METODE PENELITIAN
sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas
Karo dan pengumpulan data produksi markisa berdasarkan data time series selama
lima tahun yakni tahun 2010-2014. Jangka waktu 5 tahun bertujuan untuk
20
2010 karena dianggap sistem administrasi data sudah terkumpul dengan baik.
dibandingkan dengan perekonomian wilayah yang lebih tinggi. Bila suatu daerah
(Soepono, 1993).
21
Dimana:
Eij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 (tahun awal penelitian)
E*n = Total PDRB Sumatera Utara tahun 2014 (tahun akhir penelitian)
relatif kinerja suatu sektor di Kabupaten Karo terhadap sektor yang sama di
Dimana:
Eij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 (tahun awal penelitian)
E*in = PDRB sektor i Sumatera Utara tahun 2014 (tahun akhir penelitian)
22
keunggulan kompetitif.
Dimana:
Eij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 (tahun awal penelitian)
E*ij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2014 (tahun akhir penelitian)
menjadi basis komoditas markisa. Sebagai suatu alat analisis, sangat krusial jika
penentuan wilayah basis hanya dengan satu metode. Pada dasarnya untuk
23
penawaran (produksi atau populasi). Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti
lahan pertanian (areal tanam atau areal panen), produksi dan produktivitas. Dalam
𝑆𝑆𝑖𝑖� 𝑆𝑆𝑖𝑖�
𝐿𝐿𝑄𝑄 = 𝑁𝑁𝑖𝑖 = 𝑆𝑆
𝑆𝑆� 𝑁𝑁𝑖𝑖�
𝑁𝑁 𝑁𝑁
Dimana:
a. LQ > 1; artinya kecamatan itu merupakan wilayah basis atau menjadi sumber
produksi markisa. Wilayah ini sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan
24
c. LQ < 1; artinya kecamatan itu merupakan wilayah non basis. Wilayah ini
tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan juga tidak dapat mengekspor
ke luar wilayah.
Metode ini membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang
lebih luas maupun dalam skala yang lebih kecil. Terdapat dua rasio pertumbuhan
dalam analisis tersebut, yaitu rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) dan rasio
masing-masing kegiatan dalam konteks wilayah yang lebih luas, sedangkan RPs
Karena yang akan dianalisis adalah tingkat kecamatan (wilayah studi), maka yang
(RPs). Rumus untuk menghitung MRP (Buhana dan Masyuri, 2006) adalah:
Dimana:
25
kata lain merupakan wilayah basis markisa. Sedangkan jika hasil RPs
menunjukkan angka <1, maka bernilai negatif (-) atau dengan kata lain bukan
3. Analisis Overlay
Analisis overlay adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk menampilkan
tabel, kemudian diberi notasi sesuai dengan kreiteria yang sudah ditentukan dari
merupakan wilayah basis markisa baik dari kriteria kontribusi maupun kriteria
petumbuhan.
26
4. Skala Guttman
Skala Guttman merupakan skala kumulatif yang memenuhi kaidah ilmiah dalam
penentuan dan penilaian skoring suatu instrumen penelitian. Skala ini mengukur
suatu dimensi saja dari suatu variabel yang multidimensi. Skala Guttman disebut
juga skala scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang
kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut dengan
atribut universal. Jadi skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban
yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Data yang diperoleh dapat berupa data
interval atau rasio dikotomi (dua alternatif yang berbeda). Berbeda dengan skala
setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju), skala Guttman hanya terdapat dua
memenuhi kriteria sebagai wilayah basis yang sesuai dengan syarat tumbuh
tanaman markisa. Untuk itu digunakanlah metode skoring skala Guttman. Skala
27
Penentuan skor dilakukan dengan 2 pilihan (ya atau tidak) dari 4 permasalahan
yakni agroklimat yang diinginkan tanaman markisa. Berikut ini langkah dalam
menentukan skor:
𝑅𝑅𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑅𝑅)
𝐼𝐼𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 (𝐼𝐼) =
𝐾𝐾𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝐾𝐾)
Kategori (K) = 2 (banyaknya kriteria yang disusun, yaitu sesuai dan tidak sesuai)
100%
𝐼𝐼𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 (𝐼𝐼) = = 50%
2
Sehingga:
Jika skor yang diperoleh ≥50% maka agroklimat masing-masing kecamatan basis
Jika skor yang diperoleh <50% maka agroklimat masing-masing kecamatan basis
28
Adanya penetapan lokasi untuk kegiatan pertanian sangat tergantung pada input
produksi dan keberadaan pasar untuk output. Identifikasi nilai koefisien masing-
𝑆𝑆𝑖𝑖 𝑆𝑆
ά= −
𝑁𝑁𝑖𝑖 𝑁𝑁
Dimana:
𝑆𝑆𝑖𝑖 𝑁𝑁𝑁𝑁
𝛽𝛽 = −
𝑆𝑆 𝑁𝑁
29
markisa.
