Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Darah merupakan cairan yang kental (lengket), dan warna merah sangat
dikenali oleh sebagian besar orang. Pada kenyataannya, darah berupa cairan
(plasma) dengan sel yang tersuspensi di dalamnya (ini menjelaskan mengapa
darah juga diklasifikasikan sebagai jaringan ikat). Penjelasan ini mudah
dibuktikan dengan cara mengambil sampel darah, menambahkan heparin untuk
mencegah darah membeku, kemudian memutarnya dalam alat sentrifuga.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yaitu suatu protein dengan
berat molekul yang tinggi, dinamakan globin, setiap molekul globin
mengandung empat gugus heme. Setiap empat gugus heme mengandung atom
besi fero yang secara cepat dan reversible berikatan dengan satu molekul
oksigen. Dengan demikian, setiap molekul hemoglobin dapat membawa hingga
empat molekul oksigen. Fungsi utama sel darah merah adalah mengangkut
oksigen kendati globin juga membawa sedikit karbon dioksida. Sel darah
merah mengandung enzim karbonik anhidrase yaitu enzim yang penting dalam
proses transportasi karbon dioksida.
Sel darah putih (leukosit) memiliki nucleus dan berukuran jauh lebih
besar daripada sel darah merah. Jumlah sel darah putih relative sedikit dalam
darah, yaitu sekitar 1% dari masa total sel darah. Ada banyak jenis sel darah
putih, tetapi semua jenis ini termasuk ke dalam salah satu dari dua kelompok
utama yaitu, kelompok yang memiliki granul dalam sitoplasman (granulosit)
dan kelompok yang tidak mempunyai granul (agranulosit).
Anemia bukan suatu penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama,
pemeriksaan fisik dan konfirmasi laboratorium.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain:
a. Bagaimana definisi anemia ?
b. Bagaimana jenis-jenis anemia ?
c. Bagaimana etiologi anemia ?
d. Bagaimana patofisiologi anemia?
e. Bagaimana manifestasi klinis anemia?
f. Bagaimana pemeriksaan laboratorium pada anemia ?
g. Bagaimana anemia pemeriksaan penunjang pada anemia ?
h. Bagaimana pengobatan yang digunakan pada anemia ?
i. Bagaimana pembahasan anemia secara khusus ?
j. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anemia ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini antara lain:
a. Untuk mengetahui definisi dari anemia.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis dari anemia.
c. Untuk mengetahui etiologi dari anemia.
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari anemia.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari anemia.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium pada anemia.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada anemia.
h. Untuk mengetahui pengobatan yang digunakan pada penderita anemia.
i. Untuk mengetahui pembahasan anemia secara khusus.
j. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penderita anemia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sistem Imun dan Hematologi


Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah,
organ pembentuk darah dan penyakitnya. Berasal dari bahasa Yunani yaitu
haima artinya darah.
Kata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti
pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama
masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan
terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga
pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih
spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem
dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya,
yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing
seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.
Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja
sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat
mengakibatkan penyakit, seperti bakteri, jamur dan virus. Kesehatan tubuh
bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan
menghancurkankan serangan ini.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Darah


Sebelum bayi lahir, hatinya berperan sebagai organ utama dalam
pembentukan darah. Saat tumbuh menjadi seorang manusia, fungsi pokok hati
adalah menyaring dan mendetoksifikasi segala sesuatu yang dimakan, dihirup,
dan diserap melalui kulit, serta menjadi pembangkit tenaga kimia internal,
mengubah zat gizi makanan menjadi otot, energi, hormon, faktor pembekuan
darah, dan kekebalan tubuh.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai anemia, kita terlebih
dahulu membahas mengenai darah. Darah adalah cairan jaringan tubuh yang
berwarna merah. Darah meskipun berupa cairan, merupakan salah satu jaringan

3
utama tubuh. Darah melaksanakan beberapa pekerjaan penting melalui
komponennya yang khusus, yakni protein cair (plasma) dan unsur-unsur
berbentuk (eritrosit, leukosit, dan trombosit) yang tersusupensi didalam
plasma. Eritrosit (sel darah merah) berfungsi untuk membawa oksigen ke
jaringan dan membawa keluar karbondioksida. Leukosit (sel darah putih)
berfungsi dalam respon inflamasi dan kekebalan. Plasma (cairan jernih yang
berwarna kuning jerami) berfungsi untuk membawa antibodi serta nutrien ke
jaringan dan mengangkut keluar limbah metabolik. Faktor koogulasi dan
trombosit (platelet) berfungsi untuk mengendalikan pembekuan darah.
Hematopoesis, yaitu suatu proses pembentukan darah, terutama
berlangsung didalam sum-sum tulang. Sel-sel darah primitif atau sel tunas
(stem cell) akan berdiferensiasi menjadi prekursor eritrosit (normoblast),
leukosit, dan trombosit. Fungsi utama darah adalah mengangkut oksigen yang
diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh
dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung
berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh
dari barbagai penyakit. Fungsi darah adalah :
1. Mengangkut sari-sari makanan dari usus dan mengedarkan keseluruh
tubuh.
2. Mengangkut oksigen dari paru-paru serta mengedarkannya ke seluruh
tubuh dan juga mengambil karbondioksida dari seluruh tubuh untuk
dibawah ke paru-paru.
3. Mengangkut hormon dari pusat produksi hormon ke tempat tujuannya di
dalam tubuh.
4. Mengangkut sisa-sisa metabolisme sel untuk dikirim di ginjal.
5. Menjaga kestabilan suhu tubuh.
6. Darah mampu menjaga suhu tubuh tetap stabil. Dengan cara, darah
melakukan penyebaran energi panas dalam tubuh secara merata.
7. Membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang bila kaya oksigen.
Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernafasan yang
mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya

4
molekul-molekul oksigen. Menurut fungsinya, hemoglobin merupakan media
transport oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Seperti kita ketahui
bersama, oksigen merupakan bagian terpenting dari metabolisme tubuh untuk
menghasilkan energi. Hemoglobin juga berfungsi membawa karbondioksida
hasil metabolisme dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk selanjutnya
dikeluarkan saat bernafas.
Darah digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan sistem
penggolongan darah yang banyak digunakan adalah sistem ABO.
Berdasarkan sistem ini darah dibagi menjadi 4 golongan darah A, B, AB,
O.dasar penggolongan darah sistem ABO adalah keberadaan aglutinogen pada
permukaan sel darah merah.
Golongan darah sangat penting untuk transfusi darah. Jika seseorng
mendapatkan transfusi darah yang golongan darahnya berbeda dapat
berbahaya. Hal tersebut dapat menyebabkan pembekuan atau penggumpalan
darah. Golongan darah AB merupakan golongan darah yang dapat menerima
transfusi darah dari golongan darah lain. Golongan darah AB disebut dengan
resipien universal (penerima). Sebaliknya, golongan darah O dapat menjadi
pendonor dapat menjadi donor untuk semua golongan darah atau golongan
darah O disebut sebagai donor universal.
Darah tidak dapat mengalir
dengan sendirinya. Darah dapat
mengalir didalam tubuh karena ada
mesin pemompanya, yaitu jantung. Di
dalam tubuh, darah senantiasa berada
di dalam pembuluh-pembuluh darah,
baik itu pembuluh darah yang kecil
maupun pembuluh darah yang besar.
Darah terdiri atas beberapa jenis
korpuskula yang membentuk 45%
bagian sel darah. Bagian 55% yang
lain berupa cairan kekuningan yang
membentuk medium cairan darah.

5
Sekitar 91 % plasma darah terdiri atas air. Selebihnya adalah zat terlarut yang
terdiri dari protein plasma (albumin, protrombin, fibrinogen dan antibody),
garam mineral, dan zat zat yang diangkut darah (zat makanan, sisa
metabolisme, gas-gas, dan hormon). Fibrinogen yang ada pada plasma darah
merupakan bahan penting untuk pembekuan darah jika terjadi luka. Darah
memiliki pH 7,35 – 7,45.
Korpuskula sel darah terdiri dari
sel darah merah (sekitar 99%), sel
darah putih (0,2%), dan keping darah
(0,6-1,0%). Sel darah merah atau
eritrosit tidak mempunyai nucleus sel
ataupun organel dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Sel ini
juga berperan untuk penentuan
golongan darah. Hemoglobin yang
terdapat dalam sel darah merah
merupakan protein yang mengandung
zat besi.
Fungsi hemoglobin adalah untuk mengikat oksigen dan karbondioksida
dalam darah. Jumlah sel darah merah yang normal kurang lebih adalah 5 juta
sel/mm3 darah. Sel darah merah terbentuk pada tulang pipih di sumsum tulang
dan dapat hidup hingga 120 hari.
Jika sel darah merah rusak atau
sudah tua maka sel ini akan dirombak
dalam limfa. Hemoglobin dari sel
darah merah yang dirombak akan
terlepas dan dibawah ke dalam hati
untuk di jadikan zat warna empedu.
Sel darah merah baru akan di bentuk
kembali dengan bahan zat besi yang
berasal dari hemoglobin yang terlepas
dari perombakan proses tersebut.

6
Sel darah putih atau leukosit sesungguhnya tidaklah berwarna putih,
tetapi jernih. Disebut sel darah putih untuk membedakannya dari sel darah
merah yang berwarna merah. Sel darah putih bersifat amuboid, bentuknya tidak
teratur atau tidak tetap. Tidak seperti sel darah merah yang selalu berada
didalam pembuluh darah, sel darah putih dapat keluar dari pembuluh darah.
Kemampuan untuk bergerak bebas diperlukan sel darah putih agar dapat
menjalankan fungsinya untuk menjaga tubuh.
Sel darah putih memiliki inti sel, tetapi tidak berwarna dan tidak
memiliki pigmen. Berdasarkan zat warna yang diserapnya dan bentuk inti sel
darah putih dibagi menjadi lima jenis, yaitu basofil, neutrofil, monosit,
eusinofil dan limfosit. Secara normal jumlah sel darah putih dalam tubuh kita
kurang lebih 8.000 pada tiap 1mm3 darah. Sel darah putih hanya bisa hidup
antara 12-13 hari. Fungsi sel darah putih sebagai pertahanan tubuh dari
serangan penyakit. Jika tubuh terluka dan ada kuman yang masuk, sel-sel darah
putih akan membawa kuman-kuman tersebut.
Keping-keping darah atau trombosit bertanggung jawab dalam proses
pembekuan darah. Keping darah dibentuk pada sumsum tulang (megakariosit).
Keping darah berbentuk bulat atau lonjong. Ukuran keping darah lebih kecil
dari pada sel darah merah. Jumlahnya kurang lebih 300.000 pada tiap 1mm3
darah. Keping darah hidupnya singkat, hanya 8 hari. Saat terjadi luka, darah
keluar dari luka tersebut. Keping darah mendekati permukaan luka, lalu pecah
dan mengeluarkan trombokinase. Trobokinase di bantu dengan ion kalsium
akan mengubah protrombin yang terdapat dalam plasma darah menjadi
thrombin. Thrombin diperlukan untuk mengubah fibrinogen menjadi benang-
benang fibrin. Luka akan ditutup oleh benang fibrin yang berupa benang
-benang halus, sehingga darah berhenti keluar.

