Anda di halaman 1dari 35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu secara sengaja

memilih Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ditentukan

karena kabupaten ini merupakan kabupaten yang memiliki potensi hortikultura

yang tertinggi di Sumatera Utara. Kabupaten Karo memiliki 17 kecamatan, yaitu

Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe, Simpang Empat, Payung, Munte, Tigabinanga,

Juhar, Kutabuluh, Mardinding, Berastagi, Merek, Laubaleng, Dolat Rayat,

Namanteran, Merdeka dan Tiganderket.

3.2 Metode Penentuan Komoditas

Komoditas markisa dipilih dalam penelitian didasarkan pada tingkat produksi

yang tinggi. Berdasarkan Tabel 2, nilai rata-rata total produksi markisa

menduduki posisi tertinggi ke-3 dibandingkan jenis buah-buahan lain yang

dibudidayakan di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Selain itu markisa

merupakan komoditi yang tidak ditanam di sembarang tempat. Kabupaten Karo

merupakan sentra produksi markisa untuk wilayah Sumatera Utara.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk memenuhi lampiran penelitian adalah data

sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas

Pertanian maupun instansi terkait lainnya. Pengumpulan data PDRB Kabupaten

Karo dan pengumpulan data produksi markisa berdasarkan data time series selama

lima tahun yakni tahun 2010-2014. Jangka waktu 5 tahun bertujuan untuk

20

Universitas Sumatera Utara


menghindari bias tahunan ataupun bias musiman. Penelitian di mulai dari tahun

2010 karena dianggap sistem administrasi data sudah terkumpul dengan baik.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk menyelesaikan Masalah 1, yaitu mengetahui pertumbuhan sektor pertanian

dibandingkan dengan sektor lain dengan menggunakan analisis shift-share.

Analisis Shift-share merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui

perubahan dan pergeseran sektoral pada perekonomian regional maupun lokal.

Analisis Shift-share menggambarkan kinerja sektor-sektor di suatu wilayah

dibandingkan dengan perekonomian wilayah yang lebih tinggi. Bila suatu daerah

memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian

nasional, maka akan dapat ditemukan adanya shift (pergeseran) hasil

pembangunan perekonomian daerah. Selain itu, laju pertumbuhan sektor-sektor di

suatu wilayah akan dibandingkan dengan laju pertumbuhan perekonomian

nasional beserta sektor-sektornya. Kemudian dilakukan analisis terhadap

penyimpangan yang terjadi sebagai hasil dari perbandingan tersebut

(Soepono, 1993).

Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang

berhubungan satu sama lain yaitu:

1. Pertumbuhan ekonomi nasional (Nij)

Pertumbuhan ekonomi nasional (national growth effect), yakni menunjukkan

besarnya peranan perekonomian wilayah Sumatera Utara yang mempengaruhi

pertumbuhan perekonomian Kabupaten Karo. Artinya melihat apakah

perekenomian Sumatera Utara akan meningkatkan atau mengurangi

pertumbuhan perekonomian Kabupaten Karo.

21

Universitas Sumatera Utara


𝑁𝑁𝑖𝑖𝑗𝑗 = 𝐸𝐸𝑖𝑖𝑗𝑗 × 𝑟𝑟𝑛𝑛

(𝐸𝐸 ∗𝑛𝑛 − 𝐸𝐸𝑛𝑛 )


𝑟𝑟𝑛𝑛 =
𝐸𝐸𝑛𝑛

Dimana:

Eij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 (tahun awal penelitian)

rn = Tingkat pertumbuhan PDRB Sumatera Utara

E*n = Total PDRB Sumatera Utara tahun 2014 (tahun akhir penelitian)

En = Total PDRB Sumatera Utara tahun 2010 (tahun awal penelitian)

2. Pergeseran proporsional atau pengaruh bauran industri (Mij)

Pergeseran proporsional (proportional shift), yang menunjukkan perubahan

relatif kinerja suatu sektor di Kabupaten Karo terhadap sektor yang sama di

Sumatera Utara. Komponen ini melihat laju pertumbuhan di Sumatera Utara

dibandingkan laju pertumbuhan di Kabupaten Karo. Pergeseran proporsional

disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix).

𝑀𝑀𝑖𝑖𝑗𝑗 = 𝐸𝐸𝑖𝑖𝑗𝑗 × (𝑟𝑟𝑖𝑖𝑛𝑛 − 𝑟𝑟𝑛𝑛 )

(𝐸𝐸 ∗𝑖𝑖𝑛𝑛 − 𝐸𝐸𝑖𝑖𝑛𝑛 )


𝑟𝑟𝑖𝑖𝑛𝑛 =
𝐸𝐸𝑖𝑖𝑛𝑛

Dimana:

Eij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 (tahun awal penelitian)

rin = Tingkat pertumbuhan sektor i Sumatera Utara

rn = Tingkat pertumbuhan PDRB Sumatera Utara

E*in = PDRB sektor i Sumatera Utara tahun 2014 (tahun akhir penelitian)

En = PDRB sektor i Sumatera Utara tahun 2010 (tahun awal penelitian)

22

Universitas Sumatera Utara


3. Pergeseran diferensial atau pengaruh keunggulan kompetitif (Cij)

Pergeseran diferensial (differential shift), yang memberikan informasi dalam

menentukan seberapa jauh daya saing sektor-sektor di Kabupaten Karo dengan

wilayah Sumatera Utara. Pergeseran diferensial disebut juga pengaruh

keunggulan kompetitif.

𝐶𝐶𝑖𝑖𝑗𝑗 = 𝐸𝐸𝑖𝑖𝑗𝑗 × (𝑟𝑟𝑖𝑖𝑗𝑗 − 𝑟𝑟𝑖𝑖𝑛𝑛 )

(𝐸𝐸 ∗𝑖𝑖𝑗𝑗 − 𝐸𝐸𝑖𝑖𝑗𝑗 )


𝑟𝑟𝑖𝑖𝑗𝑗 =
𝐸𝐸𝑖𝑖𝑗𝑗

Dimana:

Eij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 (tahun awal penelitian)

rin = Tingkat pertumbuhan sektor i Sumatera Utara

rij = Tingkat pertumbuhan sektor i Kabupaten Karo

E*ij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2014 (tahun akhir penelitian)

Setelah ketiga komponen didapatkan, maka pertumbuhan tiap sektor dapat

dihitung dengan rumus:

𝐷𝐷𝑖𝑖𝑗𝑗 = 𝑁𝑁𝑖𝑖𝑗𝑗 + 𝑀𝑀𝑖𝑖𝑗𝑗 + 𝐶𝐶𝑖𝑖𝑗𝑗

Untuk menyelesaikan Masalah 2, yaitu menentukan wilayah atau kecamatan yang

menjadi basis komoditas markisa. Sebagai suatu alat analisis, sangat krusial jika

penentuan wilayah basis hanya dengan satu metode. Pada dasarnya untuk

menganalisis kegiatan ekonomi basis digunakan 2 kriteria, yaitu kriteria

kontribusi dan kriteria pertumbuhan. Berdasarkan kriteria kontribusi akan

digunakan analisis Location Quotient (LQ), sedangkan berdasarkan kriteria

pertumbuhan akan digunakan Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Setelah hasil

23

Universitas Sumatera Utara


dari kedua metode tersebut didapatkan, maka digunakan analisis Overlay untuk

mendapatkan deskripsi wilayah basis komoditas markisa.

