Anda di halaman 1dari 1

Quarter crisis of Life

Dulu aku hidup dengan berbagai kemudahan, aku pikir hanya dengan giat belajar dan menuruti
perintah orang tua sudah cukup bagiku untuk melalui kehidupan. Tak pernah aku merasakan
kerasnya hidup, yang ku tahu aku hanya tau bagaimana cara membayar biaya pendidikanku. Seiring
berjalannya waktu, bak pisau yang akan memenggal kepala seorang yang tak mau bergerak, aku
mulai merasakan kerasnya hidup. Diriku tak biasa ditempa dengan kerasnya hidup, sekali lagi yang
ku tahu adalah bagaimana memiliki nilai tinggi di ijazahku

Saat ini, deretan angka dan predikat itu tak terlalu bernilai, yang mereka perdulikan adalah
produktivitasku untuk mengisi kantong-kantong mereka yang membuat aku kepayahan tiap kali
selesai bekerja. Yaaa.. Aku ingat, beberapa teman-temanku yang sudah mapan dengan titel abdi
negara, pangkat di pundaknya, atau rekeningnya yang selalu barertambah 7 digit tiap bulannya.
Memangnya ada apa denganku ? apa karena orang tuaku bukan seorang berpangkat, atau aku
konglomerat turunan ke delapan.

Jadi apa yang kudapat ? hanya beberapa rupiah masuk rekeningku tiap bulan, nampak seperti
pengemis intelektual yang perlu sekolah 14 tahun. Untuk apa aku hidup ¼ dari umurku jika aku
selalu berharap pada beberapa rupiah yang mereka kirimkan ke dompetku.

Disaat yang lain mulai menuju tampuk karir, aku hanya terpenjara dalam ambisi menjadi pekerja
yang mesti manut pada atasannya

Sungguh krisis seperempat hidupku nyata adanya, seringkali kubandingkan diriku pada mereka-
mereka yang hidup mapan dan nyaman.

Namun Tuhan memiliki jalan hidup bagi masing-masing insan, kau saja yang tak tahu jika rencana-
Nya ada bagi hambanya yang memohon. Tak perlu risau, memintalah padanya dan senantiasa
berbuat terbaik.

Percayalah akan ada tempat yang lebih menghargai tetesan keringatmu, dan kau akan melewati
seperempat krisis hidupmu dengan tersenyum dan mengingat bahwa itulah yang akan membuatmu
lebih kuat menghadapi

Anda mungkin juga menyukai