Anda di halaman 1dari 2

PROKLIM, ALTERNATIF SOLUSI KETAHANAN LOKAL

TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim saat ini telah menjadi perbincangan umum di segala tempat, baik
dari sisi masyarakat umum maupun dunia. Dampak perubahan iklim juga telah
dirasakan hampir semua lini komponen masyarakat. Baik masyarakat yang tinggal di
perkotaan maupun di pedesaan. Anomali cuaca, badai, longsor, banjir bandang, banjir
rob , suhu ekstrem dan berbagai bencana lainnya frekuensiya semakin naik.

Dibandingkan masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan yang paling


merasakan dampak dari perubahan iklim ini dikarenakan sarana dan prasarana yang
tidak memadai dan kondisi lingkungan yang buruk. Dr Ir Agus Justianto MSc, Staf Ahli
Menteri Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan pada acara Seminar Internasional, Aceh Commitment for Climate Change
Impact and Challenge, yang dilaksanakan Bapedal Aceh, di Hotel Hermes, Banda
Aceh, Kamis 26 Mei 2016 mengungkapkan bahwa sekitar 62 persen desa-desa di Aceh
rentan terhadap perubahan iklim. Suatu angka yang cukup memprihatinkan kita akan
kesiapan masyarakat desa dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Menteri Lingkungan Hidup dalam acara National Summit Perubahan Iklim Ke-1 di
Bali, pada 24 Oktober 2011, telah meluncurkan Program Kampung Iklim (ProKlim)
untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dan seluruh pihak dalam melaksanakan
aksi lokal untuk meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim dan
pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Pemerintah memberikan penghargaan
terhadap masyarakat di lokasi tertentu yang telah melaksanakan upaya adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim secara berkelanjutan. Pelaksanaan Proklim mengacu pada 
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 tahun 2012  tentang Program Kampung
Iklim. ProKlim dapat dikembangkan dan dilaksanakan pada wilayah minimal setingkat
Dusun/Dukuh/RW dan maksimal setingkat Desa/Kelurahan atau yang dipersamakan
dengan itu.
Upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di lokasi ProKlim dapat berupa:
 pengendalian kekeringan, banjir, dan longsor;
 peningkatan ketahanan pangan;
 pengendalian penyakit terkait iklim;
 penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi,
ablasi atau erosi akibat angin, gelombang tinggi.
 pengelolaan sampah, limbah padat dan cair;
 pengolahan dan pemanfaatan air limbah;
 penggunaan energi baru terbarukan, konservasi dan penghematan energi;
 budidaya pertanian;
 peningkatan tutupan vegetasi; dan
 pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
Pemerintah Aceh melalui Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal)
Aceh merespon ProKlim dengan mengembangkan pilot projek “Gampong Iklim” di
empat lokasi (1) Gampong Saree , Kec. Lembah Seulawah, Kab. Aceh Besar, (2)
Dusun Teupin Layeun ,Gampong Iboih, Kec. Sukakarya, Kota Sabang, (3) Kampung
Kelitu, Kec. Bintang , Kab. Aceh Tengah dan (4) Kawasan Gampong Ulee Lheu di Kec.
Meuraxa ,Kota Banda Aceh dan Lamteh, Kec. Peukan Bada Kab. Aceh Besar.
Gampong Saree Aceh adalah daerah yang menjadi sumber mata air bagi
masyarakat di Kab. Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Masyarakat di Gampong Saree
cukup aktif dalam menjaga sumber air dan melakukan berbagai kegiatan dalam
melestarikan lingkungan dengan melakukan penanaman berbagai jenis pohon dalam
kebun-kebun masyarakat, pemanfaatan limbah hasil ternak dan hasil pertanian menjadi
pupuk organic serta perlindungan sumber mata air. Kawasan Iboih, Ulee Lheu, Lamteh
dan Kelitu merupakan lokasi eko wisata yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah
setempat dan sangat potensial dalam melaksanakan ProKlim karena cukup tingginya
kesadaran masyarakat kampong dalam memelihara kondisi lingkungan untuk mencapai
target menjadi salah satu daerah tujuan ekowisata di Aceh.
Kampung Kelitu juga memproduksi buah pokat terbaik di Aceh Tengah dan
mempunyai sumber mata air abadi yang masih belum tertangani secara optimal.
Kawasan Ulee Lheu/Lamteh yang merupakan bagian terujung pulau sumatera dengan
pelabuhan utama ke Sabang sangat perlu dijaga kondisi lingkungannya agar mampu
menjaga citra Aceh di mata dunia. Di Ulee Lheu/Lamteh telah dilaksanakan penanaman
tanaman pantai dan mangrove untuk menghijaukan kembali pantai pasca tsunami,
namun masih ada lokasi-lokasi yang perlu dilakukan konservasi lebih lanjut. Gampong
Iboih, kawasan wisata yang sangat populer di Sabang, masih perlu ditata ulang kondisi
lingkungannya terutama pengelolaan sampah dan limbah domestik, sumber air bersih
dan perlindungan kehati pesisir (terumbu karang dan padang lamun).
Pada lokasi-lokasi pilot projek akan dilakukan kegiatan-kegiatan yang
mendukung Proklim seperti konservasi dengan penanaman pohon sesuai kondisi
daerah setempat, penyediaan tempat-tempat sampah, pembangunan IPAL,
pembangunan bak penampung sumber air, pemasangan papan-papan informasi dan
baliho, serta sosialisasi pengelolaan lingkungan langsung ke masyarakat.
Peran serta masyarakat , terutama masyarakat adat merupakan factor utama
dari keberhasilan pelaksanaan ProKlim. Dengan ProKlim , kesiapan dini masyarakat
dalam menghadapi dampak perubahan iklim dapat dibangun. Diharapkan ProKlim
mampu mendukung target pemerintah dalam menurunkan emisi GRK sebesar 26%
pada tahun 2020 dan menjadi sebuah gerakan social di semua perkampungan di Aceh.

Anda mungkin juga menyukai