Pajak Langsung : Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain.
Contoh : Pajak Penghasilan,
Pajak tidak langsung : Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain
contoh : PPN
Menurut Sifat Pajak Subjektif : Pajak yang pemungutannya berpangkal atau berdasarkan
subjeknya Contoh : Pajak Penghasilan,
Pajak Objektif : Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya.
Contohnya : PPN dan PPNBM
Menurut Pemungut
Pajak Pusat : pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara . Contoh : Pajak Penghasilan, PPN, PPNBM, PBB dan
Bea Materai
Pajak Daerah : pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk rumah
tangga daerah. Contoh : Pajak reklame , pajak hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan
Bangunan ( BPHTB ) dan PBB sektor perkotaan dan perdesaan ( PBB P2)
4. Definisi PPh Pasal 4 ayat (2) atau juga disebut PPh Final adalah pajak penghasilan yang
dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan pemotongan pajaknya
bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang. Istilah
‘Final’ di sini artinya pemotongan pajaknya dilakukan hanya sekali dalam sebuah masa
pajak. Pemungutan jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final dilakukan oleh pihak
pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu. Pihak
pemungut ini terdiri dari wajib pajak badan yang ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4
ayat (2) dan wajib padak orang pribadi yang merupakan pemungut PPh pasal 4 ayat (2)
tanpa ditunjuk, di antaranya:
Wajib Pajak Badan, Sebagai pemungut, wajib pajak badan ini ditunjuk untuk
memotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:
Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk
Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli
Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi
orang pribadi
Penyelenggara undian
Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk sekali pembayar dividen
Pengusaha jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan
pemotong pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi
Sebagai pemungut, wajib pajak orang Pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4
ayat (2), di antaranya:
Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau
pejabat yang menyetujui tukar menukar untuk objek pajak pengalihan hak atas
tanah/bangunan
Wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2)
adalah:
Akuntan, arsitek, notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kecuali PPAT
tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yang
telah terdaftar sebagai wajib pajak dalam negeri
Alur pemotongan PPh 4 ayat (2)
Pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri
oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak
dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan.
Namun jika WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4
ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4
ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si
pihak pemotong tersebut.
5. Bapak Toni merupakan warga negara Iran yang tinggal di Indonesia selama 183 hari
tidak berturut-turut sebagai direksi suatu perusahaan, kemudian dia menikah dengan Ibu
Santi warga negara Indonesia, suatu hari Bapak Toni Meninggal dunia dikarenakan sakit.
a. Apakah dengan status Bapak Toni sebagai direksi dan pewaris, Bapak Toni
sebagai Subjek Pajak?
Pasal 3 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2011
tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
menjelaskan kategori subjek pajak dalam negeri secara ringkas salah satunya sebagai
berikut:
Orang pribadi yang: bertempat tinggal di Indonesia, atau berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam 12 bulan, atau dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Sehingga, WNA memang
benar termasuk subjek pajak, yang dalam hal ini subjek pajak luar negeri. Namun saat
WNA bersangkutan telah memenuhi kriteria di atas, ia menjadi subjek pajak dalam
negeri, dan secara otomatis WNA tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan 21
(“PPh 21”) yaitu wajib pajak orang pribadi dalam negeri.[6] Sedangkan WNA yang
merupakan wajib pajak luar negeri dikenakan PPh 26 dan dipotong pajak sebesar
20% dari jumlah bruto yang wajib membayarkan.
dividen
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
hadiah dan penghargaan
pensiun dan pembayaran berkala lainnya
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau keuntungan karena
pembebasan utang.