Anda di halaman 1dari 10

E-ISSN - 2477-6521

Vol 5(3) Oktober 2020 (438-447)

Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan


Avalilable Online http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance

PEMASUNGAN YANG DILAKUKAN OLEH


KELUARGA TERHADAP
PENDERITA GANGGUAN JIWA
1*)
Tiur Romatua Sitohang
1)
Prodi Keperawatan, Poltekkes Kemenkes RI Medan, Tapanuli Tengah
email korespondensi : tiur_sitohang83@yahoo.co.id

Submitted :24-04-2020, Reviewed:16-05-2020, Accepted:20-05-2020


DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v5i3.5282

Abstrak
Tindakan pemasungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran dan pengabaian hak azazi manusia.
Sampai saat ini masih banyak ditemukan penderita gangguan jiwa hidup dalam keadaan terpasung.
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan pemasungan
yang dilakukan oleh keluarga terhadap penderita gangguan jiwa di Kabupaten Tapanuli Tengah. Desain
penelitian adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh keluarga penderita
gangguan jiwa di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan jumlah 155 kepala keluarga. Teknik pengambilan
sampel adalah total sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner. Analisis data
dengan uji chi square. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan signifikan stigma, ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dengan pemasungan. Kesimpulan penelitian didapatkan ada hubungan signifikan
stigma, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemasungan dan tidak ada hubungan
signifikan keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemasungan.. Disarankan kepada
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki regulasi kebijakan dengan menyusun dan menerbitkan
peraturan daerah yang melindungi Orang Dengan Gangguan Jiwa.

Kata Kunci: Pemasungan, Gangguan Jiwa, Keluarga

Abtract
Pasung is a form of violation and neglect of human rights. Until now, there are still many people with
mental disorders who live in a state of confinement. This study aims to obtain a description of the factors
associated with retention by families of people with mental disorders in Central Tapanuli Regency. The
study design was cross sectional. The population in this study were all families with mental disorders in
Central Tapanuli District with a total of 155 households. The sampling technique is total sampling. Data
collection was carried out using a questionnaire. Data analysis with chi square technique. The results
found there is a significant relationship of stigma, the availability of health care facilities with the
installation. The conclusion of the study found that there was a significant relationship between stigma,
availability of health care facilities and retention. there is no significant relationship between the
affordability of health care facilities and the saving.It is recommended that the Central Tapanuli Regency
Government have a policy regulation by compiling and issuing regional regulations that protect People
with Mental Disorders.

Keywords: Pasung, Mental disorders, Family

LLDIKTI Wilayah X 438


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)

