Anda di halaman 1dari 197

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
160

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agusmidah. Dilematika Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Hukum.


Jakarta : Sofmedia, 2011.

Asikin, Zainal dan Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta :


Raja Grafindo Persada, 2004.

Budiono, Abdul Rahman. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta:


Rajagrafindo Persada, 1995.

Djumala, Darmansjah. Soft Power Untuk Aceh Resolusi Konflik dan


Politik Desentralisasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2013.

Fuadi, Zakat Dalam Sistem Hukum Pemerintahan Aceh. Yogyakarta : Deepublish,


2016.

Hasjmy, Ali. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta : Penerbit Beuna, 1983.

Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Depok:


Rajagrafindo Persada, 2012.

Indrati, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik


Pembentukanya. Yogyakarta : Kanisius, 2007.

Jamuda, Affan. Tueng Pusaka Acheh. Banda Aceh : Angkasa Muda. 2003.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Khakim, Abdul. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.


Bandung : Citra Aditya Bakti, 2014.

------------------, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan


Industrial (Antara Peraturan dan Pelaksanaan). Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2010.

Kosidin, Koko. Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan


Perusahaan. Bandung : Mandar Maju, 1999.

Maimun. Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar. Jakarta: Pradnya


Paramita, 2003.

159

Universitas Sumatera Utara


161

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana, 2008.

Nasution, Bahder Johan. Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat


Bagi Pekerja. Bandung : Mandar Maju, 2004.

Naurina, Vita. Analisis Data. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2010.

Print, Darwan. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : Citra


Aditya Bakti, 1994.

Samad, Yunus. Hubungan Industrial Di Indonesia. Jakarta : Bina


Sumberdaya Manusia,1995.

Sedjun, Manulang H. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.


Jakarta Rineka Cipta, 1995.

Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan,


1992.

Uwiyo, Aloysius. Asas-Asas Hukum Perburuhan. Jakarta: Grafindo


Persada, 2014.

Wijayanti, Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta:


Sinar Grafika, 2010.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : Hidakarya, 1989.

B. Peraturan Perundang—Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1981 Tentang Wajib


Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1993 Tentang


Jamsostek.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang


Serikat Pekerja.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang


Pemerintahan Aceh.

Universitas Sumatera Utara


162

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang


Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1980 Tentang


Wajib Lapor Lowongan Kerja.

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang


Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun


1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di
Perusahaan.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun


2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi


Nomor Kep.102/Men/Vi/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan
Upah Kerja Lembur.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


No. 40 Tahun 2012 Tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang
Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing.

Republik Indonesia, Qanun No.11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam
Bidang Ibadah, Aqidah dan Syiar Islam

Republik Indonesia, Qanun Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Retribusi


Penerimaan Terpadu.

Republik Indonesia, Qanun Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal

Republik Indonesia, Qanun Nomor 7 Tahun 2014 Tentang


Ketenagakerjaan.

Universitas Sumatera Utara


163

Pembukaan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara


pemerintah RI dan GAM.

C. Jurnal

Anggraini, Jum. Kedudukan Qanun dalam Sistem Pemerintahan Daerah


dan Mekanisme Pengawasannya. FH Universitas Tama Jagakarsa
Jakarta. Jurnal Hukum No.3 Vol.18 Juli 2011.

Kilpatrick, Claire. Has Nem Labour Reconfigured Employment


Legislation?. Industrial Law Jurnal, No.3 Vol.32, 2003.

D. Internet

Laporan Realisasi Investasi PMA http://acehinvestment.com/wp-


content/uploads/downloads/2014/11/Laporan-Realisasi-Investasi-TW-III-
PMA.pdf (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)

Majalah nakertrans edisi 1/XXIV Februari 2004, fenomena baru ketenagakerjaan


http://www.nakertrans.go.id/nemsdetail.php/id=139 (diakses pada tanggal
22 Mei 2016)

Program Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela


(TKS)http://tksnakertrans.com /?page_id=33 “Program Pendayagunaan
Tenaga Kerja Sukarela (TKS)” (diakses pada tanggal 30 Agustus
2016)

Operasi Militer Indonesia di Aceh https://id.wikipedia.org/wiki/Operasi


_militer_Indonesia _di_Aceh_1990-1998, (diakses pada tanggal 29
Agustus 2016)

Disabilitas, http://www.kompasiana.com/lenterakecil/pengertiandisabilitas
(diakses pada tanggal 23 Agustus 2016)

Jabatan yang tidak boleh dijabat oleh orang asing,


http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fbdac4174f38/jabatan
jabatan-yang-dapat-dijabat-oleh-orang-asing, (diakses pada tanggal 10
agustus 2016).

Universitas Sumatera Utara


164

Humas Sekretariat PEMKO Langsa, http://langsakota.go.id/humas/headline/hari-


lingkungan-hidup-se-dunia-wakil-walikota-langsa-tanam-pohon, (diakses
pada tanggal 29 Agustus 2016)

Fiksi hukum harus didukung, http://www.hukumonline.com/berita/baca


/hol19115/fiksi-hukum-harus didukung, (diakses pada tanggal 28 Agustus
2016)

Studi Kepustakaan, http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/51598/4/


Chapter%20I.pdf (diakses tanggal 13 Juni 2016).

Amir Hamzah, http://www.acehfeature.org, tradisi khas masyarakat Aceh

(diakses pada 17 Oktober 2016)

Universitas Sumatera Utara


78

BAB III

PENGATURAN TENTANG KETENAGAKERJAAN DALAM


PERUSAHAAN YANG BERADA DI WILAYAH PROVINSI ACEH

A. Pengaturan Hukum Ketenagakerjaan Sebelum Dan Sesudah

Penandatanganan Memorendum of Understanding (MOU) Antara

Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Provinsi Aceh

Provinsi aceh yang selama ini dikenal dengan sebutan serambi mekah ini

terletak di barat pulau sumatera telah sejak lama, telah sejak lama Aceh dikenal

sebagai salah satu provinsi yang didalam wilayahnya beroperasi perusahaan-

perusahaan besar, sebut saja PT. Arun LNG, PT. ASEAN dan PT. Pupuk Iskandar

Muda yang berada di Lhokseumawe, PT. Gruti yang berada di Aceh Timur serta

masih banyak lagi perusahaan lainnya. Beberapa dari perusahaan tersebut ada

yang sudah tidak beroperasi dikarena konflik Aceh yang berkepanjangan juga

karena pengaturan hukum ketenagakerjaan yang saat itu mengatur perusahaan

tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan dari konflik tersebut.

Sehingga pengaturan hukum Ketenagakerjaan Aceh dapat dibedakan menjadi 2,

yaitu:

1. Pengaturan hukum ketenagakerjaan di wilayah Aceh sebelum penandatanganan

Memorendum of Understanding (MOU) antara Pemerintah RI dan Gerakan

Aceh Merdeka di Provinsi Aceh.

Selama ini Aceh dikenal sebagai sebuah provinsi yang mempunyai sejarah

panjang terkait gerakan separatis hingga berujung dengan ditetapkannya Aceh

sebagai Daerah Operasi Militer (selanjutnya disebut DOM) guna menghentikan

77

Universitas Sumatera Utara


79

sepak terjang kelompok separatis GAM. Konflik yang berkepanjangan antara

Pemerintah RI dan GAM selama bertahun-tahun telah menyebabkan banyak

kerugian di kedua belah pihak, namun kerugian tersebut tentu akan lebih

banyak dirasakan oleh masyarakat yang berada di daerah tempat

berlangsungnya konflik yang tidak lain adalah masyarakat Aceh sendiri.

Selama berlangsungnya konflik di Aceh diperkirakan sekitar 13.000 nyawa

melayang,169 tersendatnya kegiatan pemerintahan dan perekonomian yang

ditandai dengan ditutup/dibakarnya sebagian besar kantor-kantor

penyelenggara kegiatan pemerintahan dan perusahaan yang berada di wilayah

Aceh.

Meskipun kegiatan pemerintahan pada masa DOM nyaris lumpuh, namun

untuk perusahaan-perusahaan yang masih beroperasi pada masa itu tetaplah diatur

dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah RI di bidang ketenagakerjaan,

tindakan tersebut pada dasarnya semakin menyulut pihak separatis karena

pemberlakuan produk hukum pemerintah RI di wilayah Aceh adalah suatu bentuk

penolakan terhadap tujuan GAM yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.

Peraturan-peraturan terkait ketenagakerjaan yang digunakan pada masa

DOM Aceh (sebelum Memorendum of Understanding (MOU) antara Pemerintah

RI dan GAM) terdiri dari berbagai Peraturan Perundang-Undangan, diantaranya

ialah:170

169
Operasi Militer Indonesia di Aceh, https://id.wikipedia.org/wiki/Operasi_militer
_Indonesia_di_Aceh_1990-1998, (diakses pada tanggal 29 Agustus 2016)
170
Hasil wawancara dengan staff Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Mobilitas Kota Langsa

Universitas Sumatera Utara


80

a. UU No. 7 Tahun 1981 yang mewajibkan setiap pengusaha atau pengurus

untuk melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan,

menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada

menteri atau pejabat yang berwenang. Laporan ini disampaikan kepada

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk

selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah

mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan. Dalam

hal pemindahan, penghentian, pembubaran perusahaan pengusaha atau

pengurus juga diwajibkan untuk melaporkan secara tertulis kepada menteri

atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga

puluh) hari sebelum dilakukannya pemindahan, penghentian atau

pembubaran perusahaan tersebut yang memuat keterangan berupa nama dan

alamat perusahaan atau bagian perusahaan; nama dan alamat pengusaha;

nama dan alamat pengurus perusahaan; tanggal memindahkan,

menghentikan atau membubarkan perusahaan; kewajiban-kewajiban yang

telah dan akan dilaksanakan terhadap buruhnya, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, perjanjian kerja, perjanjian perburuhan

dan kebiasaan-kebiasaan setempat; dan jumlah buruh yang akan

diberhentikan. Batas waktu proses pengesahan pendaftaran wajib lapor

ketenagakerjaan di perusahaan adalah 1 (satu) hari kerja setelah menerima

berkas pendaftaran wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan yang telah

diisi lengkap dan ditandatangani dengan dibubuhi stempel perusahaan.

Pengusaha atau pengurus dapat diancam pidana kurungan selama-lamanya 3

Universitas Sumatera Utara


81

(tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta Rupiah),

apabila tidak memenuhi kewajiban wajib lapor ketenagakerjaan171;

b. Untuk mengatur jaminan sosial tenaga kerja digunakan UU No. 3 tahun

1993 tentang jamsostek yang ruang lingkup pengaturannya adalah jaminan

kecelakaan kerja, jaminan kematian, jamian hari tua dan jaminan

pemeliharaan kesehatan.

c. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat

Pekerja/Serikat Buruh , sehingga untuk mengatur ini digunakanlah UU No.

21 tahun 2001 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja. Serikat Pekerja yang

telah terbentuk harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi

pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat

untuk dicatat dengan melampirkan daftar nama anggota pembentuk,

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dan juga susunan dan nama

pengurus.

d. Untuk mengatur penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang

digunakan Keputusan presiden No. 75 Tahun 1995.

e. Untuk mengatur tentang wajib lapor lowongan kerja digunakan Keputusan

presiden No. 4 Tahun 1980.

f. Untuk mengatur tentang tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja di

perusahaan digunakan Peraturan menteri No. 4 tahun 1994.

g. Pengaturan terkait kerja lembur dan upah lembur digunakan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. KEP.102/MEN/VI/2004.

171
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
SE.3/MEN/III/2014 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan

Universitas Sumatera Utara


82

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja yang

telah disepakati wajib membayar upah lembur, waktu kerja lembur hanya

dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14

(empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu, ini tidak termasuk kerja lembur

yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi. Bagi

pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu (yang

memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan

pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi

menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan) tidak berhak atas upah

kerja lembur dengan ketentuan mendapat upah yang lebih tinggi. Untuk

melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan

persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan, perintah tertulis

tersebut dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia

bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan

dan pengusaha. Pengusaha harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur

yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu

kerja lembur.

Karyawan yang bekerja lembur selain diberi upah kerja lembur, juga wajib

diberi kesempatan untuk istirahat secukupnya, serta wajib diberikan

makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja

lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih yang mana makanan dan

minuman ini tidak boleh diganti dengan uang.

Universitas Sumatera Utara


83

h. Dan berbagai peraturan lain dibidang ketenagakerjaan.

Peraturan- peraturan ketenagakerjaan sebagaimana telah disebutkan diatas

dianggap belum mampu mengakomodir keinginan masyarakat Aceh karena

peraturan-peraturan tersebut dalam pelaksanaannya lebih mementingkan

pengusaha dibandingkan rakyat Aceh. Masayarakat Aceh menginginkan sebuah

peraturan ketenagakerjaan yangn benar- benar mampu membantu menghidupkan

perekonomian Aceh akibat konflik serta mencerminkan kehidupan masyarakat

Aceh yang memegang teguh adat dan syariat Islam

2. Pengaturan hukum ketengakerjaan di wilayah aceh setelah MOU antara

pemerintah RI dengan GAM

Aceh yang lebih dari 2 (dua) dekade ditetapkan sebagai daerah operasi militer

dan ditambah dengan hantaman gelombang tsunami secara nyata telah

melumpuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat aceh, namun penderitaan

tersebut secara berangsur-angsur mulai menemui titik terang. Konflik Aceh pada

akhirnya dapat diselesaikan dengan damai melalui dialog dan perundingan yang

dimediasi oleh Mr. Martti Ahtisaari mantan Presiden Finlandia, 172 tepat pada hari

senin tanggal 15 agustus 2005 pemerintah RI dan GAM sepakat menandatangani

nota kesepahaman di Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepahaman ini

menegaskan komitmen kedua belah pihak untuk resolusi konflik Aceh secara

damai, menyeluruh dan bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk

menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan

melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam rangka Negara kesatuan dan

172
Darmansjah Djumala, Soft Power Untuk Aceh Resolusi Konflik dan Politik
Desentralisasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013) Hlm.6

Universitas Sumatera Utara


84

konstitusi Republik Indonesia. Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan

penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan

pembanngunan kembali aceh pasca tsunami akhir 2004 dapat mencapai kemajuan

dan keberhasilan. Para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk

membangun rasa saling percaya yang nantinya akan memandu proses

tranformasi. 173

Sebagai tindak lanjut dari diadakannya nota kesepahaman terkait perdamaian

di Aceh maka kedua belah pihak mulai berbenah. Pemerintah RI sebagai bentuk

komitmennya terhadap nota kesepahaman tersebut membuat UU baru yang

khusus mengatur tentang pemerintahan Aceh yaitu UU No.11 Tahun 2006,

begitupun dengan pemerintah Aceh yang sudah mulai bangkit dari

keterpurukannya. Fokus utama pemerintah aceh saat itu adalah kembali

menghidupkan perekonomian Aceh yang sempat lumpuh, salah satu penggerak

roda perekonomian di Aceh adalah aktivitas perusahaan yang berada di wilayah

aceh. Perusahaan-perusahaan merupakan wadah yang akan menyediakan lapangan

pekerjaan bagi masyarakat Aceh, untuk itu dirasa perlu mengadakan suatu

pembangunan di bidang ketengakerjaan.

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan

Aceh, dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan harkat, martabat, dan

harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan

merata, baik material maupun spiritual. 174 Pembangunan ketenagakerjaan harus

diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang

173
Pembukaan nota kesepahaman antara pemerintah RI dan GAM
174
Republik Indonesia, Qanun Ketenagakerjaan, Op., Cit., Penjelasan.

Universitas Sumatera Utara


85

mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja serta pada saat yang bersamaan dapat

mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan tidak

hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama dan sesudah masa kerja

tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan

masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan ketenagakerjaan yang antara lain

mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan

daya saing tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial.

Peraturan yang selama ini dipergunakan untuk mengatur ketenagakerjaan di

Provinsi Aceh adalah kumpulan dari beberapa peraturan perundang-undangan

yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI.175 Sehubungan dengan perkembangan

ketenagakerjaan , kehidupan budaya serta adat istiadat Aceh, juga penyesuaian

dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang masih

berlaku di wilayah Aceh, serta kewenangan luas yang diberikan kepada

Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota yang tertuang dalam UU

Pemerintahan Aceh. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 175 UU Pemerintahan

Aceh, setiap tenaga kerja mempunyai hak yang sama untuk mendapat pekerjaan

yang layak di Aceh. Dalam hal ini Pemerintah Aceh dan Pemerintah

Kabupaten/Kota memberikan kesempatan dan pelindungan kerja bagi tenaga kerja

di Aceh dan dapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota

asal tenaga kerja yang bersangkutan. Selanjutnya, semua tenaga kerja di Aceh

175
Hasil wawancara dengan bapak Zulkifli selaku responden yang berkedudukan sebagai
Kepala Bidang Dinas sosial, Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa

Universitas Sumatera Utara


86

harus terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

masing-masing Kabupaten/Kota.

Disahkannya Qanun Ketenagakerjaan ini bukan berarti menjadikan peraturan

perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI di bidang

Ketenagakerjaan tidak berlaku lagi. Peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan

yang dikeluarkan oleh pemerintah RI yang selama ini digunakan pada perusahaan

di wilayah aceh tetap berlaku selama peraturan yang bersangkutan tidak

dinyatakan dicabut atau digantikan dengan peraturan lain.176 Selain itu Qanun

Ketenagakerjaan sendiri merupakan produk turunan dari UU Ketenagakerjaan itu

sendiri, yang tujuannya tidak lain adalah mengakomodir kondisi ketenagakerjaan

aceh pada saat ini. Perbedaan yang mencolok antara pengaturan hukum

ketenagakerjaan sebelum dan sesudah MOU antara Pemerintah RI dengan GAM

adalah sesudah MOU provinsi aceh memiliki peraturan ketenagakerjaan yang

mengakomodir kepentingan, nilai-nilai, serta adat istiadat masyarakat Aceh. Salah

satu bentuk pengakomodiran kepentingan, nilai-nilai, serta adat istiadat

masyarakat Aceh dalam Qanun Ketenagakerjaan adalah diwajibkannya

perusahaan yang berada diwilayah Aceh untuk menggunakan tenga kerja Aceh,

adanya pengaturan terkait pekerja perempuan yang harus menggunakan pakaian

sesuai syariat Islam, perusahaan diwajibkan untuk melakukan pengelolaan Zakat,

infaq dan shadaqah yang berkoordinasi dengan Baitul Mal Aceh dan/atau Baitul

Mal Kabupaten/Kota, serta beberapa hal lainnya.177

176
Hasil wawancara dengan bapak Zulkifli selaku responden yang berkedudukan sebagai
Kepala Bidang Dinas sosial, Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa
177
Republik Indonesia, Qanun Ketenagakerjaan, Loc., Cit.

Universitas Sumatera Utara


87

B. Kedudukan Tenaga Kerja dalam Qanun No. 7 Tahun 2014 Tentang

Ketenagakerjaan

Dalam hukum ketenagakerjaan terdapat para pihak yang saling terkait satu

sama lainnya, salah satunya adalah pekerja/buruh. Istilah pekerja atau buruh

secara yuridis sebenarnya adalah sama dan tidak ada perbedaan diantara

keduanya. Kedua kata tersebut dipergunakan dan digabungkan menjadi

“pekerja/buruh” dalam peraturan-peraturan yang mengatur hal-hal yang berkaitan

dengan ketenagakerjaan, hal ini dapat dilihat di dalam UU Ketenagakerjaan dan

Qanun Ketenagakerjaan untuk menyesuaikan dengan istilah “serikat

pekerja/serikat buruh” yang terdapat dalam UU No.21 Tahun 2000 yang telah

diundangkan sebelumnya.

Pada zaman Hindia Belanda istilah buruh hanya diperuntukkan bagi orang-

orang yang melakukan pekerjaan tangan atau pekerjaan kasar seperti kuli, tukang

mandor dan lainnya yang didunia barat dikenal dengan istilah blue collar. Orang

yang melakukan pekerjaan halus terutama yang mempunyai pangkat Belanda

dinamakan pegawai dan diberi kedudukan sebagai priyayi yang didunia barat

dikenal dengan istilah white collar.178

Pembedaan kedua istilah ini bisa kita lihat dalam KUH Perdata buku III

Afdeling 4 yang hanya mengatur soal pelayan dan tukang (dienstbonden en

werkleiden). Baru pada tanggal 1 Januari 1927 istilah pekerja/buruh halus dan

kasar tidak dibedakan lagi dalam Buku III bab 7A KUH Perdata. Bagi

pekerja/buruh di Indonesia dan Timur Asing ketentuan Bab 7A Buku III KUH

178
Maimun, Op.Cit., hlm.12.

Universitas Sumatera Utara


88

Perdata diberlakukan bilamana bekerja pada pengusaha atau majikan Eropa dan

merupakan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh pekerja/buruh

Eropa, sedang apabila bekerja sebagai pelayan dan pekerja yang berlaku adalah

Bab 7 Bagian 5 Buku III KUH Perdata.179

Pembedaan perlakuan peraturan tersebut menunjukkan bahwa KUH Perdata

bersifat diskriminatif terhadap pekerja/buruh Indonesia.180 Guna menghilangkan

diskriminasi tersebut maka setelah kemerdekaan, maka Mahkamah Agung

mengeluarkan Surat Edaran Mahkamh Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963 yang

menegaskan penggunaan Bab 7 Buku III KUH Perdata sebagai pedoman dalam

hubungan kerja antara pengusaha/majikan dengan pekerja/buruh bagi seluruh

warga Negara Indonesia.

Qanun Ketenagakerjaan sebagaimana juga yang diatur didalam UU

Ketenagakerjaan tidaklah membedakan antara pekerja/buruh halus (white collar)

dengan pekerja/buruh kasar (blue collar). Sebaliknya Qanun Ketenagakerjan

menempatkan pekerja pada posisi yang patut untuk dihargai serta memiliki hak

dan kewajiban, hal ini dapat dilihat dari pengertian pekerja/buruh dan angkatan

kerja sebagaiman yang terdapat pada Pasal 1 Qanun Ketenagakerjaan yang

menjelaskan bahwa Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain sedangkan tenaga kerja adalah

setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat

baik yang bertempat tinggal di luar Aceh maupun yang bertempat tinggal secara

179
Ibid.
180
Ibid., hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara


89

menetap di Aceh tanpa membedakan suku, ras, agama, dan keturunan. Dari

pengertian tersebut jelas bahwa hukum ketenagakerjaan yang diatur didalam

Qanun Ketenagakerjaan tidaklah merendahkan pekerja/buruh dengan

membedakan suku, ras, agama, dan keturunan atau bahkan menempatkan pekerja

pada posisi yang dapat ditindas oleh si pemberi kerja. Pengaturan terkait tenaga

kerja di dalam Qanun Ketenagakerjaan malah menempatkan pekerja sebagai

makhluk yang diakui didalam dunia ketenagakerjaan, mempunyai kedudukan

yang seimbang dengan pemberi kerja dan dilindungi hak-haknya oleh Pemerintah

Aceh, kesemuanya tersebut dapat diuraikan seperti berikut ini:

1. Perluasan kesempatan kerja

Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat bersama-sama

mengupayakan perluasan kesempatan kerja, baik di dalam hubungan kerja

dengan mewajibkan penggunaan lembaga dan tenaga kerja lokal dalam

pembangunan di Aceh maupun perluasan kesempatan kerja di luar hubungan

kerja yang dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan

berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber

daya manusia dan teknologi tepat guna. Selain itu untuk mewujudkan

perluasan kesempatan kerja bagi rakyat Aceh, Pemerintah Aceh dan

Pemerintah Kabupaten/Kota bersama Instansi Non Pemerintah membantu dan

memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat

menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja. 181.

2. Pelatihan dan pendidikan kerja

181
Republik Indonesia, Qanun Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 20

Universitas Sumatera Utara


90

Pemerintah Aceh mengadakan pelatihan dan pendidikan kerja 182 yang

penyelenggaraannya diserahkan kepada lembaga/balai pelatihan kerja milik

pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, dan lembaga pelatihan kerja

perusahaan.183 Pelatihan dan pendidikan kerja ini bertujuan untuk

meningkatkan, mengembangkan keterampilan dan keahlian kerja sesuai dengan

bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja dan pemagangan,

untuk meningkatka kualitas dan produktivitas tenaga kerja Aceh. Tenaga kerja

Aceh mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan dan

pendidikan kerja, tenaga kerja yang telah selesai mengikuti pelatihan kerja

dan/atau pemagangan berhak memperoleh sertifikat pelatihan kerja sertifikat

kompetensi yang dapat menjadi salah satu dasar untuk menetapkan tingkatan

jabatan pada bidang kerja tertentu.184

3. Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang terdiri dari:

a. Tenaga kerja perempuan

Dalam hukum ketenagakerjaan dikenal pembedaan pekerja berdasarkan usia

yaitu pekerja dewasa dan pekerja anak. Pekerja dewasa adalah setiap orang

laki-laki atau perempuan yang berusia antara 18 tahun sampai 55 tahun .

Orang dewasa seperti inilah sesungguhnya yang diharapkan dapat menjadi

tulang punggung keluarga. Pekerja usia dewasa ini sudah dapat mandiri

membuat perjanjian kerja sendiri. Dan dia telah cakap secara hukum untuk

mengambil mengambil keputusan atas dirinya sendiri, dalam artian untuk

bertindak sebagai subjek hukum dia tidak memerlukan bantuan orang lain.
182
Ibid Pasal 6 ayat 2
183
Ibid Pasal 10 ayat 1
184
Ibid Pasal 16 ayat 1 dan ayat 5

Universitas Sumatera Utara


91

Perlindungan disini lebih difokuskan kepada tenaga kerja perempuan, hal ini

dilakukan bukanlah bertujuan untuk menomor duakan pekerja laki-laki,

melainkan bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh perempuan karena

secara kodrati perempuan mempunyai tugas dan fungsi lain yang lebih

penting dalam masyarakat yaitu tugas reproduksi.185 Kondisi dan daya tahan

tubuh perempuanpun secara medis juga lebih lemah dari laki-laki sehingga

wajar jika pekerja/buruh perempuan memperoleh fasilitas dan kemudahan

yang antara lain yaitu:

1) Pekerja/buruh perempuan yang berusia kurang dari 18 (delapan belas)

tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga pukul 07.00.

Kecuali jika pekerjaan itu menurut sifatnya, tempat dan keadaan

seharusnya dijalankan oleh wanita. Atau dalam hal pekerjaan itu tidak

dapat dinindarkan berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan

umum.186

2) Pekerja/buruh perempuan yang hamil, dan menurut keterangan dokter

berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan diri dan kandungannya jika

bekerja malam hari, dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga

07.00.

3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul

23.00 hingga pukul 07.00 wajib memberikan makanan dan minumam

bergizi yang bervariasi, diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja

serta tidak dapat diganti dengan uang. Penyajian makanan dan minuman,

185
Maimun, Loc.Cit.
186
Darwan Print, Op,Cit, hlm. 38.

Universitas Sumatera Utara


92

peralatan dan ruangan makan harus layak serta memenuhi syarat higienis

dan sanitasi. Dan juga pengusaha harus menjaga kesusilaan dan

keamanan selama di tempat kerja dengan cara menyediakan petugas

keamanan di tempat kerja dan menyediakan kamar mandi/wc yang layak

dengan penerangan memadai serta terpisah antara pekerja/buruh

perempuan dan laki-laki.

4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh

perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 hingga

pukul 05.00. penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan tempat

kerja dan sebaliknya dengan lokasi penjemputan dan pengantaran yang

mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/buruh perempuan. Kendaraaan

yang dipergunakan untuk mengantar jemput pekerja/buruh

perempuanpun haruslahdalam kondisi yang layak dan terdaftar di

perusahaan.

Namun begitu dalam kenyataannya banyak bar, pub yang buka

sampai tengah malam. Tempat mana yang tidak akan ramai tanpa

pekerja-pekerja wanita, sementara jalan pekerjaan itu tentu memudahkan

perbuatan asusila yang hendak dihindari. Seandainya pula dilarang, juga

harus dipikirkan bagaimana dengan nasib keluarga yang

menggantungkan hidupnya pada kerja malam tersebut. Di perusahaan-

perusahaan juga masih saja ada pekerjaan malam yang belum dapat

dihindari oleh pekerja perempuan. Menjadi pemandangan umum

misalnya setiap malam di kota Bandung, Jakarta atau Medan pada malam

Universitas Sumatera Utara


93

hari di jam-jam tertentu terlihat pekerja perempuan menunggu angkutan

untuk melaksanakan kerja di tempat kerjanya masing-masing. 187 Ini

menunjukkan adanya indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana yang

telah dijelaskan sebelumnya.

Beberapa hal diatas adalah bentuk pengaturan terkait tenaga kerja

perempuan dalam UU Ketenagakerjaan. Dasar hukum dan dasar

kewenangan dari pembentukan Qanun Ketenagakerjaan salah satunya

adalah UU Ketenagakerjaan. Bagian mengingat atau dalam ilmu

perundang-undangan lebih dikenal sebagai istilah dasar hukum

merupakan suatu landasan yang bersifat yuridis bagi pembentukan

peraturan perundang-undangan,188 dasar hukum ini memuat dasar

kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan peraturan

yang memerintahkan pembentukan peraturan perundang-undangan.189

Oleh karena itu apa yang diatur didalam Qanun Ketenagakerjaan pada

dasarnya adalah serupa dengan peraturan hukum yang memberikan

kewenangan pembentukan qanun ini, lalu atas pertimbangan kondisi,

sejarah dan adat istiadat serta suasana syariat islam yang sangat kental

pemerintah Aceh mengatur beberapa hal terkait tenaga kerja perempuan

secara lebih terperinci , yaitu terkait pakaian seperti berikut ini:

1) Untuk pekerja perempuan yang bekerja di perusahan yang berada di

wilayah Aceh, dibebaskan untuk menggunakan pakaian kerja yang

187
Ibid., hlm. 39.
188
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik
Pembentukanya,(Cet. II, Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.110.
189
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, angka 28.

Universitas Sumatera Utara


94

sesuai syariat Islam, dalam hal ini termasuk tidak ada larangan untuk

menggunakan jilbab bagi pekerja perempuan.

2) Dan untuk pekerja/buruh perempuan yang bukan beragama Islam

wajib menggunakan pakaian kerja yang sopan dan sesuai dengan

kearifan lokal.

3) Perusahaan wajib memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan

untuk mendapatkan jabatan sesuai dengan kompetensinya.

