Anda di halaman 1dari 7

Jakarta,

JRL Vol.6 No.2 Hal. 151 - 157 ISSN : 2085-3866


Juli 2010

TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST)


URGENSI DAN IMPLEMENTASINYA

Firman L. Sahwan

Pusat Teknologi Lingkungan


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Jl. M.H. Thamrin No. 8, Gd II, Lt. 20 Jakarta 10340

Abstract

TPA is the main priority in handling municipal solid waste in Indonesia, with many problems
and challenges. TPST is one of other alternatives in handling solid waste in accordance
with Solid Waste Management Law No. 18 year 2008, therefore it has an important role in
reducing heavy burden of TPA. Activities that can be done in TPST are collecting, sorting,
re-using, re-cycling, treatment of final processing, either for organic solid waste or for in-
organic solid waste. However, based on characteristic of municipal waste, it’s better the
stressing activities are pointed to organic solid waste treatment that make composting as
the main alternative activity. Government support and help are much needed in order that
TPST activity can be optimally done.

Keywords : municipal solid waste, integrated treatment facility, composting

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang karena lebih dari 140 jiwa telah menjadi
korban karena tertimbun oleh longsoran
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
yang sekarang disebut Tempat Pemrosesan Berbagai permasalahan TPA tersebut
Akhir, sampai saat ini merupakan andalan telah membangun persepsi masyarakat
utama bagi seluruh pengelola perkotaan yang begitu buruk terhadap TPA, bahkan
di Indonesia di dalam menangani timbulan sudah sampai pada tahap adanya resistensi
sampah di kotanya masing-masing. Namun terhadap keberadaan TPA. Sebagai
demikian, pengelola kota cenderung kurang akibatnya, setiap langkah Pemerintah
memberikan perhatian serius pada TPA Daerah / Pemerintah Kota mendapatkan
sehingga muncul berbagai permasalahan lahan baru untuk TPA menjadi sulit, dan
TPA seperti kebakaran di lokasi TPA, selalu berhadapan dengan protes dari
pencemaran sumber air dan udara, longsor masyarakat sekitarnya.
dan lain-lain. Bencana longsornya TPA Dengan disahkannya Undang-undang
Leuwigajah pada tahun 2005 patut kita No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
catat sebagai petaka persampahan nasional Sampah, penanganan sampah dengan

151Tempat Pengolahan Sampah Terpadau...(Firman L. Sahwan)