PENDAHULUAN hingga pada perlakuan tindak kekerasan


Pemasungan penderita gangguan jiwa (Kemenkes RI, 2015 ; Rohmadoni &
adalah tindakan masyarakat berupa Mundzakir, 2015). Pemasungan dapat
pengekangan fisik dan pengurungan memperparah dan memperburuk gangguan
terhadap penderita gangguan jiwa yang jiwa. Dampak negatif dari pemasungan
dilakukan untuk membatasi kebebasan dan adalah penderita gangguan jiwa akan
aktivitas fisik serta mengendalikan perilaku mengalami tekanan psikologis, tekanan
mereka yang tidak normal (Malfasari, emosional yang negatif dan terjadinya resiko
Keliat, Daulima 2014). cedera fisik dan kematian (Moghadam &
Pemasungan dilakukan dengan cara Khoshknab, 2014). Penderita gangguan jiwa
pasung dan pengisolasian. Tindakan korban pasung juga akan mengalami trauma,
pemasungan merupakan salah satu bentuk dendam pada keluarga, merasa di
pelanggaran dan pengabaian hak azazi campakkan dan diterlantarkan (P. Lestari,
manusia. Majelis Umum Perserikatan Choiriyyah, & Mathafi, 2014), putus asa dan
Bangsa - Bangsa tahun 2008, sudah hilang harapan bahkan timbul keinginan
menyatakan bahwa semua orang dengan untuk bunuh diri (Haimowitz, Urff, &
penyakit jiwa harus diperlakukan dengan Huckshorn, 2006). Pasung juga
kemanusiaan dan menghormati martabat mengakibatkan luka - luka pada tubuh
yang melekat pada pribadi manusia, namun penderita gangguan jiwa dan penderita
sampai sekarang penggunaan pengekangan gangguan jiwa yang dipasung juga beresiko
fisik (pasung) masih saja dilakukan. melakukan perilaku kekerasan terhadap
Pengurungan dan pengekangan fisik kadang- orang lain (Asher et al., 2017).
kadang digunakan lebih dari kebutuhan yang Penelitian menunjukkan bahwa
seharusnya (McCann, 2014 dalam Belete, pengekangan fisik di Munich telah membuat
2017). 22 orang dari 26 kasus pasien gangguan jiwa
Pemerintah Indonesia telah membuat meninggal (Berzlanovich, Schöpfer, & Keil,
regulasi dalam penanganan dan perlakuan 2012). Pemasungan juga dapat
terhadap penderita gangguan jiwa mengakibatkan atrofi kaki dan tangan, otot
sebagaimana yang tercantum dalam Undang dari pinggul sampai kaki mengecil karena
– Undang RI No. 18 Tahun 2014 tentang lama tidak digunakan. Penelitian di Aceh
Kesehatan Jiwa. Dalam UU tersebut telah menunjukkan dua puluh satu (35,6%) pasien
tercantum pasien dengan masalah kejiwaan bekas pasung mengalami atrofi otot pada
berhak untuk mendapatkan perawatan yang kaki atau lengan mereka setelah dibebaskan
layak dan setiap orang yang dengan sengaja dari pasung dan hampir semua penderita
melakukan pemasungan terhadap ODMK atrofi tungkai bawah mengalami kesulitan
dan ODGJ merupakan tindakan melanggar berjalan bahkan setengahnya tidak dapat
hak asasi ODMK dan ODGJ, akan dipidana berjalan sama sekali (Puteh et al., 2011).
sesuai dengan ketentuan peraturan Tujuan penelitian ini adalah untuk
perundang - undangan. Namun sampai saat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
ini, masih banyak ditemukan kasus dengan pemasungan yang dilakukan oleh
penanganan yang salah terhadap orang kerluarga terhadap penderita gangguan jiwa.
dengan gangguan jiwa yaitu dengan
melakukan pemasungan, penelantaran,

LLDIKTI Wilayah X 439


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)
METODE PENELITIAN oleh peneliti dengan menggunakan literature
Jenis penelitian adalah kuantitatif yang ada dan telah dilakukan uji validitas
dengan desain penelitian cross sectional. dan releabilitas. Uji validitas dinilai dengan
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh uji statistik menggunakan rumus koefisien
keluarga penderita gangguan jiwa di korelasi pearson product moment. Semua
Kabupaten Tapanuli Tengah dengan jumlah pertanyaan-pertanyaan valid dengan r hitung
155 kepala keluarga. Teknik pengambilan lebih dari 0,361. Uji reliabilitas dilakukan
sampel adalah total sampling. Dengan dengan cara melakukan uji Crombach Alpha
criteria inklusi, keluarga penderita ganggaun dan didapatkan variabel reliabel dengan nilai
jiwa bersedia menjadi responden, mampu lebih dari 0,6.
berkomunikasi dengan baik dan mampu Jumlah pertanyaan variabel ketersediaan
baca tulis. Peneliti bekerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak 7 butir.
pengelola kesehatan jiwa di Puskesmas yang Jumlah pertanyaan variabel keterjangkauan
ada di seluruh wilayah Kabupaten Tapanuli fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak 10
Tengah. Peneliti didampingi pihak butir. Analisis univariat dilakukan untuk
puskesmas mendatangi masing masing mengetahui gambaran distribusi dan
rumah keluarga penderita gangguan jiwa proporsi masing masing variabel yang
untuk melakukan pengumpulan data. diteliti dengan tabel distribusi frekuensi
Seluruh populasi berhasil dijadikan sampel Analisis bivariat untuk mengetahui
penelitian. Pengumpulan data dilakukan hubungan antara variabel independent
menggunakan kuesioner. Kuesioner stigma dengan variabel dependen, dengan uji Chi
di adopsi dari Yessi (2015), menggunakan Square dengan derajat kepercayan 95%
skala likert dengan 10 pernyataan. (α=0,05). Kedua variabel ini dikatakan
Kuesioner variabel ketersediaan fasilitas berhubungan jika p < 0,05 dan sebaliknya p
pelayanan kesehatan dan keterjangkauan ≥ 0,05 tidak ada hubungan.
faslitas pelayanan kesehatan dibuat sendiri

