Dalam Bapa, Putra Dan Roh Kudus. AMIN
Dalam Bapa, Putra Dan Roh Kudus. AMIN
OLEH
NIM : 55902820
KUPANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Usia lanjut (Lansia) sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut
dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang
yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu
beberapa decade.[ CITATION Nin17 \l 1033 ]
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) persebaran penduduk lansia di
Indonesia menurut tipe daerah masih didominasi oleh lansia yang tinggal di daerah
perkotaan dibandingkan dengan perdesaan (52,95 persen berbanding 47,05 persen).
Perbandingan persentase yang tidak jauh berbeda juga tampak pada jenis kelamin lansia,
dengan lansia berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki
(52,29 persen berbanding 47,71 persen). Selanjutnya, jika dilihat dari kelompok umur,
persentase lansia di Indonesia sebagian besar diisi oleh lansia muda (kelompok umur 60-
69 tahun) dengan persentase 64,29 persen, diikuti oleh lansia madya (kelompok umur 70-
79 tahun) sebesar 27,23 persen dan terakhir lansia tua (kelompok umur 80+ tahun)
sebesar 8,49 persen (BPS, 2020)
Berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020,
terdapat enam provinsi yang telah memasuki fase struktur penduduk tua yakni persentase
penduduk lansianya telah berada di atas 10 persen. Keenam provinsi tersebut adalah
Daerah Istimewa Yogyakarta (14,71 persen), Jawa Tengah (13,81 persen), Jawa Timur
(13,38 persen), Bali (11,58 persen), Sulawesi Utara (11,51 persen), dan Sumatera Barat
(10,07 persen) (BPS, 2020).
Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pula penyakit yang muncul dan
sering diderita khususnya pada lansia. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran
pada organ tubuh, oleh sebab itu para lansia mudah sekali terkena penyakit [ CITATION
mul18 \l 1057 ] . Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia umumnya adalah penurunan
fungsi organ yang memicu terjadinya berbagai penyakit degeneratif termasuk stoke.
Penyakit degeneratif pada lansia jika tidak ditangani dengan baik maka menurunkan
kualitas hidup lansia [ CITATION anw18 \l 1057 ]
Stroke merupakan gangguan yang sering terjadi pada lansia, dimana kejadian stroke
makin meningkat seiring bertambahnya usia,penyakit ini sering menyebabkan kematian
dan disabilitas (cacat) di dunia. Peningkatan kejadian ini menjadi masalah kesehatan yang
besar pada populasi yang semakin menua. Penyakit ini bisa di sebabkan oleh tekanan
darah tinggi yangsering di derita lansia dan menjadi salah satu faktor pencetus terjadinya
stroke [ CITATION Agu \l 1033 ]
Menurut WHO (2014) stroke ditandai adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
veskuler.
1.3. Manfaat
1 Manfaat praktisi
Diharapakan penulisan ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan sehingga dapat diimplementasikan pada lansia dengan stroke, dan
menjadi bahan rujukan dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik yang
komprehensif
2 Manfaat teoritis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi untuk peningkatan dan
pengembangan bidang ilmu pengetahuan keperawatan khususnya pada keperawatan
gerontik
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
6 Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid.
7 Pemeriksaan laboratorium rutin
Berupa cek darah, gula darah, urine, cairan serebral spinal, AGD, biokimia
darah dan elektrolit.
2.2.8 Penatalaksanaan
Penderita Stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses
rawat jalan diluar rumah sakit, memerlukan perawatan dan pengobatan terus
menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Pengobatan
pada Stroke nonhemoragik dibedakan menjadi:
1 Pengobatan umum
Untuk pengobatan umum ini dibedakan menjadi 5B, yaitu:
1.) Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik.
Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka
jantung harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen
hanya perlu jika kadar oksigen dalam darah berkurang.
2.) Blood
a. Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan
darah keotak. Pada fase akut pada umumnya tekanan darah
meningkat dan secara spontan akan menurun secara gradual.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan
perfusi yang justru menambah iskemik lagi.
b. Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolism
otak. Bila terdapat polisitemia harus di lakukan hemodilusi.
Pemberian infuse glukosa harus di hindari karena akan menambah
terjadinya asidosis di daerah infark yang mempermudah terjadinya
edema dan karena hiperglikemia menyebabkan perburukan fungsi
neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
c. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya
obstipasi karena akan membuat lansia gelisah. Nutrisi harus cukup,
bila perlu diberikan melalui nasogastic tube
d. Bladder
Miksi dan balance cairan harus dipehatikan. Jangan sampai terjadi
retensin urine. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus
dipasang kondom kateter, kalau wanita harus di pasang kateter
tetap.
e. Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi
edema otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk,
adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat
diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul
dapat diberikan diphenylhydantion atau carbamazepine
2 Pengobatan khusus
Skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu
dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
Lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
-lain diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi
mental, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali
dan bahasa.