1. Analisis Location Quotient

Berdasarkan pemahaman terhadap teori ekonomi basis, LQ relevan digunakan

sebagai metode dalam menentukan komoditas unggulan khususnya dari sisi

penawaran (produksi atau populasi). Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti

tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada

lahan pertanian (areal tanam atau areal panen), produksi dan produktivitas. Dalam

penelitian ini perhitungannya didasarkan pada produksi dari tanaman markisa.

Rumus Location Quotient (LQ) dalam Siagian (2013):

𝑆𝑆𝑖𝑖� 𝑆𝑆𝑖𝑖�
𝐿𝐿𝑄𝑄 = 𝑁𝑁𝑖𝑖 = 𝑆𝑆
𝑆𝑆� 𝑁𝑁𝑖𝑖�
𝑁𝑁 𝑁𝑁

Dimana:

Si = produksi komoditas markisa kecamatan i (ton)

S = total produksi buah-buahan kecamatan i (ton)

Ni = produksi komoditas markisa Kabupaten Karo (ton)

N = total produksi buah-buahan Kabupaten Karo (ton)

Hasil perhitungan LQ menghasilkan tiga (3) kriteria, yaitu:

a. LQ > 1; artinya kecamatan itu merupakan wilayah basis atau menjadi sumber

produksi markisa. Wilayah ini sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan

juga dapat mengekspor ke luar wilayah.

24

Universitas Sumatera Utara


b. LQ = 1; artinya kecamatan itu merupakan wilayah basis atau menjadi sumber

produksi markisa. Namun, wilayah ini hanya mampu memenuhi kebutuhan

sendiri dan tidak dapat mengekspor ke luar wilayah.

c. LQ < 1; artinya kecamatan itu merupakan wilayah non basis. Wilayah ini

tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan juga tidak dapat mengekspor

ke luar wilayah.

2. Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Metode ini membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang

lebih luas maupun dalam skala yang lebih kecil. Terdapat dua rasio pertumbuhan

dalam analisis tersebut, yaitu rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) dan rasio

pertumbuhan wilayah referensi (RPr). RPr akan membandingkan pertumbuhan

masing-masing kegiatan dalam konteks wilayah yang lebih luas, sedangkan RPs

membandingkan pertumbuhan kegiatan dalam tingkat wilayah yang lebih kecil

(wilayah studi) (Yusuf, 1999).

Karena yang akan dianalisis adalah tingkat kecamatan (wilayah studi), maka yang

akan dihitung adalah rasio pertumbuhan produksi markisa di tiap kecamatan

(RPs). Rumus untuk menghitung MRP (Buhana dan Masyuri, 2006) adalah:

∆𝑌𝑌𝑖𝑖𝑗𝑗 /𝑌𝑌𝑖𝑖𝑗𝑗 (𝑡𝑡)


𝑅𝑅𝑃𝑃𝑃𝑃 =
∆𝑌𝑌𝑗𝑗 /𝑌𝑌𝑗𝑗 (𝑡𝑡)

Dimana:

ΔYij = Yij(t+1) – Yij(t) adalah perubahan produksi markisa kecamatan i

Yij(t) = produksi markisa tahun awal periode penelitian kecamatan i

ΔYj = Yj(t+1) – Yj(t) perubahan produksi buah-buahan kecamatan i

Yj(t) = produksi buah-buahan tahun awal periode penelitian kecamatan i

25

Universitas Sumatera Utara


Apabila hasil RPs menunjukkan angka >1, maka bernilai positif (+) atau dengan

kata lain merupakan wilayah basis markisa. Sedangkan jika hasil RPs

menunjukkan angka <1, maka bernilai negatif (-) atau dengan kata lain bukan

merupakan wilayah basis markisa.

3. Analisis Overlay

Analisis overlay adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk menampilkan

hasil-hasil analisis dengan memberikan kriteria tertentu. Dengan menggunakan

analisis overlay akan memberikan kemudahan dalam menganalisis dan

menginterpretasikan hasil-hasil analisis yang menggunakan beberapa metode.

Penggabungan dari beberapa hasil analisis tersebut ditampilkan dalam sebuah

tabel, kemudian diberi notasi sesuai dengan kreiteria yang sudah ditentukan dari

masing-masing alat analisis. Pengambilan kesimpulan ditentukan berdasarkan

kepada kriteria penggabungan dari alat-alat analisis yang digunakan.

Analisis overlay dimaksudkan untuk melihat deskripsi wilayah basis produksi

markisa yang menggabungkan kriteria kontribusi dan kriteria pertumbuhan.

Terdapat empat kemungkinan dalam analisis overlay, yaitu:

a. Kontribusi (+) dan Pertumbuhan (+), menunjukkan bahwa kecamatan ini

merupakan wilayah basis markisa baik dari kriteria kontribusi maupun kriteria

petumbuhan.

b. Kontribusi (-) dan Pertumbuhan (+), menunjukkan bahwa kecamatan ini

merupakan wilayah basis markisa berdasarkan kriteria pertumbuhan.

c. Kontribusi (+) dan Pertumbuhan (-), menunjukkan bahwa kecamatan ini

merupakan wilayah basis markisa berdasarkan kriteria kontribusi.

26

Universitas Sumatera Utara


d. Kontribusi (-) dan Pertumbuhan (-), menunjukkan bahwa kecamatan ini bukan

merupakan wilayah basis markisa.

4. Skala Guttman

Skala Guttman merupakan skala kumulatif yang memenuhi kaidah ilmiah dalam

penentuan dan penilaian skoring suatu instrumen penelitian. Skala ini mengukur

suatu dimensi saja dari suatu variabel yang multidimensi. Skala Guttman disebut

juga skala scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang

kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut dengan

atribut universal. Jadi skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban

yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Data yang diperoleh dapat berupa data

interval atau rasio dikotomi (dua alternatif yang berbeda). Berbeda dengan skala

Likert terdapat jarak (interval) yang bermacam-macam (misal: sangat setuju,

setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju), skala Guttman hanya terdapat dua

interval yaitu benar dan salah (Riduwan, 2010).

Setelah mendapatkan kecamatan-kecamatan yang menjadi wilayah basis

komoditas markisa, maka perlu diuji apakah kecamatan-kecamatan tersebut

memenuhi kriteria sebagai wilayah basis yang sesuai dengan syarat tumbuh

tanaman markisa. Untuk itu digunakanlah metode skoring skala Guttman. Skala

ini digunakan untuk meyakinkan dan mempertegas penelitian dengan

membandingkan agroklimat kecamatan-kecamatan yang sudah ditentukan sebagai

wilayah basis dengan agroklimat yang diinginkan tanaman markisa.

Berikut adalah agroklimat yang diinginkan oleh tanaman markisa:

1. Berada di dataran tinggi 700—2.000 meter di atas permukaan laut

27

Universitas Sumatera Utara


2. Curah hujan antara 2.000—3.000 mm pertahun

3. Suhu udara 18°C - 25°C

4. Beriklim basah (bulan basah antara 7-12 bulan)

Penentuan skor dilakukan dengan 2 pilihan (ya atau tidak) dari 4 permasalahan

yakni agroklimat yang diinginkan tanaman markisa. Berikut ini langkah dalam

menentukan skor:

Skoring terendah = 0 (pilihan jawaban tidak)

Skoring tertinggi = 1 (pilihan jawaban ya)

Jumlah skor terendah = skoring terendah × jumlah pertanyaan = 0×4 = 0 (0%)

Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi × jumlah pertanyaan = 1×4 = 4 (100%)

Rumus umum menentukan interval (Riduwan, 2010):

𝑅𝑅𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑅𝑅)
𝐼𝐼𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 (𝐼𝐼) =
𝐾𝐾𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝐾𝐾)

Range (R) = skor tertinggi – skor terendah = 100% – 0% =100%

Kategori (K) = 2 (banyaknya kriteria yang disusun, yaitu sesuai dan tidak sesuai)

100%
𝐼𝐼𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 (𝐼𝐼) = = 50%
2

Maka, kriteria penilaian = skor tertinggi – interval = 100% - 50% = 50%

Sehingga:

Jika skor yang diperoleh ≥50% maka agroklimat masing-masing kecamatan basis

sesuai dengan agroklimat yang diinginkan markisa.