3.5.1 Definisi
tersebut.
Kabupaten Karo yang menjadi wilayah basis dan non basis komoditas
30
Karo.
7. Produksi markisa adalah output markisa segala jenis yang dihasilkan dalam
suatu proses produksi (ton) pada periode waktu yang sudah ditentukan.
suatu proses produksi (ton) pada periode waktu yang sudah ditentukan.
2. Data penelitian yang diolah adalah data produksi komoditas buah-buahan dari
dan Tiganderket.
31
Secara geografis Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang Utara dan
97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 km2 atau 2,97 persen dari luas
Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan. Dua gunung berapi aktif juga
terletak di wilayah ini yaitu Gunung Sibayak dan Sinabung sehingga rawan
gempa vulkanik. Sejak tahun 2009 sampai sekarang, Gunung Sinabung terus
Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur dengan Kabupaten Deli
Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Propinsi Nangroe
Aceh Darusalam.
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Karo berkisar antara 16,4°C – 23,9°C dengan
kelembaban udara pada tahun 2010 rata-rata setinggi 84,66 persen, tersebar antara
32
terdapat dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan
pertama mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari dan musim hujan
kedua mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei. Curah hujan tahun 2014
4.2 Pemerintahan
Karo memiliki 17 kecamatan, 259 desa, 10 kelurahan, 653 dusun, dan 106
33
Hasil sensus tahun 2010, penduduk Kabupaten Karo berjumlah 350.960 jiwa.
Pada pertengahan tahun 2014, menurut proyeksi penduduk sebesar 382.622 yang
sebesar 180 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk Karo tahun 2010-2014 adalah
tahun dan 65 tahun ke atas maka diperoleh rasio ketergantungan sebesar 58,78
yang berarti setiap seratus orang usia produktif menanggung 59 orang dari usia di
penurunan dari 83,03 persen di tahun 2013 menjadi 79,74 persen di tahun 2014.
Hal ini diakibatkan karena adanya penurunan jumlah penduduk yang bekerja dari
83,03 persen di tahun 2013 menjadi sebesar 79,74 persen di tahun 2014. Tingkat
34
tahun 2014, yang diikuti sektor industri, perdagangan besar, rumah makan dan
4.4 Pertanian
Karo. Peranan sektor ini terhadap PDRB Karo pada tahun 2014 sekitar 56,61
persen untuk harga berlaku. Sektor pertanian dikelompokkan menurut sub sektor
Cakupan sub sektor tanaman pangan meliputi padi/ palawija dan hortikultura.
Produksi padi pada tahun 2014 tercatat sebesar 109.683 ton, mengalami
penurunan jika dibanding tahun 2013 yang berjumlah 121.503 ton. Turunnya
Sinabung yang terjadi di pertengahan semester kedua tahun 2013 bahkan hingga
saat ini masih terjadi. Sedangkan pada umumnya usaha perkebunan di Kabupaten
diusahakan oleh masyarakat Karo berupa tanaman sayuran dan buah-buahan yang
35
tahun 2010 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini mengingat efek
dari erupsi Sinabung yang masih terus berlanjut hingga saat ini.