7
Gambar Komponen Darah
Gambar Trombosit

8
2.3 Definisi Anemia
Anemia dalam bahasa Yunani : anaimia, yang berarti kekurangan darah,
adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein
pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah
merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut
oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Kadar hemoglobin normal pada wanita dan pria umumnya
berbeda. Untuk pria anemia hemoglobin di definisikan <13,5 gram/100ml dan
pada wanita sebagai hemoglobin <12,0 gram/100ml.
Dapatkah Anemia Diwariskan ?
Anemia dapat diwariskan secara genetik. Gangguan herediter dapat
mempersingkat masa pakaisel darah merah dan penyebab anemia (misalnya,
anemia sel sabit). Gangguan herediter juga dapat menyebabkan anemia dengan
merusak produksi hemoglobin (misalnya, talasemia alfa dan thalassemia beta).
Tergantung pada derajat kelainan genetik, anemia yang diwariskan dapat
menyebabkan anemia ringan, sedang atau berat. Bahkan beberapa pasien dapat
menunjukan gangguan anemia yang sangat berat sehingga tidak dapat
beradaptasi dengan kehidupan dan dapat mengakibatkan kematian janin (bayi
yang belum lahir). Di sisi lain, beberapa anemia begitu ringan sehingga mereka
tidak terlihat dan kebetulan baru terlihat selama kerja darah secara rutin.

2.4 Jenis- Jenis Anemia


Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan. Beberapa jenis
anemia memiliki penyakit dasarnya. Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan
bentuk atau morfologi sel darah merah, etiologi yang mendasari, dan
penampakan klinis. penyebab anemia yang paling sering adalah perdarahan
yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara berlebihan hemolisis atau
kekurangan pembentukan sel darah merah (hematopoiesis yang tidak efektif).

9
Secara umum ada tiga jenis utama anemia diklasifikasikan menurut ukuran sel
darah merah:
a. Jika sel darah merah lebih kecil dari biasanya ini disebut anemia
mikrositik. Penyebab utama dari jenis ini defisiensi besi (besi tingkat
rendah) anemia dan thalassemia (kelainan bawaan hemoglobin).
b. Jika ukuran sel darah merah normal dalam ukuran (tetapi rendah dalam
jumlah) jenis ini disebut normositik, seperti anamia yang menyertai
penyakit kronis atau anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal.
c. Jika sel darah merah lebih besar dari normal, maka disebut anemia
makrositik. Penyebab utama dari jenis ini adalah anemia pernisiosa dan
anemia yang berhubungan dengan alkoholisme.
Anemia juga dapat di bedakan menjadi dua macam berdasarkan gejala yang
ditunjukkan yaitu :
a. Anemia Ringan : Karena jumlah sel darah merah yang rendah
menyebabkan berkurangnya pengiriman oksigen ke setiap jaringan dalam
tubuh, anemia dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala. Hal ini
juga bisa membuat buruk hampir semua kondisi medis lainnya yang
mendasari. Jika anemia ringan, biasanya tidak menimbulkan gejala
apapun.
b. Anemia Berat : Jika anemia secara perlahan terus menerus (kronis),
tubuh dapat beradaptasi dan mengimbangi perubahan, dalam hal ini
mungkin tidak ada gejala apapun sampai anemia menjadi lebih berat.

2.5 Etiologi Anemia


Anemia umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Gizi yang buruk
atau gangguan penyerapan nutrisi oleh usus juga dapat menyebabkan seseorang
mengalami kekurangan darah. Demikian juga pada wanita hamil atau
menyusui, jika asupan zat besi yang kurang, besar kemungkinan akan
mengalami anemia. Perdarahan disaluran pencernaan, kebocoran pada saringan
darah di ginjal, menstruasi yang berlebihan, serta pendonoran darah yang tidak
di imbangi dengan gizi yang baik dapat memiliki resiko anemia.

10
Perdarahan akut juga dapat menyebabkan kekurangan darah. Pada saat
terjadi perdarahan yang hebat, mungkin gejala anemia belum tampak.
Transfusi darah merupakan tindakan penanganan utama jika terjadi perdarahan
akut. Perdarahan tersebut biasanya tidak kita sadari. Pengeluaran darah
biasanya berlangsung sedikit demi sedikit dan dalam waktu yang lama. Berikut
kemungkinan dasar penyebab anemia.
1. Penghancuran Sel Darah Merah yang Berlebihan.
Biasa disebut anemia hemolitik, muncul saat sel darah dihancurkan lebih
cepat dari normal (umur sel darah merah normalnya 120 hari, pada anemia
hemolitik umur sel darah merah lebih pendek). Sumsum tulang penghasil
sel darah merah tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan sel darah
merah. Hal ini bisa disebabkan berbagai penyebab, kadangkala infeksi dan
obat-obatan (antibiotic dan antikejang) dapat sebagai penyebab. Pada
anemia hemolitik autoimun, sistem kekebalan tubuh dapat salah mengira
bahwa sel darah merah adalah benda asing sehingga dihancurkan.
Kelainan bawaan yang mengakibatkan gangguan sel darah merah dapat
juga menyebabkan anemia, seperti anemia sel sabit, thalasemia, defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidroginase (G6PD), sferositosis herediter.
2. Kehilangan Darah
Dapat menyebabkan anemia karena perdarahan berlebihan, pembedahan
atau permasalahan dengan pembekuan darah. Kehilangan darah sedikit
dalam jangka lama seperti perdarahan dari Inflammatory Bowel Disease
(IBD) juga dapat menyebabkan anemia. Kehilangan darah yang banyak
karena menstruasi pada remaja atau perempuan juga dapat menyebabkan
anemia. Semua faktor ini meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat
besi,karena zat besi dibutuhkan untuk membuat sel darah baru.
3. Penurunan Produksi Sel Darah Merah yang Tidak Optimal
Ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah
dalam jumlah cukup. Ini dapat akibat infeksi virus, paparan terhadap kimia
beracun,radiasi,atau obat-obatan (antibiotic,antikejang atau obat kanker).
Pada bayi lahir juga dapat terjadi anemia fisiologis, hal ini normal saat
hemoglobin bayi turun pada usia 2 bulan. Hal ini di anggap normal dan

11
tidak membutuhkan pengobatan karena bayi akan memulai memproduksi
sel darah merahnya sendiri.

2.6 Patofisiologi Anemia


Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah yang berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut ini :
1. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawah oleh darah ke jaringan.
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.

12
Hemalosis oleh aktivitas sistem retikulo endotelial yang berlebihan
Sum-sum tulang tertekan oleh tumor atau obat)
Kekurangan eritropoetin

Berkurangnya jumlah sel darah merah

Sedikit oksigen yang dikirimkan ke jaringan

Hipoksia jaringan

Mekanisme Kompensasi tubuh :


Peningkatan curah jantung dan pernapasan
Meningkatkan pelepasan oksigen dan hemoglobin
Mengembangkan volume plasma
Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital

Peningkatan Frekuensi Jantung Penurunan perfusi Penurunan perfusi ke


frekuensi jantung saluran cerna
pernapasan Beban kerja jantung

Hipertrofi ventrikel Aliran darah Aliran tidak Anoreksia, BB menurun


Resiko tinggi tidak adekuat adekuat ke
Pengisian LEVDP ke sistematik jantung dan
pola napas Pemenuhan nutrisi
tidak efektif otak
Curah jantung kurang dari kebutuhan

Kelemahan fisik Sakit kepala,


iskemia
miokard

Gangguan Resiko tinggi


Pemenuhan gangguan
aktivitas sehari- perfusi
hari jaringan

Resiko tinggi stroke Nyeri dada


dan iskemia miokard

13
2.7 Manifestasi Klinis Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun
sedemikian rupa dibawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ
target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.
1. Gejala-gejala apabila diklafikasikan menurut organ yang terkena sebagai
berikut :
a. Sistem kardiofaskuler : lesu, cepat lelah, palpasitas, takikardi, sesak
nafas saat beraktifitas, agina pektoris dan gagal jantung.
b. Sistem syaraf : sakit kepala, pusing, telinga mendengung, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada bagian estremitas.
c. Sistem uragenital : gangguan sirkulasi menstruasi dan libido
menurun.
d. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambu tipis dan halus.
2. Gejala klinis anemia apabila diklasifikasikan menurut ringan dan beratnya
anemia.
A. Anemia Ringan :
1. Kelelahan
2. Penurunan energi
3. Kelemahan
4. Sesak napas
5. Kepala terasa ringan
6. Palpitasi
7. Tampak pucat
B. Anemia Berat
Beberapa tanda-tanda yang mungkin menunjukkan anemia berat pada
seseorang dapat mencakup :

14
1. Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan tinja lengket dan
berbau busuk, berwarna merah marun, atau tampak berdarah jika
anemia karena kehilangan darah melalui saluran pencernaan
2. Denyut jantung cepat
3. Tekanan darah rendah
4. Frekuensi pernapasan cepat
5. Pucat atau kulit dingin
6. Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel
darah merah
7. Murmur jantung
8. Pembesaran limpa dengan penyebab anemia tertentu
9. Nyeri dada
10. Pusing atau kepala terasa ringan (terutama ketika berdiri atau
dengan tenaga)
11. Kelelahan atau kekurangan energi
12. Sakit kepala
13. Tidak bisa berkosentrasi
14. Sesak napas (khususnya selama latihan)
15. Nyeri dada, angina atau serangan jantung
16. Pingsan
Beberapa jenis anemia mungkin memiliki gejala yang lainnya, yaitu :
1. Sembelit
2. Daya kosentrasi rendah
3. Kesemutan
4. Rambut rontok
5. Malaise (rasa umum merasa tidak sehat), dan
6. Memburuknya masalah jantung
Beberapa pasien dengan anemia tidak menunjukkan gejala. Sedangkan
anemia pada orang lain mungkin merasa : capek, mudah kelelahan, tampak
pucat, terjadi palpitasi dan menjadi sesak napas. Perlu dicatat bahwa anemia
sudah berjalan lama (anemia kronis), tubuh dapat menyesuaikan diri dengan
kadar oksigen rendah dan mungkin individu tidak merasa berbeda kecuali

15
anemia menjadi berat. Di sisi lain, jika anemia terjadi dengan cepat (anemia
akut, pasien mungkin mengalami gejala yang signifikan relatif cepat).

