SKRIPSI
Oleh:
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Di Bawah Bimbingan:
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Jumat, 8 April 2016 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas Mahasiswa:
1. Nama : Muh. Abdul Farid
2. NIM : 1112084000045
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Identifikasi Sektor Ekonomi Kreatif dan Faktor-
faktor yang Memengaruhinya (Studi Kasus 5
Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2016)
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan ternyata memang ditemukan bukti
bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai
sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin, 25 Maret 2019 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa:
1. Nama : Muh. Abdul Farid
2. NIM : 1112084000045
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Identifikasi Sektor Ekonomi Kreatif dan Faktor-
faktor yang Memengaruhinya (Studi Kasus 5
Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2016)
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Muh. Abdul Farid
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 6 Juni 1994
Alamat : Kp. Bojong Indah RT 02/06 No. 79
Desa Putat Nutug Kec. Ciseeng
Kab. Bogor, 16120
Nomor Handphone : (+62) 856 9194 8575
E-mail : muh.abdulfarid@gmail.com
Blog : abdulfarid.net
Pendidikan Formal
1. SDN Kamulyaan Kab. Bogor Tahun 2001-2006
2. SMPN 1 Ciseeng Kab. Bogor Tahun 2006-2009
3. SMAN 1 Ciseeng Kab. Bogor Tahun 2009-2012
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2019
Pengalaman Organisasi
1. Ketua OSIS SMAN 1 Ciseeng, 2009-2010 & 2010-2011.
2. Kerani Putra Pramuka SMAN 1 Ciseeng, 2010-2011.
3. Dept. Pendidikan HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013-2014.
4. PSDM Lab. Pasar Modal FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
5. Sekretaris Umum HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015-2016.
6. Wakil Ketua Umum Ikatan Alumni SMAN 1 Ciseeng, 2015-2017.
vi
5. Roadshow Seminar Asuransi Syariah “Merajut Masa Depan Penuh Berkah
Bersama Asuransi Syariah” oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan
FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 12 Desember 2012.
6. Diklat Ekonomi Islam (DEI) oleh Lingkar Studi Ekonomi Syariah
(LiSEnSi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciseeng, 13-14 April 2013.
7. Workshop Kepemudaan “Integrity Goes to You” oleh Transparency
International Indonesia & HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 24
Oktober 2013.
8. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah oleh HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 26 Maret 2014.
9. Pelatihan “Google Apps for Education” oleh Google Student Ambassador
& Pustipanda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 September 2014.
10. Pelatihan “Google Site for Everyone” oleh Google Student Ambassador &
Pustipanda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 18 Maret 2015.
11. Seminar Internasional Ekonomi Islam “Building Strategic Alliance in
Islamic Economic, Finance, and Business Policies” oleh Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia, 30 April 2015.
12. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro yang Berdaya
Saing dalam Menghadapi MEA 2015” oleh STF (Social Trust Fund) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta,13 Oktober 2015.
13. Company Visit, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam
Negeri, 2015.
14. Company Visit, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015.
15. Company Visit, Bank Indonesia, 2015.
Pengalaman Profesional
1. Enumerator pada “Survei Persepsi Korupsi” oleh Transparency
International Indonesia, tahun 2015.
2. Graphic Designer pada CV KebonQta Mubarok.
3. Graphic Designer, Social Media & Web Admin pada Bungkesmas STF
(Social Trust Fund) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Enumerator pada penelitian “Dampak Ekonomi-Sosial Kredit Usaha
Rakyat (KUR) BRI” oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan
Ekonomi dan Sosial (LP3ES), tahun 2016 & 2017.
5. Data Entry pada penelitian “Empowering Youth to Develop Democracy
Without Violence in Indonesia” oleh LP3ES & UNDEF, tahun 2017.
6. Graphic Designer, Social Media & Web Admin pada PT Sumber Unggas
Indonesia.
vii
ABSTRACT
Muh. Abdul Farid. Identification of the Creative Economy Sector and Its
Determinant (Case Study in 5 Provinces in Indonesia Period 2010-2016), 2019
Creative economy is a very potential sector for Indonesian economy with revenues
of 922,587.3 billion Rupiah in 2016, contributed 7.44% of GDP, and the export
value of 19.99 billion US Dollar, as well as able to absorb employment of 16.91
million people. The potential is spread in various regions, but its performance is
dominated by 5 provinces (North Sumatra, West Java, DI Yogyakarta, East Java,
and Bali) where combined value of GRDP is 48.8%, while 29 other provinces are
only 51.2% of total national creative economy income (Bekraf, 2017).
This study aims to identify the creative economy base subsectors in 5 provinces
(North Sumatra, DI Yogyakarta, West Java, East Java, and Bali) and find out the
impact of the performance of tourism sector, education level, local government
regulations, and the number of internet users towards creative economic
performance in these 5 provinces during the period 2010-2016.
The results of Location Quotient (LQ) indicate that there are base subsectors in
each province. North Sumatra Province has 3 base subsectors: Architecture; Craft;
and Culinary. West Java Province has 1 base subsector: Fashion. Province of DI
Yogyakarta has 5 base subsectors: Film, Animation and Video; Culinary;
Application and Game Developer; Performing Arts; and Fine Arts. East Java
Province has 2 base subsectors: Craft; and Culinary. And Bali Province has 4 base
subsectors: Craft; Culinary; Performing Arts; and Fine Arts.
The results of panel data analysis using Fixed Effect Model show that
simultaneously, the variables of the tourism sector, education level, local
government regulations, and the number of internet users have a significant effect
on the GRDP of the creative economy. Partial testing shows that only the regional
government regulation variable which has no significant effect on the creative
economy GRDP. This means that the presence or absence of local government
regulation in that period does not have a different impact in increasing the Creative
Economy GRDP.
viii
ABSTRAK
Hasil analisis data panel menggunakan Fixed Effect Model menunjukkan bahwa
secara simultan, variabel perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan,
regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet berpengaruh signifikan
terhadap PDRB ekonomi kreatif. Sedangkan pengujian secara parsial menunjukkan
bahwa hanya variabel regulasi pemerintah daerah yang tidak berpengaruh
signifikan terhadap PDRB ekonomi kreatif. Hal ini berarti bahwa ada atau tidaknya
regulasi pemerintah daerah pada periode tersebut tidak memiliki pengaruh yang
berbeda dalam meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif.
ix
KATA PENGANTAR
x
4. Bapak Dr. Sofyan Rizal, M.Si; selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan yang telah meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik
selama penulis berkonsultasi.
5. Bapak Zaenal Muttaqin, MPP; Ibu Sri Hidayati, M.Ed; dan Bapak Fahmi
Wibawa, MBA; terima kasih telah memberikan kesempatan di beberapa
kegiatan yang menjadi kesan tersendiri bagi penulis.
6. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis. Serta jajaran karyawan
dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan
terbaik selama perkuliahan.
7. Sahabat-sahabat kampus terbaik yang penulis jumpai: Encep Ilyan si pecinta
Korea dan Wifi nomor wahid, M. Arifil Firdaus yang hidup dengan kalkulasi
anehnya, dan M. Luthfi Nadhif si serba santai. Terima kasih telah menjadi
tokoh penting dalam kisah perkuliahan ini, yang selalu menemani penulis
dalam berbagai keadaan. Walau kini kita tak lagi sering berjumpa, semoga kita
bisa sukses dalam bidang apapun.
8. Sahabat Najarudin Irfani, sosok luar biasa yang selalu progresif dan terus
menginspirasi penulis. Semoga makin berjaya dan melegenda.
9. Komplotan The Five Wolves: Angga Saputra, Alna Nashrulloh, Ridho
Destianto, dan Yusef Nugraha, yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan
penuh kehangatan, dan tak pernah meninggalkan penulis dalam keadaan suka
maupun duka. Terima kasih atas semuanya. Semoga kita bahagia selalu.
10. Sahabat-sahabatku Nurjamilah, Kak M. Junaidi Abdillah, M. Risman, dan
Rofiyani Yuniartanti yang selalu baik dan penuh perhatian.
11. Kawan-kawan konsentrasi Perencanaan Pembangunan 2012: Vinnie Aulya,
Nadhif, Evia, Yayang, Lia, Febrina, Puty, Wilda, Bimo, Fadil, Arifil, Erul, dan
Pijar. Sebuah kelas kecil dengan pemikiran-pemikiran yang besar. Terima
kasih atas kebersamaannya.
12. Teman-teman IESP Angkatan 2012: Adam, Adul, Aldi, Amir, Angga, Azis,
Bibah, Derry, Desi, Devi, Dian, Dita, Encep, Er, Fahmi, Fauzi, Hakim, Hayu,
Hilda, Ida, Irfan A, Irfan S, Lela, Malvin, Mawaddah, Mia, Nurul, Okky, Rafi,
Rani, Roisah, Sandra, Silvi, Waldi, dan Yuli. Terima kasih atas
xi
kebersamaannya, semoga silaturahmi kita tetap terjaga, semoga kesehatan dan
kesuksesan menyertai kita semua.
13. KKN The Art 2015: Fauzi, Encep, Ucup, Fahmi, Fatah, Firman, Izhar, BN
Nuraini, Dewi, Annisa, Devi, Nufus (almh), dan Afwah, yang telah menjadi
rekan kerja yang luar biasa, dan teman serumah yang asyik dan kocak. Terima
kasih juga untuk Novita, Shepira, Tika, dan Bang Eddy. Terima kasih atas
kisah-kisah serunya selama 30 hari di Desa Cikuya, Solear, Kab. Tangerang.
14. Geng ‘Serba-Mepet’: Wilda, Silvi, Rafi, Hakim, Ifil, Pijar, Erul, Amir, Irfan
A, dan Mawaddah. Terima kasih telah berjuang bersama sampai akhir.
Alhamdulillah, akhirnya kita semua lulus ya, setelah melewati begitu
banyaknya drama kehidupan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun
dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak. Semoga skripsi ini membawa manfaat untuk perkembangan
ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya. Terima kasih.
xii
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................................... 1
B. Perumusan Masalah......................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian............................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian........................................................................................... 9
xiii
c. Uji Multikolinieritas ............................................................................. 49
d. Uji Autokorelasi ................................................................................... 50
4. Pengujian Koefisien Determinasi ............................................................. 50
5. Pengujian Hipotesis .................................................................................. 51
a. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) ......................................................... 51
b. Uji Parsial (Uji-t) .................................................................................. 51
E. Operasional Variabel Penelitian .................................................................... 52
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
UNDP (2013) menyatakan bahwa ekonomi kreatif merupakan sektor yang
tidak hanya tumbuh secara dinamis, namun juga dapat membawa manfaat
berupa percepatan penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, dan
juga memiliki potensi ekspor (dalam Bekraf, 2017:4). Hal ini perlu disambut
baik, karena faktor utama penggerak ekonomi kreatif tidak mengandalkan
sumberdaya alam, melainkan bertumpu pada kreativitas dan ilmu pengetahuan
yang sifatnya tidak terbatas. Berikut ini perbandingan kontribusi ekonomi
kreatif dalam perekonomian masing-masing negara di dunia ditunjukkan oleh
Gambar 1.1, dimana Ekonomi Kreatif Amerika Serikat berkontribusi sebesar
11,12% terhadap nilai PDBnya, disusul oleh Korea Selatan sebesar 8,67%, dan
Indonesia dengan angka 7,44%.
Gambar 1.1
Perbandingan Kontribusi Ekonomi Kreatif Terhadap PDB 7 Negara,
Atas Dasar Harga Berlaku, tahun 2016 (%)
11.12
11
8.67
9
7.44
7 6.06 5.70
4.92 4.50
5
3
Amerika Korea Indonesia Rusia Singapura Filipina Kanada
Selatan
Gambar 1.2
Petumbuhan PDB dan Ekonomi Kreatif (ADHK) 2014-2016 (%)
5.5 5.19
5.01 4.99 4.88 4.92 5.02 4.95 5.02
5
4.41
4.5
3.5
2014 2015 2016
2
Ekonomi kreatif memiliki subsektor atau cakupan yang bervariasi di setiap
negara. Ada yang berkisar antara kesenian dan kebudayaan, dan ada juga yang
menambahkan kuliner, penerbitan, pembuatan aplikasi, periklanan, serta desain
komunikasi visual ke dalam cakupan ekonomi kreatif. Pemerintah Indonesia
sendiri telah menunjukkan keseriusannya dalam mengembangkan ekonomi
kreatif. Pada tahun 2011, terjadi perubahan nama dan ruang lingkup di
Kementerian Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf), yang kemudian dipisahkan pada 20 Januari 2015 menjadi
lembaga tersendiri, yaitu Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melalui Peraturan
Presiden Nomor 6 Tahun 2015. Bekraf pun kemudian menetapkan subsektor-
subsektor yang termasuk ekonomi kreatif sesuai dengan KBLI (Klasifikasi
Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2015. Secara rinci, cakupan dan kontribusi
ekonomi kreatif terhadap perekonomian Indonesia ditunjukkan oleh Tabel 1.1.
Tabel 1.1
PDB Ekonomi Kreatif Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2014-2016 Menurut Subsektor (Miliar Rp)
No. Subsektor 2014 2015 2016
1 Arsitektur 17.083,80 19.560,60 21.567,00
2 Desain Interior 1.195,10 1.354,20 1.483,70
3 Desain Komunikasi Visual 437,00 512,70 579,30
4 Desain Produk 1.897,20 2.010,60 2.280,90
5 Film, Animasi, dan Video 1.191,50 1.354,70 1.578,20
6 Fotografi 3.403,50 3.848,50 4.256,30
7 Kriya 120.737,20 133.863,40 142.064,80
8 Kuliner 334.006,70 355.505,50 381.985,70
9 Musik 3.479,80 3.997,70 4.426,40
10 Fashion 142.189,10 154.658,20 166.135,30
11 Aplikasi dan Game Developer 13.801,20 15.123,30 17.142,80
12 Penerbitan 48.783,40 53.605,40 58.313,20
13 Periklanan 5.999,10 6.776,10 7.515,70
14 Televisi dan Radio 59.350,60 66.283,00 76.302,80
15 Seni Pertunjukan 1.968,30 2.202,90 2.488,90
16 Seni Rupa 1.706,50 1.918,80 2.059,0
a. PDB Ekraf 757.230,00 822.575,60 890.180,00
b. Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Ekraf 27.638,80 29.985,00 32.407,30
c. PDB Ekraf 784.868,80 852.560,60 922.587,30
d. PDB Non-Ekraf 9.784.836,50 10.679.156,30 11.484.222,40
e. PDB Nasional 10.569.705,30 11.531.716,90 12.406.809,80
f. Kontribusi Sektor Ekraf terhadap PDB (%) 7,43 7,39 7,44
Sumber: Laporan PDB Ekonomi Kreatif (Bekraf, 2017)
3
Terdapat 16 subsektor yang menjadi cakupan ekonomi kreatif Indonesia,
(lihat Tabel 1.1). Pada tahun 2016, PDB sektor ekonomi kreatif mampu
mencapai Rp 890,18 Triliun, setelah pajak dikurangi subsidi PDB ekonomi
kreatif sebesar Rp 922,5873 Triliun, dan berkontribusi sebesar 7,44% terhadap
total PDB Indonesia. Sektor ekonomi kreatif juga memiliki potensi ekspor,
bahkan di saat total ekspor dan ekspor non-migas lainnya mengalami
penurunan, sebaliknya, ekspor ekonomi kreatif terus mengalami peningkatan.
Ekspor ekonomi kreatif pada tahun 2016 mencapai 19,99 Miliar US$ atau
sebesar 15,13% dari nilai Ekspor Non-Migas, dan sebesar 13,76% dari total
Ekspor Indonesia (Migas dan Non-Migas). seperti ditunjukkan pada Gambar
1.3.
Gambar 1.3
Perkembangan Nilai Ekspor Ekraf, Non-Migas dan Total (Migas dan
Non-Migas) Tahun 2010-2016 (Miliar US$)
145.19
2016 132.08
19.99
150.37
2015 131.79
19.36
175.98
2014 145.96
18.16
182.55
2013 149.92
15.87
190.02
2012 153.04
15.44
203.5
2011 162.02
15.64
157.78
2010 129.74
13.51
4
Gambar 1.4
Jumlah Tenaga Kerja Ekraf Tahun 2011-2016 (Juta Jiwa)
17
16.91
15.96
16
15 15.17
14.49 14.73
14
13.45
13
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tabel 1.2
Kontribusi Ekraf Provinsi Terhadap Ekraf Nasional
(Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2010-2016)
5
Meskipun demikian, sektor ekonomi kreatif tetap menjadi harapan baru bagi
perekonomian Indonesia, karena ekonomi kreatif tidak bergantung pada
eksploitasi sumber daya alam, melainkan lebih mengandalkan sumberdaya
manusia yang unggul. Prof. Didik Notosoedjono (Asisten Deputi Kekayaan
Intelektual dan Standarisasi HKI & IPTEK – Kemenristekdikti) menilai sektor
ekonomi kreatif sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena
struktur kependudukan Indonesia didominasi oleh usia produktif yang
berpotensi menjadi creative class, juga didukung oleh digitalisasi yang telah
menjangkau 90% dari total penduduk Indonesia, meningkatnya jumlah kelas
menengah atau kondisi daya beli masyarakat yang semakin baik. Sedangkan
untuk aspek regulasi, menurutnya, Indonesia sejauh ini telah memiliki regulasi
yang sejalan dengan pengembangan ekonomi kreatif, diantaranya yaitu UU No.
20 tahun 2008 tentang UMKM, UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman untuk
mendorong pengembangan industri perfilman, UU No. 3 tahun 2014 tentang
Perindustrian untuk mendorong pengembangan industri kreatif nasional, UU
No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk memberikan perlindungan
kekayaan intelektual bagi karya kreatif, dan UU No. 7 tahun 2014 tentang
Perdagangan untuk mendorong perdagangan produk berbasis ekonomi kreatif
(Bekraf.go.id, 2017).
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya
Saing Koperasi & UKM – Kemenko Perekonomian RI, Rudy Salahudin,
mengatakan bahwa untuk mendorong akselerasi pengembangan ekonomi
kreatif di Indonesia, diperlukan sinergi dan kolaborasi bersama dari berbagai
pihak atau yang disebut ‘Quadruple Helix’ (yaitu pemerintah, pelaku usaha,
pendidikan atau akademisi, dan juga komunitas kreatif sebagai representasi dari
masyarakat). Sehingga masing-masing daerah mampu memetakan dengan jelas
basis yang menjadi keunggulannya dan dapat menentukan langkah strategis dan
prioritas program yang ideal sehingga mampu mendorong peningkatan
ekonomi dan daya saing di daerah (Ekon.go.id, 2016).
Potensi ekonomi kreatif tersebar di berbagai daerah di Indonesia, sehingga
pemerintah daerah pun memiliki andil dalam menumbuhkembangkan sektor
ekonomi kreatif melalui kebijakan-kebijakan yang khusus untuk diterapkan di
6
daerahnya sendiri. BEKRAF juga telah melakukan FGD (Focus Group
Discussion) untuk meninjau regulasi yang telah ditetapkan di daerah. Jika
regulasi di daerah tersebut sudah sesuai dengan pengembangan ekonomi kreatif,
maka BEKRAF akan mendukung dan menjadikan role model bagi daerah lain
yang belum memiliki regulasi. Sebaliknya, jika regulasi pemerintah daerah
dinilai belum sesuai, maka BEKRAF bersama pemerintah daerah tersebut akan
melakukan harmonisasi atau peninjauan kembali untuk diperbaiki atau
disempurnakan (Bekraf.go.id, 2017).
Perkembangan ekonomi kreatif tidak terlepas dari semakin banyaknya
jumlah pengguna internet di Indonesia, yang menempati peringkat 8 di dunia
pada tahun 2015 (Statistik Telekomunikasi Indonesia, 2015). Peningkatan
jumlah pengguna internet yang sangat pesat dalam 6 tahun tumbuh sebanyak
90,7 juta jiwa, yakni dari sebanyak 42 juta jiwa (17,32%) pada tahun 2010,
menjadi 132,7 juta jiwa (50,82%) dari total penduduk pada tahun 2016, seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.5.
Gambar 1.5
Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tahun 2010-2016
250
252.0 255.1 258.2 261.1
242.5 245.7 248.9
200
150
100 132.7
110.2
50 82.0 88.1
42.0 55.0 63.0
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah Penduduk (Juta Jiwa) Pengguna Internet (Juta Jiwa)
7
Sektor ekonomi kreatif juga turut didukung oleh sektor pariwisata. Ooi
(2006) menyatakan bahwa sektor ekonomi kreatif dan sektor pariwisata
merupakan dua hal yang saling memengaruhi dan dapat saling bersinergi jika
dikelola dengan baik. Kemenpar (dalam Buku 1 Nesparnas, 2017:13)
menyatakan bahwa nilai ekonomi sektor pariwisata meskipun kadang tidak
dapat diukur seberapa besar nilai nominalnya, dan banyak yang beranggapan
bahwa dampaknya hanya berkaitan dengan para pelaku pariwisata saja, namun
kenyataannya dampak ekonominya juga dinikmati oleh berbagai sektor lainnya.
Misalnya, apabila wisatawan membeli sebuah souvenir/ cenderamata, maka
rantai penerima manfaatnya adalah penjual, pengrajin/ pembuat cenderamata,
distributor dan juga pembuat bahan baku produk tersebut. Semakin besar nilai
konsumsi wisatawan, maka akan semakin besar dampak ekonomi yang
dirasakan, dan semakin banyaknya sektor yang terlibat. Mendukung pernyataan
tersebut, survei Kemenpar menyebutkan sebesar 4,94 – 6,54% pengeluaran
wisatawan dihabiskan untuk membeli cenderamata (souvenir), dan 2,65 –
5,47% untuk jasa seni budaya, menonton pertunjukan, dll (Neraca Satelit
Pariwisata Nasional, Kemenpar, 2017), yang mana item-item tersebut termasuk
dalam ruang lingkup ekonomi kreatif.
Berdasarkan paparan tersebut, topik potensi ekonomi kreatif ini menjadi
cukup menarik untuk dibahas. Oleh karena itu, penulis mengangkat topik ini
dalam penelitian berjudul “Identifikasi Sektor Ekonomi Kreatif dan Faktor-
faktor yang Memengaruhinya (Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia tahun 2010-
2016)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka
secara rinci masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana perkembangan ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara,
Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali?