pembuangan terbuka di TPA sudah tidak sampah.
diperkenankan lagi. Sesuai Undang Undang Berdasarkan definisi tersebut maka
tersebut sampah harus diproses terlebih peran dan fungsi TPST sangat penting karena
dahulu, sebelum dikembalikan ke media yang dapat dilakukan di TPST sangatlah
lingkungan secara aman bagi manusia dan luas, meliputi kegiatan pengurangan dan
lingkungan. Pengelola kota sudah harus penanganan sampah, bahkan kegiatan
membuat perencanaan penutupan TPA yang pemrosesan akhirpun dapat dilakukan di
menggunakan sistem pembuangan terbuka TPST. Lokasi TPST bisa di sumber sampah
paling lama 1 (satu) tahun, dan sudah harus dan bisa pula di lokasi TPA, sehingga
menutup TPA tersebut paling lama 5 (lima) kapasitasnya dapat kecil, sedang dan
tahun sejak berlakunya UU No. 18 Tahun bahkan besar, tergantung dari ketersediaan
2008. Betapa besarnya permasalahan lahan di lokasi TPST dan jumlah timbulan
sampah kota dan betapa berat tugas yang sampah yang akan diolah.
harus dilakukan oleh Pemerintah kota untuk Dengan demikian kalau peran dan
menangani sampah di kotanya masing- fungsi TPST bisa berjalan optimal sesuai
masing. harapan UU No. 18 Tahun 2008, maka
Kondisi tersebut di atas memberikan beban TPA selama ini yang hampir menjadi
gambaran bahwa terlalu berisiko mengelola satu-satunya tempat penanganan sampah
sampah yang hanya mengandalkan bisa menjadi lebih ringan, karena adanya
kepada TPA sebagai satu-satunya upaya timbulan sampah yang diolah di TPST
penanganan sampah. Pengesahan UU no. sehingga yang harus dibuang ke TPA
18 Tahun 2008 telah merubah paradigma menjadi berkurang.
pengelolaan sampah yang sebelumnya
bertumpu pada end of pipe menjadi 2 Pembahasan
treatment at source dengan memandang
sampah sebagai sumberdaya yang dapat 2.1 Karakteristik Sampah Perkotaan dan
dimanfaatkan. Keterkaitannya dengan TPST
Makna dari paradigma baru tersebut
adalah pengurangan dan penanganan Secara umum sampah perkotaan di
sampah. Pengurangan sampah meliputi Indonesia mempunyai komposisi 50-80%
kegiatan pembatasan timbulan sampah, sampah organik dan 20-50% sampah an-
pendaur ulangan sampah dan pemanfaatan organik dan belum dilakukan pemilahan di
kembali sampah, sedangkan kegiatan sumbernya. Dari dua jenis sampah tersebut,
penanganan sampah meliputi kegiatan sampah an-organik lebih memiliki nilai
pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, ekonomi dibandingkan sampah organik,
pengolahan dan pemrosesan akhir. sehingga sampah an-organik seperti plastik,
Pemrosesan akhir dapat dilakukan dengan kaleng dan besi biasanya sudah diambil
menggunakan teknologi Sanitary land fill oleh pemulung sejak dari sumber sampah di
atau dikombinasikan dengan teknologi lain masyarakat, di TPS (Tempat Penampungan
yang dianggap cocok untuk suatu perkotaan. Sementara) atau di TPA, sehingga jumlah
sampah an-organik yang ada di dalam
1.2 Urgensi Keberadaan TPST sampah menjadi sedikit.
Terhadap sampah an-organik yang
Menurut UU No. 18 Tahun 2008, jumlahnya sedikit, ada 2 (dua) pendekatan
yang disebut dengan TPST adalah tempat yang bisa dilakukan. Pertama tidak melakukan
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, proses daur ulang atau pengolahan di TPST.
pemilahan, penggunaan ulang, pendauran Kegiatan yang dilakukan hanya memilah
ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah untuk memisahkan sampah an-

152 JRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 151 - 157


organik yang bernilai, mengumpulkannya an-organik, yaitu punya nilai ekonomi
dan akhirnya dijual. Pendekatan yang sehingga termasuk yang diambil oleh
kedua adalah memfungsikan TPST sebagai pemulung. Untuk itu perlakuan terhadap
tempat daur ulang atau pengolahan sampah sampah kertas di TPST, sama dengan
an-organik. Mengingat jumlah sampah perlakuan terhadap sampah an-organik.
an-organik yang ada sedikit, maka perlu
pasokan sampah an-organik dari luar, 2.2 Pengomposan Sebagai Unit Utama
bekerjasama dengan perusahaan pemasok TPST
bahan baku atau bekerja sama dengan para
pemulung. Diperkirakan total timbulan sampah di
Untuk bisa menetapkan apakah opsi seluruh Indonesia sebesar 254 juta m3 atau
pendekatan pertama atau kedua yang akan 63,5 juta ton pertahun dengan komposisi
diambil maka diperlukan suatu pemikiran yang bisa dikomposkan sebanyak 60%,
yang cerdik melalui analisis potensi bahan merupakan pendukung utama kelayakan
baku sampah an-organik, analisis sampah sampah perkotaan untuk dijadikan kompos.
an-organik yang akan dipilih, potensi Faktor pendukung yang lain adalah kadar air
pasar, teknologi yang ada, tenaga kerja sampah kota yang berkisar antara 40-70%,
yang dibutuhkan, nilai ekonomi yang akan C/N ratio 30-40 banding 1, serta aerasi yang
diperoleh dan lain-lain. Dari hasil analisis di atas 50% menggambarkan faktor-faktor
tersebut dapat diketahui kelayakan suatu yang berada pada rentang optimal suatu
TPST untuk melakukan kegiatan pengolahan proses pengomposan dapat berjalan baik.
sampah an-organik atau tidak. Proses pengomposan akan berjalan optimal
Sampah organik merupakan sampah (Epstein, 1997) apabila kadar airnya 50-60%,
yang tidak memiliki nilai ekonomi, karena C/N ratio 20-40 banding 1 dan konsentrasi
belum ada yang mengambilnya sehingga oksigen di udara minimal 50 persen dapat
komposisinya di dalam sampah perkotaan mencapai bagian bahan organik yang
menjadi tinggi (50-80%). Umumnya dikomposkan.
perlakuan terhadap sampah organik selama Faktor yang kurang menguntungkan
ini dibuang langsung ke TPA, walaupun dari sampah perkotaan di Indonesia
sudah mulai ada upaya pemanfaatan untuk dikomposkan ataupun untuk proses
sampah organik menjadi kompos, baik pengolahan yang lain adalah karena belum
yang dilakukan di rumah tangga, maupun adanya proses pemilahan di sumbernya,
di tingkat pemukiman. sehingga diperlukan upaya awal yaitu
Dengan adanya kebijakan TPST maka pemilahan sampah yang cukup menyerap
sampah organik yang persentasenya tinggi, biaya ataupun tenaga kerja. Penetapan UU
seharusnya dapat dilakukan upaya daur No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
ulang atau pengolahan terlebih dahulu di Sampah menunjukkan keseriusan
TPST. Kalau hal ini dilaksanakan, maka pemerintah untuk mendorong proses
paling tidak 50% sampah bisa diolah di pemilahan di sumber sampah, sebagaimana
TPST, sehingga sisa yang dibuang ke TPA tercantum dalam Pasal 13 yaitu : “ Pengelola
hanya 50%. Manfaat yang bisa diperoleh kawasan pemukiman, kawasan komersial,
adalah adanya efisiensi transportasi kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
sampah, disamping dapat mengurangi umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya
beban TPA. wajib menyediakan fasilitas pemilahan
Secara khusus sampah kertas sampah”. Bagi pengelola kawasan atau
berdasarkan penggolongan sampah pengelola fasilitas tersebut yang pada
termasuk sampah organik, tetapi secara saat diundangkannya UU No.18 Tahun
karakteristik sampah kertas seperti sampah 2008 belum memiliki fasilitas pemilahan

