Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK (16:16:16)

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL


TANAMAN BUNCIS TEGAK (Phaseolus vulgaris L)
VARIETAS RANTI

USULAN PENELITIAN

Oleh :
MIRDA MUSTARI
NPM 101170028

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BALE BANDUNG
2021

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Pemberian Pupuk NPK (16:16:16) Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis Tegak (Phaseolus
vulgaris L) Varietas Ranti.
Nama : Mirda Mustari
NPM : 101170028
Program Studi : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian

Menyetujui dan Mengesahkan :

Komisi Pembimbing Ketua Prodi Agroteknologi

Yudi Yusdian, S.P., M.P. Dr. Endang Kantikowati, Dra.,M.P.


Ketua

Putro Hairutomo Setiko, SP., M.Si


Anggota
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Usulan Penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Pupuk NPK (16:16:16)

Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L)

Varietas Ranti ”.

Di dalam penyusunan Usulan Penelitian ini, penulis tidak lepas dari bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yudi Yusdian. S.P M.P., Ketua Komisi Pembimbing skipsi dan Dekan

Fakultas Pertanian Universitas Bale Bandung, yang telah memberikan

banyak dukungan berupa bimbingan, arahan, dan segala bentuk bantuan

kepada penulis.

2. Putro Hairutomo Setiko, SP., M.Si. Anggota Komisi Pembimbing skripsi,

yang telah memberikan banyak dukungan berupa bimbingan, arahan, dan

segala bentuk bantuan kepada penulis..

3. Dr. Dra. Endang Kantikowati, MP. Ketua Program Studi Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Bale Bandung.

4. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Bale Bandung.

5. Kedua orang tua dan semua keluarga besar yang selalu memberikan

dukungan, do’a, kasih sayang, dan semangat.

6. Rekan-rekan seperjuangan Fakultas Pertanian Universitas Bale Bandung

angkatan 2017.

i
Akhir kata penulis berharap semoga Usulan Penelitian ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Bandung, Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................ iii

DAFTAR TABEL................................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... vi

I. PENDAHULUAN

1.1.......................................................................................................... Latar

Belakang.......................................................................................... 1

1.2.......................................................................................................... Ident

ifikasi Masalah................................................................................ 5

1.3.......................................................................................................... Tuju

an dan Kegunaan Penelitian............................................................ 5

1.4.......................................................................................................... Kera

ngka Pemikiran................................................................................ 5

1.5.......................................................................................................... Hipo

tesis.................................................................................................. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Buncis................................ 9

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Buncis................................................. 12

2.3. Hama dan Penyakit pada Tanaman Buncis.................................. 13

2.4. Pupuk NPK Mutiara 16:16:16..................................................... 14

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 18

iii
3.2. Bahan dan Alat Percobaan ........................................................... 18

3.3. Metode Penelitian ........................................................................ 18

3.4. Pelaksanaan Percobaan ................................................................ 20

3.4.1. Pengolahan Tanah dan Pembuatan petak Percobaan............ 20

iv
3.4.2. Persiapan Benih..................................................................... 21

3.4.3. Aplikasi Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 ............................... 21

3.4.4. Penanaman............................................................................ 21

3.4.5. Pemeliharaan Tanaman Buncis............................................. 21

3.4.6. Panen..................................................................................... 23

3.5. Pengamatan.................................................................................. 23

3.5.1. Pengamatan Penunjang......................................................... 23

3.5.2. Pengamatan Utama................................................................ 23

3.5.2.1 Komponen Pertumbuhan.............................................. 24

1. Tinggi Tanaman (cm)................................................. 24

2. Jumlah Daun (helai).................................................... 24

3.5.2.2 Komponen Hasil........................................................... 24

1. Jumlah Buah Pertanaman........................................... 24

2. Jumlah Polong Pertanaman......................................... 24

3. Jumlah Polong Perplot (buah).................................... 24

4. Bobot Polong Pertanaman.......................................... 24

5. Bobot Polong Perplot (g)............................................ 25

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 26

LAMPIRAN.................................................................................................. 28
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Luas Tanaman, Produksi dan Produktivitas Tanaman Buncis


di Indonesia dari tahun 2014 sampai 2018.............................................. 2

2. Perlakuan Pupuk NPK (16:16:16) .......................................................... 19

3. Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK)......... 19

vi
DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Tata Letak Percobaan.............................................................................. 28

2. Tata Letak Pengambilan Sampel Tanaman pada Plot Percobaan........... 29

3. Data Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah di Kampung Cibiana,


Desa Cikalong, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Provinsi
Jawa Barat............................................................................................... 30

4. Data Curah Hujan Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung dari


tahun 2010 sampai 2019......................................................................... 31

5. Deskripsi Tanaman Buncis Varietas Ranti ............................................. 33

vii
viii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari Amerika, sedangkan

kacang buncis tipe merambat adalah tanaman asli lembah Tahuacan-Meksiko.

Penyebarluasan tanaman buncis dari Amerika ke Eropa dilakukan sejak abad 16.

Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu jenis kacang sayur

yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sebagai

bahan sayuran kacang buncis merupakan salah satu sumber protein nabati yang

penting dan banyak mengandung vitamin A, B dan C, terutama pada bijinya

(Setyaningrum dan Saparinto, 2011).

Kandungan gizi dalam biji buncis setiap 100 g adalah air sekitar 10 ml,

protein 24 g, lemak 1,7 g, karbohidrat 57 g, serat 4 g, kalsium 110 mg, besi 8 mg,

tiamin, 0,5 mg, riboflavin 0,2 mg, dan nicotinamide 2 mg (Ashari, 1995). Buncis

mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pendapatan peningkatan gizi

masyarakat, pendapatan negara melalui ekspor, pengembangan agribisnis, dan

perluasan kesempatan kerja (Setianingsih dan Khaerodin, 2003).

Kebutuhan masyarakat akan buncis terus meningkat dari tahun ke tahun

seiring dengan pertumbuhan penduduk. Permintaan masyarakat untuk komoditas

buncis setiap tahunnya stabil untuk konsumsi di Indonesia. Permintaan pasar

dalam negeri terhadap buncis biasanya meningkat cukup tajam pada hari raya,

bahkan akhir-akhir ini permintaan pasar swalayan di kota-kota besar tidak hanya

berupa polong muda ukuran maksimal, tetapi juga polong muda berukuran kecil

atau disebut “baby buncis”. Adapun data buncis dimana luas, hasil produksi dan

produktivitas di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun tahun terakhir,

diantaranya :

1
2

Tabel 1. Data Luas Tanaman, Produksi dan Produktivitas Tanaman Buncis


di Indonesia dari tahun 2015 – 2019.

T Produktiv
a Luas itas
Produksi
h Tanaman (Ton/ha)
(Ton)
u (ha)
n
2 25.645 291.314 11,40
0
1
5
2 25.104 275.509 10,97
0
1
6
2 23.746 279.040 11,75
0
1
7
2 25.014 304.431 12,17
0
1
8
2 24.635 299.310 12,15
0
1
9

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura,

2020.