Hal ini juga sejalan dengan ketentuan peralihan UU Ketenagakerjaan

yang menyatakan bahwa semua peraturan pelaksanaan yang mengatur

ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau

belum diganti dengan peraturan yang baru.190

b. Tenaga Kerja Anak

Dalam hukum ketenagakerjaan dikenal pembedaan pekerja berdasarkan

usia yaitu pekerja dewasa dan pekerja anak. Pekerja dewasa adalah setiap

orang laki-laki atau perempuan yang berusia antara 18 tahun sampai 55

tahun. Orang dewasa seperti inilah sesungguhnya yang diharapkan dapat

menjadi tulang punggung keluarga. Pekerja usia dewasa ini sudah dapat

mandiri membuat perjanjian kerja sendiri. Dan dia telah cakap secara

hukum untuk mengambil mengambil keputusan atas dirinya sendiri, dalam

artian untuk bertindak sebagai subjek hukum dia tidak memerlukan bantuan

orang lain lagi. Sedangkan anak adalah setiap orang baik laki-laki maupun

perempuan yang berumur di bawah 18 tahun, yang pada prinsipnya

190
UU Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 191.

Universitas Sumatera Utara


95

pengusaha dilarang untuk mempekerjakan anak yang berusia dibawah 18

tahun ini. 191 Larangan mempekerjakan anak dimaksudkan untuk melindungi

anak agar tidak terganggu kesehatan dan pertumbuhannya. Daya tahan

tubuh anak sangat rentan terhadap dunia kerja, apalagi bila sering

berhubungan dengan bahan-bahan kimia. Anak-anak yang bekerja pada

umumnya terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena faktor ekonomi

sehingga bakat dan kemampuannya tidak berkembang secara maksimal,

sementara bagi pengusaha anak-anak adalah sumber tenaga kerja dengan

upah murah.192 Pada kenyataannya banyak anak yang menjalankan

pekerjaan meskipun masih berusia dibawah umur, hal ini disebabkan adanya

kesulitan mencegah anak dibawah usia 18 tahun untuk bekerja karena

seringkali kali merekalah yang menjadi penopang ekonomi keluarganya

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 193

Larangan ini tidaklah mutlak, peraturan terkait pelarangan

mempekerjakan anak ini dapat dikesampingkan bila anak yang bekerja

tersebut berusia antara 13 (tiga belas) tahun hingga 15 (lima belas) tahun

dan hanya melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu

perkembangan dan kesehatannya, dan dengan memenuhi syarat seperti ada

izin tertulis dari orang tua/wali si anak, waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam

per hari, dilakukan disiang hari, kesehatan dan keselamatan kerjanya

diutamakan serta menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun begitu meskipun ada kelonggaran bagi pekerja anak seperti telah
191
UU Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 68.
192
Maimun, Op.Cit., hlm.15
193
Darwin, Op.Cit., hlm. 36.

Universitas Sumatera Utara


96

dijelaskan diatas, pekerja anak dilarang dipekerjakan dan dilibatkan dalam

pekerjaan-pekerjaan terburuk yang meliputi:

1) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya.

2) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan

anak dalam pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno dan

perjudian.

3) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan

anak untuk produksi atau perdagangan minuman keras, narkotika,

psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

4) Semua pekerjaan yang membahayakan keselamatan, kesehatan dan moral

anak. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

No.KEP.235/MEN/2003 jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan

kesehatan, keselamatan dan moral anak antara lain ialah, pekerjaan yang

membahayakan kesehatan dan keselamatan anak, terdiri dari:

a) Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi, alat

berat dan peralatan lainnya yang meliputi pekerjaan, pembuatan,

perakitan, pemasangan, pengoperasian, perawatan dan perbaikan;

b) Pekerjaan yang mengandung bahaya fisik seperti pekerjaan di

bawah tanah atau dalam ruangan tertutup yang sempit dengan

ventilasi yang terbatas (sumur tangki), pekerjaan yang dilakukan

pada tempat ketinggian lebih dari 2 meter, pekerjaan yang terkait

dengan bahan radioaktif, pekerjaan yang dilakukan dan dapat

menimbulkan bahaya listrik serta kebakaran/peledakan;

Universitas Sumatera Utara


97

c) Pekerjaan yang mengandung bahaya kimia seperti pekerjaan yang

dilakukan dalam lingkungan kerja yang terdapat pajanan bahan

kimia berbahaya, pekerjaan yang menggunakan bahan bahan kimia

yang bersifat kiritatif dan mudah terbakar, pekerjaan yang

menggunakan asbes dan pestisida;

d) Pekerjaan yang mengandung bahaya biologis seperti pekerjaan

yang berhubungan dengan kuman dan virus di laboratorium klinik,

pekerjaan di tempat pemotongan dan pemprosesan daging hewan,

pekerjaan yang dilakukan di perusahaan peternakan, pekerjaan

penangkaran hewan buas;

e) Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu

seperti pekerjaan konstruksi bangunan, pekerjaan mengangkat dan

mengangkut secara manual beban diatas 12 kg untuk anak laki-laki

dan 10 kg untuk anak perempuan;

f) Pekerjaan penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai atau

perairan laut dalam;

g) Pekerjaan yang dilakukan di daerah terisolir atau terpencil;

h) Pekerjaan di kapal;

i) Pekerjaan yang dilakukan dalam pembuangan dan pengolahan

sampah atau daur ulang barang-barang bekas;

j) Pekerjaan yang dilakukan antara pukul 18.00 hingga 06.00.

Sedangkan pekerjaan yang membahayakan moral anak terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara


98

a) Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karoke, bola sodok, bioskop, panti

pijat, atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi;

b) Pekerjaan sebagai model iklan untuk promosi minuman keras, obat

perangsang seksualitas dan/atau rokok.

c. Tenaga Kerja Disabilitas

Istilah disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari

serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti

cacat atau ketidakmampuan. Namun istilah ini kurang akrab di sebagian

masyarakat Indonesia, masyarakat lebih mengetahui atau sering

menggunakan istilah penyandang cacat bagi individu yang mengalami

disabilitas. 194 Pada momen perekrutan karyawan akan ada sejumlah

persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon karyawan baru salah satunya

adalah sehat jasmani dan rohani. Untuk mereka yang dalam kondisi sehat

jasmani dan rohani tentu persyaratan tersebut bukanlah hal yag sulit untuk

dipenuhi. Namun akan berbeda jika calon karyawan baru tersebut adalah

para penyandang disabilitas, persyaratan tersebut akan menjadi

penghalang besar dalam memperoleh pekerjaan guna memiliki

penghidupan yang layak.

Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban

yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga

negara Indoesia, penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlakuan

khusus, yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dari kerentanan

194
Disabilitas, http://www.kompasiana.com/lenterakecil/pengertian-disabilitas, (diakses
pada tanggal 27 Agustus 2016)

Universitas Sumatera Utara


99

terhadap berbagai tindakan diskriminasi dan terutama perlindungan dari

berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut

dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan,

perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia universal. Sebagai bentuk

komitmen lebih lanjut terhadap usaha mendorong terwujudnya hak bagi

para penyandang disabilitas, pemerintah mengeluarkan peraturan-

paraturan terkait disabilitas ini salah satunya adalah Udang-undang No. 4

Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat dan juga UU Ketenagakerjaan

yang didalam beberapa pasalnya berkaitan dengan penyandang disabilitas.

Sejalan dengan peraturan tersebut Qanun Ketenagakerjaan juga

mengamanatkan hal-hal berikut guna mengakui eksistensi penyandang

disabilitas, diantaranya ialah :195

1) Pemerintah Aceh wajib memfasilitasi kesempatan kerja bagi tenaga

kerja potensial dari penyandang disabilitas baik sektor formal maupun

informal. Kesempatan kerja sektor formal maupun informal tersebut

berupa kesempatan kerja dalam sektor produksi, kesempatan kerja

dalam sektor jasa, kesempatan kerja dalam sektor sosial atau lembaga-

lembaga sosial serta kesempatan untuk membangun usaha mandiri

yang modalnya didanai oleh Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat.

2) Pemerintah Aceh wajib memfasilitasi tempat pelatihan keterampilan

bagi penyandang disabilitas dan segala aksesibilitasnya yang

disesuaikan dengan kemampuan, bakat penyandang disabilitas.

195
Qanun Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 40.

Universitas Sumatera Utara


100

Pelatihan keterampilan ini diakukan melalui pelatihan kerja dan

pemagangan, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja.196

Bagi tenaga kerja yang belum memiliki pengalaman kerja akan

diberikan pelatihan dasar sedangkan bagi tenaga kerja yang telah

memiliki pengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun akan diberikan

pelatihan lanjutan;197

3) Tenaga kerja penyandang disabilitas yang memiliki keahlian (skill)

tidak boleh dibedakan hak-hak normatifnya, dan tidak dibenarkan

adanya diskriminasi posisi jabatan di tempat kerja;

4) Pengusaha wajib menerima tenaga kerja penyandang disabilitas sesuai

dengan keahlian dan bidang pekerjaannya di badan usaha sektor formal

paling sedikit 1/100 (satu per seratus);

5) Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan

paling kurang 1 (satu) orang tenaga kerja penyandang disabilitas yang

memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang berkenaan,

walaupun jumlah karyawannya kurang 100 (seratus) orang;

6) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas,

wajib melindungi, mengarahkan, membina sesuai dengan keahlian dan

bidang pekerjaannya;

7) Pengusaha tidak dibenarkan memaksa Pekerja/Buruh penyandang

disabilitas untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan

keahlian dan bidang pekerjaannya;

196
Ibid, Pasal 9
197
Ibid, Pasal 12

Universitas Sumatera Utara


101

8) Pengusaha wajib memfasilitasi atau memberi kemudahan dan

kenyamanan bagi Pekerja/Buruh penyandang disabilitas untuk

memasuki tempat kerja yang layak meliputi ruang kantor, meja/kursi,

toilet, tempat ibadah, olah raga dan fasilitas lainnya;

9) Pemerinta Aceh, pemerintah kabupaten/kota dan pengusaha

melaksanakan program kembali bekerja (return to work) bagi tenaga

kerja yang memgalami cacat permanen akibat kecelakaan atau penyakit

kerja;

4. Pemerintah Aceh menetapkan hari libur selain hari-hari yang telah ditetapkan

sebagai hari libur nasional seperti hari libur untuk memperingati gempa dan

musibah tsunami di aceh setiap tanggal 26 desember,198 dan hari libur

meugang.199

5. Adanya pengaturan terkait penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Tenaga Kerja Asing adalah tiap orang bukan warga Negara Indonesia yang

mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,

guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.200 Sedangkan menurut Qanun Ketenagakerjaan sendiri TKA

adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah

Indonesia.201 Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan tenaga kerja

asing wajib memiliki izin tertulis dari instansi yang berwenang di bidang

ketenagakerjaan, izin yang dimaksud ialah Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja

198
Ibid, Pasal 49.
199
Ibid, Pasal 47 huru b.
200
Abdul Rachmad Budiono, Op.Cit., hlm.259
201
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 1 (ayat) 27

Universitas Sumatera Utara


102

Asing (IMTA). 202 Izin tersebut hanya dapat diberikan setelah pemberi kerja

membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan disahkan

oleh pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.203 RPTKA sekurang-

kurangnya melampirkan hal-hal berikut:204

a. Formulir RPTKA, yang harus memuat beberapa hal seperti:205

1) Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi

perusahaan yang bersangkutan;

2) Identitas pemberi kerja TKA;

3) Besarnya upah TKA yang dibayar;

4) Jumlah TKA;

5) Uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA;

6) Lokasi kerja;

7) Jangka waktu penggunaan TKA;

8) Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Indonesia sebagai pendamping

TKA yang dipekerjakan;

9) Pencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.

b. Izin usaha dari instansi yang berwenang;

c. Akta pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat

yang berwenang;

d. Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah setempat;

e. Bagan struktur organisasi perusahaan;

202
Maimun, Op.Cit., hlm. 21.
203
Ibid, 21 ayat (2).
204
Ibid, Pasal 26 ayat (2).
205
Ibid, Pasal 27.

Universitas Sumatera Utara


103

f. Surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;

g. Bukti wajib lapor ketenagakerjaan dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perudang-undangan;

h. Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu.

RPTKA tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional,

dan perwakilan Negara asing. Badan internasional yang dimaksud dalam

ketentuan ini adalah badan-badan internasional yang tidak mencari keuntungan

seperti lembaga-lembaga yang bernaung di bawa PBB misalnya ILO, UNICEF,

WHO dan lain sebagainya.206 Pemberi kerja selain wajib menunjuk tenaga

kerja pendamping (counter part) agar nantinya dapat dilakukan alih teknologi

dan alih keahlian agar tenaga pendamping memiliki keahlian sehingga pada

waktunya diharapkan dapat menggantikan tenaga kerja asing yang didampingi,

juga wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja

Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja

asing. 207

Ketentuan tenaga kerja asing ini tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang

menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris serta usaha jasa di bidang

impresariat. 208 Usaha jasa impresariat meliputi usaha di bidang jasa pengurusan

penyelenggaraan hiburan yang mendatangkan dan mengembalikan artis,

musisi, olaragawan serta pelaku seni hiburan lainnya yang berkewarganeraan

asing dan meliputi seni tari, seni pentas (panggung), musik hidup, opera, ballet,

drama, peragaan alat music, peragaan kecantikan dan busana, orkes simfoni
206
Maimun, Loc., Cit.
207
Ibid, hlm. 22.
208
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


104

dan lain-lain yang sejenisnya serta akrobatik (sirkus), tinju, golf, tenis, dan

olahraga lain yang bersifat ekhibisi. 209

Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemberi kerja tenaga kerja asing

harus mengajukan formulir permohonan RPTKA yang sudah dilengkapi

disertai lampiran-lampirannya sebagimana telah disebutkan sebelumnya ke

Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Penerbitan pengesahan

RPTKA yang dimohonkan dilakukan dengan suatu surat keputusan yang

dilakukan oleh:210

a. Dirjen Pembinaan dan penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri untuk

permohonan penggunaan TKA 50 (lima puluh) orang atau lebih.

b. Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja untuk permohonan

penggunaan TKA kurang dari 50 (lima puluh) orang.

c. Setelah mendapat surat keputusan pengesahan RPTKA, pemberi kerja

tenaga kerja asing mengajukan permohonan untuk mendapatkan

rekomendasi permohonan visa tinggal dengan maksud untuk bekerja

kepada Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Direktorat Jenderal

Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dalam Negeri, Departemen Tenaga

Kerja dan Transmigrasi. Setelah surat rekomendasi diberikan maka

disampaikan Kepada Direktur Lalu Lintas Keimigrasian (Lantaskim),

Direktur Jenderal Imigrasi guna memperoleh visa tinggal dengan maksud

untuk bekerja. 211

209
Ibid.
210
Ibid.
211
Ibid, hlm. 23.

Universitas Sumatera Utara


105

Setelah memperoleh visa untuk bekerja, pemberi kerja tenaga kerja asing

mengajukan permohonan untuk memperoleh IMTA kepada direktur tenaga

kerja asing departemen tenaga kerja dan transmigrasi dengan melampirkan:212

a. Copy draft perjanjian kerja;

b. Copy paspor yang masih berlaku;

c. Bukti pembayaran

Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing yang

disetorkan ke rekening dana pengembangan keahlian dan keterampilan pada

Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;

d. Draft riwayat hidup tenaga kerja asing yang dimohonkan.

Dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing ini sebesar US $100,00 per

bulan untuk setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan dan dibayar dimuka.

Untuk tenaga kerja asing yang bekerja kurang dari 1 (satu) bulan maka dana

kompensasi dibayar 1 (satu) bulan penuh. Kewajiban pembayaran ini

dimaksudkan untuk membiayai upaya peningkatan sumber daya manusia

Indonesia.213

Kewajiban membayar kompenasi ini tidak berlaku bagi instansi pemerintah,

perwakilan Negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga

keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan. Jabatan-

jabatan tertentu dilembaga pendidikan tersebut adalah kepala sekolah dan guru

di lembaga pendidikan yang dikelola kedutaan negara asinga dan dosen atau

212
Ibid.
213
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


106

peneliti di perguruan tinggi yang dipekerjakan sebagai bentuk kerja sama

dengan perguruan tinggi di luar negeri. 214

IMTA hanya dapat diberikan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu

setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Aceh. Pemerintah Aceh akan

memberikan rekomendasi terhadap TKA apabila perusahaan yang akan

memperkerjakan TKA telah terlebih dahulu mengadakan seleksi untuk Tenaga

Kerja Aceh dengan membentuk tim seleksi yang terdiri atas pengguna TKA,

dinas yang membidangi ketenagakerjaan serta SKPA dan lembaga terkait.215

Apabila setelah seleksi terkait jabatan tertentu yang akan diberikan kepada

TKA tersebut selesai dilaksanakan namun tidak ada Tenaga Kerja Aceh yang

lulus seleksi, maka Rekomendasi dapat dikeluarkan apabila TKA tersebut

memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya ialah:216

a. Memiliki pendidikan dan/ atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5

(lima) tahun sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;

b. Bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada

tenaga kerja warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping;

c. Dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia;

d. Memenuhi standar kompetensi apabila jabatan yang akan diduduki oleh

TKA tersebut mempunyai standar kompetensi kerja.

Dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) hari kerja semenjak permohonan

IMTA diajukan, Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing harus sudah

menerbitkan IMTA yang dimohonkan, IMTA diberikan untuk jangka waktu


214
Ibid.
215
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 23.
216
Maimun, Op.Cit., hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara


107

paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling

lama 1 (satu) tahun,217 sedangkan apabila jabatan TKA tesebut adalah Komisaris

dan Direksi, perpanjangan IMTA diberikan paling lama 2 (dua) tahun dengan

ketentuan tidak melebihi jangka waktu berlakunya RPTKA. 218 Perpanjangan

IMTA dapat diterbitkan oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk untuk TKA

yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota, atau dapat juga

diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk untuk TKA yang

lokasi kerjanya dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota. 219

Perpanjangan IMTA sendiri akan dikenakan retribusi yang nantinya akan

disetorkan disetor ke Kas Daerah Aceh atau Kas Daerah Kabupaten/Kota oleh

pemberi kerja TKA. Besarnya tarif Retribusi perpanjangan IMTA ditetapkan

sebesar USD 100/orang per bulan, Retribusi ini dibayarkan dengan rupiah

berdasarkan nilai kurs yang berlaku pada saat pembayaran retribusi oleh Wajib

Retribusi. 220 Tarif Retribusi tersebut dapat saja berubah dan ditetapkan kembali

sesuai dengan perubahan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah

mengenai jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian di bidang

ketenagakerjaan. Selanjutnya retribusi ini akan digunakan untuk mendanai

penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum,

penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan IMTA, dan kegiatan

pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja Aceh.221

217
Ibid, hlm .23.
218
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 28 ayat (3).
219
Ibid, ayat (4)
220
Republik Indonesia, Qanun Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Retribusi Perizinan
Terpadu, Pasal 20.
221
Ibid, Pasal 19.

Universitas Sumatera Utara


108

Namun di sini ada dua hal yang perlu diingat, pertama TKA dapat bekerja di

Aceh apabila keahlian untuk jabatan tertentu belum dimiliki oleh tenaga kerja

Aceh222 dan kedua TKA tidak boleh menempati semua jenis jabatan. Ada jenis

jabatan tertentu yang dilarang diduduki oleh TKA, diantaranya ialah:223

a. Personalia (Personnel Director);

b. Manajer Hubungan Industrial (Industrial Relations Manager);

c. Manajer Personalia (Personnel Manager);

d. Supervisor Pengembangan Personalia (Personnel Development

Supervisor);

e. Supervisor Perekrutan Personalia (Personnel Recruitment Supervisor);

f. Supervisor Penempatan Personalia (Personnel Placement Supervisor);

g. Supervisor Pembinaan Karier Pegawai (Employee Career Development

Supervisor);

h. Penata Usaha Personalia (Personal Declare Administrator);

i. Kepala Eksekutif Kantor (Chief Executive Officer);

j. Ahli Pengembangan Personalia Dan Karier (Personnel And Career

Specialist);

k. Spesialis Personalia (Personnel Specialist);

l. Penasihat Karir (Career Advisor);

m. Penasihat Tenaga Kerja (Job Advisor);

n. Pembimbing Dan Konseling Jabatan (Job Advisor And Counseling);

o. Perantara Tenaga Kerja (Employee Mediator);


222
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 22 ayat (1).
223
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 40 Tahun
2012 Tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing.

Universitas Sumatera Utara


109

p. Pengadministrasi Pelatihan Pegawai (Job Training Administrator);

q. Pewawancara Pegawai (Job Interview);

r. Analis Jabatan (Job Analyst);

s. Penyelenggara Keselematan Kerja Pegawai (Occupational Safety

Specialist).

Selain dari jabatan yang dilarang tersebut, berarti dibolehkan untuk dijabat

oleh orang asing sepanjang belum ada ketentuan lain yang melarangnya.224

Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun jabatan tertentu harus dialih

tugaskan kepada tenaga kerja Aceh, kecuali untuk jabatan komisaris dan

direktur sebagai pemilik modal. 225 Alih tugas tersebut wajib dilakukan oleh

Perusahaan yang mempekerjakan TKA dalam bentuk pendidikan dan

pelatihan Tenaga Kerja Pendamping serta melakukan alih teknologi dan alih

keahlian. 226

6. Setiap tempat kerja wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen di tempat kerja

tersebut. Segala peralatan seperti pesawat, instalasi, mesin, peralatan,

bahan,barang dan produk teknis lainnya, baik berdiri sendiri maupun dalam

satu kesatuan yang mempunyai potensi kecelakaan, peledakan, kebakaran,

keracunan, penyakit akibat kerja dan timbulnya bahaya lingkungan kerja

harus memenuhi syaratsyarat keselamatan dan kesehatan kerja, hygiene

perusahaan dan lingkungan kerja. Maka terhadap peralatan-peralatan tersebut

224
Jabatan yang tidak boleh dijabat oleh orang asing,
http://www.hukumonline.com/klinik/ detail/lt4fbdac4174f38/jabatan-jabatan-yang-dapat-dijabat-
oleh-orang-asing, (diakses pada tanggal 10 agustus 2016).
225
Qanun Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 22 ayat (2).
226
Ibid, ayat (3).

Universitas Sumatera Utara


110

haruslah dilakukan pemeriksaan administrasi dan isik, serta pengujian secara

teknis oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan. 227

7. Setiap pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja atau buruh dalam

hubungan kerja untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusian,

besaran upah didasarkan pada pendidikan, kompetensi, masa kerja serta

jabatan/golongan tenaga kerja. 228

8. Setiap perusahaan atau pemberi kerja wajib memberikan jaminan sosial

tenaga kerja kepada pekerja/buruh, baik dalam hubungan kerja maupun di

luar hubungan kerja dan tenaga kerja perseorangan. 229

9. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memberikan

penghargaan (Reward) kepada Tokoh, pekerja/buruh yang berprestasi pada

bidang ketenagakerjaan di Aceh. 230

10. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi

serikat pekerja/buruh yang bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan

hak dan kepentingan, menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya,

menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi

secara demokratis, mengembangkan keterampilan serta meningkatkan

kesejahteraan yang layak bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya baik di

dalam perusahaan maupun di luar perusahaan.231

11. Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi

Pengusaha yang bertujuan untuk memajukan perusahaan dan menciptakan

227
Ibid, Pasal 50 dan Pasal 51
228
Ibid, Pasal 52 dan Pasal 53
229
Ibid, Pasal 54
230
Ibid , Pasal 55
231
Ibid, Pasal 56 ayat 2 dan Pasal 60

Universitas Sumatera Utara


111

kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan

memberikan kesejahteraan Pekerja/Buruh secara terbuka, demokratis, dan

berkeadilan. 232

Hal-hal yang telah diuraikan diatas telah cukup jelas menunjukkan bahwa

peraturan terkait Tenaga Kerja di dalam Qanun Ketenagakerjaan menempatkan

Tenaga Kerja pada posisi terhormat yang patut untuk dilindungi dan diberi

pembinaan.

C. Pelaksanaan Qanun Ketengakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia

1. Gambaran umum PT. Aica Mugi Indonesia

PT. Aica Mugi Indonesia Langsa adalah perusaaan yang bergerak di bidang

industri lem kayu lapis dan formaldehyde yang teletak di jalan Langsa-

Lhokseumawe km.7, Desa Alue Dua Bakaran Bate, Kecamatan Langsa Baro,

Kota Langsa, Provinsi Aceh dengan luas total lahan 20.000 (dua puluh ribu) m².

Industri lem kayu lapis dan formaldehyde PT. Aica Mugi Indonesia ini adalah

salah satu pemasok lem kayu lapis untuk wilayah Sumatra dan sebagian lagi hasil

produksinya diekspor ke Jepang. PT. Aica Mugi Indonesia ini dibangun pada

tahun 1984 dan mulai beroperasi pada tahun 1987. Dahulunya bernama PT.

Dynea Mugi Indonesia dan saat ini sejak tahun 2013 telah berganti manajemen

dan bernama PT. Aica Mugi Indonesia sesuai dengan Akta Notaris Merryana

Suryana SH No. 17 tanggal 09 Juli 2013 dan Tanda Terdaftar di Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-00-

74695.AH.01.09.Tahun 2013, tanggal 02 Agustus 2013. Manajemen PT. Aica

232
Ibid ,Pasal 56 ayat 3 dan Pasal 62

Universitas Sumatera Utara


112

Mugi Indonesia dipimpin oleh seorang direktur berkewarganegaraan asing, yang

dibantu oleh 5 (lima) Manager dan beberapa bagian/seksi. Jumlah keseluruhan

tenaga kerja yang dimiliki perusahaan saat ini adalah orang yang rata-rata

berpendidikan Sekolah Menengah Umum ke atas. Berikut ini adalah struktur

organisasi berdasarkan jabatan PT. Aica Mugi Indonesia, yaitu:

a. Board of Directors

b. Director

c. Operation Manager Resin, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

1) Production Supervisor HSE QS Technical

2) Logistic and Warehouse Staff

3) Maintenance Staff

d. Operation Manager POL, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

1) Production Supervisor

2) Logistic and Warehouse Staff

3) Maintenance Staff

e. Bussines Manager, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

1) Sales coordinator

2) Technical Service Executive

f. Financial Controller, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

1) Assistant Office

2) Finance Supervisor

3) Accounting Supervisor

g. HSEQ dan GA Manager, membawahi beberapa bagian yang terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara


113

1) IT and Administration Supervisor

2) HSE Supervisor

3) R&D Supervisor

2. Pelaksanaan Qanun di PT. Aica Mugi Indonesia

PT. Aica Mugi Indonesia sebagai sebuah perusahaan yang berada di dalam

wilayah provinsi Aceh yang kegiatan usahanya bergerak di bidang industri lem

kayu lapis dan Formaldehyde serta memiliki lebih dari 10 (sepuluh) karyawan

tentu membutuhkan suatu peraturan hukum yang digunakan untuk mengatur agar

segala kegiatan di perusahaan berjalan dengan baik. Selain mempergunakan

Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama perusahaan juga

menggunakan produk-produk hukum yang dikeluarkan pemerintah, baik

pemerintah pusat maupun peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah

daerah. PT. Aica Mugi Indonesia sebagai perusahaan yang berada di dalam

wilayah provinsi Aceh sudah tentu terikat dengan peraturan hukum yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat, tidak terkecuali dengan Qanun

Ketenagakerjaan yang disahkan pada tahun 2014 lalu.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di PT. Aica Mugi Indonesia yang

menyangkut pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan dapat disimpulkan bahwa

meskipun berada di wilayah hukum pemerintah Aceh, namun PT. Aica Mugi

Indonesia tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai salah satu peraturan

hukum ketenagakerjaan di perusahaannya. Terkait pengaturan ketenagakerjaan,

perusahaan sendiri lebih menjadikan UU Ketenagakerjaan sebagai payung hukum

dibandingkan Qanun Ketenagakerjaan. Jika diperhatikan, pada dasarnya apa yang

Universitas Sumatera Utara


114

diatur didalam Qanun Ketenagakerjaan hampir sebagian besar isinya adalah sama

dengan apa yang diatur di dalam UU Ketenagakerjaan, ini dikarenakan Qanun

Ketenagakerjaan sendiri merupakan peraturan pelaksana dari UU

Ketenagakerjaan.

Apabila melihat kepada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan, meskipun

selama ini tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum namun

secara tidak langsung PT. Aica Mugi Indonesia telah menjalankan beberapa hal

yang diatur di dalam Qanun Ketenagakerjaan. Berikut ini adalah bentuk

pelaksanaan beberapa peraturan yang terdapat di dalam Qanun ketenagakerjaan di

PT. Aica Mugi Indonesia, yaitu:

a. PT Aica Mugi Indonesia tidak mempekerjakan anak yang masih dibawah

umur sebagai karyawan, ini sesuai dengan amanah pasal 42 Qanun

Ketenagakerjaan. Hal ini dapat dilihat pada data karyawan PT. Aica Mugi

Indonesia yang menunjukkan bahwa usia karyawannya antara 22 (dua puluh

dua) tahun hingga 61 (enam puluh satu) tahun. Usia karyawan termuda di

PT. Aica Mugi Indonesia adalah 22 (dua puluh dua) tahun yang masa

kerjanya sebagai karyawan di PT. Aica dimulai pada 1 Februari 2016,

artinya karyawan tersebut ketika diterima sebagai karyawan di perusahaan

bukanlah berstatus sebagai anak dibawah umur. Kebijakan ini dilakukan

oleh perusahaan selain dalam rangka menjalankan amanah peraturan

perundang-undangan juga karena pertimbangan bahwa perusahaan bergerak

di bidang yang berhubungan dengan pengolahan bahan kimia yang dapat

membahayakan kesehatan anak-anak yang tubuhnya masih rentan apabila

Universitas Sumatera Utara


115

terpapar zat kimia, selain itu alat-alat produksi yang digunakan oleh

perusahaan tergolong kedalam alat berat seperti steam boiler yang

berkekuatan 380 volt.

b. PT. Aica Mugi Indonesia memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan

untuk mendapatkan jabatan sesuai dengan kompetensinya, hal ini dibuktikan

dengan karyawan perempuan yang menduduki posisi jabatan sebagai utility

operator hingga sebagai koordinator lab. Selain itu karyawan perempuan

yang bekerja di PT. Aica juga diizinkan untuk menggunakan jilbab selama

jam kerja. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 44 dan Pasal 45 Qanun

Ketenagakerjaa. Sebelumnya perusahaan memiliki 4 (empat) pegawai

perempuan namun untuk saat ini perusahaan tidak memiliki karyawan

perempuan, beberapa dari karyawan perempuan tersebut ada yang sudah

memasuki masa pensiun dan ada juga yang mengundurkan diri. Perusahaan

sendiri selama kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir tidak melakukan

perekrutan karyawan perempuan dengan pertimbangan bahwa karyawan

perempuan pada kondisi tertentu akan mengalami masa-masa tidak bisa

memfokuskan diri untuk bekerja misalnya karyawan perempuan tersebut

hamil, dan melahirkan. Sehingga nantinya karyawan perempuan tersebut

akan mengundurkan diri dengan alasan hamil dan melahirkan atau alasan

ingin fokus mengurus keluarga seperti yang pernah dilakukan oleh

karyawan perempuan yang pernah bekerja sebelumnya di perusahaan.

Tindakan karyawan yang seperti ini dianggap merugikan perusahaan karena

selain harus mengeluarkan dana sebagai uang pesangon karyawan,

Universitas Sumatera Utara


116

perusahaan juga akan kekurangan tenaga tenaga kerja sehingga untuk

mencukupi kebutuhan akan tenaga kerja perusahaan harus kembali

mengadakan penyeleksian karyawan baru yang tentunya akan membutuhkan

dana yang tidak sedikit.

c. PT. Aica Mugi Indonesia memberikan kesempatan yang sama kepada

karyawannya dalam memperoleh, meningkatkan, mengembangkan

keterampilan dan keahlian kerja sesuai dengan bakat, minat dan

kemampuannya melalui pelatihan kerja guna meningkatkan kualitas dan

produktivitas kerja, untuk mewujudkan hal tersebut perusahaan pada bulan

Juni telah mengirimkan 5 (lima) orang karyawannya untuk mengikuti

pelatihan kerja yang diadakan oleh Dinas sosial, Tenaga Kerja dan Mobilita

Penduduk Kota Langsa serta pada bulan agustus perusahaan juga

mengirimkan 2 (dua) orang karyawannya untuk mengikuti pelatihan yang

diadakan oleh Dinas Koperasi Provinsi di Banda Aceh, hal ini sesuai dengan

amanah Pasal 9 dan Pasal 12 Qanun Ketenagakerjaan.

d. PT. Aica Mugi Indonesia menetapkan hari senin sampai hari jumat sebagai

hari kerja yag dimulai pada pukul 08.00 wib hingga pukul 17.00 wib.