Jika skor yang diperoleh <50% maka agroklimat masing-masing kecamatan basis

tidak sesuai dengan agroklimat yang diinginkan markisa.

28

Universitas Sumatera Utara


Untuk menyelesaikan Masalah 3, digunakan analisis Koefisien Lokalita (ά).

Adanya penetapan lokasi untuk kegiatan pertanian sangat tergantung pada input

produksi dan keberadaan pasar untuk output. Identifikasi nilai koefisien masing-

masing komoditas akan dapat memprediksi potensi lokal untuk pengembangan

kegiatan pertanian tersebut. Analisis koefisien lokalita digunakan untuk

mengetahui angka penyebaran budidaya komoditas markisa di suatu wilayah.

Rumus Koefisien Lokalita (ά) (Baruwadi, 2008):

𝑆𝑆𝑖𝑖 𝑆𝑆
ά= −
𝑁𝑁𝑖𝑖 𝑁𝑁
Dimana:

Si = produksi komoditas markisa kecamatan i (ton)

S = total produksi buah-buahan kecamatan i (ton)

Ni = produksi komoditas markisa Kabupaten Karo (ton)

N = total produksi buah-buahan Kabupaten Karo (ton)

Jika ά ≥ 1 menunjukkan bahwa produksi markisa memusat di kecamatan tertentu

di Kabupaten Karo, sedangkan ά < 1 menunjukkan produksi markisa menyebar di

beberapa kecamatan di Kabupaten Karo.

Untuk menyelesaikan Masalah 4, digunakan analisis Koefisien Spesialisasi (β).

Analisis koefisien spesialisasi umumnya digunakan untuk mengetahui spesialisasi

(kekhususan) suatu wilayah dalam memproduksi markisa. Rumus Koefisien

Spesialisasi (β) (Baruwadi, 2008):

𝑆𝑆𝑖𝑖 𝑁𝑁𝑁𝑁
𝛽𝛽 = −
𝑆𝑆 𝑁𝑁

29

Universitas Sumatera Utara


Dimana:

Si = produksi komoditas markisa kecamatan i (ton)

S = total produksi buah-buahan kecamatan i (ton)

Ni = produksi komoditas markisa Kabupaten Karo (ton)

N = total produksi buah-buahan Kabupaten Karo (ton)

Nilai β ≥ 1 menunjukkan bahwa kecamatan tertentu di Kabupaten Karo

berspesialisasi pada produksi markisa. Sedangkan β < 1 menunjukkan bahwa

kecamatan tertentu di Kabupaten Karo tidak berspesialisasi pada produksi

markisa.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

3.5.1 Definisi

1. Pertumbuhan sektor pertanian adalah penambahan maupun pengurangan

pendapatan sektor pertanian dalam periode yang sudah ditentukan.

2. Wilayah basis adalah wilayah yang telah mampu memenuhi kebutuhan di

wilayahnya sendiri dan surplus produksinya mampu dijual ke luar wilayah

tersebut.

3. Penentuan wilayah basis adalah menentukan kecamatan-kecamatan di

Kabupaten Karo yang menjadi wilayah basis dan non basis komoditas

markisa menggunakan kriteria kontribusi (dengan analisis LQ) dan kriteria

pertumbuhan (dengan analisis MRP).

4. Agroklimat adalah kesesuaian iklim dan unsur-unsur cuaca yang

mempengaruhi pertumbuhan tanaman markisa.

5. Penentuan penyebaran komoditas markisa adalah menentukan pola

penyebaran produksi markisa di Kabupaten Karo. Memusat maksudnya

30

Universitas Sumatera Utara


adalah penyebaran produksi markisa terpusat di kecamatan tertentu di

Kabupaten Karo. Sedangkan menyebar maksudnya adalah penyebaran

produksi komoditas markisa tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten

Karo.

6. Penentuan spesialisasi komoditas markisa adalah menentukan kekhususan

kegiatan produksi markisa di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Karo.

Berspesialisasi maksudnya adalah kecamatan tertentu di Kabupaten Karo

terkhusus pada kegiatan produksi markisa. Sedangkan tidak berspesialisasi

maksudnya adalah kecamatan di Kabupaten Karo tidak terkhusus pada

kegiatan produksi markisa, artinya ada komoditas lain yang diproduksi.

7. Produksi markisa adalah output markisa segala jenis yang dihasilkan dalam

suatu proses produksi (ton) pada periode waktu yang sudah ditentukan.

8. Produksi buah-buahan adalah output buah-buahan yang di hasilkan dalam

suatu proses produksi (ton) pada periode waktu yang sudah ditentukan.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Sektor potensial yang diteliti adalah sektor hortikultura yaitu buah-buahan.

Komoditas yang diteliti adalah markisa.

2. Data penelitian yang diolah adalah data produksi komoditas buah-buahan dari

tahun 2010 s/d tahun 2014.

3. Tempat penelitian berada pada 17 Kecamatan yaitu Barusjahe, Tigapanah,

Kabanjahe, Simpang Empat, Payung, Munte, Tigabinanga, Juhar, Kutabuluh,

Mardinding, Berastagi, Merek, Laubaleng, Dolat Rayat, Namanteran, Merdeka

dan Tiganderket.

31

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Geografi dan Iklim

Secara geografis Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang Utara dan

97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 km2 atau 2,97 persen dari luas

Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Kabupaten Karo, berada pada

ketinggian 280-1.420 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan perbandingan

luas sebagai berikut:

1. Daerah ketinggian 280-500 mdpl seluas 46.462 Ha (21,84%)

2. Daerah ketinggian 500-1.000 mdpl seluas 84.892 Ha (39,91%)

3. Daerah ketinggian 1.000-1.400 mdpl seluas 70.774 Ha (33,27%)

4. Daerah ketinggian >1.400 mdpl seluas 10.597 Ha (4,98%)

Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan. Dua gunung berapi aktif juga

terletak di wilayah ini yaitu Gunung Sibayak dan Sinabung sehingga rawan

gempa vulkanik. Sejak tahun 2009 sampai sekarang, Gunung Sinabung terus

mengeluarkan abu vulkanik sehingga mengakibatkan penduduk di kaki gunung

mengungsi. Kabupaten Karo berbatasan langsung di sebelah utara dengan

Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan dengan

Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur dengan Kabupaten Deli

Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Propinsi Nangroe

Aceh Darusalam.

Suhu udara rata-rata di Kabupaten Karo berkisar antara 16,4°C – 23,9°C dengan

kelembaban udara pada tahun 2010 rata-rata setinggi 84,66 persen, tersebar antara

32

Universitas Sumatera Utara


61,8 persen sampai dengan 87,8 persen. Di kabupaten ini seperti daerah lainnya

terdapat dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan

pertama mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari dan musim hujan

kedua mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei. Curah hujan tahun 2014

tertinggi pada bulan April sebesar 348 mm.