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pemasungan, Stigma, Ketersediaan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dan Keterjangkauan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Variabel f %
Stigma
- Rendah 90 58,4
- Tinggi 65 41,6
Ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan
- Baik 103 66,5
- Kurang 52 33,5
Keterjangkauan fasilitas
pelayanan kesehatan
- Baik 95 61,3
- Kurang 60 38,7

Pemasungan
- Tidak melakukan pemasungan 21
- Melakukan pemasungan 32 79

LLDIKTI Wilayah X 440


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)
68

Tabel 2. Hubungan Stigma, Ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Keterjangkauan


Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Pemasungan

Pemasungan
Tidak Melakukan Melakukan
Variabel p value OR

f % f %

Stigma
- Rendah 78 86% 12 14
2,889
- Tinggi 45 69,2 20 30,8 0,014*
1,293-6457
- Ketersediaan fasilitas
- Pelayanan Kesehatan
- Kurang 35 67,3 17 32,7 0,015*
2,850
1,284-6,324
- Baik 88 66,1 15 33,9
Keterjangkauan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
- Kurang 43 61,7 17 38,3
- 2,109
0,094
- Baik 80 87,1 15 12,9 0,960-4,632

Berdasarkan tabel diatas, analisis pelayanan kesehatan yang terjangkau


hubungan antara stigma dengan pemasungan dengan kurang baik sebesar (38,3%)
didapatkan proporsi keluarga dengan stigma dilakukan pemasungan. Hasil uji statistik
tinggi melakukan pemasungan sebesar dapat disimpulkan tidak ada hubungan
(30,8%). Hasil uji statistik ada hubungan signifikan keterjangkauan pelayanan
signifikan stigma dengan pemasungan dan kesehatan dengan pemasungan dan nilai
nilai p=0,014. Hasil analisis hubungan p=0,94.
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan Gambaran Pemasungan Yang Dilakukan
dengan pemasungan didapatkan hasil bahwa Oleh Keluarga Terhadap Penderita
ketersediaan fasilitas pelayanan yang Gangguan Jiwa
kurang baik sebesar (32,7%) dilakukan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemasungan. Hasil uji statistik dapat sebanyak 32 keluarga (21%) dari 155
disimpulkan ada hubungan signifikan keluarga melakukan pemasungan terhadap
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan penderita gangguan jiwa. Hasil penelitian
dengan pemasungan dan nilai p=0,015. juga sama dengan hasil penelitian
Hasil analisis hubungan keterjangkauan (Rohmadoni & Mundzakir, 2015), tentang
fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemasungan terhadap penderita gangguan
pemasungan didapatkan hasil bahwa fasilitas jiwa menunjukkan 30% keluarga sering

LLDIKTI Wilayah X 441


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)
melakukan pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa. Begitu juga dengan hasil

penelitian (Fadila, 2015) menunjukkan 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.