Sedangkan hari libur adalah hari sabtu dan minggu serta hari libur resmi

yang ditetapkan oleh Pemerintah RI, selain itu karyawan juga diistirahatkan

dari pekerjaan pada hari meugang (hari sebelum) hari raya idul fitri dan hari

meugang idul adha serta pada tanggal 26 Desember yang merupakan hari

libur resmi di Provinsi Aceh guna memperingati peristiwa gempa dan

gelombang tsunami yang menghantam aceh pada akhir tahun 2004.

Universitas Sumatera Utara


117

Biasanya dalam rangka memperingati peristiwa tersebut akan diadakan

acara zikir bersama dan upacara pengiriman doa kepada para korban

tsunami. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 47 dan Pasal 49 Qanun

Ketenagakerjaan.

e. Perusahaan memberikan tunjangan hari raya setahun sekali yaitu 2 (dua)

minggu sebelum lebaran idul fitri yang besarannya ditentukan berdasarkan

masa kerja dalam 1 (satu) tahun masing-masing karyawan yang dikalikan

dengan upah pokok. Selain tunjangan hari raya, perusahan juga memberikan

tunjangan meugang ramadhan yang diberikan 1 (satu) hari sebelum

memasuki bulan ramadhan. Tunjangan meugang ini diberikan berkaitan

dengan tradisi masyarakat aceh yang beramai-ramai mengonsumsi daging

pada saat menyambut bulan ramadhan, hari raya idul fitri dan hari raya idul

adha. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 48 Qanun Ketenagakerjaan.

f. Kegiatan pengolahan methanol menjadi formaldehyde yang dilakukan di

pabrik PT. Aica Mugi Indonesia sangat rawan kebakaran, maka perusahaan

sangat memprioritaskan perlengkapan proteksi kebakaran guna terjaminnya

keselamatan para pekerja dan masyarakat di lingkungan perusahaan.

Perlengkapan proteksi kebakaran tersebut yaitu alat pemadam api ringan,

instalasi alarm kabakaran otomatik, instalasi hydrant dan sarana evakusi.

Selain dilengkapi dengan proteksi kebakaran, bangunan di kawasan pabrik

PT. Aica Mugi Indonesia juga dilengkapi dengan instalasi anti petir

(penyalur petir). Selain itu untuk menanggulangi apabila suatu waktu terjadi

penumpahan bahan kimia di sekitar pabrik, perusahaan telah menyiapkan

Universitas Sumatera Utara


118

beberapa Standar Operational Procedur (SOP) lengkap dan dilaksanakan

oleh petugas yang ditunjuk dan karyawan yang sedang bertugas pada saat

kejadian berlangsung. Perlengkapanyang tersedia diperusahaan untuk

menanggulangi apabila terjadi kebakaran dan tumpahan bahan kimia adalah:

1) Prosedur pemadaman tertulis yang ditinjau secara berkala oleh pihak

perusahaan dan dilakukan pelatihan bersama dengan pihak pemadam

Pemko Langsa pada setiap tahunnya.

2) Memiliki warning procedur yang berfungsi sebagai peringatan awal yang

harus dilakukan oleh petugas atau orang yang pertama kali melihat

kejadian dan mengandung petunjuk lengkap tentang langkah-langkah

penanganan awal;

3) Memiliki prosedur tindakan darurat yang berfungsi sebagai petunjuk

langkah-langkah tindakan yang harus dilakukanbila insiden terjadi;

4) Memiliki prosedur dan kelengkapan pemadam serta penanganan

tumpahan yang ditinjau oleh tim audit dari Asia Pasifik pada setiap 2

tahun disertai dengan pemberian peringkat nilai dan rekomendasi

tindakan perbaikan yang diperlukan;

5) Memiliki Off Site Emergency Procedure yang berfungsi sebagai petunjuk

tindakan darurat yang harus diakukan bila insiden terjadi di luar areal

pabrik termasuk dijalan umum;

6) Memiliki bak air pemadam kapasitas 300m³ dilengkapi dengan pompa

pemadam kebakaran kapasitas 90m³/jam pada tekanan 10 bar;

Universitas Sumatera Utara


119

7) Memiliki prosedur pemadam tertulis yang ditinjau secara berkala oleh

pihak perusahaan dan dilakukan pelatihan bersama dengan pihak

pemadam lokal pada setiap tahunnya;

8) Khusus untuk tangki bahan kimia yang mudah terbakar seperti methanol

pada tangki penyimpanannya tersedia:

a) Water sprinkler yang berfungsi untuk menghindari panas ke dinding

tangki;

b) Anti foam yang dilengkapi dengan foam magazine;

c) Bund wall yang berfungsi sebagai penampung tumpahan;

d) Tersedia 6 titik hydrant lengkap dalam areal pabrik;

e) Tersedia fire estinguisher (APAR) 30 buah dan empat unit trolley

beroda;

f) Memiliki 1 unit mobil Escort/mobil pemandu;

g) Tersedia emergency kit box 4 unit, yang berfungsi mempercepat

pengambilan alat bantuan penanganan kebakaran dan tumpahan bahan

kimia;

h) Tersedia emergency shower 9 unit dalam areal pabrik;

i) Tersedia 1 unit mobil tangki penumpang tumpahan bahan kimia;

j) Tersedia 3 team tanggap darurat (pemadam, evakuasi, P3K);

k) Tersedia safety committee team yang melakukan evaluasi pada setiap

bulannya;

l) Tersedia program near miss dan safety walk yang dilakukan oleh

pihak manajemen puncak dan safety committee;

Universitas Sumatera Utara


120

m)Semua tangki penyimpanan tersedia bund wall untuk penampungan

darurat jika terjadi

Pada dasarnya apa yang dilakukan oleh PT. Aica Mugi Indonesia terkait

keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah sesuai dengan amanah Pasal 50

dan Pasal 51 Qanun Ketenagakerjaan.

g. PT. Aica Mugi Indonesia membayar upah kepada Pekerja atau buruh dalam

hubungan kerja yang jumlahnya lebih besar dibandingkan standar Upah

Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan oleh pemerintah Aceh. UMP

yang ditetapkan oleh pemerintah aceh pada tahun 2016 adalah sebesar Rp.

2.118.500,- yang berlaku sejak 1 Januari, ini lebih besar 11,5% jika

dibandingkan dengan UMP tahun 2015 yang berjumlah R. 1.900.000,.

Perusahaan sendiri memberikan upah kepada pekerja yang baru bekerja

dengan jabatan sebagai satpam sebesar Rp.2.300.000,- dan nominalnya akan

lebih besar jika karyawan tersebut memiliki masa kerja yang sudah lama

serta jabatan yang lebih tinggi . Pembayaran upah yang lebih tinggi dari

UMP ini dilakukan perusahaan agar karyawan memperoleh penghidupan

yang layak. Apa yang dilakukan oleh perusahaan adalah sesuai dengan

amanah Pasal 52 Qanun Ketenagakerjaan.

h. PT. Aica Mugi Indonesia yang proses kegiatan perusahaannya rawan

kebakaran dan terpapar bahan kimia harus memberikan kepastian akan

jaminan sosial jika suatu saat karyawan mengalami kecelakaan atau jatuh

sakit dan tidak dapat melaksanakan pekerjan, untuk itu perusahaan

memberikan jaminan sosial tenaga kerja kepada pekerja/buruh dan

Universitas Sumatera Utara


121

keluarganya dengan mendaftarkannya ke Inhealth-BPJS. Hal ini sesuai

dengan amanah Pasal 54 Qanun Ketenagakerjaan.

i. PT. Aica Mugi Indionesia memberikan penghargaan bagi karyawanya,

sebagaimana yang diamanahkan dalam Pasal 55 Qanun Ketenagakerjaan.

Pemberian penghargaan ini didasarkan pada 2 (dua) pertimbangan,

pertimbangan pertama adalah karyawan mempunyai prestasi selama bekerja

di perusahaan dan pertimbangan yang kedua adalah karyawan tersebut telah

bekerja di perusahaan dalam waktu yang lama atau minimal karyawan

tersebut telah bekerja 5 (lima) tahun terus-menerus dan seterusnya.

Penghargaan yang diberikan kepada karyawan yang berprestasi biasanya

adalah kayawan tersebut akan di promosikan untuk mendapatkan jabatan

yang lebih tinggi sedangkan untuk karyawan yang telah mempunyai masa

kerja lebih dari 5(lima) tahun perusahaan akan memberikan penghargaan

berupa benda yang dapat berguna seperti cincin, kalung atau sepatu dan

pemberian ini sendiri diberikan setiap 5 (lima) tahun sekali.

j. PT. Aica Mugi Indonesia memliki 25 orang karyawan yang sebagian

besarnya adalah tenaga kerja asal aceh, perusahan memang lebih

mempertimbangkan tenaga kerja lokal untuk menjadi karyawan. Hal ini

sesuai dengan amanah Pasal 18 ayat 1 Qanun Ketenagakerjaa yang

bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja, mempercepat pembangunan

serta mewujudkan masyarakat aceh sejahtera, adil, makmur, dan merata,

baik material maupun spiritual.

Universitas Sumatera Utara


122

k. Hubungan industrial antara Pekerja/buruh dengan PT. Aica Mugi Indonesia

berjalan dengan baik, hal ini ditandai dengan tidak adanya konflik atau

perselisihan hubungan industrial dalam kurun waktu 4 tahun terakhir.

Perusahaan mengakui keberadaan Persatuan karyawan PT. Aica Mugi

Indonesia sebagai persatuan karyawan yang mewakili segenap anggota-

anggotanya yang bekerja pada perusahaan guna menyalurkan aspirasi secara

demokratis, hal ini sesuai dengan amanah Pasal 56 ayat 2 Qanun

Ketenagakerjaan. Selain itu perusahaan membuat peraturan yang membuka

kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan keluhan-keluhan atau

ketidakpuasan kepada atasan langsung dengan harapan untuk dapat

diselesaikan, 2 (dua) hal tersebutlah yang menjadi faktor utama hubungan

industrial antara perusahaan dan karyawan dapat berjalan dengan baik di

PT. Aica Mugi Indonesia.

l. Proses pengolahan dan produksi bahan kimia yang dilakukan oleh

perusahaan tentu akan mengahasilkan limbah, agar tidak memberi dampak

pencemaran terhadap lingkungan maka perusahaan melakukan langkah

pengolahan limbah.

Hal ini berkaitan dengan amanah Pasal 64 Qanun Ketenagakerjaan tentang

Tanggung jawab sosial perusahaan. Beberapa limbah tersebut ialah:

1) Solid waste resin, limbah ini berasal dari proses UF, MUF dan PF resin.

Limbah solid waste resin ynag berbentuk padat ini mula-mula akan

ditempatkan di dalam karung selama satu malam, kemudian akan

dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kadar airnya berkurang.

Universitas Sumatera Utara


123

Solid waste yang sudah benar-benar kering akan ditimbang lalu

kemudian akan ditempatkan dalam kantung besar, biasanya akan

dihasilkan 100kg/bulan solid waste kering. Terakhir solid waste disimpan

di tempat penyimpanan sementara untuk selanjutnya dikirim ke pihak

pengelola limbah padat;

2) Limbah katalis yang dihasilkan dari aktivitas reaktor formalin ini

berbentuk serbuk perak yang akan terkumpul di dalam sebuah wadah,

serbuk ini kemudian ditimbang dan dibawa ke pabrik Aica Mugi

Indonesia Medan guna dikirim ke Norway untuk regenerasi, kemuadian

katalis yang sudah diregenerasi akan dipakai kembali dalam proses

formalin;

3) Limbah yang berasal dari bekas kemasan bahan baku. Bekas kemasan

material yang berupa karung plastik dan kertas dikumpulkan pada tempat

penempatan sementara untuk selanjutnya dijual kepihak ketiga;

4) Sampah domestic yang berupa kertas bekas kegiatan kantor, rumput

kering, daun-daun serta ranting kayu ditempatkan pada lokasi

penempatan sementara. Sampah ini kemudian akan diangkut oleh mobil

dinas kebersihan kota langsa untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir.

m. PT. Aica Mugi Indonesia selalu berusaha untuk konsen dengan isu-isu

lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya, pada 25

Juni lalu perusahaan menyumbangkan 3000 pohon untuk ditanam di STAIN

Universitas Sumatera Utara


124

Zawiyah Cot Kala Langsa Gampong Meurandeh Kecamatan Langsa Lama

dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup se dunia.233

n. PT. Aica Mugi Indonesia membuat program infaq bagi karyawannya yang

muslim, setiap bulan karyawan harus memberikan infaq sebesar

Rp. 100.000,00, pengutipan uang infaq dimulai 1 (satu) bulan setelah idul

adha. Uang yang terkumpul ini nantinya apa bila telah mencapai satu tahun/

mendekati idul adha akan dibelikan sapi atau kerbau untuk dijadikan qurban

dan akan dibagikan kepada karyawan juga masyarakat sekitar perusahaan.

Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 66 dan Pasal 67 Qanun

Ketenagakerjaan.

o. Perusahaan juga mengalokasikan dana untuk menjalankan program

shadaqah, bentuk dari program shadaqah ini adalah kegiatan menyantuni

anak yatim yang biasanya dilaksanakan pada pertengahan bulan ramadhan.

Untuk tahun 2016 program ini dilaksanakan di Timbang Langsa dan Kuala

Langsa, anak yatim yang disantuni tahun ini tercatat sebanyak 40 orang,

nantinya anak-anak ini akan diberikan makanan, bingkisan, juga uang

bantuan pendidikan.

233
Humas Sekretariat PEMKO Langsa, http://langsakota.go.id/humas/headline/hari-
lingkungan-hidup-se-dunia-wakil-walikota-langsa-tanam-pohon, (diakses pada tanggal 29 Agustus
2016)

Universitas Sumatera Utara


125

BAB IV

HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN PERATURAN


DAERAH (QANUN) ACEH NO. 7 TAHUN 2014 TENTANG
KETENAGAKERJAAN DI PT. AICA MUGI INDONESIA

A. Peraturan Perusahaan Tentang Ketenagakerjaan

Sebuah perusahaan yang mempekerjakan para karyawan perlu kiranya

memiliki suatu ketentuan yang diberlakukan bagi para tenaga kerja di lingkungan

perusahaannya, ketentuan tersebut lazimnya dikenal sebagai peraturan

perusahaan. Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis

oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.234

Peraturan perusahaan ini sendiri merupakan sarana yang sangat penting dalam

mewujudkan hubungan kerja yang berlandaskan pada Hubungan Industrial

Pancasila (HIP) yang bertujuan membina, memelihara dan menjamin stabilitas

hubungan kerja dalam arti yang seluas-luasnya. Dengan adanya Peraturan

Perusahaan ini dimaksudkan untuk dapat memperjelas tentang hak dan kewajiban

karyawan dan pengusaha guna menciptakan ketenangan kerja dan ketenangan

berusaha. Selain daripada itu Peraturan Perusahaan bertujuan untuk menciptakan

hubungan kerja yang harmonis dan serasi guna meningkatkan kualitas dan

produktivitas serta keuntungan secara maksimal dengan memperhatikan

kesejahteraan karyawan dan harus pula mencerminkan tujuan bersama dari kedua

belah pihak yang dilandasi oleh kepentingan bersama, yang timbul sebagai

konsekuensi pengidentifikasian pengusaha maupun karyawan sesuai dengan

234
Qanun Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 1 ayat 35.

124
Universitas Sumatera Utara
126

program Pemerintah yaitu memperbaiki perekonomian dan meningkatkan taraf

kehidupan bangsa.

Namun jika ditelah, pada dasarnya sarana yang terbaik untuk mengusahakan

perbaikan syarat-syarat kerja seperti yang telah diuraikan diatas bukanlah melalui

Peraturan Perusahaan melainkan melalui pembuatan perjanjian perburuhan/

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di setiap perusahaan,235 hal ini dikarenakan

Peraturan Perusahaan cenderung dibuat sepihak oleh pengusaha236 sedangkan

Perjanjian Kerja Bersama merupakan hasil perundingan Antara Serikat Pekerja/

Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tercatat pada

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha

atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat

kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.237 Meskipun di dalam Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 telah

disebutkan bahwa Peraturan Perusahaan dibuat dan disusun oleh pengusaha

dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di

perusahaan yang bersangkutan,238 namun biasanya dalam praktiknya Peraturan

Perusahaan dibuat tanpa adanya saran dan pertimbangan dari pekerja/buruh dari

perusahaan yang bersangkutan. Kalalu pun ada maka saran dan pertimbangan dari

pekerja/buruh di perusahaan dibuat dengan rekayasa sehingga tidak sejalan

235
Koko Kosidin, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan
(Cet. I, Bandung: CV. Mandar Maju, 1999), hlm.92
236
Ibid, hlm.88
237
UU Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 1 angka 21.
238
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2014, Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta
Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, Pasal 4 angka 1.

Universitas Sumatera Utara


127

dengan amanat peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan diatas.239

Maka dari itu bagi perusahaan yang memberlakukan peraturan perusahaan jika

Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan menghendaki perundingan

pembuatan Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha diwajibkan untuk melayaninya

dan tidak boleh menolak. 240 Lagi pula secara politis sebenarnya keberadaan atau

adanya suatu Peraturan Perusahaan adalah dimaksudkan untuk mempermudah dan

mendorong pembuatan Perjanjian Kerja Bersama di setiap perusahaan,241 sejalan

dengan pernyataan tersebut UU Ketenagakerjaan juga menyatakan bahwa

kewajiban membuat Peraturan Perusahaan tidak berlaku bagi perusahaan yang

telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama. 242

Berangkat dari 2 (dua) hal tersebut PT. Aica Mugi Indonesia menjadikan

sebagaian besar Peraturan Perusahaan yang selama ini diberlakukan untuk

dimasukkan kedalam Perjanjian Kerja Bersama sebagai suatu aturan yang harus

ditaati pelaksanaannya oleh pengusaha dangan persatuan karyawan perusahaan

tersebut. Berikut ini adalah beberapa hal yang diatur didalam Perjanjian Kerja

Bersama antara PT. Aica Mugi Indonesia dengan Persatuan Karyawan PT. Aica

Mugi Indonesia

1. Pengaturan terkait kewajiban kedua belah pihak

Perjanjian Kerja Bersama antara PT. Aica Mugi Indonesia dengan Persatuan

Karyawan memberikan kewajiban dan tanggung jawab bagi kedua belah

pihak untuk menyebarluaskan serta menjelaskan Perjanjian Kerja Bersama

239
Abdul Khakim, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Antara
Peraturan dan Pelaksanaan), (Cet. I, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm.29.
240
UU Ketenagakerjaan Op., Cit., Pasal 11 ayat (4).
241
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Op.Cit., hlm.85.
242
UU Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 111 ayat (2).

Universitas Sumatera Utara


128

kepada anggotanya untuk diketahui dan dilaksanakan, serta dapat menegur

apabila ada pihak-pihak yang tidak mengindahkan isi perjanjian tersebut.

2. Pengaturan terkait persatuan karyawan PT. Aica Mugi Indonesia

a. Pengusaha mengakui persatuan karyawan PT. Aica Mugi Indonesia sebagai

persatuan karyawan yang mewakili segenap anggota-anggotanya ynag

bekerja pada perusahaan. Persatuan karyawan tersebut bersifat bebas,

terbuka, mandiri, demokrasi dan bertanggung jawab. Sifat ini melekat pada

persatuan karyawan adalah dalam rangka memperjuangkan, membela, serta

melindungi hak dan kepentingan buruh, serta meningkatkan kesejahteraan

pekerja dan keluarganya. Untuk dapat menjalankan fungsinya tersebut maka

oleh pengusaha persatuan karyawan disediakan ruangan yang pantas dalam

lingkungan perusahaan untuk keperluan persatuan karyawan menjalankan

organisasi di tempat yang tidak mengganggu pekerjaan perusahaan.

b. Pengusaha dan persatuan karyawan tidak boleh saling merintangi pekerjaan

dan perkembangan masing-masing, serta tidak merugikan kepentingan

kedua belah pihak selama hal tersebut tidah bertentangan dengan hukum

negara, sehingga apabila persatuan karyawan akan mengadakan

pertemuandengan anggotanya maka pelaksanaannya harus dirundingkan

dengan pengusaha agar tidak mengganggu pekerjaan.

c. Pengusaha memberikan kesempatan meninggalkan pekerjaan dengan upah

penuh kepada maksimum 2 (dua) orang pengurus persatuan karyawan dalam

rangka tugas organisasi seperti mengikuti kongres atau konfrensi. Jika

pengurus persatuan karyawan diundang pengusaha untuk keperluan

Universitas Sumatera Utara


129

perundingan maka ongkos perjalanan dan segala biaya selama perundingan

akan diganti oleh pengusaha, hal tersebut juga berlaku jika pengurus

persatuan karyawan dipanggila oleh pengadilan hubungan industrial yang

berkedudukan diluar kota untuk penyelesaian perburuhan antara persatuan

karyawan dengan pengusaha maka ongkos perjalanan dan biaya lainnya

juga akan diganti oleh pengusaha.

3. Pengaturan terkait hubungan kerja dengan karyawan

a. Untuk penerimaan karyawan baru maka harus mempunyai kriteria sebagai

berikut:

1) Tidak mempunyai hubungan keluarga (yang dimaksud hubungan

keluarga adalah keluarga inti, adik, abang, kakak) nepotisme dan kroni

dengan panitia penerimaan karyawan baru.

2) Gaji calon karyawan serendah-rendahnya sama dengan Upah Minimum

Provinsi (UMP) yang sedang berlaku.

3) Dalam masa percobaan karyawan 3 (tiga) bulan, dimana dalam masa

percobaan tersebut dan gajinya dibayar sesuai dengan masa kerja yang

telah dijalani. Dalam hal ini kedua belah pihak dapat memutuskan

hubungan kerja tanpa syarat.

4) Calon karyawan yang telah menjalani masa percobaan selama 3 (tiga)

bulan, apabila memenuhi persyaratan perusahaan harus diangkat menjadi

karyawan.

5) Apabila dianggap perlu masa percobaan berikutnya akan dilanjutkan 3

bulan kedepan

Universitas Sumatera Utara


130

b. Apabila diperlukan pengusaha berhak mengeluarkan perintah untuk

perjalanan dinas.

c. Bagi karyawan yang berprestasi baik, dapat dipertimbangkan untuk

dipromosikan ke golongan/ pangkat atau jabatan yang lebih tinggi. Status

dan golongan karyawan di PT. Aica Mugi Indonesia dibagi menjadi

karyawan golongan I (karyawan setingkat supervisor), karyawan golongan

II (karyawan setingkat foreman), dan karyawan golongan III (karyawan

setingkat operator).

4. Pengaturan terkait hari kerja dan jam kerja

a. Hari kerja bagi karyawan pada umumnya dimulai hari senin sampai dengan

hari jumat dan pada hari sabtu serta hari minggu adalah hari libur.

b. Hari kerja bagi karyawan shiff ditetapkan sebagai berikut:

1) Karyawan shiff dibagi atas 3 shiff yang terdiri dari shiff I (malam), shiff

II (pagi), shiff III (sore) dengan standart 40 jam/minggu (173 jam/bulan).

2) Untuk pembagian jadwal shiff akan dibicarakan antara manajemen,

supervisor produksi dan foreman untuk pengaturannya.

3) Jadwal libur bagi karyawan adalah sabtu dan minggu, hari libur nasional

dan hari libur daerah, jika pada hari libur tersebut karyawan masuk

bekerja atas kondisi yang mengharuskana bekerja maka akan dihitung

sebagai kerja lembur.

4) Untuk setiap karyawan yang bekerja pada shiff I (malam) dan shiff II

(sore) perusahaan akan memberikan tunjangan shiff yang besarnya akan

ditinjau setiap 2 (dua) tahun sekali.

Universitas Sumatera Utara


131

c. Jam kerja untuk karyawan regular, office staff dari hari senin sampai dengan

hari kamis dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai 12.00 WIB, lalu istirahat

hingga pukul 12.45 WIB dan dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 WIB

sampai 17.00 WIB, serta pada hari jumat dimulai pada pukl 08.00 WIB

sampai pukul 12.00 WIB, lalu istiraht hingga pukul 14.00 WIB dan

dilanjutkan kembali pada pukul 14.00 WIB sampai 17.00 WIB. Sedangkan

jam kerja untuk karyawan shiff dibagi menadi 3 (tiga) yaitu shiff I jam

kerjanya dimulai dari pukul 23.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB, shiff II

pada pukul 07.00 WIB sampai 15.00 WIB dan shiff III pada pukul 15.00

WIB sampai pukul 23.00 WIB. Waktu istirahatnya adalah sebagaimana

yang telah disebutkan di atas digunakan sepenuhnya oleh karyawan untuk

makan dan beristirahat, sedangkan jram istiahat untuk karyawan shiff

pengaturan jam istirahatnya disesuaikan dengan keperluan di lapangan oleh

masing-masing atasan (dapat bergilir atau dipecah sesuai kebutuhan). Jam

kerja yang telah ditentukan tersebut tidak boleh dilanggar oleh karyawan,

apabila karyawan terlambat masuk kerja sampai dengan 5 menit dari jam

kerja yang telah ditentukan dan dilakukan 3 (tiga) kali berturut-turut selama

1 (satu) bulan maka akan diberi surat peringatan dan akan diberhentikan

apabila sudah mendapat surat peringatan sebanyak 3 kali.

Namun begitu, karyawan diizinkan untuk meninggalkan pekerjaannya jika

ada keperluan pribadi dengan terlebih dahulu meminta izin kepada atasan

serta mengisi permohonan izin dan mengemukakan alasan-alasan yang

dapat diterima.

Universitas Sumatera Utara


132

5. Pengaturan terkait kerja lembur dan kerja pada hari libur

a. Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh mulai dari golongan II ke

bawah yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi wajib membayar

upah lembur. Dengan kewajiban perusahaan membayar upah lembur

tersebut karyawan tidak dibenarkan memperlambat pekerjaan dan atasan

masing-masing pekerja/kepala bagian berhak memotong jam lemburnya

jika dianggap tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan atau

diberikan.

b. Kerja lembur dilaksanakan atas perintah kepala bagian atau pimpinan

perusahaan dan formulir kerja lembur segera ditanda tangani oleh kepala

bagian dan dalam tempo 1 (satu) hari harus diserahkan ke kantor

administrasi. Bagi karyawan yang telah bekerja lembur lebih dari 3 (tiga)

jam maka pengusaha akan memberikan makan atau uang sebagai

pengganti uang makan.

6. Pengaturan terkait cuti dan izin tidak masuk kerja

a. Karyawan berhak mendapat cuti tahunan sebanyak 12 (dua belas) hari kerja

setelah bekerja penuh selama 12 (dua belas) bulan atau sebelum bekerja

penuh akibat keperluan penting keluarga maka dapat diberikan pinjaman

cuti atas persetujuan perusahaan.

b. Sisa cuti karyawan yang telah jatuh tempo untuk periode 2 (dua) tahun

maka wajib diambil dalam kurun waktu 6(enam) bulan kedepannya setelah

jatuh tempo periode 2 (dua) tahun tersebut, jika cuti tersebut tidak

digunakan maka secara otomatis akan habis/dihitung 0 (nol).

Universitas Sumatera Utara


133

c. Karyawan yang akan mengambil cuti diwajibkan paling lambat seminggu

dimuka untuk menyampaikan permohonan cuti dengan mengisi formulir

cuti kepada pimpinan perusahaan melalui kepala bagian masing-masing.

Bagi tingkat supervisor dan foreman harus mempersiapkan rencana cuti

baginya pada setiap permulaan tahun termasuk untuk pembantu

utamananya. Bagi karyawan yang ingin pulang kampung yang jauh

jaraknya, misalnya ke Jawa dapat menabung cutinya dan diambil setelah 2

(dua) tahun kerja.

d. Untuk pekerja /buruh perempuan dalam kondisi tertentu seperti dalam masa

haid merasakan sakit pada hari pertama dan hari kedua pada waktu haid

boleh untuk tidak bekerja dengan syarat harus memberitahukan pengusaha

disertai surat keterangan dokter, atau wanita yang melahirkan juga boleh

tidak bekerja dengan mengambil jatah cuti bersalin yang diberikan 1 ½

bulan sebelum melahirkan dan 1½ bulan setelah melahirkan, cuti ini dapat

diberikan berdasarkan keterangan dokter. Bahkan untuk pekerja perempuan

yang anaknya masih menyusui pengusaha harus memberikan waktu yang

secukupnay untuk menyusui anaknya, jika hal irtu harus dilakukan selama

waktu kerja.

e. Setiap karyawan yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana telah

dijelaskan point a hingga point d berhak mendapat upah penuh.

f. Perusahaan dapat memberikan memberikan izin kepada karyawan untuk

tidak masuk kerja dengan menerima upah penuh dalam beberapa hal

berikut:

Universitas Sumatera Utara


134

1) Jika karyawan tersebut menikah maka perusahaan akan memberikan izin

tidak masuk kerja salama 5 (lima) hari dan jika yang menikah adalah anak

dari karyawan tersebut maka ia akan diberi izin 3 (tiga) hari untuk tidak

masuk kerja.

2) Jika istri karyawan melahirkan atau keguguran ia diizinkan tidak masuk

kerja selama 3 (tiga) hari.

3) Jika karyawan mengkhitan atau membaptis anaknya yang resmi amak ia

diizinkan tidak masuk kerja selama 3 (tiga) hari.

4) Jika suami/istri, anak, orang tua karyawan meninggal dunia maka ia

diizinkan tidak masuk kerja selama 3 (tiga) hari sedangkan jika yang

meninggal adalah kakak/adik karyawan izin yang diberikan hanyalah

selama 2 (dua) hari.

5) Jika karyawan pindah rumah maka izin yang diberikan adalah selama 1

(satu) hari.

7. Pengaturan terkait pengupahan THR dan tunjangan lainnya. Pengaturan

pengupahan yang ditetapkan adalah atas kesepakatan antara pengusaha dan

persatuan karyawan yang tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan

yang ditetapkan dalam Undang-undang yang berlaku. Perusahaan juga akan

mempertimbangkan penyesuaian gaji karyawan berdasarkan ketetapan UMP

dan UMK yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat dan

berdasarkan prestasi serta kinerja karyawan. Berdasarkan hal tersebut dan

demi merangsang karyawan bekerja, perusahaan memberi tunjangan-

tunjangan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


135

a. Tunjangan makan, perusahaan menyediakan makan di kantin atau dapat

diganti dengan uang kepada karyawan yang berdinas dan kepada karyawan

yang melaksanakan kerja lembur diatas 3 (tiga) jam perusahan akan

memberikan makan atau dalam bentuk uang yang besarnya tunjangan

adalah Rp. 14.000/hari/masuk kerja yang selanjutnya akan akan ditinjau

setiap akhir tahun.

b. Perusahaan memberikan tunjangan transport yang nilai nominal

tunjangannya adalah sebesar Rp. 10.000/hari/masuk kerja bagi karyawan

regular atau staff, sedangkan untuk karyawan shift I adalah sebesar Rp.

10.000/hari/masuk kerja, shift II adalah sebesar Rp. 12.500/hari/masuk

kerja, shift III adalah sebesar Rp. 15.000/hari/masuk kerja. Ini juga berlaku

bagi karyawan yang dipanggil bekerja dalam keadaan emergency yang juga

akan diberikan uang tansport sebesar uang transport shift sedang berjalan.

c. Tunjangan shift diberikan kepada karyawan yang masuk shift I dan shift III

masing-masing sebesar Rp. 10.000,- dan Rp. 15.000,- besarnya tunjangan

shift akan ditinjau setiap 2 (dua) tahun sekali, sesuai dengan kemampuan

perusahaan.

d. Perusahaan dapat menugaskan karyawan dalam pengurusan kepentingan

perusahaan keluar kota dalam rangka pertemuan atau pelatihan, perusahaan

memberikan akomodasi transport, makan, penginapan dan uang saku sesuai

dengan jabatannya. Apabila perjalanan dinas keluar kota jatuh pada hari

libur umum, maka hari libur tersebut akan digantikan pada hari lain dan

tidak dihitung kerja lembur.