2. Subsektor ekonomi kreatif apa saja yang menjadi basis ekonomi kreatif
di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur,
dan Bali?
8
3. Bagaimana pengaruh perkembangan sektor pariwisata, tingkat
pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet
terhadap perkembangan ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara,
Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis perkembangan ekonomi kreatif di provinsi Sumatera
Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
2. Mengidentifikasi subsektor yang menjadi basis ekonomi kreatif di
provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan
Bali.
3. Menganalisis pengaruh perkembangan sektor pariwisata, tingkat
pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet
terhadap perkembangan ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara,
Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan, terutama yang
berkaitan dengan kebijakan pengembangan sektor ekonomi kreatif.
2. Sebagai tambahan literatur ilmiah mengenai perkembangan sektor
ekonomi kreatif.
3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai analisis
perkembangan sektor ekonomi kreatif, potensi dan faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangannya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pembangunan Ekonomi Daerah
Daerah merupakan kesatuan geografis dan segenap unsur yang terkait di
dalamnya, dimana batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsionalitasnya. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah dilakukan untuk
memperbaiki tata cara dalam memanfaatkan berbagai sumber daya milik
bersama yang tersedia di suatu daerah tersebut dan untuk mengoptimalkan
peran sektor swasta dalam penciptaan nilai tambah ekonomi secara bertanggung
jawab. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah
dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi (economic entity) yang
di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain (Kuncoro,
2004:46; dalam Bachtiar).
Pembangunan ekonomi selain dilihat dari segi sektoralnya juga dilihat dari
segi perwilayahnya. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses
dengan pola kemitraan antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak swasta
untuk mengelola semua sumber daya yang tersedia, sehingga mampu mencapai
tujuan pembangunan, seperti terciptanya lapangan kerja baru dan mendorong
tumbuhnya perekonomian di suatu daerah tersebut. Selain itu, dalam
pelaksanaannya, perlu diperhatikan juga aspek ruang (space) atau lokasi,
sehingga selain dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal, tetapi juga
disertai adanya dampak yang merata (Arsyad, 1999:108; dalam Astiartie, 2010).
Menurut Blakely (1989), terdapat 6 tahap dalam proses perencanaan
pembangunan ekonomi di suatu daerah: (1) mengumpulkan dan menganalisis
data; (2) menentukan strategi pembangunan daerah; (3) memilih proyek-proyek
pembangunan; (4) membuat rencana tindakan; (5) merumuskan rincian proyek;
dan (6) mempersiapkan perencanaan secara keseluruhan dan juga tahap
implementasinya (Kuncoro, 2004:49; dalam Bachtiar).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan
daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan
10
sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber fisik secara lokal. Secara
umum, tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah sebagai berikut. Pertama,
menciptakan lapangan kerja bagi penduduk yang ada sekarang, ketimbang
menarik para pekerja baru. Kedua, mencapai pertumbuhan dan stabilitas
ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi akan berhasil jika mampu
menyediakan fasilitas bagi dunia usaha, seperti ketersediaan lahan, bantuan
modal usaha, infrastruktur yang memadai, dan sebagainya. Ketiga,
mengembangkan sektor-sektor basis ekonomi. Hal ini penting untuk
mengatisipasi adanya kemungkinan fluktuasi ekonomi secara sektoral, yang
dapat memengaruhi kesempatan kerja bagi masyarakat (Arsyad, 1999:122,
dalam Astiartie, 2010).
Dalam proses pembangunan daerah, diperlukan usaha untuk memperluas/
ekspansi dalam aktivitas ekonomi daerah dan juga stabilitasnya, dengan cara
memperkuat peranan sektoral dan memodernkan seluruh aktivitas ekonomi.
Tujuannya adalah untuk menjaga agar jenis ekspor diperbanyak sehingga dapat
mengurangi goncangan yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan yang
terjadi di luar daerah terhadap perekonomian di dalam daerah tersebut, terutama
faktor-faktor yang dapat memengaruhi kinerja ekspor. Dengan adanya
perkembangan perekonomian daerah tersebut, maka efek multiplier yang
diciptakan oleh sektor ekspor akan bertambah besar. Hal ini berarti,
pertambahan pendapatan yang diakibatkan oleh pertambahan ekspor akan
menjadi lebih besar pula. Selain itu, untuk memperbesar efek multiplier sektor
ekspor adalah dengan memperbesar partisipasi dari modal daerah tersebut
dalam pengembangan sektor ekspor, karena hal itu dapat mengurangi
pengaliran pendapatan dan keuntungan ke luar daerah, dan pada akhirnya akan
memperbesar pendapatan masyarakat daerah tersebut (Sukirno, 1976: 147,
dalam Astiartie, 2010).
11
yang menekankan pada spesialisasi daerah dalam memproduksi barang dan jasa
yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi (Tsoulfidis, 2010; dalam
Soebagyo et.al, 2013).
Porter (1995) mengartikan daya saing sebagai kemampuan usaha
perusahaan di suatu industri dalam menghadapi berbagai lingkungan. Biasanya
keunggulan bersaing suatu perusahaan ditentukan dan sangat tergantung pada
sumber daya relatif yang dimilikinya. Konsep keunggulan sumber daya relatif
(kompetitif) adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk
memperkuat posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan
keunikannya. Suatu daerah sangat perlu memerhatikan daya saing daerahnya
agar dapat mendorong produktivitas, sehingga daerahnya bisa mandiri, mampu
meningkatkan kapasitas dan pertumbuhan ekonomi, serta tingkat efisiensi
tercipta melalui mekanisme pasar (dalam Qomaruzzaman dan Ratih).
Daya saing daerah (dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia No. 54 Tahun 2010) adalah kemampuan suatu daerah dalam
mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan
dengan tetap terbuka pada persaingan dengan provinsi dan kabupaten/ kota
lainnya yang berdekatan, nasional atau internasional, dalam hal kemampuan
ekonomi daerah, fasilitas wilayah atau infrastruktur, iklim berinvestasi dan
sumber daya manusia. PPSK Bank Indonesia dan LP3E Universitas Padjadjaran
Bandung (2008) telah melakukan kajian pengukuran indeks daya saing daerah
terhadap 434 kabupaten/ kota di Indonesia dengan menggunakan kerangka
piramida, yang terdiri dari interaksi antara faktor input-output-outcome. Hasil
pemetaan tersebut telah menghasilkan posisi dan peringkat daya saing masing-
masing kabupaten/ kota. Sementara itu, neraca daya saing daerah
menggambarkan faktor-faktor yang menjadi keunggulan dan keterbatasan daya
saing masing-masing daerah dalam meningkatkan daya saing daerahnya. Hasil
pemetaan daya saing daerah secara keseluruhan menunjukkan bahwa daerah
yang memiliki daya saing tinggi secara umum didominasi oleh kabupaten/ kota
yang memiliki basis ekonomi bersumber pada kekayaan sumber daya alam
dan/atau daerah-daerah yang memiliki aktivitas ekonomi berbasis sektor
industri dan sektor jasa. Sedangkan daerah kabupaten/ kota yang memiliki daya
12
saing daerah terendah, umumnya daerah dengan basis ekonomi sektor primer,
khususnya pertanian.
Faktor-faktor utama pembentuk daya saing daerah terdiri dari 5 indikator
utama, yaitu (1) lingkungan usaha yang produktif; (2) kondisi perekonomian
daerah; (3) ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia; (4) infrastruktur,
sumberdaya alam dan lingkungan, dan; (5) perbankan dan lembaga keuangan
(PPSK-Bank Indonesia dan LP3E Unpad, 2008).
13
spesialisasi dari sektor basis atau unggulan (leading sectors). Variabel yang
digunakan umumnya berupa indikator pertumbuhan wilayah, seperti tenaga
kerja dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
4. Ekonomi Kreatif
a. Konsep Ekonomi Kreatif
Konsep ‘Ekonomi Kreatif’ dipelopori oleh John Howkins melalui
bukunya yang berjudul “Creative Economy: How People Make Money from
Ideas” yang ditulis di Inggris pada tahun 2001, dan kemudian istilah
tersebut menyebar dan akhirnya dikenal secara global (Bekraf, 2017:4). Ide
John Howkins terinspirasi dari pemikiran Robert Lucas yang menyatakan
bahwa tingkat produktivitas dan keberadaan orang-orang kreatif dengan
skill khusus dan penguasaan ilmu pengetahuan untuk menciptakan inovasi,
dapat menjadi penentu tumbuhnya perekonomian di suatu wilayah.
John Howkins dalam bukunya memberikan definisi ekonomi kreatif
sebagai ‘the creation of value as a result of idea’ yaitu penciptaan nilai
sebagai hasil dari suatu ide. Lebih lanjut, Howkins menjabarkan ekonomi
kreatif sebagai aktivitas ekonomi yang menitikberatkan pada ide dan
gagasan-gagasan kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia
lingkungan di sekitarnya menjadi suatu produk unik dan memiliki nilai
tambah secara ekonomi. Kemudian, Richard Florida, melanjutkan konsep
ekonomi kreatif tersebut dalam kedua buah karya tulisnya yang berjudul
“The Rise of Creative Class” dan “Cities and the Creative Class”
(Saksono, 2012:95).
Departemen Perdagangan R.I. (2007) menafsirkan industri kreatif
sebagai ‘industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta
industri’. Howard Gardner menyatakan bahwa tidak hanya bakat yang
menjadi faktor utama, namun juga terdapat lima pola pikir yang harus
ditanamkan pada masa mendatang (five minds of the future), yaitu
(Kemendag, 2008; dalam Sidauruk, 2013):
1) Pola Pikir Disipliner (The Disciplinary Mind)
14
Yaitu pentingnya mengajarkan bidang seni di setiap sekolah/ lembaga
pendidikan.
2) Pola Pikir Mensintesakan (The Synthesizing Mind)
Pola pikir sintesa melatih kesadaran untuk berpikir luas dan fleksibel,
mau menerima sudut pandang dari multidisiplin.
3) Pola Pikir Kreasi (The Creating Mind)
Dalam konteks desain, proses kreasi diawali dengan mengumpulkan
permasalahan yang ada dan mencari solusinya, sehingga di akhir proses,
dapat menghasilkan desain-desain baru. Dalam konteks bisnis,
perusahaan-perusahaan dituntut untuk lebih proaktif, tidak hanya
mengikuti trend, tetapi justru menciptakan trend.
4) Pola Pikir Penghargaan (The Respectful Mind)
Yaitu kesadaran untuk mengapresiasi perbedaan, sehingga dapat
menciptakan keharmonisan di dalam lingkungan.
5) Pola Pikir Etis (The Ethical Mind)
Dalam konteks perubahan iklim dunia, nilai-nilai etika terhadap
lingkungan dapat mendorong terciptanya produk yang ramah
lingkungan, dan menurunkan sikap peniruan/ plagiasi.
15
1) Talenta (Talent)
Kemampuan ini bisa menggerakkan perusahaan-perusahaan untuk
proaktif, tidak mengikuti trend tetapi menciptakan trend.
2) Toleransi (Tolerance)
Yaitu sikap yang saling menghargai perbedaan dan karya cipta orang
lain akan mendorong tumbuh kembangnya kreativitas.
3) Teknologi (Technology)
Teknologi dapat menunjang produktivitas dan bisa mencapai efisiensi.
Tabel 2.1
Perbandingan Cakupan Subsektor Ekonomi Kreatif
UNESCO United Kingdom KBLI 2006 KBLI 2015
(Framework for (Department for Culture, (Klasifikasi Baku (Klasifikasi Baku
Cultural Statistic/ FCS) Media, and Sport/ Lapangan Usaha Lapangan Usaha
1986 DCMS) 2001 Indonesia) Indonesia)
1. Musik 1. Musik 1. Musik 1. Musik
2. Penerbitan & 2. Penerbitan 2. Penerbitan & 2. Penerbitan
Percetakan Percetakan
3. Televisi & Radio 3. Televisi & Radio 3. Televisi & Radio 3. Televisi & Radio
4. Seni Pertunjukan 4. Seni Pertunjukan 4. Seni Pertunjukan 4. Seni Pertunjukan
5. Sinema & Fotografi 5. Film & Video 5. Film, Video, & 5. Film, Animasi, &
Fotografi Video
6. Fotografi
6. Olahraga & 6. Piranti Lunak 6. Permainan 7. Aplikasi &
Permainan Interaktif Permainan Interaktif Interaktif Game Developer
7. Layanan Komputer 7. Layanan Komputer
& Piranti Lunak & Piranti Lunak
8. Periklanan 8. Periklanan 8. Periklanan
9. Arsitektur 9. Arsitektur 9. Arsitektur
10. Kerajinan 10. Kerajinan 10. Kriya
11. Desain 11. Desain 11. Desain Interior
12. Desain Komunikasi
Visual
13. Desain Produk
12. Desainer Fesyen 12. Fashion (Mode) 14. Fashion
13. Pasar Seni & 13. Pasar Seni &
Barang Antik Barang Antik
7. Peninggalan Budaya 14. Penelitian dan 15. Kuliner
Pengembangan
8. Aktivitas Sosio- 16. Seni Rupa
Kultural
9. Lingkungan & Alam
Sumber: DCMS, FCS, KBLI 2006 (Saksono, 2012) dan KBLI 2015 (BPS & Bekraf).
16
Ruang lingkup ekonomi kreatif yang digunakan Indonesia pada saat ini
menggunakan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun
2015, dimana terdapat 16 subsektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif,
dengan penjelasan sebagai berikut (KBLI, Bekraf, 2017).
1) Arsitektur
Dalam konteks pembangunan ekonomi kreatif, arsitektur
didefinisikan sebagai: “Wujud hasil penerapan pengetahuan, ilmu,
teknologi, dan seni secara utuh dalam menggubah lingkungan binaan
dan ruang, sebagai bahan dari kebudayaan dan peradaban manusia
sehingga dapat menyatu dengan keseluruhan lingkungan ruang”. Dalam
perkembangannya, keilmuan arsitektur terkait dengan keilmuan lainnya
seperti: Teknik Sipil, Desain Interior, Teknik Layangan Bangunan
(Mechanical, Electrical, and Plumbing/ MEP), Arsitektur Lanskap,
Teknik Iluminasi, Teknik Akustik, Teknik Fasad, Spesialis Bangunan,
dan Experiental Graphic Design.
2) Desain Interior
Desain interior diartikan sebagai “kegiatan yang memecahkan
masalah fungsi dan kualitas interior, menyediakan layanan terkait ruang
interior untuk meningkatkan kualitas hidup dan memenuhi aspek
kesehatan, keamanan, dan kenyamanan publik” (International
Federation of Interior Architects/ Designers General Assemby
Document). Desain interior memiliki keterkaitan yang sangat erat
dengan subsektor ekraf yang pertama, yaitu arsitektur, namun desain
interior menjadi fokus dalam ruang lingkup subsektor desain.
Klasifikasi pelaku dalam aktivitas desain interior meliputi: Interior
Designer, Interior Architect, Interior Decorator, Furniture Designer,
Home Décor Designer, Interior Lighting Designer, Interior Art
Program Designer, Exhibition Display Designer, Interior Acoustic
Designer, Interior Space Programmer, dan Exhibition Designer.
3) Desain Komunikasi Visual
Desain komunikasi visual adalah seni menyampaikan pesan (arts of
commmunication) dengan menggunakan bahasa rupa (visual language)
17
yang disampaikan melalui media berupa desain yang bertujuan
menginformasikan, memengaruhi hingga merubah perilaku target
audience sesuai dengan tujuan yang ingin diwujudkan. Sedangkan
bahasa rupa yang dipakai berbentuk grafis, tanda, simbol, ilustrasi
gambar/ foto, dan tipografi.
Adapun contoh pelaku dari kegiatan desain komunikasi visual,
misalnya: Desainer Grafis, Ilustrator, Kartunis, Desainer Karakter,
Desainer Pra Produksi, Desainer Pasca Produksi, Animator, Desainer
Ekshibisi, Digital Artist, Desainer Iklan, Branding Designer, Branding
Consultant, Environmental Graphic Designer, Desainer Grafis untuk
Hotel dan Restoran, Desainer Grafis untuk Mall dan Pusat Keramaian,
Desainer Huruf, Public Signage System Designer, Digital Signage
Designer, dan Computer Graphic Interactive Designer.
4) Desain Produk
Desain produk merupakan salah satu unsur memajukan industri agar
hasil industri produk tersebut dapat diterima oleh masyarakat, karena
produk yang mereka dapatkan mempunyai kualitas baik, harga
terjangkau, desain yang menarik, mendapatkan jaminan dan sebagainya.
Industrial Design Society of America (IDSA) mendefinisikan desain
produk sebagai layanan profesional yang menciptakan dan
mengembangkan konsep dan spesifikasi yang mengoptimalkan fungsi,
nilai, dan penampilan suatu produk dan sistem untuk keuntungan
pengguna maupun pabrik.
Aktivitas dalam subsektor desain produk antara lain: Desainer
Furnitur, Desainer Perkakas, Desiner Mainan, Designer Produk
Elektronik, Desainer Transportasi, Desainer Peralatan Militer, Desainer
Lingkungan, Desainer Peralatan Medis, Desainer Furnitur Rumah Sakit,
Desainer Jam, Desainer Perlengkapan dan Instrumen, Desainer
Kemasan, Desainer Sepeda, Desainer Peralatan Dapur, Desainer
Tableware, Desainer Perlengkapan Bayi, dll.
5) Film, Animasi, dan Video
a) Film
18
Film diartikan sebagai “Karya seni gambar bergerak yang
memuat berbagai ide atau gagasan dalam bentuk audio visual, serta
dalam proses pembuatannya menggunakan kaidah-kaidah
sinematografi”. Ruang lingkup film dapat ditinjau berdasarkan
enam aspek utama sebagai berikut:
Teknologi media perekaman film yang mencakup evolusi film
dari media rekam berbasis pita seluloid sampai ditemukannya
teknologi video analog sebelum memasuki era video digital
seperti yang digunakan saat ini.
Media pertunjukan film atau ekshibisi mencakup pemutaran film
komersial di bioskop, lembaga kebudayaan, festival film, dan
layar tancap, televisi, home video, serta jaringan internet yang
dewasa ini berkembang dalam pasar ekshibisi film.
Narasi yang termuat dalam film yang mencakup aspek cerita
yang bersifat rekaan (fiksi) maupun yang bersifat non-fiksi.
Format atau metode pembuatan film yang mencakup dua
metode, yakni membuat film dengan cara merekam (live action
recording) dan membuat rangkaian gambar yang berurutan
(animation). Saat ini telah umum penggabungan metode antara
keduanya.
Klasifikasi utama genre film, yaitu aksi, petualangan, biopik,
komedi, kriminal, drama, keluarga, fantasi, horor, musikal,
misteri, roman, fiksi sains, thriller, perang, superhero, dan
bersifat kebarat-baratan.
Durasi film yang terbagi dua, yaitu: film pendek dan film
panjang.
b) Animasi
Animasi diartikan sebagai “Tampilan frame ke frame dalam
urutan waktu untuk menciptakan ilusi gerakan yang berkelanjutan
sehingga tampilan terlihat seolah-olah hidup atau mempunyai
nyawa”. Ruang lingkup animasi dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang. Secara teknis pembuatannya, animasi digolongkan dalam:
19
Animasi Tradisional; Animasi Stop-Motion; dan Animasi
Komputer. Berdasarkan hasil akhir, animasi dapat dikelompokkan
menjadi tiga: Animasi Dua Dimensi; Animasi Tiga Dimensi;
Animasi Stop-Motion. Sementara itu, berdasarkan media
penayangannya, animasi bisa juga dibedakan sebagai: Animasi Film
Layar Lebar; Animasi Serial Televisi; Animasi Iklan; Animasi Web;
dan Animasi Game.
c) Video
Video diartikan sebagai “Sebuah aktivitas kreatif, berupa
eksplorasi dan inovasi dalam cara merekam (capture) atau membuat
gambar bergerak, yang ditampilkan melalui media presentasi, yang
mampu memberikan karya gambar bergerak alternatif yang berdaya
saing, dan memberikan nilai tambah budaya, sosial, dan ekonomi”.
Ruang lingkup video berdasarkan tujuan umumnya dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Video Komersial. Contohnya adalah klip musik, iklan, sinetron/
FTV, program televisi, industri film layar lebar, footage (stock
shoot), company profile, penelitian, dan pendidikan.
Video Seni dan Media Baru. Misalnya web series (YouTube,
Vimeo, atau Vines), video mapping, video animasi, video
fashion show, seni video, video interaktif, dan video intermedia.
Video Dokumentasi, misalnya biografi, jurnalisme warga, acara
pernikahan, seremonial dan sejenisnya.
6) Fotografi
Fotografi merupakan sebuah industri yang mendorong penggunaan
kreativitas individu dalam memproduksi citra dari suatu objek foto
dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media
perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang
menampilkan informasi untuk menciptakan kesejahteraan dan juga
kesempatan kerja (Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju
2025). Ruang lingkup subsektor fotografi dapat ditinjau dari dua sudut
pandang, yaitu:
20
a) Tujuan dari pelaku fotografi yang dikelompokkan menjadi (1)
fotografi pendidikan, (2) fotografi amatir, dan (3) fotografi
profesional.
b) Genre atau aliran dalam fotografi juga mengelompokkan fotografi
ke dalam lima bagian besar, yaitu (1) teknologi kamera atau media
perekamnya, (2) berdasarkan objek fotonya, (3) teknik memotret,
(4) lokasi atau tempat memotret, dan (5) acara atau peristiwa.
7) Kriya
Kriya (kerajinan) merupakan bagian dari seni rupa terapan yang
merupakan titik temu antara seni dan desain yang bersumber dari
warisan tradisi atau ide kontemporer yang hasilnya dapat berupa karya
seni, produk fungsional, benda hias dan dekoratif, serta dapat
dikelompokkan berdasarkan material dan eksplorasi alat teknik yang
digunakan, dan juga dari tematik produknya (Ekonomi Kreatif:
Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025). Pengelompokkan subsektor
kriya atau kerajinan dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Berdasarkan jenis produknya, maka kerajinan (kriya) dapat
dibedakan menjadi art-craft dan craft-design.