4.2 Pemerintahan

Wilayah pemerintahan Kabupaten Karo sejak tanggal 29 Desember 2006 resmi

berubah dari 13 kecamatan menjadi 17 kecamatan. Maka secara resmi Kabupaten

Karo memiliki 17 kecamatan, 259 desa, 10 kelurahan, 653 dusun, dan 106

lingkungan, yaitu sebagai berikut:

Tabel 4. Wilayah Pemerintahan Kabupaten Karo


No. Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Kelurahan
1. Kecamatan Kabanjahe 8 5
2. Berastagi 6 4
3. Tigapanah 24 -
4. Dolat Rayat 7 -
5. Merek 19 -
6. Barusjahe 19 -
7. Simpang Empat 17 -
8. Namanteran 14 -
9. Merdeka 9 -
10. Payung 8 -
11. Tiganderket 17 -
12. Kutabuluh 16 -
13. Munte 22 -
14. Juhar 25 -
15. Tigabinanga 19 1
16. Laubaleng 15 -
17. Mardinding 12 -
Sumber: Karo Dalam Angka 2015

33

Universitas Sumatera Utara


4.3 Penduduk dan Tenaga Kerja

Hasil sensus tahun 2010, penduduk Kabupaten Karo berjumlah 350.960 jiwa.

Pada pertengahan tahun 2014, menurut proyeksi penduduk sebesar 382.622 yang

mendiami wilayah seluas 2.127,25 km2. Kepadatan penduduk diperkirakan

sebesar 180 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk Karo tahun 2010-2014 adalah

sebesar 2,18 persen per tahun.

Tahun 2014 di Kabupaten Karo penduduk laki-laki lebih sedikit daripada

perempuan. Laki-laki berjumlah 189.815 jiwa dan perempuan berjumlah 192.807

jiwa. Selanjutnya dengan melihat jumlah penduduk yang berusia di bawah 15

tahun dan 65 tahun ke atas maka diperoleh rasio ketergantungan sebesar 58,78

yang berarti setiap seratus orang usia produktif menanggung 59 orang dari usia di

bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas.

Tabel 5. Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Karo 2012-2014


Uraian 2012 2013 2014
TPAK (%) 85,76 83,03 79,74
Tingkat Pengangguran (%) 2,00 2,08 1,02
Bekerja (%) 95,54 98,00 97,92
Bekerja di Sektor Pertanian (%) 75,92 71,00 77,02
Bekerja di Sektor Industri (%) 4,19 1,37 10,78
Bekerja di Sektor Jasa (%) 19,89 27,62 12,21
Sumber: Karo Dalam Angka 2015

Berdasarkan hasil SUSENAS, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Karo

mencapai 208.839 orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami

penurunan dari 83,03 persen di tahun 2013 menjadi 79,74 persen di tahun 2014.

Hal ini diakibatkan karena adanya penurunan jumlah penduduk yang bekerja dari

83,03 persen di tahun 2013 menjadi sebesar 79,74 persen di tahun 2014. Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) juga mengalami penurunan dari 2,08 persen di

34

Universitas Sumatera Utara


tahun 2013 menjadi sebesar 1,02 persen di tahun 2014. Berdasarkan Perbandingan

menurut lapangan pekerjaan utama, pilihan kerja disektor pertanian masih

mendominasi pasar di Kabupaten Karo dengan persentase 77,02 persen pada

tahun 2014, yang diikuti sektor industri, perdagangan besar, rumah makan dan

akomodasi dengan persentase 10,78 persen. Sementara sektor pekerja terbesar

ketiga adalah pekerja sektor jasa-jasa, transportasi, pergudangan dan komunikasi

sebanyak 12,21 persen di tahun 2014.

4.4 Pertanian

Sektor pertanian merupakan bagian terpenting dalam perekonomian Kabupaten

Karo. Peranan sektor ini terhadap PDRB Karo pada tahun 2014 sekitar 56,61

persen untuk harga berlaku. Sektor pertanian dikelompokkan menurut sub sektor

tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan sektor kehutanan.

Cakupan sub sektor tanaman pangan meliputi padi/ palawija dan hortikultura.

Produksi padi pada tahun 2014 tercatat sebesar 109.683 ton, mengalami

penurunan jika dibanding tahun 2013 yang berjumlah 121.503 ton. Turunnya

sebagian besar produksi tanaman dikarenakan peristiwa meletusnya Gunung

Sinabung yang terjadi di pertengahan semester kedua tahun 2013 bahkan hingga

saat ini masih terjadi. Sedangkan pada umumnya usaha perkebunan di Kabupaten

Karo adalah usaha perkebunan rakyat.

Daerah potensi untuk tanaman hortikultura ada di Kecamatan Simpang Empat,

Berastagi, Kabanjahe, Tigapanah, Merek, Barusjahe Naman Teran, Dolat Rayat,

dan Merdeka. Perkembangan sub sektor hortikultura Kabupaten Karo yang

diusahakan oleh masyarakat Karo berupa tanaman sayuran dan buah-buahan yang

35

Universitas Sumatera Utara


meliputi, tomat, kol, kentang, petsai, cabe, buncis, wortel, bawang daun, arcis,

jeruk, markisa, alpokat dan pisang. Perkembangan produksi hortikultura dari

tahun 2010 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini mengingat efek

dari erupsi Sinabung yang masih terus berlanjut hingga saat ini.

36

Universitas Sumatera Utara


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Pertumbuhan PDRB Sektoral

Terdapat sembilan sektor utama yang menyusun angka Pendapatan Domestik

Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Karo, yakni sektor pertanian, sektor

pertambangan dan penggalian, sektor industri, sektor pengadaan listrik, gas dan

air minum, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor

pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa. Seluruh

sektor tersebut akan dianalisis pertumbuhannya sehingga dapat dilihat sektor yang

mengalami pertumbuhan paling tinggi.

Tabel 6. Nilai Pertumbuhan PDRB Tiap Sektor dengan Analisis Shift-share


di Kabupaten Karo (miliar rupiah)
Komponen
Pertumbuhan Pertumbuhan
Lapangan Usaha Pergeseran Pergeseran
Ekonomi (Dij)
Proporsional Diferensial
Nasional
(Mij) (Cij)
(Nij)
1. Pertanian 1.490,59 -272,03 -146,43 1.072,13
2. Pertambangan dan
Penggalian 6,11 8,57 -9,24 5,44
3. Industri 74,23 -25,05 12,63 61,81
4. Pengadaan Listrik, Gas,
dan Air Minum 3,88 -1,57 2,37 4,68
5. Bangunan 163,09 38,22 -69,39 131,91
6. Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 283,90 42,93 -125,52 201,31
7. Pengangkutan dan
Komunikasi 125,46 45,51 -33,74 137,23
8. Keuangan, Asuransi,
Usaha Persewaan
100,95 28,65 -1,88 127,72
bangunan dan tanah,
Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 220,84 14,44 117,7 352,98
JUMLAH 2.469,05 -120,33 -253,51 2.095,21
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015 (data diolah)

37

Universitas Sumatera Utara


Komponen-komponen Shift-share dapat bernilai positif dan negatif karena

terdapat hal-hal yang mempengaruhinya. Menurut Kurniawan (2013), nilai

komponen pertumbuhan ekonomi nasional dapat dipengaruhi oleh perubahan

pendapatan nasional secara umum, dan perubahan kebijakan ekonomi nasional.

Sedangkan nilai komponen pergeseran proporsional dapat dipengaruhi oleh

perbedaan dalam kebijakan industri, seperti kebijakan perpajakan, subsidi, dan

lain-lain. Dan nilai komponen pergeseran diferensial dapat dipengaruhi oleh

dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi, akses ke pasar, serta

kebijakan ekonomi regional wilayah tersebut.