Universitas Sumatera Utara


136

e. Perusahaan memberikan tunjangan THR yang dibayar sekali setahun yaitu 2

(dua) minggu sebelum lebaran bagi karyawan yang beragama islam, dan 2

(dua) minggu sebelum tahun baru bagi yang beragama Kristen dan agama

lain. THR ini diberikan kepada karyawan yang minimum telah bekerja lebih

dari 3 (tiga) bulan yang dihitung berdasakan masa kerja misalnya kerja 4

(empat) bulan dihitung 4/12 kali upah pokok dan apabila lebih dari 15 (lima

belas) hari akan dibulatkan menjadi 1 (satu) bulan penuh, bila kurang dari

15 (lima belas) hari akan dibulatkan menjadi ½ bulan.

8. Terkait pengaturan penghargaan, perusahaan memberikan penghargaan bagi

karyawan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terus

menerus dan seterusnya. Besarnya penghargaan ini akan ditinjau setiap 2

(dua) tahun sekali.

9. Terkait pengaturan kesehatan

a. Pengusaha wajib memeriksakan kesehatan semua tenaga kerjanya secara

berkala setiap 1 (satu) tahun sekali.

b. Perusahaan menguikutkan karyawan dan keluarganya (istri dengan

maksimum tiga orang anak, bila ternyata jumlah anak lebih dari tiga orang

maka dihitung dari anak yang berusia termuda dan dapat digantikan dengan

anak terkecil apabila anak pertama telah lepas dari tanggungan) pada

asuransi jaminan kesehatan Inhealth yang meliputi rawat jalan/berobat jalan,

rawat inap/berobat di rumah sakit;

c. Karyawan yang melakukan pembelian kaca mata/lensa akan mendapat

penggantian biaya yang nominalnya berbeda untuk setiap golongan untuk,

Universitas Sumatera Utara


137

golongan I yang merupakan karyawan setingkat supervisor penggantiannya

adalah sebesar Rp. 550.000,-, untuk golongan II yang merupakan karyawan

setingkat foreman adalah sebesar Rp. 450.000,-, untuk golongan III yang

merupakan karyawan setingkat operator adalah sebesar Rp. 400.000,-. Masa

berlaku penggantian atas pembelian kaca mata/lensa ini adalah 2 (dua)

tahun setelah pergantian terakhir. Untuk anggota keluarga karyawan juga

akan mendapat pergantian sebesar 70%;

d. Bagi karyawan atau keluarganya yang menjalani perawatan medis di rumah

sakit akan ditanggung oleh INHEALTH-BPJS. Perusahaan memberikan

bantuan sebesar Rp. 2.000.000,-/tahun/karyawan dan keluarga untuk

pembelian obat dan lain sebagainya sesuai dengan saran dan resep dokter.

Jika biaya tersebut tidak digunakan atau ada sisanya setelah digunakan pada

tahun berjalan maka tidak dikembalikan ke karyawan dan tidak berlaku

untuk tahun berikutnya. Selanjutnya apabila dokter menyatakan karyawan

atau keluarganya (istri/anaknya) tersebut memer;ukan pemeriksaan berlanjut

ke kota Medan (rawat jalan dan rawat nginap) maka perusahaan akan

memberikan penggantian biaya transportasi untuk pulang dan pergi hanya 1

(satu) kali serta penggantian uang makan sebesar Rp. 75.000,-.;

e. Perusahaan akan memberikan bantuan ambulan untuk karyawan dan

keluarganya yang mengalami kecelakaan kerja ataupun sakit dan perlu

mendapatkan pertolongan segera ke Medan atas rekomendasi dokter,

karyawan tersebut meninggal dunia dalam menjalankan tugas yang

diberikan perusahaan di luar kota namun jika karyawan meninggal dunia di

Universitas Sumatera Utara


138

luar kota dan tidak sedang menjalankan tugas maka perusahaan

tidakmemberikan bantuan ambulan, karyawan/keluarganya meninggal dunia

atas sakit yang dideritanya di Medan setelah rawat inap ataupun berobat

jalansesuai rekomendasi dokter sebelumnya.

10. Terkait pengaturan keselamatan kerja, perusahaan mewajibkan karyawan

menjaga keselamatan dirinya dan teman kerja lainnya dan selalu memakai

alat-alat keselamatan kerja yang tersedia serta mengikuti /melaksanakan

semua petunjuk mengenai keselamatan dan perlindungan kerja. Karyawan

yang sudah dilatih wajib segera menggunakan alat-alat pemadam kebakaran

yang tersedia bilamana terlihat bahaya api atau kebakaran, apabila alat-alat

pemadam kebakaran tidak ada tempatnya maka karyawan yang

melihat/mengetahuinya wajib melaporkan kepada atasan/pimpinan.

11. Terkait dengan pengaturan perlengkapan kerja perusahaan tiap tahunnya

memberikan 2 (dua) helai pakaian dinas dan peralatan safety lainnya seprti

helm dengan cuma-cuma kepada karyawan, termasuk juga pekerja baru

yang jika masa percobaannya telah berakhir maka akan langsung mendapat

2 (dua) helai pakaian dinas yang wajib dipakai pada saat bekerja/dinas dan

tidak boleh dipakai untuk keperluan pribadi karyawa. Karyawan wajib

menjaga dan memelihara dengan baik semua perlengkapan kerja mlik

perusahaan yang disediakan di tempat kerja karyawan, kerugian yang timbul

akibat dari hilangnya milik perusahaan karena kelalaian atau kerusakana

disengaja, harus diganti atau dibayar oleh karyawan yang bersangkutan.

12. Pengaturan perusahaan terkait jaminan social dan kesejahteraan tenaga kerja

Universitas Sumatera Utara


139

a. Pengusaha wajib untuk mengikutsertakan para karyawan pada program

jamsostek.

b. Perusahaan menyediakan ruangan tempat ibadah dan mengizinkan

karyawan melaksanakan ibadah.

c. Karyawan yang sakit selama jangka waktu terentu dan terus dalam

perawatan dokter, gaji yang dapat dibayarkan oleh perusahaan adalah

sebagaimana yang telah diatur didalam UU Ketenagakerjaan.

d. Apabila karyawan mendapat kecelakan kerja maka perusahaan akan

membayar terlebih dahulu tagihan perobatan, kemudian perusahaan berhak

menagih kembali segala biaya yang timbul kepada PT. Jamsostek.

e. Apabila karyawan meninggal dunia diluar daerah selagi masa tugas atau

berobat atas petunjuk dokter maka biaya ambulan ditanggung oleh

perusahaan 100%, namun sebaliknya jika karyawan meninggal dunia pada

saat bepergian dan tidak sedang melakukan tugas perusahaan maka biaya

ambulan tidak ditanggung oleh perusahaan. Gaji karyawan tersebut pada

bulan ia meninggal akan dibayar penuh dan diserahkan kepada ahli waris,

selain itu hak-hak karyawan yang masih belum gugur dan santunan

kematian sebesar 2 bulan gaji pokok juga kan diberikan oleh perusahan

sebagai ahli waris. Lain lagi apabila yang meninggal adalah keluarga

(istri/anak) karyawan maka perusahaan akan memberikan santunan

kematian sebesar 1 (satu) bulan gaji pokok kepada ahli waris.

13. Terkait dengan pengaturan tentang disiplin/sanksi hukum perusahaan dapat

mengambil tindakan disiplin/sanksi hukum terhadap setiap karyawan yang

Universitas Sumatera Utara


140

melanggar peraturan, melanggar kewajiban karyawan serta melanggar tata

tertib kerja. Tindakan disiplin/ sanksi hukum yang diberikan dapat berupa:

a. Pemberian sanksi peringatan yang dapat berbentuk peringatan lisan,

peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali yang masing-masing berlaku

selama 6 (enam) bulan maupun peringatan keras yang dinyatakan sebagai

peringatan terakhir.

b. emberian sanksi skorsing atau pemberhenian tugas sementara. Tindakan

skorsing dilakukakan sebelum ada keputusan PHK terhadap karyawan

karena kesalahan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, lamanya skorsing

tersebut tergantung kepada berat/ringannya pelanggaran atau kesalahan

yang dilakukan oleh pekerja.

c. Pemberian sanksi jabatan dapat dilaksanakan dengan mengurangi

tunjangan jabatan atau penurunan pangkat.

d. Pemberian sanksi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja, biasanya

sanksi ini diberikan kepada karyawan yang melakukan pelanggaran berat

seperti melakkan pencurian/penggelapan atas milik persahaan, melakukan

penganiayaan terhadap pimpinan/keluarga pimpinan maupun kepada

teman sekerja, menghina dengan kasar aau mengancam pimpinan/

keluarga pimpinan atau teman sekerja, mengaibatkan kerusakan besar pada

perusahaan atau dengan sengaja melakukan pengrusakan, mabuk dan

berjudi atau berkelahi di tempat kerja, merokok di tempat terlarang di

lingkungan pabrik, mengadakan rapat gelap atau menempelkan pamphlet

yang menjurus ke hal yang negatif dan mengeluarkan pengumuman tanpa

Universitas Sumatera Utara


141

seizin perusahaan, membocorkan rahasia perusahaan, serta tidak masuk

kerja tanpa pemberitahuan 5 (lima) hari berturut-turut atau 8 (delapan) hari

berselang selama 1(satu) bulan.

14. Perusahaan menetapkan beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh

karyawan dengan bertujuan untuk menciptakan tata tertib di lingkungan

kerja, kewajiban tersebut diantaranya, ialah:

a. Setiap karyawan diwajibkan untuk mulai bekerja tepat pada waktunya.

Apabila karyawan tercatat terlambat datang bekerja maka bagian-bagian

waktu yang hilang karena keterlambatan tersebut akan dikurangi dari

gaji/upah karyawan yang bersangkutan.

b. Untuk pencatatan waktu masuk kerja dan pulang (absensi) disediakan

oleh perusahaan dan wajib dilaksanakan, namun jika alat absensi tidak

dapat berfungsi dengan baik maka wajib untuk melaporkan kondisi

tersebut kepada atasannya agar dicatat bahwa karyawan tersebut masuk

kerja.

c. Pimpinan departemen/bagian masing-masing wajib mencatat atas

kehadiran anggotanya dan melaporkannya ke operation manager setiap

bulannya.

d. Karyawan dalam melaksanakan tugas harus dengan kesadaran sehingga

hasil pekerjaan itu akan sebaik dan seefisien mungkin dikarenakan usaha

yang maksimal;

e. Karyawan harus menjaga nama baik perusahaan, tidak membocorkan

rahasia perusahaan, dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


142

15. Guna menciptakan tata tertib di lingkungan kerja maka selain menetapkan

kewajiban bagi karyawan perusahaan juga menetapkan larangan-larangan

yang tidak boleh dilakukan oleh karyawan, larangan-larangan tersebut ialah:

a. Karyawan dilarang menerima tamu pribadi kecuali sepengetahuan atasan

dan diterima di tempat khusus yang disediakan oleh perusahaan atau di

kantin.

b. Karyawan dilarang mengunjungi karyawan lainnya pada jam-jam kerja

kecuali karena tugas atau perintah atasan.

c. Karyawan dilarang melawan atasan atau melalaikan perintah/instruksi

atasan, menghina, mengancam atasan/pimpinan atau teman sekerja.

d. Karyawan dilarang minum minuman keras, mabuk di tempat kerja,

membawa/menyimpan atau menyalah gunakan bahan narkotika atau

sejenisnya, perjudian atau perkelahian dengan pimpinan atau sesama

karyawan di lingkungan perusahaan.

e. Dilarang membawa senjata api/tajam yang tidak ada hubungannya dengan

pekerjaan ke dalam lingkungan perusahaan.

f. Karyawan dilarang melakukan tindakan asusila.

16. Apabila terjadi keluhan-keluhan/ketidakpuasan dari karyawan misalnya

masalah upah buruh, maka harus diselesaikan menurut tata cara penyelesaian

keluh kesah. Penyampaian keluh kesah dapat disampaikan secara lisan atau

tulisan kepada atasan dan diusahakan menyelesaikannya dengan atasan

langsung tersebut, dan apabila masalah tersebut tdak dapat diselesaikan

dengan atasan langsung maka persoalan itu disampaikan kepada atasan yang

Universitas Sumatera Utara


143

lebih tinggi. Akan tetapi apabila masih tidak dapat diselesaikan juga maka

pesoalan ini akan disampaikan kepada persatuan karyawan oleh buruh/

pekerja yang bersangkutan untuk disampaikan atau dibicarakakn kepada

pengusaha. Selanjutnya persatuan karyawan akan meminta pengusaha untuk

mengadakan pertemuan/pembicaraan antara persatuan karawan dengan

pengusaha guna memperoleh penyelesaian yang sebaik-baiknya dan

memperjuangkan hak-hak buruh/pekerja.

Hal-hal yang telah diuraikan di atas adalah beberapa peraturan perusahaan

yang telah dimasukkan menjadi materi/aturan di dalam perjanjian kerja bersama.

Perjanjian kerja bersama ini berlaku sekurang-kuranngya 2 (dua) tahun sejak

tanggal disahkan yaitu 12 Juni 2016. Apabila dalam 3 (tiga) tahun sebelum masa

berlakunya berakhir dan tidak ada permintaan dari pihak manapun untuk merubah

isi dari peraturan tersebut, maka perjanjian kerja bersama akan diperpanjang untuk

1 (satu) tahun lagi sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Perjanjian kerja bersama

ini ditandatangani oleh Sujarno sebgaai perwakilan dari Persatuan Karyawan PT.

Aica Mugi Indonesia dan Heri P. Sigalingging sebagai perwakilan dari PT. Aica

Mugi Indonesia dengan disaksikan oleh Mursyidin Budiman selaku kepala kantor

Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa.

B. Hambatan yang dihadapi oleh PT. Aica Mugi Indonesia dalam

Melaksanakan Qanun Ketenagakerjaan

PT. Aica Mugi Indonesia sebagai perusahaan yang berada di wilayah hukum

pemerintah Aceh pada dasarnya sudah menjadi kewajiban untuk mentaati dan

melaksanakan peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah

Universitas Sumatera Utara


144

setempat. Penulis telah melakukan penelitian, yang hasilnya adalah PT. Aica

Mugi Indonesia tidak melaksanakan Qanun Ketenagakerjaan. 243 Jika diperhatikan

sebenarnya dalam akivitas ketenagakerjaan di perusahaan ada beberapa hal yang

diatur di dalam Qanun tersebut telah di jalankan oleh PT. Aica Mugi Indonesia

dalam beberapa tahun terakhir, namun jika ditanya apakah PT. Aica Mugi

Indonesia melaksanakan Qanun Ketenagakerjaan maka jawabannya adalah tidak.

Ada banyak faktor yang menjadi penghalang dan penghambat bagi PT. Aica Mugi

Indonesia yang notabene berada di dalam wilayah hukum Pemerintah Aceh

namun tidak melaksanakan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh.

Adapun faktor-faktor yang menghambat dan menghalangi PT. Aica Mugi

Indonesia untuk menjalankan Qanun Ketenagakerjaan ialah:

1. Faktor prosedur tatalaksana244

Salah satu yang menjadi alasan utama tidak dilaksanakannya Qanun

Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia adalah karena ketidaktahuan

perusahaan adanya Qanun tersebut. Ketidaktahuaan perusahaan terhadap

Qanun tesebut disebabkan karena tidak adanya sosalisasi dari Satuan Perangkat

Kerja Kabupaten/Kota dimana perusahaan berada yang mempunyai tugas

pokok, fungsi dan kewenangan di bidang ketenagakerjaan. Satuan Perangkat

Kerja Kabupaten/Kota sendiri tidak bisa melakukan sosialisasi dan tidak

mempunyai kewenangan untuk memerintahkan perusahaan yang berada

didalam wilayah satuan kerjanya untuk melaksanakan Qanun Ketenagakerjaan

243
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Aziz selaku responden yang berkedudukan
sebagai Asisten Manager PT. Aica Mugi Indonesia.
244
Hasil wawancara dengan bapak Zulkifli selaku selaku responden yang berkedudukan
sebagai Kepala Bidang Dinas sosial, Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa

Universitas Sumatera Utara


145

jika tidak adanya instruksi dari Satuan Perangkat Kerja Aceh yaitu Dinas

Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Provinsi Aceh untuk mulai

mensosialisasikan pemberlakuan Qanun tersebut. Hal ini sangat disayangkan

karena pada akhirnya alasan adanya proses tata pelaksanaan tersebut akan

membuat Qanun Ketenagakerjaan yang hingga Agustus 2016 telah berusia

hampir 2 (dua) tahun tidak dapat dijalankan, jika demikian maka akan sulit

untuk mewujudkan pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

pembangunan Aceh seperti yang dicita-citakan Qanun Ketenagakerjaan.

2. Faktor sumber daya manusia245

Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa dapat

dikatakan aktif dalam melakukan sosialisasi terkait ketenagakerjaan kepada

perusahaan-perusahaan di wilayah Kota Langsa, hal tersebut dapat dilihat dari

agenda sosalisasi dan pelatihan kerja yang terakhir dilakukan di Kota Langsa.

Pada bulan Juni 2016 bertempat di hotel harmoni Langsa diadakan sosialisasi

terkait keselamatan dan kesehatan kerja. Namun karena tidak adanya instruksi

agar melaksanakan Qanun Ketenagakerjaan membuat Dinas Sosial Tenaga

Kerja dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa tidak pernah mengadakan

sosialisasi terkait Qanun tersebut, Perusahaan sendiri jika tidak ada sosialiasi

atau tidak ada instruksi untuk melaksanakan suatu peraturan tertentu dari Dinas

Sosial Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk selaku pengawas ketenagakerjaan

245
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Aziz selaku responden yang berkedudukan
sebagai Asisten Manager PT. Aica Mugi Indonesia dan hasil wawancara dengan bapak Zulkifli
selaku responden yang berkedudukan sebagai Kepala Bidang Dinas sosial, Tenaga Kerja Dan
Mobilitas Penduduk Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara


146

maka tidak akan memasukkan peraturan tersebut sebagai salah satu dasar

hukum pengaturan ketenagakerjan di dalam perusahaan.

Rendahnya kepedulian dan kesadaran sumber daya manusia yang

berkaitan langsung dengan pelaksnaan Qanun Ketenagakerjaan menyebabkan

Qanun ini diam ditempat selama hampir 2 (dua) tahun, pada dasarnya semua

orang dianggap tahu hukum, tak terkecuali petani yang tak lulus sekolah dasar,

atau warga yang tinggal di pedalaman, (presumptio iures de iure)246, sehingga

apabila dikaitkan dengan Qanun Ketenagkerjaan maka tidaklah dapat diterima

alasan tidak diberlakukannya Qanun tersebut karena ketidaktahuan perusahaan

akan adanya peraturan pemerintah daerah yang mengatur tentang

ketenagkerjaan.

3. Faktor paradigma masyarakat

Faktor lain yang menjadi penghalang dalam pelaksanaan Qanun

Ketenagakerjaan adalah adanya paradigma yang tumbul di masyarakat bahwa

Qanun Ketenagakerjaan mengatur hal yang sebagian besar juga telah diatur

didalam UU Ketenagakerjaan, sehingga sama saja bagi perusahaan antara

menggunakan UU Ketenagakerjaan ataupun menggunakan Qanun

Ketenagakerjaan. Selain itu beberapa hal yang diatur di dalam Qanun

Ketenagakerjaan seperti pekerja wanita yang harus menggunakan jilbab,

adanya tunjangan meugang dan lain sebagainya, merupakan suatu hal yang

sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di wilayah Aceh sehingga

246
Fiksi hukum harus didukung,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19115/fiksi-hukum-harus-didukung, (diakses pada
tanggal 30 Agustus 2016).

Universitas Sumatera Utara


147

besar anggapan bahwa hal tersebut tidak perlu diatur di Qanun karena sudah

menjadi kebiasaan perusahaan-perusahaan di wilayah Aceh.

4. Faktor regulasi247

Qanun Ketenagakerjaan belum memiliki peraturan pelaksana atas

beberapa hal yang diatur di dalamnya sehingga akan memberi kebingunngan

terhadap cara pelaksanaan peraturan tersebut, misalnya terkait

pengkoordinasian perusahaan dengan Baitu Mal Aceh dan/atau Baitul Mal

Kabupaten/Kota dalam Pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah. Bentuk

koordinasi yang dimaksud dalam Qanun tersebut tidak dijelaskan seperti apa,

sehingga timbul pertanyaan sampai sejauh mana perusahaan dapat ikut serta

dalam pengelolaan zakat, shadaqah dan infaq mengingat ketigal hal tersebut

merupakan bagian dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Coorporate Social

Responsibility). Selain itu juga belum diketahui bagaimana mekanisme

pembentukan unit pengumpul Zakat, Infaq dan Shadaqah, beserta mekanisme

pengumpulan/ pengutipan infaq dan shadaqah itu sendiri.

5. Faktor internal perusahaan

Apabila nantinya ada instruksi untuk melaksanakan Qanun

Ketenagakerjaan, dan Dinas sosial Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kota

Langsa melakukan sosialisasi ke perusahaan-perusahaan di Kota Langsa

termasuk PT. Aica Mugi Indonesia agar mulai menjadikan Qanun

Ketenagakerjan sebagai rujukan, tetap saja PT. Aica Mugi Indonesia akan sulit

dan mengalami hambatan untuk melaksanakannya, karena Perusahaan sebagai

247
Hasil wawancara dengan bapak Zulkifli selaku responden yang berkedudukan sebagai
Kepala Bidang Dinas sosial, Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa

Universitas Sumatera Utara


148

tempat pelaksanaan kegiatan ketenagakerjaan mempunyai aturan tersendiri

menyangkut aktivitas perusahaannya tanpa bermaksud untuk tidak taat pada

apa yang diatur oleh Pemerintah Daerah tempat perusahaan berada, misalnya

saja terkait kewajiban pengusaha menerima tenaga kerja Penyandang

Disabilitas sesuai dengan keahlian dan bidang pekerjaannya, hal ini akan

sangat sulit untuk dilaksanakan di PT. Aica Mugi Indonesia mengingat

kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan alat berat. Jika perusahaan

mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas selain akan menghambat

proses pekerjaan di perusahaan juga akan membahayakan pekerja penyandang

disabilitas sendiri karena kondisi fisiknya yang kurang mendukung untuk

mengoperasikan alat-alat berat di perusahaan.

Perusahaan juga diwajibkan untuk memberikan kesempatan bagi pekerja

perempuan untuk mendapatkan jabatan sesuai dengan kompetensinya. Hal ini

terasa sulit untuk dilaksanakan karena karyawan perempuan pada kondisi

tertentu akan mengalami masa-masa tidak bisa efisien untuk bekerja misalnya

karyawan perempuan tersebut hamil, dan melahirkan. Sehingga nantinya

karyawan perempuan tersebut akan mengundurkan diri dengan alasan hamil

dan melahirkan atau alasan ingin fokus mengurus keluarga seperti yang pernah

dilakukan oleh karyawan perempuan yang pernah bekerja sebelumnya di

perusahaan. Tindakan karyawan yang seperti ini dianggap merugikan

perusahaan karena selain harus mengeluarkan dana sebagai uang pesangon

karyawan, perusahaan juga akan kekurangan tenaga tenaga kerja sehingga

untuk mencukupi kebutuhan akan tenaga kerja perusahaan harus kembali

Universitas Sumatera Utara


149

mengadakan penyeleksian karyawan baru yang tentunya akan membutuhkan

dana yang tidak sedikit.

C. Penyelesaian Permasalahan Yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Qanun

Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia

Qanun ketenagakerjaan yang telah disahkan pada Oktober 2014 lalu ini

kedepannya haruslah dapat dilaksanakan pada perusahaan-perusahaan yang

berada di dalam wilayah hukum pemerintah Aceh. Di Kota Langsa terdapat 12

(dua belas) perusahaan yang masih beroperasi hingga saat ini248, jumlah ini masih

dalam 1 (satu) wilayah kota saja dan pasti akan lebih banyak lagi jumlahnya jika

dilihat dalam koridor wilayah Aceh secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan

ini akan memberikan lapangan pekerjaan dan menciptakan kesejahteraan

masyarakat serta mewujudkan pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian

integral dari pembangunan Aceh. Agar semua hal tersebut dapat tercapai maka

harusalah dilakukan langkah-langkah penanganan terhadap penghalang dari

pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan. Langkah-langkah yang diperlukan untuk

mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan di PT. Aica

Mugi Indonesia, antara lain ialah:

1. Jika permasalahan utama yang menyebabkan tidak dipakainya Qanun

Ketenagakerjaa adalah karena alasan belum adanya instruksi, maka Dinas

Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Provinsi Aceh sebagai Satuan Perangkat

Kerja Aceh yang paling tinggi di bidang ketenagakerjaan harus segera

248
Hasil wawancara dengan bapak Zulkifli selaku responden yang berkedudukan sebagai
Kepala Bidang Dinas sosial, Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa

Universitas Sumatera Utara


150

mengeluarkan instruksi agar Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk yang

berada di kabupaten/kota segera menyebarkan produk Qanun Ketenagakerjaan

ini kepada perusahaan-perusahaan. Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas

Penduduk Provinsi Aceh maupun Kota Langsa mempunyai fasilitas dan

sumber daya manusia yang cukup memadai untuk melakukan menyebarkan

produk Qanun Ketenagakerjaan ini kepada perusahaan-perusahaan maupun

melakukan penyuluhan langsung termasuk ke PT. Aica Mugi Indonesia.

2. Ketidaktahuan perusahaan akan adanya peraturan ketenagakerjaan yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh menunjukkan adanya indikasi masih

lemahnya tingkat tanggung jawab penyelenggara pemerintah Aceh di bidang

ketenagakerjaan. Setiap penyelenggara Negara termasuk Dinas Sosial Tenaga

Kerja Dan Mobilitas Penduduk Provinsi Aceh maupun Kota Langsa

berkewajiban memberikan penyuluhan hukum sebagai bagian dari proses

edukasi dan pembudayaan hukum.249 Penyuluhan hukum merupakan tanggung

jawab setiap penyelenggara Negara agar masyarakat termasuk perusahaan

mengetahui adanya suatu peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah

aceh dibidang ketenagakerjaan, sehingga nantinya setelah Dinas Tenaga Kerja

Dan Mobilitas Penduduk Provinsi Aceh dan Kota Langsa melakukan

penyuluhan atau sosialisasi akan merangsang timbul dan meningkatnya

kesadaran pengusaha-pengusaha untuk melaksanakan Qanun Ketenagakerjaan

di perusahaannya. Melalui sosialisasi ini juga akan dapat diluruskan paradigma

masyarakat yang menganggap bahwa Qanun Ketenagakerjaan mengatur hal-

249
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19115/fiksi-hukum-harus-didukung,
Loc., Cit.

Universitas Sumatera Utara


151

hal yang sudah menjadi kebiasaan pada perusahaan-perusahaan yang berada di

wilayah Aceh. Tujuan dari Qanun Ketenagakerjaan mengatur hal-hal yang

sudah menjadi kebiasaan tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum

serta untuk mengantisipasi jika nantinya terdapat perusahaan di wilayah Aceh

yang tidak mengizinkan tenaga kerja perempuan untuk mengenakan pakaian

sesuai syariat islam, tidak memberikan tunjangan meugang dan lain

sebagainya. Sehingga apabila kebiasaan tersebut telah diatur di dalam

peraturan perundang-undang akan mempunyai kekuatan mengikat bagi

perusahaan apapun yang berada di wilayah Provinsi Aceh untuk

melaksanakananya, dan apabila perusahaan tersebut melanggar apa yang telah

diatur di dalam Qanun Ketenagakerjaan maka dapat dikenakan sanksi.

3. Belum adanya pengaturan mengenai bentuk pengkoordinasian perusahaan

dengan Baitu Mal Aceh dan/atau Baitul Mal Kabupaten/Kota dalam

Pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah, dapat diselesaikan dengan pembuatan

suatu regulasi yang menyangkut peraturan pelaksana terkait hal tersebut,

seperti yang dikemukan di dalam Pasal 81 Qanun Ketenagakerjaan bahwa

peraturan pelaksana dari Qanun ini seperti Peraturan Gubernur dan/atau

Keputusan Gubernur atau yang menjadi kewajiban Pemerintah Aceh akan

ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Qanun ini diundangkan, sehingga

nantinya jelas sejauh mana kewenangan baitul mal untuk mengelola zakat,

infaq juga shadakah serta sejauh mana kewenangan yang dimiliki oleh

perusahaan untuk ikut serta atau mengawasi pengelolaan zakat, infaq dan

shadakah tersebut.

Universitas Sumatera Utara


152

4. Permasalahan terkait Qanun Ketenagakerjaan yang belum memiliki peraturan

pelaksana atas beberapa hal yang diaturnya, maka hal ini dapat diselesaikan

dengan sesegera mungkin dikeluarkan peraturan pelaksana dari Qanun ini.

Peraturan pelaksana dari Qanun Ketenagakerjaan ini adalah berupa peraturan

Gubernur dan/atau Keputusan Gubernur provinsi Aceh, aturan pelaksananya

ini sendiri telah diberikan tenggang waktu paling lama dalam waktu 2 (dua)

tahun sejak Qanun Ketenagakerjaan diundangkan sudah harus ada.250 Pada

Oktober 2016 Qanun Ketenagakerjaan akan genap berusia 2 (dua) tahun, ini

artinya kuota waktu yang diberikan oleh Qanun Ketenagakerjaan kepada

Gubernur Aceh untuk mengeluarkan peraturan pelaksananya akan semakin

menipis sehingga harus sesegera mungkin ditetapkan Peraturan ataupun

Keputusan Gubernur menyangkut hal ini.

5. Qanun Ketenagakerjaan mewajibkan Pengusaha menerima tenaga kerja

Penyandang Disabilitas adalah untuk menggalakkan program kembali bekerja

(return to work) bagi tenaga kerja aceh yang mengalami cacat bawaan maupun

cacat tetap akibat peristiwa gempa dan tsunami serta peristiwa konflik aceh

yang mencapai 54.415 jiwa, 251 namun ini sungguh terasa memberatkan bagi

PT. Aica Mugi Indonesia mengingat kondisi fisiknya yang kurang mendukung

untuk mengoperasikan alat-alat berat di perusahaan. Masalah ini memang

terasa sedikit rumit namun hal ini tidak dapat dijadikan alasan bagi perusahaan

untuk tidak menjalankan Qanun Ketenagakerjaan. PT. Aica Mugi Indonesia

hanya memiliki 25 orang karyawan, itu artinya perusahaan diizinkan tidak

250
Qanun Ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 81
251
Data Dinas Sosial Provinsi Aceh pada tahun 2011

Universitas Sumatera Utara


153

mempekerjakan tenaga kerja disabilitas karena kewajiban mempekerjakan

tenaga kerja disabilitas dibebankan pada perusahaan yang memiliki karyawan

dalam jumlah besar minimal dalam 100 orang tenaga kerja yang dimiliki

perusahaan harus ada seorang tenaga kerja disabilitas, 252 dalam hal ini PT. Aica

Mugi Indonesia juga bukanlah perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi

sehingga walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 orang tetaplah tidak

mempunyai kewajiban untuk mempekerjakna tenaga kerja disabilitas. 253

252
Qanun ketenagakerjaan, Op., Cit., Pasal 40 ayat (5)
253
Ibid, Pasal 40 ayat (6)

Universitas Sumatera Utara


154

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan ketenagakerjaan dalam perusahaan yang berada di Aceh

mengacu kepada 2 hal yaitu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah

dan kebiasaan-kebiasaan yang telah sejak lama dianut di wilayah Aceh.

2. PT. Aica Mugi Indonesia tidak melaksanakan Qanun Ketenagakerjaan, hal

ini dibuktikan dengan tidak dijadikannya Qanun Ketenagakerjaan sebagai

salah satu rujukan hukum dalam kegiatan ketenagakerjaan di perusahaan.