Berdasarkan Tabel 1 luas lahan dan produksi buncis di Indonesia

dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun

2015 produksi buncis sebesar 25,645 ton dan tahun 2016 mengalami

penurunan sebesar 541 ton. Pada tahun 2017 mengalami penurunan

kembali sebesar 1358 ton. Namun pada tahun 2018 mengalami

peningkatan sebesar 1268 ton, serta 2019 menurun kembali produksinya


3

sebesar 379 ton. Serta hasil dari produktivitas mengalami kenaikan namun

tidak menutup akan kebutuhan oleh masyarakat.

Salah satu penyebab utama rendahnya tingkat produksi buncis

adalah penanaman varietas lokal yang masih cukup luas walaupun

mempunyai produktivitas yang rendah. Permasalahan lainnya adalah

dalam penyediaan benih sayuran bermutu tinggi seperti benih buncis di.

Indonesia yaitu rendahnya daya simpan benih dan tingkat kemasakan pada

saat pemanenan. Pada penyimpanan terbuka dengan kondisi ruang simpan

suhu kamar, benih buncis diperkirakan hanya mampu mempertahankan

viabilitas selama dua bulan (Nasution, 2005).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi

adalah dengan pemupukan. Memberikan pupuk anorganik dapat

mempercepat pertumbuhan dan produksi yang lebih tinggi karena

penggunaan pupuk anorganik memegang peranan penting untuk

menambah kebutuhan unsur hara tanaman. Keunggulan pupuk anorganik

adalah dapat langsung dimanfaatkan tanaman sesaat setelah diaplikasikan.

Pupuk anorganik yang sering digunakan adalah pupuk majemuk. Menurut

Hakim dan Agustina (2006), menyatakan bahwa pupuk majemuk dapat

langsung diaplikasikan karena telah mengandung hara utama yang

dibutuhkan tanaman dan mengandung satu atau lebih unsur sekunder dan

unsur mikro. Sedangkan pupuk organik selain dapat menambah bahan

organik tanah juga dapat mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik.

Pupuk NPK adalah pupuk majemuk yang paling umum digunakan,

fungsi unsur dalam pupuk NPK membantu meningkatkan pertumbuhan

dan hasil tanaman dalam tiga cara yaitu N (nitrogen) membantu


4

pertumbuhan vegetatif terutama daun, P (fosfor) membantu pertumbuhan

akar dan tunas, K (kalium) membantu pembungaan dan pembuahan.

(Astuti dan Robert, 2011)..

Keberadaan pupuk dalam budidaya pertanian, merupakan faktor

yang sangat penting untuk menunjang optimalisasi produksi yang telah

ditetapkan. Namun, upaya pemberian pupuk yang dilakukan secara

sembarangan dan tidak terukur justru dapat merugikan tanaman itu sendiri,

bahkan tidak sedikit tanaman yang mengalami kematian akibat cara

pemupukan yang kurang tepat, karena itu untuk mencapai keberhasilan

usaha budidaya pertanian secara intensif, diperlukan pemahaman yang

benar mengenai pupuk dan cara pemupukan.

Untuk meningkatkan produksi tanaman buncis dapat dilakukan

dengan usaha penerapan teknologi bercocok tanam yang baik, diantaranya

melakukan pemupukan yang berimbang dengan memenuhi unsur hara

yang diperlukan tanaman. Hal ini dilakukan mengingat tanaman buncis

tidak akan memberikan hasil yang maksimal apabila unsur hara yang

dibutuhkan untuk pertumbuhannya tidak cukup tersedia. Unsur tersebut

terutama adalah unsur nitrogen (N) berperan dalam pertumbuhan vegetatif

tanaman, fosfor (P) mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar,

serta kalium (K) yang dapat meningkatkan kualitas buah dan biji. Pupuk

NPK merupakan pupuk makro yang bertujuan untuk menambah unsur

hara, nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) untuk meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pupuk NPK adalah pupuk buatan yang berbentuk padat yang

mengandung unsur hara utama Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Peranan


5

unsur hara nitrogen (N), meliputi tinggi tanaman, besar batang dan

pembentukan cabang daun. Peranan unsur hara phosphat (P), meliputi

pembentukan dan kesuburan pertumbuhan akar tanaman. Gardner dkk

(1991), menyatakan bahwa kalium mempunyai peranan penting dalam

proses fotosintesis secara langsung, mampu meningkatkan pertumbuhan

dan indek luas daun disamping mempunyai fungsi untuk meningkatkan

asimilasi CO2, juga dapat meningkatkan translokasi hasil fotosintesis

keluar daun.

Mengingat akan hal tersebut, perlu dilakukan usaha untuk membudidayakan

buncis secara intensif, sehingga kuantitas, dan kontinuitas produksinya pun dapat

memenuhi standar permintaan konsumen (pasar). Waktu pemupukan yang tidak

tepat pada tanaman dapat menyebabkan tanaman mengalami kekurangan atau

kelebihan unsur hara, sehingga pertumbuhan dan hasil tidak maksimal. Pada fase

pertumbuhan tanaman membutuhkan unsur hara yang cukup, lengkap dan

seimbang agar dalam pertumbuhannya tidak terganggu dari waktu pertumbuhan

saat benih, pada saat berbunga sampai berbuah. Maka daripada itu diperlukannya

penelitian ataupun uji coba untuk mendapatkan hasil yang baik bagi pertumbuhan

dan hasil tanaman buncis dari berbagai dosis NPK yang di pakai dalam

pengaplikasian.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dimuka, maka dapat diidentifikasi

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh dosis pupuk NPK (16:16:16) terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.)

varietas Ranti.
6

2. Pada dosis pupuk NPK (16:16:16) berapakah yang dapat memberikan

pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman buncis tegak

(Phaseolus vulgaris L.) varietas Ranti.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis pupuk NPK

(16;16:16) yang dapat mempengaruhi paling baik terhadap pertumbuhan

dan hasil tanaman buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.) varietas Ranti.

Sedangkan kegunaan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

informasi tentang dosis pupuk NPK yang paling baik untuk pertumbuhan

dan hasil tanaman buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.) varietas Ranti,

serta menjadikan sumber referensi pembelajaran terhadap masyarakat,

petani, maupun peneliti dalam budidaya tanaman buncis (Phaseolus

vulgaris L.) varietas Balista 2.

1.4 Kerangka Pemikiran

Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman

sayuran polong sebagai salah satu sumber protein nabati yang murah dan

mudah dikembangkan serta memiliki potensi ekonomi yang sangat baik,

sebab memiliki peluang pasar yang cukup luas (Setianingsih dan

Khoerudin, 2003).