bahwa sebanyak 41,2% responden Dimana dalam UU tersebut telah tercantum
melakukan tindakan pasung. hak-hak pasien dengan masalah kejiwaan
Tindakan pemasungan merupakan salah bahwa mereka punya hak yang sama dengan
satu bentuk pelanggaran dan pengabaian hak orang sehat lainnya dan berhak untuk
azazi manusia (McCann, 2014dalam Belete, mendapatkan perawatan yang layak.
2017). Pemasungan merupakan tindakan Menurut analisa peneliti terhadap penelitian
pengekangan fisik dan pengurungan orang ini adalah peneliti menemukan masih adanya
gangguan jiwa yang digunakan oleh keluarga penderita gangguan jiwa yang
masyarakat untuk mengendalikan perilaku melakukan pemasungan terhadap penderita
penderita gangguan jiwa yang tidak dapat di gangguan jiwa. Padahal tindakan
kontrol (Daulima, 2014). Menurut Minas & pemasungan merupakan salah satu bentuk
Diatri (2008) bahwa pasung merupakan pelanggaran dan pengabaian hak azazi
bentuk pengekangan fisik atau pengurungan manusia bahkan sudah diatur dalam UU RI
terhadap pelaku kejahatan, orang-orang No.18 Tahun 2014 Pemasungan juga dapat
dengan gangguan jiwa yang melakukan menghalangi setiap orang dengan gangguan
tindak kekerasan yang dianggap jiwa untuk memperoleh dan melaksanakan
membahayakan. Hasil penelitian Minas & hak-hak nya sebagai warga negaratermasuk
Diatri (2008) menyatakan bahwa alasan hak memperoleh pengobatan dan perawatan,
keluarga melakukan pemasungan adalah penghasilan dan memperoleh kehidupan
ketidaktersediaan dan ketidakterjangkaunya sosial.
fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. Hubungan Stigma dengan Pemasungan
Pemasungan dapat memperberat gejala Hasil analisa univariat di dapatkan data
gangguan jiwa. Pemasungan mengakibatkan sebesar (41,6%) stigma terhadap penderita
penderita mengalami trauma, merasa gangguan jiwa tinggi dan sebesar (58,4%)
diabaikan, rendah diri, putus asa yang stigma terhadap penderita gangguan jiwa
berakhir pada keinginan untuk bunuh diri rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian
(Haimowitz et al., 2006). Pemasungan juga Putriyani & Sari (2016) bahwa sebagian
dapat mengakibatkan atrofi kaki dan tangan, besar stigma terhadap penderita gangguan
otot dari pinggul sampai kaki mengecil jiwa rendah (51,5%). Ini menunjukkan
karena lama tidak digunakan. Penelitian bahwa hanya sebagian kecil keluarga
Puteh et al. (2011) di Aceh menunjukkan merasakan stigma terhadap penderita
dua puluh satu (35,6%) pasien bekas pasung gangguan jiwa tinggi.
mengalami atrofi otot pada kaki atau lengan Menurut Hawari (2009) stigma
mereka setelah dibebaskan dari pasung dan merupakan sikap keluarga dan masyarakat
hampir semua penderita atrofi tungkai yang menganggap bahwa apabila salah
bawah mengalami kesulitan berjalan bahkan seorang angota keluarga menderita
setengahnya tidak dapat berjalan sama gangguan jiwa maka hal tersebut merupakan
sekali. aib dan menimbulkan rasa malu bagi
Pemerintah Indonesia telah membuat anggota keluarganya. Pada kehidupan
regulasi sebagai pedoman dalam masyarakat stigma sering sekali
penanganan dan perlakuan terhadap dihubungkan dengan mitos bahwa gangguan
penderita gangguan jiwa sebagaimana yang jiwa adalah penyakit akibat kejadian –
tercantum dalam Undang-Undang RI No. kejadian mistik atau supranatural yang

LLDIKTI Wilayah X 442


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)
dialami oleh penderita dan keluarga, penyakit akibat kutukan dari Tuhan, dan

penyakit akibat keturunan dari orangtua atau masyarakat.