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaam laboratorium hematologi
Pemeriksaam laboratorium hematologi dilakukan secara bertahap sebagai
berikut:
a. Tes penyaring : tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anenmia
dan bentuk marfologi anemia tersebut, pemeriksaan ini meliputi
pengkajian dan komponen-komponen yaitu kadar hemoglobin,
indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC) dan apusan darah tepi.
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui
kelainan dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju
endapan darah (LED), hitung diferensial dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikejarkan pada
sebagaian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosa definitas
meskipun ada beberapa kasus yang didiagnosakan tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologi meliputi:
Tes laboratorium untuk anemia dapat mencangkup sebagai berikut:
a. Hitung darah lengkap (CBC) : Meningkatkan tingkat keparahanan
dan jenis anemia (anemia mikrositik atau sel darah merah yang
beruukuran kecil, dan anemia makrositik atau sel darah merah yang
berukuran besar (sel darah putih dan trombosit) juga dimasukan
dalam laporan KBK.
b. Tes hemoglobin pada feses : tes darah dalam tinja yang dapat
mendeteksi pendarahan ari perut atau usus (tinja guaiac pengujian
atau tes darah tersembunyi tinja).
c. Pemeriksaan darah tepi : tampak pada sel-sel darah merah
dibawah mikroskop untuk menentukan ukuran, bentuk, jumlah dan
warna serta menilai sel-sel lainya dalam darah.

16
d. Kadar Besi : kadar besi dapat menunjukan apakah mungkin terkait
anemia kekurangan zat besi atau tidak. Tes ini biasanya disertai
dengan tes lain yang memperlihatkan kapasitas tubuh dalam
penyimpanan zat besi , seperti kadar transferin dan kadar feritin.
Kadar transferin : mengevaluasi suau protein yang membawa zat
besi ke seluruh tubuh. Feritin : mengevaluasi kadar zat besi total
yang bersedia dalam tubuh.
e. Asam folat : vitamin yang diperlukan untuk menghasilkan sel darah
merah yang rendah pada orang dengan kebiasaan makan yang buruk.
f. Vitamun B12 : vitamin yang diperlukan untuk menghasilkan sel
darah merah yang rendah pada orang dengan kebiasaan makan yang
buruk atau pada anemia pernisiosa.
g. Bilirubin : Berguna untuk menentukan apakah sel-sel darah merah
telah di hancurkan dalam tubuh yang dapat menjadi tanda anemia
hemolitik.
h. Kadar logam berat : toksisitas timbul digunakan sebagai indikator
salah satu penyebab yang lebih umum dari anemia pada anak-anak.
i. Elektroforesis hemoglobin : kadang-kadang digunakan ketika
seseorang memiliki riwayat keluarga anemia, tes ini memberikan
informasi untuk mengenal anemia sel sabit atau talasemia.
j. Jumlah retikulosit : pengukuran sel-sel darah merah yang baru
dihasilkan oleh sumsum tulang.
k. Tes fungsi hati : sebuah tes umum untuk menetukan bagaimana hati
bekerja, yang mungkin memberikan petunjuk untuk penyakit lain
yang mendasari penyebab anemia.
l. Tes fungsi ginjal : suatu sel yang sangat rutin dan dapat membantu
menentukan apakah ada disfusi ginjal.
m.Biopsi sumsum tulang : mengevaluasi produksi sel darah merah
dan dapat dilakukan ketika diduga ada masalah sumsum tulang.
3. Pemeriksaan penunjang lain
Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :

17
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi.
b. Radiologi : torak, bone survey, USG, atau limfangioggrafi.
c. Pemeriksaan biologis molekuler PCR (polymerase clain reaction)
dan FISH (flourescense in situ hybrydizdization).

2.9 Perawatan, Pengobatan, dan Pencegahan Anemia


Perawatan anemia sangat bervariasi dan tergantung pada penyebab dan
beratnya anemia. Jika anemia ringan dan hubungan dengan tanpa gejala atau
gejala minimal, penyelidikan menyeluruh oleh dokter akan dilakukan diluar
pasien (kantor dokter). Jika penyebab telah ditemukan, maka perawatan yang
tepat akan dimulai. Misalnya, jika anemia ringan dan ditemukan terkait dengan
kadar zat besi rendah, maka suplemen zat besi dapat diberikan saat
penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan penyebab kekurangan zat besi
dilakukan. Disisi lain, jika anemia berhubungan dengan kehilangan darah
secara tiba-tiba dari cidera atau pendarahan, kemudian rawat inap dan tranfusi
sel darah merah mungkin diperlukan untuk meringankan gejala dan mengganti
darah yang megnghilang. Langkah-langkah lebih lanjut untuk mengontrol
pendarahan dapat terjadi pada saat yang sama untuk menghentikan kehilangan
darah lebih lanjut. Transfusi darah mungkin diperlukan dalam keadaan lain
yang kritis juga. Sebagai contoh, sebagai seorang individu yang menerima
kemoterapi untuk kanker mungkin diduga oleh diduga oleh dokter yang
merawat memiliki masalah sumsum tulang yang berkaitan dengan kemoterapi.
Oleh karena itu, dokter dapat memeriksa jumlah darah secara rutin dan jika
kadarnya sampai ke tingkat yang cukup rendah, dapat direkomendasikan untuk
mendapatkan tranfusi sel darah merah untuk mengurangi gejala anemia.
A. Pengobatan
Pengobatan harus ditunjukan pada penyebab anemia sebagai berikut :
a. Tranfusi darah
b. Kortikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menkan sistem kekebaalan
tubuh
c. Erythropoirtin, obat yang membantu sumsum tulang membuat sel-sel
darah

18
d. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral
lainnya
B. Perawatan dirumah
Sangat sedikit yang biasa dilakukan untuk mengobati anemia sendiri dan
pengobatan medis biasanya diperlukan. Adalah penting untuk terus mengambil
obat yang diresepkan untuk penyakit kronis lainnya (jangka panjang). Jika
alasan untuk anemia diketahui, maka langkah-langkah untuk tetap di bawah
kontrol sangat penting. Misalnya, jika anemia disebabkan oleh tukak lambung,
maka obat-obatan seperti atau ibuprofen harus dihindari, kecuali dinyatakan
aman oleh dokter.
Perlakuan anemia sangat bervariasi. Pertama, penyebab yang mendasari
anemia harus diidentifikasi dan diperbaiki. Misalnya, anemia sebagai akibat
dari kehilangan darah dari ulkus lambung harus dimulai dengan obat-obat
untuk menyembuhkan ulkus. Demikian juga, operasi sering diperlukan untuk
menghapus kanker usus besar yang menyebabkan kehilangan darah kronis dan
anemia. Kadang-kadang suplemen zat besi juga akan diperlukan untuk
memperbaiki kekurangn zat besi. Pada anemia berat, transfusi darah mungkin
diperlukan. Vitamin B12 injeksi akan diperlukan untuk pasien yang menderita
anemia pernisiosa atau penyebab lainnya dari kekurangan vitamin B12. Pada
pasien tertentu dengan penyakit sumsum tulang (atau tulang sumsum
kerusakan dari kemoterapi) atau pasien dengan gagal ginjal, alfa epoetin
(Procrit, Epogen) dapat digunakan untuk merangsang sumsum tulang produksi
sel darah merah. Jika obat dianggap pelakunya, maka harus dihentikan dibawah
pengarahan resep dokter.

2.10 Komplikasi dan Prognosis Anemia


Hemoglobin memiliki peran penting dalam mengantar oksigen ke seluruh
bagian tubuh untuk konsumsi dan membawa kembali karbondioksida kembali
ke paru menghembuskan nafas keluar dari tubuh. Jika kadar hemoglobin terlalu
rendah, proses ini dapat terganggu, sehingga tubuh memiliki tingkat oksigen
yang endah (hipoksia).

19
Anemia umumnya memiliki prognosis yang sangat baik dan mungkin
dapat disembuhkan dalam banyak hal. Prognosis keseluruhan tergantung pada
penyebab anemia, tingkat keparahan dan kesehatan keseluruhan pasien.
anemia yang parah dapat menyebabkan rendahnya kadar oksigen pada organ-
organ vital seperti jantung, dan daat menyebabkan serangan jantung.

2.11 Pencegahan Anemia


Beberapa bentuk umum dari anemia yang paling mudah dicegah dengan
makan makanan yang sehat dan membatasi penggunaan alkohol. Semua jenis
anemia sebaiknya dihindari dengan memeriksakan diri ke dokter secara teratur
dan ketika masalah itu timbul. Darah para lanjut usia secara rutin diperhatikan
oleh dokter untuk selalu dikontrol, bahkan jika tidak ada gejala, sehingga dapat
terdeteksi adanya anemia dan meminta dokter untuk mencari penyebab yang
mendari.

2.12 Pelayanan Kesehatan pada Anemia


Penyakit anemia bisa di tangani pada hampir semua rumah sakit
seperti rumah sakit:
1. R.S Adi Husada
2. R.S Dr. Soetomo
3. R.S RSAL
4. R.S RSI, dll
1. Prosedur Jamkesmas
Ketentuan umum
Hak pelayanan kesehatan dasar meliputi:
1. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan
Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP).
2. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan
Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)
3. Pelayanan gawat darurat

20
- Manfaat jaminan berbentuk pelayanan kesehatan menyeluruh
atau komprehensif berdasarkan kebutuhan medik sesuai
dengan standart pelayanan medik.
- Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) :
a. Pelayanan kesehatan dasar (RJTP dan RITP) diberikan
di Puskesmas dan jaringannya.
b. Persalinan normal dapat dilayani oleh tenaga kesehatan
yang berkompoten (praktek dokter dan bidan swasta)
dan biayanya diklaimkan ke Puskesmas setempat
sebagaimana diatur dalam juknis pelayanan dasar.
c. Pelayanan Tingkat Lanjut (RJTL dan RITL) diberikan
di PPK lanjutan jaringan Jamkesmas (Balkesmas,
Rumah Sakit Pemerintah termasuk RS khusus
TNI/polri dan RS swasta) berdasarkan rujukan.
d. Pelayanan RITL diberikan di ruang rawat inap kelas 3.
Apabila tidak tersedianya tempat tidur, peserta dirawat
di kelas yang lebih tinggi dari kelas 3, biaya
pelayanannya tetap diklaimkan menurut biaya kelas 3.
e. RS khusus (RS Jiwa, RS Kusta, RS paru, dll) yang juga
melayani pasien umum, klaim pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara terpisah antara pasien khusus
sesuai dengan ke khususannya dan pasien umum.
- Gawat darurat (emergency) seluruh PPK wajib memberikan
pelayanan penanganan pertama walaupun tidak sebagai PPK
jaringan Jamkesmas. Selanjutnya PPK tersebut segera merujuk
ke PPK jaringan PPK Jamkesmas untuk penanganan lebih
lanjut.
- Peserta Jamkesmas tidak boleh dikenakan iuran dengan alasan
apapun.
- Pemberian pelayanan kepada peserta oleh PPK lanjutan harus
dilakukan secara efisien dan efektif, dengan menerapkan
prinsip kendali biaya dan kendali mutu

