Oleh:
Novi Yenti
Indonesia patut bersyukur untuk segenap sejarah yang dimilikinya. Karena dari
sejarah, Indonesia bisa meraup banyak pelajaran yang dijadikan acuan untuk
kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang. Perjuangan panjang
masyarakat Nusantara dalam mempertahankan tanah air seharusnya selalu diingat
dan diingatkan agar Bhineka Tunggal Ika masih tetap terjaga.
Banyak tokoh yang patut dijadikan panutan dalam kehidupan bernegara. Pemikiran-
pemikiran para tokoh terdahulu yang hidup di zaman yang belum secanggih
sekarang, ternyata bisa menyatukan Indonesia yang tidak satu daratan. Bahkan saat
pendidikan tidak semudah saat ini, pahlawan tanah air mampu menanamkan
semangat juang pada generasi selanjutnya. Contohnya saja Tuanku Imam Bonjol
yang menggugah naluri juang Mohammad Hatta untuk turut campur tangan
memerdekakan tanah Air.
Roeslan Abdul Ghani mengatakan bahwa ilmu sejarah ibarat penglihatan terhadap
tiga dimensi, yaitu penglihatan ke masa silam, ke masa sekarang, dan ke masa
depan. Dengan demikian, mempelajari peristiwa-peristiwa sejarah akan selalu terkait
dengan "waktu� yang terus bergerak dari masa sebelumnya ke masa-masa
berikutnya serta melahirkan peristiwa-peristiwa baru yang saling terkait sehingga
perjalanan sejarah tidak pernah berhenti.
Namun, pentingnya pelajaran sejarah sepertinya sudah lama diabaikan di negara ini.
Belum lama ini masyarakat dikejutkan oleh pemberitaan televisi nasional mengenai
minimnya pengetahuan sejarah anggota DPR RI. Seorang publik figur muda yang
menjadi anggota DPR tergagap-gagap ketika harus menjawab isi sumpah pemuda.
Ada juga siswa yang tidak tahu makna tiap butir pancasila. atau bahkan saat
mahasiswa menjawab tidak tahu saat rekannya bertanya tentang gambar pahlawan
yang tertera pada lembaran rupiah. Muncul pula keprihatinan berbagai kalangan
mengenai hilangnya jati diri bangsa, KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme),
separatisme, dan primordialisme, serta banyak lagi lainnya.
Pengetahuan sejarah memang diberikan pada siswa SD, SLTP, dan SLTA. Namun,
pemberian materi tentang sejarah dapat dikatakan belum efektif. Pelajaran sejarah
yang terkandung dalam subpelajaran Ilmu Pengetahuan Sosialakan dipelajari siswa
dengan waktu dua sampai tiga jam pelajaran. Selain itu tidak ada lagi asupan
pengetahuan sejarah yang diberikan. Mungkin, jika tidak ada ritual
kenegaraan�upacara bendera�yang dilakukan setiap hari senin di sekolah,
Pancasila dan pembukaan UUD 1945 pun akan membias.
Selain batasan waktu untuk pelajaran sejarah, kurang jelinya pengajar dalam
memberikan penguasaan terhadap pengetahuan sejarah juga menjadi alasan
rontoknya minat siswa terhadap sejarah. Umumnya siswa menggambarkan sejarah
sebagai mata pelajaran yang menghafal tanggal beserta kejadian yang terjadi pada
tanggal tersebut. Orang tua yang merupakan guru bagi generasi muda Indonesia
dalam lingkup lingkungan rumah juga bertanggung jawab atas fenomena kurangnya
pengetahuan sejarah ini. Seharusnya orang tua dan guru saling bersinergi dalam
menumbuhkan minat anak untuk pengetahuan yang lebih luas terkait sejarah.