Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN TUGAS STASE KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN KASUS STROKE

OLEH

Nama : Desintawati Himu Tade

NIM : 55902820

Prodi : Profesi Ners

Stase : Keperawatan Gerontik

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Usia lanjut (Lansia) sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut
dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang
yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu
beberapa decade.[ CITATION Nin17 \l 1033 ]
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) persebaran penduduk lansia di
Indonesia menurut tipe daerah masih didominasi oleh lansia yang tinggal di daerah
perkotaan dibandingkan dengan perdesaan (52,95 persen berbanding 47,05 persen).
Perbandingan persentase yang tidak jauh berbeda juga tampak pada jenis kelamin lansia,
dengan lansia berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki
(52,29 persen berbanding 47,71 persen). Selanjutnya, jika dilihat dari kelompok umur,
persentase lansia di Indonesia sebagian besar diisi oleh lansia muda (kelompok umur 60-
69 tahun) dengan persentase 64,29 persen, diikuti oleh lansia madya (kelompok umur 70-
79 tahun) sebesar 27,23 persen dan terakhir lansia tua (kelompok umur 80+ tahun)
sebesar 8,49 persen (BPS, 2020)

Berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020,
terdapat enam provinsi yang telah memasuki fase struktur penduduk tua yakni persentase
penduduk lansianya telah berada di atas 10 persen. Keenam provinsi tersebut adalah
Daerah Istimewa Yogyakarta (14,71 persen), Jawa Tengah (13,81 persen), Jawa Timur
(13,38 persen), Bali (11,58 persen), Sulawesi Utara (11,51 persen), dan Sumatera Barat
(10,07 persen) (BPS, 2020).

Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pula penyakit yang muncul dan
sering diderita khususnya pada lansia. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran
pada organ tubuh, oleh sebab itu para lansia mudah sekali terkena penyakit [ CITATION
mul18 \l 1057 ] . Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia umumnya adalah penurunan
fungsi organ yang memicu terjadinya berbagai penyakit degeneratif termasuk stoke.
Penyakit degeneratif pada lansia jika tidak ditangani dengan baik maka menurunkan
kualitas hidup lansia [ CITATION anw18 \l 1057 ]
Stroke merupakan gangguan yang sering terjadi pada lansia, dimana kejadian stroke
makin meningkat seiring bertambahnya usia,penyakit ini sering menyebabkan kematian
dan disabilitas (cacat) di dunia. Peningkatan kejadian ini menjadi masalah kesehatan yang
besar pada populasi yang semakin menua. Penyakit ini bisa di sebabkan oleh tekanan
darah tinggi yangsering di derita lansia dan menjadi salah satu faktor pencetus terjadinya
stroke [ CITATION Agu \l 1033 ]
Menurut WHO (2014) stroke ditandai adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
veskuler.

Menurut American Heart Assosiation (AHA,2015), angka kejadian stroke pada


seseorang dengan usia 60-79 tahun yang menderita stroke pada perempuan 5,2% dan laki-
laki sekitar 6,1%, prevelansi pada usia lanjut semakin meningkat dan bertambahsetiap
tahunnya dapat dilihat dari usia seorang 80 tahun keatas dengan angka kejadian stroke
pada laki-laki sebanyak 15,8% dan pada perempuan sebanyak 14%. Prevalensi angka
kematian yang terjadi di Amerika disebabkan oleh stroke dengan populasi100.000 pada
perempuan sebanyak 27,9% dan pada laki-laki sebanyak 25,8%, sedangkan di Negara
Asia angka kematian yang diakibatkan oleh stroke pada perempuan sebanyak 30% dan
pada laki-laki sebanyak 33,5% per 100.000 populasi (AHA,2015).
Menurut WHO (World Health Organization, 2012) angka kematian akibat stroke
sebesar 51% di seluruh dunia di sebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu,
diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan karena tingginya kadar
glokosa. DiIndonesia sendiri menunjukan bahwa jumlah penderita stroke terus
meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Kasus tertinggi yang terdiagnosis
tenaga kesehatan yaitu pada usia 75 tahun keatas 43,1% dan terendah pada kelompok
usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2% (Kemenkes RI, 2017).
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%)
(Infodatin,2013). Di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2018 prevelensi stroke
meningkat dari awalnya tahun 2013 yang hanya 7% penderita stroke pada tahun 2018
menjadi 10,9% penduduk Indonesia yang mengalami stroke. Nusa Tenggara Timur
menempati urutas ke-12 dengan pravalensi stroke 66.695 jiwa ditahun 2013.
Masalah yang sering dialami oleh penderita stroke dan yang paling ditakuti adalah
gangguan gerak. Penderita mengalami kesulitan saat berjalan karena mengalami
gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak. Pasien stroke
bukan merupakan kasus kelainan muskuloskeletal, tetapi kondisi stroke merupakan
kelainan dari otak sebagai susunan saraf pusat yang mengontrol dan mencetuskan
gerak dari system neuromuskuloskeletal. Secara klinis gejala yang sering muncul
adalah hemiparesis.
Keadaan hemiparesis merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab
hilangnya mekanisme refleks postural normal, seperti mengontrol siku untuk
bergerak, mengontrol gerak kepala untuk keseimbangan, rotasi tubuh untuk gerak-
gerak fungsional pada ekstremitas. Gerak fungsional merupakan gerak yang harus
distimulasi secara berulang – ulang, supaya terjadi gerakan yang terkoordinasi secara
disadari serta menjadi refleks secara otomatis berdasarkan ketrampilan aktifitas
kehidupan sehari- sehari (AKS).
Pada pasien stroke 70 - 80% pasien mengalami hemiparesis (kelemahan otot pada
salah satu sisi bagian tubuh) dengan 20% dapat mengalami peningkatan fungsi
motorik dan sekitar 50% mengalami gejala sisa berupa gangguan fungsi motorik/
kelemahan otot pada anggota ekstrimitas bila tidak mendapatkan pilihan terapi yang
baik dalam intervensi keperawatan maupun rehabilitasi pasca stroke [ CITATION
Agu \l 1033 ]
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada pasien stroke dengan kelemahan otot,
selain terapi medikasi atau obat-obatan bisa dilakukan fisioterapi/latihan: latihan
beban, keseimbangan, dan latihan ROM (Range Of Motion). Selain terapi rehabilitasi
ROM yang sering dilakukan pada pasien stroke, terdapat alternatif terapi lainnya yang
diterapkan pada pasien stroke untuk meningkatkan status fungsional pada sensori
motorik, yaitu terapi latihan rentang gerak dengan menggunakan media cermin
(mirror therapy).[ CITATION Fer17 \l 1033 ]
Terapi cermin ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan latihan yang sangat
singkat tanpa membebani pasien. Therapy Mirror merupakan terapi untuk pasien
stroke dengan melibatkan sistem mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri
yang bermanfaat dalam penyembuhan motorik dari tangan dan gerak mulut.
[ CITATION Ded181 \l 1033 ]
Berdasarkan hasil pengkajian pada salah satu pasien pasca stroke di Oeba, Kota
Kupang. Status otot pasien mengalami kelemahan otot pada salah satu sisi bagian
tubuh (hemiparesis) yaitu hemiparesis sisi kiri. Dengan rentang kekuatan otot pada
skala 3 (0–5), hal ini disebabkan karena mekanisme hemiparesis yang terjadi
umumnya pada pasien stroke.
Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk memberikan asuhan
keperawatan gerontik pada pasien dengan stroke melalui pendekatan mirror terapi dan
terapi ROM (Range of motion).
1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melakukan asuhan keperawatan gerontik pada Ny. M. K post stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan konsep lansia
b. Untuk menjelaskan konsep penyakit stroke
c. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan gerontik
d. Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan masalah stroke
e. Untuk mengidentifikasi diagnosa yang muncul pada lansia dengan masalah
stroke
f. Untuk menmberikan intervensi pada lansia dengan masalah stroke
g. Untuk melakukan implementasi pada lansia dengan masalah stroke
h. Untuk melakukan evaluasi pada lansia dengan masalah stroke

1.3. Manfaat
1 Manfaat praktisi
Diharapakan penulisan ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan sehingga dapat diimplementasikan pada lansia dengan stroke, dan
menjadi bahan rujukan dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik yang
komprehensif
2 Manfaat teoritis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi untuk peningkatan dan
pengembangan bidang ilmu pengetahuan keperawatan khususnya pada keperawatan
gerontik
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1. KONSEP LANSIA


2.1.1 Pengertian Lansia
Usia lanjut (Lansia) adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh
semua orang yang dikarunia usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh
siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya.
[ CITATION Set17 \l 1033 ]
Usia lanjut (Lansia) adalah periode dimana organism telah mencapai
kematangan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukan kemunduran
sejalan dengan waktu. [ CITATION Noe18 \l 1033 ]
Usia lanjut (Lansia) sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan
tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang
mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat
dihindari.Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu
proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa decade.
2.2.1 Klasifikasi Lansia
1 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middleage) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun


b. Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun
c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (veryold) diatas 90 tahun
2 Menurut Kemenkes RI ada lima klasifikasi lansia, yaitu:
a. Pra lansia (prasenilis) adalah seseorang yang berusia 45-59 tahun.
b. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas.
c. Lansia resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih.
d. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah,sehingga hidupnya tergantung orang lain.
2.3.1 Ciri-ciri lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial
di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi
positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri yang rendah (Kholifah, 2016).
2.4.1 Karakteristik Lansia
Lansia memiliki 3 karakteristi, yaitu:
a. Berusia lebih dari 60 tahun
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Dewi, 2014).
2.5.1 Tipe Lansia
a. Tipe Arif Bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lansia ini senag mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir dan batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehiangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadah, ringan kaki dan melakukan berbagai jenis pekerjaan.
e. Tipe binggung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh (Dewi, 2014).