Pemupukan merupakan salah satu uapaya yang dapat ditempuh

dalam memaksimalkan hasil tanaman. Menurut Wijaya (2008),

menyatakan bahwa pemupukan dilakukan sebagai upaya untuk mencukupi

kebutuhan tanaman agar tujuan produksi dapat dicapai. Namun apabila

penggunaan pupuk yang tidak bijaksana atau berlebihan dapat

menimbulkan masalah bagi tanaman yang diusahakan, seperti keracunan,


7

rentan terhadap hama dan penyakit, kualitas produksi rendah dan selain itu

pula biaya produksi tinggi dan dapat menimbulkan pencemaran.

Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas

tanaman adalah dengan pemberian pupuk baik organik maupun anorganik.

Pemberian pupuk bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara

dalam tanah (Sarief, 1986). Salah satu jenis pupuk majemuk yang dapat

digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanaman buncis adalah

pupuk Mutiara (16:16:16). Hal ini dilakukan karena pupuk tersebut

mengandung unsur nitrogen, fosfor dan kalium yang merupakan kunci

utama dalam usaha budidaya tanaman buncis.

Pupuk perlu diperhatikan dalam kebutuhan akan jenis maupun

takarannya bagi setiap tumbuhan, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu

banyak zat makanan, karena terlalu sedikit atau terlalu banyak jenis

serta takarannya dapat menurunkan vigor dan produktivitasnya, bahkan

kelebihan hara jenis tertentu bisa membahayakan tumbuhan dan

menyebabkan kematian. Tanaman sebagai makhluk hidup, sesuai dengan

sifat genetiknya masing-masing, dengan analisa jaringan dan daun, dapat

diketahui kemampuannya dalam mengangkut hara dari tanah.

Satu diantara pupuk anorganik yang sering digunakan adalah pupuk

NPK. Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang memberikan unsur

N, P, K bagi tanaman, jenis pupuk NPK cukup banyak dipasaran dengan

beragam kadar unsur yang dikandungnya (Lingga dan Marsono, 2003).

Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk bebentuk butiran yang

mengandung unsur hara, nitrogen, fospor dan kalium. Pupuk ini sangat

baik untuk mendukung masa pertumbuhan tanaman. Selain itu


8

keuntungannya adalah unsur hara makro yang disumbangkan dapat

memenuhi kebutuhan hara tanaman. (Rinsema, 1989).

Penggunaannya pupuk anorganik biasanya mudah larut sehingga

bisa lebih cepat dimanfaatkan tanaman, pemakaiannya dan

pengangkutannya lebih praktis, sedangkan kelemahan pupuk anorganik

mudah tercuci ke lapisan tanah bawah sehingga tidak terjangkau air,

beberapa jenis pupuk anorganik bisa menurunkan pH tanah atau

berpengaruh terhadap kemasaman tanah, penggunaan yang berlebihan dan

terus-menerus, tanpa diimbangi dengan pemberian pupuk organik, akan

merubah struktur, kimiawi, maupun biologis tanah.

Unsur Hara yang terkandung dalam pupuk majemuk NPK

merupakan unsur hara esensial bagi tanaman yang diharapkan dapat

membantu pertumbuhan dan hasil tanaman buncis varietas Ranti.

Pemberian dosis pupuk majemuk 450 kg/Ha dapat meningkatkan bobot

polong, jumlah polong dan panjang buncis (Rukmana, 1997)

Dosis perlu diteliti karena tumbuhan memiliki kebutuhan unsur hara

dalam jumlah tertentu agar menunjang pertumbuhan dan perkembangan

serta hasil yang optimal, tidak semua dosis bersifat positif bagi tumbuhan,

kelebihan pupuk dapat bersifat toksik bagi tumbuhan, sedangkan

kekurangan pupuk atau unsur hara dapat menyebabkan penyakit

defisiensi tumbuhan. Adapun mekanismes masuknya unsur hara ke dalam

tanah diantaranya :

1. Aliran Masa
9

Aliran massa merupakan gerakan larutan unsur hara (air dan hara

mineral) ke permukaan akar yang digerakkan oleh transpirasi tanaman.

Unsur hara bergerak karena ada gradien potensial air. Aliran massa terjadi

akibat adanya gaya tarik menarik antara molekul-molekul air yang

digerakkan oleh lepasnya molekul air melalui penguapan (transpirasi).

2. Difusi

Peristiwa bergeraknya molekul-molekul dari daerah konsentrasi

tinggi ke daerah konsentrasi rendah, dimana gerakan molekul (hara) terjadi

karena adanya perbedaan konsentrasi.

3. Intersepsi Akar

Intersepsi akar terjadi akibat dari pertumbuhan akar dari pendek

menjadi lebih panjang. Dari tidak bercabang menjadi bercabang. Dari

bercabang sedikit menjadi bercabang banyak. Sebagai akibat dari

pertumbuhan ini akarakar yang terbentuk menjangkau bagian-bagian

media tanam yang tadinya belum terjangkau.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Pemberian dosis pupuk NPK (16:16:16) dapat berpengaruh baik terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.)

varietas Ranti.

2. Salah satu dosis pupuk NPK (16:16:16) yang dicobakan dapat memberikan

pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman buncis

(Phaseolus vulgaris L.) varietas Ranti.


10
II. TINJAUAN PUSTAKAN

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Buncis (Phaseolus vulgaris, L.)

Buncis merupakan salah satu jenis tanaman sayuran polong yang memiliki

banyak kegunaan. Sebagai bahan sayuran, polong buncis dapat dikonsumsi dalam

keadaan muda atau dikonsumsi bijinya. Buncis bukan tanaman asli Indonesia,

tetapi berasal dari meksiko selatan dan Amerika Tengah. Buncis yang

dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia memiliki banyak jenis. Dari ragam

varietas tersebut, tanaman buncis secara garis besar dibagi dalam dua tipe, yaitu

buncis tipe membelit atau merambat dan buncis tipe tegak atau tidak merambat

(Cahyono, 2007).

Menurut Cahyono (2007) klasifikasi tanaman buncis adalah sebagi berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Calyciflorae

Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae

Sub family : Papilionoideae

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) termasuk jenis sayuran polong semusim

(berumur pendek) seperti halnya kacang kapri, kacang panjang, kecipir, cabe,

pare, labu, mentimun, dan sebagainya. Tanaman buncis ini berbentuk semak atau

perdu. Menurut Pitojo (2004), tanaman buncis memiliki 2 tipe yaitu tipe tegak dan

11
12

tipe merambat.

Berdasarkan dari tipe tersebut, tedapat perbedaan antara tanaman buncis tipe

tegak dan buncis tipe merambat. Tanaman buncis tipe merambat umumnya

berbatang memanjang setinggi 2 – 3 meter, sedangkan tipe buncis tegak

mempuyai batang pendek setinggi 50 – 60 cm. Batang tanaman buncis

umumnya berbuku-buku, yang merupakan tempat melekat tangkai daun. Daun

buncis bersifat majemuk, dan helai daunnya berbentuk jorong segi tiga (Rukmana,

1997). Adapun morfologi tanaman buncis diantaranya sebagai berikut :

1. Akar

Tanaman buncis berakar tunggang dan berakar serabut. Akar tunggang

tumbuh lurus ke dalam hingga kedalaman sekitar 11 – 15 cm, sedangkan akar

serabut tumbuh menyebar (horizontal) dan tidak dalam. Perakaran tanaman buncis

dapat tumbuh dengan baik bila tanahnya subur dan mudah menyerap air (porous).

