Anda di halaman 1dari 11

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

INTERNAL LEGAL OPINION COMPETITION (ILOC)


Komunitas Peradilan Semu Bela Negara
Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Oleh
Karisma Nilam Ayuandani / 18071010131 / Mooting / Kelompok 15
Sofian Maulana Hadi / 19071010090 / Eksternal / Kelompok 15

Surabaya, 26 Januari 2021


Kepada:
Panitia Internal Legal Opinion Competition
Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Surabaya
Di
Tempat.

Hal : Pendapat Hukum tentang Kasus Posisi Internal Legal Opinion


Competition (ILOC) Yang Diselenggarakan Oleh Divisi Latbang

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan diadakannya Internal Legal Opinion Competition yang


diselenggarakan oleh Divisi Pelatihan dan Pengembangan Komunitas Peradilan
Semu Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur. Dengan ini kami menyusun Pendapat Hukum mengenai Kasus Posisi
Internal Legal Opinion Competition (ILOC), sebagai berikut:

A. FAKTA HUKUM
Berikut ini merupakan fakta-fakta hukum yang menurut kami relevan untuk
dipergunakan sebagai landasan penyusunan analisis kami, yaitu sebagai
berikut:
 Bahwa Farhan Adimas adalah seorang karyawan di Dealer Suzuki UMC
Surabaya yang terletak di Jalan Kenangan Nomor 12 Kota Surabaya
terhitung sejak sejak bulan Maret 2015.
 Bahwa Farhan Adimas dan Anita Ranisa adalah sepasang kekasih yang
melakukan perjanjian kredit mobil dengan Dealer Suzuki UMC Surabaya
pada tanggal 30 Oktober 2016 dengan nominal Rp. 350.000.000,00 (Tiga
Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) dengan ketentuan angsuran perbulan
sebesar Rp. 7.500.000,00 (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) yang
dibayar dalam jangka waktu selama 48 bulan.
 Bahwa Surat Tanda Nomor Kendaraan 1 (satu) Unit Mobil Honda Jazz
berwarna hitam yang dibeli dengan sistim kredit pada Dealer Suzuki UMC
Surabaya tertulis atas nama Anita Ranisa.
 Bahwa pada bulan November 2016 sampai dengan bulan Maret 2017
angsuran kredit sebesar Rp. 7.500.000,00 (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu
Rupiah) dibayarkan oleh Farhan Adimas.
 Bahwa hak pemakain dan kepemilikan atas 1 (satu) Unit Mobil Honda
Jazz warna hitam tersebut adalah milik Anita Ranisa.
 Bahwa pasca berpisah dengan Farhan Adimas, Anita Ranisa yang
berkewajiban untuk melanjutkan angsuran kredit kepada pihak Dealer
Suzuki UMC Surabaya terhitung sejak bulan April 2017. Bahwa hal
tersebut menjadikan konflik antara Farhan Adimas dan Anita Ranisa
 Bahwa pada tanggal 2 Februari 2019, Anita Ranisa telah melangsungkan
perkawinan dengan seorang pria bernama Romli Suryono yang dicatatkan
di Kantor Urusan Agama Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.