Art-craft (kriya-seni), merupakan bentuk kerajinan yang banyak
dipengaruhi oleh prinsip-prinsip seni. Tujuan penciptaannya
salah satunya adalah sebagai wujud ekspresi pribadi.
Craft-design (kriya-desain), merupakan bentuk kerajinan (kriya)
yang mengaplikasikan prinsip-prinsip desain dan fungsi dalam
proses perancangan dan produksinya, dengan tujuan utamanya
adalah pencapaian nilai komersial atau nilai ekonominya.
b) Berdasarkan bentuknya, dapat dibedakan menjadi bentuk dua dan
tiga dimensi. Bentuk dua (2) dimensi, misalnya: karya ukir, relief,
lukisan; sedangkan bentuk tiga (3) dimensi, misalnya: karya patung
dan benda-benda fungsional (seperti keris, mebel, busana adat,
perhiasan, mainan, kitchenware, glassware, tableware);
c) Berdasarkan pelaku dan skala produksinya, dapat dibedakan
menjadi mass craft, limited edition craft, dan individual craft.
21
Handycraft/ mass craft adalah kerajinan (kriya) yang diproduksi
secara massal. Pelaku dalam kategori ini misalnya perajin
(kriyawan) di industri kecil dan menengah (IKM) atau sentra
kerajinan;
Limited Edition Craft adalah kerajinan (kriya) yang diproduksi
secara terbatas. Pelaku dalam kategori ini misalnya perajin
(kriyawan) yang bekerja di studio/bengkel kerajinan (kriya);
Individual Craft adalah kerajinan (kriya) yang diproduksi secara
satuan (one of a kind). Pelaku dalam kategori ini misalnya:
seniman perajin (artist craftman) di studio.
d) Berdasarkan bahan yang digunakan, meliputi: keramik, kertas,
gelas, logam, serat, tekstil kayu dan sebagainya, dan;
e) Berdasarkan teknik yang digunakan meliputi: teknik pahat (ukir),
rakit, cetak, pilin, slabing (keramik), tenun, batik (tekstil).
8) Kuliner
Kuliner adalah kegiatan persiapan, pengolahan, penyajian produk
makanan dan minuman yang menjadikan unsur kreativitas, estetika,
tradisi, dan/ atau kearifan lokal; sebagai elemen terpenting dalam
meningkatkan cita rasa dan nilai produk tersebut, untuk menarik daya
beli dan memberikan pengalaman bagi konsumen (Ekonomi Kreatif:
Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025). Ruang lingkup subsektor
kuliner di Indonesia dibagi ke dalam dua kategori utama, ditinjau dari
hasil akhir yang ditawarkan, yaitu jasa kuliner dan barang kuliner. Jasa
kuliner (foodservice) yang dimaksud adalah jasa penyediaan makanan
dan minuman di luar rumah, yaitu restoran dan jasa boga. Sedangkan
barang kuliner yang dimaksud adalah produk pengolahan makanan dan
minuman yang pada umumnya berupa produk dalam kemasan–specialty
foods. Produk ini berbeda dengan barang olahan makanan dan minuman
reguler. Specialty foods memiliki keunikan dibandingkan dengan
barang regular. Nilai budaya dan konten lokal suatu daerah dapat
menjadi salah satu sumber keunikan barang kuliner jenis ini, seperti
oleh-oleh makanan khas suatu daerah.
22
9) Musik
Musik adalah segala jenis usaha dan kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan pendidikan, kreasi/ komposisi, rekaman, promosi, distribusi,
penjualan, dan pertunjukan karya seni musik (Ekonomi Kreatif:
Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025). Ruang lingkup pengembangan
industri musik meliputi industri yang dikenal di dunia sebagai industri
rekaman, yang terdiri dari dua aktivitas besar, yaitu fragmen artistik dan
fragmen industrial.
Fragmen artistik adalah pelaku yang melakukan segala jenis
kegiatan yang berhubungan dengan kreativitas dan seni untuk
menghasilkan suatu karya musik, seperti: Artis, Penulis Lagu, Penulis
Lirik, Penata Musik, Komposer, Produser, Sound Engineer, Music
Director (Pengarah Musik), dan Session Player. Fragmen artistik
merupakan penyuplai utama fragmen industrial sehingga dua fragmen
ini tidak bisa dipisahkan dari industri musik.
Sedangkan pada fragmen industri, para pelaku melakukan suatu
kegiatan untuk menghasilkan suatu keluaran yang berupa layanan atau
produk. Para pelaku yang masuk ke dalam fragmen industri-layanan,
meliputi: Penyewaan Studio Rekaman, Manajemen Artis, Jasa
Reservasi (Booking Agent), Lembaga Manajemen Kolektif (LMK),
Konten Agregator, Label Rekaman, Distributor Produk Industri Musik
(Digital dan Non-digital), Distributor Alat Musik, Toko Musik Digital,
Toko Musik Konvensional, Promotor Musik, Penyedia Pendidikan
Musik, Penerbit Musik (Publisher), Publisis (Publicist), Penyewaan
Alat Musik dan Sound System. Sedangkan para pelaku fragmen industri
music, meliputi: Pembuat Alat Musik, Pembuat Piranti Lunak
(Software), Pembuat Piranti Lunak (Software) untuk Distribusi atau
Apresiasi Musik.
10) Fashion
Fesyen (fashion) adalah suatu gaya hidup dalam berpenampilan
yang mencerminkan identitas diri atau kelompok (Ekonomi Kreatif:
Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025). Secara substansial, fashion
23
dapat dibagi berdasarkan jenis proses, baik itu secara industri,
tradisional, mode-to-order ataupun ready-to-wear.
a) Industri. Merupakan proses pembuatan produk mode secara
industrial/ pabrikan.
b) Tradisional. Merupakan proses pembuatan produk mode dengan
teknik tradisional atau secara manual atau disebut handmade.
Produk yang dibuat berdasarkan proses industri dan tradisional
biasanya berupa tekstil, fragrances, dan kosmetik.
c) Mode-to-order. Merupakan jenis proses pembuatan produk mode
khusus sesuai pesanan, dari individu atau kelompok, dikerjakan
untuk private client yang hasil produknya dapat dibagi berdasarkan
volume, antara lain: (1) Tailor Made yaitu produk mode yang dalam
proses pembuatannya diawali dengan pengukuran dan penyelesaian
khusus berdasarkan pesanan per individu; (2) High Fashion atau
adibusana yaitu produk mode tailor made, namun dibuat dengan
teknik pengerjaan yang lebih rumit, menggunakan material
berkualitas tinggi, serta proses penyelesaian yang lebih mendetail
sehingga prosesnya dapat membutuhkan waktu yang lebih lama,
dan; (3) Uniform atau seragam yaitu produk mode sejenis yang
dibuat dalam jumlah banyak dan berfungsi sebagai seragam dari
perusahaan atau kelompok tertentu.
d) Ready-to-wear, disebut juga siap pakai, yaitu proses pem-
buatan produk mode yang dibuat berdasarkan ukuran standar/ umum
dan hasilnya dipasarkan sebagai produk siap pakai. Produk ini
memiliki spesifikasi tujuan pasar yang berkaitan dengan gaya, selera
serta kelas ekonominya dan merupakan produk yang paling banyak
dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya.
11) Aplikasi dan Game Developer
a) Aplikasi
“Suatu proses menghasilkan ide atau gagasan untuk menghasilkan
suatu karya yang memiliki nilai tambah, yaitu teknologi sebagai teknik
dalam mengumpulkan, memproses, menganalisis, dan/ atau
24
menyebarkan informasi untuk memudahkan pengguna saling
berinteraksi melalui jaringan komputer” (Ekonomi Kreatif: Kekuatan
Baru Indonesia Menuju 2025). Industri perangkat lunak dan jasa
perangkat lunak yang akan dikembangkan meliputi: Perangkat lunak
internet dan penyedia jasa internet, jasa teknologi informasi, perangkat
lunak.
b) Game Developer
“Suatu media atau aktivitas yang memungkinkan tindakan bermain
berumpan balik dan memiliki karakteristik setidaknya berupa tujuan
(objective) dan aturan (rules)” (Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru
Indonesia Menuju 2025). Permainan interaktif dapat dikelompokkan
berdasarkan platform (media) yang digunakan, genre permainannya,
serta tujuan pembuatannya. Klasifikasi permainan interaktif
berdasarkan platform yang digunakan, yaitu:
Arcade Games adalah permainan dimainkan pada mesin atau
tempat khusus, dengan peralatan seperti pistol, kursi khusus,
sensor gerakan, sensor injakan, dan kemudi mobil untuk lebih
dapat menikmati permainan.
PC Games adalah permainan yang dimainkan menggunakan
komputer pribadi.
Console Games adalah permainan yang dimainkan dengan konsol
tertentu, seperti Playstation 2-3, XBOX 360, dan Nintendo Wii.
Handheld Games adalah permainan yang dimainkan di konsol
khusus yang dapat dibawa kemana-mana (portable console),
contohnya Nintendo DS dan Sony PSP.
Card & Board Games adalah permainan yang memanfaatkan
kartu sebagai media bermain. Sedangkan permainan papan
membutuhkan suatu papan yang terbagi dalam sektor-sektor
tertentu (dengan garis-garis) dan di dalamnya terdapat sejumlah
alat main yang dapat digerakkan.
Mobile Games adalah permainan yang dapat dimainkan atau
khusus dimainkan di telepon seluler atau PDA.
25
12) Penerbitan
Penerbitan adalah suatu usaha atau kegiatan mengelola informasi
dan daya imajinasi untuk membuat konten kreatif yang memiliki
keunikan tertentu, dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar, dan/ atau
audio ataupun kombinasinya, diproduksi untuk dikonsumsi publik,
melalui media cetak, media elektronik, ataupun media daring untuk
mendapatkan nilai ekonomi, sosial ataupun seni dan budaya yang lebih
tinggi (Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025).
Ruang lingkup penerbitan mencakup penerbitan buku, penerbitan media
berkala, piranti lunak, permainan interaktif, atau penerbitan lainnya
seperti musik, video, maupun film dan animasi.
13) Periklanan
Periklanan adalah bentuk komunikasi melalui media tentang produk
dan/ atau merek kepada khalayak sasarannya agar memberikan
tanggapan sesuai tujuan pemrakarsa. Cakupan kegiatan periklanan tidak
hanya pemasaran produk/ jasa tetapi juga berkembang menjadi
pemasaran sosial, sarana membangun citra suatu perusahaan/ individu
(image marketing), kampanye politik dan juga untuk membangun relasi
dengan masyarakat. Hal ini sejalan dengan definisi periklanan sebagai:
“Bentuk komunikasi melalui media tentang produk dan/ atau merek
kepada khalayak sasarannya agar memberikan tanggapan sesuai tujuan
pemrakarsa”. Kegiatan yang diselenggarakan oleh industri periklanan
juga semakin luas mulai dari menghasilkan konten (content), aplikasi
digital, sampai pengadaan event.
14) Televisi dan Radio
a) Televisi, merupakan kegiatan kreatif yang meliputi proses
pengemasan gagasan dan informasi dalam bentuk hiburan yang
berkualitas kepada penikmatnya dalam format suara dan gambar
yang disiarkan kepada publik dalam bentuk virtual secara teratur
dan berkesinambungan.
b) Radio, merupakan kegiatan kreatif yang meliputi proses
pengemasan gagasan dan informasi dalam bentuk hiburan yang
26
berkualitas kepada penikmatnya dalam format suara yang disiarkan
kepada publik dalam bentuk virtual secara teratur dan
berkesinambungan (Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia
Menuju 2025).
27
Musik: populer kontemporer (eksperimental); tradisional, world
music, dan klasik Barat (kontemporer dan non-kontemporer);
Lintas disiplin, contoh: wayang, sendratari, sastra lisan, dan
musikalisasi puisi.
16) Seni Rupa
Seni rupa adalah penciptaan karya dan saling berbagi pengetahuan
yang merupakan manifestasi intelektual dan keahlian kreatif, yang
mendorong terjadinya perkembangan budaya dan perkembangan
industri dengan nilai ekonomi untuk keberlanjutan ekosistemnya
(Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025). Ruang
lingkup seni rupa dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu berdasarkan:
(1) lingkup budaya, terdiri dari seni rupa klasik, tradisional, dan modern
atau kontemporer; (2) lingkup akademik, terdiri dari seni terapan dan
seni murni; (3) lingkup produk: lingkup bentuk terdiri dari karya dua
dimensi/ 2D, tiga dimensi/ 3D, ruang dan waktu; lingkup medium,
terdiri dari lukis, gambar fotografi, seni grafis, lukisan mural/ dinding,
patung, keramik, tekstil/ kain, seni instalasi, media seni, tubuh, dan
lingkungan. Penjelasan secara rinci 16 subsektor ekonomi kreatif
terdapat dalam Lampiran 8 (Kode KBLI 2015 Subsektor Ekonomi
Kreatif).
5. Peran Pendidikan
Pengembangan ekonomi kreatif tidak terlepas dari keterlibatan berbagai
pihak yang disebut dengan “Quadruple Helix”, yaitu pemerintah, pelaku usaha,
pendidikan atau akademisi, dan juga komunitas kreatif sebagai representasi dari
masyarakat. Pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, yakni untuk membuatnya menjadi lebih produktif. Melalui
pendidikan, diharapkan mampu memunculkan sumber daya manusia yang
memiliki pengetahuan, penguasaan teknologi, ide-ide kreatif, dan mampu
melakukan penelitian dan pengembangan (research and development) untuk
menghasilkan temuan-temuan baru yang dapat membuat aktivitas
perekonomian menjadi lebih efektif dan efisien.
28
Pendidikan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan
ekonomi, hal ini telah menjadi sebuah justifikasi yang bersifat absolut dan
aksiomatis. Berbagai kajian akademis dan empiris telah membuktikan
keabsahan tesis tersebut. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan
pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Namun kegagalan dalam
pendidikan akan memunculkan berbagai masalah, seperti: pengangguran,
kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare defendency yang pada
akhirnya berdampak secara sosial, dan menjadi beban ekonomi bagi semua
pihak (dalam Widiansyah, 2017).
Tyler (1977) menyatakan bahwa pendidikan dapat meningkatkan
produktivitas kerja seseorang, dan pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatannya. Peningkatan pendapatan ini berpengaruh pula kepada
pendapatan nasional negara yang bersangkutan, untuk kemudian akan
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat berpendapatan rendah.
Sementara itu, Jones (1984) melihat pendidikan sebagai alat untuk menyiapkan
tenaga kerja terdidik dan terlatih yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Jones melihat bahwa pendidikan memiliki suatu
kemampuan untuk menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja potensial.
Menurutnya, korelasi antara pendidikan dengan pendapatan tampak lebih
signifikan di negara berkembang. Kemudian, Vaizey (1962) melihat pendidikan
sebagai sumber utama bakat-bakat terampil dan terlatih. Oleh karena itu,
perlunya perencanaan dalam pendidikan, karena pranata ekonomi
membutuhkan tenaga-tenaga terdidik dan terlatih (dalam Widiansyah, 2017).
6. Peran Pemerintah
John Maynard Keynes menekankan perlunya campur tangan (intervensi)
pemerintah dalam mekanisme pasar atau kegiatan ekonomi. Tanpa adanya
campur tangan pemerintah, yaitu jika kontrol kegiatan ekonomi sepenuhnya
diserahkan kepada mekanisme pasar bebas, maka akan menghadapi masalah
berikut: (1) sulit mencapai tingkat kesempatan kerja penuh, dan (2) terdapat
perubahan yang besar dalam kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu.
Menghadapi masalah ini, analisis makroekonomi Keynesian menekankan
tentang perlunya campur tangan pemerintah dalam usaha untuk mencapai
29
tingkat kesempatan kerja penuh tanpa inflasi (Sukirno, 2011:232). Demikian
juga dalam hal sektor ekonomi kreatif, pemerintah perlu menetapkan ‘aturan
main’ berupa kebijakan atau regulasi khusus, baik di tingkat pusat maupun
daerah, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi kreatif.
Saksono (2012) menilai ekonomi kreatif di Indonesia belum sepenuhnya
didukung regulasi/ kebijakan yang memadai, sehingga kurang kondusif.
Implikasinya, berbagai kesulitan seringkali dialami stakeholders ekonomi
kreatif. Oleh karena itu, Pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah harus
segera memangkas hambatan-hambatan yang ada, sehingga dapat lebih efektif
dan efisien, untuk lebih mengoptimalkan pengembangan ekonomi kreatif.
Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi sehingga dapat memberikan
terobosan yang menjadikan solusi bagi para pelaku ekonomi kreatif. Proses
pengembangan ekonomi kreatif terutama di daerah merupakan hubungan
sistemik dan saling ketergantungan antar kesepuluh aspek utamanya, yaitu:
1) Sumberdaya manusia (SDM) yang kreatif dengan pemikiran inovatif;
2) Inovasi dan kreativitas yang berciri keunggulan lokal yang berdaya
saing global;
3) Regulasi/ kebijakan yang disertai upaya penegakan hukum (law
enforcement);
4) Insentif bagi pengembangan produk ekonomi kreatif;
5) Pasar dan pola pengaturannya (ekspor-impor);
6) Teknologi dan metode yang ramah lingkungan;
7) Ketersediaan material lokal dan optimalisasi pemanfaatannya;
8) Kepercayaan dunia perbankan, lembaga permodalan, dan dunia usaha;
9) Aksesibilitas dan konektivitas (jejaring); dan
10) Masyarakat yang apresiatif dan mendukung hak kekayaan intelektual
(HKI).
30
pra kondisi diperlukan untuk: (1) identifikasi dan inventarisasi jenis dari 16
subsektor ekonomi kreatif di daerah; (2) membangun database; (3)
merumuskan kebijakan, orientasi, target capaian, dan strategi pengembangan;
(4) peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola ekonomi kreatif di daerah;
(5) menata prosedur, mekanisme, dan jaringan untuk pemasaran produk ke
pasar domestik maupun mancanegara; (6) meningkatkan kompetensi
sumberdaya manusia (SDM); (7) menjamin kualitas produk dan pelayanan
pasca jual; dan (8) kelestarian lingkungan demi keberlangsungan usaha
(Saksono, 2012).
31
Tabel 2.2
Struktur Pengeluaran Wisatawan Tahun 2016
Domestik Internasional
No. Jenis Produk Nilai Nilai
% %
(Miliar Rp) (Miliar Rp)
1 Hotel dan Akomodasi 25.135.02 10,40 71.940,48 40,82
2 Restoran dan Sejenisnya 54.702,62 22,63 33.776,79 19,17
3 Angkutan Domestik 88.265,44 36,52 18.538,92 10,52
4 Biro Perjalanan, Operator & 5.022,17 2,08 4.161,92 2,36
Pramuwisata
5 Jasa Seni Budaya, Rekresasi & Hib. 6.394,87 2,65 9.646,66 5,47
6 Jasa Pariwisata Lainnya 5.063,63 2,10 1.060,35 0,60
7 Cenderamata 11.928,35 4,94 11.524,39 6,54
8 Kesehatan dan Kecantikan 142,90 0,06 3.265,05 1,85
9 Produk Industri Non-Makanan 36.310,52 15,02 9.395,59 5,33
10 Produk Pertanian 8.709,39 3,60 2.238,29 1,27
11 Angkutan Internasional 0 0 10.680,06 6,06
Total Pengeluaran 241.674,91 100,00 176.228,50 100,00
Sumber: Nesparnas, 2017 (Buku I, hal. 45 dan 51), diolah.
Konsep kegiatan wisata dapat didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus
ada something to see, something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985).
Something to see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata, something to
do terkait dengan aktivitas wisatawan di daerah wisata, sementara something to
buy terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata sebagai
memorabilia pribadi/ wisatawan. Dalam tiga komponen tersebut, ekonomi
kreatif dapat masuk melalui something to buy dengan menciptakan produk
produk inovatif khas daerah (dalam Sumar’in et.al, 2017).
Kemenpar (dalam Buku 1 Nesparnas, 2017:13) menyatakan bahwa nilai
ekonomi sektor pariwisata meskipun kadang tidak dapat diukur seberapa besar
nilai nominalnya, dan banyak yang beranggapan bahwa dampaknya hanya
berkaitan dengan para pelaku pariwisata saja, namun kenyataannya dampak
ekonominya juga dinikmati oleh berbagai sektor lainnya. Misalnya, apabila
wisatawan membeli sebuah souvenir/ cenderamata, maka rantai penerima
manfaatnya adalah penjual, pengrajin/ pembuat cenderamata, distributor dan
juga pembuat bahan baku produk tersebut. Semakin besar nilai konsumsi
wisatawan, maka akan semakin besar dampak ekonomi yang dirasakan, dan
semakin banyaknya sektor yang terlibat.
Mendukung pernyataan tersebut, Berdasarkan hasil survei Kemenpar (lihat
Tabel 2.2), rata-rata wisatawan menghabiskan 4,94 – 6,54% untuk membeli
32
cenderamata (souvenir), dan 2,65 – 5,47% untuk jasa seni budaya, menonton
pertunjukan, dll., yang mana item-item tersebut termasuk dalam ruang lingkup
ekonomi kreatif.
8. Peran Internet
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), internet adalah jaringan
komunikasi elektronik yang menghubungkan jaringan komputer dan fasilitas
komputer yang terorganisasi di seluruh dunia melalui telepon atau satelit.
Randall dan Latulipe mengartikan Internet (Interconnection Networking)
sebagai suatu jaringan global yang terdapat di dalam jaringan komputer
(Tjiptono; Sultoni, 2013). Keunggulannya, informasi yang tersedia di dalam
internet merupakan informasi yang paling baru (up to date), karena lebih mudah
dan cepat untuk diperbaharui dibandingkan dengan informasi yang ada di dalam
media cetak. Internet memiliki sifat yang interaktif, sehingga hanya dengan
menggunakan komputer atau bahkan smartphone, semua orang bisa mengakses
internet, dan kemudian bisa berkomunikasi dengan pengguna lain di seluruh
dunia setiap saat (Kayo, et.al, 1996; dalam Tripurwanta, 2017).