kerabat terdekat (Daulima,2014). Berdasarkan hasil analisis kuesioner
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh bahwa keluarga merasa malu
didapatkan data bahwa ( 30,8%) keluarga memiliki anggota keluarga mengalami
yang merasakan stigma tinggi melakukan gangguan jiwa sebesar 87,4%, keluarga
pemasungan terhadap penderita gangguan menganggap penderita gangguan jiwa
jiwa. Berdasarkan hasil uji analisa Chi merupakan aib bagi keluarga sebesar 79,1%,
square diperoleh nilai p = 0,014 artinya ada dan masyarakat takut dan menganggap
hubungan yang signifikan antara stigma penderita gangguan jiwa sebagai ancaman
dengan pemasungan. Hasil penelitian ini bagi mereka semua sebsar 64,6%.
sesuai dengan penelitian Nasriati (2016) Berdasarkan data diatas, peneliti
yang menyatakan bahwa ada hubungan menganalisis bahwa keluarga yang
antara stigma dengan dukungan keluarga merasakan stigma tinggi melakukan
penderita gangguan jiwa dengan nilai p = pemasungan dikarenakan keluarga sering
0,0082. merasakan bahwa mereka malu memiliki
Stigma terhadap penderita gangguan anggota keluarga dengan gangguan jiwa,
jiwa tidak hanya menimbulkan konsekuensi merasa gangguan jiwa aib bagi keluarga,
pada penderita gangguan jiwa saja namun ditambah keluhan dari masyarakat yang
juga pada keluarganya (Lestari & Wardhani, merasa bahwa penderita gangguan jiwa
2014). Penelitian yang dilakukan oleh sebagai ancaman dan sering membuat
Findings (2016) menyatakan bahwa stigma masyarakat merasa kawatir. Sehingga
yang dirasakan keluarga terdiri dari perasaan keluarga memutuskan untuk
keluarga dan sikap masyarakat. Keluarga menyembunyikan penderita gangguan jiwa
merasakan respon masyarakat antara lain dan melakukan pemasungan supaya tidak
menghina, tidak menghargai, menghindar, membahayakan masyarakat sekitarnya.
menyalahkan, tidak suka. Akibatnya respon Hubungan Ketersediaan Fasilitas
keluarga menjadi malu dan menarik diri Pelayanan Kesehatan Dengan
serta membatasi interaksi dengan Pemasungan
masyarakat sekitarnya. Hal ini juga Hasil analisa univariat di dapatkan
didukung oleh penelitian yang dilakukan fasilitas pelayanan kesehatan tersedia
oleh Mestdagh dan Hansen (2013) yang dengan kurang baik sebesar (33,5%) di
menyatakan bahwa stigma tidak hanya Kabupaten Tapanuli tengah. Berdasarkan
berdampak pada penderita gangguan jiwa, penelitian tersebut menunjukkan bahwa
namun juga pada masyarakat yang ada fasilitas pelayanan kesehatan di daerah
sekitar pun ikut terkena, masyarakat merasa Kabupaten Tapanuli Tengah sebagian besar
cemas dan ketakutan apabila ada penderita tersedia dengan baik. Erma (2014)
gangguan jiwa di lingkungan masyarakatnya menyatakan bahwa fasilitas pelayanan
karena mereka berpikir penderita gangguan kesehatan jiwa adalah tempat pelayanan
jiwa sebagai ancaman bagi mereka karena kesehatan dimana pasien memperoleh
cenderung suka mengamuk dan pelayanan kesehatan jiwa. Fasilitas
membahayakan bagi oranglain dan pelayanan kesehatan jiwa bermaksud
lingkungannya. Oleh karena itu banyak meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
penderita gangguan jiwa yang diasingkan jiwa dimana semua tatatan kelas pelayanan
dan dipasung supaya tidak membahayakan melalui pelayanan kesehatan jiwa yang