Perakaran tanaman buncis tidak tahan terhadap genangan air (tanah becek). Akar

tanaman merupakan bagian dari organ tubuh yang berfungsi untuk berdirinya

tanaman serta penyerapan zat hara dan air (Cahyono, 2007).

2. Batang

Batang tanaman buncis tidak berkayu dan relatif tidak keras, serta berbuku-

buku. Buku-buku yang terletak dekat dengan permukaan tanah lebih pendek

dibandingkan dengan buku-buku yang berada diatasnya. Buku-buku tersebut

merupakan tempat melekatnya tangkai daun. Tinggi batang tanaman pada tipe

tegak sekitar 40 cm dari permukaan tanah (Pitojo, 2004).

3. Daun

Daun tanaman berbentuk bulat tonjong, ujung daun meruncing, tepi daun

rata, berbulu atau berambut halus dan memiliki tulang-tulang menyirip.


13

Kedudukan daun tegak agak mendatar dan bertangkai pendek. Daun yang

berukuran kecil memiliki ukuran lebar 6 – 7,5 cm, dan panjang 7,5 – 9 cm,

sedangkan daun yang berukuran besar memiliki ukuran lebar 10 – 11 cm, dan

panjang 11 – 13 cm (Cahyono, 2007).

4. Bunga

Bunga tanaman buncis berbentuk bulat panjang (silindris) yang panjangnya

1,3 cm dan lebar bagian tengahnya 0,4 cm, bunga buncis berukuran kecil, kelopak

bunga berjumlah 2 buah dan pada bagian bawah atau pangkal bunga berwarna

hijau. Bunga buncis memiliki tangkai yang panjang sekitar 1 cm. Bagian lain dari

bunga buncis adalah mahkota bunga yang memiliki warna beragam, ada yang

berwarna putih, ungu muda, dan ungu tua, tergatung pada varietasnya. Mahkota

bunga berjumlah 3 buah, dimana yang 1 buah berukuran lebih besar dari pola

yang lainnya. Bunga tanaman buncis merupakan malai (panicle). Bunga buncis

tumbuh dari cabang yang masih muda atau pucuk-pucuk muda (Cahyono, 2007).

5. Polong

Buah atau polong tanaman buncis berbentuk panjang-bulat atau panjang-

pipih. Sewaktu polong masih muda berwarna hijau muda, hijau tua atau kuning,

tetapi setelah tua berubah warna menjadi kuning atau coklat, bahkan ada pula

yang berwarna kuning berbintik-bintik merah. Panjang polong berkisar antara 12

– 13 cm atau lebih dan setiap polong mengandung biji antara 2 – 6 butir, tetapi

kadang-kadang mencapai 12 butir (Rukmana, 1997).

6. Biji

Biji terdapat pada polong. Polong yang pendek berisi 2 – 6 butir biji dan

polong yang panjang dapat berisi lebih dari 12 butir. Biji dari buncis yang bersari

bebas dapat dijadikan benih. Saat biji telah mencapai kematangan fisiologis
14

adalah saat terbaik untuk memungut buah untuk dijadikan benih. Biji yang telah

masak fisiologis ditandai dengan kulit polong yang mongering dan biji mengeras

(Pitojo, 2004).

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris, L.)

1. Faktor Tanah

Tanaman buncis dapat tumbuh dengan baik bila ditanam di dataran tinggi

yaitu pada ketinggian 1.000 sampai 1.500 meter. Jenis tanah yang cocok untuk

tanaman buncis adalah andosol karena mempunyai drainase yang baik. Tanah

andosol hanya terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai iklim sedang

dengan curah hujan diatas 2.500 mm/tahun. Menurut Rukmana (1997),

menyatakan bahwa tanah andosol umumnya terdapat di daerah pegunungan,

mempunyai solum tanah agak tebal 1 – 2 m, berwarna hitam atau kelabu sampai

coklat tua, teksturnya debu atau lempung berdebu sampai lempung, strukturnya

remah dengan konsistensi gembur, reaksi tanahnya masam sampai netral (pH 5,0

– 7,0), dan produktivitasnya sedang sampai tinggi. Buncis tegak dapat tumbuh

dengan di ketinggian 300 – 1.500 meter dpl.

2. Faktor Iklim

Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kacang

buncis adalah ketinggian tempat, suhu (temperatur) udara, curah hujan,

kelembaban udara, dan penyinaran matahari. Tanaman kacang buncis tersebar

luas tumbuh di daerah yang mempunyai iklim basah sampai kering dengan

ketinggian bervariasi, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi

(pegunungan).

Cahaya matahari diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis. Oleh

karenanya, perlu mengetahui banyaknya cahaya matahari yang dibutuhkan


15

tanaman. Umumnya tanaman buncis memerlukan cahaya matahari yang banyak

atau sekitar 400 – 800 footcandles, dengan diperlukan cahaya dalam jumlah

banyak, berarti tanaman buncis tidak memerlukan naungan (Setianingsih dan

Khaerodin 2003). Adapun unsur-unsur lain yang mempengaruhi pertumbuhan

tanaman buncis, diantaranya seperti :

a. Ketinggian Tempat

Daerah yang ideal untuk budidaya kacang buncis, khususnya kacang buncis

tipe merambat adalah di dataran tinggi, pada ketinggian 1.000 – 1.500 meter dpl.

Namun demikian, saat ini terdapat varietas unggul buncis tipe tegak yang cocok

ditanam di daerah yang mempunyai ketinggian antara 300 – 600 m dpl.

b. Suhu

Kondisi suhu yang ideal bagi pertumbuhan buncis antara 20 – 25°C. Pada

suhu kurang dari 20°C, proses fotosintesis terganggu, sehingga pertumbuhan

tanaman kacang buncis terhambat dan jumlah polong menjadi sedikit. Demikian

pula pada suhu kurang dari 25°C banyak polong buncis yang hampa, karena

proses pernapasan lebih besar daripada proses fotosintesis, sehingga energi yang

dihasilkan lebih sedikit untuk pengisian polong. Kelembaban udara yang

diperlukan tanaman buncis yaitu 55 persen (sedang).

c. Curah Hujan

Tanaman buncis tumbuh optimal pada daerah yang mempunyai curah hujan

1.500 – 2.500 mm/tahun. Pada umumnya tanaman kacang buncis memerlukan

cahaya matahari yang banyak, sehingga cocok di tempat terbuka (Rukmana,

1997).