Dewasa ini, internet memiliki peran yang sangat penting dalam
perekonomian. Lembaga Penelitan dan Pelatihan Ekonomi dan Bisnis (P2EB)
Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2017, menyatakan bahwa setiap 10%
peningkatan jumlah total pengguna internet seluler akan meningkatkan
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,4% (dalam Kompas.com/ Yoga
H. Widiartanto, 2017). BPS mengungkapkan tujuan mengakses internet
(dengan data persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang mengakses internet
dalam 3 bulan terakhir) adalah sebagai berikut.
Tabel 2.3
Tujuan Mengakses Internet
No. Tujuan Persentase (%)
1 Mengakses Media Sosial 82,05
2 Mencari Informasi 73,50
3 Hiburan 45,10
4 Mengerjakan Tugas 35,08
5 Mengirim/ Menerima Email 27,80
6 Pembelian/ Penjualan Barang & Jasa 11,33
7 Fasilitas Finansial 8,38
8 Lainnya 3,89
Sumber: BPS, 2015
33
Dengan adanya fasilitas internet dan jumlah pengguna yang banyak,
informasi akan menjadi lebih mudah tersebar, mempermudah pemasaran
produk ekonomi kreatif, dan melancarkan proses transaksi, yang pada akhirnya
akan berdampak pada pertumbuhan sektor ekonomi kreatif.
B. Penelitian Terdahulu
1. Perkembangan Sektor Pariwisata
Perkembangan sektor pariwisata memiliki keterkaitan dengan sektor
ekonomi kreatif. Can-Seng Ooi, Ph.D (2006) dari Copenhagen Business
School, mengkaji tentang “Tourism and the Creative Economy” dengan studi
kasus di Singapura. Ooi menjelaskan bahwa ekonomi kreatif dan sektor wisata
merupakan dua hal yang saling memengaruhi dan dapat saling bersinergi jika
dikelola dengan baik.
“Tourism will both support and benefit from the creative
economy. Tourists will consume many of Singapore’s creative
products, especially those in the arts and cultural sector. And a
lively and exciting creative economy will also promote Singapore’s
image and attract more tourists” (Ooi, 2006:7).
2. Tingkat Pendidikan
Penelitian yang dilakukan oleh Awalia et. al (2013), secara parsial,
menganalisis pengaruh tingkat pendidikan terhadap PDB industri kreatif
periode 2006-2013. Variabel tingkat pendidikan di-proxy dengan jumlah SMK
(Sekolah Menengah Kejuruan) yang ada di Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan pengaruh yang signifikan dengan koefisien sebesar 2,09e-08.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan Jianpeng Zhang dan Kloudova
tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan industri kreatif
34
di 23 daerah di China pada tahun 2007, menunjukkan hasil yang berlainan.
Variabel pendidikan di-proxy dengan jumlah institusi perguruan tinggi dan
jumlah mahasiswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah institusi
perguruan tinggi tidak berpengaruh dan non-linier terhadap pertumbuhan
ekonomi kreatif, mereka mengatakan hal tersebut dikarenakan terdapat
perbedaan karakteristik perguruan tinggi, dalam hal skala, reputasi dan kualitas.
Sedangkan variabel jumlah mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi
memiliki pengaruh yang siginifikan dan linier terhadap pertumbuhan industri
kreatif.
35
4. Jumlah Pengguna Internet
Septianti (2018) meneliti pengaruh jaringan internet terhadap pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel
Fixed Broadband berpengaruh positif terhadap PDB, variabel Mobile
Subcription memiliki hubungan positif namun tidak signifikan, dan variabel
Dummy Subcription berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB negara-
negara ASEAN. Hasil penelitian Lembaga Penelitan dan Pelatihan Ekonomi
dan Bisnis (P2EB) Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2017, menyatakan
bahwa setiap 10% peningkatan jumlah total pengguna internet seluler akan
meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,4% (dalam
Kompas.com/ Yoga H. Widiartanto, 2017).
Senada dengan kedua penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh
Tripurwanta (2017), secara parsial, menganalisis pengaruh jumlah pengguna
internet terhadap pendapatan subsektor ekonomi kreatif Aplikasi dan Game
developer. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan dengan
koefisien sebesar 9,411e-06, yang berarti apabila terjadi peningkatan jumlah
pengguna internet sebanyak 1 jiwa, maka akan meningkatkan pendapatan
(PDB) subsektor ekonomi kreatif Aplikasi dan Game Developer sebesar
0,00000099411 miliar rupiah atau sebesar 994,11 rupiah.
36
Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
No. Judul dan Nama Peneliti Variabel Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian
1 “Analisis Pertumbuhan TFP (Total Factor Analisis nilai TFP, Pertumbuhan TFP 4 subsektor negatif (arsitektur, permainan
Teknologi, Produk Domestik Productivity), Regresi dengan Data interaktif, layanan industri, riset dan pengembangan). Faktor
Bruto, Dan Ekspor Sektor Pendidikan, Jumlah Panel, dan Uji Kausalitas yang memengaruhi PDB industri kreatif adalah Tingkat
Industri Kreatif Indonesia” Usaha, Tenaga Kerja, Granger Pendidikan, Pertumbuhan TFP, Tenaga Kerja, dan Kebijakan
oleh Nandha Rizki Awalia, et Kebijakan Pemerintah, Pemerintah. Sementara hasil pengujian kausalitas Granger
al (2013) PDB dan Ekspor. menunjukkan terdapat hubungan kausalitas (saling
memengaruhi) antara PDB industri kreatif dan ekspor.
2 “Factors Which Influence the Rasio Nilai Tambah Regresi Berganda, Model penelitian mampu menjelaskan variabel dependen
Growth of Creative Industri Kreatif dengan data cross- sebesar 69%. Secara parsial, pendapatan perkapita memiliki
Industries: Cross-section terhadap PDRB, section 23 daerah di hubungan negatif yang lemah dalam model tersebut, jumlah
Analysis in China” oleh Pendapatan Perkapita, China pada tahun 2007. institusi perguruan tinggi tidak memiliki hubungan yang
Jianpeng Zhang dan Jumlah Institusi linier terhadap pertumbuhan industri kreatif, hal tersebut
Kloudova. Perguruan Tinggi, dikarenakan terdapat perbedaan karakteristik institusi tinggi,
Jumlah Mahasiswa, dan dalam hal skala, reputasi dan kualitas. Sedangkan variabel
Jumlah Paten. jumlah mahasiswa dan varibel jumlah paten berpengaruh dan
linier dengan rasio nilai tambah industri kreatif terhadap
PDRB.
3 “Potensi Pengembangan PDRB, Tenaga Kerja, Static & Dynamic Hasil perhitungan SLQ & DLQ, sektor potensial di Kota
Investasi Berbasis Ekonomi Investasi, Nilai Location Quotient (SLQ Denpasar terdiri dari: kerajinan, penerbitan & percetakan,
Kreatif di Kota Denpasar” Ekonomis. & DLQ). Digunakan fesyen, kuliner, dan musik. Berdasarkan hasil uji ANOVA,
oleh Ni Luh Putu Wiagustini, juga ANOVA, dan terdapat perbedaan antara jumlah tenaga kerja, investasi, dan
et. al (2017) Performance -Important nilai ekonomis per subsektor ekonomi kreatif, antara lain:
Analysis. tenaga kerja berpengaruh signifikan pada subsektor kerajinan,
percetakan & kuliner; investasi dan nilai ekonomis
37
berpengaruh signifikan pada subsektor kerajinan, fesyen dan
kuliner. Prioritas utama pengembangan antara lain: (1)
bantuan kelancaran operasional; (2) bantuan pemasaran; (3)
bantuan peningkatan kualitas SDM; (4) bantuan pendanaan,
(5) bantuan kelangsungan aktivitas; dan (6) bantuan
pendistribusian hasil produksi.
4 “Pengaruh Investasi, Inflasi, PDB Subsektor Regresi Berganda Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dapat diketahui
Jumlah Tenaga Kerja, Nilai Aplikasi dan Game (OLS). Periode bahwa variabel investasi, jumlah tenaga kerja, nilai ekspor
Ekspor dan Jumlah Pengguna Developer, Investasi, penelitian tahun 2010- dan jumlah pengguna internet memiliki pengaruh yang
Internet Terhadap Pendapatan Ekspor, Tenaga Kerja, 2015. signifikan terhadap PDB Ekraf subsektor Aplikasi dan Game
Subsektor Industri Kreatif Jumlah Pengguna Developer di Indonesia. Namun hanya variabel inflasi yang
Aplikasi dan Game Developer Internet dan Inflasi. tidak berpengaruh secara signifikan.
di Indonesia” oleh Irfan
Tripurwanta (2017)
5 “Analisis Pengaruh Jaringan PDB Negara-negara Regresi Data Panel (10 Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Fixed Broadband
Internet Terhadap ASEAN, Pengguna negara tahun 1990-2016) berpengaruh positif terhadap PDB, variabel Mobile
Pertumbuhan Ekonomi di Jumlah Fixed dengan estimasi Fixed Subcription memiliki hubungan positif namun tidak
Negara ASEAN” oleh Yeni Broadband, Mobile Effect Model. signifikan, dan variabel Dummy Subcription berpengaruh
Septianti (2018) Subcription, dan positif dan signifikan terhadap PDB negara-negara ASEAN.
Dummy Subcription
(2G/ GPRS dan 3G/4G)
6 “Implementasi Triple Helix Penerapan Triple Helix Pendekatan Kualitatif; Dalam medorong pertumbuhan industri kreatif, peran
dalam Mendorong (Akademisi, Industri, Indepth Interview. pemerintah adalah sebagai regulator dan fasilitator.
Pertumbuhan Industri Kreatif dan Pemerintah) dalam Analisis Jaringan Sosial Akademisi berperan dalam pengabdian dan penelitian.
di Kota Malang” oleh mendorong industri (mengetahui hubungan Sedangkan Industri/ Pelaku Bisnis sebagai investor.
Muhammad Fakhrul Izzati kreatif di Kota Malang. kedekatan, dan perantara Diketahui aktor yang paling penting adalah Komite Ekraf
dan Wilopo (2018) antar-aktor) Malang, Malang Creative Fusion (MCF) dan Focus Group
Discussion (FGD).
38
C. Kerangka Pemikiran
Agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan,
kemudian dibuatlah kerangka pemikiran. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi subsektor basis ekonomi kreatif di 5 provinsi (Sumatera Utara,
Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali) dan mengetahui pengaruh
perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah
daerah, dan jumlah pengguna internet terhadap perkembangan ekonomi kreatif
di 5 provinsi tersebut tahun 2010-2016.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
39
D. Hipotesis
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
41
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif yang bersifat
deskriptif statistik. Menurut Bungin (2010:36; dalam Ilyan, 2016), statistik
deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan meringkaskan berbagai kondisi,
berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat yang
menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi, kemudian
mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi
ataupun variabel tersebut.
1. Analisis Sektor Basis
Aktivitas ekonomi suatu daerah digolongkan menjadi aktivitas basis dan
non-basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang memiliki kemampuan
ekspor, dimana hasil produksi barang dan jasa dikirim ke luar batas wilayah
perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non-basis merupakan kegiatan
produksi dengan pemasaran secara secara lokal, yaitu memproduksi barang
dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam wilayah
yang bersangkutan. Aktivitas basis berperan penting sebagai penggerak
utama (primer mover) tumbuhnya perekonomian di suatu wilayah, semakin
besar ekspornya, maka akan semakin tumbuh ekonominya, yang kemudian
dapat menciptakan efek multiplier dalam perekonomian nasional (Ridwan
dan Nashar, 2017:91).
Hal yang perlu dilakukan dalam perencanaan pengembangan sektor
ekonomi adalah melakukan identifikasi terhadap sektor-sektor basis atau
unggulan dan sektor yang potensial di suatu daerah, yaitu menentukan
sektor ekonomi yang unggul dan berdaya saing dalam beberapa tahun
terakhir, dan menentukan sektor yang berpotensi unggul untuk
dikembangkan di masa mendatang. Untuk mengidentifikasi sektor basis
suatu wilayah, teknik yang digunakan adalah Location Quotient (LQ).
42
metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-
Val sebagai berikut (Tarigan, 2007):
𝑿 ⁄𝑹𝑽
LQ = = 𝑿 𝒓 ⁄𝑹𝑽𝒓
𝒏 𝒏
Keterangan:
Xr = Pendapatan suatu sektor i di wilayah studi
RVr = Total PDRB di wilayah studi
Xn = Pendapatan suatu sektor i di wilayah referensi
RVn = Total PDB di wilayah referensi
43
mempunyai rata-rata laju pertumbuhan sendiri-sendiri dalam kurun
waktu antara tahun dasar (0) dan tahun akhir (t) (Widodo 2006; dalam
Astiartie, 2010).
(𝟏+𝒈 )⁄(𝟏+𝒈 ) 𝒕
DLQ = [ (𝟏+𝑮𝒊𝒏)⁄(𝟏+𝑮 𝒏) ]
𝒊 𝒏
Keterangan:
gin = Rata-rata pertumbuhan nilai sektor i di wilayah studi
gn = Rata-rata pertumbuhan nilai semua sektor di wilayah studi
Gi = Rata-rata pertumbuhan nilai sektor i di wilayah referensi
Gn = Rata-rata pertumbuhan nilai semua sektor di wilayah referensi
t = Selisih tahun akhir dan tahun awal
44
2015:9.1) Data panel secara substansial mampu menurunkan masalah
omitted variable, yaitu model yang mengabaikan variabel yang relevan.
Untuk mengatasi interkorelasi di antara variabel-variabel bebas yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan tidak tepatnya penaksiran regresi, maka
metode data panel lebih tepat digunakan (Griffithts, 2001; dalam
Widyantoro, 2014:61; dalam Hidayati, 2016).
a. Metode Analisis Data Panel
Untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat
beberapa teknik, antara lain: (Nachrowi dan Usman, 2006:311; dalam
Hidayati, 2016).
1) Common Effect Model (CEM)
Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel
adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang
diterapkan dalam data berbentuk pool, sering disebut pula dengan
Pooled Least Square (PLS). Model untuk teknik regresi adalah
sebagai berikut:
Y = b1 + b2 X2 + b3 X3it + ……. + bn Xnit + µit
45
(GLS). Model data panel untuk teknik regresi adalah sebagai
berikut:
𝑌𝑖𝑡 = b1 + b2 𝑋2𝑖𝑡 + …+ b𝑛 𝑋𝑛𝑖𝑡 + 𝛼𝑖𝑡 + μ𝑖𝑡
(𝑹𝑺𝑺𝑺−𝑼𝑹𝑺𝑺)⁄(𝑵−𝟏)
CHOW = 𝑼𝑹𝑺𝑺⁄(𝒏𝒕−𝑵−𝑲)
~ 𝑭𝒂 (𝑵 − 𝟏, 𝑵𝑻 − 𝑵 − 𝑲)
Dimana:
RRSS = Restricted Residual Sum Square (PLS)
URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Fixed)
46
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel independen
Jika nilai Chow Statistics (F statistic) hasil pengujian lebih besar dari F
tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap
H0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu
juga sebaliknya.
47
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen. Jika nilai LM statistik
lebih besar dari nilai kritis statistik chi-squares maka kita menolak
hipotesis nul, yang artinya estimasi yang tepat untuk model regresi data
panel adalah metode Random Effect dari pada metode Common Effect,
dan sebaliknya (Widarjono, 2009).
Keterangan:
EKRAF = PDRB Ekonomi Kreatif
TOURISM = Perkembangan Sektor Pariwisata
EDU = Tingkat Pendidikan
INET = Jumlah Pengguna Internet
β0 = Konstanta
β1, β2, β3, β4 = Koefisien masing-masing variabel
D1 = Dummy Regulasi Pemerintah Daerah
(0=Tidak terdapat regulasi; 1=Terdapat regulasi)
ε = Error Terms
i = Provinsi i
t = Tahun t
48
Jika nilai Prob JB > 0,05 (tidak signifikan), maka terima H0, tolak
H1. Artinya data terdistribusi normal, dan begitu pula sebaliknya.
Apabila data tidak terdistribusi normal, menurut Rosadi (2012:36,
dalam Ilyan, 2016), salah satu hal yang dapat dilakukan adalah
melakukan transformasi terhadap data.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat nilai varians antar nilai
Y, apakah sama atau heterogen. Menurut Ariefianto (dalam Rolis,
2014:67; dalam Ilyan, 2016) asumsi penting (asumsi Gauss Markov)
dalam penggunaan OLS adalah varians residual yang konstan. Varians
dari residual tidak berubah dengan berubahnya satu atau lebih variabel
bebas. Jika asumsi ini terpenuhi, maka residual disebut homokedastis.
Jika tidak, disebut heteroskedastis. Sementara itu, menurut Winarno
(2011:5.8), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas. Beberapa
metode tersebut adalah dengan metode grafik, Uji Park, Uji Glejser, Uji
Korelasi Spearman, Uji Goldfeld Quandt, Uji Bruesch-Pagan-Godfrey
dan Uji White.
c. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas dikemukakan pertama kali oleh Ragner Frish.
Frish menyatakan bahwa multikolinier adalah adanya lebih dari satu
hubungan linier yang sempurna. Menurutnya, apabila terjadi
multikolinier apalagi kolinier yang sempurna (koefisien korelasi antar
variabel bebas=1), maka koefisien regresi dari variabel bebas tidak
dapat ditentukan dan standar error-nya tidak terhingga (Suharyadi dan
Purwanto, 2013:231). Sedangkan menurut Winarno (2011:5.1)
multikolinieritas adalah adanya hubungan linier antarvariabel
independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka
multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana
(yang terdiri dari satu variabel dependen dan satu variabel independen).
49
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dikenalkan oleh Maurice G. Kendall dan William R.
Buckland. Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi
yang disusun menurut urutan waktu. Ada beberapa penyebab
autokorelasi yaitu (a) kelembaman, kelembaman biasanya terjadi dalam
fenomena ekonomi dimana sesuatu akan memengaruhi suatu yang lain
dengan mengikuti siklus bisnis saling berkaitan. (b) terjadinya bias
spesifikasi, yaitu ada beberapa variabel yang tidak termasuk dalam
model, dan (c) bentuk fungsi yang digunakan tidak tepat, misalnya
seharusnya bentuk non-linier tetapi digunakan linier atau sebaliknya
(Suharyadi dan Purwanto, 2013:232).
Pendeteksian autokorelasi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
a) Metode grafik yang menghubungkan antara error (e) atau residu
dengan waktu, apabila terdapat hubungan yang sistematis, baik
meningkat atau menurun, menunjukkan adanya autokorelasi.
b) Uji Durbin Watson, pada uji DW adanya autokorelasi positif jika
nilai DW berada diantara 0 sampai dengan 1,10, serta autokorelasi
negatif jika nilai DW berada diatas 2,90. Sedangkan jika model
terbebas dari masalah autokorelasi, nilai DW berada diantara 1,54
sampai dengan 2,46. Model tidak dapat diputuskan terdapat
autokorelasi atau tidak jika nilai DW berada diantara 1,10 sampai
dengan 1,54 dan 2,46 sampai dengan 2,90.
50
Y, 100% dapat diterangkan oleh X, dengan kata lain bila R2 =1, maka semua
titik pengamatan berada pada garis regresi. Dengan demikian, ukuran
goodness of fit dari suatu model ditentukan oleh R2 yang nilainya antara nol
sampai dengan satu (Nachrowi dan Usman, 2002:21).
5. Pengujian Hipotesis
a. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)
Uji global disebut juga uji signifikansi serentak atau Uji F,
digunakan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel bebas
(X1, X2,…Xk) dalam menjelaskan tingkah laku atau keragaman variabel
terikat (Y). Uji global dimaksudkan untuk mengetahui apakah semua
variabel bebas memiliki koefisien regresi sama dengan nol (Suharyadi
dan Purwanto, 2013:228). Pengujian ini akan memperlihatkan
hubungan atau pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen, dengan hipotesis sebagai berikut:
Jika F-hitung < F tabel atau nilai probabilitas > dari 0,05 maka H0
gagal diterima yang berarti secara bersama-sama variabel
independen tidak dipengaruhi variabel dependen secara
signifikan.
Jika F-hitung > F tabel atau nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0
ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel dependen
memengaruhi variabel dependen secara signifikan.
51
Menurut Widarjono (2010: 28), signifikan tidaknya sebuah variabel
independen di dalam analisis regresi bisa dilihat dari nilai ρ
dibandingkan dengan nilai α. Jika nilai probabilitas ρ lebih kecil dari
nilai α yang dipilih maka kita menolak hipotesis nol (H0) atau menerima
hipotesis alternatif (H1) dan sebaliknya jika nilai probabilitas ρ lebih
besar dari nilai α maka kita menerima hipotesis nol atau menolak
hipotesis alternatif.
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat signifikansi setiap
variabel bebas terhadap variabel terikatnya dalam model regresi.
Jika t statistik < t tabel atau nilai probabilitas > dari 0,05 maka H0
gagal ditolak artinya tidak ada pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
Jika t statistik > t tabel atau nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0
ditolak, artinya ada pengaruh antara variabel independen terhadap
variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan pada taraf signifikan tertentu, yaitu 5%, yang
artinya tingkat kesalahan satu variabel adalah 5% atau 0,05. Sedangkan
tingkat keyakinannya adalah 95% atau 0,95. Jadi, apabila tingkat kesalahan
suatu variabel lebih dari 5% atau 0,05 berarti variabel itu tidak signifikan,
dan sebaliknya, apabila kurang dari 5% atau 0,05 maka variabel tersebut
signifikan.
52
yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu wilayah atau
daerah pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, tanpa
memperhitungkan kepemilikan produksi. Berdasarkan KBLI 2015, Sektor
Ekonomi Kreatif memiliki 16 subsektor yang terdiri dari: (1) Arsitektur; (2)
Desain Interior; (3) Desain Komunikasi Visual; (4) Desain Produk; (5)
Film, Animasi & Video; (6) Fotografi; (7) Kriya; (8) Kuliner; (9) Musik;
(10) Fashion; (11) Aplikasi & Game Developer; (12) Penerbitan; (13)
Periklanan; (14) Televisi dan Radio; (15) Seni Pertunjukkan; dan (16) Seni
Rupa. Data yang digunakan adalah PDRB sektor ekonomi kreatif (harga
konstan) setiap provinsi selama 2010-2016, dengan satuan miliar rupiah.