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 point)
30
2) Diagnosa
Diagnosis keperawatan gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus
pada respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya
baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia dalam
kelompoknya.Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi 3 diagnosis yaitu
diagnosis aktual, diagnosis resiko dan diagnosis poromosi kesehatan
(Kholifah, 2016).
Berikut beberapa diagnosis yang dapat ditegakkan pada keperawatan
gerontik adalah:
a. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai individu
1) Katagori aktual, contoh :
(a) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
(b) Gangguan pola nafas.
(c) Gangguan pola tidur.
2) Katagori risiko, contoh:
(a) Risiko kekurangan volume cairan
(b) Risiko terjadinya infeksi
(c) Risiko intoleran aktifitas
3) Promosi kesehatan, contoh:
(a) Kesiapan meningkatkan nutrisi
(b) Kesiapan meningkatkan komunikasi
(c) Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan
b. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai anggota keluarga
1) Katagori aktual, contoh:
(a) Ketidakefektifan manajemen terapeutik keluarga pada Bp.P
(b) Gangguan proses keluarga Bp. S
2) Katagori risiko, contoh:
(a) Risiko terjadinya disfungsi keluarga Bp. S keluarga Bp. S
(b) Risiko penurunan koping keluarga Bp. D
3) Promosi kesehatan, contoh:
(a) Kesiapan meningkatkan komunikasi keluarga Bp. S
(b) Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan keluarga Bp. A
c. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia dalam kelompok
1) Katagori aktual
Gangguan aktivitas fisik pada kelompok lansia di Panti Werdha
2) Katagori risiko
Risiko trauma fisik pada lansia pada kelompok lansia di RT 2
(Kholifah, 2016).
3) Intervensi
Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses penyusunan
berbagai intervensi keperawatan yang berguna untuk untuk mencegah,
menurunkan atau mengurangi masalah-masalah lansia.
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan
setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis
keperawatan, maka perawat dapat mengetahui diagnosis mana yang akan
dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang segera dilakukan. Terdapat
beberapa pendapat untuk menentukan urutan prioritas, yaitu (Kholifah,
2016):
a. Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)
Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)
yang dilatarbelakangi oleh prinsip pertolongan pertama,dengan
membagi beberapa prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas sedang dan
prioritas rendah.
1) Prioritas tinggi: Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang
mengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu
dilakukan terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan napas
(jalan napas yang tidak effektif).
2) Prioritas sedang: Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak
gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah higiene
perseorangan.
3) Prioritas rendah: Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak
berhubungan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang
secara spesifik, seperti masalah keuangan atau lainnya.
b. Berdasarkan kebutuhan Maslow
Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan
berdasarkan kebutuhan, diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan
dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
Untuk prioritas diagnosis yang akan direncanakan, Maslow membagi
urutan tersebut berdasarkan kebutuhan dasar manusia, diantaranya:
1) Kebutuhan fisiologis
Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan,
perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.
2) Kebutuhan keamanan dan keselamata
Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal,
perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai
Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam
kelompok antar manusia.
4) Kebutuhan harga diri
Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan menghargi diri
sendiri.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan (Kholifah, 2016).
4) Implementasi
Tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Kholifah, 2016).
Strategi mempertahankan kebutuhan aktifitas pada lansia meliputi:
a. Exercise/olahraga bagi lansia sebagai individu/ kelompok
Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang membutuhkan energi; seperti
berjalan, mencuci, menyapu dan sebagainya.Olah raga adalah aktifitas
fisik yang terencana dan terstruktur, melibatkan gerakan tubuh
berulang yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.
Manfaat olah raga:
a) Meningkatkan kekuatan jantung sehingga sirkulasi darah
meningkat,
b) Menurunkan tekanan darah,
c) Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi,
d) Mencegah jatuh & fraktur,
e) Memperkuat sistem imunitas,
f) Meningkatkan endorphin zat kimia di otak menurunkan nyeri
sehingga perasaan tenang & semangat hidup meningkat,
g) Mencegah obesitas,
h) Mengurangi kecemasan dan depresi,
i) Kepercayaan diri lebih tinggi,
j) Menurunkan risiko terjadinya penyakit kencing manis, hipertensi
dan jantung,
k) Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur,
l) Mengurangi konstipasi,
m) Meningkatkan kekuatan tulang, otot dan fleksibilitas
Latihan senam aerobik adalah olah raga yang membuat jantung dan
paru bekerja lebih keras untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
oksigen. Contoh: berjalan, berenang, bersepeda atau senam, dilakukan
sekurang-kurangnya 30 menit dengan intensitas sedang, dilakukan 5
kali dalam seminggu, 20 menit dengan intensitas tinggi dilakukan 3
kali dalam seminggu, kombinasi 20 menit intensitas tinggi dalam 2
hari dan 20 menit intensitas sedang dalam 2 hari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Format Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK
Keterangan:
Tes Reflek Fisiologis Tes Reflek Patologis
(+) : Menurun (+) : Ada
(++) : Normal (-) : Tidak ada
(+++) : Meningkat
(-) : Tidak ada
6. Sistem gastrointestinal
a. Nafsu makan : Ny. M. K mengatakan nafsu makannya baik
b. Pola makan : Ny. M. K makan 3 kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan
malam. Ny. M. K selalu makan nasi dan selalu menghabiskan makannya.
