Anda di halaman 1dari 37

CASE STUDY RESEARCH

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN


PEMBERIAN AROMATHERAPY JASMINE TERHADAP
PENURUNAN INTENSITAS
NYERI PERSALINAN DI RSUD
PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL
2019

PROPOSAL CASE STUDY RESEARCH

Disusun Oleh :
MEGA RACHMAWATI
NIM. 1810104366

PROGRAM STUDI KEBIDANAN SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal CSR

mengenai “Pemberian Aromatherapy Jasmine Terhadap Intensitas Nyeri

Persalinan”.

Dalam penulisan Proposal ini, penulis menyadari bahwa Proposal penelitian ini

masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan segala kritikan dan

saran yang membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhir kata semoga Proposal ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua,

sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menambahkan pengetahuan

dan pengalaman.

Yogyakarta, 20 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................


KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................................
B. Batasan Masalah...................................................................................................................
C. Rumusan Masalah.................................................................................................................
D. Tujuan...................................................................................................................................
E. Manfaat ................................................................................................................................
F. Ruang Lingkup.....................................................................................................................
G. Keaslian Studi Kasus............................................................................................................

BAB 1I TINJAUN PUSTAKA


A. Masa Nifas............................................................................................................................
B. Luka Perineum......................................................................................................................
C. Daun Binahong.....................................................................................................................

BAB III METODELOGI PENELITIAN


A. Jenis Studi Kasus.................................................................................................................
B. Lokasi dan Waktu................................................................................................................
C. Subjek Studi Kasus..............................................................................................................
D. Pengumpulan Data..............................................................................................................
E. Uji Keabsahan Data.............................................................................................................
F. Analisis Data.......................................................................................................................
G. Etika Penelitian...................................................................................................................
H. Jalannya Penelitian.............................................................................................................
I. Pathway..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan proses fisiologis yang dialami oleh seorang ibu dan

kelahiran bayi merupakan proses sosial yang sangat dinantikan. Pada umumnya,

ibu hamil mengharapkan persalinan yang normal, aman dan nyaman dengan rasa

nyeri minimal (Mochtar, 2011). Nyeri saat persalinan merupakan kondisi

fisiologis yang secara umum dialami oleh hampir semua ibu bersalin. Nyeri

persalinan merupakan sebuah pengalaman subjektif disebabkan oleh iskemik otot

uteri, penarikan dan traksi ligament uteri, traksi ovarium, tuba fallopii dan distensi

bagian bawah uteri, otot dasar panggul dan perineum. Nyeri persalinan mulai

timbul pada kala I fase laten dan fase aktif, pada fase laten terjadi pembukaan

serviks sampai 3cm bisa berlangsung selama 8 jam. Nyeri disebabkan oleh

kontraksi uterus dan dilatasi serviks. Dengan seiring bertambahanya intensitas dan

frekuensi kontraksi uterus nyeri yang dirasakan akan bertambah kuat, puncak

nyeri terjadi pada fase aktif dimana pembukaan lengkap sampai 10 cm dan

berlangsung sekitar 4,6 jam untuk primipara dan 2,4 jam untuk multipara (Reeder,

Martin & Koniak-Griffin, 2012).

Nyeri persalinan yang timbul semakin sering dan semakin lama dapat

menyebabkan ibu gelisah, takut dan tegang bahkan stres yang berakibat pelepasan

hormon yang berlebihan seperti adrenalin, katekolamin dan steroid. Hormon ini

dapat menyebabkan terjadinya ketegangan otot polos dan vasokonstriksi

pembuluh darah yang berakibat berkurangnya aliran darah dan oksigen ke uterus

sehingga dapat menyebabkan terjadinya iskemia uterus, hipoksia janin dan

membuat impuls nyeri bertambah banyak (Widyastuti, 2013)

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menangani nyeri saat persalinan.
Upaya ini dapat dilakukan dengan metode farmakologis dan non farmakologis.

Dalam hal ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai metode

nonfarmakologis yaitu menggunakan aromaterapi jasmine secara inhalasi

menggunakan tungku listrik.

Menurut laporan World Health Organization (WHO) setiap menit seorang

perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan

masa post partum (Timbawa, Kundre, Bataha, 2015). Penyebab langsung

kematian ibu di Indonesia 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah

persalinan. Penyebab kematian ibu di Indonesia yang paling sering adalah

perdarahan post partum (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puer-

perium (8%), abortus (5%), partus lama/macet (5%), emboli obstetric (3%),

trauma obstetric (5%), dan lain-lain (11%) (Primadona & Susilowati, 2015).

Komplikasi robekan perineum salah satunya adalah keterlambatan

penyembuhan luka dan infeksi. Dampak yang terjadi ketika penyembuhan luka

terhambat adalah ibu yang sangat tidak menyenangkan seperti rasa sakit dan rasa

takut untuk bergerak, sehingga dapat menyebabkan banyak masalah termasuk sub

involusi rahim, pengeluaran lochea yang tidak lancar, dan pendarahan postpartum

yang merupakan penyebab pertama kematian ibu di Indonesia (Silviana, 2009)

Kasus laserasi atau luka perineum pada ibu bersalin tahun 2009 di seluruh

dunia terjadi 2,7 juta orang. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun

2050. Di Amerika 26 juta ibu bersalin yang mengalami laserasi perineum, 40%

diantaranya mengalami laserasi perineum karena tehnik dalam menahan perineum

pada saat persalianan kurang maksimal. Di Australia terdapat 20.000 ibu bersalin

yang mengalami laserasi perineum sedangkan di Asia laserasi perineum


merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50% di dunia terjadi

di Asia (Hilmi, 2010). Di Asia rupture perineum juga merupakan masalah yang

cukup banyak dalam masyarakat, 50 % dari kejadian rupture perineum didunia

terjadi di Asia (Campion, 2009).

Berdasarkan data SDKI di Indonesia pada tahun 2013 di dapatkan hasil

bahwa dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam , 57% ibu mendapat jahitan

perineum (28% karena episiotomi dan 29% karena robekan spontan) (Depkes

RI,2013).

Upaya untuk mencegah terjadinya infeksi laserasi perineum dapat diberikan

dengan terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis. Terapi farmakologis

adalah dengan pemberian obat antibiotik dan antiseptik (povidone iodine) untuk

perawatan luka perineum akan tetapi obat dan bahan ini memiliki efek samping

seperti alergi, menghambat pembuatan kolagen yang berfungsi untuk

penyembuhan luka (Firdayanti, 2009). Sedangkan terapi nonfarmakologis yang

dapat diberikan untuk mempercepat penyebuhan luka agar tidak terjadi infeksi

adalah menggunakan daun binahong.

Adanya efek samping dari penggunaan betadine, membuat peneliti tertarik

untuk mempelajari terapi non farmaka untuk penyembuhan luka perineum,

menggunakan air daun rebusan binahong. Binahong mengandung beberapa bahan

kimia konstituen: flvonoid, asam oleanolik, protein, saponin, dan asam askorbat.

Kandungan asam askorbat pada tanaman penting untuk mengaktifkan enzim yang

mendukung prolil hodroksilasi tahap hidroksilasi dalam pembentukan kolagen,

sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka (Susetya, 2012)

B. BATASAN MASALAH
Pada studi kasus ini berfokus pada penyembuhan luka laserasi perineum

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu
“Bagaimana asuhan kebidanan pemberian air rebusan daun binahong
terhadap penyembuhan luka laserasi perineum pada ibu post paartum di
RS PKU Muhammadiyah Gamping ? “

D. TUJUAN
Merupakan penjabaran mengenai hasil yang akan dicapai, bukan proses yang
dilakuakn. Dengan demikian tujuan studi kasus ini terdiri dari 2 tujuan, yaitu :
1. Tujuan umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan penyembuhan luka laserasi perineum
terhadap ibu postpartum di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan penatalaksanaan pemberian air rebusan daun
binahong terhadap penyembuhan luka laserasi perineum pada ibu
postpartum.
b. Mampu mengetahui perbandingan hasil penelitian ke dua subyek
penelitian
c. Mampu membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka laserasi perineum dan farmakologis yang
diberikan dalam penyembuhan luka laserasi perineum

E. MANFAAT
Merupakan manfaat yang diharapkan dari hasil studi kasus, meliputi :
a. Bagi Bidan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan


dalam upaya meningkatkan dan menambah asuhan yang diberikan
kepada ibu postpartum khusus nya dalam upaya penyembuhan luka
lasersi perineum.
b. Bagi Paien

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi dan


pengetahuan terhadap ibu mengenai upaya penyembuhan luka laserasi
perineum.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat melakukan penelitian yang berguna untuk menambah referensi


mengenai penanganan yang digunakan untuk evidence based dalam
penyembuhan luka laserasi perineum.

F. RUANG LINGKUP
a. Lingkup materi

Ruang lingkup pada studi kasus ini dibatasi mengenai asuhan

kebidanan pada ibu nifas dalam penyembuhan luka laserasi perineum

dengan menggunakan air rebusan daun binahong. Daun binahong

mengandung beberapa bahan kimia konstituen: flvonoid, asam oleanolik,

protein, saponin, dan asam askorbat. Kandungan asam askorbat pada tanaman

penting untuk mengaktifkan enzim yang mendukung prolil hodroksilasi tahap

hidroksilasi dalam pembentukan kolagen, sehingga dapat mempercepat

proses penyembuhan luka (Susetya, 2012)

b. Lingkup subjek studi kasus


Ruang lingkup responden studi kasus ini adalah 2 orang ibu
postpartum yang memiliki luka laserasi perineum.

c. Lingkup waktu
Studi kasus ini dilakukan mulai bulan Maret-Mei 2019
d. Lingkup tempat
Studi kasus ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping karena di RS PKU Muhammadiyah Gamping rata-rata
persalinan sebanyak 30 persalinan secara normal tiap bulannya.
G. KEASLIAN STUDI KASUS
a. Wijayanti, 2017. Effectiveness of binahong decoction water (Anredera
cordifolia (ten) steenis) for perineal wound healing at home delivery aesya
grabag Magelang, Indonesia. Rancangan penelitian ni menggunakan quasi
eksperiment (eksperimen semu), desain penelitian ini menggunakan pre dan
post test. Pada desain ini terdapat kelompok kontrol, peneliti melakukan
intervensi pada dua kelompok dengan pembanding, evektifitas perlakuan
dinilai dengan membandingkan nilai pre test dan post test. Penelitian ini
dilaksanakan pada di RS Aesya Grabag Magelang pada bulan Maret 2017.
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu post partum di RS Aesya Grabag
Magelang sebanyak 44 orang. Kriteria yang diambil oleh peneliti sebagai
sampel dalam penelitian ini adalah ibu post partum dengan luka laserasi
perineum.
b. Risneni, 2018. Differences of Effectiveness of Povidone-Iodine and
Binahong Leaf Stew Water on the Healing of Perineal Laceration in
Postpartum Mothers. Penelitian ini menggunakan post test eksperimen.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas yang mengalami
laserasi perineum di wilayah kerja pemberdayaan masyarakat Dinas
Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan. Sampel yang diambil adalah 80
responden yang dibagi menjadi 2 kelompok dengan intervensi yang berbeda.
40 responden diberikan intervensi dengan povidone-yodium dan 40
responden diberikan intervensi dengan air rebusan daun binahong. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa 95% ibu postpartum dengan laserasi luka
perineum yang diberikan pengobatan dengan povidone-iodine membutuhkan
penyembuhan luka paling lama selama lebih dari 7 hari dengan rata-
ratawaktu penyembuhan 8 hari, sedangkan 50% responden yang diobati
dengan air rebusan daun binahong membutuhkan waktu 5 hari penyembuhan
luka. Durasi penyembuhan rata-rata menggunakan daun binahong adalah 5
hari. Ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian air
rebusan daun binahong terhadap penyembuhan luka laserasi perineum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas
1. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai sejak 1 jam

setelah lahirnya plasenta sampai dnegan 6 minggu (42 hari). Pelayanan pasca

persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu

dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan

komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan

pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi dan nutrisi bagi ibu

(Prawirohardjo, 2012)

Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah persalinan selesai

sampai 6 minggu atau 42 hari. Asuhan selama periode nifas perlu mendapat

perhatian karena sekitar 60% angka kematian ibu terjadi pada periode ini

(Martalina D., 2012). Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali alat

kandungan yang lamanya 6 minggu (Syafrudin, 2009).

Dari 3 pendapat diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa masa

nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya

plasenta sampai pulihnya kembali alat kandungan seperti sebelum hamil yaitu

sampai 6 minggu (42 hari setelah persalinan)

2. Tahapan Masa Nifas

Menurut Saleha (2009) tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai

berikut:

a. Periode Immediate Postpartum. Masa segera setelah plasenta lahir

sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah,
misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan

teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia,

tekanan darah, dan suhu.

b. Periode Early Postpartum (24 jam – 1 minggu). Pada fase ini bidan

memastikan involusio uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan,

lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan

dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

c. Periode Late Postpartum (1 minggu – 5 minggu). Pada periode ini bidan

tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan seharihari serta konseling

KB.

3. Kunjungan Masa Nifas

Program kebijakan nasional menetapkan kunjungan pada masa nifas

dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan (Syafrudin, 2009) :

a. Kunjungan pertama 6-8 jam pasca persalinan

Tujuan :

1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila

perdarahan berlanjut

3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga

bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

4) Pemberian ASI awal

5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir

6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi


b. Kunjungan kedua 6 hari pasca persalinan

Tujuan :

1) Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi,

fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada

bau

2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan

abnormal

3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat

4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan

tanda-tanda penyulit.

5) Memberi konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,

menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari

c. Kunjungan ketiga 2 minggu pasca persalian

Tujuan sama seperti 6 hari pasca persalinan

d. Kunjungan keempat 6 minggu pasca persalinan

Tujuan :

1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi

alami

2) Memberikan konseling untuk KB secara dini

4. Tujuan Asuhan Masa Nifas

a. Mendeteksi Adanya Perdarahan Masa Nifas

Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk menghindarkan/mendeteksi

adanya kemungkinan adanya kemungkinan pendarahan post partum dan

infeksi, penolong persalinan tetap waspada, sekurang-kurangnya satu

jam post partum untuk mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi


persalinan, umumnya wanita sangat lemah setelah melahirkan, terlebih

bila partus berlangsung lama (Dewi Vivian, 2011).

b. Menjaga kesehatan Ibu dan Bayinya.

Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis harus

diberikan oleh penolong persalinan ibu dianjurkan untuk menjaga

kebersihan seluruh tubuh, bidan mengajarkan kepada ibu bersalin

bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, dari

depan kebelakang dan baru membersihkan daerah disekitar anus, jika

ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi sarankan ibu untuk

menghindari /tidak menyentuh daerah luka (Dewi Vivian, 2011).

c. Melaksankan Skrining secara Komprehensif.


Melaksanakan skrining secara komprehensif dengan mendeteksi

masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu

maupun bayinya, pada hal ini seseorang bidan bertugas untuk

melakakuan pengawasan kala IV yang meliputi pemeriksaan plasenta,

pengawasan TFU, pengawasan konsistensi rahim, dan pengawasan

keadaan umum ibu, bila ditemukan permasalahan, maka harus segera

melakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan pada

penatalaksanaan masa nifas (Dewi Vivian, 2011).


d. Memberikan Pendidikan Kesehatan Dini.
Memberikan pelayanan kesehatan tentang perwatan diri, nutrisi KB,

menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan bayinya

dan perawatan bayi sehat, ibu-ibu post partum harus diberikan

pendidikan mengenai pentingnya gizi antara lain kebutuhan gizi ibu

menyusui, yaitu sebagai berikut.


1) Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein dan

mineral, dan vitamin yang cukup.


3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu minum

sebelum menyusi) (Dewi Vivian, 2011).


e. Memberikan Pendidikan Mengenai Laktasi dan Perawatan Payudara.
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
2) Menggunkan bra yang menyokong payudara.
3) Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar

pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui tetap

dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet.


4) Lakukan pengompresan apabila bengkak dan terjadinya bendungan

ASI (Dewi Vivian, 2011).


f. Konseling Mengenai KB.
1) Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun

sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan

sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan

keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara

mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.


2) Biasanya wanita akan mengahsilkan ovulasi sebelum ia

mendapatkan lagi haidnya setelah persalinan. oleh karena itu,

penggunaan KB dibutuhkan sebelum haid pertama untuk mencegah

kehamilan baru, pada umumya metode KB dapat mulai 2 minggu

setalah persalinan.
3) Sebelum menggunakan KB sebaiknya dijelaskan efektivitasnya,

efek samping, untung ruginya, serta kapan metode tersebut dapat

digunakan.
4) Jika ibu dan pasangan telah memilih metode KB tertentu dalam 2

minggu ibu dianjurkan untuk kembali hal ini untuk melihat apakah

metode tersebut bekerja dengan baik (Dewi Vivian, 2011).

5. Tanda Bahaya Masa Nifas

a. Perdarahan pasca persalinan (post partum )

1) Pengertian
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500–

600 ml setelah bayi lahir (Eny, 2009). Menurut waktu terjadinya

dibagi atas dua bagian yaitu :

a) Perdarahan post partum primer (Early post partumhemorrhage)

yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir. Penyebab utama

adalah atonia uteri, retensio placenta, sisa plasenta dan robekan

jalan lahir.

b) Perdarahan post partum sekunder ( Late post partum

hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam. Penyebab utamanya

adalah sub involusi, infeksi nifas dan sisa plasenta.

MenurutManuaba (2012), perdarahan post partum merupakan

penyebab penting kematian maternal.

2) Faktor-faktor penyebab perdarahan post partum

a) Paritas lebih dari 5

b) Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun

c) Persalinan yang dilakukan dengan tindakan yaitu pertolongan

kalauri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh

dukun, persalinan dengan tindakan paksa (Notoatmodjo, 2008)

3) Penanganan

Untuk mengatasi kondisi ini dilakukan penanganan umum dengan

perbaikan keadaan umum dengan pemasangan infus, tranfusi darah

pemberian antibiotic, dan pemberian uterotonika. Pada

kegawatdaruratan dilakukan rujukan ke rumah sakit (Manuaba,

2008)

b. Lochea Yang Berbau Busuk


1) Pengertian

Lochea adalah sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina

dalam masa nifas. Sedangkan lochea yang berbau busuk adalah

sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas

yang berupa cairan seperti nanah yang berbau busuk (Prawirohardjo,

2007).

2) Faktor penyebab

Ini terjadi karena infeksi dan komplikasi plasenta rest. Plasenta rest

merupakan bentuk perdarahan pasca partus berkepanjangan sehingga

pengeluaran lochea disertai darah lebih dari 7– 10 hari. Dapat terjadi

perdarahan baru setelah pengeluaran lochea normal, dan dapat

berbau akibat infeksi plasenta rest. Pada evaluasi pemeriksaan dalam

terdapat pembukaan dan masih dapat diraba sisa plasenta atau

membrannya. Subinvolusi uteri karena infeksi dan menimbulkan

perdarahan terlambat (Manuaba, 2008).

3) Penanganan

Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis,

pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonika (oksitosin atau

metergin), dan tindakan definitif dengan kuretase dan dilakukan

pemeriksaan patologi-anatomik (Notoatmodjo, 2008).

c. Pengecilan rahim terganggu (Sub involusi uterus)

1) Pengertian

Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim

dimana berat rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin menjadi 40-
60 gram 6 minggu kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau

terganggu disebut sub involusi (Eny, 2009).

2) Faktor penyebab

Ini terjadi karena infeksi dan komplikasi plasenta rest. Plasenta rest

merupakan bentuk perdarahan pasca partus berkepanjangan sehingga

pengeluaran lochea disertai darah lebih dari 7 – 10 hari. Dapat terjadi

perdarahan baru setelah pengeluaran lochea normal, dan dapat

berbau akibat infeksi plasenta rest. Pada evaluasi pemeriksaan dalam

terdapat pembukaan dan masih dapat diraba sisa plasenta atau

membrannya. Subinvolusi uteri karena infeksi dan menimbulkan

perdarahan terlambat (Manuaba, 2008).

3) Penanganan

Pengobatan dilakukan dengan memberikan injeksi methergin setiap

hari ditambah ergometrin per oral. Bila ada sisa plasenta lakukan

kuretase. Berikan antibiotika sebagai pelindung infeksi

(Prawirohardjo, 2005).

d. Nyeri pada perut dan pelvis

1) Pengertian

Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat menyebabkan komplikasi

nifas seperti peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada

peritonium.

2) Faktor penyebab

Peritonitis nifas biasa terjadi karena meluasnya endometritis,

tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis

dan sellulitis pelvika. Selanjutnya pada kemungkinan bahwa abses


pada sellulitis mengeluarkan nanahnya ke rongga paritonium dan

menyebabkan peritonitis (Prawirihardjo, 2007). Gejala klinik

peritonoitis dibagi 2 yaitu :

a) Peritonitis terbatas pada daerah pelvis

Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis

umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan

umum tetap baik. Pada pelvio peritonitis bisa terdapat

pertumbuhan abses (Prawirohardjo, 2007).

b) Peritonitis umum

Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen

dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi,

nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense

musculaire. Muka penderita yang mula-mula kemerahan

menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa

yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis

umum tinggi (Prawirohardjo, 2007).

3) Penanganan

Pengobatan dilakukan dengan pengisapan nasogastrik, pasang infuse

intravena, berikan kombinasi antibiotic sampai ibu tidak demam

selama 48 jam ( ampisilin 2 g melalui intravena setiap 6 jam,

ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan melalui intravena setiap

24 jam, ditambah metronidazol 500 mg melalui intravena setiap 8

jam) (Pamilih, 2006).

e. Pusing dan lemas yang berlebihan


Menurut Manuba (2005), pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada

masa nifas, pusing bisa disebabkan oleh karena darah tinggi (sistol >140

mmHg dan diastole >110 mmHg). Lemas yang berlebihan juga

merupakan tanda-tanda bahaya, dimana keadaan lemas disebabkan oleh

kurangnya istirahat dan kurangnya asupan kalori sehingga ibu kelihatan

pucat, tekanan darah rendah (sistol <100 mmHg diastole <60 mmHg).

Penanganan gejala tersebut adalah :

1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari.

2) Makan dengan diit berimbang untuk mandapatkan protein, mineral

dan vitamin yang cukup.

3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari.

4) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat setidaknya selama

40 hari pasca bersalin.

5) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan kadar

vitaminnya pada bayinya.

6) Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.

f. Suhu tubuh ibu > 380C

Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit baik

antara 37,20C-37,80C oleh karena reabsorbsi benda-benda dalam rahim

dan mulainya laktasi, dalam hal ini disebut demam reabsorbsi. Hal itu

adalah normal. Namun apabila terjadi peningkatan melebihi 380C

beturut-turut selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi. Infeksi nifas

adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia


dalam masa nifas (Mochtar, 2002). Penanganan umum bila terjadi

demam :

1) Istirahat baring.

2) Rehidrasi peroral atau infuse.

3) Kompres atau kipas untuk menurunkan suhu.

4) Jika ada syok segera beri pengobatan, sekalipun tidak jelas gejala

syok harus waspada untuk menilai berkala karena kondisi ini dapat

memburuk dengan cepat (Prawirohardjo, 2002).

g. Payudara berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit

Pada masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan parenkim kelenjar

payudara (mastitis). Mastitis bernanah dapat terjadi setelah minggu

pertama pascasalin, tetapi biasanya tidak sampai melewati minggu ke 3

atau ke 4 (Prawirohardjo, 2008). Gejala awal mastitis adalah demam

yang disertai menggigil, nyeri dan takikardia. Pada pemeriksaan

payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan dengan batas

tegas, dan disertai rasa nyeri (Prawirohardjo, 2008). Penanganan utama

mastitis adalah :

1) Memulihkan keadaan dan mencegah terjadinya komplikasi yaitu

bernanah (abses) dan sepsis yang dapat terjadi bila penanganan

terlambat, tidak cepat, atau kurang efektif.

2) Susukan bayi sesering mungkin.

3) Pemberian cairan yang cukup, anti nyeri dan anti inflamasi.

4) Pemberian antibiotic 500 mg/6 jam selama 10 hari.


5) Bila terjadi abses payudara dapat dilakukan sayatan (insisi) untuk

mengeluarkan nanah dan dilanjutkan dengan drainase dengan pipa

agar nanah dapat keluar terus.

h. Perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya (baby blues)

Ada kalanya ibu mengalami parasaan sedih yang berkaitan dengan

bayinya. Keadaan ini disebut baby blues, yang disebabkan oleh

perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima

kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami

terhadap rasa lelah yang dirasakan, selain itu juga karena perubahan fisik

dan emosional selama beberapa bulan kehamilan (Eny, 2009). Gejala-

gejala baby blues antara lain :

1) Menangis

2) Mengalami perubahan perasaan

3) Cemas

4) Kesepian

5) Khawatir mengenai sang bayi

6) Penurunan gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan

menjadi seorang ibu. Penanganan bila terjadi baby blues yaitu hilang

tanpa pengobatan, pengobatan psikologis dan antidepresan,

konsultasi psikiatrik untuk pengobatan lebih lanjut (tiga bulan)

(Manuaba, 2008).

i. Depresi masa nifas (depresi postpartum)

Depresi masa nifas adalah keadaan yang amat serius. Hal ini disebabkan

oleh kesibukannya yang mengurusi anak-anak sebelum kelahiran

anaknya ini. Ibu yang tidak mengurus dirinya sendiri, seorang ibu cepat
murung, mudah marah-marah (Eny, 2009). Gejala-gejala depresi masa

nifas adalah :

1) Sulit tidur bahkan ketika bayi sudah tidur

2) Nafsu makan hilang

3) Perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol

4) Terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi

5) Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi

6) Pikiran yang menakutkan mengenai bayi

7) Sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi

8) Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau perasaan

berdebar-debar.

B. Luka Perineum
1. Pengertian
Laserasi perineum diklasifikasikan berdasarkan derajat keparahannya, yaitu
sebagai berikut: Robekan kulit labia (kulit yang berada di sekitar area
genetalia), derajat 1, derajat 2, derajat 3, dan derajat 4 (Sandwell and West
Birmingham Hospitals, 2014).
a. Robekan kulit labia (ulit yang berada di sekitar area genetalia)
b. Derajat 1: merupakan injuri ringan perineum, dimana luka robekan hanya
mengenai area kulit perineum saja. Luka ini merupakan luka yang normal
dan tidak selalu membutukan tindakan penjahitan (Mid Essex Hospital
Service, 2017)
c. Derajat 2: luka robekan mengenai kulit dan otot perineum. Luka ini lebih
dalam dan mengenai otot perineum, sehingga memerlukan tindakan
sebaik mungkin (Mid Essex Hospital Service, 2017).
d. Derajat 3: luka robekan mengenai kulit, otot perineum, dan beberapa otot
di sekitar anus. Luka ini memerlukan pemberian antibiotic dan
memerlukan pengawasan selama 3 bulan (Government of western
Australia Department of Health, 2015).
e. Derajat 4: luka robekan mengenai kulit dan otot perineum, otot sekitar
anus, dan kulit yang mengelilingi anus. Luka perineum derajat 3 dan 4
memerlukan pemberian antibiotic, untuk mengurangi resiko terjadinya
infeksi dan wound dehiscence (luka tidak menutup). Diet tinggi serat
sangat dianjurkan unutk mempermudah proses defekasi, sehingga akan
mengurnagi tekanan pada perineum. Analgesik melalui rectum tidak
dianjurkan karena mempunyai efek samping menyebabkan konstipasi,
dan ini kaan memperparah kondisi ibu. Luka perineum derajat 4
memerlukan tindak lanjut berupa pengawasan dari bagian obstertri dan
ginekologi selama 6-12 minggu post partum (Government of western
Australia Department of Health, 2015).

2. Perawatan Perineum
Pemeriksaan hari ketiga post partum sangat penting dilakukan
karena ada beberapa kondisi yang terjadi seperti labia yang hematoma, luka
perineum, nyeri berat, sampai terjadinya sepsis bisa menyebabkan kematian
(Government of western Australia Department of Health, 2015). Perawatan
perineal meliputi hal- hal sebagai berikut, yang disingkat HIPPS:
a. Hygiene: jaga area perineum bersih dan kering. Anjurkan ibu untuk
menjaga kebersihan perineum untuk mengurangi resiko infeksi
(mencucui tangan sebelum dan sesudah buang air, mengganti pakaian
dalam), Ibu harus membersihkan area genetalia mulai darai arah
simphisis meuju ke anus (dari depan ke belakang). Area ini harus di
cuci menggunakan air hangat dan setelahnya dikeringkan, untuk
menghindari berpindahnya kotoran dari anus. Saat memakai celana
dalam, dianjurkan untuk tidak menyentuh bagian tengah perineum
karena akan ada kontak terhadap luka. Celana diganti sekurang-
kurangnya setiap 3 jam sekali.
b. Ice. Ibu juga bisa diberikan topical terapi seperti kompres dingin atau
kompres es juga merupakan salah satu cara yang efektif untuk
mengurangi nyeri perineum. Kompres dingin ini di lakukan selama 10-
20 menit dan tidak lebih dari 2 jam. Kompres dingin sangat bermanfaat
untuk ibu pada 72 jam pertama post partum.
c. Pelvic floor exercises. Wanita yang melakukan latihan dasar pelvic
dilaporkan lebih sedikit mengalami nyeri dan depresi. Anjurkan ibu
untuk melakukan latihan dasar panggul secara perlahan dalam waktu 24
jam post partum.
d. Pain relief. Paracetamol merupakan pilihan obat analgesic untuk nyeri
perineum, setalah tu baru Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs
(NSAID), NSAID efektif untuk episiotomi atau nyeri berat. Anti
inflamasi suppositoria efektif 24 -48 jam post partum, akan tetapi harus
dihindari pada luka perineum derajat 3 dan 4.
e. Support- at all times. Dampingi ibu dalam memahami tanda-tanda
infeksi perineum, cara pencegahan infeksi perineum, dan berika
informasi tentang cara perawatan perineum (Government of western
Australia Department of Health, 2015).

3. Penyembuhan Luka Perineum


Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan proses penyembuhan
lukanya. Tipe penyembuhan luka dapat dibedakan menjadi tiga Menurut
Carville (2007) yaitu :
a. Penyembuhan primer
Penyembuhan luka dengan alat bantu seperti jaritan, klip atau tape.
Pada penyembuhan primer ini, kehilangan jaringan minimal dan
pinggiran luka ditutup dengan alat bantu. Menghasilkan skar yang
minimal. Misalnya; luka operasi, laserasi dan lainnya.
b. Penyembuhan sekunder
Penyembuhan luka pada tepi kulit yang tidak dapat menyatu dengan
cara pengisian jaringan granulasi dan kontraksi. Pada penyembuhan ini,
terdapat kehilangan jaringan yang cukup luas, menghasilkan scar lebih
luas, dan memiliki resiko terjadi infeksi. Misalnya pada leg ulcers,
multiple trauma, ulkus diabetik, dan lainnya
c. Penyembuhan primer yang terlambat/ tersier
Ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing dan memerlukan
perawatan luka/ pembersihan luka secara intensif maka luka tersebut
termasuk penyembuhan primer yang terlambat. Penyembuhan luka
tersier diprioritaskan menutup dalam 3-5 hari berikutnya. Misalnya luka
terinfeksi, luka infeksi pada abdomen dibiarkan terbuka untuk
mengeluarkan drainase sebelum ditutup kembali, dan lainnya. Proses
penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis (Hutchinson,
2010). Proses ini tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang
bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endegon
seperti; umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi
metabolik. Fase-fase penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase
(Hutchinson, 2010), yaitu;
1) Fase inflamasi
Fase yang terjadi ketika awal terjadinya luka atau cedera (0-3
hari). Pembuluh kapiler yang cedera mengalami kontraksi dan
trombosis memfasilitasi hemostasis. Iskemik pada luka
melepaskan histamin dan agen kimia vasoaktif lainnya yang
menyebabakan vasodilatasi disekitar jaringan. Aliran darah akan
lebih banyak ke daerah sekitar jaringan dan menghasilkan
eritema, pembengkakan, panas dan rasa tidak nyaman seperti
rasa sensasi berdenyut. Respon pertahanan melawan patogen
dilakukan oleh PMN (Polimononuklear) atau leukosit dan
makrofag ke daerah luka. PMN akan melindungi luka dari
invasi bakteri ketika makrofag membersihkan debris pada luka.
2) Fase rekontruksi
Fase ini akan dimulai dari hari ke-2 sampai 24 hari (6 minggu).
Fase ini dibagi menjadi fase destruktif dan fase proliferasi atau
fibroblastik fase. Ini merupakan fase dengan aktivitas yang
tinggi yaitu suatu metode pembersihan dan penggantian jaringan
sementara. PMN akan membunuh bakteri patogen dan makrofag
memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam usaha
membersihkan luka. Selain itu, makrofag juga sangat penting
dalam proses penyembuhan luka karena dapat menstimulasi
fibriblastik sel untuk membuat kolagen Angiogenesis akan
terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru.
Kapiler baru yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan
(ruddy), jaringan granulasi tidak rata atau bergelombang
(bumpy). Migrasi sel epitel terjadi diatas dasar luka yang
bergranulasi. Sel epitel bergranulasi dari tepi sekitar luka atau
dari folikel rambut, kelenjar keringat atau kelejar sebasea dalam
luka. Mereka nampak tipis, mengkilap (translucent film)
melewati luka. Sel tersebut sangat rapuh dan mudah dihilangkan
dengan sesuatu yang lain daripada pembersihan dengan hati-
hati. Migrasi berhenti ketika luka menutup dan mitosis epetilium
menebal ke lapisan ke 4-5 yang diperlukan untuk membentuk
epidermis. Fase kontraksi terjadi selama proses rekontruksi yang
menggambarkan tepi luka secara bersamaan dalam usaha
mengurangi daerah permukaan luka, sehingga pengurangan
jumlah jaringan pengganti diperlukan. Kontraksi luka terlihat
baik diikuti dengan pelepasan selang drainase luka. Pada
umumnya, 24-48 jam diikuti dengan pelepasan selang drain, tepi
dari sinus dalam keadaan tertutup.
3) Fase maturasi
Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya adalah
meningkatkan kekuatan regangan pada luka. Kolagen asli akan
diproduksi selama fase rekonstruksi yang diorganisir dengan
kekuatan regangan yang minimal. Selama masa maturasi,
kolagen akan perlahan-lahan digantikan dengan bentuk yang
lebih terorganisasi, menghasilkan peningkatan kekuatan
regangan. Ini bertepatan dengan penurunan dalam vaskularisasi
dan ukuran skar. Fase ini biasanya membutuhkan waktu antara
24 hari sampai 1 tahun.

C. Daun Binahong
1. Pengertian
Binahong merupakan tumbuhan merambat yang banyak tumbuh di
Indonesia. Daunnya sedikit tebal dan berbentuk menyerupai hati. Daun
binahong sudah dipercaya sejak dahulu dapat menyembuhkan berbagai
penyakit. Mulai dari penyakit yang ringan hingga penyakit yang berbahaya.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak daun binahong mempercepat
penyembuhan luka infeksi staphylococcus aureus pada mencit (Umar,
2012).
Khasiat yang terdapat dalam daun binahong antara lain adalah
antimikroba. Antimikroba pada daun binahong sangat reaktif terhadap
beberapa kuman penyebab infeksi pada luka bakar maupun luka karena
terkena benda tajam. manfaat daun binahong untuk kesehatan ini, karena
dalam daun binahong mengandung asam askorbat yang mampu
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi dan mempercepat
penyembuhan. Selain itu juga mengandung senyawa saponin, alkaloid.
Ekstrak Daun binahong mempunyai aktifitas antibakteri (Khunaifi, 2010).
a. Saponin
Saponin adalah glikosida trit 12 glikosida triterpenoid alkohol dan
glikosida dengan struktur steroid. Kedua saponin ini larut dalam air dan
etanol tetapi tidak larut dalam eter (Lenny, 2006).
b. Polifenol
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari
tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol
cenderung mudah larut dalam air karena umumnya sering kali berikatan
dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel.
Beberapa ribu senyawa fenol telah diketahui strukturnya. Flavonoid
merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenil
propanoid,dan kuinon fenolik juga terdapat dalam jumlah yang besar.
Beberapa golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan seperti
lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa polifenol (Lenny, 2006).
c. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan,
sebagai bagian dari sistem siklik alkaloid sering kali beracun pada
manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.
Umumnya alkaloid tidak berwarna, bersifat optis aktif dan sedikit yang
berupa cairan pada suhu kamar (Lenny, 2006)
d. Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu dari
daun,bunga, biji, batang atau kulit dan akar atau rhizoma. Minyak atsiri
disebut juga minyak eteris yaitu minyak yang mudah menguap dan
diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan, biasanya tidak
berwarna terutama bila masih dalam keadaan segar, setelah terjadi
proses oksidasi dan pendamaran makin lama akan berubah menjadi
gelap, untuk menghindarinya harus disimpan dalam keadaan penuh dan
tertutup rapat. Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran
persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C),Hidrogen
(H) dan Oksigen (O) serta berbagai persenyawaan kimia 13 yang
mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S). Beberapa minyak
atsiri dapat digunakan sebagai bahan antiseptik internal dan eksternal,
bahan analgesik, hemolitik atau enzimatik, sedativ, stimulan, untuk obat
sakit perut, bahan pewangi kosmetik dan sabun (Manoi, 2010)
e. Asam Oleanolik
Daun binahong diketahui mempunyai kandungan asam oleanolik. Asam
oleanolik merupakan golongan triterpenoid yang merupakan
antioksidan pada tanaman. Mekanisme perlindungan oleh asam
oleanolik adalah dengan mencegah masuknya racun ke dalam sel dan
meningkatkan sistem pertahanan sel. Asam oleanolik juga memiliki zat
anti inflamasi. Kandungan nitrit oksida pada asam oleanolik juga
menjadi anti oksidan, yang dapat berfungsi sebagai toksin yang kuat
untuk membunuh bakteri. Jadi dengan adanya asam oleanik ini akan
memperkuat daya tahan sel terhadap infeksi dan memperbaiki sel
sehingga sel dapat beregenerasi dengan baik.

f. Flavonoid
Kandungan flavonoid pada daun binahong segar adalah 11,263 mg/kg ,
dan kandungan flavonoid pada extract etanol daun binahong kering
adalah 7,81 mg/kg. Flavonoid pada daun binahong ini termasuk dalam
golongan flavonol.
I. Pathway Infeksi Laserasi Perineum

POST PARTUM

EPISIOTOMI RUPTURE

TERPUTUSNYA KONTINUITAS
JARINGAN

Farmakologi
dengan air rebusan HEACTING (PENJAHITAN)
daun binahong PERINEUM

KONTAMINASI PERSONAL HYGINE PERAWATAN LUKA


MIKROORGANISME YANG BURUK YANG TIDAK TEPAT
PATOGEN

INFEKSI PUERPERALIS
(Dolor, Kalor, Tumor, Rubor,
Fungsio Laesa)

JIKA ABSES SELULITIS DAN


TANPA MASIITIS
SELULITIS NEKROTIKAN

TIDAK
DIBERIKAN
ANTIBIOTIK Ampisilin 500 mg per oral 4
kali sehari selama 5
hari.Ditambah metronidazol
500 mg per oral 3 kali sehari
selama 5 hari
BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS STUDI KASUS


Jenis penyusunan Case Study Research menggunakan bentuk laporan
studi kasus kualitatif dengan menggunakan metode obervasional deskriptif.
Observasional yaitu kasus yang dilakukan dengan cara pengamatan/observasi.
Deskriptif yaitu suatu metode yang digunakan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif
(Arikunto, 2010). Studi kasus adalah laporan yang dilaksanakan dengan cara
meneliti suatu permasalahan studi kasus melalui suatu yang terdiri dari unit
tunggal (Notoatmodjo, 2010). Studi kasus ini termasuk asuhan kebidanan 7
langkah varney dari pengumpulan data sampai evaluasi dan data perkembangan
termasuk SOAP dengan analisis PICOT. Studi kasus ini dilakukan untuk dapat
memberikan gambaran dalam penyembuhan laserasi perineum pada ibu nifas
dengan pemberian air rebusan daun binahong pada 2 pasien ibu nifas rawat inap
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

B. LOKASI DAN WAKTU


Pengambilan kasus ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping. Penelitian juga dilaksanakan di rumah responden. Waktu penelitian
atau studi kasus adalah batas waktu dimana pengambilan kasus diambil
(Notoadmodjo, 2010). Pengambilan kasus dalam studi kasus ini dilaksanakan
sejak masa nifas.

C. SUBJEK STUDI KASUS


a. Subyek studi kasus
Subyek studi kasus ini adalah 2 orang pasien nifas dari puskesmas
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping dengan kriteria sebagai
berikut :
1. Kriteria Inklusi
a) Ibu bersalin normal dengan laserasi perineum di RS PKU
Muhammadiyah Gamping
b) Bersedia menjadi Responden
2. Kriteria Ekslusi
a) Ibu bersalin dengan Sectio Caesarea

D. PENGUMPULAN DATA
1. Alat pengumpulan data
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
dengan menggunakan penelitian langsung kejadian ibu yang
mengalami luka perineum, yaitu menggunakan lembar observasi
kesembuhan luka PUSH (Pressure Ulcer Scale of Healing) dan
dengan bantuan alat :
a). Daun Binahong
b). Alat tulis (bolpoint)
c). Recorder
d). Daftar Pertanyaan
2. Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam studi kasus ini,
penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data yang
digunakan dalam sebuah proses penelitian. Metode pengumpulan
data yang penulis gunakan melitupi :
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan meliputi :
a) Wawancara
Wawancara dilakukan penulis diawali dengan mencatat pokok
penting yang akan dibicarakan sebagai pegangan untuk
mencapai tujuan wawancara, dan responden bebas menjawab
menurut isi hati dan pikirannya. Lama wawncara juga tidak
dibatasi dan diakhiri menurut keinginan penulis. Dengan
demikian, penulis dapat memperoleh gambaran yang lebih
luas karena setiap responden bebas meninjau berbagai aspek
menurut pendirian dan masing-masing sehingga dapat
memperkaya pandangan penulis.
b) Observasi
Observasi dilakukan penulis dengan mengamati responden
saat dilakukan wawancara. Pengamatan dilakukan untuk
mengamati dan melihat respon pasien saat peneliti melakukan
pengkajian data atau melihat respon pasien saat peneliti
melakukan pengkajian data atau ketika dilakukan follow up.
c) Telaah Dokumentasi
Telaah dokumentasi dilakukan untuk melihat riwayat dan
status kesehatan pasien yang dapat ditemukan pada dokumen
resmi maupun tidak resmi seperti status pasien, catatan asuhan
kebidanan, dan rekam medik.

E. Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dilakukan oleh penulis dengan melakukan klarifikasi
kepada petugas kesehatan yaitu bidan jaga yang telah memberikan
asuhan kepada ibu dan memberikan diagnosa sesuai dengan keluhan
pasien, serta kepada suami ibu untuk memastikan bahwa hasil
pengkajian data yang dilakukan telah benar- benar sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya.

F. ANALISIS DATA
Analisa data diawali dengan studi kepustakaan dan Evidence Based
mengenai luka perineum. Setelah mengkaji Evidence Based penulis
melakukan pengkajian data pada ibu nifas di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gamping yang sesuai dengan kriteria untuk menjadi
subyek penelitian dalam studi kasus ini. Analisa data dalam studi kasus
ini menggunakan analisa berbasis PICOT (Patient-Intervensi-
Comparasion-Outcome Teori/Time)
1. Patient

Merupakan keadaan atau hasil pengkajian pada data subyek penelitian


yang menjadikan dasar peneliti dalam memberikan penatalaksanaan
kepada responden.
2. Intervensi
Merupakan asuhan atau penatalaksanaan yang diberikan kepada
pasien. Inervensi yang diberikan berdasarkan Evidencebased.
3. Comparasion
Merupakan perbedaan penatalaksanaan anatar pasien satu dengan
pasien yang lainnya.
4. Outcome
Merupakan hasil ataupun perubahan yang diharapkan terjadi setelah
pasien diberikan asuhan atau penatalaksanaan atas masalah
penyembuhan luka perineum.
5. Teori
Merupakan dasar atau Evidencebased dalam memberikan
penatalaksanaan atas masalah yang dihadapi oleh pasien. Teori
diperoleh melalui studi pustaka dari buku atau jurnal yang berkaitan
dengan luka perineum (Glasziou,P, Chris D, & Janet, 2012).