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Melalui pendidikan, diharapkan mampu memunculkan
sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, penguasaan teknologi,
dan ide-ide kreatif yang berguna untuk meningkatkan perkembangan
perekonomian di suatu wilayah. Tingkat Pendidikan dalam penelitian ini di-
53
proxy dengan data rata-rata lama sekolah di setiap provinsi. Satuan yang
digunakan adalah jumlah tahun yang ditamatkan.
54
Regulasi Pemerintah Daerah adalah Tidak
Regulasi
regulasi terkait ekonomi kreatif terdapat
Pemerintah
yang ditetapkan dan berlaku di regulasi = 0;
Daerah (Dummy
provinsi tersebut. Terdapat
Variable)
regulasi = 1
Jumlah Pengguna Internet di-proxy
dengan persentase jumlah pendu-
Jumlah
duk usia 5 tahun ke atas yang Proporsi
Pengguna
pernah mengakses internet dalam 3 (%)
Internet
bulan terakhir menurut provinsi dan
klasifikasi daerah.
55
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
56
Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.134,00 km2 (8,40%), kemudian
Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas 6.030,47 km2 (8,26%). Sedangkan
luas daerah terkecil adalah Kota Tebing Tinggi dengan luas 31,00 km2
(0,04%).
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat dengan jumlah penduduk
terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Kepadatan penduduk pada tahun 2010 sebesar 188 jiwa per km2. Laju
pertumbuhan penduduk selama 2000-2010 sebesar 1,22% per tahun. Pada
Tahun 2016, penduduk Sumatera Utara berjumlah 14.102.911 jiwa yang
terdiri dari 7.037.326 jiwa penduduk laki-laki dan 7.065.585 jiwa
perempuan atau dengan rasio jenis kelamin/ sex ratio sebesar 99,60.
Pada Tahun 2016, angkatan kerja di Sumatera Utara sebagian besar
berpendidikan SMA, mencapai 36,28%. Selanjutnya, setingkat SD kebawah
dan SMP masing-masing sekitar 31,11% dan 21,23%, sedangkan sisanya
11,38% berpendidikan di atas SMA. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Provinsi Sumatera Utara sebesar 70,00 yang secara nasional peringkatnya
berada pada posisi ke-12 dari 34 provinsi di Indonesia.
Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2016 tercatat sebesar Rp 9,97 triliun, yang terdiri atas Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebesar Rp4,63 triliun, dana perimbangan sebesar Rp 2,27
triliun, dan sisanya dari lain-lain pendapatan daerah yang sah. Adapun
anggaran belanja pada tahun 2016 tersebut adalah sebesar Rp 9,95 triliun,
yang terdiri atas belanja tidak langsung sebesar Rp7,06 triliun, dan belanja
langsung sebesar Rp2,89 triliun. Untuk pembayaran belanja bagi hasil
kepada provinsi/kabupaten/kota dan Pemerintah Desa sebesar Rp2,48
triliun.
PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
pada tahun 2016 sebesar Rp 628,39 triliun. Kategori Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan kontributor utama dengan peranan mencapai 21,65%.
Selanjutnya diikuti oleh kategori Industri Pengolahan sebesar 19,98% dan
kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor sebesar 17,89%. Sementara itu, kategori-kategori lainnya
57
memberikan total kontribusi sebesar 40,48% terhadap perekonomian di
Sumatera Utara. Berdasarkan harga konstan tahun 2010, PDRB Sumatera
Utara pada tahun 2016 sebesar Rp 463,78 triliun.
Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan penduduk Sumatera Utara
menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 di daerah
perkotaan/ perdesaan pada tahun 2016 sebesar Rp853.756 yang terdiri dari
pengeluaran untuk makanan sebesar Rp472.220 (55,31%) dan bukan
makanan sebesar Rp381.537 (44,69%).
Gambar 4.1
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Sumatera Utara
2010-2016 (Jiwa)
280,000
259,299 270,837
260,000
241,833
233,643
240,000
223,126
229,288
220,000
200,000
191,466
180,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Gambar 4.2
Pengguna Internet Sumatera Utara 2010-2016 (%)
25
20.41
20 17.65
14.40
13.27 12.76
15 11.36
9.68
10
5
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
58
2. Provinsi Jawa Barat
Jawa Barat yang merupakan provinsi dengan letak di bagian barat Pulau
Jawa ini terletak di antara 5º50’-7º50’ Lintang Selatan dan 104º48’-108º48’
Bujur Timur. Batas Wilayah Provinsi Jawa Barat sebelah Utara berbatasan
dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta; sebelah timur berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah; sebelah selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia; sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Banten.
Secara administratif, Jawa Barat terbagi menjadi 27 Kabupaten/ Kota,
atau terdiri dari 18 Kabupaten dan 9 Kota, yang membawahi 627 kecamatan,
3.291 desa dan 2.672 kelurahan, dengan kota Bandung sebagai ibukota
Provinsi. Tiga kabupaten terluas di Jawa Barat adalah Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Garut, luasnya mencapai
31,26% terhadap total wilayah Jawa Barat. Untuk daerah 3 kota terluas di
Jawa Barat yaitu Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kota Tasikmalaya.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di
Indonesia, pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 47,38 juta jiwa, terdiri
atas laki-laki sebanyak 24,01 juta jiwa dan perempuan sebanyak 23,37 juta
(sex ratio sebesar 102,75 yang artinya terdapat 102 penduduk laki-laki
dalam setiap 100 penduduk perempuan). Jumlah angkatan kerja sebanyak
21,07 juta orang, dimana 19,20 juta orang (91,1%) di antaranya bekerja di
berbagai sektor usaha, sedangkan sisanya 1,87 juta (8,89%) masih
menganggur. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat meningkat
dari 66,67 pada tahun 2011 menjadi 70,05 pada tahun 2016.
Pada tahun 2016, PDRB (ADHB) mencapai Rp. 1.653 triliun, dan
PDRB (ADHK) sebesar Rp 1.275,5 triliun. Realisasi APBD Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2016 mencapai Rp 26.806,85 miliar. PAD penyumbang
terbesar yaitu sebesar Rp 16.180,20 milyar (60,36%), dengan komponen
pajak daerah berkontribusi sebesar 14.930,51 miliar. Jenis pengeluaran
terbesar berasal dari Belanja Tidak Langsung yaitu sebesar Rp 21.755,51
miliar (75,05%), sedangkan belanja langsung sebesar Rp 6.847,77 miliar.
Selama periode 2010-2015, pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Jawa
Barat (Gambar 4.3), cenderung meningkat secara perlahan di angka 1,9 juta,
59
namun kemudian meningkat lebih dari dua kali lipat di tahun 2016 dari
2,027 juta jiwa menjadi 4,428 juta jiwa. Demikian juga jumlah wisatawan
domestik, selalu mengalami peningkatan dari 45,54 juta orang menjadi
59,64 juta orang (Provinsi Jawa Barat Dalam Angka, BPS, 2016).
Gambar 4.3
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Jawa Barat
2010-2016 (Jiwa)
5,000,000
4,428,094
4,000,000
3,000,000
1,905,378 1,962,639
2,000,000 1,333,512
2,027,629
1,000,000 1,794,401
722,715
-
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Gambar 4.4
Pengguna Internet Jawa Barat 2010-2016 (%)
27.92
30
24.45
25
18.92
20 16.26 15.89
12.91 13.73
15
10
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
60
Magelang dan Boyolali, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten
dan Wonogiri. Sementara, wilayah bagian selatan berbatasan dengan
Samudera Hindia.
Wilayah administrasi DIY terbagi menjadi 5 kabupaten/ kota, yakni
Kulon Progo, Bantul, Gunungkidul, Sleman, dan kota Yogyakarta, dengan
pusat pemerintahan berada di Kota Yogyakarta. Jumlah kecamatan pada
sebanyak 78 kecamatan dan terbagi menjadi 438 desa/ kelurahan. Daerah
dengan wilayah terluas adalah Gunungkidul sebesar 1.485,4 km2 (46,6%
dari luas DIY), sementara, Kota Yogyakarta memiliki wilayah terkecil
sebesar 32,5 km2 (1,02%).
Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk Kabupaten/ Kota Provinsi D.I.
Yogyakarta 2010-2035 jumlah penduduk DIY tahun 2016 tercatat
3.720.912 jiwa, dengan persentase jumlah penduduk laki-laki 49,45% dan
penduduk perempuan 50,55%. Dengan luas wilayah 3.185,80 Km2,
kepadatan penduduk tercatat 1.168 jiwa per Km2. Berdasarkan hasil
Sakernas Agustus 2016, persentase penduduk DIY umur 15 tahun ke atas
menurut kegiatan adalah 71,96% merupakan angkatan kerja yaitu 70,00%
bekerja dan 1,96% pengangguran, sedangkan bukan angkatan kerja sebesar
28,04%, yaitu berstatus sekolah 3,37%, mengurus rumah tangga 14,77%
dan lainnya 3,91%.
Berdasarkan data RAPBD D.I. Yogyakarta tahun 2016, realisasi
penerimaan daerah tercatat sebesar Rp 3,4 triliiun, berasal dari PAD sebesar
46,86%. Dana Perimbangan sebesar 30,06%, serta dari penerimaan lainnya
yang sah sebesar 23,09%. Sedangkan rencana anggaran belanja tahun 2016
tercatat sebesar Rp 3,496 triliiun (Provinsi D.I. Yogyakarta Dalam Angka,
BPS, 2016).
Perekonomian D.I. Yogyakarta (PDRB ADHK) tahun 2016 tumbuh
sebesar 5,05%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh
sebesar 4,95%. Nilai PDRB (ADHB) D.I. Yogyakarta pada tahun 2016
tercatat sebesar Rp 110.098 juta, atau naik 8,53% dari tahun sebelumnya
yang sebesar Rp 101.448 juta. Di sisi lain, peran sektor Pertanian sebagai
penyumbang terbesar dalam perekonomian Provinsi D.I. Yogyakarta
61
semakin tergeser oleh sektor lain. Rata-rata pengeluaran per kapita
penduduk pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp 1.070.963 perbulan, yang
terdiri dari pengeluaran makanan sebesar Rp. 434.005(40,52 %) dan non-
makanan sebesar Rp. 636.958 (59,48 %).
Gambar 4.5
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke D.I. Yogyakarta
2010-2016 (Jiwa)
400,000
355,313
300,000
235,893
308,485
200,000 254,213
197,751
169,565
152,843
100,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Gambar 4.6
Pengguna Internet D.I. Yogyakarta 2010-2016 (%)
40
38.84
35 29.70 34.98
30 25.12 26.46
21.08 22.52
25
20
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
62
berbatasan dengan Pulau Bali. Di sebelah selatan berbatasan dengan
Samudera Hindia, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi
Jawa Tengah.
Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur
daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur mencakup 90% dari
seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur, sedangkan luas Pulau Madura
hanya sekitar 10%. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur yang mencapai
47.799,75 km2, terbagi menjadi 38 Kabupaten/ Kota: 29 Kabupaten dan 9
Kota.
Jumlah penduduk Jawa Timur dari hasil proyeksi yaitu sebesar
39.075.152 jiwa pada tahun 2016 atau naik 0,59 % dibandingkan tahun 2015
sebesar 38.847.561. Kota Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang
paling besar, yaitu 2.862.406 jiwa, diikuti Kabupaten Malang 2.544.315
jiwa dan Kabupaten Jember 2.419.000 jiwa. Jumlah penduduk berumur 15
tahun ke atas di Jawa Timur yang termasuk angkatan kerja sejumlah
20.274.681 orang, sedangkan yang bukan angkatan kerja sejumlah
9.610.164 orang, dengan pendidikan tertinggi paling banyak yaitu SD
sebanyak 5.595.549 jiwa, kemudian disusul oleh SMP dan SMA dengan
masing-masing sejumlah 3.696.203 jiwa dan 3.060.797 jiwa. Jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2016 yaitu 27.764,32 ribu jiwa
dengan penduduk miskin terbanyak yaitu terdapat di Provinsi Jawa Timur
sebesar 4.638,53 ribu jiwa. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa
Timur mencapai 69,74 pada tahun 2016.
Banyaknya sekolah SD selama periode 2015/2016 yang tercatat pada
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, sebanyak 19.533 sekolah dengan
jumlah murid 3.170.002; SMP sebanyak 4.606 sekolah dengan jumlah
murid 1.223.632 dan SMA sebanyak 1.566 sekolah dengan murid sebanyak
505.837. Sementara itu, jumlah MI sebanyak 7.424 sekolah dengan murid
906.183; MTs sebanyak 3.628 sekolah dengan murid 597.480 dan MA
sebanyak 1.654 sekolah dengan murid 290.629 orang.
Realisasi pendapatan daerah pada tahun 2016 sekitar 79,61 triliun
rupiah. Sementara realisasi belanja sekitar 82,91 triliun rupiah. Pengeluaran
63
rata-rata perkapita penduduk per bulan di Jawa Timur tahun 2016 pada
kelompok makanan sebanyak 49,08% dan kelompok bukan makanan
sebanyak 50,92% dengan distribusi terbanyak pada kelompok perumahan,
bahan bakar, penerangan, dan air sekitar 48,82%, diikuti kelompok aneka
barang dan jasa sekitar 25,52%.
Angka PDRB Jawa Timur (ADHB) selama kurun waktu tiga tahun
terakhir adalah masing-masing Rp 1.537.947,63 miliar (2014), Rp
1.692.903,00 (2015), dan Rp 1.855.042,70 miliar (2016). Sementara angka
PDRB Jawa Timur (ADHK 2010), selama kurun waktu tiga tahun terakhir
masing-masing Rp 1.262.684,50 miliar (2014), Rp 1.331.394,99 miliar
(2015) dan Rp 1.405.236,11 miliar (2016).
PDRB (ADHB) menurut pengeluaran di Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2016, urutan pertama konsumsi rumah tangga sebesar Rp
1.108.304,19 miliar, diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
sebesar Rp 518.525,40 miliar. Sedangkan pada komponen pengeluaran
konsumsi pemerintah mengalami penurunan dari tahun 2015 sebesar Rp
109.053,28 miliar menjadi Rp 106.701,74 miliar pada tahun 2016. Peranan
sektoral terhadap pembentukan PDRB ADHB menurut lapangan usaha
tahun 2016, terbesar pada kategori industri pengolahan (28,92%),
perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor (18%),
diikuti pertanian, kehutanan dan perikanan (13,31%), pengadaan air dan
pengolahan sampah, limbah dan daur ulang (0,09%). Pertumbuhan ekonomi
Jawa Timur tahun 2016, terutama didukung oleh pertumbuhan pada
kategori Pertambangan dan Penggalian (14,18%), Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum (8,49%), serta Informasi dan Komunikasi (7,57%).
Wisatawan mancanegara yang datang ke Jawa Timur (Gambar 4.7)
meningkat pada 2010-2013 dengan angka tertinggi sebanyak 255.041 orang
pada tahun 2013. Namun pada tahun 2014-2015 mengalami penurunan, dan
hanya sebanyak 200.851 orang pada tahun 2015. Kemudian meningkat
kembali pada tahun 2016 menjadi 220.570 orang, dimana wisatawan
dengan VISA sebanyak 64.272 orang dan tanpa VISA sebanyak 156.298
orang (Provinsi Jawa Timur Dalam Angka, BPS, 2016).
64
Gambar 4.7
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Jawa Timur
2010-2016 (Jiwa)
300,000
255,041
250,000
220,570
200,000
197,776 217,193
185,815 200,851
150,000 168,888
100,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Gambar 4.8
Pengguna Internet Jawa Timur 2010-2016 (%)
25
24.12
20
15.73 20.56
13.14 13.74
15
10.65
8.97
10
5
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
5. Provinsi Bali
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dikenal dengan
sebutan Pulau Dewata (Paradise Island). Provinsi kepulauan dengan luas
wilayah terkecil di Indonesia, yang hanya seluas 5.636,66 km (0,29% dari
luas kepulauan Indonesia), namun dengan keindahan budaya dan alamnya,
Bali terpilih sebagai Pulau Terbaik DestinAsian Readers Choice Awards
selama 12 tahun berturut-turut, dan sebagai Destinasi Terbaik di Dunia 2017
versi Trip Advisor.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Secara geografis,
Bali terletak di antara Provinsi Nusa Tenggara Barat di bagian timur, Jawa
Timur di sebelah barat, Samudera Hindia di bagian selatan, dan Laut Bali
di bagian utaranya. Secara astronomis, Provinsi Bali terletak pada
65
08°03’40”–08°50’48” Lintang Selatan dan 114°25’53”–115°42’40” Bujur
Timur yang membuatnya beriklim tropis layaknya wilayah lain di
Indonesia. Provinsi Bali diresmikan pada tahun 1959, dengan Ibukota
berada di Kota Denpasar. Provinsi Bali terbagi dari 8 kabupaten dan 1 kota,
yang memuat 57 kecamatan dan 716 desa/ kelurahan. Meliputi Kabupaten
Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Buleleng,
Karangasem, dan Kota Denpasar.
Berdasarkan angka proyeksi penduduk tahun 2016 tercatat jumlah
penduduk di Bali sebanyak 4.200,1 ribu jiwa yang terdiri dari 2.115,0 ribu
jiwa (50,36%) penduduk laki-laki dan 2.085,1 ribu jiwa (49,64%) penduduk
perempuan (sex ratio: 101,43). Dengan luas wilayah 5.636,66 km2, maka
kepadatan penduduk di Bali telah mencapai 745 jiwa/km2. Pada tahun 2016,
penduduk usia kerja di Bali sebanyak 2.463.039 orang, terdiri dari
penduduk yang sudah bekerja 2.416.555 orang (98,11%) dan jumlah
pengangguran terbuka mencapai 46.484 orang (1,89%).
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Bali, selama tahun
2016/2017 jumlah murid SD/MI mencapai 418.444 siswa, jumlah guru
27.655 orang (rasio: 15,13; artinya, tiap guru SD/MI dapat mengajar rata-
rata 15 murid). Pada tingkat SLTP/MTs, jumlah murid sebanyak 204.789
orang, jumlah guru 13.387 orang (rasio: 15,30). Jumlah murid SMU/MA
mencapai 88.937 orang, jumlah guru 4.969 orang (rasio: 17,90). Jumlah
murid pada jenjang SMK sebanyak 92.088 orang, jumlah guru 3.681 orang
(rasio: 25,02).
Berdasarkan hasil Susenas, jumlah penduduk miskin pada September
2016 bertambah 43,85 ribu orang jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk miskin pada September 2015. Pada tahun 2016, garis kemiskinan
perkotaan sebesar Rp 357.427 dan pedesaan Rp 328.033. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Bali pada tahun 2015 mencapai
73,27, lalu meningkat pada tahun 2016 menjadi 73,6. Jika dilihat dari
komponen penyusunnya, angka harapan hidup sebesar 71,41 tahun, harapan
lama sekolah sebesar 13,04 tahun, rata-rata lama sekolah sebesar 8,36 tahun,
dan rata-rata pengeluaran per kapita disesuaikan sebesar Rp 13,28 juta.
66
Realisasi penerimaan Pemprov Bali selama tahun anggaran 2016
mencapai Rp 5,25 triliun, dengan belanja daerah mencapai Rp 5,42 triliun.
Pada tahun anggaran 2016, PAD Bali sebesar Rp 3,04 triliun, atau memberi
kontribusi sekitar 57,90% dari total penerimaan. Sedangkan pengeluaran
tertinggi digunakan untuk belanja tidak langsung yang mencapai Rp 3,86
triliun (71,22%), sisanya sebanyak Rp 1,56 triliun (28,78%) digunakan
untuk belanja langsung.
Gambar 4.9
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Bali 2010-2016 (Jiwa)
5,000,000 4,927,937
4,000,000
3,278,598
4,001,835
3,766,638
3,000,000
2,826,709 2,949,332
2,576,142
2,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
67
B. Analisis dan Pembahasan
1. Perkembangan Ekonomi Kreatif Daerah
a. Provinsi Sumatera Utara
Pertumbuhan ekonomi kreatif di Provinsi Sumatera Utara dibandingkan
dengan ekonomi kreatif di tingkat nasional ditunjukkan oleh Gambar 4.11,
dimana pertumbuhan provinsi Sumatera Utara berada di angka 4,93% pada
tahun 2011 dan terus mengalami peningkatan hingga 6,64% pada tahun
2016 dan melebihi pertumbuhan ekraf nasional. Sementara pertumbuhan
ekraf tingkat nasional cenderung menurun sejak 2011-2015, dan kemudian
meningkat lagi pada tahun 2016.
Gambar 4.11
Pertumbuhan Ekraf Sumatera Utara (ADHK) 2011-2016
7 6.64
6.34
6.05 5.84
6 5.73
%
4
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tabel 4.1
PDRB Ekraf Sumatera Utara (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)
No. Subsektor 2013 2014 2015 2016
1 Arsitektur 637,00 729,44 807,09 899,04
2 Desain Interior 13,35 14,68 15,88 17,12
3 Desain Komunikasi Visual 8,78 9,72 10,73 11,64
4 Desain Produk 18,96 20,72 21,95 23,99
5 Film, Animasi, dan Video 23,83 26,53 28,29 30,37
68
6 Fotografi 80,74 88,37 96,47 105,79
7 Kriya 3.976,75 4.389,93 4.832,38 5.290,72
8 Kuliner 14.339,90 16.410,40 18.253,06 19.970,52
9 Musik 79,05 90,09 100,28 109,21
10 Fashion 708,22 762,51 833,07 901,87
11 Aplikasi dan Game Developer 185,83 201,37 221,28 241,40
12 Penerbitan 965,29 1.065,80 1.193,63 1.311,79
13 Periklanan 135,61 151,59 165,02 180,32
14 Televisi dan Radio 612,58 656,20 692,79 732,35
15 Seni Pertunjukan 42,45 47,33 50,97 54,60
16 Seni Rupa 35,07 37,43 40,18 43,09
a. PDRB Ekraf SUMUT 21.863,40 24.702,10 27.363,10 29.923,80
b. PDRB Non-Ekraf SUMUT 447.600,60 497.252,80 544.358,90 598.470,30
c. PDRB PROV SUMUT 469.464,00 521.955,00 571.722,00 628.394,20
d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 4,66 4,73 4,79 4,76
Sumber: Bekraf, 2017, diolah.
Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.2, pada tahun 2016
sektor ekonomi kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 543.179
orang atau senilai 3,21% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat
nasional, atau senilai 9,07% terhadap total tenaga kerja di Provinsi Sumatera
Utara. Dimana angka jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif tersebut
mengalami penurunan sebanyak 62.940 orang (10,38%) dibandingkan
tahun 2015.
Tabel 4.2
Tenaga Kerja Ekraf Sumatera Utara 2011-2016 (Jiwa)
% Thd
Ekraf Ekraf TK % Thd
Tahun Ekraf
Sumut Nasional Provinsi TK Prov
Nasional
2011 537.354 13.447.184 4,00 5.912.114 9,09
2012 573.722 14.491.426 3,96 5.751.682 9,97
2013 558.982 14.734.949 3,79 5.899.560 9,47
2014 576.553 15.167.573 3,80 5.881.371 9,80
2015 606.119 15.959.590 3,80 5.962.304 10,17
2016 543.179 16.909.690 3,21 5.991.229 9,07
Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.
69
Gambar 4.12
Ekspor Ekraf Sumatera Utara (US$)
90,000,000
87,066,053 87,164,048
80,000,000
83,191,025
73,697,184
70,000,000
67,615,690
56,810,908
60,000,000
54,025,861
50,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Gambar 4.13
Pertumbuhan Ekraf Jawa Barat (ADHK) 2011-2016
7 6.77 6.6
6.35 6.41 6.47
6.34
6 5.73
5.2
%
5.76 4.95
5
4 4.12 4.41
2011 2012 2013 2014 2015 2016
70
11,58% terhadap total PDRB Provinsi Jawa Barat. Distribusi PDRB
Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Barat menunjukkan secara konsisten
didominasi oleh 3 subsektor, yakni: Pada tahun 2016, Kuliner senilai Rp
78.389,58 miliar (40,96%), meskipun nilainya sangat besar namun
kontribusinya terhadap PDRB lebih kecil dibandingkan dengan 4 provinsi
lainnya yang berkontribusi di atas 60%; sebaliknya, Fashion dengan nilai
Rp 66.399,46 miliar (34,7%) menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi
dengan nilai fashion terbesar dibandingkan dengan 4 provinsi lainnya yang
hanya di bawah 8% terhadap PDRB. Selanjutnya, Kriya dengan nilai Rp
28.685,24 miliar (14,99%) pada tahun 2016.
Tabel 4.3
PDRB Ekraf Jawa Barat (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)
No. Subsektor 2013 2014 2015 2016
1 Arsitektur 1.493,91 1.689,43 1.89820 2.021,66
2 Desain Interior 121,90 128,12 138,22 149,14
3 Desain Komunikasi Visual 15,47 17,28 19,13 21,02
4 Desain Produk 68,27 72,91 77,04 81,07
5 Film, Animasi, dan Video 213,74 238,88 264,46 292,01
6 Fotografi 174,21 189,34 205,53 224,23
7 Kriya 22.411,73 24.790,46 26.710,90 28.685,24
8 Kuliner 51.902,74 59.777,75 68.798,15 78.389,58
9 Musik 451,72 514,08 581,52 658,31
10 Fashion 49.338,99 56.190,80 61.851,30 66.399,46
11 Aplikasi dan Game Developer 758,37 845,63 942,84 1.069,28
12 Penerbitan 5.763,71 6.226,38 6.692,13 7.279,84
13 Periklanan 374,91 425,06 462,56 501,26
14 Televisi dan Radio 3.528,13 3.985,13 4.428,28 4.922,97
15 Seni Pertunjukan 314,29 353,89 392,85 437,87
16 Seni Rupa 166,17 176,46 189,26 205,36
a. PDRB Ekraf JABAR 137.098,26 155.621,60 173.652,36 191.338,31
b. PDRB Non-Ekraf JABAR 1.121.891,07 1.230.203,48 1.351.179,84 1.461.251,13
c. PDRB PROV JABAR 1.258.989,33 1.385.825,03 1.524.832,20 1.652.589,44
d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 10,89 11,23 11,39 11,58
Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.4, pada tahun 2016,
sektor ekonomi kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3.808.368
orang atau senilai 22,52% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat
nasional, atau senilai 19,83% terhadap total tenaga kerja di Provinsi Jawa
Barat.
71
Tabel 4.4
Tenaga Kerja Ekraf Jawa Barat 2011-2016 (Jiwa)
Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.14) ekspor ekonomi kreatif provinsi
Jawa Barat mengalami peningkatan sepanjang 2010-2014 dari sebesar
4.916.765.635 US$ menjadi 6.559.144.042 US$. Namun pada tahun 2015-
2016 terjadi penurunan ekspor ekraf menjadi 6.387.752.133 US$ pada tahun
2016, dengan distribusi subsektor: Fashion (72,88% terhadap total ekspor),
Kriya (18,37% terhadap total ekspor), Kuliner (8,5% terhadap total ekspor),
Penerbitan (0,22%) terhadap total ekspor, Seni Rupa (0,0045% terhadap
total ekspor), dan Musik (2,97e-7 % terhadap total ekspor).
Gambar 4.14
Ekspor Ekraf Jawa Barat (US$)
7,000,000,000
6,559,114,042 6,499,246,965
6,500,000,000
6,297,660,326
6,387,752,113
6,000,000,000
5,877,610,565
5,500,000,000 5,831,730,150
5,000,000,000
4,916,769,635
4,500,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
72
c. Provinsi D.I. Yogyakarta
Pertumbuhan ekonomi kreatif di Provinsi D.I. Yogyakarta dibandingkan
dengan ekonomi kreatif di tingkat nasional ditunjukkan oleh Gambar 4.15,
dimana pertumbuhan provinsi D.I. Yogyakarta berada di angka 5,25% pada
tahun 2011, kemudian turun menjadi 4,49% pada tahun 2012, dan pada
tahun 2013 meningkat kembali sebesar 7,39%. Selanjutnya, perkembangan
ekraf D.I. Yogyakarta cenederung mengalami penurunan seiring dengan
ekraf level nasional, namun masih lebih tinggi (5,83%) dibandingkan
dengan level nasional yang sebesar 4,95% pada tahun 2016.
Gambar 4.15
Pertumbuhan Ekraf DI Yogyakarta (ADHK) 2011-2016
7.39
7 6.66
6.34
5.25 5.2
4.95
5
4.41
4.49
4
2011 2012 2013 2014 2015 2016
73
Tabel 4.5
PDRB Ekraf D.I. Yogyakarta (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)
No. Subsektor 2013 2014 2015 2016
1 Arsitektur 119,40 134,10 147,10 160,10
2 Desain Interior 6,30 7,20 8,00 8,60
3 Desain Komunikasi Visual 2,80 3,20 3,60 3,80
4 Desain Produk 1,90 2,20 2,40 2,70
5 Film, Animasi, dan Video 90,90 104,40 118,20 130,80
6 Fotografi 36,70 39,90 43,90 48,10
7 Kriya 1.365,20 1.414,90 1.487,70 1.593,90
8 Kuliner 8.539,30 9.773,50 10.822,80 11.774,70
9 Musik 31,10 33,60 36,00 39,90
10 Fashion 962,90 1.064,60 1.164,00 1.278,70
11 Aplikasi dan Game Developer 872,30 1.019,60 1.173,10 1.305,00
12 Penerbitan 586,40 624,20 657,20 712,90
13 Periklanan 13,30 15,10 16,20 17,90
14 Televisi dan Radio 278,90 292,10 304,60 331,70
15 Seni Pertunjukan 59,70 65,30 72,90 80,40
16 Seni Rupa 196,60 214,50 233,90 262,10
a. PDRB Ekraf DIY 13.163,60 14.808,20 16.291,40 17.751,30
b. PDRB Non-Ekraf DIY 71.760,90 78.034,20 85.156,30 92.347,00
c. PDRB PROV DIY 84.924,50 92.842,50 101.447,70 110.098,30
d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 15,50 15,95 16,06 16,12
Sumber: Bekraf, 2017, diolah.
Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.6, pada tahun 2016,
sektor ekonomi kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 391.044
orang atau senilai 2,31% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat
nasional, atau senilai 19,15% terhadap total tenaga kerja di Provinsi D.I.
Yogyakarta. Dimana angka jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif tersebut
mengalami peningkatan sebanyak 34.836 orang (9,77%) dibandingkan
tahun 2015.
Tabel 4.6
Tenaga Kerja Ekraf D.I. Yogyakarta 2011-2016 (Jiwa)
Ekraf Ekraf % Thd TK % Thd
Tahun
DIY Nasional Ekraf Nas Provinsi TK Prov
2011 325.375 13.447.184 2,42 1.798.595 18,09
2012 344.131 14.491.426 2,37 1.911.720 18,00
2013 363.212 14.734.949 2,46 1.886.071 19,26
2014 373.257 15.167.573 2,46 1.956.043 19,08
2015 356.208 15.959.590 2,23 1.891.218 18,83
2016 391.044 16.909.690 2,31 2.042.400 19,15
Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.
Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.16) ekspor ekraf provinsi D.I.
Yogyakarta mengalami peningkatan sepanjang 2010-2015 dari sebesar
74
157.155.344 US$ menjadi 243.280.375 US$. Namun pada tahun 2016
terjadi penurunan ekspor ekraf menjadi 238.002.466 US$, dengan distribusi
subsektor: Fashion (72,8%), Kriya (26,97), Kuliner (0,14%), Penerbitan
(0,0005%), dan Musik (2,1e-6 %).
Gambar 4.16
Ekspor Ekraf D.I. Yogyakarta (US$)
250,000,000 243,280,375
230,861,702 238,002,466
205,008,545
200,000,000
194,951,054
157,155,344
160,511,739
150,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
75
Gambar 4.17
Pertumbuhan Ekraf Jawa Timur (ADHK) 2011-2016
7.33
7 6.7
6.34
6 5.73 5.76 5.42 5.67
%
5.2 4.95
5 5.17
4.41
4.43
4
2011 2012 2013 2014 2015 2016
76
Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.8, sektor ekonomi
kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.752.814 orang atau
senilai 16,28% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat nasional, atau
senilai 14,4% terhadap total tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur. Dimana
angka jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif tersebut mengalami peningkatan
sebanyak 136.957 (5,23%) dibandingkan tahun 2015.
Tabel 4.8
Tenaga Kerja Ekraf Jawa Timur 2011-2016 (Jiwa)
Ekraf Ekraf % Thd TK % Thd
Tahun
Jatim Nasional Ekraf Nas Provinsi TK Prov
2011 2.070.657 13.447.184 15,40 18.604.866 11,13
2012 2.428.465 14.491.426 16,76 19.411.256 12,51
2013 2.437.676 14.734.949 16,54 19.553.910 12,47
2014 2.459.741 15.167.573 16,22 19.306.508 12,74
2015 2.615.857 15.959.590 16,39 19.367.777 13,51
2016 2.752.814 16.909.690 16,28 19.114.563 14,40
Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.
Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.18) ekspor ekraf provinsi Jawa
Timur cenderung mengalami peningkatan yang cukup pesat sepanjang
2010-2016 dari sebesar 1.229.306.376 US$ pada tahun 2011, menjadi
4.869.590.274 US$ pada tahun 2016, dengan distribusi subsektor: Kriya
(89,76%), Fashion (6,44%), Kuliner (3,88%), Penerbitan (0,013%), Seni
Rupa (0,0033%), dan Musik (2,91e-6).
Gambar 4.18
Ekspor Ekraf Jawa Timur (US$)
5,000,000,000 4,869,590,274
4,000,000,000
3,237,736,855 4,037,421,165
3,000,000,000
2,000,000,000 1,403,516,934
1,444,318,814
1,000,000,000 1,401,377,950
1,229,306,376
-
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
77
e. Provinsi Bali
Pertumbuhan ekonomi kreatif di Provinsi Bali dibandingkan dengan
ekonomi kreatif di tingkat nasional ditunjukkan oleh Gambar 4.19, dimana
pertumbuhan ekraf provinsi Bali cenderung meningkat selama 2011-2014,
dari sebesar 4,63% pada tahun 2011, menjadi 8,09% pada tahun 2014.
Namun kemudian mengalami penurunan pada 2015-2016, menjadi sebesar
7,33% pada tahun 2016. Sementara itu, pertumbuhan ekraf tingkat nasional
cenderung menurun sejak 2011-2015, dan kemudian meningkat pada level
4,95% di tahun 2016.
Gambar 4.19
Pertumbuhan Ekraf Bali (ADHK) 2011-2016
8.09
8 7.6
7.33
7
6.34
%
5.73 5.76
6
5.2
4.95
5 4.63 5.44
5.14 4.41
4
2011 2012 2013 2014 2015 2016
78
Tabel 4.9
PDRB Ekraf Bali (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)
No. Subsektor 2013 2014 2015 2016
1 Arsitektur 150,31 166,11 190,81 214,33
2 Desain Interior 17,28 19,15 21,30 23,55
3 Desain Komunikasi Visual 4,86 5,28 5,81 6,27
4 Desain Produk 6,38 6,97 7,63 8,18
5 Film, Animasi, dan Video 12,78 13,50 14,43 15,08
6 Fotografi 68,61 78,05 88,87 98,78
7 Kriya 3.342,18 3.838,32 4.384,53 4.718,65
8 Kuliner 11.478,65 13.143,88 14.754,81 16.539,10
9 Musik 29,40 33,03 37,19 41,05
10 Fashion 985,98 1.108,56 1.246,13 1.333,36
11 Aplikasi dan Game Developer 192,73 208,15 228,76 242,75
12 Penerbitan 652,08 709,86 774,28 831,78
13 Periklanan 51,17 56,05 63,97 71,98
14 Televisi dan Radio 144,19 156,45 171,34 184,24
15 Seni Pertunjukan 89,41 101,61 117,36 132,39
16 Seni Rupa 83,45 96,15 109,15 121,27
a. PDRB Ekraf Bali 17.309,46 19.741,12 22.216,38 24.582,79
b. PDRB Non-Ekraf Bali 117.098,07 136.654,61 154.939,96 170.793,52
c. PDRB PROV Bali 134.407,53 156.395,73 177.156,34 195.376,31
d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 12,88 12,62 12,54 12,58
Sumber: Bekraf, 2017, diolah.
Tabel 4.10
Tenaga Kerja Ekraf Bali 2011-2016 (Jiwa)
Ekraf % Thd TK % Thd
Tahun Ekraf Bali
Nasional Ekraf Nas Provinsi TK Prov
2011 365.112 13.447.184 2,72 2.159.158 16,91
2012 377.878 14.491.426 2,61 2.252.475 16,78
2013 420.688 14.734.949 2,86 2.242.076 18,76
2014 436.931 15.167.573 2,88 2.272.632 19,23
2015 465.265 15.959.590 2,92 2.324.805 20,01
2016 557.126 16.909.690 3,29 2.416.555 23,05
Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.
79
Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.20) ekspor ekraf provinsi Bali
cenderung mengalami penurunan sepanjang 2010-2016 dari sebesar
336.167.550 US$ pada tahun 2011, menjadi 247.337.582 US$ pada tahun
2016, dengan distribusi subsektor: Kriya (63,25%), Fashion (35,84), Seni
Rupa (0,59%), Kuliner (0,18%), dan Penerbitan (0,11%).
Gambar 4.20
Ekspor Ekraf Bali (US$)
400,000,000
345,631,598
350,000,000
309,135,594
336,167,550
300,000,000 281,743,785
282,711,259
250,000,000
256,294,459
247,337,582
200,000,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
80
Tabel 4.11
Nilai LQ 5 Provinsi
Provinsi
No. Subsektor
SUMUT JABAR DIY JATIM BALI
1 Arsitektur 1,39* 0,50 0,41 0,65 0,38
2 Desain Interior 0,40 0,54 0,29 0,22 0,57
3 Desain Komunikasi Visual 0,68 0,18 0,35 0,37 0,42
4 Desain Produk 0,36 0,18 0,06 0,28 0,13
5 Film, Animasi, dan Video 0,60 0,93 4,92* 0,54 0,46
6 Fotografi 0,84 0,27 0,63 0,34 0,88
7 Kriya 1,07* 0,98 0,60 1,33* 1,26*
8 Kuliner 1,53* 0,92 1,44* 1,41* 1,50*
9 Musik 0,82 0,70 0,54 0,74 0,37
10 Fashion 0,15 1,89* 0,38 0,40 0,29
11 Aplikasi dan Game Developer 0,46 0,30 4,78* 0,81 0,61
12 Penerbitan 0,68 0,63 0,78 0,35 0,67
13 Periklanan 0,81 0,34 0,12 0,65 0,35
14 Televisi dan Radio 0,32 0,31 0,24 0,35 0,10
15 Seni Pertunjukan 0,74 0,86 1,73* 0,58 1,89*
16 Seni Rupa 0,75 0,51 7,06* 0,66 2,16*
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder untuk LQ tahun 2016.
81
Film, Animasi, & Video yang memiliki nilai LQ>1 sepanjang tahun 2010-
2014, kemudian pada tahun 2015-2016 menjadi 0,98 dan 0,93; (2) Kriya
dengan nilai LQ>1 pada tahun 2010-2014, kemudian menurun menjadi 0,98
pada tahun 2015-2016; angka tersebut menjadikan subsektor Film, Animasi,
& Video, dan Kriya tidak lagi termasuk dalam subsektor basis ekonomi
kreatif Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, terlihat
bahwa hanya provinsi Jawa Barat yang tidak memiliki subsektor basis
Kuliner. Meskipun pada tahun 2016 pendapatan Kuliner senilai Rp
78.389,58 miliar, namun kontribusinya hanya 40,96% terhadap PDRB
Ekraf Jawa Barat, lebih kecil dibandingkan dengan 4 provinsi lainnya yang
masing-masing berkontribusi di atas 60%.
Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 5 subsektor basis (LQ>1) yang
konsisten selama tahun 2010-2016, yaitu: (1) Seni Rupa dengan nilai LQ
terbesar pada tahun 2016 yaitu 7,06; (2) Film, Animasi, & Video dengan
nilai LQ sebesar 4,92; (3) Aplikasi & Game Developer dengan nilai LQ
4,78; (4) Seni Pertunjukan dengan nilai LQ 1,73; dan (5) Kuliner dengan
nilai LQ 1,44. Sementara itu, subsektor non-basis (LQ<1) yang memiliki
nilai LQ terendah adalah subsektor Desain Produk sebesar 0,06 dan
Periklanan 0,12 pada tahun 2016.
Provinsi Jawa Timur memiliki 2 subsektor basis (LQ>1) yang konsisten
selama tahun 2010-2016, yaitu: (1) Kuliner dengan nilai LQ terbesar pada
tahun 2016 yaitu 1,41; dan (2) Kriya dengan nilai LQ sebesar 1,33.
Sementara itu, subsektor non-basis (LQ<1) dengan nilai LQ terendah adalah
subsektor Desain Interior sebesar 0,22 dan Desain Produk 0,28 pada tahun
2016.
Provinsi Bali memiliki 4 subsektor basis (LQ>1) yang konsisten selama
tahun 2010-2016, yaitu: (1) Seni Rupa dengan nilai LQ terbesar pada tahun
2016 yaitu 2,16; (2) Seni Pertunjukan dengan nilai LQ sebesar 1,89; (3)
Kuliner dengan nilai LQ sebesar 1,50; dan (4) Kriya dengan nilai LQ
sebesar 1,26. Hasil perhitungan ini sesuai dengan data jumlah usaha/
perusahaan yang ada di Bali, dimana subsektor Seni Rupa adalah yang
terbanyak dibandingkan dengan provinsi lainnya dengan jumlah sebanyak
82
3.643 unit usaha, dan Kriya sebanyak 162.318 unit usaha (Bekraf, 2017).
Sementara itu, subsektor non-basis (LQ<1) dengan nilai LQ terendah adalah
subsektor Televisi & Radio sebesar 0,1 dan Desain Produk 0,13 serta
Fashion 0,29 pada tahun 2016.
b. Dynamic Location Quotient (DLQ)
Dynamic Location Quotient (DLQ) digunakan untuk mengetahui
proporsi antara laju pertumbuhan subsektor terhadap laju pertumbuhan
PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi, dibandingkan dengan laju pertumbuhan
subsektor yang sama di tingkat nasional terhadap PDB (Nasional). Hasil
perhitungan DLQ ditunjukkan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12
Nilai DLQ 5 Provinsi
Nilai DLQ Provinsi
No. Subsektor
SUMUT JABAR DIY JATIM BALI
1 Arsitektur 0,966 1,052* 0,902 0,957 0,892
2 Desain Interior 0,888 1,009* 0,923 0,816 0,911
3 Desain Komunikasi Visual 0,857 0,905 0,939 0,860 0,814
4 Desain Produk 1,001* 0,918 1,238* 0,920 0,969
5 Film, Animasi, dan Video 0,775 0,916 1,043* 1,030* 0,824
6 Fotografi 0,969 0,959 1,050* 0,997 1,008*
7 Kriya 0,959 0,966 0,887 0,956 1,049*
8 Kuliner 1,081* 1,119* 1,024* 1,103* 1,048*
9 Musik 0,903 0,957 0,908 0,849 0,887
10 Fashion 0,856 0,951 1,057* 0,918 0,960
11 Aplikasi dan Game Developer 0,926 0,975 1,360* 0,847 0,883
12 Penerbitan 0,914 0,898 1,077* 0,875 1,003*
13 Periklanan 0,911 0,955 0,951 1,049* 0,852
14 Televisi dan Radio 0,718 0,893 0,673 0,701 0,715
15 Seni Pertunjukan 0,844 0,945 0,883 0,818 0,873
16 Seni Rupa 1,052* 0,951 0,997 0,898 0,981
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
83
Kuliner; dan Penerbitan. Nilai DLQ>1 menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan subsektor ekonomi kreatif di tingkat provinsi terhadap laju
PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi, lebih cepat dibandingkan laju
pertumbuhan subsektor yang sama di tingkat nasional terhadap PDB
(Nasional).