Apabila melihat kepada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan,

meskipun selama ini tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai

dasar hukum namun secara tidak langsung PT. Aica Mugi Indonesia telah

menjalankan beberapa hal yang diatur di dalam Qanun Ketenagakerjaan,

yaitu: Pertama, PT Aica Mugi Indonesia tidak mempekerjakan anak yang

masih dibawah umur sebagai karyawan, usia karyawan termuda di PT.

Aica Mugi Indonesia adalah 22 (dua puluh dua) tahun yang masa kerjanya

sebagai karyawan di PT. Aica dimulai pada 1 Februari 2016, hal ini sesuai

dengan amanah Pasal 42 Qanun Ketenagakerjaan ; Kedua, PT. Aica Mugi

Indonesia memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan untuk

menduduki posisi jabatan sebagai utility operator hingga sebagai

koordinator lab sesuai dengan kemampuannya. Selain itu karyawan

perempuan yang bekerja di PT. Aica juga diizinkan untuk menggunakan

153

Universitas Sumatera Utara


155

jilbab selama jam kerja. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 44 dan Pasal

45 Qanun Ketenagakerjaa; Ketiga, PT. Aica Mugi Indonesia dalam

rentang waktu Juni hingga Agustus 2016 telah mengirimkan 7 (tujuh)

orang karyawannya untuk mengikuti pelatihan kerja yang diadakan oleh

Dinas sosial Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa dan

pelatihan yang diadakan Dinas Koperasi Provinsi di Banda Aceh, hal ini

sesuai dengan amanah Pasal 9 dan Pasal 12 Qanun Ketenagakerjaan ;

Keempat, PT. Aica Mugi Indonesia menetapkan hari senin sampai hari

jumat sebagai hari kerja. Hari liburnya adalah hari sabtu dan minggu, hari

libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah RI, hari meugang idul fitri

dan hari meugang idul adha serta tanggal 26 Desember. Hal ini sesuai

dengan amanah Pasal 47 dan Pasal 49 Qanun Ketenagakerjaan ; Kelima,

Perusahaan memberikan tunjangan hari raya setahun sekali yaitu 2 (dua)

minggu sebelum lebaran idul fitri dan memberi tunjangan meugang

ramadhan yang diberikan 1 (satu) hari sebelum memasuki bulan ramadhan.

Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 48 Qanun Ketenagakerjaan ; Keenam,

Kegiatan PT. Aica Mugi Indonesia yang sangat rawan kebakaran,

membuat perusahaan sangat memprioritaskan perlengkapan proteksi

kebakaran seperti alat pemadam api ringan, instalasi alarm kabakaran

otomatik, instalasi hydrant dan sarana evakusi. Hal ini sesuai dengan

amanah Pasal 50 Qanun Ketenagakerjaan; Ketujuh, PT. Aica Mugi

Indonesia membayar upah kepada Pekerja yang jumlahnya lebih besar

dibandingkan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan

Universitas Sumatera Utara


156

oleh pemerintah Aceh. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 52 Qanun

Ketenagakerjaan; Kedelapan, PT. Aica Mugi Indonesia memliki 25 orang

karyawan yang sebagian besarnya adalah tenaga kerja asal aceh. Hal ini

sesuai dengan amanah Pasal 18 ayat 1 Qanun Ketenagakerjaan.

3. Ada banyak faktor yang menyebabkan PT. Aica Mugi Indonesia tidak

melaksanakan Qanun Ketenagakerja, diantaranya ialah: Pertama, faktor

tata pelaksanaan yang rumit menyebabkan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Mobilitas Penduduk Kota Langsa tidak dapat memerintahkan perusahaan

menggunakan Qanun ketenagakerjaan karena tidak adanya instruksi

lanngsung dari Satuan Perangkat Kerja Aceh yang lebih tinggi untuk mulai

mensosialisasikan pemberlakuan Qanun tersebut. Penyelesaian untuk

hambatan ini adalah harus segera dikeluarkannya instruksi pemberakuan

Qanun Ketenagakerjaan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk

Provinsi Aceh agar Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk yang

berada di kabupaten/kota segera menyebarkan produk Qanun

Ketenagakerjaan ini kepada perusahaan-perusahaan di wilayahnya ;

Kedua, faktor sumber daya manusia yang tingkat kesadaran/kepedulian

terhadap suatu produk hukum yang baru sangat rendah ; Ketiga, adanya

paradigm masyarakat yang berpikir bahwa sama saja antara menggunakan

UU Ketenagakerjaan ataupun menggunakan Qanun Ketenagakerjaan, cara

yang dpaat digunakan untuk meyelesaikan hambatan kedua dan ketiga

adalah dengan diadakannya sosialisasi sehingga timbul kesadaran bahwa

provinsi Aceh memiliki produk hukum baru di bidang ketenagakerjaan dan

Universitas Sumatera Utara


157

terdapat perbedaan dengan UU Ketenagakerjaan ; Keempat, tidak adanya

regulasi yang jelas terkait beberapa hal yang diatur di dalam Qanun

Ketenagakerjaan, penyelesaian dari hambatan ini adalah Gubernur Aceh

harus segera membuat Keputusan Gubernur dan Peraturan Gubernur

sebagai peraturan pelaksana dari Qanun Ketenagakerjaan ; Kelima, faktor

internal perusahaan sendiri yang sulit untuk melaksanakan Qanun

Ketenagakerjaan karena hal-hal yang diatur didalam Qanun

Ketenagakerjaan seperti kewajiban mempekerjakan disabilitas akan

menghambat kerja perusahaan. Pada dasarnya ini tidak bisa dijadikan

alasan untuk tidak menjalankan Qanun Ketenagakerjaan karena

perusahaan hanya memiliki 25 orang pegawai sehingga kewajiban untuk

mempekerjakan tenaga kerja disabilitas menjadi hapus.

B. Saran

1. Diharapkan Pemerintah Daerah dalam membuat peraturan terkait

ketenagakerjaan janganlah terkesan serampangan dan terlebih dahulu

harus melihat kenyataan di masyarakat, penulis mengatakan demikian

karena kebanyakan masyarakat berpersepsi bahwa hampir sebagian besar

substansi Qanun Ketenagakerjaan adalah hasil ciplakan dari UU

Ketenagakerjaan padahal Pemerintah Daerah (Aceh) telah diberi

kewenangan untuk membuat kebijakan ketenagakerjaan sesuai kebutuhan

daerahnya sehingga peraturan yang dihasilkan seharusnya dapat

mengakomodir permasalahan ketenagakerjaan di Aceh.

Universitas Sumatera Utara


158

2. Diharapkan Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Provinsi Aceh

segera mengeluarkan instruksi pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan, dan

juga Gubernur Aceh harus segera membuat Keputusan Gubernur serta

Peraturan Gubernur sebelum jangka waktu yang diberikan Qanun

Ketenagakerjaan habis, yaitu pada oktober 2016. Jika peraturan pelaksana

ini tidak dibuat dalam waktu dekat maka besar kemungkinan Qanun

Ketenagakerjaan akan kembali diam di tempat mengingat pada awal 2017

Provinsi Aceh akan memasuki masa pesta demokrasi sehingga pembuatan

peraturan pelaksana dari Qanun Ketenagakerjaan bukan lagi menjadi

fokus utama dari Gubernur Aceh yang akan mencalonkan diri pada

Pilkada tersebut.

3. Diharapkan pemerintah Aceh membentuk tim pengawas yang khusus

mengawasi penerimaan karyawan baru pada perusahaan-perusahaan yang

berada dalam wilayah Aceh. Umumnya perusahaan hanya memberikan

tunjangan hari raya dan penentuan hari libur adalah pada hari sabtu dan

minggu serta hari libur nasional. Namun di dalam Qanun Ketenagakerjaan

selain tunjangan dan hari libur sebagaimana yang telah di sebutkan di atas

juga dikenal adanya pemberian tunjangan meugang dan hari libur pada 26

desember serta pembayaran upah yang lebih tinggi dibandingkan UMP,

Hal ini nantinya akan menjadi daya tarik bagi tenaga kerja yang berasal

dari luar Provinsi Aceh untuk mencoba peruntungan pada perusahaan-

perusahaan di wilayah Aceh. Pemerintah Aceh harus mewaspadai

fenomena tersebut, jangan sampai amanah Qanun Ketenagakerjaan untuk

Universitas Sumatera Utara


159

menggunakan tenaga kerja lokal guna mewujudkan pembangunan di Aceh

malah tidak terlaksana.

Universitas Sumatera Utara


20

BAB II

PENGATURAN TENTANG KETENAGAKERJAAN DALAM


PERUSAHAAN YANG BERADA DI WILAYAH PROVINSI ACEH

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Ketenagkerjaan

1. Pengertian hukum ketenagakerjaan

Dalam hukum perburuhan atau hukum ketenagakerjaan terdapat beberapa

istilah yang beragam, seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, majikan, atau

pengusaha. Istilah buruh sudah sejak lama dipakai bahkan hingga kini masih

dipergunakan sebagai sebutan untuk kelompok pekerja yang sedang

memperjuangkan program organisasinya. Istilah pekerja dalam praktik sering

dipakai untuk menunjukkan status hubungan kerja, seperti pekerja kontrak,

pekerja borongan, pekerja harian, pekerja honorer, pekerja tetap, dan sebagainya.

Sedangkan istilah karyawan atau pegawai lebih sering dipakai untuk data

administrasi. 30

Pendapat lain menyatakan bahwa istilah buruh sejak dulu diidentikkan

dengan pekerjaan kasar, pendidikan rendah dan penghasilan yang rendah pula31.

Bahkan pada zaman kolonial terdapat istilah kuli, mandor atau semacamnya, yang

menempatkan buruh pada posisi yang lemah dibawah pengusaha. Padahal,

keberadaan buruh sangatlah penting artinya bagi kelangsungan perusahaan. Kata

pekerja memiliki pengertian yang sangat luas, yakni setiap orang yang melakukan
30
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 1.
31
Abdul Ranchman Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Cet. I, Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 1995), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


19
21

pekerjaan, baik didalam hubungan kerja maupun swapekerja. Istilah yang sepadan

dengan pekerja ialah karyawan, yakni orang yang bekerja atau berkarya, yang

lebih identik pada pekerjaan nonfisik, sifat pekerjaannya halus atau tidak kotor,

contohnya adalah karyawan bank dan karyawan yang bekerja pada perusahaan.

Sedangkan istilah pegawai adalah setiap orang yang bekerja pada pemerintahan,

yakni pegawai negeri yang sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 43 Tahun

1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

kepegawaian. 32

Disamping istilah tersebut masih terdapat istilah tenaga kerja yang

memberikan batasan tenaga kerja adalah tiap-tiap orang yang mampu

melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna

menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Batasan

ini mengandung pengertian yang lebih luas lagi, yakni meliputi pejabat negara,

pegawai negeri sipil atau militer, pengusaha, buruh, swapekerja, pengangguran

dan lain-lain. 33 Dalam konteks penggunaan istilah tersebut lebih baik memilih

istilah tenaga kerja dan pekerja. Istilah tenaga kerja digunakan baik didalam

maupun diluar hubungan kerja, sedangkan pekerja khusus di dalam hubungan

kerja. Berarti setiap pekerja sudah pasti tenaga kerja, tetapi setiap tenaga kerja

belum tentu pekerja.34 Sedangkan penggunaan istilah untuk menunjukkan

majikan, maka akan lebih tepat apabila yang dipergunakan adalah istilah

pengusaha yang tampak lebih luas dibandingkan dengan majikan. 35

32
Abdul Khakim, Loc.Cit.
33
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 2.
34
Ibid, hlm. 3.
35
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


22

Batasan pengertian hukum ketenagakerjaan, dulu disebut hukum perburuhan

atau dalam bahasa Belanda disebut arbeidrechts, juga sama dengan pengertian

hukum itu sendiri, yakni masih beragam sesuai dengan sudut pandang masing-

masing ahli hukum. Tidak ada satupun batasan pengertian itu yang dapat

memuaskan karena masing-masing ahli hukum memiliki sudut pandang yang

berbeda. Akibatnya pengertian yang dibuatnya (dibuat) tentu berbeda antara

pendapat yang satu dan pendapat yang lainnya.36 Sebagai perbandingan berikut

pendapat beberapa ahli hukum mengenai pengertian hukum ketenagaerjaan,

yakni:

a. Molenaar, menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah bagian hukum

yang berlaku, yang pokonya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan

pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja, serta antara tenaga kerja

dengan penguasa.37

b. M.G. Leenbach, menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah hukum

yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjana itu dilakukan

dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung

bersangkutpaut dengan hubungan kerja itu.38

c. N.E.H. van Esveld, menyebutkan bahwa hukum perburuhan tidak hanya

meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan dibawah pimpinan,

tapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang

melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri. 39

36
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 4.
37
Imam Soepomo, Op.Cit., hlm. 1.
38
Ibid, hlm. 2.
39
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


23

d. Mok, menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah hukum yang

berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain

dengan keadaan penghidupan yang langsung bergandengan dengan

pekerjaan itu. 40

e. Soepomo, menyatakan bahwa hukum perburuhan adalah himpunan

peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan

dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan

menerima upah.41

f. Soetikno, menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah keseluruhan

peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan

seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang lain

dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-

paut dengan hubungan kerja tersebut.42

g. Halim, menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah pengaturan-

pengaturan hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik

pihak buruh/pegawai maupun pihak majikan. 43

h. Daliyo, menyatakan bahwa hukum perburuhan adalah himpunan peraturan

baik tertulis maupun tidak tertulisyang mengatur hubungan kerja antara

buruh dan majikan, buruh bekerja pada dan dibawah majikan dengan

mendapat upah sebagai balas jasanya.44

40
Abdul Khakim, Loc.Cit.
41
Darwan Print, Hukum ketenagakerjaan Indonesia, (Cet. I, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1994), hlm. 38.
42
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 5.
43
Ibid.
44
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


24

i. Syahrani, menyatakan bahwa hukum perburuhan adalah keseluruhan

peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu

antara buruh dengan majikan, dan hubungan antara buruh dan majikan serta

pemerintah.45

Mengingat istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang sangt luas dan

untuk menghindari adanya kesalahan persepsi terhadap penggunaan istilah lain

yang kurang sesuai dengan tuntutan perkembangan industrial, sehingga istilah

hukum ketenagakerjaan lebih tepat dibandingkan dengan istilah hukum

perburuhan46 karena hal ini sejalan dengan penamaan UU Ketenagakerjaan bukan

UU Perburuhan. Berdasarkan uraian tersebut jika dicermati, hukum

ketenagkerjaan memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis

b. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dengan

pengusaha/majikan.

c. Adanya orang yang bekerja pada dan dibawah pimpinan orang lain, dengan

mendapat upah sebagai balas jasa.

d. Mengatur perlindungan pekerja, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil,

melahirkan, keadaan organisasi pekerja/buruh dan lain sebagainya.

Dengan demikian, hukum ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang

mengatur mengenai hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan

dengan segala kondisinya. Hal ini jelas bahwa hukum ketenagakerjaan tidak

mencakup pengaturan mengenai swapekerja (kerja dengan tanggung jawab atau

45
Ibid.
46
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


25

resiko sendiri), kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan,

serta kerja seorang pengurus/wakil suatu organisasi/perkumpulan. Hendaknya

perlu diingat pula bahwa ruang lingkup ketenagakerjaan tidak sempit, terbatas dan

sederhana. Kenyataan dalam praktiknya hukum ketenagakerjaan sangatlah

komplek dan multidimensi. Oleh sebab itu ada benarnya jika hukum

ketenagakerjaan tidak hanya mengatur hubungan kerja tetapi meliputi juga

pengaturan di luar hubungan kerja, serta perlu diindahkan oleh semua pihak dan

perlu adanya perlindungan pihak ketiga, yaitu Penguasa (Pemerintah) bila ada

pihak-pihak yang dirugikan. 47

2. Asas hukum ketenagakerjaan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UU Ketenagakerjaan, maka landasan hukum

ketenagaerjaan adalah Pancasila dan UU Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 3 UU Ketenagakerjaan bahwa

pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan

melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Asas pembangunan

ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional,

khususnya asas demokrasi, asas adil dan merata. Hal ini dilakukan karena

pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan

dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. Oleh

sebab itu pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu dalam bentuk

47
Ibid, hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara


26

kerja sama yang saling mendukung.48 Jadi asas hukum ketenagakerjaan adalah

asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.

3. Tujuan hukum ketenagakerjaan

Adanya hukum yang mengatur terkait ketenagakerjaan tentu tidak terlepas

dari tujuan yang hendak dicapai, menurut Imam Soepomo tujuan atau hakekat

hukum ketenagakerjaan adalah untuk melindungi yang lemah seperti buruh,

dengan cara menempatkannya pada kedudukan yang layak. 49 Lebih spesifk tujuan

tersebut diantaranya ialah:

a. Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang

ketenagakerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa hukum ketenagakerjaan

harus menjaga ketertiban, keamanan dan keadilan bagi pihak-pihak yang

terkait dalam proses produksi, untuk dapat mencapai ketenangan bekerja

dan kelangsungan berusaha.

b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas

dari pengusaha. Hal ini dilatarbelakangi adanya pengalaman selama ini

yang kerap kali terjadi kesewenang-wenangan pengusaha terhadap pekerja.

4. Sumber hukum ketenagakerjaan

Apabila ditelaah dari pengertian istilah, hukum ketenagakerjaan terdiri dari

dua kata, yakni hukum dan ketenagakerjaan. Hukum dan ketenakerjaan

merupakan dua konsep hukum.50 Konsep hukum itu sangat dibutuhkan apabila

kita mempelajari hukum. Konsep hukum itu pada dasarnya adalah batasan tentang

48
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Penjelasan Pasal 3.
49
Imam Soepomo, Op., Cit., hlm. 6.
50
Asri Wijayanti, hukum ketenagakerjaan pasca reformasi, (Cet. II, Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara


27

suatu istilah tertentu. Tiap istilah ditetapkan arti dan batasan maknanya setajam

dan sejelas mungkin yang dirumuskan dalam suatu definisi. Istilah dan arti

tersebut diupayakan agar digunakan secara konsisten. Konsep yuridis (legal

concept) yaitu konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk

memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum. Hukum dapat diartikan

sebagai norma hukum, yaitu norma yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang

berwenang. Norma hukum dapat berbentuk norma hukum yang tertulis maupun

norma hukum yang tidak tertulis. 51 Baik norma hukum tertulis maupun norma

hukum tidak tertulis, keduanya dapat menjadi sumber pengaturan hukum

ketenagakerjaan. Menurut Samad sumber-sumber hukum ketenagakerjaan terdiri

dari:52

a. Peraturan perundang-undangan (Undang-Undang dalam arti materil dan

formil).

b. Adat dan kebiasaan

c. Keputusan pejabat atau badan pemerintah

d. Traktat

e. Peraturan kerja (yang dimaksud adalah peraturan perusahaan)

f. Perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, atau kesepakatan kerja bersama (KKB)

Selain pendapat tersebut juga ada yang menyatakan jika agama juga termasuk

sumber hukum ketenagakerjaan, mengingat terdapatnya kemungkinan pemecahan

masalah ketenagakerjaan melalui pendekatan ajaran agama yang dianutnya. Jika

adat dan kebiasaan bisa menjadi sumber hukum ketenagakerjaan, apalagi agama
51
Ibid.
52
Yunus Samad, hubungan industrial di Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Sumberdaya
Manusia,1995), hlm.29.

Universitas Sumatera Utara


28

yang dianut dan bisa menjadi keyakinan dalam hidup dan kebiasaan para pihak.

Berdasarkan pengamatan Khakim pada saat bertugas disalah satu perusahaan di

Kalimantan Barat, 53 pengaruh dan peran adat sangat kental, mulai dari perekrutan,

pembinaan dan bahkan apabila terjadi pemutusan hubungan kerja. Hal ini

menujukkan bagaimana pentingnya dukungan sistem adat dalam praktik

harmonisasi hubungan industrial di perusahaan. Kerjasama yang kooperatif antara

perusahaan dengan masyarakat adat dapat menghasilkan sinergi yang baik dan

saling menguntungkan dalam mendukung pembinaan hubungan industrial dalam

perusahaan dan interaksi sosial dengan masyarakat sekitar sehingga dapat

menumbuhkembangkan sikap saling percaya untuk menjamin tenaga kerja dan

kelangsungan perusahaan.54

5. Sifat hukum ketenagakerjaan

Telah diuraikan sebelumnya bahwa hukum ketenagakerjaan mengatur

hubungan kerja antara tenaga kerja dan pengusaha, yang berarti mengatur

kepentingan orang perorangan. Atas dasar itulah maka hukum ketenagakerjaan

bersifat privat (perdata). Selain itu dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk

masalah-masalah tertentu diperlukan campur tangan pemerintah. Karenanya

hukum ketenagaerjaan bersifat publik, baik yang terkait dengan aspek hukum tata

usaha negara maupun hukum pidana.55

Apabila ditelaah lebih lanjut akan terlihat bahwa sifat hukum ketenagakerjaan

dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

53
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm.16
54
Ibid.
55
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara


29

a. Hukum yang bersifat imperatif, atau dwingenrecht (hukum yang bersifat

memaksa) artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak serta tidak boleh

dilanggar, contohnya yaitu:56

1) Permagangan yang dilakukan diluar wilayah Indonesia wajib mendapat izin

dari menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 25 ayat 1 UU

Ketenagakerjaan)

2) Pemberi kerja dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan

perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan

baik mental maupun fisik tenaga kerja.

3) Setiap pemberi kerja yan mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki

izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

4) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib mentaati ketentuan mengenai jabatan

dan standar kompetensi yang berlaku.

5) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing

yang dipekerjakannya.

6) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus

meggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.

7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa

percobaan.

8) Ketentuan mengenai pembuatan perjanjian kerja untuk waktu tertentu

(PKWT).

56
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


30

9) Dalam masa percobaan kerja pengusaha dilarang membayar upah dibawah

upah minimum yang berlaku.

b. Hukum yang bersifat fakultatif atau aanvullendrecht (hukum yang mengatur/

melengkapi) artinya hukum yang dapat dikesampingkan pelaksanaannya,

contohnya ialah:57

1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.

2) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris

pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan

pekerja/buruh.

3) Hak pekerja/buruh untuk mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan

indusrial.

4) Pengecualian kewajiban ikut serta dalam program Jamsostek, dimana

program JPK dapat diabaikan sepanjang pengusaha telah memberikan

pelayanan kesehatan dengan manfaat yang lebih baik dari standar dasar

Jamsostek.

B. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam Sistem Hukum Indonesia

dan Aceh

Telah diuraikan sebelumnya bahwa hukum ketenagakerjaan mengatur

hubungan kerja antara tenaga kerja dengan pengusaha, yang berarti mengatur

kepentingan orang perorangan. Atas dasar itulah maka hukum ketenagakerjaan

bersifat privat (perdata). 58 Namun hukum ketenagakerjaan adakalanya tidak hanya

57
Ibid, hlm. 10.
58
Asri Wijayanti, Op.Cit., hlm.12.

Universitas Sumatera Utara


31

bersifat privat, penyebabnya adalah adanya ikut campur tangan Pemerintah dalam

masalah-masalah perburuhan serta adanya saknsi pidana dalam peraturan

perusahaan, hal ini dikarenakan pekerja perlu dilindungi oleh negara melalui

campur tangan Pemerintah. Bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah

adalah membuat peraturan-peraturan yang mengikat pekerja dan majikan serta

membina dan mengawasi hubungan industrial. 59 Sehingga hukum ketenagakerjaan

selain bersifat privat dapat pula bersifat publik, baik yang terkait dengan aspek

Hukum Tata Usaha negara maupun Hukum Pidana.60

1. Kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam sistem hukum Indonesia

Tahap demi tahap dari peristiwa suram bagi para buruh/pekerja dapat dilewati

hingga dicetuskannya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada awal

kemerdekaan perjuangan bangsa Indonesia masih lebih banyak pada perang

revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan melawan bangsa penjajah yang

ingin menjajah Indonesia kembali, sehingga produk-produk hukum sebagai

pelaksana amanat UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (2) tentang hak warga

negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kehidupan kemanusiaan

belum dapat terealisasi. 61 Ketentuan mengenai perburuhan saat itu masih

sepenuhnya memberlakukan hukum kolonial yakni Burjgelijk Wetboek (KUH

Perdata) berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yakni segala

badan dan peraturan negara yang ada masih berlaku sepanjang belum diganti

59
Ibid.
60
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 6.
61
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Depok: PT Rajagrafindo
Persada, cet.11, 2012) hlm. 19.

Universitas Sumatera Utara


32

dengan yang baru.62 Pada saat ini hukum ketenagakerjaan mendasarkan pada

ketentuan UU Ketenagakerjaan, menggantikan UU No. 25 Tahun 1997.

Kedudukan hukum ketenagakerjaan didalam tata hukum Indonesia terletak

dibidang adminstrasi negara, hukum perdata, dan hukum pidana. Kedudukan

tersebut membawa konsekuensi yuridis bahwa ketentuan Peraturan Perundang-

Undangan haruslah berdasarkan pada teori hukum yang menelaah bidang tersebut.

Kedudukan hukum ketenagakerjaan didalam tata hukum Indonesia dapat dibagi

kedalam 3 subbidang berikut yaitu:

a. Kedudukan hukum ketenagakerjaan dibidang hukum perdata

Kedudukan hukum ketenagakerjaan dibidang hukum perdata pada hakikatnya

yang memegang peranan penting didalam hubungan industrial adalah pihak-

pihaknya, yaitu pekerja dan majikan saja. Hubungan antara pengusaha dan

pekerja didasarkan pada hukum perikatan yang menjadi bagian dari hukum

perdata.63 Pemerintah hanya sebagai pengawas atau lebih lengkapnya dapat

menjadi fasilitator apabila ternyata dalam pelaksanaan muncul suatu

perselisihan yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak. Selain itu, fungsi

pengawasan dari Pemerintah dapat maksimal apabila secara filosofis

kedudukan pemerintahan lebih tinggi dari yang diawasi (pekerja-pengusaha).64

Ketentuan perburuhan dalam KUH Pedata diatur dalam Buku III, Bab 7A,

Bagian Pertama (Pasal 1601a-1601c), Bagian Kedua tentang Persetujuan

Perburuhan Umumnya (Pasal 1601d-1601x), Bagian Ketiga tentang Kewajiban

Majikan (Pasal 1602a-1602z), Bagian Keempat tentang Kewajiiban Buruh


62
Ibid, hlm. 20.
63
Asri Wijayanti, Op.Cit., hlm.14.
64
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


33

(1603a-1603d), Bagian Kelima tentang Tata Cara Berakhirnya Hubungan

Kerja Yang Diterbitkan Dari Persetujuan (Pasal 1603e-1603w) dan Ketentuan

Penutup (Pasal 1603x-1603z). 65 Peraturan perburuhan dalam KUH Perdata

bersifat liberal sesuai dengan falsafah negara yang membuatnya sehingga

dalam banyak hal tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Sebagai

contoh, konsep KUH Perdata memandang pekerja sebagai “barang” yang

apabila tidak berproduksi tidak dibayar/diupah.66 Hal ini disebutkan dalam

Pasal 1602 KUH Perdata yakni “tiada upah yang harus dibayar untuk jangka

waktu selama siburuh tidak melaksanakana pekerjaan”. Demikian halnya

dengan hak-hak lain yang sepenuhnya diserahkan kepada majikan, karena

masalah perburuhan ini merupakan masalah.

b. Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam hukum tata usaha Negara

Kedudukan hukum ketenagakerjaan didalam hukum tata negara/tata usaha

negara yang diperhatikan ada 2 (dua) hal, yaitu subjek hukum dalam

penyelenggaraan negara dan bagaimana peranannya. Subjek hukum dalam

penyelenggaraan negara menyangkut 3 (tiga) hal, yaitu pejabat, lembaga dan

warga negara. Pejabat dalam hal ini adalah pejabat negara yang tunduk pada

ketentuan hukum administrasi. Peranannya berkaitan dengan menjalankan

fungsi negara didalam pembuatan peraturan atau pemberian izin (bestuur),

bagaimana negara melakukan pencegahan terhadap sesuatu hal yang dapat

terjadi politie dan bagaimana upaya hukumnya. Pemerintah sebagai

65
Lalu Husni, Op.Cit., hlm. 20.
66
Ibid, hlm. 21.

Universitas Sumatera Utara


34

penyelenggara negara dibidang ketenagakerjaan harus dapat melaksanakan

ketiga fungsi tersebut dengan baik.67

Jadi jika terkait dengan perizinan bidang ketenagakerjaan, penetapan upah

minimum, pengesahan peraturan perusahaan, pendaftaran perjanjian kerja

sama, pendaftaran serikat pekerja/serikat buruh dan sebagainya maka hal

tersebut menyangkut aspek hukum tata usaha negara.68 Tidak hanya terbatas

pada hal-hal yang berkaitan dengan keadministrasian seperti yang telah

dijelaskan diatas, namun juga menyinggung tentang hukum pajak, hukum

lingkungan, hukum tata ruang, hukum kehutanan dan lain sebagainya. 69

c. Kedudukan hukum ketenagakerjaan dibidang hukum pidana

Jika hubungan antar pekerja dan majikan ini tetap diserahkan sepenuhnya

kepada para pihak (pekerja dan pengusaha), maka tujuan hukum

ketenagakerjaan untuk menciptakan keadilan sosial dibidang ketenagakerjaan

akan sangat sulit tercapai, karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai

pihak yang lemah (homo homini lupus). Majikan sebagai pihak yang kuat

secara sosial ekonomi akan selalu menekan pihak pekerja yang berada pada

posisi yang lemah/rendah. Atas dasar itulah pemerintah turut serta dalam

menangani masalah ketenagakerjaan melalui berbagai peraturan perundang-

undangan.70 Kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam hukum pidana adalah

berkaitan dengan pentingnnya penerapan sanksi hukum bagi pelanggar

67
Asri Wijayanti, Op.Cit., hlm.15.
68
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm.7.
69
Ibid.
70
Maimun, Op.Cit., hlm.38.

Universitas Sumatera Utara


35

peraturan perundang-undangan.71 Terdapat asas legalitas dalam hukum pidana,

yaitu suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum apabila

perbuatan tersebut sudah dituangkan dalam suatu undang-undang. Penerapan

sanksi harus mendasarkan pada ada tidaknya kesalahan yang dibuktikan

dengan adanya hubungan klausal antara perbuatan dengan akibat yang terjadi.

Sanksi pada hakikatnya merupakan perampasan hak seseorang, oleh karena itu

harus dibuat secara demokratis. Bentuk peraturan yang mencerminkan situasi

demokrasi adalah undang-undang atau peraturan daerah karena dalam

pembuatannya melibatkan suara atau wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR

atau DPRD.72 Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam tata hukum

Indonesia yang secara teoritis dibagi menjadi 3 (tiga) dalam praktiknya harus

dijalankan secara berhubungan satu dengan yang lain. Hubungan hukum yang

dilakukan oleh pengusaha dan pekerja didasarkan pada perjanjian kerja.

Selama proses pembuatan, pelaksanaan dan berakhirnya hubungan kerja harus

diawasi oleh pemerintah sebagai konsekuensi menjalankan fungsi bestuur,

politie dan rechtsprak.73 Apabila selama proses pembuatan, pelaksanaan dan

berakhirnya hubungan kerja terdapat pelanggaran hukum maka dapat

diterapkan sanksi pidana yang menjadi kajian dalam bidang hukum pidana.

Jadi peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dimaksudkan

untuk memberikan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban pengusaha

maupun pekerja.