 Bahwa Romli Suryono memaksa Anita Ranisa untuk menghentikan
angsuran kredit bulanan pada Dealer Suzuki UMC Surabaya.
 Bahwa pada tanggal 15 Oktober 2019, Anita Ranisa mendatangi kantor
Dealer Suzuki UMC Surabaya untuk membayarkan angsuran kredit
bulanan dan bertemu dengan Farhan Adimas lalu meminta bantuan
petugas kemanan untuk menahan Farhan Adimas agar tidak pulang,
selanjutnya pada pukul 14.00 WIB, Anita Ranisa menghubungi Romli
Suryono dan memberitahukan bahwa dirinya bertemu dengan Farhan
Adimas.
 Bahwa pada tanggal 15 Oktober 2019, Romli Suryono bersama dengan 4
(empat) orang temannya yaitu, Deni, Machfud, Aldi dan Jayan tiba di
Dealer Suzuki UMC Surabaya pada pukul 16.30 WIB dan memaksa
Farhan Adimas untuk masuk ke dalam mobil Avanza warna putih dengan
nomor kendaraan L 1234 QE akan tetapi Farhan Adimas berhasil keluar
dari mobil. Bahwa Romli Suryono telah berteriak “Goblok !! Maling kae
hoiii, cekelen kuwi malinge mlayu gawe klambi putih, maling maling”.
 Bahwa pada tanggal 15 Oktober 2019 pukul 17.00 WIB, Farhan Adimas
dipukuli oleh sejumlah warga sipil di depan kantor Dealer Suzuki UMC
Surabaya, kemudian Farhan Adimas dibawa kedalam mobil Avanza warna
putih dengan nomor kendaraan L 1234 QE oleh Romli beserta 4 (empat)
orang temannya dan melanjutkan aksi penganiayaan.
 Bahwa pada tanggal 15 Oktober 2019 pukul 21.00 WIB, Romli Suryono
bersama 4 (empat) temannya membawa Farhan Adimas menuju Jembatan
Rejoso dan melanjutkan penganiayaan terhadap Farhan Adimas yang
mengakibatkan kematian.
 Bahwa Romli Suryono beserta 4 (empat) orang temannya telah membuang
mayat Farhan Adimas dengan kondisi tangan terikat ke sungai dibawah
Jembatan Rejoso.
 Bahwa pada tanggal 16 Oktober 2019, Istri Farhan telah melaporkan
kepada Kepolisian Resort Kota Surabaya atas dugaan penculikan terhadap
Farhan Adimas.
 Bahwa pada tanggal 17 Oktober 2019, warga sekitar Jembatan Rejoso
menemukan jasad laki-laki dengan kondisi terdapat luka pada bagian dahi
sebelah kiri berupa bekas tusukan benda tajam, wajah dan bagian mata
memar dan tangan yang terikat oleh tali.
 Bahwa pada tanggal 19 Oktober 2019, Kepolisian Resort Kota Surabaya
berhasil mengidentifikasi temuan jasad manusia oleh warga sekitar
Jembatan Rejoso tersebut yaitu seorang laki-laki berusia 30 Tahun warga
kelurahan Sawahan Kota Surabaya atas nama Farhan Adimas.
 Bahwa Satreskrim Polrestabes Surabaya berhasil mengamankan 4 (empat)
dari 6 (enam) terduga pelaku, 2 (dua) diantaranya merupakan pasangan
suami istri yaitu Romli Suryono dan Anita Ranisa.
 Bahwa Satreskrim Polrestabes Surabaya menetapkan 2 (dua) orang terduga
pelaku lainnya yakni Deni dan Jayan sebagai Daftar Pencarian Orang
(DPO).