21
2. Prosedur Pelayanan Jamkesmas
1) Pelayanan Kesehatan Dasar
a. Peserta membawa kartu Jamkesmas.
- Peserta gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar,
menggunakan surat keterangan/rekomendasi Dinas/Instansi Sosial
setempat.
- Peserta PKH yang belum memiliki kartu Jamkesmas,
menggunakan kartu PKH.
b. Pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya.
c. Bila (menurut indikasi medis) peserta memerlukan pelayanan tingkat
lanjut, maka dapat merujuk peserta ke PPK lanjutan.
2) Pelayanan Tingkat Lanjut
1. Peserta Jamkesmas yang dirujuk ke PPK tingkat lanjut membawa
kartu peserta Jamkesmas/identitas kepesertaan lainnya dan surat
rujukan dibawa ke loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu
Rumah Sakit (PPATRS) untuk diverifikasi kebenaran dan
kelengkapannya.
a. Emergency tidak memerlukan surat rujukan.
b. Bayi dan anak yang lahir dari peserta Jamkesmas, otomatis
menjadi peserta. Pelayanan kesehatannya menggunakan kartu
peserta Jamkesmas orang tuanya dan dilampirkan surat
keterangan lahir dan Kartu Keluarga orang tuanya.
2. Diberikan Surat Keabsahan Peserta (SKP) oleh petugas PT. ASKES
3. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan.
4. Jenis Pelayanan:
a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit dan
Balkesmas
b. Pelayanan rawat inap kelas III (tiga) di Rumah Sakit
c. Pelayanan obat-obatan dan alat/bahan medis habis pakai
d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya
5. Kasus kronis (perawatan berkelanjutan dalam waktu lama)

22
a. Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal, Kanker, dll, surat rujukan
berlaku selama 1 bulan.
b. Gangguan jiwa, kusta, kasus paru dengan komplikasi, surat
rujukan dapat berlaku selama 3 bulan.
6. Peserta yang berobat lintas daerah, verifikasi kepesertaan dilakukan
oleh PT. Askes (Persero) dengan melihat pada kartu Jamkesmas.
7. Rujukan pasien antar RS termasuk rujukan RS antar daerah dilengkapi
surat rujukan dari rumah sakit asal pasien dengan membawa identitas
kepesertaannya untuk dapat dikeluarkan SKP oleh petugas PT. Askes
(Persero).
8. Gawat darurat wajib ditangani langsung tanpa diperlukan surat
rujukan. Peserta diberi waktu 2 x 24 jam hari kerja untuk melengkapi
identitasnya (kartu peserta disertai KK dan KTP)
9. Kasus-kasus dengan diagnosa yang kompleks (severity level-3)harus
mendapatkan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur Pelayanan
atau Supervisor yang ditunjuk/diberi tanggungjawab oleh RS
10. Biaya transport rujukan:
a. Pasien dari Puskesmas ke PPK lanjutan di Kabupaten/Kota
setempat menjadi tanggung jawab Puskesmas yang merujuk
b. Pemulangan pasien dari RS serta rujukan dari Rumah Sakit ke
Rumah Sakit lainnya tidak ditanggung dan menjadi tanggung
jawab Pemerintah Daerah asal peserta. 

23
3) Alur Pelayanan Kesehatan

24
BAB III
KLASIFIKASI ANEMIA

3.1 Anemia Aplastik


a. Definisi
Anemia aplastik merupakan anemia monokromik normositer yang
disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sedemikan sehingga sel darah
yang mati tidak diganti. Anemia aplastik adalah anemia yang disertai
dengan pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer
pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya
filtrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang.
b. Etiologi
Etiologi anemia aplastik beraneka ragam. Berikut ini adalah
berbagai faktor yang menjadi etiologi anemia aplastik.
1. Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan
sebagian besar daripadanya diturunkan menurut Hukum Mendel.
Pembagian kelompok pada faktor ini adalah sebagai berikut.
a. Anemia Fanconi
b. Diskeratosis bawaan
c. Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit/tulang.
d. Sindrom aplastik parsial :
- Sindrom Blackfand-Diamond.
- Trombositopenia bawaan.
- Agranulosistosis bawaan.
2. Obat-obatan dan Bahan Kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis
obat yang berlebihan. Obat yang sering menyebabkan anemia aplastik
adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia yang terkenal dapat
menyebabkan anemia aplastik adalah senyawa benzene.

25
3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen.
a. Sementara
- Mononukleosis infeksiosa
- Tuberkulosis
- Influenza
- Bruselosis
- Dengue
b. Permanen
Penyebab yang terkenal ialah virus hepatitis tipe non-A dan non-B.
Virus ini dapat menyebabkan anemia. Umumnya anemia aplastik
pasca-hepatitis ini mempunyai prognosis yang buruk.
4. Iradiasi
Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X.
Peningkatan dosis penyinaran sekali waktu akan menyebabkan
terjadinya pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan, sel-sel akan
berproliferasi kembali. Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik
berat atau ringan.
5. Kelainan Imunologis
Zat anti terhadap sel-sel hemotopoetik dan lingkungan mikro dapat
menyebabkan aplastik.
6. Idiopatik
Sebagian besar (50-70%) penyebab anemia aplastik tidak diketaui atau
bersifat idiopatik.
7. Anemia Aplastik pada Keadaan atau Penyakit Lainnya
Seperti leukemia akut, hemoglobinuria nokturnal paroksimal, dan
kehamilan dimana semua keadaan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya pansitopenia.

26
c. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui tiga faktor
berikut ini .
1. Kerusakan sel induk
2. Kerusakan lingkungan mikro
3. Mekanisme imunologis
Berikut ini skema patofisiologi anemia aplastik

d. Gejala Klinis
Gejala klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia,
leucopenia, dan trobositopenia. Gejala yang dirasakan berupa gejala sebagai
berikut.
1. Sindroma anemia : gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai
berat.
2. Gejala perdarahan : Paling sering muncul dalam bentuk perdarahan kulit
seperti ptekie dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan sub-konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena, dan

27
pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih
jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
3. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan, febris,
dan sepsis.
4. Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Evaluasi diagnostik yang dirasakan adalah sebagai berikut :
1. Sel darah
a. Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
b. Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai
retikulositopenia.
c. Leukopenia dengan relative limfositosis, tidak dijumpai sel muda
dalam darah tepi.
d. Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat
berat.
2. Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dan 70 kasus
mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam
pertama.
3. Faal hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk yang
disebabkan oleh trombositopenia.
4. Sumsum tulang
Hipoplasia ssampai aplasia. Aplasia tidak menyabar secara merata pada
seluruh sumsum tulang sehingga sumsum tulang yang normal dalam
satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia
aplastik. Pemeriksaan ini harus diulangi pada tempat-tempat yang lain.
5. Lain-lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF meningkat.

28
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi sebagai dampak dari pemeriksaan
diagnostic tersebut adalah sebagai berikut.
1. Gagal jangtung akibat anemia berat
2. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut
terkena
g. Penatalaksanaan atau Terapi
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa
terapi sebagai berikut.
1. Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.
Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang tidak
diketahui. Akan tetapi, hal ini sulit dilakukan karena etiologinya tidak
jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi Suportif
Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat
pansitopenia. Adapun bentuk terapinya adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengatasi infeksi
- Higiene mulut
- Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang
tepat dan adekuat
- Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat
b. Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan tranfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin, 7 gr/dl atau
tanda payah jantung atau anemi yang sangat simptomatik. Koreksi
Hb sebesar 9-10 g%, tidak perlu sampai normal karena akan
menekan eritropoesis internal. Pada penderita yang akan
dipersiapkan untuk transplantasi sumsum tulang pemberian
transfuse harus lebih berhati-hati.
c. Usaha untuk mengatasi perdarahan
Berikan transfuse konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan
mayor atau trombosit < 20.000/mm.

29
3. Terapi untuk Memperbaiki Fungsi Sumsum Tulang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang adalah sebagai berikut.
1. Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol
dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12
minggu, efek samping yang dialami berupa virilisasi dan gangguan
fungsi hati.
- Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah
- GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan
jumlah neutrofil.
4. Terapi definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan kesembuhan
jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas dua
jenis pilihan sebagai berikut :
a. Terapi imunosupresif, antara lain :
- Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-
thymocyte globuline (ATG) dapat menekan proses imunologis.
- Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednisolon
dosis tinggi.
b. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal.

3.2 Anemia Defiensi Besi


a. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin
berkurang. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering
dijumpai, terutama di Negara tropis.
Anemia defisiensi zat besi adalah penurunan jumlah sel darah
merah dalam darah yang disebabkan oleh zat besi yang terlalu sedikit. Besi
merupakan komponen utama dari hemaglobin dan penting untuk fungsi

30
yang tepat. Kehilangan darah kronis karena alasan apapun adalah
penyebab utama kadar zat besi rendah dalam tubuh karena menghabiskan
bsimpanan besi tubuh untuk mengkompensasi hilangnya zat besi yang
berlangsung. Anemia yang disebabkan oleh rendahnya kadar zat besi
disebut anemia difesiensi besi. Kekurangan zat besi merupakan penyebab
yang sangat umum dari anemia.
b. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan
besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Pendarahan. Jika pendarahan berlebihan atau terjadi selama periode
waktu tertentu (kronis), tubuh tidak akan dapat mencukupi kebutuhan
zat besi atau cukup disimpan untuk menghasilkan hemoglobin yang
cukup atau sel darah merah untuk menggantikan apa yang hilang. Pada
wanita, kekurangan zat besi mungkin karena menstruasi berat, tetapi
pada wanita yang lebih tua dan pada pria, perdarahan biasanya dari
penyakit usus seperti bisul dan kanker.
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat berasal
dari :
a. Saluran cerna akibat dari tukak peptic kanker lambung,
kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing
tambang.
b. Saluran genetalia wanita menoragi atau metroragi.
c. Saluran kemih hematuria
d. Saluran napas hemoptoe
2. Kurangnya asupan makanan. Kekurangan zat besi mungkin terjadi
karena tidak atau kurang mengkonsumsi zat besi. Pada anak-anak dan
terutama wanita hamil, tubuh membutuhkan lebih banyak zat besi.
Perempuan hamil dan menyusui sering terjadi kekurangan ini karena
bayi memerlukan sejumlah besar besi untuk pertumbuhan. Defisiensi
besi dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah dan persalinan
prematur. Wanita pra-hamil dan hamil secara rutin diberikan suplemen
zat besi untuk mencegah komplikasi ini. Bayi yang baru lahir yang