153Tempat Pengolahan Sampah Terpadau...(Firman L. Sahwan)


sampah, maka wajib membangun atau mengkaji beberapa teknik pengomposan
menyediakannya paling lama 1 ( satu ) tahun sampah dari teknologi sederhana sampai
( Pasal 45 ). teknologi tinggi dengan dilandasi ilmu
Dengan kondisi persampahan seperti pengomposan modern. Hasil kajian
tersebut di atas maka sangatlah tepat kalau berdasarkan analisis kondisi iklim, ekonomi
menjadikan pengomposan sebagai alternatif dan sosial budaya, maka teknologi
utama pengolahan sampah organik dan pengomposan yang paling tepat untuk
upaya pengomposan tersebut dijadikan Indonesia adalah system terbuka (open
pula sebagai ujung tombak atau unit utama window) atau modifikasinya. (Wahyono dkk,
di TPST. 2003).
Secara sederhana, pengertian Pengomposan system open window
pengomposan adalah proses penguraian adalah cara pembuatan kompos di tempat
materi organik yang kompleks oleh terbuka yang beratap. Limbah yang
konsorsium mikroorganisme ( secara biologis) dikomposkan ditumpuk memanjang dan
menjadi materi organik yang sederhana dan secara periodik dilakukan pembalikan
relatif stabil menyerupai humus, yang dikenal dan penyiraman. Sistem open window
dengan kompos, dalam kondisi aerobik yang merupakan sistem pengomposan sampah
terkendali ( Golueke, 1977 dan Haug 1980). dengan teknologi sederhana dengan
Prosesnya dikendalikan dengan menjaga tetap mengacu pada ilmu pengomposan
keseimbangan C/N ratio, kadar air, suhu, pH, modern sehingga dapat dihasilkan kompos
konsentrasi oksigen dan lain-lain. berkualitas baik. Selain sederhana, sistem
Teknologi pengomposannya sendiri ini juga sangat fleksibel sehingga mudah
sudah begitu berkembang, mulai dari sistem dijadikan acuan bagi masyarakat, serta
terbuka hingga sistem tertutup dengan mudah disesuaikan dengan situasi dan
menggunakan injeksi udara. Reaktor yang kondisi perkotaan di Indonesia.
digunakan untuk sistem tertutup juga Secara garis besar proses
beragam, seperti reaktor dengan aliran pengolahan ataupun daur ulang sampah di
vertikal, miring dan horizontal. Namun TPST, dengan menjadikan pengomposan
demikian, prinsip dasarnya adalah sama. sebagai kegiatan atau unit utama dapat di
Sejak awal tahun 90-an, BPPT telah Lihat pada Gambar 1

