Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Sudah dikemukakan bahwa berdasarkan sumber ajarannya agama dapat
diklasifiksikan menjadi dua, yakni agama wahyu (agama samawi) dan agama budaya
(agama ‘ardhi). Di antara agama wahyu yang ada, islamlah yang masih dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya, terutama dengan mendasarkan sumber – sumber
ajarannya pada Al – Quran dan Sunnah. Kedua sumber ini tetap terjaga keautentikannya
meskipun untuk Sunnah terbagi menjadi bermacam – macam jenis. Kedua sumber ini
memberikan konsep ajaran yang mendasar, khususnya masalah teologis, sehingga tidak
menimbulkan perbedaan di kalangan umat islam. Dua agama wahyu lainnya yakni,
Yahudi dan Nasrani (kristen), sudah tidak lagi memenuhi kriteria agama wahyu yang
asli. Kitab suci yang dipegangi oleh kedua agama ini sudah tidak asli sebgaimana yang
dibawa oleh para nabi pembawanya. Tidak ada yang berani menjamin bahwa kitab suci
dari kedua agama wahyu ini tetap autentik. Sebagai akibatnya, ajaran kedua agama
wahyu itu juga banyak yang menyimpang dari konsep aslinya.
Sebagai wahyu terakhir, Al – Quran memberi penjelasan untuk wahyu – wahyu
sebelumnya, termasuk Taurat dan Injil yang sekarang banyak mengalami perubahan.
Kajian tentang agama Islam ini semoga akan dapat memberi wawasan untuk kita semua.
Sehingga dapat memiliki kompetensi untuk menganalisis konsep dasar tentang agama
islam.
Manusia merupakan makhluk hidup yang penuh dengan kekurangan. Dalam semua
sisi kehidupan, kekurangan yang melekat pada manusia menyebabkan kemampuan yang
dimiliki menjadi sangat terbatas. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran
dan fungsi akal secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang
diberikan sebuah hukum. Agama mengajarkan dua jalan untuk mendapatkan
pengetahuan. Pertama, melalui jalan wahyu, yakni melalui komunikasi dari Tuhan
kepada manusia, dan kedua dengan jalan akal, yakni memakai kesan- kesan yang
diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk sampai pada kesimpulan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja peran akal dan wahyu dalam Islam ?
2. Apa landasan hukum wahyu dan akal dalam islam ?
3. Apa hubungan antara wahyu dan akal ?
4. Apa saja bukti kesempurnaan agama Islam ?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan peran akal dan wahyu dalam Islam.
2. Menjelaskan landasan hukum wahyu dan akal dalam islam.
3. Menjelaskan hubungan antara wahyu dan hukum.
4. Mendeskripsikan bukti – bukti agama Islam.

BAB II
1
PEMBAHASAN

4.1 Akal dan Wahyu


4.1.1 Akal
Kata Akal berasal dari Arab yakni, (al – ‘aql). Dalam bahasa Indonesia
biasanya orang menyebutnya dengan pikir atau pikiran. Jadi kejadian berakal
sering disebut berpikir. Maka al-‘aql, sebagai mashdarnya, maknanya adalah
“ kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu “. Sesuatu itu bisa
ungkapan, penjelasan, fenomena, dan lain-lain, semua yang ditangkap oleh
panca indra. Letak akal Dikatakan di dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj (22) ayat
46. Artinya: “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”.
Menurut bahasa Arab, arti pikir mula – mula adalah mengikat (menahan) dan
membedakan. Dalam hal ini, orang sering menghubungkan bahwa akal
merupakan tenaga yang menahan diri makhluk yang memilikinya dari
perbuatan jahat dan buruk, membedakannya dari makhluk – makhluk lainnya.
Umumnya akal diartikan sebagai alat untuk berpikir, menimbang baik – buruk
atau merasakan segala perubahan keadaan, sehingga dapat mengambil
manfaat daripadanya. Para ahli filsafat dan ilmu kalam mengartikan akal
sebagai daya (kekuatan, tenaga). Untuk memperoleh pengetahuan, daya yang
membuat seorang dapat membedakan antara dirinya dengan orang lain, daya
untuk mengabstrakkan benda yang ditangkap oleh panca indera.
Di beberapa tempat, Al- Quran menggunakan kata ya’qilun sedang di
tempat- tempat lain digunakan kata yatafakkarun, dan di tempat lain lagi biasa
digunakan kata tasy’urun. Hal ini menunjukan bahwa akal terdapat di Al-
Quran dan diakui pula oleh Al-Quran. Perkataan ya’qilun dengan bentuk yang
bervariasi didapat didalam Al-quran kurang lebihnya 50 kali, sedang kata
yatafakkarun dalam bentuk yang bervariasi pula disebut sebanyak 26 kali
serta kata yasy’urun dan tasy’urun 25 kali. Selain itu Al-quran menggunakan