Tabel 4.13
Klasifikasi LQ dan DLQ Sumatera Utara
Kriteria LQ > 1 LQ < 1
1. Desain Produk
DLQ > 1 1. Kuliner
2. Seni Rupa
1. Desain Interior
2. Desain Komunikasi Visual
3. Film, Animasi, dan Video
4. Fotografi
5. Musik
1. Arsitektur
DLQ < 1 6. Fashion
2. Kriya
7. Aplikasi dan Game Developer
8. Penerbitan
9. Periklanan
10. Televisi dan Radio
11. Seni Pertunjukan
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
84
Tabel 4.14
Klasifikasi LQ dan DLQ Jawa Barat
Kriteria LQ > 1 LQ < 1
1. Arsitektur
DLQ > 1 - 2. Desain Interior
3. Kuliner
1. Desain Komunikasi Visual
2. Desain Produk
3. Film, Animasi, dan Video
4. Fotografi
5. Kriya
6. Musik
DLQ < 1 1. Fashion
7. Aplikasi dan Game Developer
8. Penerbitan
9. Periklanan
10. Televisi dan Radio
11. Seni Pertunjukan
12. Seni Rupa
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
Berdasarkan klasifikasi pada LQ & DLQ Jawa Barat pada Tabel 4.14,
terlihat bahwa subsektor Fashion adalah subsektor unggulan yang
berpotensi tidak menjadi unggul lagi di Jawa Barat pada masa mendatang
karena memiliki nilai LQ>1 namun DLQ<1. Sedangkan subsektor
Arsitektur, Desain Interior dan Kuliner merupakan subsektor non-basis
yang memiliki potensi untuk menjadi subsektor basis/ unggulan di masa
mendatang karena memiliki LQ<1 dan DLQ>1. Sisanya, 12 subsektor
lainnya merupakan subsektor non-basis yang belum memiliki potensi
menjadi unggulan di masa mendatang karena memiliki nilai LQ<1 dan
DLQ<1.
Tabel 4.15
Klasifikasi LQ dan DLQ D.I. Yogyakarta
Kriteria LQ > 1 LQ < 1
1. Desain Produk
1. Film, Animasi, dan Video 2. Fotografi
2. Kuliner 3. Fashion
DLQ > 1
3. Aplikasi dan Game 4. Penerbitan
Developer 5. Seni Pertunjukan
6. Seni Rupa
1. Arsitektur
2. Desain Interior
3. Desain Komunikasi Visual
DLQ < 1 - 4. Kriya
5. Musik
6. Periklanan
7. Televisi dan Radio
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
85
Berdasarkan klasifikasi LQ & DLQ D.I. Yogyakarta pada Tabel 4.15,
terlihat bahwa subsektor Film, Animasi, dan Video; Kuliner; dan Aplikasi
dan Game Developer merupakan subsektor ekonomi kreatif unggulan di
provinsi D.I. Yogyakarta dan masih akan terus unggul di masa mendatang
karena memiliki nilai LQ>1 dan DLQ>1. Sedangkan Subsektor Desain
Produk, Fotografi, Fashion, Penerbitan, Seni Pertunjukan dan Seni Rupa
adalah subsektor non-basis yang memiliki potensi untuk menjadi subsektor
basis/ unggulan di masa mendatang karena memiliki LQ<1 dan DLQ>1.
Sisanya, 7 subsektor lainnya (Arsitektur, Desain Interior, Desain
Komunikasi Visual, Kriya, Musik, Periklanan, serta Televisi dan Radio)
merupakan subsektor non-basis yang belum memiliki potensi menjadi
unggulan di masa mendatang karena memiliki nilai LQ<1 dan DLQ<1.
Tabel 4.16
Klasifikasi LQ dan DLQ Jawa Timur
Kriteria LQ > 1 LQ < 1
1. Film, Animasi, dan Video
DLQ > 1 1. Kuliner
2. Periklanan
1. Arsitektur
2. Desain Interior
3. Desain Komunikasi Visual
4. Desain Produk
5. Fotografi
6. Musik
DLQ < 1 1. Kriya
7. Fashion
8. Aplikasi dan Game Developer
9. Penerbitan
10. Televisi dan Radio
11. Seni Pertunjukan
12. Seni Rupa
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
86
lainnya merupakan subsektor non-basis yang belum berpotensi menjadi
unggulan di masa mendatang karena memiliki nilai LQ<1 dan DLQ<1.
Tabel 4.17
Klasifikasi LQ dan DLQ Bali
Kriteria LQ > 1 LQ < 1
1. Kriya 1. Fotografi
DLQ > 1
2. Kuliner 2. Penerbitan
1. Arsitektur
2. Desain Interior
3. Desain Komunikasi Visual
4. Desain Produk
1. Seni Pertunjukan 5. Film, Animasi, dan Video
DLQ < 1
2. Seni Rupa 6. Musik
7. Fashion
8. Aplikasi dan Game Developer
9. Periklanan
10. Televisi dan Radio
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
Berdasarkan klasifikasi LQ & DLQ Bali pada Tabel 4.17, terlihat bahwa
subsektor Kriya dan Kuliner merupakan subsektor ekonomi kreatif
unggulan di provinsi Bali dan masih akan terus unggul di masa mendatang
karena memiliki nilai LQ>1 dan DLQ>1. Sedangkan subsektor Seni
Pertunjukan dan Seni Rupa adalah subsektor unggulan yang berpotensi
tidak menjadi unggul lagi di Bali karena miliki nilai LQ>1 namun DLQ<1.
Sebaliknya, subsektor Fotografi, dan Penerbitan adalah subsektor non-basis
yang memiliki potensi untuk menjadi subsektor basis/ unggulan di masa
mendatang karena memiliki LQ<1 dan DLQ>1. Sisanya, 10 subsektor
lainnya merupakan subsektor non-basis yang belum memiliki potensi
menjadi unggulan di masa mendatang karena memiliki nilai LQ<1 dan
DLQ<1.
87
a. Uji Chow (CEM vs FEM)
Pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled
Least Square Model atau Fixed Effect Model, maka digunakan uji F
Restricted dengan membandingkan nilai cross-section F. Dalam
pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Common Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Pada Tabel 4.18 Uji Chow di atas diperoleh nilai probabilitas cross-
section F sebesar 0,0000 yang nilainya < 0,05 artinya terima H1 tolak
H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa model FEM lebih tepat
dibandingkan dengan model CEM.
88
Tabel 4.19
Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Dimana:
EKRAF = PDRB Ekonomi Kreatif
TOURISM = Perkembangan Sektor Pariwisata
EDU = Tingkat Pendidikan
DREG = Dummy Regulasi Pemerintah Daerah
INET = Jumlah Pengguna Internet
e = error terms
89
Dari persamaan regresi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 3,651117 menyatakan bahwa jika Perkembangan
Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat Pendidikan (EDU),
Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah Pengguna Internet
(INET) dianggap konstan, maka PDRB Ekonomi Kreatif sebesar
3,651117.
2) Nilai koefisien regresi Perkembangan Sektor Pariwisata
(TOURISM) sebesar 0,045880; artinya jika terjadi penambahan
sektor pariwisata sebesar 1% maka PDRB ekonomi kreatif akan
bertambah sebesar 4,5%.
3) Nilai koefisien regresi Tingkat Pendidikan (EDU) sebesar 2,765516;
artinya jika terjadi peningkatan Tingkat Pendidikan sebesar 1%
maka PDRB ekonomi kreatif akan bertambah sebesar 276,5%.
4) Nilai koefisien Dummy Regulasi Pemerintah Daerah (DREG)
sebesar 0,000946.
5) Nilai koefisien regresi Jumlah Pengguna Internet (INET) sebesar
0,135259; artinya jika terjadi peningkatan jumlah Pengguna Internet
sebesar 1% maka PDRB ekonomi kreatif akan bertambah sebesar
13,52%.
Tabel 4.21
Cross-section Effect
Variable Coefficient Nilai PDRB
C 3.651117
Fixed Effects (Cross)
BALI--C -0.872842 2.77828
DIY--C -1.314403 2.33671
JABAR--C 1.360859 5.01198
JATIM--C 1.640401 5.29152
SUMUT--C -0.814014 2.83710
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
90
Interpretasi Cross-section Effect pada Tabel 4.21 sebagai berikut:
1. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat
Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah
Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka
PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Sumatera Utara sebesar 2,83710
satuan.
2. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat
Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah
Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka
PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Barat sebesar 5,01198
satuan.
3. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat
Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah
Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka
PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar 2,33671
satuan.
4. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat
Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah
Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka
PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Timur sebesar 5,29152
satuan.
5. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat
Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah
Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka
PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Bali sebesar 2,77828 satuan.
91
Jika nilai Prob Jarque-Bera > 0,05 (tidak signifikan), maka terima
H0, tolak H1. Hasil perhitungan (Tabel 4.22), didapatkan nilai Jarque-
Bera sebesar 2,919583 dengan nilai probabilitas sebesar 0,232285 yang
artinya nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (0,05). Maka
dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi normal.
Tabel 4.22
Uji Normalitas
Jarque-Bera 2.919583
Probability 0.232285
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
b. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu dengan observasi
dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul
pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data
masa sekarang dipengaruhi data masa sebelumnya. Meskipun demikian,
tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang bersifat antar
objek (Winarno, 2015:5.31, dalam Hidayati, 2016). Untuk mendeteksi
adanya autokorelasi dengan menggunakan nilai Durbin-Watson dengan
penjelasan sebagai berikut:
Bila nilai DW terletak antara batas atas (du) dan (4 – du), maka
koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada
autokorelasi.
Bial nilai DW lebih rendah daripada batas bawah (dl), maka
koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada
autokorelasi positif.
Bila nilai DW lebih besar daripada (4 – dl), maka koefisien
autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi
negatif.
Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah
(dl) maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
Bila nilai DW terletak antara (4 – du) dan (4 – dl), maka hasilnya
tidak dapat disimpulkan.
92
Tabel 4.23
Uji Durbin-Watson
Durbin-
DL DU 4 – DU 4 – DL
Watson stat
1.28330 1.65282 1.78619 2.34718 2.71670
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder & Tabel DW (K=4, T=35, α=5%)
c. Uji Heteroskedastisitas
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada
atau tidaknya masalah heteroskedastisitas, di antaranya adalah dengan
menggunakan uji Glejser. Uji Glejser yaitu dengan meregresi semua
variabel, sebagai variabel dependennya menggunakan nilai absolut
residual (Winarno, 2015, dalam Hidayati, 2016). Dengan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Tidak terjadi heteroskedastisitas
H1 : Terjadi heteroskedastisitas
93
Dari hasil Uji Glejser pada Tabel 4.28 dapat diketahui nilai
probabilitas semua variabel independen tidak signifikan atau lebih dari
0,05 maka terima H0 tolak H1. Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi
heteroskedastisistas.
d. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan kondisi adanya hubungan linier antar
variabel independen. Multikolinieritas dapat diketahui atau dilihat dari
nilai correlation matrix dari semua variabel bebas. Jika correlation
matrix semua variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi
multikolinieritas, dan sebaliknya jika nilai correlation matrix semua
variabel bebas kurang dari 0,8 maka tidak terjadi multikolinieritas.
Tabel 4.25
Uji Multikolinieritas
TOURISM EDU DREG INET
TOURISM 1 -0.072458 0.036642 0.253062
EDU -0.072458 1 -0.668429 0.455706
DREG 0.036642 -0.668429 1 -0.074473
INET 0.253062 0.455706 -0.074473 1
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
94
Tabel 4.26
Koefisisen Determinasi
R-squared 0.999661
6. Pengujian Hipotesis
a. Uji F-Statistik (Simultan) dan Analisis Interpretasi
Untuk menguji apakah terdapat pengaruh variabel bebas
(perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi
pemerintah, dan jumlah pengguna internet) secara simultan atau
bersama-sama terhadap variabel terikat (PDRB Ekonomi Kreatif), maka
digunakan Uji-F dengan cara membandingkan F-Statistik dengan F-
Tabel, dengan hipotesis sebagai berikut.
H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara semua
variabel bebas terhadap variabel terikatnya.
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara semua variabel
bebas terhadap variabel terikatnya.
Tabel 4.27
Nilai Probabilitas (F-statistik)
F-statistic 9577.721
Prob (F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
95
Nilai probabilitas F-statistik pada Tabel 4.27 di atas sebesar 0.00
lebih kecil dari 0,05 maka tolak H0 dan terima H1. Artinya, variabel
perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi
pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet secara bersama-sama
atau secara simultan berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi
Kreatif 5 provinsi.
Tabel 4.28
Nilai Probabilitas (t-Statistik)
Variable Prob.
C 0.0064
TOURISM 0.0382
EDU 0.0007
DREG 0.9588
INET 0.0429
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
96
Dari hasil estimasi pada Tabel 4.28, nilai probabilitas TOURISM
sebesar 0,0382 < 0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara Perkembangan Sektor Pariwisata terhadap PDRB
Ekonomi Kreatif, yang artinya peningkatan pertumbuhan sektor
pariwisata akan meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi.
Penemuan ini turut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Can-
Seng Ooi, Ph.D (2006) dari Copenhagen Business School, yang
mengkaji tentang “Tourism and the Creative Economy in Singapore”.
Ooi menjelaskan bahwa ekonomi kreatif dan sektor wisata merupakan
dua hal yang saling berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika
dikelola dengan baik. Sektor pariwisata akan mendukung dan juga
mendapat manfaat dari sektor ekonomi kreatif. Wisatawan akan
mengonsumsi banyak produk kreatif, terutama yang terdapat dalam
sektor seni dan budaya. Dan ekonomi kreatif yang bergairah dan
menarik juga akan mempromosikan citra suatu daerah tersebut dan pada
akhirnya akan menarik lebih banyak wisatawan.
Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki keterkaitan yang
cukup erat. Pemerintah Indonesia sendiri telah menyadari pentingnya
sinergitas antara kedua sektor tersebut. Pada tahun 2011, di periode
kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi
perubahan nama dan ruang lingkup Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf), dimana Menteri yang menjabat di Kementerian
tersebut adalah Mari Elka Pangestu. Ia menilai sektor pariwisata
memiliki kaitan erat dengan ekonomi kreatif, dengan mengasumsikan
bahwa setiap wisatawan yang datang ke suatu daerah akan membeli
cenderamata atau oleh-oleh produk industri kreatif.
Pernyataan tersebut kemudian didukung dengan survei Kemenpar
(dalam Neraca Satelit Pariwisata Nasional/ Nesparnas 2017), dimana
rata-rata wisatawan menghabiskan 4,94 – 6,54% untuk membeli
cenderamata (souvenir), dan 2,65 – 5,47% untuk jasa seni budaya,
menonton pertunjukan, dll., yang mana hal tersebut termasuk dalam
97
ruang lingkup ekonomi kreatif. Kini, pada era kepemimpinan Presiden
Joko Widodo, tepatnya pada 20 Januari 2015 melalui Peraturan Presiden
Nomor 6 Tahun 2015, urusan ekonomi kreatif di Kemenparekraf
dipisahkan menjadi lembaga tersendiri yaitu Badan Ekonomi Kreatif
yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri
Pariwisata.
Dari hasil estimasi pada Tabel 4.28, nilai probabilitas EDU sebesar
0,0007 < 0.05. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara Tingkat Pendidikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, yang
artinya peningkatan Tingkat Pendidikan akan meningkatkan PDRB
Ekonomi Kreatif 5 provinsi. Penemuan ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Awalia et. al (2013), yang menganalisis pengaruh
tingkat Pendidikan (yang di-proxy dengan jumlah SMK/ Sekolah
Menengah Kejuruan yang ada di Indonesia) terhadap PDB industri
kreatif periode 2006-2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan berpengaruh signifikan terhadap PDB industri kreatif
dengan koefisien sebesar 2,09e-08.
Penemuan ini juga turut mendukung penelitian yang dilakukan
Jianpeng Zhang dan Kloudova tentang faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan industri kreatif di 23 daerah di China pada tahun 2007,
dimana variabel tingkat pendidikan (yang di-proxy dengan jumlah
mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi) memiliki pengaruh yang
siginifikan dan linier terhadap pertumbuhan industri kreatif.
98
3) Regulasi Pemerintah Daerah (DREG)
Pengujian signifikansi secara parsial Regulasi Pemerintah Daerah
(dummy variable) terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, dengan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Regulasi Pemerintah Daerah tidak berpengaruh signifikan
terhadap PDRB Ekonomi Kreatif
H1 : Regulasi Pemerintah Daerah berpengaruh signifikan terhadap
PDRB Ekonomi Kreatif
Dari hasil estimasi pada Tabel 4.28, nilai probabilitas DREG sebesar
0,9588 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara Regulasi Pemerintah Daerah terhadap PDRB
Ekonomi Kreatif. Artinya, ada atau tidaknya Regulasi Pemerintah
Daerah pada periode tersebut tidak memiliki pengaruh yang berbeda
dalam meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi. Penemuan ini
berlainan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Awalia et. al
(2013), yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah (dengan variabel
dummy sebelum dan sesudah terbentuknya Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif) berpengaruh signifikan terhadap PDB industri kreatif
selama periode 2006-2013, dengan koefisien sebesar 0,514356, yang
artinya beda rata-rata antara PDB industri kreatif sebelum dan sesudah
pembentukan Kemenparekraf adalah sebesar 0,541356 miliar rupiah.
Koefisien yang bernilai positif menandakan bahwa PDB industri kreatif
lebih tinggi setelah pembentukan Kemenparekraf.
Hal ini dikarenakan peraturan atau regulasi pemerintah daerah yang
ada pada periode penelitian belum menyentuh pada level substansial dan
teknis, seperti aspek bantuan permodalan, penguatan kapasitas
produksi, distribusi, promosi, perlindungan kekayaan intelektual, dan
sebagainya. Saksono (Badan Penelitian dan Pengembangan –
Kementerian Dalam Negeri, 2012) menilai ekonomi kreatif di Indonesia
belum sepenuhnya didukung regulasi/ kebijakan yang memadai,
sehingga kondisinya relatif jauh dari kondusif. Implikasinya, berbagai
kesulitan seringkali dialami stakeholders ekonomi kreatif. Suka tidak
99
suka dan mau tidak mau, Pemerintah maupun pemerintahan daerah
dihadapkan pada pilihan untuk segera mereduksi sejumlah kendala
dimaksud melalui terobosan, sehingga dapat menghemat waktu untuk
lebih mengoptimalkan pengembangan ekonomi kreatif.
Pada kenyataannya, tidak semua daerah/ provinsi memiliki regulasi
atau peraturan pemerintah daerah terkait ekonomi kreatif. Berdasarkan
data yang ada, hanya provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur saja yang
sudah memiliki peraturan daerah untuk ekonomi kreatif selama periode
2010-2016, yaitu: (1) Keputusan Gubernur No. 500/Kep.146-
Bapp/2012 tentang Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Provinsi
Jawa Barat; (2) Keputusan Gubernur No. 188/427/ KPTS/013/2011
tentang Tim Koordinasi Pengembangan Ekonomi Kreatif (PEK)
Provinsi Jawa Timur; dan Perda No. 8 tahun 2014 tentang Pembangunan
dan Pemberdayaan Perfilman Jawa Timur.
Sementara itu, peraturan dan kebijakan yang lebih substansial
muncul pada tahun 2017 (setelah periode penelitian ini), antara lain:
MoU antara Badan Ekonomi Kreatif dan Institut Seni Indonesia
(ISI) Yogyakarta tentang Riset, Edukasi, dan Pengembangan
Ekonomi Kreatif
Perda D.I. Yogyakarta No. 9 tahun 2017 tentang Pemberdayaan
dan Perlindungan Industri Kreatif, Koperasi, dan Usaha Kecil
Perda Jawa Barat No. 15 tahun 2017 tentang Pengembangan
Ekonomi Kreatif
Perda Jawa Barat No. 10 tahun 2018 tentang Pengelolaan
Kekayaan Intelektual
MoU antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Badan
Ekonomi Kreatif, pada 7 November 2018 tentang Pembentukan
Badan Ekonomi Kreatif Daerah Jawa Barat
100
yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir menurut
provinsi dan klasifikasi daerah) terhadap PDRB Ekonomi Kreatif,
dengan hipotesis sebagai berikut:
Dari hasil estimasi pada Tabel 4.28, nilai probabilitas INET sebesar
0,0429 < 0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara Perkembangan Pengguna Internet terhadap PDRB Ekonomi
Kreatif, yang artinya peningkatan jumlah Pengguna Internet akan
meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi. Hasil temuan
pengaruh jumlah pengguna internet dalam perekonomian ini senada
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitan dan Pelatihan
Ekonomi dan Bisnis (P2EB) Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun
2017, menyatakan bahwa setiap 10% peningkatan jumlah total
pengguna internet seluler akan meningkatkan Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) sebesar 0,4% (dalam Kompas.com/ Yoga H.W., 2017).
Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2018) yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh jaringan internet terhadap
pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN. Variabel yang
digunakan adalah Fixed Broadband, Mobile Subcription dan Dummy
Subcription.
Sementara lebih spesifik pada sektor ekonomi kreatif, hasil temuan
dalam penelitian ini sejalan dengan hasil temuan Tripurwanta (2017),
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh jumlah pengguna internet
terhadap pendapatan subsektor industri kreatif Aplikasi dan Game
Developer, dengan koefisien sebesar 9,411e-06, yang berarti setiap
peningkatan jumlah pengguna internet sebanyak 1 jiwa akan menaikkan
PDB subsektor industri kreatif Aplikasi dan Game Developer sebesar
0,00000099411 miliar rupiah atau sebesar 994,11 rupiah.
101
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Hasil analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa terdapat
subsektor unggulan di setiap provinsi selama periode 2010-2016. Provinsi
Sumatera Utara memiliki 3 subsektor basis: Arsitektur; Kriya; dan Kuliner.
Provinsi Jawa Barat hanya memiliki 1 subsektor basis, yaitu Fashion.
Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 5 subsektor basis: Film, Animasi, dan
Video; Kuliner; Aplikasi dan Game Developer; Seni Pertunjukan; dan Seni
Rupa. Provinsi Jawa Timur memiliki 2 subsektor basis: Kriya; dan Kuliner.