Berdasarkan tingkat kemandirian yang dinilai berdasarkan kemampuan dalam


melakukan aktivitas sehari-hari (indeks Katz) lansia dikelompokkan menjadi
beberapa tipe, yaitu:

a. Lansia mandiri sepenuhnya


b. Lansia mandiri dengan bantuan langsung dari keluarga
c. Lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung
d. Lansia dengan bantuan badan sosial
e. Lansia di panti werdha
f. Lansia yang dirawat dirumah sakit
g. Lansia dengan gangguan mental (Dewi, 2014).
2.6.1 Tugas perkembangan lansia
Menurut Eriksson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan
diri terhadap perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh
kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik
serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang disekitarnya, maka
pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada
tahap perkembangan sebelumnya seperti berolahraga, mengembangkan hobi
bercocok tanam dan lainnya.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun
c. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya
d. Mempersiapkan kehidupan baru
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara
santai
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Dewi,
2014).
2.7.1 Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia
Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam memudahkan
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan, perawatan
dan meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia. Tujuan pelayanan kesehatan
pada lansia terdiri dari:
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-
tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental
c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kemandirian yang
optimal.
d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia
yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi
kematian dengan tenang dan bermartabat (Kholifah, 2016).
2.2. .KONSEP STROKE
2.2.1 Definisi
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
diperedaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak, sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. [ CITATION Agu \l 1033 ]
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak. [ CITATION Ami15 \l 1033 ]
2.2.2 Klasifikasi
Menurut [ CITATION Agu \l 1033 ] Stroke dikelompokkan menjadi dua yaitu
Stroke Iskemik (Non-Hemorgik) dan Stroke Hemoragik.
1 Stroke Iskemik (Non-Hemoragik)
Terjadi apabila salah satu cabang dari pembuluh darah otak mengalami
penyumbatan. Sehingga bagian otak yang seharusnya mendapatkan suplai
darah dari cabang pembuluh darah tersebut akan mati karena tidak
mendapatkan suplai oksigen dan aliran darah.
1.) Stroke trombotik yaitu proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
2.) Stroke embolik yaitu tertutupnya pembuluh darah arteri oleh bekuan
darah.
3.) Hipoperfusion sistemik yaitu berkurangnya aliaran darah keseluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
2 Stroke Hemoragik
Terjadinya karena pecah pembuluh darah diotak terkait dengan
terjadinya peningkatan tekanan darah akibat gesekan dari darah yang
mengalir penderita hipertensi yang bisa menyebabkan pecahnya pembuluh
darah.
2.2.3 Etiologi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik dan stroke hemorogik.

1 Stroke iskemik atau Non-hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah


yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau seluruhan terhenti
80% kasus adalah stroke iskemik.
1) Stroke trombotik: proses terbentuknya thrombus yang menyebabkan
penggumpalan.
2) Stroke embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusion embolik: berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
2 Stroke hemoragik terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
1.) Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam
jaringan otak.
2.) Hemoragik subaraknoid: perdarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan selaput
yang menutupi otak)
Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi.[ CITATION Ami15 \l 1033 ]
2.2.4 Manifestasi klinis
Menurut Amin (2015) manifestasi klinis yang ada pada penderita stroke
yaitu mengalami kelemahan dan kelumpuhan, tiba-tiba hilang rasa kepekaan,
bicara pelo atau cadel, gangguan bicara, gangguan penglihatan, mulut
mencong atau tidak simetris ketika menyeringai, gangguan daya ingat, nyeri
kepala hebat, vertigo, penurunan kesadaran, proses kencing terganggu dan
mengalami gangguan fungsi otak.
2.2.5 Patofisiologis
Faktor pencetus dari stroke seperti hipertensi, Dm, penyakit jantung dan
beberapa faktor lain seperti merokok, stress, gaya hidup yang tidak baik dan
beberapa faktor seperti obesitas dan kolestrol yang meningkat dalam darah
dapat menyebabkan penimbunan lemak atau kolestrol yang meningkat dalam
darah dikarenakan ada penimbunan tersebut, pembuluh darah menjadi infark
dan iskemik. Dimana infark adalah kematian jaringan dan iskemik adalah
kekurangan suplai O2. Hal tersebut dapat menyebabkan arterosklerosis dan
pembuluh darah menjadi kaku. Arterosklerosis adalah penyempitan pembuluh
darah yang mengakibatkan pembekuan darah dicerebral dan terjadilah Stroke
non hemoragik. Pembuluh darah menjadi kaku, menyebabkan pembuluh darah
mudah pecah dan mengakibatkan stroke hemoragik.
Dampak dari stroke non-hemoragik yaitu suplai darah kejaringan cerebral
non adekuat dan dampak dari stroke hemoragik terdapat peningkatan tekanan
sistemik. Kedua dampak ini menyebabkan perfusi jaringan cerebral tidak
adekuat. Pasokan oksigen yang kurang membuat terjadinya vasospasme arteri
serebral dan aneurisma. Vasospasme arteri serebral adalah penyempitan
pembuluh darah arteri cerebral yang kemungkinan akan terjadi gangguan
hemisfer kanan dan kiri dan terjadi pula infark/iskemik di arteri tersebut yang
menimbulkan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik. Aneurisma
adalah pelebaran pembuluh darah yang disebabkan oleh otot dinding
dipembuluh darah yang melemah hal ini membuat di arachnoid (ruang antara
permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak) dan terjadi penumpukan
darah di otak atau disebut hematoma kranial karena penumpukan otak terlalu
banyak, dan tekanan intra cranial menyebabkan jaringan otak
berpindah/bergeser yang dinamakan herniasi serebral.
Pergeseran itu mengakibatkan pasokan oksigen berkurang sehingga terjadi
penurunan kesadaran dan resiko jatuh. Pergeseran itu juga menyebabkan
kerusakan otak yang dapat membuat pola pernapasan tak normal (pernapasan
cheynes stokes) karena pusat pernapasan berespon berlebihan terhadap CO2
yang mengakibatkan pola napas tidak efektif dan resiko aspirasi.[ CITATION
Ami15 \l 1033 ]
2.2.6 Komplikasi
Menurut [ CITATION Agu \l 1033 ] komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral dan embolisme serebral.
1 Hipoksiaserebral.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
kejaringan. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi
yang adekuat ke otak. Pemberian oksigen berguna untuk mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit yang akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
2 Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integrasi pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat cairan intravena,
memperbaiki aliran darah dan menurunkan viscositas darah. Hipertensi
atau hipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan padaaliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cidera.
3 Embolisme serebral
Terjadi setelah imfak miokard atau vibrilasi atrium. Embolise akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah keserebral. Distritmia dapat menimulkan curah jantung tidak
konsisten, distritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
segera diperbaiki.
2.2.7 Pemeriksaan penunjang
Menurut Setiawan 2019 pemeriksaan yang dapat dilakukan pada lansia
stroke sebagai berikut :
1 Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab Stroke secara spesifik misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri.
2 Scan Tomografi Komputer (CT-Scan)
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya
thrombosis,emboliserebral, dan tekanan normal dan adanya thrombosis,
emboli serebral, dan tekanan intracranial (TIK). Peningkatan TIK dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat,
beberapa kasus thrombosis disertai proses inflamasi.

3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Menunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi arterio vena(MAV).
4 Ultrasonografi Doppler (USG doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis atau
aliran darah timbulnya plak dan arteriosklerosis).
5 Elektroensefalogram(EEG)
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.