B. ISU HUKUM
Merujuk pada Kasus Posisi Internal Legal Opinion Competition (ILOC),
terdapat beberapa isu hukum yang perlu dianalisa dalam Pendapat Hukum ini,
yaitu meliputi :
 Apakah yang dikategorikan sebagai penganiayaan berat dan
penganiayaan ringan dalam hukum pidana?
 Bagaimanakah konsekuensi hukum penganiayaan yang
menyebabkan kematian?

C. DASAR HUKUM
Berikut ini adalah dasar hukum yang kami pergunakan sebagai landasan
hukum penyusunan analisa kami, yaitu :
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

D. ANALISA HUKUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pasal 28J ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara” kemudian Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 28I ayat (1) menyatakan bahwa “Hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun”. Muatan pasal tersebut mengamanatkan bahwa Negara
sebagai penjamin dalam pemenuhan hak dasar warga negaranya dalam
pemenuhan hal ini merupakan hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa.
Bahwa hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa merupakan hak asasi
manusia dan salah satu pemenuhan kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang merupakan interprestasi cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana juga yang dimaksud dalam Pancasila. Apabila terjadi
menyimpangan ataupun pelanggaran norma dalam hal tersebut maka Negara
dalam hal ini adalah Pemerintah harus menjadi garda terdepan dalam
penjamin hak konstitusi warga negaranya dari suatu pelanggaran yang
dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang, maupun korporasi dan/atau
badan hukum untuk dilakukan penerapan sanksi apabila telah terbukti secara
nyata melanggar hak dasar tersebut.
Konsep menghilangkan atau merampas nyawa orang lain telah diatur
dalam berbagai pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
masing-masing muatan pasal memiliki delik dan unsur tersendiri. Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penganiayaan yang
mengaibatkan matinya seseorang telah dibedaan menjadi 4 kategori pasal
yang berbeda, yaitu 1) Penganiayaan; 2) Penganiayaan berencana; 3)
Penganiayaan berat; 4) Penganiayaan Berat berencana yang keempatnya
memiliki unsur rumusan pasal yang berbeda-beda.

Bahwa pada tanggal 15 Oktober 2019 atas informasi yang diberikan


oleh Anita Ranisa, Romli Suryono beserta 4 (empat) orang temannya yaitu
Deni, Machfud, Aldi dan Jayan menemui Farhan Adimas di Dealer Suzuki
UMC Surabaya sekitar pukul 16.30 WIB lalu terjadi adu mulut diantara
mereka yang kemudian memaksa Farhan Adimas untuk masuk kedalam
mobil yang dibawa oleh Romli Ruyono akan tetapi Farhan Adimas berhasil
melarikan diri yang kemudian diteriaki maling oleh Romli Suryono yang
mana hal tersebut berujung pengeroyokan oleh masyarakat sipil sekitar lokasi
Dealer Suzuki UMC Surabaya dan dilanjutkan dengan penganiayaan oleh
pihak Romli Suryono bersama dengan 4 (empat) orang temannya yang mana
hal tersebut berlangsung sampai dengan pukul 21.00 WIB dan pada akhirnya
mengakibatkan hilangnya nyawa Farhan Adimas yang kemudian pada tanggal
17 Oktober 2019 telah ditemukan jasadnya di sekitar Jembatan Rejoso oleh
warga dengan kondisi terdapat luka pada bagian dahi sebelah kiri berupa
bekas tusukan benda tajam, wajah dan bagian mata memar dan tangan yang
terikat oleh tali.

Penganiayaan ringan diatur dalam Pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana (“KUHP”), yaitu:

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan
ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan
itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(3) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Sedangkan penganiayaan berat diatur di dalam Pasal 354 Kitab Undang-


Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yaitu:

(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian. yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 246)
mengatakan bahwa peristiwa pidana dalam Pasal 352 KUHP disebut
“penganiayaan ringan” dan termasuk “kejahatan ringan”. Yang termasuk
dalam Pasal 352 ini adalah penganiayaan yang tidak:

1. Menjadikan sakit (“ziek” bukan “pijn”) atau


2. Terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaannya sehari-hari.
Penganiayaan berat dalam Pasal 354 KUHP, R. Soesilo dalam
bukunya menjelaskan bahwa supaya dapat dikenakan pasal ini, maka niat si
pembuat harus ditujukan pada “melukai berat”, artinya “luka berat” harus
dimaksud oleh si pembuat. Apabila tidak dimaksud dan luka berat itu hanya
merupakan akibat saja, maka perbuatan itu masuk “penganiayaan biasa yang
berakibat luka berat” (Pasal 351 ayat (2) KUHP). 

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat yang lebih ditekankan adalah


apakah penganiayaan tersebut mengakibatkan rasa sakit yang membuat si
korban tidak dapat melakukan pekerjaannya atau tidak. 

Jika penganiayaan tersebut mengakibatkan korban tidak dapat


melakukan pekerjaannya karena sakit (pijn/pain) yang dialami, tetapi tidak
sampai mengakibatkan luka berat atau tidak dimaksudkan untuk
mengakibatkan luka berat, maka penganiayaan tersebut dapat dipidana
dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP:

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo (hal.245),


mengatakan bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang
diartikan dengan “penganiayaan” itu. Menurut yurisprudensi,“penganiayaan”
yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau
luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan
ialah “sengaja merusak kesehatan orang”. 