2
kata Ulil Albab (orang yang memiliki akal) disebut sebanyak 16 kali dan Ulin
Nuha (orang yang memiliki akal) disebut sebanyak 2 kali.
Islam mengakui bahwa akal merupakan salah satu alat atau sarana
yang sangat penting bagi manusia . Di samping sebagai alat untuk
pengembangan Ilmu Pengetahuan yang amat dihajatkan oleh manusia dalam
kehidupannya, akalpun merupakan salah satu persyaratan mutlak bagi adanya
taklif atau agama yang dibebankan kepada manusia. Bahkan diakui bahwa
akal merupakan sumber hukum islam ketiga sesudah Al- Quran dan Al-
Hadits yang diistilahkan dengan ijtihad. Begitu pentingnya kedudukan akal
dalam islam sehingga Rasulullah Saw bersabda: “... Tidak ada agama bagi
orang yang tidak mempunyai akal. (H.R.Bukhari). Tetapi meskipun akal
mempunyai kedudukan dan posisi yang sangat penting dalam sistem kejadian,
tetapi islam tidak menganggap bahwa akal merupakan faktor utama yang
menjadikan manusia makhluk termulia dan terbaik. Karena bagaimanapun
juga akal tidak dapat dijadikan sebagai faktor penentu dan dilepaskan bebas
untuk menetapkan kebenaran- kebenaran tanpa bimbingan dari unsur- unsur
lain yang juga telah dianugerahkan kepada manusia ssperti rasa, keyakinan
(iman) dan syari’at (wahyu). Ini disebabkan karena akal itu sendiri adalah
bersifat nisbi atau relatif seperti yang diakui oleh hampir semua ahli Ilmu
Pengetahuan dan Falsafah. Dengan demikian penetapan- penetapannyapun
tidaklah bersifat absolut dan daya jangkaunnya sangat terbatas. Oleh sebab itu
akal harus senantiasa dibimbing oleh Iman dan Syari’at (wahyu) agar tidak
terjerumus ke dalam jurang kesesatan.
Secara istilah, akal digunakan untuk menunjukkan salah satu definisi
berikut ini:
1. Kemampuan untuk mengetahui sesuatu.
2. Kemampuan memilah-milah antara kebaikan dan keburukan
yang niscaya juga dapat digunakan untuk mengetahui hal-ihwal
yang mengakibatkannya dan sarana-sarana yang dapat
mencegah terjadinya masing-masing dari keduanya.
3. Kemampuan dan keadaan (halah) dalam jiwa manusia yang
mengajak kepada kebaikan dan keuntungan dan menjauhi
kejelekan dan kerugian.

3
4. Kemampuan yang bisa mengatur perkara-perkara kehidupan
manusia. Jika ia sejalan dengan hukum dan dipergunakan untuk
hal-hal yang dianggap baik oleh syariat, maka itu adalah akal
budi. Namun, manakala ia menjadi sesuatu yang menentang
syariat, maka ia disebut nakra` atau syaithanah.
5. Akal juga dapat dipakai untuk menyebut tingkat kesiapan dan
potensialitas jiwa dalam menerima konsep-konsep universal.
An-nafs an-nathiqah (jiwa rasional yang dipergunakan untuk
menalar) yang membedakan manusia dari binatang lainnya.
6.  Dalam bahasa filsafat, akal merujuk kepada substansi azali
yang tidak bersentuhan dengan alam material, baik secara
esensial (dzaty) maupun aktual (fi’ly).
4.1.2 Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab ‫الوحي‬, dan al-wahy adalah kata asli
Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan
kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu
tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah
pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa
seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu
Allah terhadap Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan
kepada Nabi Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid
berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh
seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang
dari Allah SWT, baik melalui perantara maupun tanpa perantara. Baik
menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
Adanya wahyu merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan oleh
manusia khususnya bagi mereka yang percaya adanya Tuhan sebagai Pencipta
dan Pengatur alam ini. Karena manusia, menurut islam adalah khalifah Allah
yang diberi tugas untuk mengatur bumi dan isinya, maka dari itu manusia
memerlukan bimbingan-bimbingan dari Tuhan sebagai pedoman dalam
melaksanakan tugas itu. Sebab bila manusia hanya mengandalkan akalnya.
Maka mereka tidak mampu mewujudkan tujuan dalam usaha memakmurkan
bumi dan menciptakan kedamaian diatasnya. Paling tidak manusia