6 Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid.
7 Pemeriksaan laboratorium rutin
Berupa cek darah, gula darah, urine, cairan serebral spinal, AGD, biokimia
darah dan elektrolit.
2.2.8 Penatalaksanaan
Penderita Stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses
rawat jalan diluar rumah sakit, memerlukan perawatan dan pengobatan terus
menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Pengobatan
pada Stroke nonhemoragik dibedakan menjadi:
1 Pengobatan umum
Untuk pengobatan umum ini dibedakan menjadi 5B, yaitu:
1.) Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik.
Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka
jantung harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen
hanya perlu jika kadar oksigen dalam darah berkurang.
2.) Blood
a. Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan
darah keotak. Pada fase akut pada umumnya tekanan darah
meningkat dan secara spontan akan menurun secara gradual.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan
perfusi yang justru menambah iskemik lagi.
b. Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolism
otak. Bila terdapat polisitemia harus di lakukan hemodilusi.
Pemberian infuse glukosa harus di hindari karena akan menambah
terjadinya asidosis di daerah infark yang mempermudah terjadinya
edema dan karena hiperglikemia menyebabkan perburukan fungsi
neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
c. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya
obstipasi karena akan membuat lansia gelisah. Nutrisi harus cukup,
bila perlu diberikan melalui nasogastic tube
d. Bladder
Miksi dan balance cairan harus dipehatikan. Jangan sampai terjadi
retensin urine. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus
dipasang kondom kateter, kalau wanita harus di pasang kateter
tetap.
e. Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi
edema otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk,
adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat
diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul
dapat diberikan diphenylhydantion atau carbamazepine
2 Pengobatan khusus

Pada fase akut pengobatan di tujukan untuk membatasi kerusakan


otaksemaksimal mungkin agar kecatatan yang di timbulkan menjadi
seminimal mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark, kita tidak
bias berbuat banyak, yang penting adalah menyelamatkan daerah di
sekitar infark yang disebut daerah penumbra. Neuron-neuron di daerah
penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan terapi tidak dapat berfungsi
oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang harus di
selamatkan agar dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan tersebut
maka aliran darah tersebut harus diperbaiki.
3 Terapi farmakologi
1.) Trombolisis
Satu-satunya obat yang di akui FDA sebagai standar adalah pemakaian
r-TPA (recombinant-Tissueplasminogen Activitor) yang diberikan
pada penderita Stroke iskemik dengan syarat tertentu baik intravena
maupun arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset Stroke.
2.) Antikoagulan
Obat yang di berikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine).
Efek antikoagualan heparin adalah inhibisi terhadap factor koagulasi
dan mencegah atau memperkecil pembentukan fibrin dan
propagasitrombus. Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan
darah dan embolisasitrombus. Antikoagulansia mencegah terjadinya
gumpalan darah dan emboisasitrombus. Antikoagulansia masih
sering digunakan pada penderita Stroke dengan kelainan jantung
yang dapat menimbulkan embolus.
3.) Antiagregasi trombosit
Obat yang di pakai untuk mencegah penggumpalan sehingga
mencegah terbentuknya trombus yang dapat menyumbat pembuluh
darah. Obat ini dapat digunakan pada TIA. Obat yang banyak
digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis 40mg-1,3gram/hari.
Akhir-akhir ini digunakan tiklodipin dengan dosis 2x250 mg.
4.) Neuroprotektor
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel
terutama didaerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan
mengubah reverbilitas neuronal yang terganggu akibat ischemic
cascade. Obat-obat ini misalnya puracetam, citikolin, nimodipin,
pentoksifilin.
5.) Anti edema
Obat anti edema otak adalah cairan hiperosmolar, missalnya manitol
20%, larutan gliserol 10%. Pembatas cairan juga dapat membantu.
Dapat pula menggunakan kortikosteroid.
4 Terapi non farmakologi
1.) Terapi menggenggam bola
Terapi ini berpengaruh untuk meningkatkan kekuatan otot pada
ekstermitas atas, sehingga dapat terjadi peningkatan pada kekuatan
otot.
2.) Latihan keterampilan motorik
Latihan-latihan ini dapat membantu meningkatkan kekuatan dan
koordinasi otot lansia kembali. Biasanya orang yang melakukan terapi
ini adalah orang yang otot lidahnya melemah. Terapi ini bisa
memperkuat otot lansia untuk berbicara atau menelan.
3.) Terapi mobilitas
Alat bantu dalam terapi mobilitas itu alat bantu berjalan, tongkat, kursi
roda, atau penahan pergelangan kaki. Penyangga pergelangan kaki
dapat menstabilkan dan memperkuat pergelangan kaki lansia untuk
membantu mendukung berat badan lansia saat lansia belajar berjalan
kembali.
4.) Terapi Range of motion (ROM)
Latihan dan perawatan ini bertujuan untuk mengurang ketegangan otot
(kelenturan) dan membantu lansia mendapatkan kembali gerak tubuh
yang lentur.
5.) Terapi Cermin
Terapi cermin ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan latihan
yang sangat singkat tanpa membebani pasien. Therapy Mirror
merupakan terapi untuk pasien stroke dengan melibatkan sistem
mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri yang
bermanfaat dalam penyembuhan motorik dari tangan dan gerak
mulut.[ CITATION Ded181 \l 1033 ]
2.3. KONSEP ASUHANA KEPERAWATAN GERONTIK
2.3.1 Pengertian keperawatan gerontik
Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat konprehensif
terdiri dari bio-psikososio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada
klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat (UU RI No.38 tahun 2014).
Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk praktek keperawatan
profesional yang ditujukan pada lansia baik sehat maupun sakit yang bersifat
komprehensif terdiri dari bio-psiko-sosial dan spiritual dengan pendekatan
proses keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Kholifah, 2016).
2.4.1 Fokus keperawatan gerontik
a. Peningkatan kesehatan (health promotion)
Upaya yang dilakukan adalah memelihara kesehatan dan mengoptimalkan
kondisi lansia dengan menjaga perilaku yang sehat.Contohnya adalah
memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi seimbang pada lansia,
perilaku hidup bersih dan sehat serta manfaat olah raga.
b. Pencegahan penyakit (preventif)
Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit karena proses penuaan dengan
melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi sedini mungkin
terjadinya penyakit, contohnya adalah pemeriksaan tekanan darah, gula
darah, kolesterol secara berkala, menjaga pola makan, contohnya makan 3
kali sehari dengan jarak 6 jam, jumlah porsi makanan tidak terlalu banyak
mengandung karbohidrat (nasi, jagung, ubi) dan mengatur aktifitas dan
istirahat, misalnya tidur selama 6-8 jam/24 jam.
c. Mengoptimalkan fungsi mental.
Upaya yang dilakukan dengan bimbingan rohani, diberikan ceramah
agama, sholat berjamaah, senam GLO (Gerak Latih Otak) dan melakukan
terapi aktivitas kelompok, misalnya mendengarkan musik bersama lansia
lain dan menebak judul lagunya.
d. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
Melakukan upaya kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan pada
penyakit yang diderita lansia, terutama lansia yang memiliki resiko tinggi
terhadap penyakit, misalnya pada saat kegiatan Posyandu Lansia
(Kholifah, 2016).
2.5.1 Tujuan keperawatan gerontik
Keperawan gerontik memeiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara mandiri dan
produktif.
b. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal mungkin.
c. Membantu mempertahankan dan meningkatkan semangat hidup lansia
(Life Support).
d. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit (kronis
atau akut).
e. Memelihara kemandirian lansia yang sakit seoptimal mungkin
2.6.1 Fungsi perawat gerontik
Menurut Eliopoulus, fungsi perawat gerontik adalah (Kholifah, 2016):
a. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing
orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
b. Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua).
c. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain
melakukan hal yang sama).
d. Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
e. Notice and reduce risks to health and well being (memperhatikan serta
mengurangi resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
f. Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan).
g. Open channels for continued growth (membuka kesempatan lansia supaya
mampu berkembang sesuai kapasitasnya).
h. Listern and support (mendengarkan semua keluhan lansia dan memberi
dukungan).
i. Offer optimism, encourgement and hope (memberikan semangat,
dukungan dan harapan pada lansia).
j. Generate, support, use and participate in research (menerapkan hasil
penelitian, dan mengembangkan layanan keperawatan melalui kegiatan
penelitian).
k. Implement restorative and rehabilititative measures (melakukan upaya
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan).
l. Coordinate and managed care (melakukan koordinasi dan manajemen
keperawatan).
m. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
mane (melakukan pengkajian, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
n. Link services with needs (memmberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
o. Nurture future gerontological nurses for advancement of the speciality
(membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
p. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each
other (saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan
spritual).
q. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempat
bekerja).
r. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan
dan kenyamanan dalam menghadapi proses kematian).
s. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan
untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
2.7.1 Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik
1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan
situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi
penyakit, diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi
kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan
data obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang
berhubungan dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia
seperti data tentang keluarga dan lingkungan yang ada (Kholifah, 2016).
a. Data perubahan fisik
Pengumpulan data dengan wawancara:
1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan,
2) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia,
3) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,
4) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan
pendengaran,
5) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK,
6) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,
7) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat
bermakna.
8) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan
dalam minum obat
Pengumpulaan data dengan pemeriksaan fisik: Pemeriksanaan
dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi untuk
mengetahui perubahan sistem tubuh.

1) Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat


kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan
mempunyai daya ingatan menurun atau melemah,
2) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak.
Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena
proses pemenuaan,
3) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar,
tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di
bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.
4) Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan),
auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan vena
jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema.
5) Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia,
mual, muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi,
rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah
perut kembung ada pelebaran kolon, apakah ada konstipasi
(sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.
6) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung
kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil),
frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan
hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas
seksual.
7) Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban),
keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya
jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada
gangguan-gangguan umum.
8) Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya
tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau
tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot,
kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk
(Kholifah, 2016).

b. Data perubahan psikologis


1) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan.
2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
4) Bagaimana mengatasi stres yang di alami.
5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
6) Apakah lansia sering mengalami kegagalan.
7) Apakah harapan pada saat ini dan akan dating.
8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses
pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah (Kholifah, 2016).
c. Data perubahan sosial ekonomi yang perlu dikaji
1) Darimana sumber keuangan lansia.
2) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang.
3) Dengan siapa dia tinggal.
4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia.
5) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya.
6) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
7) Siapa saja yang bisa mengunjungi.
8) Seberapa besar ketergantungannya
9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas
yang ada (Kholifah, 2016).
d. Data perubahan spiritual yang perlu dikaji
1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya.
2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau
fakir miskin.
3) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan
berdoa.
4) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.

e. Pengkajian khusus pada lansia


1) Pengkajian Status Fungsional dengan pemeriksaan Index Katz
Tabel Index Katz dibawah untuk mencocokkan kondisi lansia dengan
skor yang diperoleh.

Skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu
dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
Lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
-lain diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

2) Pengkajian status kognitif


SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah
penilaian fungsi intelektual lansia

Benar Salah No Pertanyaan


1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Dimana alamat anda?
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ? (Minimal tahun)
7 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
9 Siapa nama Ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru, semua secara
menurun
Total

MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi
mental, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali
dan bahasa.

Nilai Maksimum Pasien Pertanyaan


Orientasi
5 Tahun, musim, tgl, hari, bulan, apa
sekarang?
5 Dimana kita (negara bagian, wilayah,
kota ) di RS mana ? ruang apa
Registrasi
3 Nama 3 obyek (1 detik untuk mengatakan
masingmasing) tanyakan pada lansia ke 3
obyek setelah Anda katakan. Beri point
untuk jawaban benar, ulangi sampai ansia
mempelajari ke 3 nya dan jumlahkan skor
yang telah dicapai
Perhatian dan kalkulasi
5 Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata
“panduan”, berhenti setelah 5 huruf, beri
1 point tiap jawaban benar, kemudian
dilanjutkan, apakah lansia masih ingat
huruf lanjutannya)
Mengingat
3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di
atas, beri 1 point untuk tiap jawaban benar

Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 point)
30
2) Diagnosa
Diagnosis keperawatan gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus
pada respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya
baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia dalam
kelompoknya.Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi 3 diagnosis yaitu
diagnosis aktual, diagnosis resiko dan diagnosis poromosi kesehatan
(Kholifah, 2016).
Berikut beberapa diagnosis yang dapat ditegakkan pada keperawatan
gerontik adalah:
a. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai individu
1) Katagori aktual, contoh :
(a) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
(b) Gangguan pola nafas.
(c) Gangguan pola tidur.
2) Katagori risiko, contoh:
(a) Risiko kekurangan volume cairan
(b) Risiko terjadinya infeksi
(c) Risiko intoleran aktifitas
3) Promosi kesehatan, contoh:
(a) Kesiapan meningkatkan nutrisi
(b) Kesiapan meningkatkan komunikasi
(c) Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan
b. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai anggota keluarga
1) Katagori aktual, contoh:
(a) Ketidakefektifan manajemen terapeutik keluarga pada Bp.P
(b) Gangguan proses keluarga Bp. S
2) Katagori risiko, contoh:
(a) Risiko terjadinya disfungsi keluarga Bp. S keluarga Bp. S
(b) Risiko penurunan koping keluarga Bp. D
3) Promosi kesehatan, contoh:
(a) Kesiapan meningkatkan komunikasi keluarga Bp. S
(b) Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan keluarga Bp. A
c. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia dalam kelompok
1) Katagori aktual
Gangguan aktivitas fisik pada kelompok lansia di Panti Werdha
2) Katagori risiko
Risiko trauma fisik pada lansia pada kelompok lansia di RT 2
(Kholifah, 2016).
3) Intervensi
Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses penyusunan
berbagai intervensi keperawatan yang berguna untuk untuk mencegah,
menurunkan atau mengurangi masalah-masalah lansia.
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan
setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis
keperawatan, maka perawat dapat mengetahui diagnosis mana yang akan
dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang segera dilakukan. Terdapat
beberapa pendapat untuk menentukan urutan prioritas, yaitu (Kholifah,
2016):
a. Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)
Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)
yang dilatarbelakangi oleh prinsip pertolongan pertama,dengan
membagi beberapa prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas sedang dan
prioritas rendah.
1) Prioritas tinggi: Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang
mengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu
dilakukan terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan napas
(jalan napas yang tidak effektif).
2) Prioritas sedang: Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak
gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah higiene
perseorangan.
3) Prioritas rendah: Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak
berhubungan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang
secara spesifik, seperti masalah keuangan atau lainnya.
b. Berdasarkan kebutuhan Maslow
Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan
berdasarkan kebutuhan, diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan
dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
Untuk prioritas diagnosis yang akan direncanakan, Maslow membagi
urutan tersebut berdasarkan kebutuhan dasar manusia, diantaranya:
1) Kebutuhan fisiologis
Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan,
perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.
2) Kebutuhan keamanan dan keselamata
Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal,
perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai
Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam
kelompok antar manusia.
4) Kebutuhan harga diri
Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan menghargi diri
sendiri.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan (Kholifah, 2016).
4) Implementasi
Tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Kholifah, 2016).
Strategi mempertahankan kebutuhan aktifitas pada lansia meliputi:
a. Exercise/olahraga bagi lansia sebagai individu/ kelompok
Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang membutuhkan energi; seperti
berjalan, mencuci, menyapu dan sebagainya.Olah raga adalah aktifitas
fisik yang terencana dan terstruktur, melibatkan gerakan tubuh
berulang yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.
Manfaat olah raga:
a) Meningkatkan kekuatan jantung sehingga sirkulasi darah
meningkat,
b) Menurunkan tekanan darah,
c) Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi,
d) Mencegah jatuh & fraktur,
e) Memperkuat sistem imunitas,
f) Meningkatkan endorphin zat kimia di otak menurunkan nyeri
sehingga perasaan tenang & semangat hidup meningkat,
g) Mencegah obesitas,
h) Mengurangi kecemasan dan depresi,
i) Kepercayaan diri lebih tinggi,
j) Menurunkan risiko terjadinya penyakit kencing manis, hipertensi
dan jantung,
k) Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur,
l) Mengurangi konstipasi,
m) Meningkatkan kekuatan tulang, otot dan fleksibilitas

Latihan senam aerobik adalah olah raga yang membuat jantung dan
paru bekerja lebih keras untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
oksigen. Contoh: berjalan, berenang, bersepeda atau senam, dilakukan
sekurang-kurangnya 30 menit dengan intensitas sedang, dilakukan 5
kali dalam seminggu, 20 menit dengan intensitas tinggi dilakukan 3
kali dalam seminggu, kombinasi 20 menit intensitas tinggi dalam 2
hari dan 20 menit intensitas sedang dalam 2 hari.

Latihan penguatan otot adalah aktifitas yang memperkuat dan


menyokong otot dan jaringan ikat. Latihan dirancang supaya otot
mampu membentuk kekuatan untuk menggerakkan dan menahan
beban seperti aktivitas yang melawan gravitasi (gerakan berdiri dari
kursi, ditahan beberapa detik dan dilakukan berulang-ulang).
Penguatan otot dilakukan 2 hari dalam seminggu dengan istirahat
untuk masing-masing sesi dan untuk masing-masing kekuatan otot.