LLDIKTI Wilayah X 443


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)
terpadu sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berdasarkan analisa bivariat didapatkan sebanyak (42,5%) keterjangkauan fasilitas
data bahwa (32,7%) responden yang pelayanan kesehatan kurang baik.
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan Berdasarkan penelitian tersebut
jiwa kurang baik melakukan pemasungan. menunjukkan bahwa fasilitas pelayanan
Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p value kesehatan di daerah Kabupaten Tapanuli
= 0,015 yang berarti ada hubungan Tengah sebagian besar terjangkau dengan
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan baik.
dengan pemasungan. Berdasarkan analisa Berdasarkan hasil analisis bivariat
bivariat didapatkan data bahwa (32,7%) didapatkan data bahwa keluarga yang
responden yang ketersediaan fasilitas fasilitas pelayanan kesehatan jiwa
pelayanan kesehatan jiwa kurang baik terjangkau dengan kurang baik sebesar
melakukan pemasungan.Penelitian ini sesuai (38,3%) melakukan pemasungan terhadap
dengan penelitian Erma (2014) yang penderita gangguan jiwa. Berdasarkan hasil
menyatakan bahwa ada hubungan uji analisa Chi square diperoleh nilai p =
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan 0,094 artinya tidak ada hubungan yang
jiwa dengan pemasungan. Hasil penelitian signifikan antara keterjangkauan fasilitas
ini sesuai dengan hasil penelitian yang pelayanan kesehatan dengan pemasungan.
dilakukan oleh Minas & Diatri (2008) yang Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
mendapatkan hasil bahwa alasan keluarga Erma (2014) yang menyatakan tidak ada
melakukan pemasungan terhadap penderita hubungan akses pelayanan kesehatan yaitu
gangguan jiwa adalah kurangnya akses jarak dan waktu terhadap pemasungan
pelayanan kesehatan yaitu tidak tersedianya penderita gangguan jiwa.
pelayanan kesehatan mental dasar. Keterjangkauan fasilitas pelayanan
Berdasarkan pemaparan diatas maka kesehatan jiwa menurut Riskesdas 2013
menurut analisa peneliti, ada hubungan adalah dilihat dari aspek moda transportasi
antara ketersediaan fasilitas pelayanan yang dapat digunakan oleh anggota
kesehatan dengan pemasungan, dimana keluarga, waktu tempuh, dan ongkos menuju
keluarga yang fasilitas pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan. Kesulitan
tersedia dengan kurang baik melakukan dalam mengakses sarana pelayanan
pemasungan. Berdasarkan penelitian yang kesehatan dapat menguatkan perilaku
peneliti lakukan, meneliti melihat petugas keluarga dalam melakukan tindakan
kesehatan masih berfokus pada pemberian pemasungan.
obat saja kepada pasien penderita gangguan Berdasarkan hasil analisa kuesioner
jiwa dan masih kurangnya pemberian keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan
edukasi kepatuhan minum obat dan jiwa, peneliti menemukan bahwa 35% jarak
pencegahan pemasungan. tempat tinggal responden dengan Puskesmas
Hubungan Keterjangkauan Fasilitas jauh dan 29% menjawab jarak tempat
Pelayanan Kesehatan Dengan tinggal responden dengan Puskesmas lebih
Pemasungan dari 3 KM. Sebanyak 44% responden
Hasil analisa univariat di dapatkan menjawab selalu menggunakan transportasi
keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan menuju Puskesmas dan sebanyak 22%
terjangkau dengan kurang baik sebesar responden menjawab biaya yang di
(38,7%) di Kabupaten Tapanuli tengah. keluarkan menuju Puskesmas adalah lebih
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian besar dari Rp. 50.000. Sebanyak 20%
Kurniawan (2011) yang menyatakan responden menjwab bahwa waktu yang