Berdasarkan Tabel 6, pada sektor pertanian nilai pertumbuhan ekonomi

nasional (Nij) adalah 1.490,59 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor

pertanian di Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor

pertanian di Kabupaten Karo sebesar 1.490,59 miliar rupiah. Nilai pergeseran

proporsional (Mij) sektor pertanian adalah -272,03 miliar rupiah. Nilai negatif

berarti laju pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Karo lebih rendah

dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor pertanian di Sumatera Utara. Hal

ini menyebabkan berkurangnya PDRB sektor pertanian di Kabupaten Karo

sebesar 272,03 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor

pertanian adalah -146,43 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya saing sektor

pertanian di Kabupaten Karo lebih rendah dibandingkan daya saing sektor

pertanian di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan berkurangnya PDRB sektor

pertanian di Kabupaten Karo sebesar 146,43 miliar rupiah. Ketiga komponen

tersebut menghasilkan nilai pertumbuhan (Dij) sektor pertanian di Kabupaten

Karo sebesar 1.072,13 miliar rupiah.

38

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 6, pada sektor pertambangan nilai pertumbuhan ekonomi

nasional (Nij) adalah 6,11 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor

pertambangan di Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

sektor pertambangan di Kabupaten Karo sebesar 6,11 miliar rupiah. Nilai

pergeseran proporsional (Mij) sektor pertambangan adalah 8,57 miliar rupiah.

Nilai positif berarti laju pertumbuhan sektor pertambangan di Kabupaten Karo

lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor pertambangan di

Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan bertambahnya PDRB sektor pertambangan

di Kabupaten Karo sebesar 8,57 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial

(Cij) sektor pertambangan adalah -9,24 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya

saing sektor pertambangan di Kabupaten Karo lebih rendah dibandingkan daya

saing sektor pertambangan di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan berkurangnya

PDRB sektor pertambangan di Kabupaten Karo sebesar 9,24 miliar rupiah. Ketiga

komponen tersebut menghasilkan nilai pertumbuhan (Dij) sektor pertambangan

di Kabupaten Karo sebesar 5,44 miliar rupiah.

Berdasarkan Tabel 6, pada sektor industri nilai pertumbuhan ekonomi nasional

(Nij) adalah 74,23 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor industri di

Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor industri di

Kabupaten Karo sebesar 74,23 miliar rupiah. Nilai pergeseran proporsional

(Mij) sektor industri adalah -25,05 miliar rupiah. Nilai negatif berarti laju

pertumbuhan sektor industri di Kabupaten Karo lebih rendah dibandingkan

dengan laju pertumbuhan sektor industri di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan

berkurangnya PDRB sektor industri di Kabupaten Karo sebesar 25,05 miliar

rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor industri adalah 12,63 miliar

39

Universitas Sumatera Utara


rupiah. Nilai positif berarti daya saing sektor industri di Kabupaten Karo lebih

tinggi dibandingkan daya saing sektor industri di Sumatera Utara. Hal ini

menyebabkan bertambahnya PDRB sektor industri di Kabupaten Karo sebesar

12,63 miliar rupiah. Ketiga komponen tersebut menghasilkan nilai pertumbuhan

(Dij) sektor industri di Kabupaten Karo sebesar 61,81 miliar rupiah.

Berdasarkan Tabel 6, pada sektor pengadaan listrik nilai pertumbuhan ekonomi

nasional (Nij) adalah 3,88 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor

pengadaan listrik di Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi sektor pengadaan listrik di Kabupaten Karo sebesar 3,88 miliar rupiah.

Nilai pergeseran proporsional (Mij) sektor pengadaan listrik adalah -1,57 miliar

rupiah. Nilai negatif berarti laju pertumbuhan sektor pengadaan listrik di

Kabupaten Karo lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor

pengadaan listrik di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan berkurangnya PDRB

sektor pengadaan listrik di Kabupaten Karo sebesar 1,57 miliar rupiah. Dan nilai

pergeseran diferensial (Cij) sektor pengadaan listrik adalah 2,37 miliar rupiah.

Nilai positif berarti daya saing sektor pengadaan listrik di Kabupaten Karo lebih

tinggi dibandingkan daya saing sektor pengadaan listrik di Sumatera Utara. Hal

ini menyebabkan bertambahnya PDRB sektor pengadaan listrik di Kabupaten

Karo sebesar 2,37 miliar rupiah. Ketiga komponen tersebut menghasilkan nilai

pertumbuhan (Dij) sektor pengadaan listrik di Kabupaten Karo sebesar 4,68

miliar rupiah.

Berdasarkan Tabel 6, pada sektor bangunan nilai pertumbuhan ekonomi

nasional (Nij) adalah 163,09 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor

bangunan di Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor

40

Universitas Sumatera Utara


bangunan di Kabupaten Karo sebesar 163,09 miliar rupiah. Nilai pergeseran

proporsional (Mij) sektor bangunan adalah 38,22 miliar rupiah. Nilai positif

berarti laju pertumbuhan sektor bangunan di Kabupaten Karo lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor bangunan di Sumatera Utara. Hal

ini menyebabkan bertambahnya PDRB sektor bangunan di Kabupaten Karo

sebesar 38,22 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor

bangunan adalah -69,39 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya saing sektor

bangunan di Kabupaten Karo lebih rendah dibandingkan daya saing sektor

bangunan di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan berkurangnya PDRB sektor

bangunan di Kabupaten Karo sebesar 69,39 miliar rupiah. Ketiga komponen

tersebut menghasilkan nilai pertumbuhan (Dij) sektor bangunan di Kabupaten

Karo sebesar 131,91 miliar rupiah.

Berdasarkan Tabel 6, pada sektor perdagangan nilai pertumbuhan ekonomi

nasional (Nij) adalah 283,9 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor

perdagangan di Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

sektor perdagangan di Kabupaten Karo sebesar 283,9 miliar rupiah. Nilai

pergeseran proporsional (Mij) sektor perdagangan adalah 42,93 miliar rupiah.

Nilai positif berarti laju pertumbuhan sektor perdagangan di Kabupaten Karo

lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor perdagangan di

Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan bertambahnya PDRB sektor perdagangan

di Kabupaten Karo sebesar 42,93 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial

(Cij) sektor perdagangan adalah -125,52 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya

saing sektor perdagangan di Kabupaten Karo lebih rendah dibandingkan daya

saing sektor perdagangan di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan berkurangnya

41

Universitas Sumatera Utara


PDRB sektor perdagangan di Kabupaten Karo sebesar 125,52 miliar rupiah.

Ketiga komponen tersebut menghasilkan nilai pertumbuhan (Dij) sektor

perdagangan di Kabupaten Karo sebesar 201,31 miliar rupiah.

Berdasarkan Tabel 6, pada sektor pengangkutan nilai pertumbuhan ekonomi

nasional (Nij) adalah 125,46 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor

pengangkutan di Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

sektor pengangkutan di Kabupaten Karo sebesar 125,46 miliar rupiah. Nilai

pergeseran proporsional (Mij) sektor pengangkutan adalah 45,51 miliar rupiah.

Nilai positif berarti laju pertumbuhan sektor pengangkutan di Kabupaten Karo

lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor pengangkutan di

Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan bertambahnya PDRB sektor pengangkutan

di Kabupaten Karo sebesar 45,51 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial

(Cij) sektor pengangkutan adalah -33,74 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya

saing sektor pengangkutan di Kabupaten Karo lebih rendah dibandingkan daya

saing sektor pengangkutan di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan berkurangnya

PDRB sektor pengangkutan di Kabupaten Karo sebesar 33,74 miliar rupiah.