Fleksibilitas dan latihan keseimbangan adalah aktifitas untuk


membantu mempertahankan rentang gerak sendi (ROM) yang
diperlukan untuk melakukan aktifitas fisik dan tugas sehari-hari secara
teratur (Kholifah, 2016).

b. Terapi Aktifitas Kelompok


Terapi aktivitas pada lansia sebagai individu/kelompok dengan
indikasi tertentu. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi
yang dilakukan atas kelompok penderita bersama-sama dengan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seseorang
terapis. Tujuan dari terapi aktivitas kelompok:
1) Mengembangkan stimulasi persepsi.
2) Mengembangkan stimulasi sensoris.
3) Mengembangkan orientasi realitas.
4) Mengembangkan sosialisasi (Kholifah, 2016).

Jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia:


1) Stimulasi Sensori (Musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, kualitas dari
musik yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam
pengungkapan perhatian terletak pada struktur dan urutan
matematis yang dimiliki.Lansia dilatih dengan mendengarkan
musik terutama musik yang disenangi.
2) Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Proses ini diharapkan
mengembangkan respon lansia terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan dan menjadi adaptif. Aktifitas berupa stimulus dan
persepsi. Stimulus yang disediakan: seperti membaca majalah,
menonton acara televisie. Stimulus dari pengalaman masa lalu
yang menghasilkan proses persepsi lansia yang mal adaptif atau
destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.
3) Orientasi Realitas
Lansia diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien,
yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang
yang dekat dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai
hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu
saat ini, waktu yang lalu, dan rencana ke depan. Aktifitasnya dapat
berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar
dan semua kondisi nyata.
4) Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang
ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap
dari interpersonal (satu per satu), kelompok, dan massa. Aktifitas
dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok (Kholifah, 2016).
Tahap Terapi Aktivitas Kelompok:
1) Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang
menjadi pemimpin, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok
tersebut dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dan kelompok,
menjelaskan sumber-sumber yang diperlukan kelompok (biaya dan
keuangan jika memungkinkan, proyektor dan lain-lain).
2) Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi, yaitu
orientasi, konflik atau kebersamaan.
3) Orientasi.
Anggota mulai mengembangkan system sosial masing-masing, dan
leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontak
dengan anggota.
4) Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana
peran anggota, tugasnya dan saling ketergantungan yang akan
terjadi.
5) Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan
nengatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah
dibina, bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati,
kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistik,
mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas
kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif.
6) Fase terminasi Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara).
Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak
sukses atau sukses (Kholifah, 2016).
c. Latihan Kognitif
1) Latihan kemampuan sosial meliputi; melontarkan pertanyaan,
memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari
kiritik diri atau orang lain.
2) Aversion therapy: terapi ini menolong menurunkan frekuensi
perilaku yang tidak diinginkan tetapi terus dilakukan. Terapi ini
memberikan stimulasi yang membuat cemas atau penolakan pada
saat tingkah laku maladaptif dilakukan klien.
3) Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan
terapis tentang definisi perilaku yang akan dirubah atau
konsekuensi terhadap perilaku jika dilakukan. Meliputi
konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan
konsekuensi negatif untuk perilaku yang tidak diinginkan
(Kholifah, 2016).
5) Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah ditetapkan dengan
respon perilaku lansia yang tampilkan. Penilaian dalam keperawatan
merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah
ditentukan, kegiatan ini untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Kholifah, 2016).
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan
pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
lansia. Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,
c. Mengukur pencapaian tujuan,
d. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
e. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu
(Kholifah, 2016).
1) Manfaat evaluasi dalam keperawatan
a. Menentukan perkembangan kesehatan klien,
b. Menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan keperawatan
yang diberikan,
c. Menilai pelaksanaan asuhan keperawatan,
d. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru
dalam proses keperawatan,
e. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
keperawatan (Kholifah, 2016).
2) Jenis evaluasi
Jenis Evaluasi menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen terbagi
menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan.Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien,
dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi
staf keperawatan dalam area yang diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat, dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok,
tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian
pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat
wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa
keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons
perilaku lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan
akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi
formatif dilakukan sesaat setelah perawat melakukan tindakan pada
lansia. Evaluasi hasil/sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan yang
diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku lansia setelah semua
tindakan keperawatan dilakukan. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
tindakan keperawatan secara paripurna (Kholifah, 2016).
Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi, teratasi
sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara membandingkan
antara SOAP (Subjektive-ObjektiveAssesment-Planning) dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan :
(a) S (Subjective)
adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia setelah
tindakan diberikan.
(b) O (Objective)
adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
(c) A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau
tidak teratasi.
(d) P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisis.
Contoh:
S : Lansia mengatakan sudah menghabiskan makanannya
O : Porsi makan habis, berat badan naik, semula BB=51 kg
menjadi 52 kg
A : Tujuan tercapai
P : Rencana keperawatan dihentikan (Kholifah, 2016).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Format Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

Nama Mahasiswa : Desintawati Himu Tade


Tempat Praktek : Masyarakat
Tanggal Praktek :
Tanggal Pengkajian : 15 Mei 2021

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN STROKE

Data Umum Pasien


Nama : Ny. M.K
No RM : xxxxx
Umur : 83 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Oeba
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan terakhir : Pedagang

Keluhan utama saat ini:


Pasien mengatakan sudah 6 tahun tidak dapat berjalan dan bergerak bebas akibat
kelumpuhan yang dialami oleh klien.
Riwayat kesehatan keluarga
Ny. M.K mengatakan di keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit Stroke seperti
dirinya.
Riwayat Alergi
Ny. M.K mengatakan tidak memiliki alergi makanan atau obat-obatan yang
dikonsumsi.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Keadaan umum Ny. M. K tampak sakit sedang
a) Nyeri :
Ny. M.K mengatakan sakit punggung karena banyak tidur.
b) Status gizi : BB saat ini :kg TB: 150 cm Lila: 29,5
c) Personal Hygine: Ny. M.K mengatakan ia mandi 1 kali dalam sehari yaitu pada
waktu siang hari, keramas 2 kali dalam seminggu degan menggunakan shampo.
2. Sistem persepsi sensori
a. Pendengaran
Ny. M.K memilki penurunan fungsi pendengarannya baik di telinga sebelah kiri
maupun telinga sebelah kanan
b. Penglihatan
Ny. M.K memiliki penurunan fungsi penglihatan, untuk membaca klien
menggunakan kacamata.
c. Pengecap/Penghidu
Ny. M.K tidak memiliki gangguan pada indra pengecap atau penghidunya
karena Ny. M.K masih dapat membedakan bau-bauan dan juga dapat
membedakan rasa dari makanan.Mulut tampak bersih, gigi sebagaian sudah
jatuh.
d. Peraba
Kulit tampak keriput, turgor kulit kurang dari 2 detik, tidak ada lesi, capiraly
reptil kurang dari 2 detik dan tidak ada gangguan pada fungsi indra peraba.
3. Sistem pernafasan
a. Frekuensi : frekuensi napas Ny. M. K 21x/menit
b. Suara nafas : suara napas Ny. M. K vesikuler
4. Sistem kardiovaskular
a. Tekanan darah : 200/100 mmHg
b. Nadi: 78x/menit
c. Capillary Refill: <2 detik
5. Sistem saraf pusat
a. Kesadaran : Ny. M. K sadar sepenuhnya (Composmentis)
b. Orientasi waktu : Ny. M. K mengatakan hari ini hari jumat, tanggal 15 dan juga
sekarang sore hari
c. Orientasi orang :Ny. M. K mengetahui tetangganya
d. Reflek Patologis :

Reflek Kanan Kiri


Patela (++) (+)
Achilles (++) (-)
Reflek Fisiologis Biceps (++) (+)
Babinsky (+) (-)
Chaddock (+) (-)
Reflek Patologis

Keterangan:
Tes Reflek Fisiologis Tes Reflek Patologis
(+) : Menurun (+) : Ada
(++) : Normal (-) : Tidak ada
(+++) : Meningkat
(-) : Tidak ada

6. Sistem gastrointestinal
a. Nafsu makan : Ny. M. K mengatakan nafsu makannya baik
b. Pola makan : Ny. M. K makan 3 kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan
malam. Ny. M. K selalu makan nasi dan selalu menghabiskan makannya.
c. Abdomen :Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada lesi.
d. BAB :Ny. M. K mengatakan ia BAB 1 kali dalam 4-5hari
7. Sistem musculoskeletal
a. Rentang gerak : Ny. M. K tidak dapat bergerak secara bebas
b. Kemampuan ADL:Ny. M. K membutuhkan bantuan dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari
c. Kekuatan otot: 3 5
3 5
8. Sistem integument
Kulit Ny. M. K tampak keriput, terdapat bintik-bintik hitam atau hiperpigmentasi,
tidak ada luka.
9. Sistem reproduksi:
10. Sistem perkemihan
a. Pola :Ny. M. K selalu BAK kurang lebih 5-5 kali dalam sehari
b. Inkontinensi : Ny. M. K mengatakan ia selalu bangun Kurang dari 2 kali
pada malam hari untuk BAK
Data Penunjang

Terapi yang diberikan:


Tidak mendapatkan terapi apapun.