71
Abdul Khakim, Loc.Cit.
72
Ibid. hlm. 231.
73
Lalu Husni, Op.Cit., hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara


36

Intervensi Pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui Peraturan

Perundang-Undangan membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat

hukum ketenakerjaan menjadi ganda yakni sifat privat dan sifat publik. 74 Prinsip

privat melekat pada prinsip dasar hubungan kerja yang ditandai adanya perjanjian

kerja antara pekerja dengan perusahaan. Sifat publik dari hukum perusahaan dapat

dilihat dari adanya sanksi pidana ataupun sanksi administratif bagi pelanggar

ketentuan di bidang ketenagakerjaan, dan adanya ikut campur Pemerintah dalam

menetapkan besarnya standar upah (upah minimum).

2. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan Dalam Sistem Hukum Aceh

Pengertian Qanun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikenal dengan

nama Kanun, yang artinya adalah Undang-Undang, peraturan, kitab undang-

undang, hukum dan kaidah.75 Adapun pengertian Qanun menurut kamus Bahasa

Arab adalah: Undang-Undang, kebiasaan atau adat.76 Jadi dapat disimpulkan

bahwa pengertian Qanun adalah : suatu Peraturan Perundang-Undangan atau

aturan hukum yang berlaku di suatu daerah (dalam hal ini di Provinsi Aceh). Di

masyarakat Aceh, penyebutan Qanun terhadap suatu aturan hukum atau untuk

penamaan suatu adat telah lama dipakai dan telah menjadi bagian dari kultur adat

dan budaya Aceh. Aturan-aturan hukum dan juga adat yang dikeluarkan oleh

Kerajaan Aceh banyak yang dinamakan Qanun.77

Qanun biasanya berisi aturan-aturan syariat Islam yang telah beradaptasi

menjadi adat istiadat Aceh. Ketentuan tentang Qanun terdapat di dalam UU

74
Ibid.
75
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm. 442.
76
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya, 1989), hlm.357
77
Ali Hasjmy, Op.Cit., hlm. 69.

Universitas Sumatera Utara


37

Pemerintahan Aceh, yaitu: Pertama Qanun Aceh adalah Peraturan Perundang-

Undangan sejenis78 peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan

pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.79 ; Kedua Qanun Kabupaten/Kota

adalah Peraturan Perundang-Undangan sejenis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat

Kabupaten/Kota di Aceh.80 Dari ketentuan kedua Pasal di atas, terlihat bahwa

Qanun dapat disamakan dengan Peraturan Daerah di provinsi lain di Indonesia,

tetapi pada dasarnya pemahaman Qanun yang disamakan dengan Perda

sesungguhnya tidaklah tepat.

Qanun merupakan suatu Peraturan Perundang-Undangan yang diberlakukan

di Provinsi Aceh yang isinya harus berlandaskan pada syariat Islam yang menjadi

kekhususan dari Provinsi Aceh, hal ini berbeda dengan daerah lain yang aturan-

aturan dalam Perdanya tidak harus berlandaskan ajaran-ajaran Islam.81 Selain itu

berbeda dengan Perda lainnya di Indonesia, aturan-aturan Qanun dapat berisikan

aturan-aturan hukum tentang hukum acara material dan formil di Mahkamah

Syar’iah.82 Dalam hal hirarki hukum di Indonesia, sesuai dengan ketentuan UU

No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

kedudukan Qanun dipersamakan dengan Perda di daerah lainnya. Menurut UU

No.10 Tahun 2004 disebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-

undangan adalah sebagai berikut: UUD RI Tahun 1945, UU/Peraturan Pemerintah

78
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
, Op. Cit., hlm.411.
79
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan
Aceh, Pasal 1 angka 21.
80
Ibid, Pasal 1 angka 22
81
Ali Hasjmy, Loc.,.Cit.
82
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


38

Pengganti UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.83

Pada penjelasan Pasal 7 disebutkan bahwa: Termasuk dalam jenis Peraturan

Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di daerah Provinsi Aceh dan

Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua. Berdasarkan ketentuan di

atas, maka kedudukan Qanun diakui dalam hierarki perundang-undangan

Indonesia dan disamakan dengan Perda.84. Jika ditelaah maka kedudukan Qanun

Ketenagakerjaan dalam sistem hukum Aceh memiliki keterkaitan dengan aspek

hukum perdata, aspek hukum tata usaha negara dan aspek hukum pidana.

Pada awalnya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja hanya

menyangkut kepentingan perdata, yang dalam hal ini terkait dengan aspek hukum

perdata. Akan tetapi ketika di antara pihak-pihak tersebut terjadi perbedaan

pendapat/perselisihan serta permasalahan, maka dari sini intervensi dan otoritas

pemerintah Aceh sangat diperlukan. 85 Tujuan campur tangan Pemerintah Aceh

dalam bidang ketenagakerjaan ini adalah untuk mewujudkan ketenagakerjaan

yang adil, karena Qanun Ketenagakerjaan memberikan hak-hak bagi pekerja

sebagai manusia yang utuh, karena itu harus dilindungi baik menyangkut

keselamatannya, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya. Selain itu

Pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan pengusaha yakni

kelangsungan perusahaan yang berada di dalam wilayah Aceh. Kehadiran

83
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 249.
84
Jum Anggraini, kedudukan Qanun dalam sistem pemerintahan daerah dan mekanisme
pengawasannya, jurnal hukum, FH Universitas Tama Jagakarsa Jakarta, No.3 Vol.18 Juli 2011,
hlm.327.
85
Lalu Husni, Op.Cit., hlm.23

Universitas Sumatera Utara


39

peraturan ketenagakerjaan ini telah memberikan nuansa baru dalam khasanah

hukum ketenagakerjaan, yakni:86

a. Mensejajarkan istilah pekerja, istilah majikan diganti menjadi pengusaha dan

pemberi kerja.

b. Memberikan kesetaraan antara pekerja pria dan wanita.

c. Adanya nuansa dan unsur keislaman dalam pelaksanaan kegiatan

ketenagakerjaan.

d. Penetapan hari-hari besar di Aceh sebagai hari libur, misalnya seperti libur

pada hari meugang dan libur setiap tanggal 26 Desember guna memperingati

peristiwa gempa dan tsunami Aceh.

e. Memberikan sanksi yang memadai serta menggunakan batas minimum dan

maksimum, sehingga lebih menjamin kepastian hukum dalam penegakannya.

f. Mengatur mengenai sanksi administratif mulai dari teguran, peringatan tertulis,

pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan

persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau

seluruh alat produksi dan pencabutan izin.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa keberadaan hukum ketenagakerjaan

baik dalam sistem hukum di Indonesia maupun dalam sistem hukum Aceh

sangatlah strategis dan mendasar, hal ini terjadi karena muatannya bukan hanya

teknis ketenagakerjaan yang biasanya berkaitan dengan bidang hukum semata

tetapi juga berkaitan erat dengan muatan sosial, ekonomi dan politik yang juga

86
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


40

berkaitan dengan masalah Hak Asasi Manusia, 87 dengan kata lain hukum

ketenagakerjaan di Indonesia dan Aceh adalah bersifat multidimensional. 88 Dalam

wacana yang ada, politik hukum merupakan realitas yang didapat antara interaksi

antara faktor-faktor politik, ekonomi, baik nasional maupun internasional juga

perkembangan dalam dunia industri dewasa ini, seperti munculnya multi serikat

pekerja, LSM, dan lembaga sosial politik yang peduli terhadap persoalan

ketenagakerjaan dan lain-lain. Kesemuanya ini perlu dilihat secara holistik dan

sistemik, sehingga akan benar-benar akan terlihat bagaimana politik hukum

mengarahkan peraturan perundangan ketenagakerjaan, sehingga nantinya

peraturan ketenagakerjaan dapat aplikatif dan benar-benar mampu membawa

kemajuan di bidang ketenagakerjaan 89 di Indonesia dan Aceh.

Kedudukan hukum ketenagakerjaan semakin penting disebabkan pihak yang

dilibatkan dalam hubungan kerja umumnya berada pada posisi yang tidak

seimbang. Timbulnya hukum ketenagakerjaan dikarenakan adanya

ketidaksetaraan posisi tawar yang terdapat dalam hubungan ketenagakerjaan

(antara pekerja dengan pengusaha) dengan alasan itu pula dapat dilihat bahwa

tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah agar dapat meniadakan ketimpangan

hubungan diantara keduanya,90 bahkan asas kebebasan berkontrak dalam

perjanjian kerja digambarkan oleh H. Sinzheimer tidak lebih dari sebuah

87
Bahder Johan Nasution, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja,
(Bandung:Mandar Maju, 2004), hlm. 2.
88
Majalah nakertrans edisi 1/XXIV Februari 2004, fenomena baru ketenagakerjaan,
http://www.nakertrans.go.id/nemsdetail.php/id=139 (diakses pada tanggal 22 Mei 2016)
89
Agusmidah, dilematika hukum ketenagakerjaan tinjauan politik hukum,(Jakarta: PT.
Sofmedia,2011), hlm. 12.
90
Claire Kilpatrick, Has Nem Labour Reconfigured Employment Legislation?, Industrial
Law Jurnal, No.3 Vol.32, September 2003, hlm. 137.

Universitas Sumatera Utara


41

kepatuhan secara sukarela terhadap kondisi-kondisi yang telah ditetapkan secara

sukarela terhadap kondisi-kondisi yang telah ditetapkan secara sepihak oleh

pengusaha.

Senada dengan hal tersebut diaturnya masalah kerja dalam hukum sosial

tersendiri (dalam hal ini hukum ketenagakerjaan) adalah akibat kenyataan sosial

yang dalam kehidupan ekonomis mengalami pergeseran, dimana perlindungan

kepentingan kerja dalam kontrak/perjanjian kerja merupakan kepentingan umum

yang tidak dapat lagi diabaikan berdasarkan asas kebebasan individu serta

otonomi individu dalam mengadakan kontrak/pekerjaan kerja. 91

Bergesernya persepsi ini tidak lepas dari pengalaman sejarah negara.-negara

di dunia, Ripert yang telah membuktikan bahwa gerakan politik buruh mampu

membawa Prancis menjalani revolusi. Jadi kekuatan politik pekerja sebagai faktor

utama yang mendorong hukum ketenagakerjaan menjadi bagian dari hukum

publik.

Model hukum ketenagakerjaan di Indonesia merupakan model hukum

ketenagakerjaan yang korporatis. 92 Dalam model hukum korporatis ini, hubungan

ketenagakerjaan diatur melalui jalan legislasi dalam bentuk peraturan perundang-

undangan dengan demikian hukum ketenagakerjaan juga menjadi bagian dari

hukum publik. Sebagai hukum publik, proses pembentukan hukum

ketenagakerjaan melibatkan peran negara dapat tanggap dan menjadi fasilitator

kedua kepentingan kelompok, yaitu antara pekerja dan pengusaha.

3. Pembagian kewenangan dalam bidang ketenagakerjaan


91
Ibid.
92
Agusmidah, Op. Cit., hlm.14

Universitas Sumatera Utara


42

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kedudukan hukum

ketenagakerjaan didalam tata hukum Indonesia dan Daerah Aceh dibagi menjadi 3

(tiga) yang dalam praktiknya harus dijalankan secara berhubungan satu dengan

yang lainnya. Pemerintah sebagai sentra pemerintahan mempunyai kewenangan

mutlak untuk mengeluarkan produk hukum di bidang ketenagakerjaan, namun

Pemerintah Aceh sebagai salah satu daerah otonom yang berpegang pada UU

Pemerintahan Daerah juga mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan produk

hukum ketenagakerjaan yang akan diberlakukan didalam daerah

pemerintahannya.

Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang

kemudian diganti dengan Undang-Undang 32 Tahun 2004, sebagaimana terakhir

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan

kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

yang merupakan produk hukum monumental dalam menata kembali sistem

pemerintahan yang carut marut selama 32 tahun pemerintahan orde baru, dimana

tata pemerintahan otonomi daerah dengan paradigma pemberdayaan masyarakat

(people empowerment) ini dilaksanakan secara penuh sejak 1 Januari 2001. 93

Pada awalnya pengertian otonomi daerah menurut Pasal 1 huruf h Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 ialah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian berubah bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban

93
Abdul Khakim, Op. Cit., hlm.231.

Universitas Sumatera Utara


43

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-

Undangan.94

Bertolak dari sini maka sudah tentu perencanaaan, pelaksanaan, dan

pengontrolan atau pengendalian pembangunan di daerah harus melibatkan rakyat

melalui sistem keterwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya

disebut DPRD). Untuk itu pemberdayaan DPRD sendiri sebagai wakil rakyat

sebagai suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal ini dikarenakan

kedudukan DPRD sangat strategis dalam menentukan arah pembangunan

kebijakan di daerah. Disini rakyat harus selalu melakukan kontrol dan mengkritisi

setiap pembangunan didaerahnya.95 Oleh sebab itu DPRD sebagai lembaga

legislatif dalam merumuskan produk hukum (Peraturan Daerah) juga Gubernur

atau Bupati/Walikota dalam membuat Peraturan Gubernur atau Peraturan

Bupati/Walikota harus benar-benar cermat dengan memformulasikan kepentingan

daerah dan kepentingan nasional, yaitu memodifikasi kepentingan yang sesuai

dengan aspirasi masyarakat setempat dan kepentingan nasional dalam menjaga

tegak dan utuhnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.96

Dalam membahas kewenangan harus mendasarkan pada UU Nomor 32

Tahun 2004, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun

2008 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU Pemerintahan Daerah), berikut

peraturan turunannya, antara lain ialah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun


94
Ibid.
95
Ibid.
96
Ibid. hlm. 232.

Universitas Sumatera Utara


44

2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Daerah

Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, serta Peraturan Pemerintah

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan beberapa peraturan pelaksanaannya.

Adapun pembagian kewenangan dibidang ketenagakerjaan dapat dilihat

berdasarkan UU Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 2007. 97 Didalam UU Pemerintahan Daerah Kewenangan pemerintah

(pusat) di bidang ketenagakerjaan tidak disebutkan secara spesifik. Peran

Pemerintah disini terkait urusan yustisi, dimana Pemerintah membuat produk

hukum dengan membentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain berskala nasional yang

berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan. Kewenangan pemerintah provinsi

sendiri adalah melakukan pelayanan dibidang ketenagakerjaan lintas

kabupaten/kota.98

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 pembagian

kewenangan urusan pemerintahan diatur lebih terperinci dan sekaligus mencakup

urusan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.99 Untuk mewujudkan pembagian

urusan pemerintahan yang bersifat konkuren tersebut secara proporsional antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota maka ditetapkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang

meliputi eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Penggunaan ketiga kriteria

97
Ibid.
98
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 13 ayat
(1) huruf h.
99
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm.233

Universitas Sumatera Utara


45

tersebut diterapkan secara kumulatif sebagai satu kesatuan dengan

mempertimbangkan keserasian dan keadilan hubungan antar tingkatan dan

susunan pemerintahan.100

Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan

urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang

wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan pelayanan

dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar, kesehatan,

lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sebagainya. Urusan

pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang

diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk diselenggarakan yang terkait

dengan upaya mengembangkan potensi unggulan (core comtence) yang menjadi

kekhasan daerah. Urusan Pemerintahan diluar urusan wajib dan urusan pilihan

yang diselenggarakan oleh Pemerintahan Daerah, sepanjang menjadi kewenangan

daerah yang bersangkutan tetap harus diselenggarakan oleh Pemerintahan Daerah

yang bersangkutan.101

Namun mengingat terbatasnya sumber daya dan sumber dana yang dimiliki

oleh daerah, maka prioritas penyelenggaraan urusan pemerintahan difokuskan

pada urusan wajib dan urusan pilihan yang benar-benar mengarah pada penciptaan

kesejahteraan masyarakat disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan kekhasan

daerah yang bersangkutan. Di luar urusan pemerintahan yang bersifat wajib dan

pilihan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini, setiap

100
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Pemerintah Provinsi Sebagai Daerah Otonom,
Penjelasan, umum.
101
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


46

tingkat pemerintahan juga melaksanakan urusan-urusan pemerintahan yang

berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan menjadi kewenangan yang

bersangkutan atas dasar prinsip penyelenggaraan urusan sisa. Untuk itu

pemberdayaan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah menjadi sangat penting

untuk meningkatkan kapasitas daerah agar mampu memenuhi norma, standar,

prosedur, dan kriteria sebagai prasyarat menyelenggarakan urusan Pemerintahan

yang menjadi kewenangannya.102 Pembagian urusan pemerintah dibidang

ketenagakerjaan terdiri dari beberapa subbidang, diantaranya ialah. 103

a. Dalam subbidang Kebijakan, perencanaan, pembinaan dan pengawasan yang

menjadi kewenangan di bidang ketengaakerjaan dibagi menjadi:

1) Pemerintah membuat penetapan suatu kebijakan di bidang ketenagakerjaan,

pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria penyelenggaraan urusan

pemerintahan bidang ketenagakerjaan dalam skala nasional. Kebijakan

yang telah dibuat ini dibebankan kewajiban penyelenggaraannya kepada

Pemerintah sendiri selaku pembuat juga kepada Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selaku penanggung jawab

penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan di skala

provinsi dan kabupaten/kota. hanya bertugas menjalankan kebijakan yang

telah telah dikeluarkan oleh Pemerintah namun kedua Pemerintah Daerah

ini juga berwenang membuat penetapan kebijakan daerah serta pelaksanaan

strategi penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang ketenagakerjaan

skala masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Ketika Pemerintah

102
Ibid.
103
Abdul Khakim, Loc., Cit.

Universitas Sumatera Utara


47

Provinsi membuat suatu kebijakan yang skalanya mencakup provinsi maka

akan menjadi kewajiban bagi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk

melaksanakannya juga.

2) Baik pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kot sama-sama berwenang untuk melakukakan pembinaan

dalam bentuk pengawasan, monitoring dan evaluasi dan pelaporan terkait

penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dalam

skalanya masing-masing.

3) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota berwenang membentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah

(selanjutnya disebut SKPD) dalam daerah yang dipimpinnya guna

mempermudah penyelenggaraan urusan pemerintahan dibidang

ketenagakerjaan dengan ketentuan bahwa yang berwennag membuat

penetapan kebijakan, pedoman, standar dan kriteria pembentukan

kelembagaan/ SKPD adalah kewenangan Pemerintah.

4) Pemrintah berwenang membuat perencanaan tenaga kerja nasional,

pembinaan perencanaan tenaga kerja daerah provinsi dan kabupaten/kota,

serta pembinaan dan pengembangan sistem informasi ketenagakerjaan.

Pemerintah Daerah Provinsi juga berwenang membuat perencanaan tenaga

kerja daerah provinsi, pembinaan perencanaan tenga kerja, pembinaan dan

penyelenggaraan sistem informasi ketenagakerjaan, serta pembinaan

perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan untuk

kabupaten/kota dalam skala provinsi.

Universitas Sumatera Utara


48

Sementara itu kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota

adalah melakukan pembinaan perencanaan tenaga kerja pada

instansi/tingkat perusahaan serta melakukan pembinaan dan

penyelenggaraan informasi ketenagakerjaan untuk skala kabupaten.

b. Dalam subbidang Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang

kewenangan dibidang ketenagakerjaan dibagi menjadi seperti berikut, yaitu:104

1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/

Kota sama-sama berwenang melakukan penetapan suatu kebijakan terkait

evaluasi pembinaan SDM aparatur pelaksana urusan pemerintah, pedoman

pelaksanaan pembinaan, norma, standar, prosedur, dan kriteria monitoring

untuk dapat digunakan guna mengevaluasi pembinaan SDM aparatur

pelaksana urusan pemerintah dalam skala masing-masing.

2) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota berwenang membuat perencanaan formasi, karier, dan

pendidikan serta pelatihan (diklat) untuk SDM aparatur pelaksana urusan

pemerintahan bidang ketenagakerjaan dalam skala nasiona, provinsi bahkan

kabupaten/kota.

3) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/

Kota mempunyai kewenangan yang sama untuk melakukan pembinaan,

penyelenggaraan, pengawasan, dan pengendalian, serta evaluasi

pengembangan SDM aparatur pelaksana urusan pemerintahan bidang

ketenagakerjaan skala kekuasaanya masing-masing.

104
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Op.,Cit., Lampiran.

Universitas Sumatera Utara


49

4) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan yang sama dalam membuat

penetapan kriteria dan standar pemangku jabatan perangkat daerah yang

melaksanakan urusan bidang ketenagakerjaan serta kewenangan melakukan

pembinaan, pengangkatan, dan pemberhentian pejabat fungsional bidang

ketenagakerjaan di instansi yang berada dalam wilayah kekuasaanya

masing-masing.

c. Dalam subbidang Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja,

dalam sub bidang ini kewenangan pemerintahan ialah:105

1) Pemerintah bertugas membuat standarisasi kompetensi dan

penyelenggaraan pelatihan kerja dalam skala nasional. Sementara itu

Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/ Kota

mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan

penyelenggaraan pelatihan kerja dalam skala provisi dan kabupaten/kota

berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Setelah

diadakannya pelatihan kerja ini nantinya akan dilakukan pengukuran

tingkat kenaikan produktivitas tenaga kerja dalam skala masing-masing.

2) Pemerintah berwenang melakukan pembinaan dan penyelenggaraan kerja

sama internasional dalam rangka penigkatan produktivitas, sementara itu

Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota dituntut

untuk terus melakukan produktivitas di wilayah kerjanya masing-masing

melalui pelatihan dan pemagangan tenaga kerja.

105
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Loc.,Cit.

Universitas Sumatera Utara


50

3) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/

Kota berwenang dalam pengawasan pelaksanaan perizinan dan pendaftaran

lembaga yang akan mengadakan pelatihan kerja serta penerbitan perizinan

magang keluar negeri. Salah satu bentuk pengawasan tersebut adalah

dengan mewajibkan lembaga pelatihan kerja untuk menyampaikan laporan

bulanan secara tertulis atas pelaksanaan kegiatan pelatihan yang telah

dilaksanakan kepada SKPD di wilayah kerja masing-masing.

4) Pemerintah, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

sertifikasi kompetensi dan akreditas lembaga sertifikasi profesi dan

lembaga pelatihan kerja skala kerja masing-masing. Pengawasan yang

dimaksud disini adalah dengan mewajibkan lembaga sertifikasi profesi dan

lembaga pelatihan kerja mengajukan pendaftaran untuk mendapatkan

akreditasi secara berkala kepada Komite Akreditasi Lembaga Pelatihan

Kerja (KALPK) yang ada di wilayah kerja masing-masing.

d. Dalam subbidang Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri,

pembagian kewenangan dalam subbidang ini terdiri dari:106

1) Pemerintah berwenang menyusun sistem dan penyebarluasan informasi

pasar kerja secara nasional, begitupun dengan Pemerintah Daerah Provinsi

yang mempunyai wewenang untuk menyusun sistem dan penyebarluasan

informasi pasar kerja sementara Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota hanya

106
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Loc.,Cit.

Universitas Sumatera Utara


51

berwenang untuk melakukan penyebaran informasi pasar kerja dan

pendaftaran pencari kerja dan data lowongan kerja skala kabupaten/kota.

2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai kewennagan

untuk memberikan pelayanan informasi pasar kerja dan bimbingan jabatan

kepada kepada pencari kerja dan pengguna tenaga kerja dalam skala kerja

masing-masing, sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota hanya

berwenang untuk melakukan penyusunan, pengolahan dan penganalisisan

data pencari kerja dan data lowongan kerja di kabupaten/kota.

3) Pemerintah berwenang dalam penerbitan dan pengendalian izin pendirian

Lembaga Bursa Kerja/Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta

(LPTKS) dan lembaga penyuluhan dan bimbingan jabatan lintas provinsi,

Pemerintah Daerah Provinsi berwenang melakukan hal ini dalam provinsi

yang dipimpinnya, begitupun dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Selain itu Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota berwenang untuk menerbitkan rekomendasi untuk

perizinan pendirian pendirian Lembaga Bursa Kerja/Lembaga Penempatan

Tenaga Kerja Swasta (LPTKS) dan lembaga penyuluhan dan bimbingan

jabatan yang akan melakukan kegiatan di wilayah provinsi/kabupaten yang

dipimpin oleh masing-masing Kepala Daerah ini.

4) Pemerintah, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota berwenang memberikan rekomendasi kepada pihak swasta

dalam penyelenggaraan pameran bursa kerja/job fair dalam skala kerja

masing-masing.

Universitas Sumatera Utara


52

5) Pemerintah berwenang untuk melakukan sosialisasi terkait penempatan

tenaga kerja penyandang cacat, lanjut usia dan tenaga kerja perempuan.

Pemerintah Daerah Provinsi berwenang untuk memfasilitasi dan

melakukan pembinaan penempatan tenaga kerja penyandang cacat, lanjut

usi dan perempuan sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota hanya

berwenang untuk memfasilitasi penempatan pencari kerja penyandang

cacat, lanjut usia dan perempuan di wilayah kabupaten/kota.

6) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi berwenang menerbitkan Surat

Persetujuan Penempatan (SPP) Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dalam

skala nasional, sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten berwennag

menerbitkan Surat Persetujuan Penempatan (SPP) Antar Kerja Antar Lokal

(AKL).

7) Baik Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota sama-sama berwenang untuk melakukan penerbitan izin

operasional Tenaga Kerja Sukarela (TKS) luar negeri maupun Indoneisa,

lembaga sukarela indonesia maupun luar negeri dalam wilayah kerjanya

masing-masing. Tenaga Kerja Sukarela (TKS) luar negeri maupun

Indoneisa, lembaga sukarela indonesia maupun luar negeri terdiri dari para

sarjana yang potensial dan memiliki motivasi tinggi mengabdi kepada

masyarakat.107 Setelah perekrutan dan pelatihan para sukarelawan ini

kemudian ditugaskan selama dua tahun menjadi pendamping kelompok

usaha masyarakat peserta program perluasan kesempatan kerja, seperti

107
Program Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela (TKS),
http://tksnakertrans.com/?page_id=33, diakses pada 27 Agustus 2016.

Universitas Sumatera Utara


53

program padat karya, terapan teknologi tepat guna, dan kegiatan

kewirausahaan yang dibina langsung oleh Kemnakertrans melalui

Direktorat Perluasan Kesempatan Kerja dan Pengembangan Tenaga Kerja

Sektor Informal (PKK-PTKSI). 108

8) Selain Tenaga Kerja Sukarela (TKS) luar negeri maupun Indoneisa,

lembaga sukarela Indonesia maupun luar negeri juga dikenal Tenaga Kerja

Mandiri (TKM), Pemerintah mempunyai kewenangan untuk melakukan

pembinaan, pengawasan dan pengendalian pendayagunaan tenaga kerja dan

lembaga tersebut. Sedangkan kewenangan yang yang dimiliki oleh

Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten dalam

pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dan pendayagunaan

hanya ditujukan kepada TKS dalam skala kerja masing-masing. Jika

Pemerintah Daerah Provinsi akan mendayagunakan TKM maka harus

berkordinasi dan melakukan sinkronisasi dengan Pemerintah.109

9) Pemerintah berwenang untuk mengesahkan Rencana Penggunaan Tenaga

Kerja Asing (RPTKA) baru serta RPTKA perpanjangan lintas provinsi.

Sementara itu Pemerintah Daerah Provinsi berwenang mengesahkan

RPTKA perpanjangan yang tidak mengandung perubahan jabatan, jumlah

orang, dan lokasi kerjanya dalam satu wilayah provinsi. Jika RPTKA

mengandung perubahan jabatan, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA), dan

108
Ibid.
109
Peranan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dalam
Pembangunan Ketenagakerjaan, Hasil Pemaparan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan
Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan pada Rapat Koordinasi Teknis Bidang
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi di Jakarta tanggal 3 Desember 2014

Universitas Sumatera Utara


54

lokasi kerjanya dan perubahan kewarganegaraan maka yang berwenang

mengesahkan RPTKA tersebut adalah Pemerintah.

10) Pemerintah berwenang memberikan rekomendasi visa kerja dan

penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) baru juga

penerbitan IMTA perpanjangan untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari

satu wilayah provinsi. Sedangkan Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota hanya berwenang dalam penerbitan

IMTA perpanjangan yang lokasi kerjanya berada dalam wilayah provinsi

atau kabupaten/kota.

e. Subbidang pembinaan dan penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri,

kewenangannya terdiri dari:110

1) Pemerintah berwenang melakukan pembinaan, pengendalian dan

pengawasan penempatan TKI keluar negeri. Pemerintah Daerah Provinsi

mempunyai kewenangan untuk mengontrol dan mengevaluasi penempatan

TKI keluar negeri yang berasal dari wilayah provinsi, sedangkan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berwenang untuk melaksanakan

penyuluhan, pendaftaran dan seleksi calon TKI diwilayah kabupaten/kota.

Untuk pelaksanaan penempatan TKI sendiri adalah kewenangan mutlak

dari Pemerintah.

2) Pemerintah berwenang membuat perjanjian kerjasama bilateral dan

multilateral dengan negara-negara penempatan TKI, sedangkan Pemerintah

Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai

110
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Loc.,Cit.

Universitas Sumatera Utara


55

kewenangan untuk memfasilitasi kerjasama tersebut yang pelaksanaannya

dilakukan di wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

3) Pemerintah berwenang dalam menerbitkan Surat Izin Pelaksanaan

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (SIPPTKIS) . Pemerintah

Daerah Provinsi berwenang dalam penerbitan perizinan pendirian kantor

cabang di wilayah provinsi dan rekomendasi perpanjangan SIPPTKIS,

sedangkan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota adalah dalam hal penerbitan rekomendasi pendirian kantor

cabang Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)

di wilayah kabupaten/kota.

4) Dalam hal kelengakapan dokumen TKI, Pemerintah Daerah Kabupaten/

Kota mempunyai kewenangan untuk menerbitkan rekomendasi paspor TKI

di wilayah kabupaten/kota berdasarkan alamat calon TKI, dokumen-

dokumen TKI ini nantinya anakn diverifikasi oleh Pemerintah Daerah

Provinsi untuk selanjutnya diadakan verifikasi dokumen oleh Pemerintah

agar dapat diterbitkakn Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTNLN) dan

penerbitan paspor yang bersifat khusus.

5) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota bekerja sama dalam penyelanggaraan dan peyebarluasan

informasi penempatan TKI.

6) Pemerintah mempunyai kewennagan untuk menentuan standar perjanjian

kerja, penelitian terhadap substansi perjanjian kerja, serta pengesahan

perjanjian kerja sedangkan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah

Universitas Sumatera Utara


56

Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk mensosialisasikan

substansi perjanjian kerja penempatan TKI ke luar negeri dalam kerja

masing-masing.

7) Pemerintah berwenang menginstruksikan penyelenggaraan Pembekalan

Akhir Pemberangkatan (PAP) yang pelaksanaannya bisa

didekonsentrasikan kepada gubernur.

8) Pemerintah mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan program

perlindungan, pembelaan dan advokasi TKI sedangkan Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan

dalam hal pembinaan dan pengawasan serta perlindunganTKI di wilayah

provinsi atau Kabupaten/Kota.

f. Dalam subbidang pembinaan hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga

kerja, pembagian kewenangan di bidang ketenagakerjaan terdiri dari:111

1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten /Kota berwenang untuk memfasilitasi penyusunan serta

pengesahan peraturan perusahaan, Pendaftaran Perjanjian Bersama (PKB)

serta pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada perusahaan

yang berada dalam skala kerja masing-masing.

2) Baik Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan yang sama untuk melakukan

pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mogok

kerja, dan penutupan perusahaan serta kewenangan untuk melakukan

111
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Loc.,Cit.

Universitas Sumatera Utara


57

pembinaaan SDM dan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan

industrial di luar pengadilan dalam skala kerja masing-masing.

3) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dalam penyusunan formasi,

pendaftaran dan seleksi calon arbiter dan konsiliator, pengangkatan dan

pemberhentian, serta penerbitan legitimasi mediator, konsoliator dan

arbiter. Sedangkan dalam hal pengangkatan dan pemberhentian serta

penerbitan legitimasi mediator, konsoliator dan arbiter merupakan

kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah.