2.3 Hama dan Penyakit pada Tanaman Buncis

Menurut Zulkarnain (2013), hama dan penyakit yang sering menyerang


16

tanaman buncis adalah :

Hama utama pada tanaman buncis diantaranya :

1. Kumbang Daun (Henosepilachna signatipennis atau Epilachna

signatipennis).

Daun-daun buncis yang terserang hama ini berlubang-lubang. Pada serangan

berat seluruh helaian daun dapat tersisa tulang daunnya saja, dan pertumbuhan

tanaman menjadi terhambat (kerdil).

2. Penggerek Daun (Etiella zinckenella).

Hama ini menyerang polong muda sehingga mengalami kerusakan dan

bijinya keropos.

3. Ulat Jengkal (Plusia signata atau Phytometra signata ).

Hama ini menyerang daun hingga berlubang dan tanaman menjadi kerdil.

Penyakit utama pada tanaman buncis diantaranya :

1. Layu fusarium (Fusariun oxysporum).

Serangan cendawan ini dicirikan oleh tanaman menguning, layu, dan kerdil.

Apabila batangnya dipotong melintang akan terlihat warna coklat.

2. Bercak daun (Cercospora canescens).

Serangan cendawan ini dicirikan oleh adanya bercak coklat kekuningan

pada permukaan daun, yang semakin melebar dengan pita berwarna kuning pada

tepinya.

3. Daun keriting yang disebabkan oleh virus Mosaik.

Daun-daun muda yang terserang virus ini berwarna kuning dan keriting,

sedangkan daun-daun tua menggulung atau berpilin. Daun-daun menjadi lebih


17

kaku dengan tangkai melengkung ke bawah, dan pertumbuhan batang tidak

normal.

2.4 Pupuk NPK (16:16:16)

Pupuk majemuk berkualitas prima memiliki besar butiran yang seragam

dan tidak terlalu higroskopis, sehingga tahan disimpan dan tidak cepat

menggumpal, hal ini sangat menguntungkan bagi petani karena sering kali sisa

pupuk itu disimpan dan digunakan kembali pada pemupukan selanjutnya. Hampir

semua pupuk khusus, seperti penambahan Ca dan Mg.

Ketersediaan majemuk bereaksi asam, kecuali yang telah mendapatkan

perlakuan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Suatu tanaman dapat

tumbuh dengan optimal bila dosis pupuk yang diberikan tepat (Sarief, 1986).

Melalui pemupukan diharapkan dapat memperbaiki kesuburan tanah antara lain

mengganti unsur hara yang hilang karena pencucian dan yang terangkut saat

panen. Pemberian pupuk urea, TSP dan KCl sebagai sumber N, P dan K

merupakan usaha untuk meningkatkan produksi tanaman (Rukmana, 1997).

Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara pada tanaman, baik

melalui tanah (pupuk akar) maupun melalui daun tanaman (pupuk daun), apabila

terjadi kekurangan pada tanah tersebut akibat proses alamiah dan tindakan

manusia. Pada berbagai jenis tanah, pemberian pupuk dapat memperbaiki

ketersediaan unsur hara dalam tanah untuk kesuburan tanaman yang telah hilang

akibat proses penguapan, erosi, pencucian saat hujan dan terangkut pada saat

panen.

Kekurangan unsur hara N, P, K, Mg, S dan Ca dapat mengakibatkan

pengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Karena unsur hara tersebut


18

diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bila

kekurangan dari salah satu unsur tersebut, maka tanaman akan kerdil, daun

menguning dan mati (Lingga dan Marsono, 2003)

Berdasarkan unsur hara yang dikandungnya, pupuk tersiri dari pupuk

tunggal dan pupuk majemuk (Sabiham dkk, 2008). Pupuk majemuk yang paling

banyak digunakan adalah pupuk NPK yang mengandung unsur hara makro yang

penting bagi tanaman yaitu: 16% N (Nitrogen), 16% P 2O5 (Phospate), 16%K2O

(Kalium), 0,5% MGO (Magnesium), dan 6% CAO (Kalsium). Karena kandungan

tersebut pupuk ini dikenal dengan pupuk NPK 16-16-16.

Novizan (2007), menyatakan bahwa pupuk NPK Mutiara (16:16:16) adalah

pupuk majemuk yang memiliki komposisi unsur hara yang seimbang dan dapat

larut secara berlahan-lahan. Pupuk NPK Mutiara berbentuk padat, memiliki warna

kebiru-biruan dengan butiran mengkilap seperti mutiara. Pupuk NPK Mutiara

memiliki beberapa keunggulan antara lain yang sifatnya lambat larut sehingga

dapat mengurangi terjadinya kehilangan unsur hara akibat pencucian, penguapan,

dan penjerapan oleh koloid tanah. Selain itu, pupuk NPK Mutiara memiliki

kandungan hara yang seimbang, lebih efisien dalam pengaplikasian, dan sifatnya

tidak terlalu higroskopis sehingga tahan di simpan dan tidak menggumpal.

Kartaspoetra (2002), menyatakan bahwa manfaat unsur-unsur yang terdapat

pada pupuk majemuk Mutiara dapat diperjelaskan sebagai berikut :

Kekurangan Nitrogen akan menghambat pertumbuhan tanaman, daun

menjadi hijau muda terutama pada daun yang sudah tua lalu menjadi kuning. Bila

kelebihan unsur Nitrogen dapat menyebabkan daun berwarna gelap, batang

menjadi lemah dan sukulen, memperpanjang fase pertumbuhan vegetatif dan


19

pemasakan biji, menurunkan hasil dan kualitas hasil serta meningkatkan kepekaan

terhadap penyakit.

Unsur fosfor merupakan bahan dasar pembentukan protein dan berbagai

bahan organik lainnya, merangsang pembentukan sel-sel baru pada jaringan

meristem sehingga terjadi peningkatan jumlah tanaman pada ujung akar dan ujung

batang.

Tanaman yang kekurangan unsur kalium akan mengakibatkan fotosintesis

terhambat, daun menjadi kuning dan selanjutnya menjadi jingga kecoklatan, mulai

dari pucuk hingga kepangkal daun, tulang daun, kadang daun mengkerut atau

kering. Sedangkan kelebihan unsur kalium adalah dapat 18 menurunkan berat

kering tanaman dan berkurangnya penyerapan unsur hormon sehingga

menyebabkan warna kuning pada tepi daun dan kemudian mengering dan mati.

Unsur Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg++ dan berperan

sebagai penyusun klorofil, mengaktifkan enzim yang berhubungan dengan

metabolisme karbohidrat dan berperan dalam proses pemindahan dan pengaturan

zat tepung dalam tubuh tanaman serta pengaturan senyawa fosfat


I I. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan akan dilaksanakan di Kampung Cibiana, Desa Cikalong,

Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Waktu

percobaan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2021. Ketinggian tempat 995

m di atas permukaan laut, dengan suhu 20° C – 35° C dengan curah hujan 2.354,2

mm/tahun termasuk curah hujan tipe C3 menurut Oldeman (1975), serta termasuk

dengan jenis tanah Andisol.