4
memerlukan legalitas dan rekomendasi langsung dari Tuhan sebagai
pegangan bahwa mereka adalah hamba yang diberi tugas istimewa itu. Untuk
itulah manusia harus dapat berkomunikasi secara langsung dengan Tuhan
untuk memperoleh patunjuk- petunjuknya .
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud
memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana
cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana
yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman
yang akan di terima manusia di akhirat. Sebenarnya wahyu secara tidak
langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya untuk
melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak
menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang
pencipta yaitu Allah SWT.
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan,
tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu
diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
1. Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena
pemberian Allah.
2. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
3. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang
adanya alam ghaib.
5. Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya
terhadap indera penglihatan manusia. Oleh karena itulah, Allah SWT
menurunkan wahyu-Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat.Di
dalam keterbatasannya-lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia
melampaui batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan
tersesat. Meletakkan akal dan wahyu secara fungsional akan lebih tepat
dibandingkan struktural, karena bagaimanapun juga akal memiliki fungsi
sebagai alat untuk memahami wahyu, dan wahyu untuk dapat dijadikan

5
petunjuk dan pedoman kehidupan manusia harus melibatkan akal untuk
memahami dan menjabarkan secara praktis.
4.2 Landasan Hukum Akal dan Wahyu
Kedudukan Akal menurut Syari'at Islam adalah memberikan nilai dan urgensi
yang amat penting dan tinggi terhadap akal manusia. Itu dapat dilihat sebagai berikut:
1. Allah subhanahu wa'ta'ala hanya menyampaikan kalam-Nya (firman-Nya)
kepada orang-orang yang berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama
dan syari'at-Nya.
Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan
(Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rohmat dari kami
dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran". (QS. Shaad (38): 43).
2. Akal merupakan syarat yang harus ada atau wajib dalam diri manusia untuk
mendapat taklif (beban kewajiban) dari Alloh subhanahu wa'ta'ala. Hukum-hukum
syari'at tidak berlaku bagi mereka yang tidak memiliki akal. Dan diantaranya yang
tidak menerima beban keawajban itu adalah orang gila karena kehilangan akalnya.
Rosulullah bersabda:
ٍ ‫" ُرف َِع ال َقلَ ُم َعنْ َثاَل‬
"‫ ال ُج ُن ْونُ َح َّتى َيفِي َْق‬: ‫ث َو ِم ْن َها‬
"Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan,
diantaranya: orang gila samapai dia kembali sadar (berakal)". (HR. Abu Daud: 472
dan Nasa'i: 6/156).
3. Allah subhanahu wa'ta'ala membenci orang yang tidak menggunakan akalnya.
Misalnya celaan Allah subhanahu wa'ta'ala terhadap ahli neraka yang tidak
menggunakan akalnya:
Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan
(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala". (QS. 067. Al Mulk [67]: 10)
Dan Allah subhanahu wa'ta'ala mencela orang-orang yang tidak mengikuti syari'at dan
petunjuk Nabi-Nya. Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti

6
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?". (QS. 002. Al Baqarah [2]: 170).
4. Penyebutan begitu banyak proses dan aktivitas kepemikiran dalam Al-Qur'an,
seperti tadabbur, tafakkur, ta'aquul dan lainnya. Seperti kalimat "La'allakum
tafakkarun" (mudah-mudahan kalian berfikir) atau "Afalaa Ta'qiluun" (apakah kalian
tidak berakal), atau "Afalaa Yatadabbarunal Qur'an" (apakah mereka tidak merenungi
isi kandungan Al-Qur'an) dan sebagainya.
5. Al-Qur'an banyak menggunakan penalaran rasional. Misalnya ayat-ayat berikut ini:
Artinya:"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al
Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak
di dalamnya". (QS. An Nisaa' [04]: 82)
6. Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fungsi akal.Allah
subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan
Alloh," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?". (QS. Al Baqarah [2]: 170)
Islam memuji dan senang terhadap orang-orang yang menggunakan akalnya dalam
memahami dan mengikuti kebenaran. Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan
kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu
kepada hamba- hamba-Ku. Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk
dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal". (QS. Az Zumar [39]: 17-18).