31
menyusui dari ibu kekurangan cenderung mengalami anemia difesiensi
besi juga.
Faktor nutrisi akibat kurangnya jumlah besi total dalam
makanan atau kualiatas besi yang tidak baik (makanan banyak
mengandung serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
a. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas
anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
3. Gangguan penyerapan. Kondisi tertentu mempengaruhi penyerapan zat
besi dari makanan pada saluran gas troin testinal (GI) dan dari waktu ke
waktu dapat mengakibatkan anemia. Ini termasuk misalnya, penyakit
celiace dan penyakit crohn.
Gangguan absorpsi besi gastrektomi, colitis kronis.
4. Penyebab lain anemia kekurangan zat besi meliput:
a. Perdarahan menstruasi yang berat, panjang, atau sering.
b. Tidak menerima cukup zat dalam diet (misalnya, jika seseorang
adalah vegetarian yang ketat).
Orang dewasa berisiko tinggi untuk anemia termasuk:
a. Mereka yang menggunakan aspirin, ibuprofen atau obat-obatan
artritis untuk waktu yang lama.
b. Wanita yang sedang hamil atau menyusui yang memiliki kadar zat
besi yang rendah.
c. Seniors
d. Wanita usia subur
c. Patofisiologi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi, sehingga
cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan
ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus,
maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, sehingga menimbulkan
gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi,
keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia
hipokromik mikrositer, sehingga disebut sebagai iron deficient anemia.
Pada saat ini juga terjadi kekurangan zat besi pada epitel serta pada

32
beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut
dan faring, serta berbagai gejala lainnya.
d. Gejala Klinis
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi tiga
golongan besar berikut ini.
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia yang disebut sebagai sindrom anemia dijumpai
pada anemia defisiensi jika kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 gr/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi, karena
terjadi penurunan kadar hemoglobin secara perlahan-lahan, sering kali
sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia
lain yang penurunan kadar hemoglobinnya lebih cepat.
2. Gejala khas akibat defisiensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah sebagai berikut.
1. Koilorikia kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertical, dan menjadi cekung sehingga mirip
seperti sendok.
2. Atrofi papilla lidah permukaan lidah menjadi licin dan
mengilap karena papil lidah menghilang.
3. Stomatitis angularis adanya peradangan pada sudut
mulut, sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan.
4. Disfagia nyeri menelan karena kerusakan epitel
hipofaring.
5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.
3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia deisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi. Misalnya pada anemia akibat
penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan
kelit telapak tangan berwarna kuning.

33
e. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat
dijumpai adalah sebagai berikut :
1. Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia
mikrositer hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan
sampai berat, RDW meningkat yang menunjukkan adanya anisositosis.
Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar Hb
menurun. Apusan darah menunjukkan anemia mikrositer hipokromik,
anisositosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit normal,
retikulosit rendah.
2. Kadar besi serum <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin <15 %.
3. Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai
dengan 60 Ug/dl.
4. Protoporfirin eritrosit meningkat (>100 Ug/dl).
5. Sumsum tulang. Menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan
normoblastik kecil-kecil dominan.
f. Penatalaksanaan Medis atau Terapi
Terapi pada anemia defisiensi besi dapat berupa terapi-terapi berikut ini :
1. Terapi Kausal
Terapi kausal bergantung pada penyebabnya, misalnya pengobatan
cacing tambang, hemoroid dan menoragi.
2. Pemberian Preparat Besi untuk Mengganti Kekurangan Besi dalam
Tubuh
Pemberian preparat besi biasanya diberikan secara per oral atau
parenteral.
- Besi per oral
Pengobatan melalui oral jelas aman dan murah dibandingkan
dengan parenteral. Besi melalui oral harus memenuhi syarat bahwa
tiap tablet atau kapsul berisi 50-100 mg besi elemental yang mudah
dilepaskan dalam lingkungan asam, mudah diabsorpsi dalam bentuk
fero, dan kurang efek samping. Ada empat bentuk gram besi yang

34
dapat diberikan melalui oral yaitu sulfat, glukonat, fumarat, dan
suksinat. Efek samping yang terjadi biasanya pirosis dan konstipasi.
Pengobatan diberikan sampai enam bulan setelah kadar Hb normal
untuk mengisi cadangan besi tubuh.
- Besi Parenteral
Diberikan bila ada indikasi seperti malabsorpsi, kurang toleransi
melalui oral, klien kurang kooperatif, dan memerlukan peningkatan
Hb secara cepat (pre operasi hamil trimester terakhir).
Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex dan iron
sorbitol citic acid complex yang dapat diberikan secara IM dalam
atau IV. Efek samping pada pemberian intramusukular biasanya
sakit pada bekas suntikan sedangkan pemberian intravena bisa
terjadi renjatan atau tromboplebitis.
3. Pengobatan Lain
Pengobatan lain yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut.
a. Diet sebaiknya diberikan makan bergizi yang tinggi protein
terutama protein hewani.
b. Vitamin C diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan
absorpsi besi.
c. Transfusi darah indikasi pemberian transfusi darah pada
anemia kekurangan besi adalah :
- Adanya penyakit jantung anemic
- Anemia yang simptomatik
- Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat.
4. Makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain:
- Telur (kuning telur)
- Ikan
- Legum (kacang polong dan kacang-kacangan)
- Daging (hati adalah sumber tertinggi)
- Unggas
- Kismis
- Whole – roti gandum

35
g. Prognosis
Dengan pengobatan yang dilakukan, hasilnya cenderung akan menjadi
baik. Biasanya, jumlah sel darah akan kembali normal dalam jangka
waktu 2 bulan
h. Kemungkinan komplikasi
Biasanya tidak ada komplikasi. Namun, anaemia difesiensi besi
mungkin dapat kembali terjadi lakukan kontrol rutin tindak lanjut
dengan penyedia layanan kesehatan. Anak-anak dengan gangguan ini
mungkin lebih berisiko untuk terserang infeksi
i. Pencegahan
Diet pada semua orang harus mencakup zat besi yang cukup. Daging
merah, hati, dan kuning telur merupakan sumber penting zat besi.
Tepung, roti dan beberapa sereal yang diperkaya demgan besi baik
untuk pencegahan. Jika tidak mendapatkan cukup zat besi dalam diet,
maka dapat dilakukan suplementasi zat besi. Selama periode tertentu
yang membutuhkan zat besi tambahan (seperti kehamilan dan menyusi),
maka jumlah zat besi dalam diet harus ditingkatkan atau dengan
suplemtasi zat besi.

3.3 Anemia Megaloblastik


a. Definisi
Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya
sel megaloblast dalam sumsum tulang. Sel megaloblast adalah sel
perkursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kes, di
mana maturasi sitoplasma nomal tetapi inti besar dengan susunan
kromosom yang longgar.
b. Etiologi
Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut :
1. Deifisiensi vitamin B12
a. Asupan kurang pada vegetarian
b. Malabsorpsi

36
- Dewasa : anemia pernisiosa, gastrektomi total/parsial,
penyakit Crohn’s, parasit, limfoma, usu halus, obat-obatan
(neomisin, etanol, KCL).
- Anak-anak : anemia pernisiosa, gangguan sekresi, faktor
intrinsik lambung, dan gangguan reseptor kobalamin di
ileum.
c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas
protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin), dan
paparan nitrit oksida yang berlangsung lama.
2. Defisiensi asam folat
a. Asupan kurang
- Gangguan Nutrisi : alkoholisme, bayi premature, orang tua,
hemodialisis, dan anoreksia nervosa.
- Malabsorpsi : gastrektomiparsial, reseksi usus halus,
penyakit Crohn’s, scleroderma, dan obat antikonvulsan.
b. Peningkatan kebutuhan : kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,
hipertiroidisme, serta eritropoesis yang tidak efektif (anemia
pernisiosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik).
c. Gangguan metabolisme folat : alkoholisme, defisiensi enzim.
d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non
alkoholik, dan hepatoma.
3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat
4. Gangguan sintesis DNA yang merupakan akibat dari proses berikut ini.
a. Defisiensi enzim congenital
b. Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.
c. Klasifikasi
Menurut penyebabnya anemia megaloblastik dibagi menjadi beberapa jenis.
1. Anemia Megaloblastik karena Defisiensi Vitamin B12
a. Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan, telur, serta
susu yang mengandung vitamin B12.

37
b. Adanya malabsorpsi akibat kelainan pada organ berikut ini :
- Kelainan lambung (anemia pernisiosa, kelainan congenital
faktor intrinsic, serta gastrektomi total atau parsial).
- Kelainan usus (intestinal loop syndrome, tropical sprue,
dan post reseksi ileum).
2. Anemia Megaloblastik karena Defisiensi Asam Folat
a. Disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat, terutama
pada orang tua, fakir miskin, gastrektomi parsial, dan anemia
akibat hanya minum susu kambing.
b. Malabsorpsi asam folat karena penyakit usus.
c. Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil,
laktasi, prematuritas) dan keadaan patologis (anemia hemolitik,
kegansan, serta penyakit kolagen).
d. Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat urine, biasanya
terjadi pada penyakit hati yang aktif atau kegagalan faal jantung.
e. Obat-obatan antikonvulsan dan sitostatik tertentu.
3. Anemia Megaloblastik karena Kombinasi Defisiensi Vitamin b12 dan
Asam Folat
Merupakan anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim congenital
atau pada eritroleukimia.
d. Patofisiologi
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel
karena terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi
asma folat dan vitamin B12, dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi
dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti
eritroblast ini, maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih
longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang lambat.
Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang
lebih longgar di sebut sebagai sel megatoblast. Sel megatoblast ini
fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang
sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek
yang berujung pada terjadinya anemia.