PSIKOSOSIOBUDAYA DAN SPIRITUAL


Psikologis
a. Perasaan saat ini dalam menghadapi masalah : Ny M. K mengatakan pasrah
dengan masalah yang ada dan hanya berharap hanya kepada Tuhan.
b. Cara mengatasi perasaan tersebut: Ny M. K mengatakan ia selalu berdoa kepada
Tuhan, dengan begitulah ia merasa tenang.
c. Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan: Ny. M. K mengatakan
d. Jika rencana ini tidak dapat dilaksanakan maka
e. Pengetahuan klien tentang masalah / penyakit yang ada: Ny. M. K mengatakan ia
mengetahui tentang penyakit stroke yang ia alami.
Sosial
a. Aktivitas atau peran di masyarakat : Ny. M. K mengatakan sudah tidak
berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
b. Kebiasaan di lingkungan yang tidak disukai: Ny. M. K mengatakan tidak ada
kebiasaan dilingkungannya yang tidak disukai olehnya.
c. Cara mengatasinya
d. Pandangan klien tentang aktifitas social dilingkungannya : Ny. M. K mengatakan
sangat senang dengan orang-orang dilingkungan sekitarnya karena saling
membantu satu sama yang lain.
Budaya
a. Budaya yang diikuti klien adalah budaya: Ny. M. K mengatakan budaya yang
dikuti saat ini adalah budaya Timor.
b. Keberatan /tidak terhadap budaya yang diikuti: Ny. M. K mengatakan tidak
keberatan dengan budaya yang ikuti olehnya.
c. Cara mengatasi (jika keberatan) .
Spiritual
a. Aktivitas ibadah yang sehari-hari dilakukan : Ny. R. N mengatakan ia selalu ikut
kegiatan ibadah online dirumah dan selalu berdoa setiap hari.
b. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan: Ny. M. K mengatakan sudah tidak
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan keagaman digereja.
c. Kegiatan ibadah yang saat ini tidak bisa dilakukan : INy. M. K mengatakan tidak
berpartisipasi dalam kegiatan lansia digereja, ataupun kebaktian utama digereja.
d. Perasaan klien akibat tidak dapat melaksanakan ibadah tersebut : Ny. M. K
mengatakan jika ia tidak pergi ikut beribadah ia merasa bersalah, karena ia
berpikir Tuhan sudah menjaganya.
e. Upaya klien mengatasi perasaan tersebut : Ny. M. K mengatakan ia akan berdoa
dan memohon pengampunan dari Tuhan
f. Apa keyakinan klien tentang peristiwa / masalah kesehatan yang sekarang sedang
dialami : Ny. M. K mengatakan mungkin karena pengaruh usianya yang sudah tua
sehingga ia mengalami sakit seperti sekarang.
2. Format Pemeriksaan MMSE (Mini-Mental State Examination)
Nama Pasien : Ny. M. K Nama pemeriksa : Desintawati Himu Tade

Usia pasien : 83 Tahun Tanggal : 15 Mei 2021

Pendidikan : SD Waktu : 17.00 wita

Orientasi Skor

Tertinggi Dicapai

1. Sekarang ini (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari), apa? 5 5

2. Kita berada di mana ? (negara), (propinsi), (kota), (panti 5 5


wredha), (Wisma)

Registrasi Memori

3. Sebut 3 obyek. 3 3

Tiap obyek 1 detik, kemudian lansia diminta mengulangi 3 nama


obyek tadi. Nilai 1 untuk setiap nama obyek yang benar. Ulangi
sampai lansia dapat menyebutkan dengan benar. Catat jumlah
pengulangannya.

Atensi dan Kalkulasi

4. Kurangkan 100 dengan 5, kemudian hasilnya berturut-turut 5 5


kurangkan dengan 5 sampai pengurangan kelima (100 ; 95 ; 90 ;
85 ; 80 ; 75). Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan
setelah 5 jawaban. Atau

Eja secara terbalik kata ”WAHYU”. Nilai diberikan pada huruf


yang benar sebelum kesalahan, missal ”UYAHW”

Pengenalan Kembali (recalling)

5. Lansia diminta menyebut lagi 3 obyek di atas 3 3

(pertanyaan ke-3)

Bahasa

6. Lansia diminta menyebut 2 benda yang ditunjukkan perawat, 2 2

misal : pensil, buku

7. Lansia diminta mengulangi ucapan perawat : 1 1

namun, tanpa, apabila

8. Lansia mengikuti 3 perintah : ambil kertas itu dengan tangan 3 3


kanan Anda, lipatlah menjadi dua, dan letakkan di lantai

9. Lansia diminta membaca dan melakukan perintah : 1 0

Pejamkan mata Anda

10. Lansia diminta menulis kalimat singkat tentang pikiran / 1 0


perasaan secara spontan di bawah ini. Kalimat terdiri dari 2 kata
(subyek dan predikat) :

…………………………………………………….
11. Lansia diminta menggambar bentuk di bawah ini: 1 0

Skor Total 30 27

Interpretasi :

Jumlah respon dijumlahkan dan dikategorikan menjadi :


(1) Skor ≤ 16 : Terdapat gangguan kognitif.

(2) Skor 17-23: Kemungkinan terdapat gangguan kognitif.

(3) Skor 24-30 : Tak ada gangguan kognitif.

3. Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)


(Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia)

Skore
No Pertanyaan Jawaban

1. Tanggal berapa hari ini? 1

2. Hari apa sekarang ini? 1

3. Apa nama tempat ini? 1

4. Berapa nomor telepon Anda? 1

Di mana alamat Anda? (Tanyakan


bila tidak memiliki telepon)

5. Berapa umur Anda? 1

6. Kapan Anda lahir? 1

7. Siapa Presiden Indonesia sekarang? 1

8. Siapa Presiden sebelumnya 0

9. Siapa nama kecil ibu Anda? 1

10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap 1


pengurangan 3 dari setiap angka
baru semua secara menurun

Jumlah Kesalahan Total 1

Penilaian SPMSQ :

Pengisisan Benar 1, salah 0

1. Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh


2. Kesalahan 3-4 : Gangguan fungsi intelektual ringan
3. Kesalahan 5-7 : Gangguan fungsi intelektual sedang
4. Kesalahan 8-10 : Gangguan fungsi intelektual berat
Keterangan : Berdasarkan Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia Ny.
M. K. yaitu fungsi intelektual utuh.

4. Indeks Katz Kemandirian dalam Aktivitas Hidup Sehari-Hari (Katz Index of


Independence in Activities of Daily Living)

Aktivitas Mandiri (nilai 1) Tergantung (nilai 0)

(Nilai 1 atau
0)

Mandi (Nilai 1) Mandi sendiri atau dibantu (Nilai 0) Membutuhkan bantuan


hanya pada satu bagian tubuh seperti sepenuhnya saat mandi atau
Nilai__1__
bagian punggung, area genital, atau dibantu lebih dari satu bagian
ekstremitas yang tidak bisa digerakkan tubuh

Berpakaian (Nilai 1) Mengambil pakaian dari (Nilai 0) Membutuhkan bantuan


lemari dan laci dan memakainya sendiri untuk memakai pakaian sendiri
Nilai__1__
tanpa dibantu. Tali sepatu mungkin
dibantu

Ke toilet (Nilai 1) Pergi ke toilet, membuka dan (Nilai 0) membutuhkan bantuan


menutup pintunya, membuka pakaian ke toilet
Nilai__0_
dan membersihkan area genital tanpa
bantuan

Berpindah (Nilai 1) Bangun dari tempat tidur (Nilai 0) Membutuhkan bantuan


tanpa bantuan atau tanpa berpegangan untuk berpindah dari tempat
Nilai__0__
pada kursi. tidur ke kursi

Kontinen (Nilai 1)mampu mengontrol BAB dan (Nilai 0)(0 POINTS)


(continence) BAK secara mandiri Inkontinensia urine dan alvi,
parsial atau total
Nilai__1__

Makan (Nilai 1) Mengambil makanan dari (Nilai 0) Membutuhkan bantuan


piring dan memasukkannya ke mulut untuk makan baik sebagiak
Nilai__1__
tanpa bantuan. Penyiapan makan maupun total atau membutuhkan
mungkin dilakukan oleh orang lain parenteral

TOTAL NILAI = ___6___ = Tinggi (Pasien mandiri) 0 = Rendah (Pasien sangat


tergantung

Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny. M. K untuk aktivitas sehari-hari sebagian


membutuhkan bantuan orang lain.

