PENYADAPAN
Mody Lempang
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
1
Info Teknis EBONI
Vol. 15 No. 1, Juli 2018 : 1 - 16
2
Pemungutan Getah Pinus dengan Tiga Sistem Penyadapan
Mody Lempang
3
Info Teknis EBONI
Vol. 15 No. 1, Juli 2018 : 1 - 16
A. Faktor Intern
Faktor intern yang berpengaruh terhadap produksi getah pinus
antara lain genetik (antar jenis atau antar galur dalam satu jenis
pohon), umur tanaman, diameter dan tinggi pohon, kondisi tajuk,
volume kayu gubal, dan kerapatan tegakan (Tantra, 1983; Lempang
dan Sumardjito, 1995; Tiwari et al., 2012).
B. Faktor Ekstern
Getah adalah bagian dari hasil proses fisiologi tumbuhan, maka
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada
umumnya juga berpengaruh terhadap produksi getah. Faktor-faktor
ekstern yang berpengaruh terhadap produksi getah (Rochidayat dan
Sukawi, 1979; Suharlan et al., 1980; Kasmudjo, 1992; Rodrigues et
al., 2008) antara lain lingkungan (cahaya dan temperatur, tempat
tumbuh, unsur hara, udara, dan air), kegiatan pengelolaan
(pengembalaan, pembakaran, dan pemangkasan cabang,
penjarangan tanaman dan teknik penyadapan). Teknik penyadapan
getah pinus meliputi bentuk luka sadap, pola sadap, ukuran lebar dan
kedalaman luka sadap, arah luka sadap, intensitas pemungutan dan
pembaharuan luka sadap, serta penggunaan stimulan.
4
Pemungutan Getah Pinus dengan Tiga Sistem Penyadapan
Mody Lempang
5
Info Teknis EBONI
Vol. 15 No. 1, Juli 2018 : 1 - 16
meter, terlebih lagi bila pada satu pohon terdapat lebih dari satu
koakan.
2. Sistem Kopral
Penerapan sistem kopral (riil) atau sistem India merupakan
sistem penyadapan getah pinus yang dianggap paling aman untuk
kelestarian pohon pinus karena menyebabkan kerusakan batang yang
relatif kecil. Penyadapan getah pinus dengan sistem ini dilakukan dari
bagian pangkal batang ke arah atas dengan menggunakan pisau
sadap, luka sadap berbentuk huruf V (pola India), lebar 15 cm,
kedalaman 1 cm (bagian kayu yang terluka sekitar 0,2 cm) dan jarak
antara setiap luka sadap 2 cm. Hasil getah dan pembuatan luka
sadap baru dilakukan setiap periode 3-4 hari. Jika menggunakan
perangsang maka dapat digunakan stimulan H2SO4 dengan
konsentrasi 15% dengan volume sekitar 1 ml/luka sadap (Lempang,
2017). Pemberian perangsang dapat dilakukan dengan cara
menyemprot menggunakan sprayer atau dilabur menggunakan sikat
gigi di atas luka sadap yang baru dibuat. Jika bidang sadap pertama
habis, bidang sadap berikutnya dapat dibuat di sisi lain pada batang.
Sistem kopral dinilai aman terhadap pohon yang disadap karena luka
sadap yang dibuat dangkal dan dapat segera menutup/pulih kembali
dalam waktu 2-3 tahun. Penerapan sistem ini selain lebih aman, juga
murah karena alat yang utama untuk penyadapan hanya
membutuhkan pisau sadap dan wadah penampung getah yang
konvensional berupa batok kelapa dan mangkuk plastik.
3. Sistem Bor
Sistem penyadapan getah pinus dengan cara membor batang
pohon menggunakan bor manual telah dilakukan di Indonesia
khususnya Sumatera Utara dan KPH Bumiayu di Jawa pada tahun
1966. Namun sistem ini dinilai tidak praktis, dan tidak ekonomis serta
menyusahkan para pekerja dalam pelaksanaannya, karena relatif
butuh banyak tenaga yang dikeluarkan untuk membuat satu luka bor,
sehingga menyebabkan kapasitas kerja menjadi rendah (Idris dan
Soenarno, 1983). Sistem bor menggunakan bor listrik yang dilengkapi
dengan jenset telah diuji coba dalam penelitian penyadapan getah
pinus di Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2006. Pembuatan luka
sadap dimulai dari bagian pangkal batang ke arah atas, luka sadap
berbentuk lubang diameter 2,2 cm (7/8”) dengan kedalaman 4-8 cm.
Untuk memudahkan getah mengalir dari dalam batang pohon ke
6
Pemungutan Getah Pinus dengan Tiga Sistem Penyadapan
Mody Lempang
A B C
7
Info Teknis EBONI
Vol. 15 No. 1, Juli 2018 : 1 - 16
8
Pemungutan Getah Pinus dengan Tiga Sistem Penyadapan
Mody Lempang
N1V1 = N2V2
dimana: N1 = kepekatan asam kuat (H2SO4)
V1 = volume asam keras yang digunakan
N2 = kepekatan stimulan yang diinginkan
V2 = volume air.