38
e. Gejala Klinis
Gejala klinis yang biasanya muncul pada anemia megaloblastik
adalah sebagai berikut.
1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif.
2. Ikterus ringan akibat pemecahan globin
3. Glositis dengan lidah berwarna merah, seperti daging (buffy tongue)
stomatitis angularis.
4. Purpura trombositopeni karena maturasi megakariosit terganggu.
5. Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neuropati sebagai berikut.
a. Neuropati perifer : mati rasa, terbakar pada jari
b. Kerusakan kolumna posterior : gangguan posisi, vibrasi
c. Kerusakan kolumna lateralis : spastisitas dengan deep reflex
hiperaktif dan gangguan serebrasi.
f. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah tepi akan dijumpai hasil sebagai berikut.
1. Hemoglobin menurun, dari ringan sampai berat (3-4 g/dl).
2. Dijumpai makrosit berbentuk oval dengan poikilositosis berat, MCV
meningkat 110-125fl, sedangkan retikulosit normal.
3. Biasanya dijumpai leucopenia ringan dengan hipersegmentasi neutrofil.
4. Kadang-kadang dijumpai trombositopenia ringan.
5. Pada pemeriksaan sumsum tulang dapat dijumpai adanya gejala sebagai
berikut.
a. Hiperplasia eritroid dengan sel megaloblast
b. Giant metamyelocyte
c. Sel megakariosit besar
d. Cadangan besi sumsum tulang meningkat
6. Kadar bilirubun indirek serum dan LDH meningkat.
g. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan-pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Untuk kekurangan vitamin B12 yang dilakukan adalah :
a. Anamnesis makanan
b. Tes absorpsi vitamin B12 dengan dan tanpa faktor

39
c. Penentuan faktor intrinsic dan antibody terhadap sel parietal
lambung.
d. Endoskopi foto saluran makanan bagian atas.
e. Analisis cairan lambung.
2. Untuk kekurangan asam folat yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Anamnesis makanan.
b. Tes malabsorpsi
c. Biopsi jejunum
d. Tanda-tanda penyakit dasar penyebab
h. Penatalaksanaan Medis atau Terapi
Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
1. Terapi Suportif
Transfusi bila ada hipoksi dan suspense trombosit bila trombositopenia
mengancam jiwa.
2. Terapi untuk Defisiensi Vitamin B12
Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi defisiensi vitamin B12
adalah sebagai berikut.
a. Diberikan vitamin B12 100-1.000 Ug intramuscular sehari
selama dua minggu, selanjutnya 100-1.000 Ug IM setiap bulan.
Bila ada kelainan neurologis, terlebih dahulu diberikan setiap
dua minggu selama enam bulan, baru kemudian diberikan
sebulan sekali. Bila penderita sensitif terhadpa pemberian
suntikan dapat diberikan secara oral 1.000 Ug sekali sehari, asal
tidak terdapat gangguan absopsi
3. Terapi untuk Defisiensi Asam Folat
Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, asal
tidak terdapat gangguan absopsi.
4. Terapi Penyakit Dasar
Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.

40
3.4 Anemia Hemolitik
a. Definisi
Anemia Hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya.
Anemia hematolik adalah suatu kondisi di mana tidak ada cukup
sel darah merah dalam darah, karena kerusakan dini sel-sel darah merah.
Ada beberapa jenis anemia hemolitik tertentu,yang dijelaskan secara
individual. anemia ini jarang terjadi karena masalah yang menyebabkan sel-
sel darah merah (sel darah merah) atau mati atau dihancurkan sebelum
waktunya.
Biasanya, sel darah merah hidup dalam darah selama sekitar 4
(empat) bulan. Sumsum tulang tidak mampu memproduksi sel darah merah
baru dengan cepat untuk menggantikan mereka yang telah hancur,
menyebabkan berkurangnya sel darah merah dalam darah, yang pada
gilirannya yang menyebabkan berkurangnya kapasitas untuk memasok
oksigen untuk jaringan seluruh tubuh.
b. Klasifikasi
Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua
golongan besar sebagai berikut.
1. Anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit endiri
(intrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat herediter-familiar.
2. Anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular),
yang sebagian besar bersifat didapatkan.
c. Etilogi
Anemia hemolytic terjadi ketika sumsum tulang tidak mampu
meningkatkan produksi untuk mengganti kerusakan dini sel-sel darah
merah. Jika sumsum tulang mampu bersaing dengan kehancuran dini,
anemia tidak terjadi (ini kadang-kadang disebut kompensasi hemolisis). Ada
banyak jenis anemia hemolitik, yang diklasifikasikan dengan alasan untuk
kerusakan dini sel-sel darah merah. Cacat mungkin dalam sel darah merah
itu sendiri (faktor instrinsik) atau di luar sel darah merah (faktor ekstrinsik).

41
Faktor instrinsik sering hadir pada saat kelahiran (keturunan), termasuk di
dalamnya:
1. Kelainan pada protein yang membangun sel-sel darah merah normal.
2. Perbedaan protein di dalam sel darah merah yang membawa oksigen
(hemoglobin).
Sedangkan yang termasuk faktor ekstrinsik meliputi:
1. Respon sistem kekebalan tubuh abnormal.
2. Gumpalan darah dalam pembuluh darah kecil.
3. Infeksi tertentu.
4. Efek samping dari obat.
Jenis-jenis anemia hemolitik meliputi:
1. Penyakit hemoglobin sel sabit (mirip gejala anemia sel sabit).
2. Anemia hemolytic karena difisiensi enzim G6PD.
3. Elliptocytosis herediter
4. Ovalocytosis herediter
5. Spherocytosis herediter
6. Anemia hemolitik autoimun idiopatik
7. Malaria
8. Anemia hemolitik mikroangiopati (MAHA)
9. Anemia hemolitik non-kekebalan yang disebabkan oleh bahan kimia
atau racun.
10. Hemoglobinuria nokturnal Paroxysmal (PNH)
11. Anemia hemolitik imun sekunder
12. Anemia sel sabit
13. Thalassemia
14. Transfusi darah dari donor dengan tipe darah yang berbeda.
d. Patofisiologi
Proses hemolisis akan menimbulkan bebrapa gejala berikut ini.
1. Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia.
Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh
mekanisme kompensasi tubuh, tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba,
sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin.

42
2. Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis
berdsarkan tempatnya dibagi menjadi dua.
a. Hemolisis ekstravaskular
Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikulo endotial
(RES) terutama pada klien, hepar, dan sumsung tulang karena sel ini
mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan
membaran, presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan
menurunnya fleksibilitas eritrosit. Pemecahan eritrosit ini akan
menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke protein pool, serta
besi yang dikembalikan ke makrofag selanjutnya akan digunakan
kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan
bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin menjadi
bilirubin indirek, mengalami konjugasi dalam hati menjadi bilirubin
direk kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan
sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urine.
b. Hemolisis intravascular
Pemecahan eritrosit intravaskuler menyebabkan lepasnya
hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan
diikat oleh hepatoglobin, sehinggan kadar hepatoglobin plasma akan
menurun. Apabila kapasitas hepatoglobin dilampaui, maka terjadilah
hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai
hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi
menjadi metemoglobin sehingga terjadi metemoglobinemia.
Hemoglobin bebas akan keluar melalui urine sehingga terjadi
hemoglobinuria. Pemecahan eritrosit intravascular akan melepaskan
banyak LDH yang terdapat dalam eritrosit, sehingga serum LDH
akan meningkat.
3. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoesis.
Destruksi eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanisme bio-
feedback sehingga sumsum tulang meningkatkan eritropoesis.
Peningkatan eritropoesis ditandai oleh peningkatan jumlah eritroblast
dalam sumsum tulang, sehingga terjadi hyperplasia normoblastik.

43
e. Pemeriksaan Fisik dan Laboraturium
Tes ini adalah tes untuk sel darah merah akibat penghancuran
(hemolisis). Tes khusus dapat mengidentifikasi jenis anemia hemolitik.
Tes ini biasanya dilakukan bila hemolisis diduga atau telah ditentukan.
1. Hitung retikulosit absolute
2. Hemoglobin bebas di dalam serum atau urine
3. Hemosiderin dalam urine
4. Jumlah sel darah merah (RBC), hemoglobin dan hematokrit (HCT)
5. Kadar serum haptoglobin
6. Kadar bilirubin serum tidak langsung
7. LDH serum
8. Urine dan urobilinogen fekal
Pengukuran secara langsung maka hidup sel darah merah yaitu dengan
teknik penandaan radioaktif yang menunjukkan pemendekan rentang
hidup. Penyakit juga dapat mempengaruhi hasil uji berikut, tergantung
pada penyebab spesifik:
1. AST
2. Uji Coombs langsung
3. Uji Coombs tidak langsung
4. Uji Donath-Landsteiner
5. Demam atau Agglutinin dingin
6. Alkalin fosfatase leukosit
7. Pemeriksaan darah tepi
8. Jumlah trombosit
9. Elektroforesis protein serum
10. RBC indeks
11. Serum kreatinin
12. Serumferitin
13. Serum besi
14. Kadar kalium serum
15. Serum asam urat
16. TIBC

44
17. Hitung jenis darah putih
f. Pengobatan
Pengobatan tergantung pada jenis dan penyebab anemia hemolitik.
Asam folat, pengganti besi dan kortikosteroid dapat digunakan. Dalam
keadaan darurat, transfusi darah atau pengangkatan limpa (splenektomi)
mungkin diperlukan. Pengobatan untuk anemia hemolitik sangat beragam
tergantung penyebab. Namun, tujuannya sama yaitu untuk mengobati
penyebab anemia, untuk mengurangi atau menghentikan penghancuran sel
darah merah, dan meningkatkan jumlah RBC dan atau kadar hemoglobin
untuk mengurangi gejala. Ini mungkin akan melibatkan misalnya:
1. Obat digunakan untuk mengurangi produksi autoantibodies yang
menghancurkan sel darah merah
2. Transfusi darah untuk meningkatkan jumlah sel darah merah sehat.
3. Transplantasi sumsum tulang untuk meningkatkan produksi sel darah
merah normal.
4. Menghindari pemicu yang menyebabkan anemia seperti dingin
dalam beberapa bentuk anemia hemolitik autoimun atau Kacang
Fava bagi mereka dengan defisiensi G6PD.
g. Prognosis
Hasilnya tergantung pada jenis dan penyebab anemia hemolitik.
Kemungkinan terjadinya komplikasi tergantung pada jenis anemia
hemolitik tertentu. Anemia yang berat dapat menyebabkan gangguan
kardiovaskuler (kegagalan jatung dan tekanan darah mengakibatkan
kematian). Anemia berat dapat memperburuk penyakit jantung, penyakit
paru-paru, atau penyakit serebrovaskuler).

3.5 Anemia Sel Sabit


a. Definisi
Anemia sel sabit merupakan suatu gangguan resesif otosom yang
disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, satu buah
dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat itu disebut

45
hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti
sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
Anemia sel sabit merupakan penyakit keturunan dimana sel darah
merah berbentuk sabit abnormal. (sel darah merah yang biasanya
berbentuk seperti disk).
b. Etiologi
Ada beberapa faktor yang dianggap sebagai perangsang
terbentuknya sel sabit, yaitu stress fisik, demam, dan trauma.
c. Patofisiologi
Pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut merupakan satu
substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena
hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta,
maka terdapat dua gen untuk sintesis tiap rantai. Hemoglobin yang cacat
tersebut diberi nama hemoglobin S (HbS). HbS menjadi kaku dan
membentuk konfigurasi seperti sel sabit apabila terpajan oksigen berkadar
rendah. Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan
kemampuannya berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh yang sempit,
sehingga aliran darah ke jaringan sekitarnya tersumbat. Hal ini
menyebabkan iskemia dan infark di berbagai organ tubuh, terutama tulang
dan limpa. Adanya iskemia dan infark di berbagai organ tubuh
menyebabkan serangan nyeri.
d. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang umum terjadi pada anemia sel sabit adalah
sebagai berikut.
1. Terdapat tanda-tanda sistemik anemia.
2. Nyeri hebat akibat sumbatan vascular pada serangan-serangan penyakit.
3. Demam.
4. Pembesaran jantung, distrimia, dan gagal jantung pada anemia kronis.
5. Infeksi bakteri berulang.
6. Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati.