Berdasar fakta hukum bahwa bentuk penganiayaan terhadap Farhan


Adimas berlangsung selama hampir 3 jam 30 menit dan didukung dengan
kondisi jasad yang ditemukan, maka kategori penganiayaan yang dilakukan
terhadap Farhan Adimas merupakan bentuk “penganiayaan berat”. Niat
pelaku untuk “melukai berat” terlihat pada fakta bahwa penganiayaan
dilangsungkan dalam kurun waktu yang lama dan pelaku juga membawa bala
bantuan untuk melakukan aksi penganiayaan. Hal ini juga yang membuat
pelaku memenuhi unsur “dilakukan dengan rencana”. Dalam ketentuan
hukum pidana, tindak penganiayaan yang didahului dengan rencana termuat
dalam rumusan pasal 355 KUHP, yakni :

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,


diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun;
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Uraian pasal 355 ayat 2 KUHP tersebut dapat dijabarkan dengan unsur-unsur
sebagai berikut:

I. Penganiayaan Berat
- Bahwa penganiayaan tersebut mengakibatkan korban tidak dapat
melakukan pekerjaannya karena sakit yang dialami.
- Bahwa berdasar temuan jasad Farhan dengan kondisi memar di
mata dan di wajah serta terdapat luka seperti tusukan benda tajam
di dahi sebelah kiri.
Maka, unsur Penganiayaan Berat “TELAH TERPENUHI”
II. Dilakukan Dengan Rencana Terlebih Dahulu
- Bahwa menurut Siagian (1994), Perencanaan adalah keseluruhan
proses pemikiran dan penetuan secara matang daripada hal-hal
yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka
pencapaian yang telah ditentukan.
- Bahwa itikad Romli Suryono untuk melakukan aksi penganiayaan
terhadap Farhan Adimas telah didahului oleh proses perencanaan
dapat dilihat dari tindakan Romli Suryono yang membawa 4
(empat) orang bantuan yaitu Deni, Machfud, Aldi dan Jayan.
Maka, unsur Dilakukan Dengan Rencana Terlebih Dahulu “TELAH
TERPENUHI”
III. Perbuatannya Mengakibatkan Mati
- Bahwa menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, pasal 117 menyatakan bahwa, “Seseorang
dikatakan mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi, dan sistem
pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila ada
kematian batang otak telah dapat dibuktikan”
- Bahwa pada tanggal 17 Oktober 2019, warga sekitar Jembatan Rejoso
menemukan jasad laki-laki dengan kondisi terdapat luka pada bagian
dahi sebelah kiri berupa bekas tusukan benda tajam, wajah dan bagian
mata memar dan tangan yang terikat oleh tali.
- Bahwa pada tanggal 19 Oktober 2019, Kepolisian Resort Kota
Surabaya berhasil mengidentifikasi temuan jasad manusia oleh warga
sekitar Jembatan Rejoso tersebut yaitu seorang laki-laki berusia 30
Tahun warga kelurahan Sawahan Kota Surabaya atas nama Farhan
Adimas.
Maka, unsur Perbuatannya Mengakibatkan Mati “TELAH TERPENUHI”.

Sehingga dalam hal tersebut telah jelas bahwa suatu tindakan


penganiayaan yang dilakukan oleh Romli beserta keempat temannya dapat
dikategorikan sebagai perbuatan penganiayaan berat yang didahului dengan
rencana dan dapat dikenakan hukuman pidana sesuai dalam pasal 355 ayat (2)
KUHP yang dijelaskan:
“Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.”