36
pertambangan dan penggalian, sektor industri, sektor pengadaan listrik, gas dan
air minum, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
sektor tersebut akan dianalisis pertumbuhannya sehingga dapat dilihat sektor yang
37
proporsional (Mij) sektor pertanian adalah -272,03 miliar rupiah. Nilai negatif
sebesar 272,03 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor
pertanian adalah -146,43 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya saing sektor
38
di Kabupaten Karo sebesar 8,57 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial
(Cij) sektor pertambangan adalah -9,24 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya
PDRB sektor pertambangan di Kabupaten Karo sebesar 9,24 miliar rupiah. Ketiga
(Mij) sektor industri adalah -25,05 miliar rupiah. Nilai negatif berarti laju
dengan laju pertumbuhan sektor industri di Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan
rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor industri adalah 12,63 miliar
39
tinggi dibandingkan daya saing sektor industri di Sumatera Utara. Hal ini
ekonomi sektor pengadaan listrik di Kabupaten Karo sebesar 3,88 miliar rupiah.
Nilai pergeseran proporsional (Mij) sektor pengadaan listrik adalah -1,57 miliar
sektor pengadaan listrik di Kabupaten Karo sebesar 1,57 miliar rupiah. Dan nilai
pergeseran diferensial (Cij) sektor pengadaan listrik adalah 2,37 miliar rupiah.
Nilai positif berarti daya saing sektor pengadaan listrik di Kabupaten Karo lebih
tinggi dibandingkan daya saing sektor pengadaan listrik di Sumatera Utara. Hal
Karo sebesar 2,37 miliar rupiah. Ketiga komponen tersebut menghasilkan nilai
miliar rupiah.
40
proporsional (Mij) sektor bangunan adalah 38,22 miliar rupiah. Nilai positif
sebesar 38,22 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor
bangunan adalah -69,39 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya saing sektor
di Kabupaten Karo sebesar 42,93 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial
(Cij) sektor perdagangan adalah -125,52 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya
41
di Kabupaten Karo sebesar 45,51 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial
(Cij) sektor pengangkutan adalah -33,74 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya
proporsional (Mij) sektor keuangan adalah 28,65 miliar rupiah. Nilai positif
42
sebesar 28,65 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor
keuangan adalah -1,88 miliar rupiah. Nilai negatif berarti daya saing sektor
(Mij) sektor jasa-jasa adalah 14,44 miliar rupiah. Nilai positif berarti laju
14,44 miliar rupiah. Dan nilai pergeseran diferensial (Cij) sektor jasa-jasa
adalah 117,7 miliar rupiah. Nilai positif berarti daya saing sektor jasa-jasa di
Kabupaten Karo lebih tinggi dibandingkan daya saing sektor jasa-jasa di Sumatera
Karo sebesar 117,7 miliar rupiah. Ketiga komponen tersebut menghasilkan nilai
rupiah.