4.3 Hubungan Akal dan Wahyu


Akal adalah sesuatu berharga yang diberikan Allah SWT hanya kepada
manusia, anugerah tersebut diberikan Allah SWT untuk membekali manusia yang
mengemban misi penting menjadi khalifah fil ardi, dengan kata lain manusia sebagai
duta kecil Allah SWT.
Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena dengan akallah manusia
mempunyai kesanggupan untuk memenaklukan dan menghadapi kekuatan mahkluk

7
lain di sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah
kesanggupanya untuk mengalahkan mahluk lain. Bertambah rendah akal manusia,
bertambah rendah pulalah kesanggupanya menghadapi kekuatan-kekuatan lain
tersebut.
Salah satu pemikiran dari Harun Nasution adalah Hubungan Antara Akal dan
Wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan antara akal dan wahyu sering menimbulkan
pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang
tinggi dalam Al-Qur’an. Dalam pemikiran islam, baik dibidang filsafat, ilmu kalam
apalagi ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk pada
wahyu. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu.
Yang bertentangan adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama
lain.
Dengan adanya akal manusia mampu melaksanakan tugas dan kewajiban
tersebut dengan baik, dan dapat menemukan kebenaran yang hakiki sebagaimana
pendapat Mu’tazilah yang mengatakan segala pengetahuan dapat diperoleh dengan
akal, dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam
sehingga manusia sebetulnya ada wahyu atau tidak tetap wajib bersyukur kepada
Allah SWT, dan manusia wajib mengetahui baik dan buruk; indah dan jelek; bahkan
manusia wajib mengetahui Tuhan dengan akalnya walaupun wahyu belum turun.
Menurut Mu’tazilah, seluruh pengetahuan dapat diperoleh melalui akal,
termasuk mengetahui adanya Tuhan dan kewajiban beribadah kepada Tuhan. Abu
Huzail, menegaskan bahwa meskipun wahyu tidak turun, maka manusia tetap wajib
beribadah kepada Tuhan, sesuai dengan pengetahuannya tentang Tuhan. Begitu juga
dengan kebaikan dan keburukan juga dapat diketahui melalui akal. Jika dengan akal
manusia dapat mengetahui baik dan buruk, maka dengan akal juga manusia harus tahu
bahwa mentaati aturan agama wajib, sedangkan meninggalkan larangannya pun juga
wajib.

4.4 Bukti – Bukti Kesempurnaan Agama Islam


Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah 2:
208)

8
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran
yang paling sempurna, karena semuanya telah ada di dalam Islam, mulai dari urusan
yang paling kecil sampai urusan besar, Islam telah memberikan petunjuk di dalamnya.
Allah berfirman, “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama
bagimu.” (Al-Maidah: 3). Namun tidak ada paksaan bagi setiap orang untuk memeluk
agama islam, karena telah jelas yang mana petunjuk dan yang mana kesesatan,
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam); sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sehat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah:256).
Bukti kesempurnaan Islam itu tercermin dari ajaran dan tuntunan kehidupan
yang komprehensif dan bersumber dari kebenaran wahyu. Agama Islam memiliki
aturan-aturan sebagai tuntunan hidup setiap manusia, baik dalam hubungan dengan
sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) maupun hubungan dengan manusia yang
lainnya (hablu minannas). Tuntunan itu digariskan sebagai sebuah jalan keselamatan
yang berdiri kokoh atas dasar ajaran yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya.
Kebenaran islam dapat dipahami dengan jelas yaitu jelas sejarahnya dan jelas juga
ajarannya. Agama Islam memiliki sejarah yang jelas. Bahkan proses pewahyuan yang
disampaikan kepada Rosul Muhammad selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari dapat
mudah dipahami melalui catatan-catatan sejarah. Begitu juga tentang kehidupan Nabi
Muhammad dari sejak lahir hingga wafatnya beliau sejarahnya sangat jelas.
Yang cukup menarik adalah tentang “nama islam itu sendiri” yang berasal dari
bahasa arab yang artinya selamat sentosa dan dari kata salima dibentuk kata “aslama”
yang memiliki arti tunduk, patuh, taat dan berserah diri. Islam adalah nama pemberian
dari Allah. Itulah yang membedakan antara Islam dengan agama lainnya. Kalau
agama lain diberi nama dengan “sesuatu”, ada yang diberi nama dengan nama
pendirinya, tempat agama itu lahir dan tempat dimana agama itu berkembang.
Di Parsi ada agama Zoroaster, agama ini disandarkan kepada nama pendirinya
yaitu Zoroaster. Agama Budha adalah berasal dari “Sidharta Gautama Budha”, budha
merupakan gelar bagi Sidharta karena dianggap memperoleh penerangan agung.

