Anda di halaman 1dari 4

Bagaimana kabar kamu saat ini? Saya harap kamu baik-baik saja, ya!

Pada kesempatan kali ini, saya mau tanya sama kamu:


Pernah gak sih kamu merasa ada sesuatu yang salah sama diri kamu? Mungkin kamu
memiliki kesulitan untuk memercayai orang di sekitar kamu. Kesulitan ini akhirnya membuat
kamu jadi sulit untuk terbuka dengan orang lain.

Di beberapa aspek, kamu merasa hidupmu baik-baik saja, tapi dalam aspek lain, kamu
mengalami kesulitan untuk berfungsi dengan normal. Kamu gak tau kenapa kamu bisa punya
trust issues karena kamu merasa bahwa relasi mu dengan orang lain selama ini baik-baik saja.

Di sini saya ingin menyampaikan bahwa terkadang it is not the way it is.

Mungkin sebenarnya, kamu memiliki pengalaman buruk yang pernah terjadi, tapi sesaat
pengalaman itu terjadi, kamu langsung “melupakan” pengalaman tersebut supaya kamu bisa
hidup dengan lebih bahagia.

Dan seiring dengan bertambahnya waktu, pengalaman buruk yang kamu “lupakan” ternyata
tidak benar-benar kamu lupakan. Hal ini  muncul melalui perilsaya, emosi, atau mungkin
pikiran-pikiranmu sekarang.

Dalam kata lain, kamu sebenarnya telah merepresikan memori atau perasaan kamu, dan
perlahan-lahan kenangan-kenangan itu mulai muncul ke permukaan.

Dalam Pembahasan tersebut maka lahirlahTeori Psikoanalisis yang dicetuskan oleh Sigmund
Freud. Pada Teori Psikoanalisis kita akan banyak berbicara tentang bagaimana perilaku
manusia sangat dipengaruhi oleh ketidaksadaran atau alam bawah sadarnya.

Sistem pertama dalam teori Psikoanalisis Sigmund Freud adalah Id. Id merujuk pada alam
ketidaksadaran manusia. Id bekerja dengan pleasure principle, dimana id akan
berusaha untuk memaksimalkan kepuasan dan meminimalisasi rasa sakit.

Namun, manusia tidak dapat terus memuaskan keinginannya, karena pemuasan ini mungkin
dapat berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagai contoh: seorang anak tidak
mungkin makan permen setiap hari karena dapat merusak giginya.

Oleh sebab itu, id berkembang menjadi ego atau sistem yang selalu berusaha untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan dengan cara yang sesuai dengan peraturan yang
ada. Seorang anak yang suka makan permen, mungkin mengganti tindakan makan permen
dengan menghisap jarinya.

Sistem terakhir dalam teori Psikoanalisis Sigmund Freud adalah superego. Superego
merupakan tempat yang berisi aturan dan regulasi bagi perilaku yang dipelajari
melalui orang tua atau lingkungan. Superego ini berperan sebagai “filter” supaya
perilaku yang ditunjukkan oleh individu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kalau kamu masih bingung mengenai id, ego, dan superego, kamu dapat melihat gambar di
bawah ini:
Dalam kata lain, id adalah dorongan dari alam ketidaksadaran. Sedangkan, superego adalah
filter yang menyaring apakah dorongan tersebut bisa ditunjukkan dalam perilaku atau tidak,
dan ego adalah wujud dari perilaku yang lolos dari filter dan ditunjukkan dalam kesadaran.

Nah, dalam praktiknya, ego selalu memiliki dengan id dan superego, dimana id selalu ingin
melakukan dorongan tertentu, tapi superego selalu memberikan sense of morality. Ketika ego
bertentangan dengan id dan superego, tindakan kamu pada akhirnya dapat
direpresikan ke ketidaksadaran.

Misalnya: Seseorang memiliki phobia terhadap ketinggian. Ia selalu mengalami ketakutan


saat berada di tempat yang tinggi, padahal ia hanya berada di lantai dua rumahnya.

Jika ditinjau dari perspektif Sigmund Freud, hal ini mungkin terjadi karena ia pernah jatuh
terguling di tangga. Pengalaman terjatuh ini telah ia represikan dan diganti menjadi phobia
terhadap ketinggian.

Represi dapat menyebabkan kecemasan, rasa sakit, ketakutan, dan kesulitan psikologis. Jika kamu
pernah dikhianati oleh teman dekat atau pasangan, kamu mungkin memiliki trust issues. Akhirnya,
kamu mudah cemas dan takut dalam relasi yang sedang kamu jalani.

Kamu takut kalau temanmu membicarakan sesuatu yang buruk tentang kamu, atau mungkin
kamu takut kalau pasanganmu selingkuh dengan orang lain tanpa sepengetahuanmu.