Ketiga komponen tersebut menghasilkan nilai pertumbuhan (Dij) sektor

pengangkutan di Kabupaten Karo sebesar 137,23 miliar rupiah.

Berdasarkan Tabel 6, pada sektor keuangan nilai pertumbuhan ekonomi

nasional (Nij) adalah 100,95 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor

keuangan di Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor

keuangan di Kabupaten Karo sebesar 100,95 miliar rupiah. Nilai pergeseran

proporsional (Mij) sektor keuangan adalah 28,65 miliar rupiah. Nilai positif

berarti laju pertumbuhan sektor keuangan di Kabupaten Karo lebih tinggi

42

Universitas Sumatera Utara


dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor keuangan di Sumatera Utara. Hal

ini menyebabkan bertambahnya PDRB sektor keuangan di Kabupaten Karo

sebesar 28,65 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor

keuangan adalah -1,88 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya saing sektor

keuangan di Kabupaten Karo lebih rendah dibandingkan daya saing sektor

keuangan di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan berkurangnya PDRB sektor

keuangan di Kabupaten Karo sebesar 1,88 miliar rupiah. Ketiga komponen

tersebut menghasilkan nilai pertumbuhan (Dij) sektor keuangan di Kabupaten

Karo sebesar 127,72 miliar rupiah.

Berdasarkan Tabel 6, pada sektor jasa-jasa nilai pertumbuhan ekonomi nasional

(Nij) adalah 220,84 miliar rupiah. Artinya, perekonomian sektor jasa-jasa di

Sumatera Utara berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor jasa-jasa di

Kabupaten Karo sebesar 220,84 miliar rupiah. Nilai pergeseran proporsional

(Mij) sektor jasa-jasa adalah 14,44 miliar rupiah. Nilai positif berarti laju

pertumbuhan sektor jasa-jasa di Kabupaten Karo lebih tinggi dibandingkan

dengan laju pertumbuhan sektor jasa-jasa di Sumatera Utara. Hal ini

menyebabkan bertambahnya PDRB sektor jasa-jasa di Kabupaten Karo sebesar

14,44 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor jasa-jasa

adalah 117,7 miliar rupiah. Nilai positif berarti daya saing sektor jasa-jasa di

Kabupaten Karo lebih tinggi dibandingkan daya saing sektor jasa-jasa di Sumatera

Utara. Hal ini menyebabkan bertambahnya PDRB sektor jasa-jasa di Kabupaten

Karo sebesar 117,7 miliar rupiah. Ketiga komponen tersebut menghasilkan nilai

pertumbuhan (Dij) sektor jasa-jasa di Kabupaten Karo sebesar 352,98 miliar

rupiah.

43

Universitas Sumatera Utara


Tabel 7. Kontribusi Pertumbuhan Tiap Sektor Terhadap Total
Pertumbuhan (dalam persen)
Kontribusi
Pertumbuhan Terhadap Total
Lapangan Usaha
(Dij) Pertumbuhan
(persen)
1. Pertanian 1.072,13 51,17
2. Pertambangan dan Penggalian 5,44 0,26
3. Industri 61,81 2,95
4. Pengadaan Listrik, Gas, dan Air 0,23
Minum 4,68
5. Bangunan 131,91 6,29
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 201,31 9,61
7. Pengangkutan dan Komunikasi 137,23 6,55
8. Keuangan, Asuransi, Usaha 6,09
Persewaan bangunan dan tanah, 127,72
Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 352,98 16,85
JUMLAH 2.095,21 100
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015 (data diolah)

Dari kesembilan sektor yang sudah dikaji, maka didapatkan bahwa pertumbuhan

sektor pertanian lebih besar dibandingkan sektor-sektor lain pada PDRB

Kabupaten Karo. Berdasarkan Tabel 7, sebesar 51,17 persen sektor pertanian

berkontribusi pada total pertumbuhan PDRB Kabupaten Karo. Hal ini sejalan

dengan pendapat Arsyad (2010) yang menjelaskan bahwa kontribusi suatu sektor

terhadap PDRB dapat dijadikan ukuran untuk melihat peranan sektor tersebut

dalam perekonomian. Di Kabupaten Karo sektor pertanianlah yang paling

berperan mendorong pertumbuhan PDRB karena kontribusinya yang paling tinggi

dibandingkan sektor lain.

44

Universitas Sumatera Utara


5.2 Analisis Wilayah Basis Komoditas Markisa

Untuk menganalisis wilayah basis komoditas markisa digunakan 2 kriteria, yakni:

1. Kriteria Kontribusi dengan Analisis Location Quotion (LQ)

Kriteria kontribusi berarti melihat berapa besar produksi markisa sudah

berkontribusi terhadap total produksi buah-buahan di Kabupaten Karo. Untuk

mendapatkan nilai LQ dari kecamatan-kecamatan penghasil markisa maka data

produksi diolah sehingga menghasilkan rata-rata LQ sebagai berikut.

Tabel 8. Nilai LQ Kecamatan Penghasil Markisa di Kabupaten Karo


Tahun 2010-2014
Nilai LQ Tahun Rata-rata
Kecamatan Nominal
2010 2011 2012 2013 2014 LQ
Munte 0,909 0 0 0 0,242 0,230 -
Payung 8,615 3,537 2,244 0,887 3,833 3,823 +
Tiganderket 0,578 0 0 0 0 0,116 -
Simpang Empat 0,127 0,076 0,082 0,070 0,337 0,139 -
Naman Teran 0,002 0,026 0,049 0,016 0 0,019 -
Merdeka 0 0 1,566 0,394 0,024 0,397 -
Kabanjahe 0,169 0,270 0,158 0,081 0,152 0,166 -
Berastagi 10,995 1,106 1,752 0,758 2,724 3,467 +
Tigapanah 3,639 4,672 3,324 4,969 1,304 3,582 +
Dolat Rayat 0,635 1,582 1,176 0,204 0,177 0,755 -
Merek 0,091 0,056 0,255 0,078 0,843 0,265 -
Barusjahe 0,833 3,338 6,130 0,528 1,618 2,490 +
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (data diolah)

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat pada tahun 2010 kecamatan dengan nilai LQ

yang positif (LQ > 1) adalah Kecamatan Payung, Kecamatan Berastagi, dan

Kecamatan Tigapanah. Pada tahun 2011 kecamatan dengan nilai LQ yang positif

(LQ > 1) adalah Kecamatan Payung, Kecamatan Berastagi, Kecamatan

Tigapanah, Kecamatan Dolat Rayat, dan Kecamatan Barusjahe. Pada tahun 2012

kecamatan dengan nilai LQ yang positif (LQ > 1) adalah Kecamatan Payung,

Kecamatan Merdeka, Kecamatan Berastagi, Kecamatan Tigapanah, Kecamatan

45

Universitas Sumatera Utara


Dolat Rayat, dan Kecamatan Barusjahe. Pada tahun 2013 kecamatan dengan nilai

LQ yang positif (LQ > 1) adalah Kecamatan Tigapanah. Dan pada tahun 2014

nilai LQ yang bernilai positif (LQ > 1) adalah Kecamatan Payung, Kecamatan

Berastagi, Kecamatan Tigapanah dan Kecamatan Barusjahe.

Perolehan LQ rata-rata menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang menjadi

wilayah basis (LQ > 1) untuk komoditas markisa ini adalah Kecamatan Payung,

Kecamatan Berastagi, Kecamatan Tigapanah, dan Kecamatan Barusjahe. Seperti

yang dijelaskan Hendayana (2006), menggunakan nilai rata-rata dari total LQ

selama 5 tahun bertujuan untuk menghindari bias musiman dan tahunan.