E. KESIMPULAN
Kesimpulan saya setelah menganalisa pokok permasalahn sebagaimana yang
telah dijabarkan di atas adalah sebagai berikut :
Di dalam KUHP terdapat beberapa ketentuan yang mengatur sebagai
perbuatan yang menyerang kepentingan umum yang berupa tubuh manusia.
Jenis kejahatan terhadap tubuh manusia atau penganiayaan berdasarkan
KUHP dimuat dalam Bab XXII, Pasal 351 s/d Pasal 355.
Di dalam pasal 355 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
tersebut diatas dalam ketentuan rumusan pasalnya telah memenuhi segala
unsur delik Penganiayaan yang menyebabkan kematian jelas sekali bahwa
bentuk kesalahan yang harus dilakukan oleh seorang pelaku adalah kesalahan
dalam bentuk kesengajaan, dimana unsur sengaja dimaksud ditujukan pada
perbuatan membuat rasa sakit, tidak enak pada tubuh atau luka pada tubuh,
selanjutnya akibat dari perbuatan dimaksud menimbulkan kematian. Jika
dilihat dari sifat kesengajaan maka bentuk kesengajaan yang pertama yang
paling tepat, yaitu sengaja sebagai maksud (opzet als oogmeenrk) atau disebut
juga dollus directus.
Sehingga dalam hal ini Romli Suryono dalam melakukan suatu
tindakan yaitu dengan melakukan ajakan yang dalam Kbbi dijelaskan sebagai
“anjuran (permintaan dan sebagainya) supaya berbuat; undangan” dalam
hal ini Deni, Machfud, Aldi dan Jayan yang masing-masing telah turut serta
dalam melancarkan aksi penganiayaan terhadap Farhan Adimas, maka
sepatutnya Romli Suryono dapat dijerat atau diduga telah melakukan suatu
tindakan pidana pasal 355 ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-
undang Hukum Pidana.

F. REKOMENDASI
Dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Anita Ranisa, Deni,
Machfud, Aldi dan Jayan terkait pemberian informasi dan turut serta dalam
tindak penganiayaan berat yang menyebabkan mati terhadap Farhan Adimas
dapat di splitsing maupun digabungkan dalam satu dakwaan dengan Romli
Suryono (Pasal 141 KUHAP), maka dapat diuraikan tindak pidana
penganiayaan berat yang menyebabkan mati sebagai pelaku tindak pidana (
Dader ), turut melakukan (Pasal 55 KUHP) karena sama-sama sepakat untuk
melaksanakan delik, yaitu turut membantu berupa informasi dan tenaga
terhadap tindak penganiayaan berat yang menyebabkan mati dengan peran
mereka masing-masing.

Menurut Yahya Harahap, dalam buku Pembahasan dan


Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal.
442) bahwa pada dasarnya pemecahan berkas perkara terjadi disebabkan
faktor pelaku tindak pidana terdiri dari beberapa orang. Apabila terdakwa
terdiri dari beberapa orang, penuntut umum dapat menempuh kebijaksanaan
untuk memecah berkas perkara menjadi beberapa berkas sesuai dengan
jumlah terdakwa, sehingga:

a. Berkas yang semula diterima penuntut umum dari penyidik, dipecah


menjadi dua atau beberapa berkas perkara.
b. Pemecahan dilakukan apabila yang menjadi terdakwa dalam perkara
tersebut, terdiri dari beberapa orang. Dengan pemecahan berkas
dimaksud, masing-masing terdakwa didakwa dalam surat dakwaan yang
berdiri sendiri antara yang satu dengan yang lain.
c. Pemeriksaan perkara dalam pemecahan berkas perkara, tidak lagi
dilakukan bersamaan dalam suatu persidangan. Masing-masing terdakwa
diperiksa dalam persidangan yang berbeda.
d. Pada umumnya, pemecahan berkas perkara menjadi penting, apabila
dalam perkara tersebut kurang bukti dan kesaksian.

Demikian Pendapat Hukum ini kami buat oleh kami sendiri dengan sungguh-
sungguh sesuai dengan analisa yang telah kami buat.

Hormat Kami,

(Kelompok 15)

Anda mungkin juga menyukai