46
e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnosis yang lazim dilakukan pada masalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Terjadi penurunan hematokrit, hemoglobin, dan hitung sel darah merah.
2. Pemeriksaan prenatal mengidentifikasi adanya status homozigot pada
janin.
Pengujian yang biasa dilakuakan untuk mendiagnosa dan
membantu pasie dengan anemia sel sabit meliputi:
1. Hitung darah lengkap (CBC)
2. Hemoglobin elektroforesis
3. Uji sel sabit
Pemeriksaan sel lainnya mungkin termasuk:
1. Bilirubin
2. Darah oksigen
3. CT Scan atau MRI
4. Peripheral Kreatinin
5. Serum hemoglobin
6. Serum kalium
7. Kencing gips atau darah dalam urine.
8. Jumlah sel darah putih
f. Penatalaksanaan atau Terapi
Penatalaksanaan yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Antibiotik profilaktik dapat diberikan untuk mencegah infeksi.
2. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
3. Bila terjadi krisis sel sabit terapi yang utama adalah hidrasi dan
analgetik.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen.
5. Transfusi sel darah merah pada keadaan tertentu saja, yaitu krisis
aplastik bila hemoglobin klien turun drastic, krisis nyeri hebat yang
tidak berespons dengan terapi apa pun selama beberapa hari, tindakan

47
prabedah untuk mengencerkan sel sabit, dan sebagai usaha mencegah
terjadinya krisis selama paruh akhir masa kehamilan.
g. Prognosis
Di masa lalu, pasien anemia sel sabit sering meninggal karena
kegagalan organ pada rentang usia 20 dan 40. Berkat pemahaman yang
lebih baik dan pengelolaan saat ini, penyakit pada pasien dapat hidup
dalam usia 50 tahunan atau lebih. Penyebab kematian termasuk
kegagalan organ dan infeksi. Beberapa orang dengan pengalaman
penyakit ringan, singkat, episode jarang. Lain mengalami parah, jangka
panjang, episode sering dengan komplikasi banyak.

h. Komplikasi
Komplikasi anemia sel sabit meliputi infeksi, hipoksia, iskemia,
episode trombosis, stroke, gagal ginjal, serta priapismus (nyeri
abnormal dan ereksi penis terus menerus).

48
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan anemia di fokuskan pada penggalian data
dasar tentang informasi status terkini dari klien mengenai berkurangnya sel darah
merah dapat disebabkan oleh kekurangan kofaktor untuk eritropoesis,seperti asam
folat, vitamin B12,dan besi. Pada anemia, karena sistem organ dapat terlibat,
maka dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas. Oleh karena jumlah efektif
sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang dikirimkan ke
jaringan.
1. Anamnesis
Kehilangan darah yang mendadak atau berlebihan seperti pada
pendarahan, sehingga menimbulkan gejala sekunder hipovolimia dan hipoksemia.
Masing-masing gejalah harus di evaluasi waktu dan durasinya, serta faktor yang
mencetuskan dan yang meringankan.
Keluhan Utama
Pada klien anemia biasanya mengeluhkan cepat lelah, riwayat penyakit
sekarang yang mungkin didapatkan meliputi tanda dan gejala penurunan kadar
eritrosit dan hemoglobin dalam darah,yaitu dengan adanya kelemahan fisik,
pusing dan sakit kepala, gelisa, diaphoresis (keringat dingin), takikardia, sesak
nafas, serta kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, namun, pengurangan
hebat jumlah darah sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun
pengurangan 50%) memungkinkan mekanisme konpensasi tubuh untuk
menyesuaikan diri dan biasanya klien asimtomatik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan melakukan
serangkain pertanyaan, meliputi:
1. Apakah sebelumnya klien pernah menderita anemia.
2. Apakah meminum suatu obat tertentu dalam jangka lama.
3. Apakah pernah menderita penyakit malaria.
4. Apakah pernah mengalami pembesaran limfe.

49
5. Apakah pernah mengalami penyakit keganasan yang tersebar seperti
kanker payudara, leukemia, dan multipel mieloma.
6. Adakah pernah kontak dengan zat kimia toksik dan penyinaran dengan
radiasi.
7. Apakah pernah menderita penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan
hati.
8. Apakah pernah menderita penyakit infeksi dan defisiensi endokrin.
9. Apakah pernah mengalami kekurangan vitamin penting, seperti vitamin
B12, asam folat, vitamin C dan besi.
Riwayat Psikososial
Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri. Interaksi social : stress karena
keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping dengan stressor
yang ada.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien pucat. Ini umumnya di akibatkan oleh berkurangnya
volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk memperbesar
pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi
kulit, suhu, dan keadaan serta distribusi kapiler memengaruhi warna kulit, maka
warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku,
telapak tangan, dan membran mukosa bibir serta kunjungtiva dapat digunakan
lebih baik guna menilai kepucatan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda sebagai berikut :
1. Kelelahan, kelemahan (menunjukkan hipoksemia jaringan)
2. Palpitasi (menunjukkan kepekaan miokard karena hipoksemia)
3. Sakit kepala ringan, peka rangsang(menunjukkan hipoksemia serebral)
4. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas (menunjukkan kerusakan fungsi
miokard karena hipoksemia)
5. Pucat pada kulit dan membran mukosa dan dasar kuku.

50
B1 (Breathing)
Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu
melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman
oksigen.
B2 (Bleeding)
Takikardia, bising jantung menggambarkan beban kerja dan curah jantung
yang meningkat, pucat pada kuku, telapak tangan, serta membran mukosa bibir
dan kunjungtiva. Keluhan nyeri dada bila melibatkan arteri koroner. Angina (nyeri
dada), khususnya pada klien usia lanjut dengan stenosis koroner dapat di
akibatkan karena iskernia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan
gagal jantung kongestif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat
menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat.
B3 (Brain)
Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinnitus
(telinga berdengung)
B4 (Bladder)
Gangguan ginjal, penurunan produksi urine.
B5 (Bowel)
Penurunan intake nutrisi disebabkan karena anoreksia, nausea, konstipasi
atau diare, serta stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
B6 (Bone)
Kelemahan dalam melakukan aktifitas.

4.2 Diagnosis Keperawatan


Berdasarkan patofisiologi di atas dan dari data pengkajian, diagnosis
keperawatan utama untuk klien ini mencakup hal-hal berikut.
1. Aktual / resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan
menurunnya pengangkutan oksigen ke jaringan sekunder dari penurunan
jumlah sel-sel darah merah di sirkulasi.
2. Aktual / resiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan menurunnya
suplai darah ke miokardium.

51
3. Aktual / resiko tinggi pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan
respons peningkatan frekuensi pernafasan.
4. Aktual / resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
5. Aktual / resiko tinggi intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan.
6. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan
status kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.

4.3 Rencana Intervensi


Tujuan perencanaan dan implementasi keperawatan adalah membantu
klien dalam mengatasi masalah kebutuhan dasarnya. Meningkatkan kemampuan
adaptasi klien secara optimal, dan mengurangi resiko komplikasi.

Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan


menurunnya pengangkutan oksigen sekunder dari penurunan sel-sel darah
merah sirkulasi.
Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam perfusi perifer meningkat
Kriteria: klien tidak mengeluh pusing, tanda-tanda vital dalam batas normal,
konjungtiva merah (tidak pucat), CRT < 3 detik, urine > 600 ml/hari.
Intervensi Rasiolnal
Kaji status mental klien secara teratur. Mengetahui derajat hipoksia pada
otak.
Kaji faktor-faktor yang menyebabkan Berkurangnya sel darah merah dapat
penurunan sel darah merah. disebabkan oleh kekurangan kofaktor
untuk eritropoesis, seperti: asam
folat, vitamin B12, dan besi. Pada
anemia, karena semua sistem organ
dapat terlibat, maka akan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang
luas. Karena jumlah efektif sel darah
merah berkurang, maka lebih sedikit
oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui derajat hipoksemia dan

52
perifer dan diaforesis secara teratur. peningkatan tahanan perifer.
Pantau urine output. Penurunan curah jantung
mengakibatkan menurunnya produksi
urine, pemantauan yang ketat pada
produksi urine < 600 ml/hari
merupakan tanda-tanda terjadinya
syok kardiogenik.
Catat adanya keluhan pusing Keluhan pusing merupakan
manifestasi penurunan suplai darah
ke jaringan otak yang parah.
Pantau frekuensi jantung dan irama. Perubahan frekuensi dan irama
jantung menunjukkan komplikasi
disritmia.
Berikan makanan kecil/mudah Makanan besar dapat meningkatkan
dikunyah, batasi asupan kafein. kerja miokardium. Kafein dapat
merangsang langsung ke jantung
sehingga meningkatkan frekuensi
jantung.
Kolaborasi Transfusi dengan PRC (packed red
1. Pemberian transfusi darah. cells) lebih rasional diberikan pada
klien yang mengalami anemia akibat
penurunan sel-sel darah merah.
2. Pemberian antibiotika. Kematian biasanya disebabkan oleh
perdarahan atau infeksi, meskipun
antibiotik, khususnya yang aktif
terhadap basil gram negatif, telah
mengalami kemajuan besar pada
klien ini. Klien dengan leukopenia
yang jelas (penurunan abnormal sel
darah putih) harus dilindungi
terhadap kontak dengan orang lain
yang mengalami infeksi. Antibiotik
tidak boleh diberikan secara
profilaksis pada klien dengan kadar

53
neutrofil rendah dan abnormal
(netropenia) karena antibiotik dapat
mengakibatkan kegawatan akibat
resistensi bakteri dan jamur.

3. Pertahankan cara masuk heparin Jalur yang penting untuk pemberian


(IV) sesuai indikasi. obat darurat.
4. Pemantauan laboratorium. Pemantauan darah rutin berguna
untuk melihat perkembangan pasca-
intervensi.
5. Pemberian imunosupresif. Terapi imunosupresif globulin
antitimosit (ATG) diberikan untuk
menghentikan fungsi imunologis
yang memperpanjang aplasia,
sehingga memungkinkan sumsum
tulang mengalami penyembuhan.
Klien yang berespons terhadap terapi
biasanya akan sembuh dalam
beberapa minggu sampai tiga bulan,
tetapi respons dapat lambat sampai
enam bulan setelah penanganan.
6. Transplantasi Transplantasi sumsum tulang
dilakukan untuk memberikan
persediaan jaringan hematopoetik
yang masih dapat berfungsi.

Aktual/risiko tinggi nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai


darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium sekunder dari penurunan
suplai darah ke miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan
respons nyeri dada.