4) Pemerintah berwenang dalam pendaftaran dan seleksi calon hakim ad hoc

hubungan industrial pada Mahkamah Agung, sementara Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berwenang dalam

pendaftaran dan penyeleksian hakim ad hoc hubungan industrial diwilayah

kerjanya masing-masing.

5) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dalam

peyusunan dan pengusulan penetapan upah minimum kabupaten/kota

kepada Gubernur.

Pemerintah Daerah Provinsi sendiri mempunyai kewennagan dalam

penyusunan dan penetapan upah minimum provinsi, kabupaten / kota dan

melaporkan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan, sedangkan Pemerintah berwenang dalam hal penetapan

kebijakan pengupahan nasional dan penelaahan terhadap upah minimum

yang ditetapkan pemerintah provinsi.

Universitas Sumatera Utara


58

6) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dalam pembinaan

penyelenggaran jaminan sosial, fasilitas dan kesejahteraan tenaga

kerja/buruh dalam wilayah kerjanya masing-masing.

7) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota saling berkoordinasi dalam melakukan verifikasi

keanggotaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) juga terkait pencatatan

organisasi pengusaha dan organisasi pekerja/buruh di wilayah kerja

masing-masing. Dari hasil verikasi tersebut nantinya akan ditetapkan

organisasi pengusaha dan organisasi pekerja/buruh untuk duduk dalam

lembaga-lembaga ketenagakerjaan nasional, provinsi dan kabupaten/kota

berdasarkan hasil verifikasi di wilayah kerja masing-masing.

g. Dalam subbidang pembinaan ketenagakerjaan, pembagian kewenangan di

bidang ketenagakerjaan dibagi menjadi:112

1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota mempunyai kewenanngan untuk melakukan pembinaan

dan pengawasan pelaksanaan norma ketenagakerjaan. Apabila ditemukan

adanya pelanggaran norma ketenagakerjaan di wilayah kerja masing-

masing maka akan dilakukan penanganan kasus dan penyidikan terhadap

pengusaha yang melanggar norma ketenagakerjaan tersebut.

2) Pemerintah berwenang untuk menetapkan rencana tahunan audit dan

sertifikasi Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3),

112
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Loc.,Cit.

Universitas Sumatera Utara


59

dan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

yang bertugas melaksanakan penerapan SMK3 di wilayah kerja masing-

masing.

3) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dalam pemberdayaan fungsi dan

kegiatan personil dan kelembagaan pengawasan ketenagakerjaan di

wilayah kerja masing-masing. Pemerintah akan menyelenggarakan diklat

teknis/fungsional pengawasan ketenagakerjaan yang calon pesertanya

berasal dari peserta hasil pengusulan Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. dalam hal penyelenggaraan diklat

juga dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi yang bekerja

sama dengan pusat penyelenggaraan diklat teknis dan pengawas

ketenagakerjaan.

4) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

mempunyai kewenangan untuk mengusulkan calon pegawai pengawas

ketenagakerjaan di wilayah kerja masing-masing kepada Pemerintah.

Berdasarkan usulan tersebut nantinya Pemerintah akan menggunakan

wewenangnya untuk menunjuk dan mengangkat pegawai pengawas

ketenagakerjaan serta dapat menghentikan pegawai pengawas

ketenagakerjaan.

5) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota berwenang untuk menerbitan kartu Penyidik Pegawai

Universitas Sumatera Utara


60

Negeri Sipil (PPNS) bidang ketenagakerjaan dalam skala kerja masing-

masing.

6) Pemerintah berwenang dalam penetapan sertifikasi, penujukan, penerbitan

lisensi bagi lembaga personil dan kader ketenagakerjaan

C. Hukum Ketenagakerjaan di Provinsi Aceh

Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum

yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Gubernur.113

Sementara itu, Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi

dan kewenangan masing-masing.114 Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota

berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor

publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah

(pemerintah pusat).115

113
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan
Aceh, Pasal 1 ayat 2.
114
Ibid. ayat 4.
115
Ibid. Pasal 7 ayat 1.

Universitas Sumatera Utara


61

Untuk pembagian urusan pemerintahan yang berkaitan dengan syari’at Islam

antara Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota diatur dengan Qanun

Aceh.116 Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan

daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan

masyarakat Aceh.117. Dalam menjalankan urusan pemerintahan dikenal urusan

wajib dan urusan pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh. Urusan

wajib adalah urusan pemerintahan yang secara mutlak harus dilaksanakan oleh

Pemerintahan Aceh sedangkan urusan Pemerintahan Aceh yang bersifat pilihan

meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata berpotensi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan

Aceh.118 Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh yang

merupakan urusan dalam skala Aceh meliputi:119

1. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

2. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

8. Pelayanan bidang penyediaan lapangan kerja dan ketenagakerjaan lintas

kabupaten/kota;

116
Ibid, Pasal 13 ayat 1.
117
Ibid, Pasal 1 ayat 21.
118
Ibid, Pasal 16 ayat 3.
119
Ibid, ayat 1.

Universitas Sumatera Utara


62

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas

kabupaten/kota;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;

12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

dan

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lain yang belum dapat dilaksanakan oleh

pemerintahan kabupaten/kota.

Sementara itu, urusan wajib lainnya yang menjadi kewenangan Pemerintahan

Aceh merupakan pelaksanaan keistimewaan Aceh yang antara lain meliputi:120

1. Penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at

Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar

umat beragama;

2. Penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;

3. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan

lokal sesuai dengan syari’at Islam;

4. Peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh; dan

5. Penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dengan peraturan

perundangundangan.

120
Ibid, ayat 2.

Universitas Sumatera Utara


63

Kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Aceh terutama terkait

keistimewaan Aceh tersebut tidak terlepas dari sejarah panjang aceh yang sejak

masa kerajaan-kerajaan islam Aceh terutama Kerajaan Aceh Darussalam yang

merupakan kerajaan besar yang pernah ada di Aceh mengambil Islam menjadi

dasar negara, sehingga segala hukum yang berlaku didalamnya tidak boleh

bertentangan dengan Hukum Islam.121 Sumber hukum yang digunakan untuk

menjalankan roda pemerintahan pada masa itu terdiri dari Al Quran, Al Hadis,

Idjma'Ulama Ahlussunnah Wal Dajama'ah, dan Qias.122 Hal ini menunjukkan

bahwa nilai-nilai keislaman telah sejak lama dijadikan dasar hukum sehingga

antara kehidupan dan budaya masyarakat Aceh seperti telah menjadi satu kesatuan

dengan ajaran islam.123

Sebagaimana yang telah disebutkan diatas, urusan wajib yang menjadi

kewenangan Pemerintahan Aceh yang merupakan urusan dalam skala Aceh salah

satunya adalah pelayanan bidang penyediaan lapangan kerja dan ketenagakerjaan.

Sebagai salah satu provinsi yang berada di dalam wilayah hukum Indonesia

Provinsi Aceh tunduk pada berbagai peraturan hukum Ketenagakerjaan yang

dikeluarkan oleh Pemerintah. Nilai-nilai islam yang telah sejak lama berlaku

dalam kehidupan masyarakat Aceh secara tidak langsung mempengaruhi hukum

ketenagakerjaan di Provinsi Aceh. Apabila dilihat pelaksanaannya di masyarakat

akan tampak bahwa disamping menjalankan peraturan ketenagakerjaan yang

dikeluarkan oleh pemerintah, pemerintah Aceh juga menjalankan peraturan-

121
Ali Hasjmy, Op. Cit, hlm. 67
122
Ibid, hlm. 69
123
Tgk. Affan Jamuda, Tueng Pusaka Acheh, (Banda Aceh: Angkasa Muda, 2003), hlm.
17.

Universitas Sumatera Utara


64

peraturan yang tidak diatur di dalam produk hukum ketenagakerjaan yang

dikeluarkan oleh pemerintah pusat, peraturan-peraturan tersebut berasal dari

kebiasaan-kebiasaan yang telah sejak lama dianut di wilayah Aceh bahkan

beberapa kebiasaan tersebut kini telah diatur di dalam Qanun Aceh.

Peraturan-peraturan ketenagakerjaan yang selama ini berlaku di wilayah

Provinsi Aceh yang tidak terdapat di dalam produk hukum ketenagakerjaan yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat ialah:

1. Peraturan terkait zakat penghasilan.

Zakat penghasilan adalah zakat yang dibayarkan atas

penghasilan/pendapatan karena melakukan sesuatu pekerjaan atau

keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha.124 Kewajiban

mengeluarkan zakat penghasilan/profesi di Aceh saat ini telah menjadi hukum

positif dengan diaturnya hal tersebut di dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun

2007. Sebelumnya juga telah dikuatkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Provinsi Daerah Istimewa Aceh pada 16 Juli 1978 dengan mengeluarkan

fatwa bahwa: Pertama, yang dimaksud dengan jasa adalah hasil yang

diperoleh sebagai imbalan dari guna/manfaat sesuatu (seperti gaji, upah,

sewa, hasil profesi dan lain sebagainya); Kedua, jasa diwajibkan zakat

berdasarkan ketentuan Q.S. Al –Baqarah ayat 267; Ketiga, nisab dan qadar

zakatnya dipersamakan dengan nisab dan qadar zakat emas.

Selanjutnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Daerah Istimewa

Aceh mengeluarkan fatwa tentang perhitungan nisab zakat harta pada 26 Juni

124
Fuadi, Zakat Dalam Sistem Hukum Pemerintahan Aceh, (Yogyakarta:Deepublish,
2016), hlm. 163.

Universitas Sumatera Utara


65

1998 yang terdiri dari: Pertama, penghasilan dari sektor jasa wajib dizakati

apabila jumlahnya dalam setahun sudah senilai dengan harga 94 gram emas

murni dan pembayaran/ pemungutannya dilakukan pada setiap kali

memperoleh penghasilan; Kedua, dasar perhitungan harga emas murni

pergram adalah pada waktu pembayaran atau pemungutan. Zakat penghasilan

diambil/dipungut dari PNS/pejabat/karyawan berasal dari jenis penghasilan

berupa gaji dan penghasilan lainnya termasuk tunjangan beras, tunjangan

jabatan, serta penghasilan pimpinan dan anggota DPRA, termasuk juga

Tunjangan Prestasi Kerja (TPK). 125

Tata cara pemotongan zakat penghasilan ditentukan pada saat

pembayaran gaji/honorarium bulanan seorang pegawai/pejabat/karyawan,

apabila jumlah penghasilannnya belum mencapai nishab zakat yaitu sebesar

Rp.2.200.000,-/bulan maka yang bersangkutan dibebaskan dari kewajiban

rnembayar zakat, sebaliknya apabila penghasilannya diatas

Rp.2.200.000,/bu lan maka akan langsung dipotong zakatnya 2,5%

sebelum dipotong pajak penghasilan (PPh). 126 Hal ini sesuai dengan

ketentuan yang di atur pada Pasal 9 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 tentang

Perubahan Ke empat atas UU.No.7/1983 tentang Pajak Pengahsilan. Zakat

dari TPK dan tunjangan jabatan dipotong 2,5% dari jumlah pembayaran

125
Surat Kepala Baitul Mal Aceh No. 451.12/935 tanggal 15 September 2008.
126
Pedoman Pemungutan Zakat Penghasilan/Profesi dan Arah Penggunaan Zakat" yang
diterbitkan oleh Baitul Mal Aceh Tahun 2009, Bab N. Pedoman dan Tata Cara Perhitungan
Zakat Penghasilan PNS/Pejabat dan Karyawan.

Universitas Sumatera Utara


66

yang tercantum dalam daftar pembayaran sebelum dikurangi pajak

penghasilan 15% karena zakat bukan merupakan objek pajak.

Nominal uang dari 2,5% penghasilan tersebut akan diserahkan

kepada bendahara atau tim yang khusus ditunjuk untuk itu guna

menghimpun zakat penghasilan seluruh pegawai/karyawan/pejabat

yang berada di instansi atau perusahaan yang bersangkutan untuk

selanjutnya diserahkan kepada Baitul Mal di wilayah

instansi/perusahaan tersebut berada. 127 Baitul Mal adalah Lembaga

Daerah Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan

mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk

kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim

piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak

ada wali berdasarkan Syariat Islam.128 Setiap orang Islam, badan atau

perusahaan yang berada di wilayah Aceh namun tidak menjalankan

kewajiban membayar zakat maka Baitul Mal akan memberi peringatan

sebanyak 3 (tiga) kali,129 jika yang bersangkutan masih belum juga

mengeluarkan zakat maka akan dikenakan denda paling sedikit 1 (satu) kali

nilai zakat yang wajib dibayarkan, paling banyak 2 (dua) kali nilai zakat yang

wajib dibayarkan.130

127
Hasil wawancara dengan Tgk. Ramli Raden selaku responden yang berkedudukan
sebagai Wakil Kepala Baitul Mal Kota Langsa.
128
Republik Indonesia, Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal, Pasal 1
angka 11.
129
Hasil wawancara dengan Tgk. Ramli Raden selaku responden yang berkedudukan
sebagai Wakil Kepala Baitul Mal Kota Langsa.
130
Republik Indonesia, Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007, Op.Cit., Pasal 50.

Universitas Sumatera Utara


67

2. Peraturan terkait pakaian bagi perempuan

Sebagai salah satu wujud pelaksanaan syariat Islam di Aceh adalah

lahirnya Qanun No.11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang

Ibadah, Aqidah dan Syiar Islam yang bertujuan untuk dan memelihara

keimanan dan ketakwaan individu dan masyarakat dari pengaruh ajaran yang

menyesatkan, meningkatkan pemahaman dan pengamalan ibadah serta

penyediaan fasilitasnya, serta menghidupkan dan menyemarakkan kegiatan-

kegiatan guna menciptakan suasana lingkungan yang Islami. Salah satu yang

diatur di dalam Qanun tersebut adalah kewajiban berbusana islami kepada

masyarakat Aceh.131 Bahkan khusus kepada Pimpinan instansi pemerintah,

lembaga pendidikan, badan usaha (perusahaan) dan atau institusi masyarakat

wajib membudayakan busana Islami di lingkungannya,132 terutama terkait

pakaian yang dikenakan oleh tenaga kerja perempuan di tempat tersebut

haruslah sesuai syariat islam (menutup aurat) sedangkan untuk tenaga kerja

perempuan yang tidak beragama Islam dapat menyesuaikan diri dengan

pakaian yang sopan.133

Sejak mulai diberlakukannya Qanun tersebut khususnya kewajiban

berbusana Islami, secara berkala aparat yang berwenang dalam hal ini

Wilayatul Hisbah dengan dibantu oleh aparat Kepolisian setempat, aktif

melakukan razia untuk menegakkan aturan ini. Khusus bagi kaum wanita

yang diwajibkan untuk menggunakan busana Islami termasuk penggunaan

131
Republik Indonesia , Qanun No.11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam
Bidang Ibadah, Aqidah dan Syiar Islam, Pasal 13 ayat (1).
132
Ibid, ayat (2).
133
Hasil wawancara dengan Bapak Ibrahim Latif selaku responden yang berkedudukan
sebagai Kepala Dinas Syari’at Islam Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara


68

jilbab, bila ditemukan tidak menggunakan jilbab di luar rumah akan

dikenakan sanksi secara berjenjang:134

a. Teguran lisan, terkadang disertai pemasangan jilbab/kerudung di tempat

terjadinya razia oleh aparat Wilayatul Hisbah wanita;

b. Bila pelaku ditemukan lagi melakukan pelanggaran serupa, identitas

berserta alamatnya akan dicatat oleh aparat Wilayatul Hisbah dan pelaku

diwajibkan untuk membuat pernyataan tertulis tidak akan mengulangi

pelanggaran serupa;

c. Bila masih ditemukan pelaku yang melakukan pelanggaran serupa,

pelaku akan dibawa ke kantor Wilayatul Hisbah terdekat dan akan

diberikan pembinaan.

3. Pengaturan terkait tunjangan meugang, idul fitri dan idul adha

Masyarakat Aceh memiliki tradisi unik yang dikenal dengan istilah

meugang, tradisi ini dulunya dikenal dengan nama Makmeugang. Gang

dalam bahasa Aceh berarti pasar, di mana di dalamnya terdapat para penjual

daging yang digantung di bawah bambu.135 Pada hari-hari biasa, tak banyak

masyarakat umum yang mendatangi pasar itu. Namun, pada hari-hari tertentu,

yaitu menjelang bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, masyarakat akan

ramai mendatangi pasar, sehingga ada istilah Makmu that gang nyan

(makmur sekali pasar itu). Maka, jadilah nama Makmeugang.136 Pada masa

kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam, hari Meugang dirayakan di Keraton

134
Hasil wawancara dengan Bapak Ibrahim Latif selaku responden yang berkedudukan
sebagai Kepala Dinas Syari’at Islam Kota Langsa
135
Amir Hamzah, http://www.acehfeature.org, tradisi khas masyarakat Aceh, (diakses
pada 17 Oktober 2016)
136
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


69

Darud Dunia dengan dihadiri oleh sultan, para menteri dan pembesar

kerajaan, serta alim ulama. 137

Saat hari Meugang para pembesar kerajaan dan orang-orang kaya

membagikan daging sapi kepada fakir miskin, hal ini merupakan salah satu

cara memberikan sedekah dan membagi kenikmatan kepada masyarakat dari

kalangan yang tidak mampu.138 Tradisi ini terus di pertahankan dari generasi

kegenerasi hingga saat ini, didalam dunia kerja baik instansi pemerintah

maupun badan swasta/perusahaan telah menjadikan tradisi meugang ini

sebagai hak yang harus diberikan kepada pekerja dalam bentuk tunjangan

meugang baik berupa uang maupun daging yang biasanya akan diberikan 1

(satu) hai menjelang bulan Ramadhan (puasa). Tidak jauh berbeda dengan

tradisi meugang, Aceh yang dikenal kental dengan nilai-nilai keislamannya

sejak dulu selalu mengadakan perayaan hari besar keagamaan (idul fitri dan

idul adha) dengan sangat meriah,139 maka dari itu untuk menghormati dan

ikut merayakan hari besar agama masyarakat Aceh yang hampir seluruhnya

adalah Islam maka setiap menjelang Idul Fitri dan Idul Adha para pemberi

kerja/perusahaan akan memberikan tunjangan hari raya yang bentuk dan

jumlahnya ditentukan oleh masing-masing perusahaan.

4. Pengaturan terkait jadwal/jam kerja

Pada dasarnya jam kerja yang diberlakukan pada perusahaan-perusahaan

yang berada di wilayah Aceh adalah mengikuti jam kerja yang diberlakukan

pada perusahaan pada umumnya yang berada di Indonesia yaitu hari kerjanya
137
Ali Hasjmy, Loc. Cit.
138
Ibid.
139
Ibid, hlm. 152

Universitas Sumatera Utara


70

adalah senin hingga jumat yang dimulai dari pukul 07.30 wib hingga pukul

17.00 wib. Khusus pada hari jumat perusahaan harus menghentikan

kegiatannya sejak pukul 12.00 wib hingga pukul 14.00 wib agar para

pekerjanya terutama tenaga kerja laki-laki dapat menunaikan sholat jumat.140

Barang siapa tidak melaksanakan shalat jum’at tiga kali berturut-turut tanpa

uzur syar’i akan dihukum dengan ta’zir berupa hukuman penjara paling lama

6 (enam) bulan atau hukuman cambuk di depan umum paling banyak 3 (tiga)

kali. 141 Terhadap beberapa perusahaan tertentu, misalnya perusahaan

pengangkutan umum apabila tidak memberi kesempatan dan fasilitas kepada

pengguna jasa atau tenaga kerjanya untuk melaksanakan shalat fardhu

dipidana dengan hukuman ta’zir berupa pencabutan izin usaha.142

5. Pengaturan terkait infaq dan shadaqah

Bagi pekerja yang penghasilannya belum mencapai Rp.2.200.000,-/bulan

maka dianjurkan untuk melakukan shadaqah atau infaq yang dapat diserahkan

melalui tim yang mengumpulkan zakat di tempat kerja masing-masing

ataupun dapat menyerahkan langsung kepada petugas Baitul Mal. 143

D. Karakteristik Perbedaan Antara Qanun Ketenagakerjaan dan UU

Ketenagakerjaan

Pada umumnya peraturan perundang-undangan di bidang ketenagkerjan

tersebar dalalm beragai Undang-Undang , bahkan berbagai peraturan tersebut ada

140
Republik Indonesia , Qanun No.11 Tahun 2002, Op. Cit., Pasal 8.
141
Ibid, Pasal 21 ayat (1)
142
Ibid, ayat (2)
143
Hasil wawancara dengan Tgk. Ramli Raden selaku responden yang berkedudukan
sebagai Wakil Kepala Baitul Mal Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara


71

yang berlaku sejak zaman penjajahan Belanda. Diundangkannya Undang-

unudang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk mengatur ketenagkerjaan secara

menyeluruh dan komprehensif serta untuk mencabut beberapa ketentuan dalam

peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan zaman, sedangkan ketentuan yang masih relean masih tetap

diperahankan dalam undang-undang ini. 144 Selain maksud tersebut Undang-

unudang Ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk mengakomodasi perubahan

yang sangat mendasar di segala aspek kehidupa bangsa Indonesia sejak

dimulainya era reformasi pada 1998. Dengan perubahan tersebut, beberapa

ketentuan dalam hukum positif di bidang ketenagakerjaan juga mengalami

perubahahan sehingga tidak berlaku lagi dan diganti dengan yang baru,145 selain

itu juga muncul berbagai peraturan pelaksana dari Undang-undang

Ketenagakerjaan ini salah satunya adalah Qanun Ketenagakerjaan yang

merupakan produk hukum dari Pemerintah Aceh.

Kendati Qanun Ketenagakerjaan merupakan produk hukum turunan dari

Undang-undang Ketenagakerjaan namun terdapat perbedaan pada kedua peraturan

ini. Berikut ini adalah karakteristik perbedaan yang miliki oleh kedua peraturan

ketenagakerjaan ini, yaitu:

1. Azas

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa

Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnnya dalam

144
Maimun, Op.Cit., hlm vii.
145
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


72

penjelasan pasal tersebut ditegaskan bahwa pembangunan ketenagakerjaan

dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk

mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil,

makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual.

Sedangkan Qanun Ketenagakerjaan secara spesifik menyebutkan bahwa

penyelenggaraan ketenagakerjaan berasaskan keislaman,146 artinya

penyelenggaraan ketenagakerjaan di Aceh harus sesuai dengan tuntunan

agama Islam.147 Hal ini tentu berbeda dengan Undang-undang

Ketenagakerjaan yang berasarkan pancasila, mesipun dalam pancasila

terdapat nilai-nilai Ketuhanan/keagamaan namun nilai-nilai tersebut bukanlah

mewakili agama Islam semata namun juga agama-agama lain yang diakui di

Indonesia. Selain itu di dalam Qanun Ketenagakerjaan juga dikenal asas

kearifan lokal, 148 yang menegaskan bahwa penyelenggaraan ketenagakerjaan

di Aceh harus menghormati ketentuan adat, budaya, dan nilai-nilai kearifan

yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. 149

2. Tujuan

Pada dasarnya tujuan Undang-undang Ketenagakerjaan dan Qanun

Ketenagakerjaan adalah memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja

dengan mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga

146
Republik Indonesia, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014, Op.Cit., Pasal 2 huruf a.
147
Ibid, Penjelasan Pasal 2 huruf a.
148
Ibid, Pasal 2 huruf f.
149
Ibid, Penjelasan Pasal 2 huruf f.

Universitas Sumatera Utara


73

kerja guna meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.150

Namun bedanya adalah di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan

pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja serta pemerataan kesempatan

kerja ditujukan seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia sedangkan Qanun

Ketenagakerjaan lebih mengkhususkan hal tersebut kepada masyarakat Aceh

sendiri. 151

3. Penempatan tenga kerja

Pada dasarnya Pemerintah dan Pemerintah Aceh mendorong terciptanya

perluasan kesempatan kerja guna memperoleh penghasilan yang layak baik di

dalam atau di luar negeri. 152 Khusus penempatan tenaga kerja keluar negeri di

dalam Qanun Ketenagakerjaan di tegaskan bahwa Pelaksana penempatan

tenaga kerja ke luar negeri dilarang untuk menempatkan Tenaga Kerja Aceh

sebagai Penata Laksana (Pembantu) Rumah Tangga, 153 bagi tenaga kerja

Aceh yang bekerja di luar negeri sebagai Penata Laksana (Pembantu) Rumah

Tangga sebelum Qanun ini berlaku, masih diberikan izin sampai dengan PK-

nya (kontraknya) berakhir. 154 Hal ini menunjukkan bahwa Qanun

Ketenagakerjaan benar-benar ingin melindungi dan memastikan masyarakat

Aceh memperoleh pekerjaan yang layak sehingga tujuan Qanun

Ketenagaerjaan untuk mensejahterakan tenaga kerja Aceh dapat terlaksana.

4. Perluasan kesempatan kerja

150
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Pasal 4.
151
Republik Indonesia, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014, Op.Cit., Pasal 18 ayat (1).
152
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Op.Cit., Pasal 31.
153
Republik Indonesia, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014, Op.Cit., Pasal 19 ayat (1).
154
Ibid, Pasal 19 ayat (3)

Universitas Sumatera Utara


74

Upayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar

hubungan kerja yang diatur di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

ditujukan untuk memberikan kesempatan kerja kepada seluruh warga

Indonesia. Sedangkan upaya perluasan kesempatan kerja yang diatur di dalam

Qanun Ketenagakerjaan lebih ditujukan untuk masyarakat Aceh, hal ini dapat

dilihat di dalam Pasal 20 ayat (2) yang menyatakan bahwa perluasan

kesempatan kerja didalam hubungan kerja dilakukan dengan mewajibkan

penggunaan lembaga dan tenaga kerja lokal dalam pembangunan di Aceh.

Namun kewajiban penggunaan lembaga dan tenaga kerja lokal dapat

dikecualikan dalam hal tidak tersedianya lembaga dan tenaga lokal. 155

5. Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Qanun Ketenagakerjaan sama-sama

mengizinkan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut TKA) untuk bekerja di

Indonesia apabila telah memperoleh izin dari Menteri atau pejabat yang

ditunjuk. Namun khusus bagi pemberi kerja orang perseorangan Undang-

Undang Ketenagakerjaan melarang untuk mempekerjakan TKA, 156 sedangkan

Qanun Ketenagakerjaan mengatur bahwa TKA dapat bekerja di Aceh, apabila

keahlian untuk jabatan tertentu belum dimiliki oleh tenaga kerja Aceh,157

apabila keahlian untuk jabatan tertentu tersebut dapat diisi oleh tenaga kerja

Aceh maka perusahaan tidak diizinkan untuk menerima/menempatkan TKA

tersebut pada jabatan yang bersangkutan. TKA dapat dipekerjakan di

155
Ibid, Pasal 20 ayat (3)
156
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Op.Cit., Pasal 42 ayat
(2).
157
Republik Indonesia, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014, Op.Cit., Pasal 22 ayat (1).

Universitas Sumatera Utara


75

Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu

tertentu,158 apabila masa kerjanya habis maka TKA ynag bersangkutan tidak

dapat memperpanjang lagi masa kerjanya, namun dapat digantikan oleh TKA

lainnya.159 Sedangkan Qanun Ketenagakerjaan mengatur bahwa dalam jangka

waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak izin tertulis untuk bekerja di

Indonesia/Aceh di keluarkan oleh pejabat yang berwenang jabatan yang di

tempati oleh TKA tidak boleh digantikan oleh TKA lain, melainkan harus

dialih tugaskan kepada tenaga kerja Aceh, kecuali untuk jabatan komisaris

dan direktur sebagai pemilik modal.160

6. Tenaga kerja perempuan

Sebagai implementasi dari asas keislaman yang diusung oleh Qanun

Ketenagakerjaan maka di dalam Qanun ini terdapat peraturan yang tidak

disinggung sama sekali di dalan Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu

terkait pekerja/buruh perempuan yang beragama Islam wajib menggunakan

pakaian kerja sesuai syariat Islam, sedangkan bagi pekerja/buruh perempuan

yang bukan beragama Islam wajib menggunakan pakaian kerja yang sopan

dan sesuai dengan kearifan lokal. 161

7. Waktu kerja

Undang-Undang Ketenagakerjaan menetapkan waktu kerja selama 6

(enam) hari dalam 1 (satu) minggu dengan waktu istirahat pada hari minggu

atau 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu dengan waktu istirahat pada hari

158
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Op.Cit., Pasal 42 ayat
(4).
159
Ibid, ayat (4).
160
Republik Indonesia, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014, Op.Cit., Pasal 22 ayat (2).
161
Ibid, Pasal 44 ayat (1) dan (2).

Universitas Sumatera Utara


76

sabtu dan minggu,162 selain waktu istirahat tersebut waktu istirahat lainnya

mengikuti hari libur nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan

Qanun Ketenagakerjaan terkait waktu kerja mengikuti sebagaimana yang

diatur didalam Undang-Undang Ketenagakerjaan namun hari istirahatnya

selain mengikuti sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang

Ketenagakerjaan juga menetapkan waktu isirahat yang khusus diperuntukkan

bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan-perusahaan di wilayah Aceh

yaitu waktu istirahat selama Bulan Ramadhan, hari Meugang sebelum puasa

Ramadhan, hari meugang sebelum hari raya Idul Fitri dan hari Meugang

sebelum hari raya Idul Adha.163 Selain itu untuk memperingati musibah

Gempa dan Tsunami di Aceh, setiap tanggal 26 Desember juga dinyatakan

sebagai hari libur resmi Aceh. 164

8. Pemberian reward

Qanun Ketenagakerjaan mengatur bahwa Pemerintah Aceh dan Pemerintah

Kabupaten/Kota dapat memberikan penghargaan (reward) kepada Tokoh,

pekerja/buruh yang berprestasi pada bidang ketenagakerjaan di Aceh. 165

9. Tanggungjawab sosial perusahaan

Berbanding terbalik dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang tidak

mengatur tentang Tanggungjawab sosial perusahaan, Qanun Ketenagakerjaan

didalam Pasal 64 mengatur terkait Tanggungjawab Sosial Perusahaan

(Coorporate Social Responsibility). Bahkan secara khusus Qanun ini

162
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Op.Cit., Pasal 77 ayat
(2).
163
Republik Indonesia, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014, Op.Cit., Pasal 47 ayat (2).
164
Ibid, Pasal 49 ayat (1).
165
Ibid, Pasal 55.

Universitas Sumatera Utara


77

mewajibkan pengusaha dan pekerja untuk membayar zakat bila sudah

mencapai nisab.166 Bagi perusahaan, pengusaha dan pekerja yang

penghasilannya belum mencapai nisab dapat mengeluarkan infaq dan

shadaqah.167 Zakat, infaq dan shadaqah ini dikenakan bagi perusahaan,

pengusaha dan pekerja, baik tenaga kerja Indonesia maupun Tenaga Kerja

Asing yang muslim, dan merupakan bagian dari Tanggungjawab Sosial

Perusahaan (Coorporate Social Responsibility). 168

166
Ibid, Pasal 66 ayat (1).
167
Ibid, Pasal 66 ayat (3).
168
Ibid, Pasal 67.

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apabila hendak membicarakan sebuah perusahaan maka takkan pernah

lepas dari aspek hukum yang mengatur perusahaan tersebut, salah satunya adalah

pengaturan mengenai hukum ketenagakerjaan guna melaksanakan keadilan sosial

dalam bidang ketenagakerjaan 1. Hukum ketenagakerjaan yang dahulu disebut

hukum perburuhan atau dalam bahasa Belanda disebut arbeidrechts, juga sama

dengan pengertian hukum itu sendiri, yakni masih beragam sesuai dengan sudut

pandang masing-masing ahli hukum.2 Namun untuk menghindarkan adanya

kesalahan persepsi terhadap penggunaan istilah hukum ketenagakerjaan ada

baiknya merujuk kepada Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) yang

merupakan payung hukum bagi pengaturan hukum ketenagakerjaan dalam

perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah Indonesia.