c. Abdomen :Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada lesi.
d. BAB :Ny. M. K mengatakan ia BAB 1 kali dalam 4-5hari
7. Sistem musculoskeletal
a. Rentang gerak : Ny. M. K tidak dapat bergerak secara bebas
b. Kemampuan ADL:Ny. M. K membutuhkan bantuan dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari
c. Kekuatan otot: 3 5
3 5
8. Sistem integument
Kulit Ny. M. K tampak keriput, terdapat bintik-bintik hitam atau hiperpigmentasi,
tidak ada luka.
9. Sistem reproduksi:
10. Sistem perkemihan
a. Pola :Ny. M. K selalu BAK kurang lebih 5-5 kali dalam sehari
b. Inkontinensi : Ny. M. K mengatakan ia selalu bangun Kurang dari 2 kali
pada malam hari untuk BAK
Data Penunjang
Orientasi Skor
Tertinggi Dicapai
Registrasi Memori
3. Sebut 3 obyek. 3 3
(pertanyaan ke-3)
Bahasa
…………………………………………………….
11. Lansia diminta menggambar bentuk di bawah ini: 1 0
Skor Total 30 27
Interpretasi :
Skore
No Pertanyaan Jawaban
Penilaian SPMSQ :
(Nilai 1 atau
0)
1. Apakah pasien sukar tidur atau sering terbangun pada malam hari?
Ny. M. K mengatakan ia sering terbangun pada malam hari.
2. Apakah pasien sering mengurung diri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
lain?
Ny. M. K mengatakan tidak dapat berinteraksi dengan tetangganya karena
keadaan klien yang tidalk memungkinkan.
3. Apakah pasien sering mengatakan tidak ada artinya hidup?
Ny. M. K mengatakan hidupnya berarti.
4. Apakah pasien sering mengatakan merasa kesepian?
Ny. M. K mengatakan merasa kesepian karena cucunya bekerja sehingga pergi
pagi dan pulang selalu malam akibatnya tidak ada yang bisa ajak bercerita.
5. Apakah pasien tidak mampu melakukan aktifitas yang biasa dia lakukan?
Ny. M. K mengatakan sudah tidak mampu melakukan aktivitas sebagaimana
biasanya, dikarenakan kondisi yang alami oleh klien.
6. SKALA DEPRESI GERIATRI
(Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15)
Pertanyaan Ya Tidak
Total 5 1
Hasil observasi:
Risiko rendah : bila < nilai mean (6,33)
1= Risiko Tinggi : bila ≥ nilai mean (6,33)
B. Analisa Data
Data Masalah
DO:
Pergerakan terbatas
Tirah baring
Dibantu untuk berpindah ataupun kekamr mandi.
Fisik lemah
DS: Konstipasi
(D.0049)
Pasien mengatakan BAB sebanyak 1 kali dalam 3-4 hari
DO:
C. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan
dengan mengeluh sulit bergerak, gerakan terbatas, fisik lemah
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrosional dibuktikan
dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit.
D. Intervensi
E. Implementasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Stroke merupakan gangguan yang sering terjadi pada lansia, dimana kejadian stroke
makin meningkat seiring bertambahnya usia,penyakit ini sering menyebabkan kematian dan
disabilitas (cacat) di dunia. Peningkatan kejadian ini menjadi masalah kesehatan yang besar
pada populasi yang semakin menua. Penyakit ini bisa di sebabkan oleh tekanan darah tinggi
yangsering di derita lansia dan menjadi salah satu faktor pencetus terjadinya stroke [ CITATION
Agu \l 1033 ]
Pada pasien stroke 70 - 80% pasien mengalami hemiparesis (kelemahan otot pada salah
satu sisi bagian tubuh) dengan 20% dapat mengalami peningkatan fungsi motorik dan sekitar
50% mengalami gejala sisa berupa gangguan fungsi motorik/ kelemahan otot pada anggota
ekstrimitas bila tidak mendapatkan pilihan terapi yang baik dalam intervensi keperawatan
maupun rehabilitasi pasca stroke [ CITATION Agu \l 1033 ]
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada pasien stroke dengan kelemahan otot, selain
terapi medikasi atau obat-obatan bisa dilakukan fisioterapi/latihan: latihan beban,
keseimbangan, dan latihan ROM (Range Of Motion). Selain terapi rehabilitasi ROM yang
sering dilakukan pada pasien stroke, terdapat alternatif terapi lainnya yang diterapkan pada
pasien stroke untuk meningkatkan status fungsional pada sensori motorik, yaitu terapi latihan
rentang gerak dengan menggunakan media cermin (mirror therapy).[ CITATION Fer17 \l 1033 ]
Terapi cermin ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan latihan yang sangat
singkat tanpa membebani pasien. Therapy Mirror merupakan terapi untuk pasien stroke
dengan melibatkan sistem mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri yang
bermanfaat dalam penyembuhan motorik dari tangan dan gerak mulut. [ CITATION Ded181 \l
1033 ]
Hasil pengkajian pada Tn T.R yang berusia tahun di dapatkan status otot pasien
mengalami kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh (hemiparesis) yaitu hemiparesis
sisi kiri. Dengan rentang kekuatan otot pada skala 3 (0–5), hal ini disebabkan karena
mekanisme hemiparesis yang terjadi umumnya pada pasien stroke. Untuk mengatasi masalah
diatas penulis memberikan kombinasi terapi ROM dan Terapi cermin kepada Tn T.R.