9
Agama Yahudi ( judaisme ) mengambil nama dari negara Juda (judea) atau Yahuda.
Hindu merupakan kumpulan dari macam-macam agama dan tanggapan tentang dunia
dari orang India (lembah Sungai Sindus). Agama Kristen adalah nama yang berasal
dari pengajarnya yaitu Jesus Chirst, dan pengikut kristus disebut pula orang Kristen.
Kaum muslimin biasanya menyebut agama Kristen dengan sebutan agama Nasrani
karena didasarkan dari daerah asal Jesus yaitu Nazareth.
Itulah mengapa agama Islam berbeda dengan agama lainnya, karena agama
Islamlah yang diridhoi oleh Allah. Firman Allah :”Sesungguhnya agama yang
diridhoi disisi Allah adalah Islam”(QS.Ali Imron :19). Menurut Al Maududi, nama
Islam menunjukan suatu sifat yaitu berserah diri dan patuh kepada perintah yang
memberi perintah dan menjauhi larangannya tanpa membantah.(Al Maududi
:Mabadiul Islam) Agama Islam memberikan keterangan yang harus dipercayai tanpa
harus melakukan penelitian karena sudah pasti benar. Sebagai contoh : Proses
kejadian manusia, setelah diteliti oleh para ahli ternyata memang benar seperti yang
ada dalam Al Qur’an. Padahal kita tahu jaman dulu mana ada lab, alat-alat canggih
tapi Al Qur’an telah menjelaskannya. Lalu ketika Nabi Muhammad menyembuhkan
seseorang dengan air, beliau berdoa kepada Allah dengan perantara air tersebut.
Setelah diteliti, ternyata air yang diberi doa akan mengalirkan ion positif. Luar biasa
bukan, baru tahun-tahun belakangan rahasia itu terkuak. Padahal kala itu beliau Nabi
Muhammad SAW telah melakukan hal itu.
1. Kesempurnaan islam dapat dilihat dari Ajaran Agama Islam:
a. Ajaran Islam di Bidang Aqidah
Aqidah Islam adalah aqidah yang lengkap dari sudut manapun. Islam dapat
menjelaskan persoalan-persoalan besar kehidupan ini. Aqidah Islam mampu dengan
jelas menerangkan tentang Tuhan, manusia, alam raya, kenabian, dan bahkan
perjalanan akhir manusia itu sendiri. Islam tidak hanya ditetapkan berdasarkan
instink/ perasaan atau logika semata, tetapi aqidah Islam diyakini berdasarkan wahyu
yang dibenarkan oleh perasaan dan logika. Iman yang baik adalah iman yang muncul
dari akal yang bersinar dan hati yang bercahaya. Dengan demikian, aqidah Islam akan
mengakar kuat dan menghujam dalam diri seorang muslim. Meyakini secara benar
bahwa tiada Tuhan selain Allah dengan meyakini dalam hati, mengucapkan secara
lisan dan dibuktikan dengan mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.