5. GERIATRIC DEPRESSION SCALE(PENGKAJIAN DEPRESI PADA


LANSIA

Mengkaji pasien lansia dengan depresi

Hasil observasi pada Ny. M. K didapatkan sebaga berikut:

1.Penampilan rapi, dan bersih.


2.Kontak mata baik selama komunikasi.
3.Afek baik dan tidak labil.
4.Tampak sedih.
5.Tampak lesu dan lemah
6.Komunikasi tidak lambat dan mau berkomunikasi.
Aspek psikososial yang perlu dikaji adalah: bagaimana perasaan saat ini, apakah
mengalami kebingungan, kecemasan, atau mempunyai ide untuk bunuh diri. Data
ini dapat dikaji melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia
(Depresion Geriatric Scale).

Data yang perlu didapatkan dari keluarga adalah :

1. Apakah pasien sukar tidur atau sering terbangun pada malam hari?
Ny. M. K mengatakan ia sering terbangun pada malam hari.
2. Apakah pasien sering mengurung diri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
lain?
Ny. M. K mengatakan tidak dapat berinteraksi dengan tetangganya karena
keadaan klien yang tidalk memungkinkan.
3. Apakah pasien sering mengatakan tidak ada artinya hidup?
Ny. M. K mengatakan hidupnya berarti.
4. Apakah pasien sering mengatakan merasa kesepian?
Ny. M. K mengatakan merasa kesepian karena cucunya bekerja sehingga pergi
pagi dan pulang selalu malam akibatnya tidak ada yang bisa ajak bercerita.
5. Apakah pasien tidak mampu melakukan aktifitas yang biasa dia lakukan?
Ny. M. K mengatakan sudah tidak mampu melakukan aktivitas sebagaimana
biasanya, dikarenakan kondisi yang alami oleh klien.
6. SKALA DEPRESI GERIATRI
(Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15)

SELAMA Nilai Respon


No. KEADAAN YANG DIRASAKAN
YA TIDAK
SEMINGGU TERAKHIR
1. Apakah Anda sebenarnya puas dengan kehidupan Anda? 0
2. Apakah Anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan 1
minat atau kesenangan Anda?
3. Apakah Anda merasa kehidupan Anda kosong atau merasa 1
kesepian?
4. Apakah Anda sering merasa bosan? 1
5. Apakah Anda memiliki semangat yang bagus dalam 1
sebagian besar hidup anda?
6. Apakah Anda takut khawatir bahwa sesuatu yang buruk 0
akan terjadi pada Anda?
7. Apakah Anda merasa bahagia dalam sebagian besar hidup 0
Anda?
8. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya? 0
9. Apakah Anda lebih suka tinggal di rumah daripada pergi 0
keluar untuk mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan 0
daya ingat Anda dibanding kebanyakan orang?
11. Apakah Anda pikir bahwa hidup Anda sekarang ini 0
menyenangkan?
12. Apakah Anda merasa tidak berharga? 0
13. Apakah Anda merasa penuh dengan energi/kekuatan? 0
14. Apakah Anda merasa apa yang anda alami sekarang 0
ini/keadaan anda saat ini tidak ada harapan?
15. Apakah Anda pikir bahwa orang lain lebih baik 0
keadaannya daripada Anda?
Interpretasi :

Jumlah respon dijumlahkan dan dikategorikan menjadi :

(1) Skor 10 – 15 = depresi berat

(2) Skor 5 – 9 = depresi sedang

(3) Skor 0-4 = normal

7. Lembar observasi lingkungan tempat tinggal Lansia (Panti/ rumah)

Pertanyaan Ya Tidak

Apakah lampu yang digunakan adalah lampu pijar? 1

Apakah ketinggian kasur dari lantai lebih dari 20 cm? 1

Apakah kamar mandi/WC memiliki pegangan? 1

Apakah jenis jamban yang digunakan adalah tipe jongkok? 1

Apakah terdapat kursi mandi?

Apakah lantai licin? 1

Adakah undakan di rumah?  1  

Apakah ada tangga di rumah?    


Apakah anda menggunakan karpet atau tikar di rumah?    

Apakah barang-barang berserakan di lantai?    

Total  5  1

Hasil observasi:
Risiko rendah : bila < nilai mean (6,33)
1= Risiko Tinggi : bila ≥ nilai mean (6,33)
B. Analisa Data

Data Masalah

DS: Gangguan mobilitas fisik


(D.0054)
Pasien mengatakan tidak dapat bergerak dengan bebas
diakibat kelumpuhan yang dialami.

DO:

 Pergerakan terbatas
 Tirah baring
 Dibantu untuk berpindah ataupun kekamr mandi.
 Fisik lemah

DS: Konstipasi
(D.0049)
Pasien mengatakan BAB sebanyak 1 kali dalam 3-4 hari

DO:

 Peristaltik usus menurun

C. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan
dengan mengeluh sulit bergerak, gerakan terbatas, fisik lemah
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrosional dibuktikan
dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit.
D. Intervensi

NO SDKI SLKI SIKI

1 Gangguan mobilitas Mobilitas fisik Dukungan mobilitas (I.05173)


fisik berhubungan (L.05042)
Observasi
dengan penurunan Setelah dilakukan
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
kekuatan otot tindakan keperawatan fisik.
selama 3x24 jam
dibuktikan dengan
diharapkan mobilitas  Identifikasi toleransi fisik melakukan
mengeluh sulit fisik meningkat dengan pergerakan

bergerak, gerakan criteria hasil: Terapeutik


terbatas, fisik lemah 1. Pergerakan  Fasilitasi aktivitas mobilitas dengan alat
ekstremitas cukup bantu (mis. Pinggir tempat tidur)
(D.0054) meningkat (4)  Fasilitasi melakukan gerakan.
2. Gerakan terbatas  Libatkan keluarga untuk membantu pasien
cukup menurun (4) dalam meningkatkan pergerakan.
3. Kelemahan fisik
cukup menurun (4) Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.


 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan.(Mis. Duduk di tempat tidur,
duduk disis tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

3. Konstipasi Fungsi Manajemen Konstipasi (I.04155)


berhubungan dengan Gastrointestinal
Observasi
penurunan motilitas (L. 03019)
 Periksa tanda dan gejala konstipasi
gastrosional Setelah dilakukan  Periksa pergerakan usus, karakteristik
dibuktikan dengan tindakan keperawatan feses.
defekasi kurang dari 2 selama 3x24 jam  Identifikasi faktor resiko konstipasi
diharapkan tingkat jatuh
kali seminggu,
menurun dengan Terapeutik
pengeluaran feses criteria hasil:  Anjurkan diet tinggi serat
lama dan sulit.  Lakukan masase abdomen.
1. Frekuensi BAB
cukup membaik(4) Edukasi
(D.0049)
2. Konsistensi feses
cukup membaik(4)  Jelaskan etiologi masalah dan alasan
3. Peristaltik usus tindakan.
cukup baik (4)  Anjurkan peningkatan asupan cairan
4. Jumlah feses cukup
membaik (4)  Ajarkan cara mengatasi konstipasi