3.2 Bahan dan Alat Percobaan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih buncis tegak

varietas Ranti, pupuk kandang ayam, pupuk NPK Mutiara (16:16:16) dan

pestisida (Herbisida Gramoxone, insektisida Desis 25 EC, Fungisida Dithane M

45/80 WP). Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu cangkul, pisau, tugal,

meteran, tali rafia, pelang penanda, alat tulis, sprayer serta alat lainnya yang

mendukung penelitian.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang

terdiri dari enam perlakuan dengan empat ulangan. Ukuran per plot 300 cm x 120

cm, dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm dan jarak antar ulangan sebesar 30 cm,

sehingga jumlah keseluruhan terdapat 24 plot. Jumlah tanaman per plot sebanyak

40 tanaman dengan sampel per plot adalah 8 tanaman sebagai sampel (4 vegetatif

dan 4 generatif) dan jumlah sampel keseluruhan adalah 192 tanaman, sehingga

terdapat tanaman keseluruhan sebanyak 960 tanaman. Adapun taraf perlakuan

tertera pada Tabel 2.

20
21

Tabel 2. Perlakuan Dosis Pupuk NPK (16:16:16)

No Notasi Perlakuan Perlakuan Pupuk

1 A 0 (kontrol)
2 B 150 kg/ha
3 C 300 kg/ha
4 D 450 kg/ha
5 E 600 kg/ha
6 F 750 kg/ha

Model linear Rancangan Acak Kelompok (RAK) adalah sebagai berikut :

X ij = µ + t i + r j + ε ij

Dimana, X ij = Nilai pengamatan pada perlakuan pupuk ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai Tengah Populasi

ti = pengaruh dari perlakuan pupuk ke-i

rj = pengaruh dari ulangan ke-j

ε ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Table 3. Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Sumber DB JK KT F hit F0,05


Ragam

Ulangan (r) r 1 = 3 ∑ Y . j2 − Y 2 … JK U KT U
t r .t DB U KT G

Perlakuan (t) t 1 = 5 ∑ Y .i2 − Y 2 … JK P KT P 2,90


r r .t DB P KT G
Galat (r  1) ( t 1) = 15 JKT-JKK-JKP

Total (r.t)  1 = 23 Y2…


∑ Y ij −
2
r .t

Sumber: Toto Warsa dan Cucu S. Achyar , (1982)


22

Dalam sebuah penelitian terdapatnya perbedaan antara perlakuan, maka data

hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan uji F pada taraf 5%. Kemudian

dilanjutkan dengan uji jarak Berganda Duncan pada taraf 5% , sebagai berikut :

LSR0,05 = SSR0,05 x Sx

Sx =
√ KT Galat
r

Keterangan :

LSR 0,05 = Least Significant Ranges

SSR0,05 = Studentized Significant Ranges

Sx = Galat baku rata-rata

3.4 Pelaksanaan Percobaan

Pelaksanaan percobaan yang dilakukan pada tanaman buncis tegak varietas

Ranti terdiri dari :

3.4.1. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petak Percobaan

Pengolahan tanah dilakukan 2 minggu sebelum tanam, dibersihkan dari

gulma dan serasah lainnya. Selanjutnya dilakukan pencangkulan yang bertujuan

untuk menggemburkan tanah serta membuat bedengan dan saluran drainase. Luas

per plot 300 cm x 120 cm, luas saluran drainase 30 cm, jarak tanam 30 x 30 cm,

jarak antar perlakuan 30 cm, terdapat 24 plot lahan percobaan, jumlah populasi

tanaman per plot 40 tanaman serta terdapat jumlah tanaman keseluruhan 960

tanaman, dimana jumlah sampel per plot 8 tanaman (4 vegetatif dan 4 generatif)

dan jumlah sampel keseluruhan 192 tanaman.


23

3.4.2 Persiapan benih

Jenis benih yang digunakan yaitu benih buncis tegak dengan varietas

Ranti, benih yang digunakan sehat , utuh, tidak keriput, tidak mengalami

kerusakan fisik dan fisiologis, tidak terserang hama maupun penyakit.

3.4.3 Aplikasi Pupuk NPK (16:16:16)

Pemberian dosis pupuk NPK (16:16:16) di aplikasikan sesuai dengan

perlakuan sesuai dengan pada Tabel 2, serta pengaplikasi dosis pupuk NPK

(16:16:16) pada saat 14 hari setelah tanam.

3.4.4 Penanaman

Tanaman buncis tidak memerlukan persemaian karena termasuk tanaman

yang sukar dipindahkan, sehingga benih buncis dapat langsung ditanam di lahan

percobaan. Tiap lubang tanam dapat diisi 2 butir benih. Setelah itu lubang tanam

ditutup dengan tanah. Adapun jarak tanam yang digunakan 30 x 30 cm dengan

populasi per plot 40 tanaman.

3.4.5 Pemeliharaan Tanaman Buncis

Terdapat beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam memelihara

tanaman buncis meliputi pengairan, penyulaman, pengguludan, pemangkasan,

pemupukan serta pemberantasan OPT.

1. Pengairan.

Air yang diberikan alam sangat terbatas dan seringkali tidak sesuai dengan

kebutuhan tanaman. Untuk itu, diperlukan pengaturan pengairan, biasanya

pengairan dilakukan bila penanamannya dilakukan pada musim kemarau, yaitu

pada umur 1 – 15 hari. Pelaksanaannya dilakukan 2 kali sehari, setiap pagi dan

sore. Bila penanamannya dilakukan pada musim hujan, yang perlu diperhatikan
24

adalah masalah pembuangan airnya. Kelebihan air dapat disalurkan melalui parit-

parit yang telah dibuat di antara bedengan atau guludan

2. Penyulaman

Berikutnya biji buncis dapat tumbuh setelah lima hari sejak tanam, benih

yang tidak tumbuh harus segera diganti (disulam) dengan benih yang baru.

Penyulaman sebaiknya dilakukan dibawah umur 10 hari setelah tanam, agar

pertumbuhan benih tidak berbeda jauh dan memudahkan pemeliharaan.

3. Pengguludan

Peninggian guludan atau bedengan dilakukan pada saat tanaman berumur

lebih 20 dan 40 hari. Lebih baik dilakukan pada saat musim hujan. Tujuan dari

peninggian guludan adalah untuk memperbanyak akar, menguatkan tumbuhnya

tanaman dan memelihara struktur tanah.

4. Pemangkasan,

Untuk memperbanyak ranting-ranting agar diperoleh buah yang banyak,

tanaman buncis perlu dipangkas. Pemangkasan sebatas pembentukan sulurnya.

Pelaksanaan pemangkasan dilakukan bila tanaman telah berumur 2 dan 5 minggu.

Pemangkasan juga dimaksudkan untuk mengurangi kelembaban di dalam tanaman

sehingga dapat menghambat perkembangan hama penyakit.