Setelah diberikan terapi cermin dan terapi ROM kepada Ny. MK selama 3 hari didapatkan
penilaian dengan menggunakan skala Medical Research Council (MRC) dengan rentang nilai
skala 0-5, kekuatan otot Ny. MK mengalami peningkatkan yang ditandai rentang kekuatan
otot 4 (0-5)
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyawan, dkk 2019, pada 25
orang pasien yang mengalami kelemahan/plegi pada bagian ekstermitas atas dilakukan
intervensi mirror therapy di dapatkan hasil peningkatan sensivitas dan perbaikan fungsi di
bandingkan dengan yang tidak dilakukan mirror therapy. Terapi ini digunakan untuk
memperbaiki fungsi motorik pasca stroke terapi cermin mudah dilakukan dan hanya
membutuhkan latihan yang sangat singkat tanpa membebani pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Hafis dengan judul “Studi Kasus Pemberian ROM
(Range Of Motion) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien dengan Post Stroke Di Wilayah
Kerja Puskesmas Medokan Ayu” didapatkan hasil pelaksanaan ROOM pada pasien post
stroke mengalami peningkatan kekuatan otot.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1 Usia lanjut (Lansia) sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia
lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah
kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam
jangka waktu beberapa decade.[ CITATION Nin17 \l 1033 ]
2 Stroke merupakan gangguan yang sering terjadi pada lansia, dimana kejadian stroke
makin meningkat seiring bertambahnya usia,penyakit ini sering menyebabkan
kematian dan disabilitas (cacat) di dunia. Peningkatan kejadian ini menjadi masalah
kesehatan yang besar pada populasi yang semakin menua. Penyakit ini bisa di
sebabkan oleh tekanan darah tinggi yangsering di derita lansia dan menjadi salah satu
faktor pencetus terjadinya stroke [ CITATION Agu \l 1033 ]
3 Penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada pasien stroke dengan kelemahan otot,
selain terapi medikasi atau obat-obatan bisa dilakukan fisioterapi/latihan: latihan
beban, keseimbangan, dan latihan ROM (Range Of Motion). Selain terapi rehabilitasi
ROM yang sering dilakukan pada pasien stroke, terdapat alternatif terapi lainnya yang
diterapkan pada pasien stroke untuk meningkatkan status fungsional pada sensori
motorik, yaitu terapi latihan rentang gerak dengan menggunakan media cermin
(mirror therapy).[ CITATION Fer17 \l 1033 ]
4 Terapi cermin ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan latihan yang sangat
singkat tanpa membebani pasien. Therapy Mirror merupakan terapi untuk pasien
stroke dengan melibatkan sistem mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri
yang bermanfaat dalam penyembuhan motorik dari tangan dan gerak mulut.[ CITATION
Ded181 \l 1033 ]
5 Berdasarkan pemberian kombinasi Terapi Cermin dan Terapi ROM (Range Of
Motion) Pada Tn T.R didapatkan hasil kekuatan otot dengan penilaian MRS
didapatkan rentang kekuatan otot 4 (0-5)
B. Saran
Dalam pemberian kombinasi terapi cermin dan terapi ROM pada pasien post Stroke
sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama lagi agar mendapatkan
pengaruh yang lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Fery Agusman M, E. K. (2017). Pengaruh Mirror Therapy Terhadap Kekuatan Otot Pasien
Stroke Non Hemoragik Di RSUD Kota Semarang.
Setiawan, A. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN PASCA STROKE
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA NIRWANA PURI SAMARINDA.
Suryanti, S. (2011). Penyakit Yang Sering Menyerang Dan Sangat Mematikan. Jakarta: flash
book.