LLDIKTI Wilayah X 444


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)
dibutuhkan untuk menjangkau fasilitas melindungi orang dengan gangguan jiwa,
pelayanan kesehatan adalah lebih dari 1 jam. penanganan medik orang dengan gangguan
Berdasarkan analisi kuesioner, jiwa. Dewan Perwakilan Rakyat diharapkan
diperoleh data bahwa penderita gangguan menyediakan anggaran APBD untuk
jiwa berat membutuhkan pelayanan menyediakan sebuah rumah singgah untuk
kesehatan rujukan yang letaknya di ibukota perawatan pasien gangguan jiwa di daerah
Kabupaten / Kota / Propinsi, sedangkan Kabupaten Tapanuli Tengah atau
waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan penyediaan poli klinik jiwa di setiap
rujukan Kabupaten/ Kota sekitar 3 atau 4 puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah
jam menggunakan transportasi roda empat untuk perawatan pasien gangguan jiwa
dan menuju fasilitas pelayanan rujukan ke sehingga pelayanan ksehatan jiwa lebih
Rumah Sakit Jiwa menuju ibukota propinsi terjangkau baik dari segi waktu, biaya dan
mebutuhkan waktu tempuh selama 10 jarak.
sampai 12 jam. Untuk bisa mencapai
pelayanan kesehatan rujukan di ibukota SIMPULAN
Kabupaten membutuhkan biaya lebih besar Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari Rp.50.000 sedangkan untuk mencapai sebanyak 32 keluarga (21%) dari 155
Rumah Sakit Jiwa dibutuhkan biaya lebih keluarga melakukan pemasungan terhadap
dari Rp. 1.000.000,- karena pada umumnya penderita gangguan jiwa. Sebesar (41,6%)
untuk membawa penderita gangguan jiwa ke stigma terhadap penderita gangguan jiwa
Rumah sakit Jiwa, keluarga cenderung tinggi dan sebesar (58,4%) stigma terhadap
menyewa mobil karena jika menggunakan penderita gangguan jiwa rendah.
transportasi umum keluarga takut penderita Berdasarkan hasil uji analisa Chi square
gangguan jiwa bisa membahayakan diperoleh nilai p = 0,014 artinya ada
oranglain. hubungan yang signifikan antara stigma
Berdasarkan analisa peneliti, tidak ada dengan pemasungan.
hubungan antara keterjangkauan fasilitas Hasil penelitian variabel ketersediaan
pelayanan kesehatan dengan pemasungan, fasilitas kesehatan di dapatkan fasilitas
hal ini terjadi karena penderita gangguan pelayanan kesehatan tersedia dengan kurang
jiwa berat pada umumnya harus baik sebesar (33,5%) di Kabupaten Tapanuli
mendapatkan perawatan di pelayanan tengah. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai
kesehatan jiwa rujukan yaitu Rumah sakit p value = 0,015 yang berarti ada hubungan
Jiwa yang lokasinya berada di Ibukota ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
Provinsi Sumatera Utara dengan jarak dengan pemasungan.
tempuh sekitar 600 KM, dan waktu yang
diperlukan untuk mencapai Rumah Sakit UCAPAN TERIMAKASIH
Jiwa tersebut adalah sekitar 8-10 jam, dan Ucapan terimakasih penulis sampaikan
membutuhkan biaya yang besar untuk untuk kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli
menjangkau Rumah Sakit Jiwa tersebut, Tengah yang telah membetikan kesempatan
sedangkan saat ini daerah tempat tinggal kepada peneliti untuk melakukan penelitian
keluarga hanya terdapat pelayanan diwilayah kerja Kabupaten Tapanuli
kesehatan mental dasar. Tengah. Ucapan terimakasih kepada rekan –
Sesuai dengan hal tersebut diatas, maka rekan kerja di Poltekkes Kemenkes RI
diharapkan peran kepala daerah untuk Medan yang telah memberikan masukaan
membuat kebijakan dengan menyusun dan demi kesempurnaan penelitian ini.
menerbitkan peraturan daerah yang