10
Aqidah Islam adalah aqidah yang tidak bisa dibagi-bagi. Iman seorang mu’min adalah
iman 100% tidak bisa 99% iman, 1% kufur.
b. Ajaran Islam di Bidang Ibadah
Ibadah dalam Islam menjangkau keseluruhan wujud manusia secara penuh.
Seorang muslim beribadah kepada Allah dengan lisan, fisik, hati, akal, dan bahkan
kekayaannya. Lisannya mampu berdzikir, berdoa, tilawah, amar ma’ruf nahi munkar.
Fisiknya mengiringi dengan berdiri, ruku’ dan sujud, puasa dan berbuka, berjihad dan
berolah raga, membantu mereka yang membutuhkan.
Hatinya beribadah dengan rasa takut (khauf), berharap (raja’), cinta
(mahabbah) dan bertawakal kepada Allah. Ikut berbahagia atas kebahagiaan sesama,
dan berbela sungkawa atas musibah sesama. Akalnya beribadah dengan berfikir dan
merenungkan kebesaran dan ciptaan Allah. Hartanya diinfakkan untuk pembelanjaan
yang dicintai dan diperintahkan Allah serta membawa kemaslahatan bersama.
Maha Suci Allah yang telah mengatur segala sesuatunya dengan baik dan
menenteramkan. Seluruh aktivitas seorang muslim akan bernilai ibadah di mata Allah,
apabila dijalankan dengan ikhlas dan diniatkan hanya untuk mengharap ridha-Nya.
Sehingga kita patut mencontoh Rasulullah SAW dan para sahabat yang selalu
berlomba-lomba dalam kebaikan (ibadah), karena mereka yakin bahwa Allah akan
membalasnya dengan limpahan pahala dan sesuatu yang jauh lebih baik di dunia
maupun di akhirat (jannah).
c. Ajaran Islam di Bidang Akhlak
Akhlaq Islam memberikan sentuhan kepada seluruh sendi kehidupan manusia
dengan optimal. Akhlaq Islam menjangkau ruhiyah, fisik, agama, duniawi, logika,
perasaan, keberadaannya sebagai wujud individu, atau wujudnya sebagai elemen
komunal (masyarakat).
Akhlaq Islam meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pribadi, seperti
kewajiban memenuhi kebutuhan fisik dengan makan dan minum yang halalan
thoyiban serta menjaga kesehatan, seruan agar manusia mempergunakan akalnya
untuk berfikir akan keberadaan dan kekuasaan Allah, seruan agar manusia
membersihkan jiwanya, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams 91: 9-
10).

11
Hal-hal yang berkaitan dengan keluarga, seperti hubungan suami istri dengan
baik, hubungan anak dan orang tua, hubungan dengan kerabat dan sanak saudara.
Semuanya diajarkan dalam Islam untuk saling berkasih sayang dalam mewujudkan
keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat, seperti seruan untuk memuliakan
tamu dan etika bertamu, mengajarkan bahwa tetangga merupakan keluarga dekat,
hubungan muamalah yang baik dengan saling menghormati, seruan untuk berjual beli
dengan adil, dsb. Menjadikan umat manusia dapat hidup berdampingan dengan damai
dan harmonis.
Kesempurnaan Islam juga mengatur pada akhlaq Islam yang berkaitan dengan
menyayangi binatang, tidak menyakiti dan membunuhnya tanpa alasan. Akhlaq Islam
yang berkaitan dengan alam raya, sebagai obyek berfikir, merenung dan belajar,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran 3: 190),
sebagai sarana berkarya dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Lebih dari itu semua adalah akhlaq muslim kepada Allah SWT, Pencipta, dan
Pemberi nikmat, dengan bertahmid, bersyukur, berharap (raja’), dan takut (khauf)
terpinggirkan apalagi dijatuhi hukuman, baik di dunia maupun di akhirat.
d. Ajaran Islam di Bidang Hukum Syariah
Syariah Islam tidak hanya mengurus individu tanpa memperhatikan
masyarakatnya, atau masyarakat tanpa memperhatikan individunya. Syariah Islam
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Ada aturan ibadah, yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah. Ada halal dan haram (bahaya-berguna) yang
mengatur manusia dengan dirinya sendiri. Ada hukum keluarga, nikah, thalaq, nafkah,
persusuan, warisan, perwalian, dsb. Ada aturan bermasyarakat, seperti: jual beli,
hutang-piutang, pengalihan hak, kafalah, dsb. Ada aturan tentang tindak kejahatan,
minuman keras, zina, pembunuhan, dsb. Dalam urusan negara ada aturan hubungan
negara terhadap rakyatnya, loyalitas ulil amri (pemerintah) yang adil dan bijaksana,
bughot (pemberontakan), hubungan antar negara, pernyataan damai atau perang, dsb.
Untuk mewujudkan negara yang adil dan sejahtera sesuai dengan tatanan hidup Islam,
maka syariah Islam harus diterapkan secara kaffah dalam kehidupan bernegara.
e. Ajaran Islam dalam Seluruh Aspek Kehidupan