Gambar 1. Proses Pengolahan Sampah di TPST dengan Pengomposan sebagai Kegiatan

154 JRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 151 - 157


2.3 Keterkaitan TPST terhadap UU No. Fasilitas pemilahan sampah dapat
18 Tahun 2008 berbentuk tempat sampah, bangunan atau
tempat sampah sekaligus bangunannya.
Secara tersurat TPST tercantum Apabila ada pengelola kawasan yang
dalam UU Pengelolaan Sampah. Peran dan berencana menyediakan fasilitas pemilahan
fungsi TPST sangat penting karena hampir sampah dalam wujud bangunan, maka
seluruh kegiatan pengelolaan sampah dapat akan lebih bermanfaat jika fasilitas tersebut
dilakukan di TPST. Inti dari pengelolaan tidak hanya dimanfaatkan sebagai tempat
sampah menurut UU tersebut adalah pemilahan sampah saja, tetapi sekaligus
pengurangan dan penanganan sampah. difungsikan sebagai tempat pengolahan.
Dikaitkan dengan definisi TPST, UU ini Dengan demikian fasilitas pemilahan sampah
sangat erat dengan kegiatan-kegiatan yang bisa ditingkatkan fungsinya menjadi Tempat
dapat dilakukan di TPST. Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
Perubahan paradigma yang
sebelumnya bertumpu pada pendekatan end 2.4 Dukungan Pemerintah terhadap
of pipe menjadi treatment at source dengan Upaya Pengolahan Sampah
memandang sampah sebagai sumberdaya,
memberikan gambaran bahwa sampah Kegiatan pengelolaan sampah di TPST
sebaiknya diolah agar dapat dimanfaatkan. dengan unit utama pengomposan pada
Proses pengolahannya dapat dilakukan di dasarnya bukanlah usaha yang berorientasi
TPST. profit, tetapi lebih kepada upaya bersama
Hal yang paling menarik untuk dibahas antara pemerintah dan masyarakat dalam
adalah Pasal 13 dari UU Pengelolaan rangka menciptakan dan lebih menjamin
Sampah yang berbunyi bahwa pengelola terselenggaranya pengelolaan sampah
kawasan pemukiman, kawasan komersial, yang baik dan berwawasan lingkungan.
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas Tujuan utama yang ingin diperoleh adalah
umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya kebersihan kota dan terolahnya sampah,
wajib menyediakan fasilitas pemilahan yang merupakan tanggung jawab pemerintah
sampah. Menurut penjelasannya fasilitas dalam memberikan pelayanan kepada
pemilahan yang disediakan diletakkan masyarakat untuk memperoleh lingkungan
pada tempat yang mudah dijangkau oleh yang bersih dan sehat. Pelayanan tersebut
masyarakat. sama dengan pelayanan pemerintah lainnya
Jiwa dari Pasal 13 tersebut apabila seperti peningkatan pendidikan, pelayanan
dikaitkan dengan Pasal 12, dapat kesehatan, penyediaan air bersih dan
mempunyai makna adanya keharusan sebagainya.
kegiatan pemilahan sampah di sumber Produk utama pengolahan sampah
sampah. Fasilitas pemilahan sampah adalah yaitu kompos, sebaiknya dianggap sebagai
sarana untuk memilah sampah sehingga hasil samping ( by product ) saja. Oleh
sampah menjadi terpilah berdasarkan karena itu, kalaupun produk kompos dan
kelompok-kelompok yang diinginkan sesuai produk daur ulang yang lain dapat dijual
jenis, jumlah dan / atau sifat sampah. Adanya untuk menghasilkan keuntungan, hasil
pemilahan sampah di sumbernya akan tersebut seharusnya dianggap sebagai
sangat membantu kegiatan pengolahan tambahan pendapatan dan bukan sebagai
sampah selanjutnya terutama di TPST, sumber pendapatan utama.
karena kegiatan pemilahan sampah yang Secara umum pangsa pasar kompos
baru dilakukan pada saat sampah akan saat ini masih rendah sehingga masih sulit
diolah, banyak menyerap tenaga kerja dan memposisikan produk kompos sebagai
biaya. produk yang dapat menghasilkan keuntungan