LLDIKTI Wilayah X 445


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)
DAFTAR PUSTAKA Risk Management Guide. 1–26.
Asher, L., Fekadu, A., Teferra, S., Silva, M. Lestari, P., Choiriyyah, Z., & Mathafi.
De, Pathare, S., & Hanlon, C. (2017). “ (2014). Kcenderungan atau sikap
I cry every day and night , I have my keluarga penderita gangguan jiwa
son tied in chains ” : physical restraint terhadap tindakan pasung (Studi kasus
of people with schizophrenia in di RSJ Amino Gondho Hutomo
community settings in Ethiopia. 1–14. Semarang). Keperawatan Jiwa, 2(1),
https://doi.org/10.1186/s12992-017- 14–23. Retrieved from
0273-1 https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/J
Belete, H. (2017). Use of physical restraints KJ/article/view/3917/3649
among patients with bipolar disorder in Lestari, W., & Wardhani, F. (2014). Stigma
Ethiopian Mental Specialized Hospital , dan penanganan gangguan jiwa berat
outpatient department : cross ‑ sectional ( Stigma and Management on People
study. International Journal of Bipolar with Severe Mental Disorders with “
Disorders. Pasung ” ( Physical Restraint )). Pusat
https://doi.org/10.1186/s40345-017- Humaniora Kebijakan Kesehatan Dan
0084-6 Pemberdayaan Masyarakat, 157–166.
Berzlanovich, A. M., Schöpfer, J., & Keil, Malfasari, Budi Anna Keliat, N. D. (2014).
W. (2012). Deaths Due to Physical Analisis Legal Aspek dan Kebijakan
Restraint. Deutsches Ärzteblatt Restrains, Seklusi dan Pasung Pada
International, 109(3), 27–32. Pasien Gangguan Jiwa. Universitas
https://doi.org/10.3238/arztebl.2012.00 Indonesi.
27 Minas, H., & Diatri, H. (2008). International
Dadang Hawari. (2009). Pendekatan Journal of Mental Pasung : Physical
Holistik pada G angguan Jiwa restraint and confinement of the
Skizofrenia (edisi 2 ce). Jakarta : FK mentally ill in the community. 5.
UI. https://doi.org/10.1186/1752-4458-2-8
Daulima, N. (2014). Proses Pengambilan Moghadam, M. F., & Khoshknab, M. F.
Keputusan Tindakan Pasung Oleh (2014). O riginal A rticle Psychiatric
Keluarga Terhadap Klien Dengan Nurses ’ Perceptions about Physical
Gangguan Jiwa. Universitas Indonesia. Restraint ; A Qualitative Study. 2(1),
Erma. (2014). Faktor-faktor Yang 20–30.
Mempengaruhi Pemasungan terhadap Puteh, I., Marthoenis, M., & Minas, H.
Penderita Skiziprenia di Kota Binjai (2011). Aceh Free Pasung: Releasing
Sumatera Utara tahun 2014. Tesis : the mentally ill from physical restraint.
Universitas Sumatera Utara. International Journal of Mental Health
Fadila. (2015). Faktor-Faktor yang Systems, 5, 10.
Berhubungan Dengan Perilaku https://doi.org/10.1186/1752-4458-5-10
Keluarga Penderita Gangguan Jiwa Putriyani, D & Sari, H. (2016). Stigma
Terhadap Tindakan Pasung di Poli Masyarakat Terhadap Orang dengan
Klinik Rumah Sakit Jjiwa Prof. Hb. Gangguan Jiwa di Kecamatan Kuta
Saanin Padang. Malaka Kabupaten Aceh Besar.
Findings, E. (2016). Stigma Keluarga Skripsi : Universitas Syah Kuala Aceh.
Pasien Gangguan Jiwa Skizofrenia. Rohmadoni, A., & Mundzakir. (2015).
Haimowitz, J. D., Urff, J., & Huckshorn, K. Analisis faktor yang mempengaruhi
(2006). Restraint and Seclusion – a keluarga melakukan pemasungan pada

LLDIKTI Wilayah X 446


Tiur Romatua Sitohang | Pemasungan Yang Ilakukan Oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan
Jiwa
(438-447)
anggota keluarga dengan gangguan
jiwa. THE SUN, 2(September), 17–24.

LLDIKTI Wilayah X 447

Anda mungkin juga menyukai