5. Pemupukan

Pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang ayam, kemudian pemberian

pupuk NPK ini dapat dilakukan pada umur 14 – 21 hari setelah tanam, NPK

(16:16:16) disesuaikan dengan perlakuan (Tabel 2), caranya cukup ditugal kurang

lebih 10 cm dari tanaman, setelah itu ditutup kembali dengan tanah.


25

6. Pengendalian organisme pengganggu tanaman,

Pengendalian organisme pengganggu tanaman dilakukan pada saat tanaman

umur 4 MST dengan hama yang menyerang yaitu; ulat grayak,belalang dan

kumbang koki, pengendalian dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida

decis 25 EC dengan dosis 3 ml/liter air ketanaman, pengendalian penyakit

dilakukan pada saat tanaman berumur 5 MST dengan penyakit yaitu jamur akar

dan karat daun, pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan fungisida dithane

M-45/80 WP dengan dosis 3 gram/liter air dan combitox 2 ml/liter air.

3.4.6 Panen

Pemanenan dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 40 – 45 hari

setelah tanam dan polong menunjukkan ciri-ciri, yaitu warna polong masih agak

muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar, biji dalam polong belum

menonjol dan polongnya belum berserat serta bila dipatahkan akan menimbulkan

bunyi meletup dan panen dengan interval 2 minggu sekali. Pelaksanaan panennya

dapat dilakukan secara bertahap setiap 3 hari sekali. Pemetikan dihentikan setelah

5 kali panen.

3.5 Pengamatan

3.5.1 Pengamatan Penunjang

Pengamatan penunjang adalah pengamatan yang datanya tidak diuji secara

statistik. Pengamatan ini dilakukan sejak awal percobaan sampai akhir percobaan

terhadap keadaan pertumbuhan tanaman, gangguan hama, penyakit dan gulma,

serta analisis tanah dan curah hujan.

3.5.2 Pengamatan Utama

Pengamatan utama adalah pengamatan yang datanya diuji secara statistik

terhadap variabel-variabel sebagai berikut :


26

3.5.2.1. Komponen Pertumbuhan

1. Tinggi Tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman diamati pada umur 14 hari setelah tanam, 21

HST, 28 HST dan 35 HST dengan mengukur panjang sulur dari pangkal batang

sampai pucuk tertinggi. Tinggi tanaman diukur sampai akhir pertumbuhan

vegetatif.

2. Jumlah Daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan sebanyak 4 kali yakni pada umur 14

hari setelah tanam, 21 HST, 28 HST dan 35 HST , dengan menghitung daun

yang telah terbuka sempurna.

III.5.2.2. Komponen Hasil

1. Jumlah Buah Pertanaman

Pengamatan dilakukan pada saat panen dengan menghitung banyaknya

buah yang terbentuk setiap rumpun dilakukan pada sampel setiap plot.

2. Jumlah Polong Pertanaman

Pengamatan dilakukan pada saat panen dengan menghitung banyaknya

polong (biji) yang terbentuk setiap rumpun dilakukan pada sampel setiap plot.

3. Jumlah Polong Perplot

Jumlah polong per tanaman dihitung pada saat setelah dilakukannya

panen, dengan menghitung semua polong yang berisi pada setiap tanaman

sempel, serta lakukan juga sortasi untuk mendapatkan polong yang berkualitas

baik.

4. Bobot Polong Pertanaman (g)


27

Berat polong plot ditimbang pada saat panen dengan tujuan mengetahui

hasil ataupun produksi yang maksimal keseluruhan hasil produksi tanaman.

5. Bobot Polong Perplot (kg)

Berat polong plot ditimbang pada saat panen dengan tujuan mengetahui

hasil ataupun produksi yang maksimal keseluruhan hasil produksi tanaman.


28

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Semeru. 1995. Hortikultura, Aspek Budidaya. Penerbit UI. Jakarta

Astuti, R. S. dan Robert, A. K. 2011, Serapan Pupuk Kimia Rendah, Kompas,


Madiun.

Cahyono, B. 2007. Kacang Buncis: Teknik Budidaya dan Analis Usaha Tani.
Kanisius Yogyakarta. 129 pp.

Gardner, F. P., Pearce, R. B., and Mitchell, R. L. 1991. Physiology of Crop Plants.
Diterjemahkan oleh H.Susilo. Jakarta. Universitas Indonesia Press.

Hakim, N., dan Agustian. 2006. Budidaya Titonia dan Pemanfaatannya dalam
Usaha Tani Tanaman Hortikultura dan Tanaman Pangan Secara
Berkelanjutan pada Ultisol. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XI/III
Perguruan Tinggi. Unand. Padang. 61 halaman

Kartasapoetra. 2002. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta : PT Bineka


Karya
Lingga, P., dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit Swadaya.
Jakarta. 150 hal
Nasution, M. S. 2005. Pengaruh Peningkatan Dosis Pupuk Kalsium Pada Dua
Tingkat Pemupukan Fosfat Terhadap Produksi dan Kualitas Benih Buncis
(Phaseolus Vulgaris L.). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Bandar Lampung. 103 hlm.

Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : Agromedia Pustaka


Oldeman, L. R. 1975. The Agroclimatic Map of Java and Madura. Bogor:
Contributions from the Central Reseacrh Institute for Agriculture
Pitojo, S. 2004, Benih Buncis, Kanisuis, Yogyakarta.
Rinsema, W. P. 1989. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bharata Karya Aksara.
Jakarta. 103 halaman.
Rukmana, Rahmat. 1997. Bertanam Buncis. Kanisius. Yoyakarta.
Sabiham, S., Wahyunto., Nugroho., Subiksa., dan Sukarman, 2008. Laporan
Tahunan 2008. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian, Bogor.
Sarief, Saifudin. E. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka
Buana. Bandung.
Setianingsih, T., dan Khaerodin. 2003. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak dan
Merambat. Penebar Swadaya. Jakarta.
29

Setyaningrum, H. D., dan C. Saparinto. 2011. Panen Sayur Secara Rutin di Lahan
Sempit. Penebar Swadaya, Jakarta
Toto Warsa., dan C. S. Achyar. 1982. Teknik Perancangan Percobaan (Rancangan
dan Analisis). Serial Pengenalan Dasar-dasar Statistika Terapan. Fakultas
Pertanian UNPAD, Bandung.
Wijaya, K. A. 2008. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan
Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka, Jakarta
Zulkarnain. 2013. Budidaya Sayuran Tropis, Bumi Aksara, Jakarta.
30

Lampiran 1. Tata Letak Percobaan

I II III IV

C B E D

A C D E

B D C F

D E F A

E F A B

F A B C

Keterangan : I, II, III, IV = Ulangan


A, B, C, D, E, F = Perlakuan
N = Utara
Jarak tanam = 30 cm x 30 cm
Luas Plot = 300 cm x 120 cm
Jarak antar Plot = 30 cm
Perlakuan :
A = 0 g (Tanpa Perlakuan/kontrol)
B = 13,5 g Pupuk NPK Perplot
C = 27 g Pupuk NPK Perplot
D = 40,5 g Pupuk NPK Perplot
E = 54 g Pupuk NPK Perplot
F = 67,5 g Pupuk NPK Perplot
31

Lampiran 2. Tata Letak Pengambilan Sampel Tanaman pada Plot Percobaan.