54
Kriteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara
objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak
terjadi penurunan perfusi perifer, urine > 600 ml/hari.
Intervensi Rasional
Catat krekteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku klien
intensitas, serta lama dan karena nyeri terjadi sebagai temuan
penyebarannya. pengkajian.
Anjurkan kepada klien untuk Nyeri berat dapat menyebabkan syok
melaporkan nyeri dengan segera. kardiogenik yang berdampak pada
kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan sebagai berikut.
1. Atur posisi fisiologis Posisi fisiologis akan meningkatkan
asupan oksigen ke jaringan yang
mengalami iskemia.
Istirahat akan menurunkan kebutuhan
2. Istirahatkan klien. oksigen jaringan prifer sehingga akan
menurunkan kebutuhan miokardium
serta meningkatkan suplai darah dan
oksigen ke miokardium yang
membutuhkan oksigen untuk
menurunkan iskemia.
3. Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang
dengan nasal kanul atau masker ada untuk pemakaian miokardium
sesuai dengan indikasi. sekaligus mengurangi
ketidaknyamanan akibat nyeri dada.
4. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan
lingkungan tenang dan batasi stimulus nyeri eksternal dan
pengunjung. pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan.
5. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan oksigen
pernapasan dalam. sehingga akan menurunkan nyeri

55
sekunder dari iskemia jaringan otak.
6. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
saat nyeri. menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorfin dan enkefalin yang dapat
memblok redeptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan presepsi nyeri.
7. Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Dipton ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan dengan otomatis
membantu suplai darah dan oksigen
ke area nyeri dan menurunkan sensasi
nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi Obat-obat antiangina bertujuan untuk
farmakologis antiangina meningkatkan aliran darah baik
dengan menambah suplai oksigen
atau dengan mengurangi kebutuhan
miokardium akan oksigen.
1. Antiangina (nitroglyserin). Nitrat berguna untuk kontrol nyeri
dengan efek vasodilatasi koroner.
2. Analgesik. Menurunkan nyeri hebat, memberikan
sedasi dan mengurangi kerja
miokardium.

Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan


pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder dari
edema paru akut.
Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria: klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20 kali/menit,
respons batuk berkurang.
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema paru, sekunder akibat

56
dekompensasi jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan
volume cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung,
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air dan
penurunan pengeluaran urine.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan
menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan.
Pertahankan pemasukan total cairan Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
2.000ml/24 jam dalam toleransi orang dewasa, tetapi memerlukan
kardiovaskuler. pembatasan dengan adanya
dekompensasi jantung.
Kolaborasi
1. Berikan diet tanpa garam. Natrium meningkatkan retensi cairan
dan volume plasma yang berdampak
terhadap peningkatan beban kerja
jantung dan akan meningkakan
kebutuhan miokardium.
2. Berikan diuretik, contoh: Diuretik bertujuan untuk menurunkan
furosemide, sprinolakton, volume plaama dan menurunkan
hidronolakton. retensi cairan di jaringan, sehingga
menurunkan risiko terjadinya edema
paru.
3. Pantau data laboratorium Hipokalemia dapat membatasi
elektrolit kalium. keefektifan terapi.

Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan
nutrisi.
Kriteria: klien secara subjektif termotivasi untuk melakukaan pemenuhan nutrisi
sesuai anjuran, klien dan keluaraga tentang asupan nutrisi yang tepat pada klien,
asupan meningkat pada porsi makan yang disediakan.

57
Intervensi Rasional
Jelaskan tentang manfaat makan bila Dengan pemahaman klien akan lebih
dikaitkan dengan kondisi klien saat ini. kooperatif mengikuti aturan.
Anjurkan agar klien memakan makanan Untuk menghindari makanan yang
yang di sediakan di rumah sakit. justru dapat menganggu proses
penyembuhan klien.
Beri makanan dalam keadaan hangat Untuk meningkatkan selera dan
dan porsi kecil serta diet tinggi kalori mencegah mual, mempercepat
tinggi protein. perbaikan kondisi, serta mengurangi
beban kerja jantung.
Libatkan keluarga pasien dalam Klien kadang kala mempunyai selera
pemenuhan nutrisi tambahan yang tidak makan yang sudah terbiasa sejak di
bertentangan dengan penyakitnya. rumah. Dengan bantuan keluarga
dalam pemenuhan nutrisi dengan
tidak bertentangan dengan pola diet
akan meningkatkan pemenuhan
nutrisi.
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Hygine oral yang baik akan
sebelum dan sesudah makan serta meningkatkan nafsu makan klien.
sebelum dan sesudah
intervensi/pemeriksaan per oral.
Beri motivasi dan dukungan psikologis. Meningkatkan secara psikologis.
Kolaborasi
1. Dengan nutrisi tentang Meningkatkan pemenuhan sesuai
pemenuhan diet klien. dengan kondisi klien.
2. Pemberian multivitamin Memenuhi asupan vitamin yang
kurang dari penurunan asupan nutrisi
secara umum dan memperbaiki daya
tahan.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.
Tujuan: aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan
beraktivitas.
Kriteria: klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang

58
berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
Intervensi Rasional
Catat frekuensi dan irama jantung Respons klien terhadap aktivitas dapat
serta perubahan tekanan darah selama mengindikasikan penurunan oksigen
dan sesudah aktivitas. miokardium.
Tingkatkan istirahat, batasi aktvitas, Menurunkan kerja
dan berikan aktivitas senggang yang miokardium/konsumsi oksigen.
tidak berat.
Anjurkan klien untuk menghindari Dengan mengejang dapat
peningkatan tekanan abdomen, mengakibatkan takikardia serta
misalnya mengejang saat defekasi peningkatan tekanan darah.
Jelaskan pola peningkatan bertahap Aktivitas yang maju memberikan
dari tingkat aktivitas. Contoh: bangun kontrol jantung, meningkakan regangan
dari kursi bila tak ada nyeri, dan mencegah aktivitas berlebihan.
ambulasi, dan istirahat selama 1 jam
setelah makan.
Pertahankan klien tirah baring Untuk menguangi beban jantung.
sementara sakit.
Pertahankan rentang gerak pasif Meningkatkan kontraksi otot sehingga
selama sakit kritis membantu aliran vena balik.
Evaluasi tanda vital saat kemajuan Untuk mengetahui fungsi jantung bila
aktivitas terjadi. dikaitkan dengan aktvitas.
Berikan waktu istirahat diantara Untuk mendapatkan cukup waktu
waktu aktivitas. resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu
memaksa kerja jantung.
Selama aktivitas EKG, dispnea, Melihat dampak dari aktivitas terhadap
sianosis, kerja dan frekuensi napas, fungsi jantung.
serta keluhan subyektif.

Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman atau
perubahan status kesehatan
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang.
Kriteria: klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaanya dapat
mengidentifikasi penyebab atau takut yang memengaruhinya, kooperatif
terhadap tindakan dan wajah rileks
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan perasaan Cemas berkelanjutan memberikan

59
marah kehilangan dan takut. dampak serangan jantung selanjutnya.
Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal/non verbal dapat
kecemasan, damping klien dan menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
lakukan tindakan bila menunjukkan gelisah.
perilaku merusak.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat
penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal
mengurangi kecemasan. Beri yang tidak perlu.
lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien (menurunkan
ketakutan) dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan klien,
menenkankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif,
membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan, serta
memberikan respons balik yang
positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan
rutin dan aktivitas yang di harapkan. kecemasan.
Beri kesempatan kepada klien untuk Dapat menghilangkan ketegangan
mengungkapkan kecemasannya. terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang Memberi waktu untuk
terdekat. mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas dan perilaku
adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman
yang dipilih klien untuk membantu

60
aktivitas serta pengalihan (misalnya
membaca) akan menurunkan perasaan
terisolasi.
Kolaborasi: berikan anti cemas sesuai Meningkatkan relaksasi dan
indikasi, contohnya diazepam. menurunkan kecemasan.

4.4 Evaluasi
Hasil akhir yang diharapkan, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Terhindar dari risiko penurunan perfusi perifer.
2. Bebas dari nyeri.
3. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.
4. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
5. Menunjukkan penurunan kecemasan.
a. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya.
b. Mematuhi semua aturan medis.
c. Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri
menetap atau sifatnya berubah.

61
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari
darah, organ pembentuk darah dan penyakitnya.
2. Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang
bekerja sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar
yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti bakteri, jamur dan
virus.
3. Darah memiliki komponen yang khusus, yakni protein cair
(plasma) dan unsur-unsur berbentuk (eritrosit, leukosit, dan
trombosit) yang tersusupensi didalam plasma. Eritrosit (sel darah
merah) membawa oksigen ke jaringan dan membawa keluar
karbondioksida. Leukosit (sel darah putih) berfungsi dalam respon
inflamasi dan kekebalan. Plasma (cairan jernih yang berwarna
kuning jerami) membawa antibodi serta nutrien ke jaringan dan
mengangkut keluar limbah metabolik. Faktor koogulasi dan
trombosit (platelet) mengendalikan pembekuan darah.
4. Hematopoesis, yaitu suatu proses pembentukan darah, terutama
berlangsung didalam sum-sum tulang.
5. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah
atau hemoglobin kurang dari normal.
6. Jenis-jenis anemia dapat dibedakan menjadi tiga menurut ukuran
sel darah merah, yaitu sel darah merah lebih kecil dari biasanya
disebut anemia mikrositik, ukuran sel darah merah normal dalam

62
ukuran (tetapi rendah dalam jumlah ), ini disebut anemia
normositik dan sel darah merah lebih besar dari normal, maka
disebut anemia mikrositik.
7. Penyebab dari penyakit anemia yaitu penghancuran sel darah
merah yang berlebihan, kehilangan darah, dan produksi sel darah
merah yang tidak optimal.
8. Gejala pada klien anemia yaitu asimtomatik, napas pendek atau
sesak, terutama saat beraktfitas, kepala terasa ringan, palpitasi,
pucat pada (membrane mukosa, konjungtiva, kuku), Sirkulasi
hiperdinamik (seperti takikardi, pulse yang menghilang, aliran
murmur sistolik).
9. Anemia dapat di obati dengan cara tranfusi darah, kortikosteroid
atau obat-obatan lainnya yang menkan sistem kekebaalan tubuh,
erythropoirtin, obat yang membantu sumsum tulang membuat sel-
sel darah, suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin
dan mineral lainnya.
5.2 Saran
Sebagai seorang perawat setelah kita memahami materi tentang
Asuhan Keperawatan pada Klien Anemia diharapkan dapat mengerti
tindakan apa yang harus dilakukan oleh perawat untuk membantu
meningkatkan derajat kesehatan klien.
Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan
pada Asuhan Keperawatan pada Klien Anemia, maka kami menganggap
perlu adanya saran untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan
keperawatan yang akan kami buat untuk selanjutnya.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan
klien pada saat itu.
2. Dalam perumusan diagnosa keperawatan, harus diprioritaskan sesuai
dengan kebutuhan Maslow ataupun kegawatan dari masalah.
3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang
kritis maupun yang tidak.

63
64

Anda mungkin juga menyukai