155Tempat Pengolahan Sampah Terpadau...(Firman L. Sahwan)


yang nyata. Dilema yang ada di depan mata 3 Kesimpulan
adalah permintaan kompos yang masih
kecil karena persepsi mengenai kompos Berdasarkan uraian yang telah
masih rendah, kualitas produk kompos disampaikan, dapat ditarik beberapa
yang beredar di pasaran yang beragam kesimpulan sebagai berikut :
karena sulitnya mendapatkan kompos 1) TPST merupakan salah satu alternatif
yang berkualitas baik, selain banyaknya tempat penanganan sampah perkotaan
kompos palsu, harga produk kompos yang yang didukung UU Pengelolaan
dianggap masih mahal karena persepsi yang Sampah, sehingga mempunyai peran
salah dalam menilai kompos serta jaringan penting dalam rangka mengurangi
pemasaran yang lemah. beban TPA yang saat ini merupakan
Secara perhitungan, kebutuhan pupuk andalan utama penanganan sampah.
organik atau kompos sangatlah besar. 2) Kegiatan yang dapat dilakukan di
Namun demikian, angka tersebut tidak TPST sangatlah luas meliputi kegiatan
serta merta menjadi angka kebutuhan atau pengumpulan, pemilahan, penggunaan
permintaan pasar yang nyata (riil) karena ulang, pendauran ulang, pengolahan
pasar kompos saat ini belum terbuka dan pemrosesan akhir sampah, baik
sehingga permintaannya sangat kecil. untuk sampah organik maupun sampah
Dari uraian pembahasan ini dapat anorganik.
disampaikan bahwa peran TPST cukup 3) Berdasarkan karakteristik sampah
sentral dalam menciptakan pengelolaan perkotaan, sebaiknya penekanan
sampah yang baik. Namun berbagai kegiatan diarahkan pada pengolahan
kendala dan dilema siap menghadangnya, sampah organik dengan menjadikan
sehingga dukungan dan bantuan pemerintah pengomposan sebagai alternatif utama
sangatlah diperlukan selain dukungan UU kegiatan.
persampahan yang telah disahkan. 4) Agar kegiatan di TPST bisa berjalan
Dukungan dan bantuan tersebut antara optimal dan berkelanjutan, dibutuhkan
lain berupa : adanya dukungan dan bantuan
a) Pembayaran tipping fee yang layak pemerintah.
kepada pengelola TPST atas jasanya
membantu mengelola sampah. Daftar Pustaka
b) Bantuan akses penggunaan lahan serta
fasilitas bangunan dan peralatan. 1. Epstein, E., 1997. The Science of
c) Akses mendapatkan bahan baku Composting, Technomic Publishing
sampah dan transportasinya. Company Inc., USA.
d) Kerjasama antar lembaga pemerintah
untuk memacu aplikasi dan pemasaran 2. Golueke, C.G., 1977. Biological
produk kompos. Processing: Composting and
e) Kebijakan untuk menyerap produk Hidrolysis ; In Handbook of Solid Waste
kompos dan produk daur ulang yang lain. Management, Van Nostrand Reinhold
f) Peraturan Menteri pertanian Nomor Company, New York.
28/ Permentan/SR.130/5/2009 tentang
pupuk organik, pupuk hayati dan 3. Haug, R.T., 1980. Compost Engineering,
pembenah tanah, sebaiknya juga Principles and Practice, An Arbor
bisa mengakomodir bahan baku yang Science Publisher Inc., Michigan.
berasal dari sampah kota dan tidak
membatasi pada bahan baku sisa 4. Kementerian Negara Lingkungan
tanaman dan / atau kotoran hewan saja. Hidup, 2008. Undang-Undang Republik

156 JRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 151 - 157


Indonesia No. 18 Tahun 2008 Tentang 6. Wahyono, S., F.L. Sahwan dan F.
Pengelolaan Sampah. Suryanto. 2003., Menyulap Sampah
Menjadi Kompos, Pusat Pengkajian
5. Kementerian Negara Lingkungan dan Penerapan Teknologi Lingkungan,
Hidup, 2008., Statistik Persampahan BPPT, Jakarta.
Indonesia Tahun 2008.

157Tempat Pengolahan Sampah Terpadau...(Firman L. Sahwan)

Anda mungkin juga menyukai