Perasaan-perasaan yang kamu alami, akhirnya membuat kamu susah tidur, berperilaku
impulsif, sehingga kamu mengalami kesulitan psikologis.

Dalam beberapa aspek, represi juga dapat menyebabkan mimpi buruk. Menurut Sigmund
Freud, mimpi yang kamu alami mungkin saja mencerminkan rasa takut, kecemasan, dan
sesuatu yang benar-benar kamu inginkan.

Mimpi itu sendiri terdiri dari dua aspek, yaitu manifest content dan latent content. Manifest
content adalah kondisi dimana kita mengingat mimpi yang kita alami. Sedangkan, latent
content merujuk pada makna simbolik yang terdapat dalam mimpi.

Makna simbolik pada mimpi tersebut dapat diterjemahkan dengan terapi Psikoanalisis. Di
sini, peran terapis muncul untuk membantu kita mengungkapkan makna dari mimpi yang
dialami.

Sebagai contoh: seorang siswa SMA bermimpi bahwa ia sedang berada pada sebuah mobil
tanpa pengemudi. Ketika lampu merah berubah merah, ia tidak dapat menghentikan mobil
tersebut.

Dari contoh yang aku ungkapkan mengenai siswa SMA, terapis menerjemahkan mimpi
tersebut sebagai konflik dalam memilih karir. Mobil yang terus bergerak dapat digambarkan
sebagai simbol dari masa depan yang tidak ia ingini. Siswa tersebut tidak dapat
memberhentikan mobil tersebut kecuali kalau ia mengisi tempat pengemudi. Dalam kata lain,
siswa tersebut harus segera menentukan karier yang ia inginkan.
Selain muncul melalui mimpi, represi juga dapat muncul melalui sebuah peristiwa yang
disebut sebagai “slip of tongue”. Slip of tongue adalah kesalahan yang terjadi saat
seseorang mengucapkan sesuatu yang berbeda dari apa yang sebenarnya ingin ia
ucapkan.

Menurut teori Psikoanalisis, kesalahan ini dapat terjadi karena kamu ingin mengekspresikan
sesuatu tapi kamu tidak dapat mengekspresikan hal tersebut, atau karena kamu memiliki
perasaan yang tidak kamu sadari.

Misalnya, seorang laki-laki tidak sengaja memanggil pasangannya dengan sebutan “Mama”.
Hal ini mungkin disebabkan karena ia memiliki kerinduan terhadap ibunya yang telah lama
meninggal.

Sampai di titik ini, mungkin kamu mungkin bisa relate dengan hal-hal yang telah aku
jelaskan, dan kamu mungkin bertanya-tanya:

Bagaimana cara mengatasi represi?


Jawabannya simple: jangan memendam pikiran, ingatan, atau perasaan menyakitkan
yang sedang kamu alami.

Penting untuk kamu mengekspresikan pengalaman dengan cara yang sehat, bukan
merepresikan. Dengan mengekspresikan, kamu benar-benar menyalurkan emosi negatif
dan rasa sakit yang kamu alami. Sebaliknya, represi hanya menghilangkan perasaan
negatif secara temporer atau sementara saja.

Kamu dapat mengekspresikan pengalaman yang kamu alami dengan cara berteriak, lompat-
lompat, berlari keliling kompleks tempat tinggalmu, atau menulis.

Intinya, keluarkan saja dulu semua hal yang kamu alami.

Cherry, K. (2020, February 18). Repression as a defense mechanism. Very Well Mind.
Retrieved from https://www.verywellmind.com/repression-as-a-defense-mechanism-
4586642.

Good Therapy. (2015, August 21). Repression. Retrieved from


https://www.goodtherapy.org/blog/psychpedia/repression#:~:text=Sigmund%20Freud
%20originally%20developed%20the,becomes%20unaware%20of%20its%20existence.

Good Therapy. (2016, February 2). Dream analysis. Retrieved from


https://www.goodtherapy.org/learn-about-therapy/types/dream-
analysis#:~:text=Psychoanalysis%3A%20In%20psychoanalytic%20theory%2C%20dreams,
%2C%20unconscious%20desires%2C%20and%20conflicts.&text=Manifest%20content
%20includes%20information%20from,meaning%20embedded%20within%20the%20dream.

Nolen-Hoeksema, S. (2013). Abnormal psychology. New York, America: McGraw-Hill.


Shipp, L. (2020, March 9). What is repression? Psychology, example, and causes and effects.
ReGain. Retrieved from https://www.regain.us/advice/psychology/what-is-repression-
psychology-example-and-causes-and-effects/

Anda mungkin juga menyukai