43
Dari kesembilan sektor yang sudah dikaji, maka didapatkan bahwa pertumbuhan
berkontribusi pada total pertumbuhan PDRB Kabupaten Karo. Hal ini sejalan
dengan pendapat Arsyad (2010) yang menjelaskan bahwa kontribusi suatu sektor
terhadap PDRB dapat dijadikan ukuran untuk melihat peranan sektor tersebut
44
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat pada tahun 2010 kecamatan dengan nilai LQ
yang positif (LQ > 1) adalah Kecamatan Payung, Kecamatan Berastagi, dan
Kecamatan Tigapanah. Pada tahun 2011 kecamatan dengan nilai LQ yang positif
Tigapanah, Kecamatan Dolat Rayat, dan Kecamatan Barusjahe. Pada tahun 2012
kecamatan dengan nilai LQ yang positif (LQ > 1) adalah Kecamatan Payung,
45
LQ yang positif (LQ > 1) adalah Kecamatan Tigapanah. Dan pada tahun 2014
nilai LQ yang bernilai positif (LQ > 1) adalah Kecamatan Payung, Kecamatan
wilayah basis (LQ > 1) untuk komoditas markisa ini adalah Kecamatan Payung,
46
bernilai negatif (RPs < 1) yang berarti tidak ada kecamatan yang menjadi basis
markisa. Pada tahun 2012 kecamatan dengan nilai RPs yang positif (RPs > 1)
Kecamatan Barusjahe. Pada tahun 2013 kecamatan dengan nilai RPs yang positif
Dolat Rayat. Dan pada tahun 2014 kecamatan dengan nilai RPs yang positif
wilayah basis (RPs > 1) untuk komoditas markisa ini adalah Kecamatan Payung
kegiatan ekonomi potensial yang lebih akurat. Dalam penelitian ini berarti dengan
Dengan mendapatkan kecamatan basis dengan dua kriteria, maka kecamatan yang
baik dikembangkan adalah kecamatan yang basis dari kedua kriteria tersebut
dengan alokasi/alih fungsi lahan. Hal ini karena hanya kecamatan basis ini yang
47
dapat dilakukan oleh petani didukung dengan adanya jaminan dari pemerintah
untuk meningkatkan harga jual markisa, sehingga petani tidak merasa dirugikan.
Berikut ini disajikan analisis Overlay untuk melihat deskripsi wilayah basis
merupakan wilayah basis markisa baik dari kriteria kontribusi maupun kriteria
Kecamatan Tigapanah.
48
Kecamatan Merek.
markisa dengan agroklimat syarat tumbuh markisa, maka didapatkan hasil berikut.
Berdasarkan Tabel 12, skor yang diperoleh untuk Kecamatan Payung adalah
100%. Skor kecamatan ini ≥50%, artinya agroklimat Kecamatan Payung sesuai
49
Kecamatan Berastagi adalah 100%. Skor kecamatan ini ≥50% maka agroklimat
yang diperoleh untuk Kecamatan Tigapanah adalah 100%. Skor kecamatan ini
diinginkan markisa. Dan untuk skor yang diperoleh Kecamatan Barusjahe adalah
100%. Skor kecamatan ini ≥50% maka agroklimat Kecamatan Barusjahe sesuai
50
kecamatan basis pada tahun 2010 menghasilkan rata-rata 0,14 (ά < 1), pada tahun
2011 menghasilkan rata-rata 0,16 (ά < 1), pada tahun 2012 menghasilkan rata-rata
0,14 (ά < 1), pada tahun 2013 menghasilkan rata-rata 0,14 (ά < 1), dan pada tahun
2014 menghasilkan rata-rata 0,07 (ά < 1). Maka nilai rata-rata koefisien lokalita di
kecamatan-kecamatan basis dalam waktu lima tahun adalah 0,13 (ά < 1). Artinya,
kecamatan basis berspesialisasi pada komoditas markisa atau tidak. Hasil analisis
tabel berikut.
51
kecamatan basis pada tahun 2010 menghasilkan rata-rata 0,008 (β < 1), pada
tahun 2011 menghasilkan rata-rata 0,019 (β < 1), pada tahun 2012 menghasilkan
rata-rata 0,01 (β < 1), pada tahun 2013 menghasilkan rata-rata 0,015 (β < 1), dan
pada tahun 2014 menghasilkan rata-rata 0,012 (β < 1). Maka nilai rata-rata
adalah 0,013 (β < 1). Artinya, kecamatan basis yang dikaji tidak berspesialisasi
pada produksi markisa. Maka dari itu hipotesis ditolak. Di dalam Septana (2005),
daerah lainnya. Hal ini bertujuan agar wilayah tersebut fokus, sehingga
52
6.1 Kesimpulan
1. Dari tiga komponen yang dianalisis dengan Shift-share didapati bahwa sektor
pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya lebih besar dari pada sektor
lainnya.
adalah kecamatan yang basis dari kriteria kontribusi dan pertumbuhan, yakni
6.1 Saran
53
54