Provinsi Bali memiliki 4 subsektor basis: Kriya; Kuliner; Seni Pertunjukan;
dan Seni Rupa.
2. Hasil analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) menunjukkan bahwa
Provinsi Sumatera Utara miliki subsektor dengan nilai DLQ>1 sebanyak 3
subsektor: Desain Produk; Kuliner; dan Seni Rupa. Provinsi Jawa Barat
memiliki 3 subsektor: Arsitektur; Desain Interior; dan Kuliner. Provinsi D.I.
Yogyakarta memiliki 6 subsektor: Desain Produk; Film, Animasi dan
Video; Fotografi; Kuliner; Fashion; Aplikasi dan Game Developer; dan
Penerbitan. Provinsi Jawa Timur memiliki 3 subsektor: Film; Animasi dan
Video; Kuliner; dan Periklanan. Dan Provinsi Bali memiliki 4 subsektor:
Fotografi; Kriya; Kuliner; dan Penerbitan. Nilai DLQ>1 menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan subsektor ekonomi kreatif di tingkat provinsi
terhadap laju PDRB Ekonomi Kreatif Provinisi, lebih cepat dibandingkan
laju pertumbuhan subsektor yang sama di tingkat nasional terhadap PDB
(Nasional).
3. Hasil Klasifikasi LQ dan DLQ menunjukkan bahwa subsektor Kuliner telah
menjadi subsektor unggulan di semua provinsi, kecuali Provinsi Jawa Barat
dimana Kuliner masih menjadi subsektor yang berpotensi menjadi unggul
di masa yang akan datang. Provinsi Jawa Barat adalah satu-satunya yang
memiliki subsektor unggulan Fashion, namun berpotensi menjadi tidak
102
unggul di masa mendatang. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 2 subsektor
unggulan lainnya yaitu Film, Animasi dan Video; dan Aplikasi dan Game
Developer. Provinsi Bali juga memiliki subsektor unggulan kedua yaitu
Kriya.
4. Hasil analisis data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model
menyatakan bahwa PDRB Ekonomi Kreatif dapat dijelaskan sebesar 99%
oleh perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi
pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet.
a. Secara simultan, variabel perkembangan sektor pariwisata, tingkat
pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet
berpengaruh signifikan terhadap PDRB ekonomi kreatif.
b. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel perkembangan
sektor pariwisata, tingkat pendidikan, dan jumlah pengguna internet
berpengaruh signifikan terhadap PDRB ekonomi kreatif, sedangkan
variabel regulasi pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan
terhadap PDRB ekonomi kreatif. Artinya, ada atau tidaknya regulasi
pemerintah daerah pada periode tersebut tidak memiliki pengaruh yang
berbeda dalam meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif. Hal ini
dikarenakan peraturan yang ada pada periode tersebut belum optimal
dan belum menyentuh pada hal-hal yang substansial.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka penulis menyarankan
beberapa hal, sebagai berikut.
1. Pemerintah daerah disarankan lebih memainkan perannya sebagai regulator
dan pengambil kebijakan, untuk mendorong perkembangan ekonomi kreatif
melalui peraturan dan kebijakan-kebijakan yang lebih substansial, seperti
aspek bantuan permodalan, penguatan kapasitas produksi, distribusi, dan
promosi, perlindungan kekayaan intelektual, dan sebagainya, sehingga
ekonomi kreatif di wilayahnya bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.
2. Para Akademisi diharapkan untuk terus melakukan penelitian dan
pengembangan, serta bekerjasama dengan komunitas dan lembaga
pemerintah untuk menciptakan inovasi dalam sektor ekonomi kreatif.
103
3. Para Pelaku Bisnis disarankan untuk berinvestasi di subsektor-subsektor
ekonomi kreatif yang unggul dan memiliki daya saing, sehingga ekonomi
kreatif bisa lebih berkembang pesat dan mampu menghasilkan pendapatan
yang signifikan.
4. Bagi Komunitas Kreatif disarankan untuk senantiasa meningkatkan kualitas
karya atau produk ekonomi kreatifnya, agar lebih berdaya saing dan
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
5. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan meneliti kembali variabel regulasi
pemerintah daerah terkait ekonomi kreatif dengan periode tahun yang lebih
baru, karena seiring berjalannya waktu akan muncul peraturan-peraturan
baru yang lebih substansial dan lebih teknis terkait pengembangan ekonomi
kreatif di berbagai daerah.
104
DAFTAR PUSTAKA
105
_____________. Regulasi untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi Kreatif.
(bekraf.go.id/berita/page/8/regulasi-untuk-mendukung-pengembangan-
ekonomi-kreatif) diakses pada 1 Oktober 2018.
_____________. Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Tahun 2011-2016. 2017.
Badan Pusat Statistik. Provinsi Bali Dalam Angka Tahun 2016. 2016.
_____________. Provinsi D.I. Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2016. 2016.
_____________. Provinsi Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2016. 2016.
_____________. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2016. 2016.
_____________. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2016. 2016.
_____________. Statistik Wisatawan Mancanegara 2010-2016. 2016.
Fahmi, Fikri Zul. Creative Industries and Regional Economic Development in
Indonesia. Disertasi pada University of Groningen, 2016. (Ringkasan dalam
Bahasa Indonesia).
Hidayat, Erwin M dan Rimadewi Supriharjo. Identifikasi Sub Sektor Unggulan
Kecamatan di Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Teknik Pomits Vol. 3,
No. 1, (2014). Hal 16-19.
Hidayati, Nurul. Pengaruh Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor
Priode 2012-2015. Skripsi FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016.
Ilyan, Encep. Analisis Pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down
Payment (Uang Muka), dan Inflasi Terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor Pada Multifinance di Indonesia (Periode Tahun 2011-2014). Skripsi
FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016.
Izzati, Muhammad Fakhrul, dan Wilopo. Implementasi Triple Helix dalam
Mendorong Pertumbuhan Industri Kreatif di Kota Malang Sebagai Upaya
Peningkatan Daya Saing untuk Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 55, No. 1, Februari 2018.
Kementerian Koordinator Perekonomian RI. Kunci Utama Pengembangan Kota
Kreatif adalah Kolaborasi dan Sinergi Quadruple Helix
(https://www.ekon.go.id/berita/view/kunci-utama-pengembangan-
kota.2180.html), diakses pada 3 September 2018.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru
Indonesia Menuju 2025. 2014.
Kementerian Pariwisata. Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas). 2017.
Kompas.com. Riset UGM: Jumlah Pengguna Internet Pengaruhi PDB. Ditulis oleh
Yoga HW(https://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/09/164804126/riset-
ugm-jumlah-pengguna) diakses pada 10 September 2018.
106
Leksono, Afif. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pendapatan Industri Kreatif di
Indonesia (Tahun 2002-2008). Skripsi FEB Universitas Diponegoro,
Semarang. 2013.
Nachrowi, Djalal dan Hardius Usman. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 2002.
Ooi, Can-Seng. Tourism and the Creative Economy in Singapore. Working Paper.
Department of International Economics and Management - Copenhagen
Business School, Denmark. 2006.
Qomaruzzaman, Bagus., dan Ratih Rachmawati. Analisis Daya Saing Daerah
Tujuan Wisata untuk Menentukan Skala Prioritas Pembangunan di Jawa
Timur. Staf Pengajar STE Mandala Jember.
Ridwan dan Nashar. Perencanaan Pembangunan Daerah. Bandung: Penerbit
Alfabeta. 2017.
Saksono, Herie. Ekonomi Kreatif: Talenta Baru Pemicu Daya Saing Daerah. Jurnal
Bina Praja Vol. 4 No. 2. Juni 2012. Hal 93-104.
Septianti, Yeni. Analisis Pengaruh Jaringan Internet Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Negara ASEAN. Skripsi FEB Universitas Sumatera Utara. 2018.
Sidauruk, Rosmawaty. Peningkatan Peran Pemerintah Daerah dalam Rangka
Pengembangan Ekonomi Kreatif di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Bina
Praja Vol. 5 No. 3 Edisi September 2013. Hal 141-158.
Soebagyo, Daryono., Triyono, dan Yuli Tri Cahyono. Regional Competitiveness
and Its Implications for Development. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol
14, No 2, Desember 2013, hal 160-171.
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
2010.
Suharyadi dan Purwanto. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern Buku 2.
Jakarta: Salemba Empat. 2013
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Cetakan Ke-20. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 2011.
Sumar’in, Andiono, dan Yuliansyah. Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis
Wisata Budaya: Studi Kasus pada Pengrajin Tenun di Kabupaten
Sambas. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan, 2017, Vol. 6, No. 1,
hal 1-17.
Sutikno, dan Maryunani. Analisis Potensi dan Daya Saing Kecamatan Sebagai
Pusat Pertumbuhan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Kabupaten
Malang. Journal of Indonesian Applied Economics Vol 1 No 1 Oktober
2007, Hal 1-17.
Tarigan, R. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara. 2007.
107
Tripurwanta, Irfan. Pengaruh Investasi, Inflasi, Jumlah Tenaga Kerja, Nilai Ekspor
dan Jumlah Pengguna Internet Terhadap Pendapatan Subsektor Industri
Kreatif Aplikasi dan Game Developer di Indonesia. Skripsi FEB UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2017.
Wiagustini, Ni Luh Putu, et al. Potensi Pengembangan Investasi Berbasis Ekonomi
Kreatif di Denpasar. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan Vol. 10 No. 2.
Agustus 2017. Hal 155-173.
Widarjono, Agus. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: Penerbit
UPP STIM YPKN. 2010.
Widiansyah, Apriyanti. Peran Ekonomi dalam Pendidikan dan Pendidikan dalam
Pembangunan Ekonomi. Jurnal Cakrawala Vol XVII No 2, September
2017, hal 207-2015.
Widiastuti, Ni Komang. Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Kinerja Keuangan
Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali.
FE Universitas Udayana, Bali.
Winarno, Wahyu Wing. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2011.
Zang, Jianpeng., and Kloudova. Factors Which Influence the Growth of Creative
Industries: Cross-section Analysis in China. Creative and Knowledge
Society/ International Scientific Journal. Page 5-19.
108
LAMPIRAN-LAMPIRAN
109
Lampiran 1. Hasil Perhitungan LQ 5 Provinsi tahun 2010-2016
110
(Lanjutan)
111
(Lanjutan)
112
Lampiran 3. Uji Chow
Uji Chow
113
Lampiran 4. Uji Hausman
Uji Hausman
Effects Specification
114
Lampiran 5. Fixed Effect Model
Effects Specification
115
Lampiran 6. Uji Asumsi Klasik
4 Mean -1.95e-17
Median 0.001553
Maximum 0.028535
3
Minimum -0.053249
Std. Dev. 0.018973
2 Skewness -0.700441
Kurtosis 3.198827
1
Jarque-Bera 2.919583
Probability 0.232285
0
-0.05 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.03
DL DU Durbin-Watson stat 4 – DU 4 – DL
116
(Lanjutan)
Effects Specification
d. Uji Multikolinieritas
117
Lampiran 7. Data Penelitian
118
(Lanjutan)
119
(Lanjutan)
b. PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Sumatera Utara 2010-2016
120
(Lanjutan)
121
(Lanjutan)
c. PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Barat 2010-2016
122
(Lanjutan)
123
(Lanjutan)
d. PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi D.I. Yogyakarta 2010-2016
124
(Lanjutan)
125
(Lanjutan)
e. PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Timur 2010-2016
126
(Lanjutan)
127
(Lanjutan)
f. PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Bali 2010-2016
128
(Lanjutan)
129
(Lanjutan)
g. Data Panel
130
Lampiran 8. Kode KBLI 2015 Subsektor Ekonomi Kreatif
131
25992 Industri Peralatan Dapur dan Peralatan Meja dari Logam
25995 Industri Lampu dari Logam
25999 Industri Barang Logam Lainnya YTDL
31001 Industri Furnitur dari Kayu
31002 Industri Furnitur dari Rotan dan atau Bambu
31003 Industri Furnitur dari Plastik
31004 Industri Furnitur dari Logam
31009 Industri Furnitur Lainnya
32111 Industri Permata
32112 Industri Barang Perhiasan dari Logam Mulia untuk Keperluan Pribaadi
32113 Industri Barang Perhiasan dari Logam Mulian Bukan untuk Keperluan Pribadi
32115 Industri Perhiasan Mutiara
32119 Industri Barang Lainnya dari Logam Mulia
32120 Industri Perhiasan Imitasi dan Barang Sejenis
32201 Industri Alat Musik Tradisional
32202 Industri Alat Musik Bukan Tradisional
32401 Industri Alat Permainan
32402 Industri Mainan Anak-Anak
32903 Industri Kerajinan YTDL
32909 Industri Pengolahan Lainnya YTDL
46411 Perdagangan Besar Tekstil
46414 Perdagangan Besar Barang Lainnya dari Tekstil
46419 Perdagangan Besar Tekstil, Pakaian dan Alas Kaki Lainnya
46496 Perdagangan Besar Alat Musik
46497 Perdagangan Besar Perhiasan dan Jam
47511 Perdagangan Eceran Tekstil
47512 Perdagangan Eceran Perlengkapan Rumah Tangga Dari Tekstil
47735 Perdagangan Eceran Barang Perhiasan
47881 Perdagangan Eceran Kaki Lima dan Los Pasar Barang Kerajinan
47530 Perdagangan Eceran Khusus Karpet, Permadani dan Penutup Dinding dan Lantai di
Toko
47591 Perdagangan Eceran Furnitur
47594 Perdagangan Eceran Barang Pecah Belah dan Perlengkapan Dapur dari Batu atau Tanah
Liat
47595 Perdagangan Eceran Barang Pecah Belah dan Perlengkapan Dapur dari Kayu, Bambu
atau Rotan
47596 Perdagangan Eceran Barang Pecah Belah dan Perlengkapan Dapur bukan dari Plastik,
Batu, Tanah Liat, Kayu, Bambu atau Rotan
47784 Perdagangan Eceran Barang Kerajinan dari keramik
46498 Perdagangan Besar Alat Permainan dan Mainan Anak-anak
46491 Perdagangan Besar peralatan dan perlengkapan rumah tangga
46499 Perdagangan Besar berbagai barang dan perlengkapan rumah tangga lainnya
32401 Industri Alat Permainan
0710 Industri Produk Roti dan Kue
10732 Industri Makanan dari Cokelat dan Kembang Gula
10733 Industri Manisan Buah-Buahan dan Sayuran Kering
10739 Industri Kembang Gula Lainnya
10750 Industri Makanan dan Masakan olahan
10792 Industri Kue Basah
10793 Industri Makanan dari Kedele dan Kacang-Kacangan Lainnya Bukan Kecap, Tempe
dan Tahu
10799 Industri Produk Makanan Lainnya
8. Kuliner
46321 Perdagangan Besar Daging Sapi dan Daging Sapi Olahan
46322 Perdagangan Besar Daging Ayam dan Daging Ayam Olahan
46324 Perdagangan Besar Hasil Olahan Perikanan
46331 Perdagangan Besar Gula, Coklat, dan Kembang Gula
46332 Perdagangan Besar Produk Roti
46339 Perdagangan Besar Makanan dan Minuman Lainnya
47242 Perdagangan Eceran Roti, Kue Kering, Serta Kue Basah dan Sejenisnya
47245 Perdagangan Eceran Daging dan Ikan Olahan
47249 Perdagangan Eceran Makanan Lainnya
132
47822 Perdagangan Eceran Kaki Lima Dan Los Pasar Roti, Kue Kering, Kue Basah dan
Sejenisnya
47825 Perdagangan Eceran Kaki Lima Dan Los Pasar Daging Olahan dan Ikan Olahan
47829 Perdagangan Eceran Kaki Lima Dan Los Pasar Komoditi Makanan dan Minuman
YTDL
56101 Restoran
56102 Warung Makan
56103 Kedai Makanan
56104 Penyediaan Makanan Keliling/Tempat Tidak Tetap
56210 Jasa Boga untuk Suatu Event Tertentu (Event Catering)
56290 Penyediaan Makanan Lainnya
56301 Bar
56303 Rumah Minum/ Kafe
56304 Kedai Minuman
56305 Rumah/ Kedai Obat Tradisional
56306 Penyediaan Minuman Keliling/ Tempat Tidak Tetap
18201 Reproduksi Media Rekaman Suara dan Piranti Lunak
59201 Aktivitas Perekaman Suara
59202 Aktivitas Penerbitan Musik dan Buku Musik
77295 Aktivitas penyewaan dan sewa guna usaha tanpa hak opsi alat musik
9. Musik 79990 Jasa Reservasi Lainnya YBDI YTDL
85420 Pendidikan Kebudayaan
90002 Aktivitas Pekerja Seni
46512 Perdagangan Besar Piranti Lunak
47620 Perdagangan Eceran Khusus Rekaman Musik dan Video di Toko
14111 Industri Pakaian Jadi (Konveksi) Dari Tekstil
14112 Industri Pakaian Jadi (Konveksi) Dari Kulit
14120 Penjahitan Dan Pembuatan Pakaian Sesuai Pesanan
14131 Industri Perlengkapan Pakaian dari Tekstil
14132 Industri Perlengkapan Pakaian dari Kulit
14200 Industri Pakaian Jadi dan Barang dari Kulit Berbulu
14301 Industri Pakaian Jadi Rajutan
14302 Industri Pakaian Jadi Sulaman/B ordir
14303 Industri Rajutan Kaos Kaki dan Sejenisnya
10. Fashion 15121 Industri Barang Dari Kulit Dan Kulit Buatan Untuk Keperluan Pribadi
15201 Industri Alas Kaki Untuk Keperluan Sehari-hari
15202 Industri Sepatu Olahraga
15209 Industri Alas Kaki Lainnya
46412 Perdagangan Besar Pakaian
46413 Perdagangan Besar Alas Kaki
47711 Perdagangan Eceran Pakaian
47712 Perdagangan Eceran Sepatu, Sandal dan Alas Kaki Lainnya
85498 Pendidikan Kerajinan dan Industri
85499 Pendidikan lainnya swasta
58200 Penerbitan Piranti Lunak (Software)
62011 Aktivitas Pengembangan Video Game
62012 Aktivitas Pengembangan Aplikasi Perdagangan Melalui Internet (E-Commerce)
62019 Aktivitas Pemrograman Komputer Lainnya
62021 Aktivitas Konsultasi Keamanan Informasi
Aplikasi dan Game 62029 Kegiatan Konsultasi Komputer dan Manajemen Fasilitas Komputer Lainnya
11.
Developer 62090 Kegiatan Teknologi Informasi dan Jasa Komputer Lainnya
63111 Kegiatan Pengolahan Data
63112 Kegiatan Penyimpanan Data di Server (Hosting) dan Kegiatan YBDI
63120 Portal Web
70202 Aktivitas konsultasi transportasi berjangka
70204 Aktivitas konsultasi investasi dan perdagangan
90002 Aktivitas Pekerja Seni
18111 Industri Percetakan Umum
12. Penerbitan 18112 Industri Percetakan Khusus
18120 Kegiatan Jasa Penunjang Pencetakan
46422 Perdagangan Besar Barang Percetakan dan Penerbitan dalam Berbagai Bentuk
133
47612 Perdagangan Eceran Hasil Pencetakan dan Penerbitan
58110 Penerbitan Buku
58120 Penerbitan Direktori dan Mailing List
58130 Penerbitan Surat Kabar, Jurnal dan Buletin atau Majalah
58190 Aktivitas Penerbitan Lainnya
58200 Penerbitan Piranti Lunak (software)
59202 Aktivitas Penerbitan Musik dan Buku Musik
63911 Aktivitas Kantor Berita oleh Pemerintah
63912 Aktivitas kantor Berita oleh Swasta
72201 Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Sosial
72202 Penelitian dan Pengembangan Linguistik dan Sastra
72209 Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora Lainnya
90005 Jurnalis Berita Independen
73100 Periklanan
70203 Aktivitas kehumasan
13. Periklanan 70209 Aktivitas konsultasi manajemen lainnya
73201 Penelitian pasar
73202 Jajak pendapat masyarakat
60101 Penyiaran Radio oleh Pemerintah
60102 Penyiaran Radio oleh Swasta
14. Televisi dan Radio 60201 Aktivitas Penyiaran dan Pemrograman Televisi oleh Pemerintah
60202 Aktivitas Penyiaran dan Pemrograman Televisi oleh Swasta
61991 Aktivitas telekomunikasi khusus untuk penyiaran
82301 Penyelenggara Pertemuan, Perjalan Intensif, Konferensi dan Pameran
82302 Event Organizer
85420 Pendidikan Kebudayaan
85499 Pendidikan lainnya swasta
90001 Aktivitas Seni pertunjukan
90002 Aktivitas Pekerja Seni
90003 Aktivitas Penunjang Hiburan
90004 Jasa Impresariat Bidang Seni
15. Seni Pertunjukan 90006 Aktivitas operasional fasilitas seni
90009 Aktivitas Hiburan, Seni, dan Kreativitas Lainnya
47785 Perdagangan Eceran Lukisan
47789 Perdagangan Eceran Barang Kerajinan dan Lukisan lainnya
47746 Perdagangan Eceran Barang Antik
47883 Perdagangan Eceran kaki lima dan los pasar lukisan
47893 Perdagangan Eceran Kaki Lima dan Los Pasar Barang Antik
72204 Penelitian dan Pengembangan Seni
85420 Pendidikan Kebudayaan
91021 Museum yang dikelola Pemerintah
91022 Museum yang dikelola Swasta
90002 Aktivitas Pekerja Seni
91023 Peninggalan Sejarah yang Dikelola Pemerintah
16. Seni Rupa 91024 Peninggalan Sejarah yang Dikelola Swasta
85499 Pendidikan Lainnya Swasta
70209 Aktivitas Konsultasi Manajemen Lainnya
70203 Aktivitas Kehumasan
70204 Aktivitas Konsultasi Investasi dan Perdagangan Berjangka
Keterangan : YBDI (Yang Berkaitan Dengan Itu); YTDL (Yang Tidak Diklasifikasikan Di tempat Lain)
Sumber : Laporan PDB Ekonomi Kreatif Tahun 2014-2016, Bekraf, 2017. Hal 67-76.
134