2. Kriteria Pertumbuhan dengan Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Kriteria pertumbuhan berarti melihat berapa besar pertumbuhan produksi markisa

dari tahun ke tahun terhadap pertumbuhan produksi buah-buahan. Berikut ini

adalah nilai rasio pertumbuhan produksi markisa terhadap pertumbuhan produksi

buah-buahan masing-masing di kecamatan penghasil markisa (RPs).

Tabel 9. Nilai RPs Kecamatan Penghasil Markisa di Kabupaten Karo


Tahun
Rata-Rata
Kecamatan 2011 2012 2013 2014 Nominal
(RPs)
RPs RPs RPs RPs
Munte -4,051 0 0 0 -1,013 -
Payung -17,196 27,737 -0,158 4,387 3,692 +
Tiganderket 1,000 0 0 0 0,250 -
Simpang Empat -4,266 1,183 -4,621 0,215 -1,872 -
Naman Teran -10,895 1,054 -0,470 1,006 -2,326 -
Merdeka 0 0 1,283 -1,219 0,016 -
Kabanjahe -3,315 -1,00 0,782 0,629 -0,726 -
Berastagi 0,401 1,625 -5,983 -16,215 -5,043 -
Tigapanah -0,787 1,450 55,025 -0,194 13,873 +
Dolat Rayat -5,619 3,70 1,581 -1,20 -0,384 -
Merek 0,269 -0,563 -1,768 -61,090 -15,788 -
Barusjahe -1,336 1,145 -0,003 2,661 0,617 -
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (data diolah)

46

Universitas Sumatera Utara


Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai RPs pada tahun 2011 di seluruh kecamatan

bernilai negatif (RPs < 1) yang berarti tidak ada kecamatan yang menjadi basis

markisa. Pada tahun 2012 kecamatan dengan nilai RPs yang positif (RPs > 1)

adalah Kecamatan Payung, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Naman

Teran, Kecamatan Berastagi, Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Dolat Rayat, dan

Kecamatan Barusjahe. Pada tahun 2013 kecamatan dengan nilai RPs yang positif

(RPs > 1) adalah Kecamatan Merdeka, Kecamatan Tigapanah, dan Kecamatan

Dolat Rayat. Dan pada tahun 2014 kecamatan dengan nilai RPs yang positif

(RPs > 1) adalah Kecamatan Payung dan Kecamatan Barusjahe.

Perolehan RPs rata-rata menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang menjadi

wilayah basis (RPs > 1) untuk komoditas markisa ini adalah Kecamatan Payung

dan Kecamatan Tigapanah. Seperti yang dijelaskan Yusuf (1999) analisis LQ

sebaiknya dilakukan dengan mengikutsertakan analisis MRP mengingat ada dua

kriteria yang berbeda. Kedua kriteria tersebut akan menghasilkan deskripsi

kegiatan ekonomi potensial yang lebih akurat. Dalam penelitian ini berarti dengan

menggunakan dua kriteria dapat menghasilkan deskripsi wilayah basis markisa

yang lebih akurat.

Dengan mendapatkan kecamatan basis dengan dua kriteria, maka kecamatan yang

baik dikembangkan adalah kecamatan yang basis dari kedua kriteria tersebut

yakni Kecamatan Payung dan Kecamatan Tiga panah. Pengembangan kecamatan

basis tersebut dapat dilakukan secara ekstensifikasi ataupun intensifikasi.

Misalnya meningkatkan jenis bibit unggul atau memperluas lahan budidaya

dengan alokasi/alih fungsi lahan. Hal ini karena hanya kecamatan basis ini yang

dapat diharapkan untuk pertumbuhan markisa. Meningkatkan bibit unggul dapat

47

Universitas Sumatera Utara


dilakukan di balai penelitian setempat. Sedangkan untuk alokasi/alih fungsi lahan

dapat dilakukan oleh petani didukung dengan adanya jaminan dari pemerintah

untuk meningkatkan harga jual markisa, sehingga petani tidak merasa dirugikan.

Berikut ini disajikan analisis Overlay untuk melihat deskripsi wilayah basis

komoditas markisa dengan menggabungkan kedua kriteria tersebut.

Tabel 10. Analisis Overlay Wilayah Basis Komoditas Markisa


di Kabupaten Karo
Kontribusi (LQ) Pertumbuhan (RPs)
Kecamatan Overlay
Riil Nominal Riil Nominal
Munte 0,230 - -1,013 - (-)(-)
Payung 3,823 + 3,692 + (+)(+)
Tiganderket 0,116 - 0,250 - (-)(-)
Simpang Empat 0,139 - -1,872 - (-)(-)
Naman Teran 0,019 - -2,326 - (-)(-)
Merdeka 0,397 - 0,016 - (-)(-)
Kabanjahe 0,166 - -0,726 - (-)(-)
Berastagi 3,467 + -5,043 - (+)(-)
Tigapanah 3,582 + 13,873 + (+)(+)
Dolat Rayat 0,755 - -0,384 - (-)(-)
Merek 0,265 - -15,788 - (-)(-)
Barusjahe 2,490 + 0,617 - (+)(-)
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (data diolah)

Berdasarkan Tabel 10, didapatkan interpretasi sebagai berikut:

1. Kontribusi (+) dan Pertumbuhan (+), menunjukkan bahwa kecamatan ini

merupakan wilayah basis markisa baik dari kriteria kontribusi maupun kriteria

pertumbuhan. Kecamatan yang termasuk adalah Kecamatan Payung dan

Kecamatan Tigapanah.

2. Kontribusi (+) dan Pertumbuhan (-), menunjukkan bahwa kecamatan ini

merupakan wilayah basis markisa berdasarkan kriteria kontribusi. Kecamatan

yang termasuk adalah Kecamatan Berastagi dan Kecamatan Barusjahe.

48

Universitas Sumatera Utara


3. Kontribusi (-) dan Pertumbuhan (-), menunjukkan bahwa kecamatan ini bukan

merupakan wilayah basis markisa. Kecamatan yang termasuk adalah

kecamatan lain selain wilayah basis, yaitu Kecamatan Munte, Kecamatan

Tiganderket, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Namanteran,

Kecamatan Merdeka, Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Dolat Rayat, dan

Kecamatan Merek.

Membandingkan agroklimat kecamatan yang menjadi wilayah basis dengan

agroklimat yang diinginkan komoditas markisa merupakan langkah yang diambil

untuk meyakinkan dan mempertegas terpilihnya kecamatan tersebut sebagai

wilayah basis. Berikut ini merupakan kondisi agroklimat dari masing-masing

kecamatan basis tersebut.

Tabel 11. Agroklimat Kecamatan Basis Markisa


Kecamatan Ketinggian Tempat Suhu Curah Hujan Iklim
(mdpl) (°C) (mm/tahun) (bulan basah)
Payung 500-1.500 17-25 2.100-3.200 9 bulan
Berastagi 1.200-1.300 19-25 2.100-3.200 9 bulan
Tigapanah 1.139-1.326 19-24 2.100-3.200 9 bulan
Barusjahe 870-1.400 18-24 2.100-3.200 9 bulan
Sumber: Badan Pusat Statistik Karo 2015

Setelah membandingkan keadaan agroklimat di kecamatan-kecamatan basis

markisa dengan agroklimat syarat tumbuh markisa, maka didapatkan hasil berikut.