Keterangan : = Tanaman.

= Tanaman Sampel Pengamatan Pertumbuhan.

= Tanaman Sampel Pengamatan Hasil.


32

Lampiran 3. Data Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah di Kampung Cibiana, Desa
Cikalong, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Provinsi
Jawa Barat.
No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan

1 Pasir (%) 8
2 Debu (%) 36 Liat
3 Liat (%) 56
4 pH (H2O) 5,03
Masam
5 pH (KCl) 4,17
6 N-Total (%) 0,15 Rendah
7 C-Organik(%) 1,62 Rendah
8 Rasio C/N 11 Sedang
9 P2O5 HCl 25 % (mg100 g) 215,94 Sangat Tinggi
10 P2O5 Brey (ppm) 9,21 Sedang
11 K2O HCl 25 % (mg100 g) 31,98 Sedang

Susunan Kation :
12 Ca (me/100 g) c mol kg-1 5,12 Rendah
13 Mg (me/100 g) c mol kg-1 0,68 Rendah
14 K (me/100 g) c mol kg-1 0,43 Sedang
15 Na (me/100 g) 0,52 Sedang
16 Kapasitas Tukar Kation (me100 g-1) 21,63 Sedang
17 Kejenuhan Basa (KB)% 31,2 Rendah

Sumber: Laboratorium UNPAD Tahun 2017

Lampiran 4. Data curah Hujan Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung dari


Tahun 2010 sampai Tahun 2019
Bulan/ 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah Rata-
33

Tahun rata

Januari 207 55 235 410 416 235 490 171 191 232 2642 264,2

Februari 472 65 287 369 108 346 471 235 239 269 2861 286,1

Maret 270 238 309 273 273 388 322 152 292 223 2740 274

April 85 446 176 346 283 358 287 169 298 299 2747 274,7

Mei 175 208 63 298 300 167 260 65 124 246 1906 190,6

Juni 113 13 3 128 0 27 175 35 33 27 554 55,4

Juli 67 20 0 18 0 6 150 46 0 13 320 32

Agustus 94 0 3 57 0 0 149 8 39 0 350 35

September 256 0 4 7 0 0 228 0 41 55 591 59,1

Oktober 303 76 61 94 0 0 494 118 125 84 1355 135,5

November 386 1208 413 67 332 401 322 421 483 271 4304 430,4

Desember 214 185 568 434 387 214 151 382 323 314 3172 317,2

Jumlah 2642 2514 2122 2501 2099 2142 3499 1802 2188 2033 23542 2354,2

BB 7 4 5 6 6 6 8 3 5 7 57 5,7

BL 2 1 1 1 1 1 4 4 3 0 18 1,8

BK 3 7 6 5 5 5 0 5 4 5 45 4,5

Sumber : Dinas SDAPE Kabupaten Bandung, UPTD Sub.DAS Cisangkuy, 2019.

Keterangan :
Bulan Basah (BB) apabila jumlah curah hujan > 200 mm/bulan
Bulan Lembab (BL) apabila jumlah curah hujan 100 mm – 200 mm/bulan
Bulan Kering (BK) apabila jumlah curah hujan < 100 mm/bulan

Rata – rata Curah


Bulan Kriteria Jumlah
Hujan
Januari 264,2 BB BB = 6
Februari 286,1 BB BL = 2
34

Maret 274 BB BK = 4
April 274,7 BB
Mei 190,6 BL
Juni 55,4 BK
Juli 32 BK
Agustus 35 BK
September 59,1 BK
Oktober 135,5 BL
November 430,4 BB
Desember 317,2 BB

Sub Tipe Iklim Berdasarkan Klasifikasi Oldeman (1975)


Tipe Bulan Basah Subdivisi Bulan Kering
Utama berturut-turut Berturut-turut
A >9 1 <2
B 7–9 2 2–3
C 5–6 3 4–6
D 3–4 4 >6
E <3 4

Berdasarkan penggolongan tipe curah hujan pada tabel diatas, maka curah

hujan di wilayah Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung terdapat 6 bulan basah

dan 4 bulan kering maka termasuk ke dalam tipe curah hujan C3.

Lampiran 5. Deskripsi Buncis Varietas Ranti

Lampiran Keputusan Menteri Pertanian

Nomor : 213/BPSBP DIY/PRD/SLM/1/2012

Tanggal : Januari 2012


35

  Asal :  CV Jogja Horti Lestari


36

  Silsilah :  Introduksi dari Belanda


  Golongan varietas :  Menyerbuk sendiri
  Tinggi tanaman :  12 cm – 15 cm
  Bentuk penampang batang :  Segi Enam
  Diameter batang :  0,4 – 0,5 cm
  Warna batang :  Hijau
  Bentuk daun :  Bangun Segitiga
  Ukuran daun :  Panjang 10 – 11 cm, lebar 5 – 6 cm
  Warna daun :  Hijau tua
  Bentuk bunga :  Seperti kupu-kupu
  Warna kelopak bunga :  Ungu kehijauan
  Warna mahkota bunga :  Ungu
  Warna kepala putik :  Putih
  Warna benangsari :  Putih
  Umur mulai berbunga :  32 – 33 hari setelah tanam
  Umur mulai panen :  42 hari setelah tanam
  Bentuk polong :  Gilig
  Ukuran polong :  Panjang 16 – 17 cm, lebar 0,6 – 0,7 cm
  Warna polong muda :  Hijau muda
  Tekstur polong muda :  Halus
  Rasa polong muda :  Manis
  Bentuk biji :  Ginjal
  Warna biji :  Hitam
  Berat 1.000 biji :  370 – 380 g
  Jumlah biji per polong :  6 – 7 biji
  Bentuk hilum :  Elips
  Berat per polong :  8 – 10 g
  Jumlah polong pertanaman :  50 – 60 buah
  Berat polong per tanaman :  600 – 900 g
Daya simpan polong pada
:   4 – 5 hari setelah panen 
suhu 24 – 30 °C
  Hasil polong per hektar :  13,29 – 15,60 ton
  Populasi per hektar :  15.000 tanaman
  Kebutuhan benih perhektar :  25 – 30 kg
  Penciri utama :  Polong muda cepat berserat
  Keunggulan varietas :  Produksi tinggi, berbunga serempak, genjah
:  Beradaptasi dengan baik di dataran medium dengan ketinggian
  Keterangan
750 – 1.200 mdpl
  Pemohon :  CV Jogja Horti Lestari
  Pemulia :  CV Jogja Horti Lestari
  Peneliti :  CV Jogja Horti Lestari
37

Anda mungkin juga menyukai