Anda di halaman 1dari 4

RUMUSAN

Rapat Koordinasi Teknis Bidang KSDAE Tahun 2018

Memperhatikan arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan paparan:


1. Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
2. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem;
3. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas;
4. Sekretaris Ditjen KSDAE dan Direktur lingkup Ditjen KSDAE;
5. Prof. Dr. Jatna Supriatna (Universitas Indonesia);
6. Sandrayati Moniaga (Komnas HAM);

serta hasil diskusi dan tanggapan Gugus Tugas Multipihak, selama pelaksanaan Rakornis,
dirumuskan hal-hal sebagai berikut :

1. Arahan Kebijakan
a. Kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati mempunyai peran yang sangat
penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan baik ditinjau dari aspek
ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya.
b. Pengelolaan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati menghadapi
permasalahan serius yang perlu penanganan secara cepat dan tepat, seperti kebakaran
hutan, perburuan satwa, tenurial, perambahan, dan keterlanjuran.
c. Pengelolaan kawasan konservasi tidak dapat lagi dilakukan secara parsial, tetapi harus
dilakukan dengan pendekatan holistik, integratif, dan spasial/lansekap, serta kerja
sama dengan para pihak.
d. UPT Ditjen KSDAE mempunyai tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan konservasi
dan keanekaragaman hayati sekaligus mendukung pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan wilayah.
e. UPT Ditjen KSDAE harus memegang teguh mandat yang diterima dan menjalankan
tugas sebagai pemerintah di tingkat lapangan dalam konteks simbolik, ekstraktif,
regulatif, distributif, dan responsif.
f. Pengelola kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati harus berperan sebagai
negosiator, bertindak solutif, dan mampu bekerja sama dengan para pihak sesuai
dengan kewenangannya.

1
2. Arahan Teknis
a. Pengelolaan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati harus dilaksanakan
secara efektif dan optimal agar tetap lestari dan bermanfaat bagi masyarakat, serta
mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
b. Menghadapi tantangan dan tuntutan yang semakin besar dibutuhkan adanya reorientasi
penyelenggaraan KSDAE dengan berbasis keilmuan (scientific based), menempatkan
masyarakat sebagai subjek, penghormatan pada HAM, penerapan smart RBM, dan
kemitraan konservasi sebagaimana arahan Dirjen KSDAE dalam 10 Cara Baru
Pengelolaan Kawasan Konservasi.
c. Pemulihan ekosistem dilakukan dengan melibatkan kelompok masyarakat sebagai
modal sosial. Sedangkan penyelesaian permasalahan kawasan konservasi perlu
mengedepankan upaya non litigasi melalui dialog, musyawarah, dan pendekatan
persuasif, dan berpedoman pada Perdirjen P.6/2018 tentang Kemitraan Konservasi.
d. Penyelenggaraan kerjasama di bidang KSDAE dilakukan secara tertib administrasi dan
tertib aturan, dengan tujuan untuk memastikan kepatuhan prosedur, kewenangan,
substansi, dan memastikan prinsip kehati-hatian, terpenuhinya syarat dan pemenuhan
kewajiban para pihak, terdokumentasikannya perjanjian kerjasama, tertib pelaporan,
dan pengawasan, sebagaimana ditegaskan dalam SE.12/KSDAE/Set/Kum.3/10/2018
tanggal 18 Oktober 2018.
e. Untuk lebih menjamin kelestarian keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara
berkelanjutan, segera dilakukan pengembangan basis data (online) TSL-Lembaga
Konservasi, PPS, pendaftaran kepemilikan satwa, penangkaran, peningkatan populasi
di alam, penanganan konflik satwa berdasarkan SRAK, pemanfaatan sumber daya
genetik dan mikro organisme, penerapan konsep one health, bioprospecting,
operasionalisasi balai kliring keanekaragaman hayati, litbang dan inovasi.
f. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi, UPT KSDAE
agar melakukan kajian daya dukung objek daya tarik wisata alam dan pengembangan
wisata alam berbasis masyarakat, dan manajemen pengunjung.
g. Untuk melestarikan ekosistem penting di luar kawasan konservasi yang merupakan
habitat tumbuhan dan satwa liar, perlu dilakukan inventarisasi dan identifikasi secara
intensif, dan diusulkan penetapannya sebagai kawasan ekosistem esensial, dan
membangun berbagai Forum Pengelola, sebagaimana diinisiasi di Wehea-Kelay,
Provinsi Kalimantan Timur.
h. Sebagai pengembangan SMART-RBM perlu mekanisme alur data dari lapangan ke Pusat
yang dikoordinasikan oleh Direktur KK dan diintegrasikan dalam Sitroom Ditjen KSDAE.
Hasil Smart-RBM harus dijadikan alat untuk membuat skala prioritas UPT dalam
melakukan Quick Response terhadap perburuan, konflik satwa, dan sebagainya.

2
i. Untuk mewujudkan penyelenggaraan KSDAE sebagaimana di atas diperlukan adanya
dukungan manajemen yang memadai berupa anggaran operasional, sarana-prasarana,
SDM, dan peraturan perundangan.

3. Arahan Role Model


a. Role Model harus memiliki : (1) nilai inovasi (kebaruan, kemanfaatan), (2) orisinalitas, (3)
pembelajaran dari keberhasilan atau kegagalan. Role Model sebaiknya : (1) berskala
SMALL, (2) terjadi CHANGE, (3) yang bisa MEASURABLE.
b. Role Model agar dicermati oleh setiap UPT, dan dilaporkan kepada Dirjen KSDAE.
Selanjutnya GTM akan memverifikasi dan melaporkan hasilnya kepada Direktur
Jenderal KSDAE.
c. Ketua Divisi (Sekditjen KSDAE dan Para Direktur) merekomendasikan 10-15 Role Model
yang perlu ditindaklanjuti pada tahun 2019 beserta konsekuensi pemenuhan kebutuhan
sumber dayanya.

4. Rekomendasi
a. Kemampuan leadership di semua level sampai ke tingkat resort; meningkatkan
kekompakan staf, membangun visi bersama, sistem kerja tim, dan secara bertahap
meningkatkan berbagai bentuk komunikasi dan kemitraan dengan desa-desa
penyangga, pemerintah kabupaten, dan provinsi, serta mitra lainnya, dengan
berpedoman pada 10 Cara (Baru) Kelola Kawasan Konservasi.
b. Role Model dan Kemitraan Konservasi diusulkan masuk dalam RPJMN dan
keberhasilannya dapat direplikasi oleh Satuan Kerja lain yang memiliki tipologi yang
mirip.
c. UPT Ditjen KSDAE yang membutuhkan dukungan teknis dalam implementasi SMART-
RBM, akan difasilitasi oleh POKJA SMART-RBM dan PUSDIKLAT KLHK, dan para pihak
lainnya.
d. Kajian revisi peraturan perundangan yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal KSDAE, antara lain Permenhut Nomor P.37/2013 tentang Tata Cara
Pengenaan dan Penyetoran PNBP dan Permenhut Nomor P.04/Menhut/2014 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam.

Anda mungkin juga menyukai