Tabel 12. Skor Skala Guttman tiap Kecamatan Basis


Kecamatan Skor
Payung 100%
Berastagi 100%
Tigapanah 100%
Barusjahe 100%

Berdasarkan Tabel 12, skor yang diperoleh untuk Kecamatan Payung adalah

100%. Skor kecamatan ini ≥50%, artinya agroklimat Kecamatan Payung sesuai

49

Universitas Sumatera Utara


dengan agroklimat yang diinginkan markisa. Skor yang diperoleh untuk

Kecamatan Berastagi adalah 100%. Skor kecamatan ini ≥50% maka agroklimat

Kecamatan Berastagi sesuai dengan agroklimat yang diinginkan markisa. Skor

yang diperoleh untuk Kecamatan Tigapanah adalah 100%. Skor kecamatan ini

≥50% maka agroklimat Kecamatan Tigapanah sesuai dengan agroklimat yang

diinginkan markisa. Dan untuk skor yang diperoleh Kecamatan Barusjahe adalah

100%. Skor kecamatan ini ≥50% maka agroklimat Kecamatan Barusjahe sesuai

dengan agroklimat yang diinginkan markisa.

5.3 Analisis Koefisien Lokalita

Analisis koefisien lokalita bertujuan untuk mengetahui apakah pengusahaan

komoditas markisa pada wilayah basis. Hasil analisis koefisien lokalita

komoditas markisa di wilayah kecamatan basis di Kabupaten Karo berdasarkan

produksi disajikan pada tabel berikut.

Tabel 13. Nilai Koefisien Lokalita Kecamatan Basis Markisa


Tahun 2010-2014
Rata-rata
Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 (ά)
Payung 0,01712 0,01509 0,01434 -0,001 0,02579 0,0142647
Berastagi 0,01198 0,00197 0,02073 -0,0074 0,03571 0,0125952
Tigapanah 0,558 0,53393 0,27545 0,65341 0,13243 0,4306423
Barusjahe -0,02222 0,09457 0,25323 -0,0778 0,09841 0,0692394
Jumlah 0,59488 0,64556 0,56375 0,56721 0,29234 0,5267416
Rata-rata 0,14 0,16 0,14 0,14 0,07 0,13
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (data diolah)

Jika koefisien lokalita (ά ≥ 1) maka produksi markisa memusat di kecamatan

tertentu di Kabupaten Karo, sedangkan apabila koefisien lokalita (ά < 1) maka

produksi markisa tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Karo.

50

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat nilai koefisien lokalita dari kecamatan-

kecamatan basis pada tahun 2010 menghasilkan rata-rata 0,14 (ά < 1), pada tahun

2011 menghasilkan rata-rata 0,16 (ά < 1), pada tahun 2012 menghasilkan rata-rata

0,14 (ά < 1), pada tahun 2013 menghasilkan rata-rata 0,14 (ά < 1), dan pada tahun

2014 menghasilkan rata-rata 0,07 (ά < 1). Maka nilai rata-rata koefisien lokalita di

kecamatan-kecamatan basis dalam waktu lima tahun adalah 0,13 (ά < 1). Artinya,

Kabupaten Karo tidak memusatkan produksi markisa di kecamatan tertentu

melainkan menyebar di beberapa kecamatan. Maka dari itu hipotesis ditolak.

Saptana (2005) menjelaskan bahwa dengan adanya pemusatan kegiatan di suatu

wilayah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut karena

terciptanya efisiensi produksi. Efisiensi disini artinya seluruh rangkaian kegiatan

usaha agribisnis yang dilaksanakan harus mengarah kepada meminimalkan biaya

atau memaksimalkan keuntungan

5.4 Analisis Koefisien Spesialisasi

Selanjutnya perlu adanya analisis spesialisasi untuk mengetahui apakah

kecamatan basis berspesialisasi pada komoditas markisa atau tidak. Hasil analisis

koefisien spesialisasi komoditas markisa berdasarkan produksi disajikan pada

tabel berikut.

Tabel 14. Nilai Koefisien Spesialisasi Kecamatan Basis Markisa


Tahun 2010-2014
Rata-rata
Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 (β)
Payung 0,01356 0,02284 0,00554 -0,0022 0,0258 0,0131104
Berastagi 0,01779 0,00095 0,00335 -0,0047 0,01569 0,0066266
Tigapanah 0,0047 0,03306 0,01036 0,07642 0,00277 0,0254602
Barusjahe -0,0003 0,02105 0,02286 -0,0091 0,00563 0,0080297
Jumlah 0,03575 0,0779 0,04211 0,06042 0,04989 0,0532269
Rata-rata 0,008 0,019 0,01 0,015 0,012 0,013
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (data diolah)

51

Universitas Sumatera Utara


Jika koefisien spesialisasi (β ≥ 1) maka suatu kecamatan tertentu di Kabupaten

Karo berspesialisasi pada produksi markisa, sedangkan apabila koefisien

spesialisasi (β < 1) kecamatan tertentu di Kabupaten Karo tidak berspesialisasi

pada produksi markisa.

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat nilai koefisien spesialisasi dari kecamatan-

kecamatan basis pada tahun 2010 menghasilkan rata-rata 0,008 (β < 1), pada

tahun 2011 menghasilkan rata-rata 0,019 (β < 1), pada tahun 2012 menghasilkan

rata-rata 0,01 (β < 1), pada tahun 2013 menghasilkan rata-rata 0,015 (β < 1), dan

pada tahun 2014 menghasilkan rata-rata 0,012 (β < 1). Maka nilai rata-rata

koefisien spesialisasi di kecamatan-kecamatan basis dalam waktu lima tahun

adalah 0,013 (β < 1). Artinya, kecamatan basis yang dikaji tidak berspesialisasi

pada produksi markisa. Maka dari itu hipotesis ditolak. Di dalam Septana (2005),

spesialisasi menuntut para pengambil kebijakan dalam menentukan daerah atau

wilayah mana yang memiliki prospek pengembangan lebih baik dibandingkan

daerah lainnya. Hal ini bertujuan agar wilayah tersebut fokus, sehingga

kesempatan untuk meningkatkan daya saing akan jauh lebih besar.

52

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari tiga komponen yang dianalisis dengan Shift-share didapati bahwa sektor

pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya lebih besar dari pada sektor

lainnya.

2. Kecamatan basis komoditas markisa yang paling baik untuk dikembangkan

adalah kecamatan yang basis dari kriteria kontribusi dan pertumbuhan, yakni

Kecamatan Payung dan Kecamatan Tigapanah.

3. Penyebaran produksi markisa di Kabupaten Karo tidak memusat di kecamatan

tertentu, melainkan menyebar di beberapa kecamatan.

4. Kecamatan tertentu di Kabupaten Karo tidak berspesialisasi pada komoditas

markisa, namun cenderung terbagi kepada beberapa komoditas.

6.1 Saran

1. Kepada Pemerintah: sebaiknya membantu dan mendorong kecamatan basis

dari sisi produksi dan kesesuaian agroklimat untuk mengembangkan produksi

markisa, sehingga penyebaran markisa menjadi terpusat dan berspesialisasi.

2. Kepada Petani: dengan adanya bantuan pemerintah sebaiknya

mengembangkan budidaya komoditas markisa di wilayah-wilayah basis untuk

meningkatkan pendapatan, yaitu di Kecamatan Payung, Kecamatan

53

Universitas Sumatera Utara


Tigapanah, Kecamatan Berastagi, dan Kecamatan Barusjahe baik secara

ekstensifikasi maupun intensifikasi.

3. Kepada Peneliti Selanjutnya: sebaiknya dapat melakukan riset untuk

meningkatkan pemasaran markisa, sehingga semakin mendatangkan banyak

permintaan di Kabupaten Karo.

54

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai