Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Kemiskinan adalah fenomena multidimensi yang dapat dianalisis dari ekonomi, social dan
politik (menurut Ellis 1994). Kemiskinan didefinisikan sebagai tingkat rendah standart hidup
yaitu tingkat kekurangan materi dalam jumlah atau sekelompok orang dibandingkan dengan
standart hidup yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan (Suparlan 1993) kemiskinan
mendefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik
material dan non material (reitsma dan kleinpenning 1994).

Masalah kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan global. di Indonesia masalah kemiskinan seperti
tak kunjung usai. masih banyak kita dapati para pengemis dan gelandangan berkeliaran tidak hanya di
pedesaan bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta pun pemandangan seperti ini menjadi tontonan
setiap hari.

Kini di Indonesia jerat kemiskinan semakin parah. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja
mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen (www.bps.go.id). Kemiskinan bukan semata-mata persoalan
ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.

Menurut badan pusat statistic (BPS), mencatat penduduk indonesia yang masih hidup dibawah garis
kemiskinan hingga September 2015 mencapai 28,51 juta atau 11,13% dari totalpenduduk Indonesia, dan
pengangguran di Indonesia itu sendiri sampai februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5%
menurut badan pusat statistic.

Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks,
diantaranya

1. Pengangguran.

Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena
tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu
memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing
dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat
pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.

2. Pendidikan

Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya
pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau
pendidikan. Karena untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.

Kondisi seperti ini membuat masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat
putus sekola berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan
mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan
menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang
menuntut keterampilan di segala bidang.

Seperti telah disinggung di atas bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah yang kompleks dan
multidimensional yang tak terpisahkan dari pembangunan mekanisme ekonomi, sosial dan
politik yang berlaku. Oleh karena itu setiap upaya pengentasan kemiskinan secara tuntas
menuntut peninjauan sampai keakar masalah. Jadi, memang tak ada jalan pintas untuk
mengentaskan masalah kemiskinan ini. Penanggulanganya tidak bisa dilakukan dengan tergesa-
gesa.

Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan


Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Disamping turut menandatangani Tujuan Pembangunan
Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya
pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun
2009, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun
2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009.

Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya bergantung pada
langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya “si miskin”
tersebut dan dimana ia berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil
dari si miskin.

Di bidang pendidikan, salah satu masalah kunci adalah tingginya angka putus sekolah di
masyarakat miskin pada saat mereka melanjutkan pendidikan dari SD ke SMP. Dalam menyikapi
aspek multidimensional kemiskinan, upaya-upaya hendaknya diarahkan pada perbaikan
penyediaan layanan, khususnya perbaikan kualitas layanan itu sendiri. Upaya-upaya tersebut
dapat di wujudkan dalam bentuk :

1. Meningkatkan tingkat partisipasi sekolah menengah pertama

2. Layanan kesehatan dasar yang lebih baik untuk masyarakat miskin maupun untuk penyedia
layanan.

3. Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat miskin dalam mengakses air bersih dan
sanitasi.

4. Perjelas tanggungjawab fungsional dalam penyediaan layanan.

5. Perbaiki penempatan dan manajemen PNS.

6. Berikan insentif lebih besar untuk para penyedia layanan.

Anda mungkin juga menyukai