E. Implementasi

Diagnosis Hari/tanggal Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Gangguan mobilitas Selasa, 18 1 Mengidentifikasi S:
adanya nyeri atau
fisik berhubungan Mei 2021 Ny. MK
keluhan fisik.
dengan penurunan Tidak terdapat mengatakan ia
nyeri saat bergerak
kekuatan dibuktikan belum dapat
atau berpindah.
dengan mengeluh 2 Memfasilitasi bergerak dan
aktivitas mobilitas
sulit bergerak, berpindah dengan
dengan alat bantu
gerakan terbatas, (mis. Pinggir bebas.
tempat tidur)
fisik lemah
Memfasilitasi Klien
(D.0054) berpindah sambil O:
memegang pinggir
Pergerakan terbatas,
tempat tidur atau
jendela. lemah.
3 Melibatkan
TD: 180/90 mmHg,
keluarga untuk
membantu pasien Nadi: 85x/ menit,
dalam
RR: 18x/ menit
meningkatkan
pergerakan.
Melibatkan cucu
A:
klien dalam
melakukukan Masalah belum
sebagain aktivitas
teratasi
toilet, mandi dan
berpindah.
P:
4 Menjelaskan tujuan
dan prosedur Lanjutkan
mobilisasi.
intervensi
Kombinasi terapi
ROM dan terapi
cermin bertujuan
untuk melatih otot
gerak klien dan
menstimulusperger
akan.
5 Mengajarkan:
Terapi Cermin
6 Mengajarkan :
Terapi ROM
7 Melibatkan cucu
klien dalam
melakukan terapi
Rom dan terapi
Cermin.
Konstipasi Rabu, 18 1 Memeriksa tanda S:
dan gejala
berhubungan dengan Mei 2021 Ny.MK mengatakan
konstipasi
penurunan motilitas Klien BAB 1 kali BAB sejak makan
dalam 4-5 hari
gastrosional buah pepaya sudah
2 Periksa
dibuktikan dengan karakteristik feses. lebih baik yaitu 1
Karakteristik feses
defekasi kurang dari kali dalam 2 hari
keras dan padat
2 kali seminggu, 3 Menganjurkan diet O:
tinggi serat
pengeluaran feses Klien tampak ke
Makan buah
lama dan sulit. pepaya toilet berulang
4 Menjelaskan
(D.0049) A:
etiologi masalah
Tirah baring Masalah teratasi
5 Menganjurkan
P:
peningkatan asupan
cairan Hentikan intervensi
Minum air 6 gelas
sehari

BAB IV

PEMBAHASAN

Stroke merupakan gangguan yang sering terjadi pada lansia, dimana kejadian stroke
makin meningkat seiring bertambahnya usia,penyakit ini sering menyebabkan kematian dan
disabilitas (cacat) di dunia. Peningkatan kejadian ini menjadi masalah kesehatan yang besar
pada populasi yang semakin menua. Penyakit ini bisa di sebabkan oleh tekanan darah tinggi
yangsering di derita lansia dan menjadi salah satu faktor pencetus terjadinya stroke [ CITATION
Agu \l 1033 ]

Pada pasien stroke 70 - 80% pasien mengalami hemiparesis (kelemahan otot pada salah
satu sisi bagian tubuh) dengan 20% dapat mengalami peningkatan fungsi motorik dan sekitar
50% mengalami gejala sisa berupa gangguan fungsi motorik/ kelemahan otot pada anggota
ekstrimitas bila tidak mendapatkan pilihan terapi yang baik dalam intervensi keperawatan
maupun rehabilitasi pasca stroke [ CITATION Agu \l 1033 ]

Penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada pasien stroke dengan kelemahan otot, selain
terapi medikasi atau obat-obatan bisa dilakukan fisioterapi/latihan: latihan beban,
keseimbangan, dan latihan ROM (Range Of Motion). Selain terapi rehabilitasi ROM yang
sering dilakukan pada pasien stroke, terdapat alternatif terapi lainnya yang diterapkan pada
pasien stroke untuk meningkatkan status fungsional pada sensori motorik, yaitu terapi latihan
rentang gerak dengan menggunakan media cermin (mirror therapy).[ CITATION Fer17 \l 1033 ]

Terapi cermin ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan latihan yang sangat
singkat tanpa membebani pasien. Therapy Mirror merupakan terapi untuk pasien stroke
dengan melibatkan sistem mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri yang
bermanfaat dalam penyembuhan motorik dari tangan dan gerak mulut. [ CITATION Ded181 \l
1033 ]

Hasil pengkajian pada Tn T.R yang berusia tahun di dapatkan status otot pasien
mengalami kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh (hemiparesis) yaitu hemiparesis
sisi kiri. Dengan rentang kekuatan otot pada skala 3 (0–5), hal ini disebabkan karena
mekanisme hemiparesis yang terjadi umumnya pada pasien stroke. Untuk mengatasi masalah
diatas penulis memberikan kombinasi terapi ROM dan Terapi cermin kepada Tn T.R.
Setelah diberikan terapi cermin dan terapi ROM kepada Ny. MK selama 3 hari didapatkan
penilaian dengan menggunakan skala Medical Research Council (MRC) dengan rentang nilai
skala 0-5, kekuatan otot Ny. MK mengalami peningkatkan yang ditandai rentang kekuatan
otot 4 (0-5)

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyawan, dkk 2019, pada 25
orang pasien yang mengalami kelemahan/plegi pada bagian ekstermitas atas dilakukan
intervensi mirror therapy di dapatkan hasil peningkatan sensivitas dan perbaikan fungsi di
bandingkan dengan yang tidak dilakukan mirror therapy. Terapi ini digunakan untuk
memperbaiki fungsi motorik pasca stroke terapi cermin mudah dilakukan dan hanya
membutuhkan latihan yang sangat singkat tanpa membebani pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Hafis dengan judul “Studi Kasus Pemberian ROM
(Range Of Motion) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien dengan Post Stroke Di Wilayah
Kerja Puskesmas Medokan Ayu” didapatkan hasil pelaksanaan ROOM pada pasien post
stroke mengalami peningkatan kekuatan otot.

Penelitian yang dilakukan Dedi Irwandi dengan judul “Perbedaan Pemberian


Kombinasi Terapi Cermin Dan Rom (Mirror Therapy & Range Of Motion) Dengan Rom
Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Atas & Tahap Penerimaan Diri Pada Klien Stroke
Dengan Hemiparesis Di Ruang Vii Rumkital Dr. Ramelan Surabaya” didapatkan bahwa
pemberian kombinasi terapi cermin (mirror therapy) dan ROM (Range of Motion) lebih baik
dalam meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas dengan hemiparesis dari pada klien
stroke.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1 Usia lanjut (Lansia) sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia
lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah
kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam
jangka waktu beberapa decade.[ CITATION Nin17 \l 1033 ]
2 Stroke merupakan gangguan yang sering terjadi pada lansia, dimana kejadian stroke
makin meningkat seiring bertambahnya usia,penyakit ini sering menyebabkan
kematian dan disabilitas (cacat) di dunia. Peningkatan kejadian ini menjadi masalah
kesehatan yang besar pada populasi yang semakin menua. Penyakit ini bisa di
sebabkan oleh tekanan darah tinggi yangsering di derita lansia dan menjadi salah satu
faktor pencetus terjadinya stroke [ CITATION Agu \l 1033 ]
3 Penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada pasien stroke dengan kelemahan otot,
selain terapi medikasi atau obat-obatan bisa dilakukan fisioterapi/latihan: latihan
beban, keseimbangan, dan latihan ROM (Range Of Motion). Selain terapi rehabilitasi
ROM yang sering dilakukan pada pasien stroke, terdapat alternatif terapi lainnya yang
diterapkan pada pasien stroke untuk meningkatkan status fungsional pada sensori
motorik, yaitu terapi latihan rentang gerak dengan menggunakan media cermin
(mirror therapy).[ CITATION Fer17 \l 1033 ]
4 Terapi cermin ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan latihan yang sangat
singkat tanpa membebani pasien. Therapy Mirror merupakan terapi untuk pasien
stroke dengan melibatkan sistem mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri
yang bermanfaat dalam penyembuhan motorik dari tangan dan gerak mulut.[ CITATION
Ded181 \l 1033 ]
5 Berdasarkan pemberian kombinasi Terapi Cermin dan Terapi ROM (Range Of
Motion) Pada Tn T.R didapatkan hasil kekuatan otot dengan penilaian MRS
didapatkan rentang kekuatan otot 4 (0-5)

B. Saran
Dalam pemberian kombinasi terapi cermin dan terapi ROM pada pasien post Stroke
sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama lagi agar mendapatkan
pengaruh yang lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Didin Setyawan, A. R. (2017). PENGARUH PEMBERIAN TERAPI ROM (RANGE OF


MOTION) TERHADAP PENYEMBUHAN PENYAKIT STROKE. GLOBAL HEALTH
SCIENCE.

Amin, K. H. (2015). Nanda Nic-Noc Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.

Fery Agusman M, E. K. (2017). Pengaruh Mirror Therapy Terhadap Kekuatan Otot Pasien
Stroke Non Hemoragik Di RSUD Kota Semarang.
Setiawan, A. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN PASCA STROKE
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA NIRWANA PURI SAMARINDA.

Suryanti, S. (2011). Penyakit Yang Sering Menyerang Dan Sangat Mematikan. Jakarta: flash
book.

Irawandi, D. (2018). PERBEDAAN PEMBERIAN KOMBINASI TERAPI CERMIN DAN


ROM (MIRROR THERAPY & RANGE OF MOTION) DENGAN ROM TERHADAP
KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS ATAS & TAHAP PENERIMAAN DIRI PADA
KLIEN STROKE DENGAN HEMIPARESIS DI RUANG VII RUMKITAL Dr.
RAMELAN.

Anda mungkin juga menyukai