton bijih yang ditambang. Haasil suatu perancangan pit akan menentukan
berapa tonase bijih dan waste yang dikandung pit itu. Salah satu cara menguraikan
efisiensi geometri dari operasi penambangan berdasarkan nisbah pengupasan. Nisbah
pengupasan menunjukkan antara volume/tonase tanah penutup dengan volume/tonase
22
batubara pada area yang akan ditambang. Rumusan umum yang sering digunakan untuk
menyatakan perbandingan itu (Hustrulid & Kuchta 1998) adalah:
Pengertian stripping ratio (SR) pada penambangan batubara adalah perbandingan volume
overburden yang harus dipindahkan (BCM) untuk setiap satu ton batubara yang
ditambang. Hasil suatu perancangan pit akan menetukan jumlah volume overburden dan
tonase batubara yang mengisi pit.
Selain pengertian stripping ratio diatas dikenal pula istilah Break Even Stripping Ratio
(BESR) yaitu dimana biaya yang dihasilkan dari penjualan batubara habis untuk biaya
operasi penambangan tersebut atau dengan kata lain, keuntungan yang diperoleh dari
kegiatan penambangan batubara impas dengan biaya penambangannya. Secara umum
BESR dapat dirumuskan:
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛
𝐵𝐸𝑆𝑅 = ............................................................................................ (2.3)
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑆𝑡𝑟𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔
23
2.10.2 Pit Limit
Penentuan batas penambangan (pit limit) ini diperlukan untuk memprediksikan suatu area
penambangan yang potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit
penambangan. Dengan mengetahui pit limit maka optimasi cadangan batubara dapat
dilakukan pada area yang terbatas, yaitu area yang telah dapat diprioritaskan sebagai nilai
ekonomis (Ahmad, 2017).
Untuk menentukan batas penambangan (pit limit) ini dilakukan dengan merekonstruksi
jenjang penambangan yang dimulai dari dasar endapan hingga batas ketinggian topografi
daerah setempat sesuai dengan rekomendasi dari data geotek untuk keadaan perlapisan
daerah penambangan. Untuk mendapatkan batas penambangan (pit limit) dilakukan
berulang-ulang hingga mendapatkan nisbah pengupasan (stripping ratio) yang
diinginkan.
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi tahap persiapan, tahap
pengumpulan data, tahap pengelolaan data serta tahap analisis dan pembahasan.
1. Studi Literatur
Kegiatan studi literatur ini dimaksudkan untuk mencari literatur yang berhubungan
dengan penelitian sehingga dapat membantu dalam pelaksaan penelitian ini. Sumber-
sumber yang digunakan dalam studi literature ini berupa buku-buku ataupun jurnal
dari berbagai sumber yang berhubungan dengan judul dan penelitian dalam pembuatan
skripsi ini.
2. Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap lokasi perencanaan
yang akan ditambang dan akan dilakukan peneltian. Pengamatan lapangan yang
dilakukan ini berhubungan dengan batasan wilayah untuk melakukan penelitian
dengan rekomendasi dari perusahaan tempat melakukan penelitian.
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini hanya data sekunder yang menjadi acuan
perancangan desain pit dan telah tersedia pada perusahaan. Karena, data-data yang
didapatkan sudah dilakukan oleh perusahaan sebelum memulai kegiatan perancangan
25
penambangan pada perusahaan. Data primer tidak diambil dan digunakan karena tidak
adanya data primer atau data yang didapatkan dengan metode observasi atau secara
langsung.
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dapat diperoleh dan sudah tersedia diperusahaan
sehingga bisa dijadikan bahan yang akan diolah atau menjadi standar acuan untuk
dilakukan pengolahan data. Data-data tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Data Topografi
Data topografi diperlukan untuk mengetahui bentuk morfologi permukaan tanah.
Data topografi biasanya disajikan dalam bentuk peta. Data ini didapatkan dari
departemen MPEG (Mine Plan Engineering & Geology) tempat melakukan
penelitian.
26
perangkat lunak pada data topografi untuk membatasi daerah yang akan
ditambang.
Pengolahan dilakukan dengan menggabungkan data yang diperoleh dari data sekunder,
dengan mengacu kepada teori yang diperoleh melalui literatur, kemudian dianalisa dan
disesuaikan dengan data rekomendasi perusahaan sehingga diperoleh hasil yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Seluruh pengolahan data ini menggunakan software SURPAC
6.5.1. Adapun tahapan pengolahan data yang disesuaikan dengan tujuan penelitian
sebagai berikut:
27
1. Pengolahan data Topografi
Untuk melakukan pengolahan data topografi ini dibutuhkan data seam, dan batasan
daerah penambangan. Pengolahan ini dilakukan untuk mengetahui batasan dan
luasan daerah yang akan didesain, dan mengetahui besaran overburden dan besaran
tonase batubara yang sesuai dengan batasan wilayah penambangan.
2. Perancangan Pit
Perancangan pit ini dilakukan sesuai dengan data geometri yang didapat
berdasarkan rekomendasi dari perusahaan. Geometri jenjang penambangan ini
dapat dilihat pada gambar 4.5. Perancangan pit ini juga dibuat menjadi beberapa
tahapan penambangan dengan batasan wilayah dan besaran stripping ratio yang
telah direkomendasikan perusahaan.
3.2 Hasil
Dalam tahapan ini berisikan tentang hasil yang didapatkan setelah menyelesaikan tahap
pengolahan data. Hasil yang diperoleh setelah melakukan pengolahan data berdasarkan
tujuan penelitian yang merupakan hasil akhir dari semua masalah yang dibahas. Hasil
yang didapatkan sebagai berikut:
1. Desain Pit (Per-Sequance)
2. Desain Disposal
3. Desain Sump
28
3.3 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT.(A) Kecamatan (C) Kabupaten(V) Provinsi (Z) dengan
rancangan jadwal sebagai berikut :
29
3.4 Diagram Alir Penelitian
Berikut ini merupakan diagram alir penelitian yang dijadikan sebagai acuan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
.................................................................................................................................................
Studi Literatur
Pra Lapangan
Orientasi Lapangan
Pengumpulan Data
Sekunder
• Data Topografi
• Data Lubang Bor
Lapangan
• Stripping Ratio
• Pit Limit
• Geometri Lereng
.................................................................................................................................................
` Menganalisis Sesuai
Kontur Model
Topografi Endapan
Perancangan pit
Rekomendasi Perusahaan
Lapangan
• Pit Limit
Perancangan Pit
.................................................................................................................................................
1. Desain Pit (Per-Sequance)
Hasil
2. Desain Disposal
3. Desain Sump
.................................................................................................................................................
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
30
31