Penyadapan kering (tanpa stimulan) dan terutama dalam
penyadapan yang menggunakan stimulan, sebaiknya alat penampung
(mangkok) getah yang digunakan tidak terbuat dari bahan logam.
Bahan logam mudah bereaksi dengan stimulan yang terbuat dari
asam kuat dan menimbulkan korosi (karat), sehingga akan
menurunkan kualitas getah.
9
Info Teknis EBONI
Vol. 15 No. 1, Juli 2018 : 1 - 16
10
Pemungutan Getah Pinus dengan Tiga Sistem Penyadapan
Mody Lempang
Sistem
Keunggulan Kelemahan
penyadapan
daripada sistem koakan, rendah daripada sistem bor dan
kerusakan kayu tidak ada koakan, kualitas hasil getah lebih
rendah daripada penyadapan sistem
bor dan relatif sama dengan sistem
koakan.
Bor Kedalaman penyadapan lebih Harga dan biaya pemeliharaan mesin
mudah dikontrol yaitu dengan bor sadap sangat mahal, memerlukan
memberikan tanda tertentu di persyaratan kualifikasi tenaga
bagian mata bor; hasil getah penyadap yang lebih baik
8,3 g/pohon/hari (tanpa dibandingkan dengan sistem koakan
stimulan) dan 11,9 dan kopral; memerlukan pengetahuan
g/pohon/hari (dengan stimulan tambahan tentang teknik perawatan
H2SO4 15%) lebih tinggi alat sadap bor yang tidak sederhana,
daripada hasil getah baik waktu penyadapan bidang sadap
sistem koakan maupun sistem singkat (kurang dari 1 tahun) dan
kopral, kualitas getah sangat kerusakan kayu banyak.
baik (tidak tercampur kotoran),
intensitas pembaharuan luka
sadap lebih panjang (6-7) hari,
produktivitas kerja dan
pendapatan penyadap lebih
mudah ditingkatkan.
11
Info Teknis EBONI
Vol. 15 No. 1, Juli 2018 : 1 - 16
Getah pinus sebagai salah satu jenis HHBK sudah masuk dalam
sistem perdagangan internasional. Produksi getah pinus Perum
Perhutani dalam perdagangan getah pinus Indonesia di pasar
12
Pemungutan Getah Pinus dengan Tiga Sistem Penyadapan
Mody Lempang
X. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alrasjid, H., Natawiria, D. & Ginting, A.N. (1983). Pembinaan hutan pinus
khususnya Pinus merkusii untuk penghara industri. Proceeding
Simposium Pengusahaan Hutan Pinus (Jakarta, 23-28 Juli 1983).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
13
Info Teknis EBONI
Vol. 15 No. 1, Juli 2018 : 1 - 16
Bina. (2012). Perhutani Menuju Era Getah Bersih. Jakarta: Media Berita
Kehutanan dan Lingkungan, Ed. 8 Oktober 2012, Thn. XXXIX, Hal.23.
Idris, M.M. & Soenarno. (1983). Aspek teknis eksploitasi hutan pinus di
Pulau Jawa. Proceeding Simposium Pengusahaan Hutan Pinus
(Jakarta, 23-28 Juli 1983). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan, Bogor.
Lempang. (2017). Studi penyadapan getah pinus cara bor dengan stimulan
H2SO4. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 35(3): 221-230.
14
Pemungutan Getah Pinus dengan Tiga Sistem Penyadapan
Mody Lempang
Rodrigues, K.C.S., Azevedo, K.C.N., Sobreiro, L.E., Pelissari, P., & Pett-Neto,
A.G. (2008). Oleoresin yield of Pinus elliotti plantation in subtropical
climate: Efect of tree diameter, wound shape and concentration of
activeadjuvants in resin stimulating paste. Journal Crops and Product,
27: 322-327.
Satil, F., Selvi, S. & Polat, R. (2011). Ethnic uses of pine resin production
from Pinus brutia by native people on the Kazdag Mountain (Mt. Ida)
in Western Turkey. Journal of Food, Agriculture & Environment
9(4),1059-1063.
Sharma, K.R & Lecha, C. (2013). Tapping of Pinus ruxburghii (Chir Pine) for
oleoresin in Himachal Pradesh, India. Advances in Forestry Letters
(AFL) 2(3),53-57.
15
Info Teknis EBONI
Vol. 15 No. 1, Juli 2018 : 1 - 16
Sukarno, A., Hardianto, E.B., Marsoem, S.N. & Na’iem, M. (2015). Oleoresin
production, turpentine yield and components of Pinus merkusii from
various Indonesia provenances. Journal of Tropical Forest Science
27(1),136-141.
Tiwari, Setyendra, P., Kumar, P., Yadav, D. & Chuhan DK. (2012).
Comparative morphological epidermal and anatomical studies of Pinus
roxburlgii needles at different altitudes in the North-West Indian
Hymalayas. Turkish Journal of Botany, 37: 65-73.
16