12
Islam adalah agama yang sempurna. Salah satu bukti kesempurnaannya adalah
Islam mencakup seluruh peraturan dan segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena
itu Islam sangat sesuai dijadikan sebagai pedoman hidup. Di antara kelengkapan
Islam yang digambarkan dalam Al Qur’an adalah mencakup konsep keyakinan
(aqidah), moral, tingkah laku, perasaan, pendidikan, sosial, politik, ekonomi, militer,
hukum/ perundang-undangan (syariah). Kesempurnaan Islam yang mengatur seluruh
aspek kehidupan manusia dan merupakan satu-satunya diin yang diridhai Allah SWT
menjadikannya satu-satunya agama yang benar dan tak terkalahkan.sesuai dengan
firman Allah SWT:
“Dialah yang Telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan
agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang
musyrikin tidak menyukai.” (QS. At Taubah 9: 33).
Maka beruntunglah bagi setiap manusia yang diberikan hidayah oleh Allah
SWT untuk dapat merasakan nikmat ber-Islam dan menjauhkannya dari kesesatan
hidup jahiliyah. Rawat dan jagalah nikmat iman dan Islam dengan tarbiyah Islamiyah
serta menerapkan Islam secara kaffah, sehingga terwujud kesejahteraan hidup di
dunia dan di akhirat
2. Islam sendiri memiliki syariat / peraturan hukum yang sangat sempurna karena
memiliki beberapa keunikan, diantaranya:
a. Bersifat manusiawi yang menunjukkan relevansi hukum Islam dengan watak
manusia serta kebutuhan dan keinginan manusia. Kemudian menghargai hak hidup
manusia, memenuhi kebutuhan rohani dan mengembangkan akal pikir manusia.
Selain itu, juga menjunjung tinggi prinsip kehidupan manusia seperti keadilan,
toleransi, permusyawaratan, saling mengasihi,saling memaafkan, persatuan,
perdamaian dan sebagainya.
b. Bercirikan moral yang menunjukkan bahwa hukum Islam berpijak pada kode etik
tertentu mengingat Nabi Muhammad diturunkan bertujuan untuk menyempurnakan
akhlak manusia dengan tetap berpijak pada kode etik dalam Alqur’an. Hal ini berarti
Islam menjaga kehormatan dan martabat manusia, saling nasihat menasihati dalam
kebenaran dan kesabaran, serta mendudukkan sesuatu sesuai kedudukannya.
c. Bercirikan universal dalam artian seluruh aturan ada dan mengikat untuk seluruh
umat manusia tanpa terkecuali.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat
kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah juga bisa
benar.Wahyu adalah firman Allah yang disampaikan kepada nabi-Nya baik untuk dirinya
sendiri maupun untuk disampaikan kepada umat.Pengetahuan adalah hubungan subjek
dan objek, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji secara ilmiah dan
kebenarannya jelas.
Akal dan wahyu digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi umat
manusia.Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat bertemu dan
bahkan saling berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya harus berpisah.Pada saat
wahyu merekomendasikan berkembangnya sains dan lestarinya budaya dengan
memberikan ruang kebebasan untuk akal agar berpikir dengan dinamis, kreatif dan
terbuka, disanalah terdapat ruang bertemu antara akal dan wahyu. Sehingga hubungan
antara akal dan wahyu tidak bertentangan akan tetapi sangat berkaitan antara yang satu
dengan yang lainnya, bahkan kedua-duanya saling menyempurnakan.

3.2 Saran
Penulis sadar akan kekurangan dan keilmuan penulis yang masih sangat
minim, oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun dari
seluruh pembaca sehingga makalah yang sederhana tersebut bisa sempurna. Penulis
juga berharap makalah yang berjudul “Karakter Islam Sebagai Agama Rasional dan
Paling Sempurna”, tersebut bisa bermanfaat dan menjadi literatur bagi seluruh
pembaca atau penulis makalah selanjutnya. Semoga makalah tersebut bisa bermanfaat
bagi seluruh pembaca pada umumnya dan bagi penulis sendiri pada khususnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986, hlm 5-6.

 Prof. Dr.H.M. Rasjidi, Islam untuk Disiplin Ilmu Falsafat, Departemen Agama RI,
1997.
 Tafsir al-Qur-an al-Karim, oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin jilid 3,
dan Tafsir as-Sa'di, oleh syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa'di.
 Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.

15

Anda mungkin juga menyukai