G. ETIKA PENELITIAN
Sebelum dilakuka npengumpulan data, terlebih dahulu penulis
melakukan etika dalam penelitian dimana etika ini merupakan salah satu
syarat dilakukaannya studi kasus terhadap subyek berupa manusi
(Notoatmodjo, 2010).Beberapa prinsip penelitian pada manusia yang
harus dipahami anatara lain :
1. Informed Consent
Sebelum melakukan studi kasus, maka akan diberikan lembar
persetujuan untuk menjadi respon dan dengan tujuan agar subyek
mengerti maksud dan tujuan studi kasus jika subyek bersedia maka
harus menan datangani lembar persetujuan dan jika responden tidak
bersedia maka penelitian harus menghormati hak responden.
2. Anonimity
Pada pengumpulan data dijelaskan terlebih dahulu alat ukur penelitian
dengan tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data
sehingga nama responden bias dirahasiakan, cukup dengan memakai
kode pada masing-masing lembar tersebut
3. Confidentaly
Penelitian menjamin kerahasiaan masalah-masalah responden yang
harus dirahasiakan dalampenelitian. Kerahasiaan informasi yang telah
terkumpul dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data
tersebut yang dilaporkan pada hasilpenelitian.
4. Keamanan Responden
Penelitian ini tidak membahayakan jiwa responden atau nama untuk
kesehatan dan keselamatan responden

H. JALANNYA PENELITIAN
1. Mengajukan judul peneltian
Penelitian ini dimulai dengan mengajukan judul kepada pembimbing Case
Study Research.
2. Melakukan studi pendahuluan
Setelah pembimbing menyetujui judul penelitian yang akan diteliti
kemudian peneliti melakukan pengambilan data mengenai jumlah
persalinan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
3. Penyusunan Case Study Research
Penyusunan Case Study Research dilakukan dengan mencari ibu
nifas dengan laserasi perineum di RS PKU Muhammadiyah Gamping
sebanyak 2 orang. Setelah itu peneliti memberikan informed consent
sebelum melakukan penelitian kepada responden dan menjelaskan tujuan
serta tatacara dalam peenlitian yang akan penulis lakukan. Jika pasien
bersedia menjadi responden, maka peneliti memberikan lembar persetujuan
kepada responden dan memintanya untuk menandatangani lembar
persetujuan tersebut. Peneliti melakukan penelitian selama proses nifas
berlangsung yang dimulai dari hari ke 2 sampai hari ke 7. Saat hari ke 2
peneliti memberikan air rebusan daun binahong kepada luka perineum pasien
dan sambil mengobservasi setiap hari ke 3, 5, dan 7. Setelah pemberian air
rebusan daun binahong dilakukan observasi dari hari pertama hingga hari ke
tuju pemberian air rebusan daun binahong terhadap penyembuhan luka
laserasi perineum. Setelah itu peneliti mencari sumber data dan teori yang
mendukung penelitian ini. Data tersebut didapatkan secara langsung dari
pasien, internet, buku, maupun jurnal.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Nuha Medika, Yogyakarta.

Arora, S., Vatsa, M., & Dadhwal, V. (2009). Cabbage Leaves vs Hot and Cold
Compresses in the Treatment of Breast Engorgement. Nursing Journal of
India, 100(3), 52.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014

Dewi Vivian, (2011), Asuhan kebidanan pada masa nifas, Yogyakarta, Salemba
Medika

Fathoni, Abdurahmat, (2011) Metodelogi Penelitian & Teknik Penyusunan kripsi,


Jakarta, Rineka Cipta.

Green, Wendy. (2015). The New Parents Survival Giude: The First Three Months.
Chicester : Summersdale Publishers LTD – ROW.

Heryani Reni. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans Info Media. 2012.

Hidayat, A. A. A., 2011, Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data,
Salemba Medika, Jakarta.

Kementerian kesehatan RI, (2016), Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta,
Kementerian Kesehatan dan JICA (Japan International cooperation Agency).

Martin R, Griffin K. (2012). Maternity nursing health women, infants and families.
18th Edition. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo, (2010). Metodelogi penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka


Cipta.

Primadona, Prakirtia dan Dewi Susilowati. (2015). Penyembuhan Luka Perineum


Fase Proliferasi Pada Ibu Nifas. PROFESI Volume 13 Nomor 01 halaman
1-5.
diakses dalam https://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/97
pada tanggal 20 Februari 2019

Rukiyah, Yulianti. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Trans Info Media. 2012.

Rukiyah, dkk. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media. 2012.

Saleha, (2009), Asuhan Kebidanan Pada Mas Nifa, Makasar, Salemba Medika,
Jakarta

Silviana, Evi Rahmawati. 2013. Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengurangan


Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Siti Alfirdaus Kingking
Kabupaten Tuban. Diakses dalam http://www.kopertis7.go.id pada tanggal 21
Februari 2019
SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia). Jakarta. 2015.

Sulistyaningsih, (2011), Metode Penelitian Kebidanan Kuantitatif – Kualitatif,


Yogyakarta, Graha Ilmu.

Sulistyawati, Ari, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas,
Yogyakarta, Andi.

Timbawa, Sriani. Kundre, Rina. Bataha Yolanda. (2015). Hubungan Vulva Hygine
Dengan Pencegahan Infeksi Luka Perineum Pada Ibu Post Partum di
Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. Jurnal Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Diakses dalam
https://media.neliti.com/media/publications/108128-ID-hubungan-vulva-
hygiene-dengan-pencegahan.pdf pada tanggal 20 Februari 2019

WHO (2003). Breastfeeding counselling: A training course. Pelatihan


konselor laktasi. New York: Nutrition Section UNICEF. Tidak
dipublikasikan

WHO (2006). Integrated management of pregnancy and childbirth;


pregnancy, childbirth,postpartum and newborn care: a quide for
essensial practise, 2nd edition. Geneva.

WHO (Word Health Organization). Word Health Statistics. 2015. (diakses tanggal 20
Februari 2019).

Anda mungkin juga menyukai