Sejak dikenalnya asas desentralisasi dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah,3 yang menyatakan bahwa Pemerintah Pusat akan

menyerahkan sebagian kewenangan pemerintahannya kepada Pemerintah Daerah

atau daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan

1
Manulang Sedjun H, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Cet. II,
Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 2.
2
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Cet. 4, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 4.
3
Sebelumnya kewenangan daerah otonom diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999

Universitas Sumatera Utara


2

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.4 Hal ini telah menjadikan

Provinsi Aceh sebagai salah satu daerah yang memiliki kewenangan untuk

mengatur urusan pemerintahan seperti pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan

dan budaya, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman

modal, lingkungan hidup, pertahanan koperasi dan tenaga kerja. Ditambah lagi

dengan adanya UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh maka

semakin luaslah kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Aceh dan

Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengatur urusan pemerintahannya terutama di

bidang pertahanan koperasi dan tenaga kerja.

Bertolak dari hal tersebut perlu dibentuk Peraturan Daerah yang mengatur

ketenagakerjaan di wilayah Aceh, sehingga pada tahun 2014 lahirlah Peraturan

Daerah (Qanun) Aceh No. 7 Tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut Qanun

ketenagakerjaan) dengan lahirnya Qanun ini diharapkan dapat menjadi payung

hukum bagi pengaturan perusahaan-perusahaan yang khusus berada di wilayah

Aceh tanpa menyalahi aturan-aturan yang telah diatur di dalam UU

Ketenagakerjaan.

Di Indonesia, Aceh dikenal sebagai salah satu daerah yang sangat

menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam dan adat istadat, hal ini tercermin dari

kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat Aceh. Bahkan nilai-nilai keislaman dan

kebiasan tersebut juga terkandung di dalam peraturan-peraturan yang dilahirkan

oleh Pemerintah Aceh. Salah satunya seperti yang terdapat di dalam Qanun

Ketenagakerjaan yang berasaskan keislamanam. Asas keislaman ini sendiri di

4
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 231.

Universitas Sumatera Utara


3

antaranya ialah tenaga kerja perempuan Aceh yang beragama Islam harus

mengenakan pakaian kerja yang sesuai syariat Islam, dan adanya kewajiban

membayar zakat apabila telah mencapai nisab. Selain itu dikenal juga adanya hari

“meugang”5 dan hari libur pada tanggal 26 Desember serta beberapa hal lain

sebagaimana juga yang terdapat di dalam UU Ketenagakerjaan.

Sejalan dengan disahkannya Qanun Ketenagakerjaan maka secara nyata

telah mengikat perusahaan-perusahaan yang berada di dalam wilayah Provinsi

Aceh untuk melaksanakan segala ketentuan yang terdapat di dalam Qanun

tersebut. Ketentuan tersebut meliputi perencanaan tenaga kerja dan penempatan

ketenagakerjaan, perluasan kesempatan kerja, hubungan kerja, tenaga kerja asing,

perlindungan, pengupahan dan jaminan sosial, hubungan industrial, pelayanan

ketenagakerjaan, serta pembinaan dan pengawasan terhadap unsur-unsur dan

kegiatan ketenagakerjaan. Tidak terkecuali PT. Aica Mugi Indonesia yang

merupakan salah satu industri lem kayu lapis dan formaldehyde yang berada di Jl.

Langsa-Lhokseumawe Km. 7, Desa Alue Dua Bakaran Bate, Kecamatan Langsa

Baro, Kota Langsa, Provinsi Aceh6. Perusahaan ini telah membantu pembangun

perekonomian mayarakat Aceh dengan menyerap para pekerja yang berasal dari

Aceh dan menambah pendapatan daerah. Oleh karena itu, penulis berharap

dengan adanya penelitian ini maka dapat diketahui bagaimana pelaksanaan Qanun

Ketenagakerjaan di dalam perusahaan di wilayah Aceh terutama di PT. Aica Mugi

5
Ali Hasjmy, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, (Jakarta: Penerbit Beuna, 1983), hlm.
151 .
6
Laporan Realisasi Investasi PMA http://acehinvestment.com/wp-content/uploads/
downloads/2014/11/Laporan-Realisasi-Investasi-TW-III-PMA.pdf (diakses pada tanggal 29
Agustus 2016)

Universitas Sumatera Utara


4

Indonesia yang merupakan salah satu perusahan pengekspor lem ke luar negeri,

dan juga mengingat Qanun ini telah dinyatakan sah berlaku sejak Oktober 2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, beberapa permasalahan pokok

yang akan dibahas antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan tentang ketenagakerjaan dalam perusahaan

yang berada di wilayah Provinsi Aceh?

2. Bagaimanakah pelaksanaan Qanun No. 7 Tahun 2014 tentang

Ketenagakerjaan di PT. Aia Mugi Indonesia?

3. Bagaimanakah agaimanakah hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan

Qanun No. 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi

Indonesia?

4. ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dan manfaat yang hendak

dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam tulisan ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui gambaran mengenai pengaturan tentang

ketenagakerjaan dalam perusahaan yang berada di wilayah Provinsi Aceh.

b. Untuk memberikan gambaran umum pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan

di PT. Aica Mugi Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


5

c. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Qanun

Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia.

2. Manfaat penulisan

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoretis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya serta hukum

ekonomi pada khususnya mengenai pelaksanaan Qanun

Ketenagakerjaan.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literatur dalam dunia kepustakaan tentang pelaksanaan Qanun

Ketenagakerjaan.

3) Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-

penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi

bahan kajian bagi para pembaca dan elemen yang bergerak di bidang

ketenagakerjaan, baik Satuan Perangkat Kerja Aceh (SPKA) bidang

ketenagakerjaan maupun perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah

Aceh agar dapat memahami bagaimana pengaturan dan pelaksanaan

Qanun Ketenagakerjaan.

D. Keaslian Penulisan

Universitas Sumatera Utara


6

Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Peraturan Daerah (Qanun) Aceh No. 7

Tahun 2014 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus di PT. Aica Mugi Indonesia,

Langsa)”. Penulisan ini diperoleh dari literatur perpustakaan, riset, informasi dan

ilmu yang diperoleh dari perkuliahan serta dari media massa baik media cetak

maupun media elektronik yang pada akhirnya dituangkan dalam bentuk skripsi.

Maka, keaslian penulisan dalam skrispsi ini dapat terjamin. Meskipun dalam

tulisan ini terdapat pendapat dan kutipan-kutipan dari berbagai sumber, hal ini

semata-mata adalah sebagai bahan penunjang dalam penulisan ini karena hal

tersebut memang sangat dibutuhkan demi memenuhi kesempurnaan penulisan

penelitian ini.

Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, telah dilakukan pemeriksaan

pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk

membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Bila dikemudian hari ternyata terdapat

judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum

skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat diminta pertanggungjawabannya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam sebuah perusahaan terdapat peraturan yang mengatur hubungan antara

berbagai elemen yang ada di dalamnya. Salah satu peraturan hukum yang tidak

dapat lepas dari perusahaan adalah pengaturan ketenagakerjaan. 7 Pengusaha

sebagai pemberi kerja terkadang menempatkan buruh pada posisi yang lemah

7
Manulang Sedjun H, Op.Cit, hlm.2

Universitas Sumatera Utara


7

sehingga memberi kesan bahwa buruh sama dengan budak. Hal ini tidak sesuai

dengan prinsip yang menyatakan bahwa tidak ada seorangpun boleh diperbudak

dan diperhamba atau perbuatan lain yang menjurus kepada hal tersebut.8 Oleh

karena itu diperlukan suatu aturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban

masing-masing pihak guna melaksanakan keadilan sosial dalam bidang

ketenagakerjaan. Perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia pada umumnya

merujuk kepada UU Ketenagakerjaan, namun jika dilihat lebih lanjut maka ada

beberapa daerah yang mengatur sendiri hal-hal yang berhubungan dengan

ketenagakerjaan, salah satu contohnya adalah Provinsi Aceh yang memiliki

Peraturan Daerah (Qanun) Ketenagakerjaan tersendiri. Di dalam Pasal 1 ayat 10

Qanun Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang

berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa

kerja. Lingkup berlakunya hukum ini menujukkan kapan suatu peristiwa tertentu

diatur oleh kaidah hukum. Dalam hukum ketenagakerjaan ada peristiwa-peristiwa

tertentu berkenaan dengan ketenagakerjaan yang timbul pada waktu yang berbeda,

yaitu:9

1. Sebelum hubungan kerja terjadi

Peristiwa-peristiwa hukum pada masa sebelum hubungan kerja terjadi ialah

kegiatan pengerahan dan penempatan tenaga kerja, dan berbagai upaya dalam

rangka pelatihan guna memasuki pasar kerja, serta berbagai persyaratan yang

harus dipenuhi sebelum bekerja.

8
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Cet. X, Jakarta: Penerbit Djambatan,
1992), hlm. 6.
9
Aloysius Uwiyono, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Cet. I, Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 2014), hlm.5

Universitas Sumatera Utara


8

2. Pada saat hubungan kerja terjadi.

Peristiwa hukum yang terjadi pada masa ini adalah peristiwa pelaksanaan

pekerjaan, pembayaran upah, waktu kerja, kesehatan dan keselamatan kerja serta

pembayaran ganti rugi kecelakaan kerja, jaminan sosial dan lain sebagainya.

3. Sesudah hubungan kerja terjadi

Setelah berlangsungnya hubungan kerja juga terdapat suatu lingkup waktu

yang perlu diperhatikan dengan saksama sehingga tenaga kerja tetap mendapatkan

keadilan. Permasalahan seperti sakit berkepanjangan, hari tua, pensiun, tunjangan

kematian, dan sebagainya tidak dapat diabaikan begitu saja. 10

Dalam 3 (tiga) lingkup waktu tersebut terdapat rangkaian peristiwa yang

berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan. Peristiwa-peristiwa tersebut

haruslah dilaksanakan atau diselesaikan berdasarkan asas-asas yang dianut oleh

Qanun Ketenagakerjaan. Asas-asas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Asas keislaman, yang dimaksud dengan asas keislaman adalah

penyelenggaraan ketenagakerjaan di Aceh harus sesuai dengan tuntunan agama

Islam. 11

b. Asas keterpaduan, yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah dalam

menyelenggarakan ketenagakerjaan harus dilaksanakan dengan melibatkan

peran banyak pihak instansi lain, baik pemerintah maupun non pemerintah.12

10
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 15.
11
Republik Indonesia, Qanun Ketenagakerjaan Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Ketenagakerjaan, Penjelasan Pasal 2 Huruf a
12
Ibid, Huruf b

Universitas Sumatera Utara


9

c. Asas keseimbangan, yang dimaksud dengan asas keseimbangan adalah dalam

menyelenggarakan ketenagakerjaan dilaksanakan secara adil tanpa

membedakan golongan dan kelompok tertentu. 13

d. Asas perlindungan, yang dimaksud dengan asas perlindungan adalah dalam

penyelenggaraan ketenagakerjaan harus menekankan pada aspek pemerataan,

tidak diskriminatif dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.14

e. Asas kesejahteraan yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah suatu

kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga Aceh agar

dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya.15

f. Asas kearifan lokal, yang dimaksud dengan asas kearifan lokal adalah

penyelenggaraan ketenagakerjaan di Aceh harus menghormati ketentuan adat,

budaya, dan nilai-nilai kearifan yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. 16

Dengan asas-asas tersebut diharapkan dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dalam perusahaan di

wilayah Aceh sehingga tercapailah tujuan dari dibentuknya Qanun

Ketenagakerjaan itu sendiri. Adapun tujuan dari Qanun Ketenagakerjaan tersebut

adalah sebagai berikut:17

1. Menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja;

2. Menciptakan sistem latihan kerja yang berbasis masyarakat, kompeten, dan

berkesinambungan;

13
Ibid, Huruf c
14
Ibid, Huruf d
15
Ibid, Huruf e
16
Ibid, Huruf f
17
Ibid, Penjelasan Pasal 3.

Universitas Sumatera Utara


10

3. Menyediakan tenaga kerja sesuai kebutuhan pembangunan Aceh secara

kualitatif dan kuantitatif;

4. Menciptakan iklim investasi demi tercapainya perluasan kesempatan kerja

melalui penyusunan kebijakan produktifitas bagi tenaga kerja dan perusahaan;

5. Mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan

kearifan lokal;

6. Membina, mengembangkan dan menyelesaikan perselisihan hubungan

industrial/PHK secara bijak tanpa merugikan pihak-pihak dengan

mempertimbangkan kelangsungan usaha;

7. Memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan kepada tenaga

kerja dan keluarganya. Hal ini dilatarbelakangi adanya pengalaman selama ini

yang kerap kali terjadi kesewenang-wenangan pengusaha terhadap pekerja

/buruh, untuk itu diperlukan suatu perlindungan hukum secara komprehensif

dan konkret dari pemerintah Aceh.18

8. Mewujudkan kepedulian sosial terhadap lingkungan di sekitar perusahaan; dan

9. Meningkatkan hubungan kerjasama dengan lembaga atau badan di luar negeri.

Qanun Ketenagakerjaan Aceh pada dasarnya tidak jauh berberbeda dengan

UU Ketenagakerjaan. Qanun Ketenagakerjaan hanya menambahkan beberapa hal

secara lebih rinci misalnya seperti perencanaan tenaga kerja dan penempatan

ketenagakerjaan, penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja,

hubungan kerja, perlindungan, pengupahan dan jaminan sosial, hubungan

industrial hingga pelayanan ketenagakerjaan bahkan pembinaan dan pengawasan

18
Abdul Khakim, Op.Cit., hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara


11

terhadap unsur-unsur dan kegiatan ketenagakerjaan. Hal tersebut tentu harus

berasaskan keislaman dalam pelaksanaan peraturan ketenagakerjaa di dalam

perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah Aceh, dalam hal ini artinya

peraturan ketenagakerjaan yang diberlakukan dalam perusahaan yang berada di

wilayah Aceh bukan saja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang ada di Indonesia namun juga peraturan yang ada di dalam

perusahaan tersebut tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam.

Implementasi dari asas keislaman di dalam Qanun Ketenagakerjaan dapat

dilihat di dalam Pasal 44 yang menyatakan bahwa pekerja/buruh perempuan yang

beragama Islam wajib mengenakan pakaian yang sesuai syariat Islam dan di

dalam Pasal 45 yang menyatakan bahwa pekerja/buruh perempuan yang bukan

beragama Islam wajib mengenakan pakaian kerja yang sopan dan sesuai dengan

kearifan lokal. Jika UU Ketenagakerjaan mengatur tentang tenaga kerja

perempuan semata karena pertimbangan daya tahan tubuh perempuan secara

medis lebih lemah dibandingkan laki-laki dan secara kodrati perempuan

mempunyai tugas yang lebih penting dalam masyarakat yaitu reproduksi, 19 maka

Qanun Ketenagakerjaan dalam mengatur tentang tenaga kerja perempuan selain

atas pertimbangan tersebut juga karena pertimbangan mengakarnya nilai-nilai

keislaman dalam kehidupan masyarakat aceh. Bentuk lain dari implemetasi nilai-

nilai keislaman dalam Qanun Ketenagakerjaan ialah adanya kewajiban membayar

19
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, (Cet. II, Jakarta: PT.Pradnya
Paramita, 2003), hlm.13.

Universitas Sumatera Utara


12

zakat apabila telah mencapai nisab. Selain itu dikenal juga adanya hari

“meugang”20 dan hari libur pada 26 Desember serta beberapa hal lainnya.

Sejalan dengan disahkannya Qanun Ketenagakerjaan maka secara nyata telah

mengikat perusahaan-perusahaan yang berada di dalam wilayah Provinsi Aceh

untuk melaksanakan segala ketentuan yang terdapat di dalam Qanun tersebut.

Tidak terkecuali PT. Aica Mugi Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan

besar penyuplai lem kayu dan formaldehyde yang hasil produksinya di ekspor ke

luar negeri. Keberadaan perusahaan ini telah membantu pembangunan

perekonomian masyarakat Aceh dengan menyerap para pekerja yang berasal dari

Aceh dan menambah pendapatan daerah. Oleh karena itu, penulis berharap

dengan adanya penelitian ini maka dapat diketahui bagaimana pelaksanaan Qanun

Ketenagakerjaan di dalam perusahaan di wilayah Aceh terutama di PT. Aica Mugi

Indonesia mengingat Qanun ini telah dinyatakan sah berlaku lebih dari 2 tahun

yang lalu.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif dan didukung oleh data empiris. Yuridis normatif adalah metode

penelitian yang digunakan untuk mempelajari asas- asas, konsep-konsep,

pandangan-pandangan, peraturan perundang-undangan dan norma hukum

lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

20
Ali Hasjmy, Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara


13

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

deskriptif, yaitu menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh

dari hasil yang secara jelas dan rinci kemudian dianalisis guna menjawab

permasalahan yang diteliti. Terkait dengan hal itu juga dikemukakan pemikiran-

pemikiran yang berkenan dengan permasalahan yang dibahas.21

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil langsung dari subjek penelitian dan

berhubungan langsung dengan objek yang diteliti. Sumber data primer ini

berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak atau instansi-

instansi terkait dengan objek yang diteliti secara langsung, hal ini

dimaksudkan untuk lebih memahami maksud, tujuan dan arti dari data

sekunder yang ada. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara

wawancara yang dilakukan dengan Bapak Abdul Aziz beserta karyawan

perusahaan, Bapak Tgk. Ramli Raden, Bapak Ibrahim Latif, Bapak Abu,

dan Bapak Zulkifli sebagai responden. Wawancara dilakukan dengan

menggunakan pedoman wawancara.

b. Data sekunder

Data sekunder sebagai data utama dalam penelitian ini didapat melalui

penelitian kepustakaan yaitu dengan membaca, mempelajari literatur-

21
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


14

literatur, peraturan perundang-undangan, dan dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

Adapun data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, yang

terdiri dari :

a) UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003;

b) Undang Undang Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian urusan

pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

c) Qanun Ketenagakerjaan No. 7 Tahun 2014;

d) Peraturan lainnya yang terkait.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum berupa publikasi

tentang hukum yang isinya menjelaskan dan menganalisis bahan hukum

primer. 22 Kegunaan bahan hukum sekunder adalah memberikan kepada

peneliti semacam “petunjuk” ke arah mana peneliti melangkah. 23 Buku,

artikel, rancangan undang-undang, jurnal, hasil penelitian terdahulu

digunakan sebagai bahan hukum sekunder dalam penelitian ini.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan penunjang yang menjelaskan

22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta,Kencana, 2008), hlm. 140.
23
Ibid. hlm. 155.

Universitas Sumatera Utara


15

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.24 Bahan hukum tersier

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), Kamus Hukum, dan internet.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan

untuk mengumpulkan data dalam sebuah penelitian. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

a. Studi lapangan (field research). Studi lapangan adalah salah satu proses

kegiatan observasi pengungkapan fakta –fakta dalam proses memperoleh

keterangan atau data dengan cara terjun langsung ke lapangan. Studi lapangan

dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan melalui wawancara.

Adapun pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan Bapak Abdul Aziz

dan Bapak Zulkifli selaku responden.

b. Studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan adalah segala usaha

yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan

dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi tersebut

dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan

ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku

tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun

24
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op Cit, hlm. 32.

Universitas Sumatera Utara


16

elektronik lain. 25 Studi kepustakaan dipergunakan untuk memperolah data

sekunder dalam penelitian ini.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data menentukan kualitas data dan kualitas data

menentukan kualitas penelitian, karena itu alat pengumpul data harus mendapat

penggarapan yang cermat.26 Alat pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wawancara yang dilakukan berdasarkan pedoman

wawancara.

6. Metode analisis Data

Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah proses mengorganisasikan

dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga

dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data. Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah

analisa data secara kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Data

semacam ini diperoleh melalui penelitian yang menggunakan pendekatan

kualitatif, atau penilaian kualitatif. Keberadaan data bermuatan kualitatif adalah

catatan lapangan yang berupa catatan atau rekaman kata-kata, kalimat, atau

paragraf yang diperoleh dari wawancara menggunakan pertanyaan terbuka, atau

pemaknaan peneliti terhadap teori. 27

Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode

penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan

25
Studi Kepustakaan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/51598/4/ Chapter%
20I.pdf (diakses 13 Juni 2016 pukul 16.21 WIB).
26
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.Cit, hlm. 66.
27
Vita Naurina, Analisis Data, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), hlm.
4-5.

Universitas Sumatera Utara


17

secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui

dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus.28 Metode

penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-

proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada kesimpulan

berupa asas umum.29 Penarikan kesimpulan terhadap data yang telah dikumpulkan

dilakukan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara

deduktif, sehingga akan dapat merangkum jawaban terhadap permasalahan yang

telah disusun.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan pada penelitian data yang berhasil

dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis serta hasilnya digunakan untuk

memecahkan permasalahan yang dihadapi. Untuk memudahkan pembahasan

skripsi ini, maka akan dibuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang

keseluruhannya saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Sistematika tersebut dibagi dalam beberapa bab dan di antara bab-bab ini terdiri

pula atas sub bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang, permasalahan,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian

penulisan, dan sistematika penulisan.

28
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),
hlm. 11.
29
Ibid., hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara


18

BAB II PENGATURAN TENTANG KETENGAKERJAAN DALAM

PERUSAHAAN YANG BERADA DI WILAYAH ACEH

Pada bab ini diuraikan materi pokok mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan secara umum, Kedudukan

Hukum Ketenagakerjaan dalam Sistem Hukum Indonesia dan Aceh,

pembagian kewenangan pemerintahan bidang ketenagakerjaan,

Hukum ketenagakerjaan di Provinsi Aceh, serta karakteristik

perbedaan antara Qanun Ketenagakerjaan dan UU Ketenagakerjaan.

BAB III PELAKSANAAN QANUN KETENAGAKERJAAN DI PT. AICA

MUGI INDONESIA

Pada bab ini diuraikan tentang pengaturan dan pelaksanaan hukum

ketenagakerjaan sebelum dan sesudah penandatanganan

Memorendum of Understanding antara Pemerintah RI dan Gerakan

Aceh Merdeka, kedudukan tenaga kerja dalam Qanun

Ketenagakerjaan, dan pelaksanan Qanun Ketenagakerjaan.

BAB IV HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN

QANUN KETENAGAKERJAAN DI PT. AICA MUGI

INDONESIA.

Pada bab ini diuraikan analisis mengenai peraturan perusahaan

tentang ketenagakerjaan, serta diuraikan hambatan yang dihadapi

dalam melaksanakan Qanun Ketenagakerjaandan juga penyelesaian

permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Qanun

Ketenagakerjaan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini memuat tentang kesimpulan terhadap keseluruhan isi

dari penelitian ini. Dalam bab ini ditarik beberapa kesimpulan dari

pembahasan bab-bab terdahulu sehubungan tentang Pelaksanaan

Qanun No. 7 Tahun 2014 Tentang Ketenagakerjaan di PT. Aica

Mugi Indonesia dan mencoba memberi saran-saran yang dianggap

penting dan bermanfaat.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Raihan∗
Sunarmi∗∗
Keizerina Devi Azwar∗∗∗

Ada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait


ketenagakerjaan, namun khusus di Aceh terdapat Qanun No.7 Tahun 2014 tentang
ketenagakerjaan yang mengatur hal tersebut, Qanun ini adalah produk hukum
pemerintah aceh yang harus diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berada
di wilayah Provinsi Aceh. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai
bagaimanakah pengaturan tentang ketenagakerjaan dalam perusahaan yang berada
di wilayah Provinsi Aceh, bagaimanakah pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan di
PT. Aica Mugi Indonesia, dan bagaimanakah hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang didukung
oleh data empiris dengan sifat penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder serta data tersier. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi lapangan dan
studi kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pedoman wawancara. Analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara
kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa meskipun berada
di wilayah hukum Pemerintah Aceh, namun PT. Aica Mugi Indonesia tidak
menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai peraturan hukum ketenagakerjaan di
perusahaan. Namun apabila melihat kepada aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan, meskipun selama ini tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan
sebagai dasar hukum namun secara tidak langsung PT. Aica Mugi Indonesia telah
menjalankan beberapa hal yang diatur di dalam Qanun Ketenagakerjaan.
Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu (1) aktor prosedur tatalaksana (2) Faktor sumber daya
manusia (3) Faktor paradigma masyarakat (4) faktor regulasi (5) Faktor internal
perusahaan. Upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan Qanun
Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia adalah dengan melakukan sosialisasi
terkait keberadaan Qanun Ketenagakerjaan, mengeluarkan instruksi pelaksanaan
Qanun Ketenagakerjaan kepada perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah
Aceh, memaham masyarakat bahwa Qanun Ketenagakerjaan bukanlah ciplakan
dari Undang-undang ketengaakerjaan.

Kata Kunci : Hukum ketenagakerjaan Aceh, Kedudukan tenaga kerja,


Pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan.


Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
∗∗
Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
∗∗∗
Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH (QANUN) ACEH NO. 7
TAHUN 2014 TENTANG KETENAGAKERJAAN (STUDI KASUS
DI PT. AICA MUGI INDONESIA, LANGSA ACEH)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat guna mencapai gelar


Sarjana Strata Satu (S-1) Hukum

OLEH

RAIHAN

120200028

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Raihan∗
Sunarmi∗∗
Keizerina Devi Azwar∗∗∗

Ada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait


ketenagakerjaan, namun khusus di Aceh terdapat Qanun No.7 Tahun 2014 tentang
ketenagakerjaan yang mengatur hal tersebut, Qanun ini adalah produk hukum
pemerintah aceh yang harus diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berada
di wilayah Provinsi Aceh. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai
bagaimanakah pengaturan tentang ketenagakerjaan dalam perusahaan yang berada
di wilayah Provinsi Aceh, bagaimanakah pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan di
PT. Aica Mugi Indonesia, dan bagaimanakah hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang didukung
oleh data empiris dengan sifat penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder serta data tersier. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi lapangan dan
studi kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pedoman wawancara. Analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara
kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa meskipun berada
di wilayah hukum Pemerintah Aceh, namun PT. Aica Mugi Indonesia tidak
menjadikan Qanun Ketenagakerjaan sebagai peraturan hukum ketenagakerjaan di
perusahaan. Namun apabila melihat kepada aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan, meskipun selama ini tidak menjadikan Qanun Ketenagakerjaan
sebagai dasar hukum namun secara tidak langsung PT. Aica Mugi Indonesia telah
menjalankan beberapa hal yang diatur di dalam Qanun Ketenagakerjaan.
Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu (1) aktor prosedur tatalaksana (2) Faktor sumber daya
manusia (3) Faktor paradigma masyarakat (4) faktor regulasi (5) Faktor internal
perusahaan. Upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan Qanun
Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia adalah dengan melakukan sosialisasi
terkait keberadaan Qanun Ketenagakerjaan, mengeluarkan instruksi pelaksanaan
Qanun Ketenagakerjaan kepada perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah
Aceh, memaham masyarakat bahwa Qanun Ketenagakerjaan bukanlah ciplakan
dari Undang-undang ketengaakerjaan.

Kata Kunci : Hukum ketenagakerjaan Aceh, Kedudukan tenaga kerja,


Pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan.


Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
∗∗
Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
∗∗∗
Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah S.W.T atas segala berkah dan

rahmat yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga karya tulis skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik dan benar. Penulisan Skripsi yang berjudul:

Pelaksanaan Peraturan Daerah (Qanun) Aceh No. 7 Tahun 2014 Tentang

Ketenagakerjaan (Studi Kasus Di PT. Aica Mugi Indonesia, Langsa) adalah

untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karenanya, sangat diharapkan adanya kritik dan saran dari

para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut, maka

akan dapat menghasilkan suatu karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik

dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.

Secara khusus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

kedua orang tua tercinta bapak Rusli dan Ibu Cut Milyanur yang telah

membesarkan, mendidik, dan terus memdoakan hingga dapat menyelesaikan

pendidikan formal Strata Satu (S1) ini.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

ii

Universitas Sumatera Utara


2. Bapak Dr. Ok Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi dan

Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala

bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi

penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku Dosen Hukum

Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya

atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat

berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

8. Ibu Aflah, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih sebesar-

besarnya atas segala bimbingan sejak baru menjadi mahasiswa sampai

sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.

9. Para Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

iii

Universitas Sumatera Utara


10. Bapak Abdul Aziz selaku Asisten Manager PT. Aica Mugi Indonesia dan

bapak Zulkifli selaku staf Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk

Kota Langsa.

11. Bang Mahfud dan adek Zams yang selalu memberi dukungan.

12. Murobbi dan teman-teman halaqah.

13. Keluarga besar BTM Aladdinsyah, S.H., KAM Rabbani Fakultas Hukum

USU, KAMMI Komsat Merah Putih, dan Kementerian Dalam Negeri PEMA

USU yang telah mengajarkan banyak hal mengenai dunia kampus.

14. Titi Hayati, S.T., Wahyuni S.H., Halimah, S.H., Yusni Mariana, teman-teman

grup c 2012 dan seluruh teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang selalu bersama Penulis dalam suka maupun duka pada saat

menjalani masa perkuliahan.

15. Adik-adik mentoring Ami, Ira, Melisa, Nazli, Retno, Tie.

Akhir kata Penulis ucapkan terimakasih atas semua partisipasi dari

berbagai pihak lainnya, dan permohonan maaf apabila masih ada pihak yang

mendukung tapi belum sempat dimuat namamya. Dan untuk itu semoga

penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2016

Raihan
NIM: 120200028

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ……………………………………………………………..………ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………iv

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… v

BAB I PENDAHULAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………... 1

B. Perumusan Masalah ………………………………………..… 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………….…… 4

D. Keaslian Penulisan …..……………………………………….. 5

E. Tinjauan Kepustakaan ……………....……………………..… 6

F. Metode Penelitian…………………...…………...………….. 12

G. Sistematika Penulisan ……………..………………………... 17

BAB II PENGATURAN TENTANG KETENAGAKERJAAN


DALAM PERUSAHAAN YANG BERADA DI WILAYAH
PROVINSI ACEH

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Ketenagakerjaan ………... 19

B. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan Dalam Sistem Hukum

Indonesia …………………………………………………… 29

C. Hukum Ketenagakerjaan di Provinsi Aceh ........................… 59

Universitas Sumatera Utara


D. Karakteristik Perbedaan antara Qanun Ketenagakerjaan dan

Undang-Undang Ketenagakerjaan ………...………………. 69

BAB III PELAKSANAAN QANUN KETENAGAKERJAAN DI PT.


AICA MUGI INDONESIA

A. Pengaturan Hukum Ketenagakerjaan Sebelum Dan Sesudah

Penandatanganan Memorendum Of Understanding Antara

Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka Di

Provinsi Aceh ………………………………………………. 77

B. Kedudukan Tenaga Kerja Dalam Qanun Ketenagakerjaan ….86

C. Pelaksanaan Qanun Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi

Indonesia ………………………………………………..… 109

BAB IV HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN


QANUN KETENAGAKERJAAN DI PT. AICA MUGI
INDONESIA

A. Peraturan Perusahaan Tentang Ketenagakerjaan ………..… 124

B. Hambatan yang Dihadapi Oleh PT. Aica Mugi Indonesia

Dalam Melaksanakan Qanun Ketenagakerjaan ……...……. 142

C. Penyelesaian permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan

Qanun Ketenagakerjaan di PT. Aica Mugi Indonesia ….…. 148

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………..… 153

vi

Universitas Sumatera Utara


B. Saran ………………………………………………………. 156

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 159

LAMPIRAN

vii

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai