Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Konsep Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaaan terjadi melalui pancaindra manusia,

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

b. Tingkat Pengetahuan

Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan

yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu

(Notoadmodjo, 2012) :

1) Tahu ( Know )

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu

yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “TAHU“ ini

adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rencah.

9
10

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan,

mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami ( Comprehention )

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan

dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang

telah paham terhadap objek atau materi terus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari.

3) Aplikasi ( Application )

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

ataupun kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain.

4) Analisis ( Analysis )

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi

masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.


11

5) Sintesis ( Syntesis )

Sintesis yang dimaksud menunjukan pada suatu

kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dan formulasi yang ada.

6) Evaluasi ( Evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut

(Wawan & Dewi, 2010) :

1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a) Cara kuno salah ( trial and Error )

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradapan. Cara coba

salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan

dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu

tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai

masalah tersebut dapat dipecahkan.


12

b) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa

pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal atau informal,

ahli agama, pemegang pemerintah dan berbagai prinsip

orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan

oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih

dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarakan

fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai

upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih

popular atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula

dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian

dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu

cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal

dengan penelitian ilmiah.

d. Proses Perilaku “TAHU”

Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo

(2011) baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak

dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan sebelum mengadopsi


13

perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses

berurutan, yakni :

1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari

dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus

(objek).

2) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh

perhatian dan tertarik pada stimulus.

3) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan

mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap

stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berrarti sikap responden

sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

5) Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus.

e. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

1) Faktor Internal

a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju

kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk

berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan

untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang


14

termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup

terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta

dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi

(Wawan & Dewi, 2010).

b) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi

lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan.

Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang

menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai

pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Wawan & Dewi,

2010).

c) Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur,

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari

orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan

sebagian dari pengalaman dan kematangan jiwa (Wawan &

Dewi, 2010).
15

d) Jenis Kelamin

Jenis kelamin yaitu tanda biologis yang

membedakan manusia berdasarkan kelompok laki-laki dan

perempuan. Beberapa orang beranggapan bahwa

pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh jenis kelaminnya.

Dan hal ini sudah tertanam sejak jaman penjajahan. Namun

hal itu di jaman sekarang ini sudah terbantahan karena

apapun jenis kelamin seseorang, bila dia masih produktif,

berpendidikan, atau berpengalaman maka ia akan

cenderung mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi.

(Fuadbahsin, 2009).

2) Faktor Eksternal

a) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok.

b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat

dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

c) Paparan Media Massa

Melalui berbagai media, baik cetak maupun

eklektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh

masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering


16

terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan

lain-lain) akan memperoleh informasi lebih banyak jika

dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar

informasi media. Hal ini berarti paparan media massa

mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh

seseorang.

d) Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun

kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi yang

baik akan mudah tercukupi dibanding keluarga dengan

status ekonomi yang lebih rendah. Hal ini akan

mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi

pengetahuan yang termasuk kebutuhan sekunder.

e) Hubungan sosial

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam

kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain.

Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih

besar terpapar informasi, sementara faktor hubungan sosial

juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai

komunikan untuk menerima pesan menurut model

komunikasi media.

f) Pengalaman

Pengalaman seseorang tentang berbagai hal dapat

diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses


17

perkembangannya, misalnya seseorang mengikuti

kegiatan-kegiatan yang mendidik, seperti seminar dan

berorganisasi, sehingga dapat memperluas

pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan- kegiatan

tersebut, informasi tentang suatu hal dapat diperoleh

(Wawan & Dewi, 2010).

f. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2010) pengetahuan

seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala

yang bersifat kualitatif, yaitu :

1) Baik : Hasil presentase 76% - 100%

2) Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

3) Kurang : Hasil Presentase < 56

g. Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan

Data akan diberi penilaian skor dilakukan dengan cara

setiap pernyataan yang dijawab dengan benar diberi skor 1 dan

pernyataan yang dijawab dengan salah diberi skor 0. Setelah

data terkumpul kemudian data tersebut dikelompokkan dan

diolah menggunakan rumus (Riwidikdo, 2010) :

a
P= x 100 %
b

Keterangan :

P = prosentase (%)

a = skor yang diperoleh responden


18

b = total skor maksimal yang seharusnya diperoleh

Kemudian setelah diperoleh hasil, dimasukkan kedalam

kategori pengetahuan yaitu :

1) Pengetahuan baik bila responden menjawab dengan benar

pernyataan yang ada sebanyak 76% - 100%

2) Pengetahuan cukup bila responden menjawab benar

pernyataan yang ada sebanyak 56% - 75%

3) Pengetahuan kurang bila responden menjawab benar

pernyataan yang ada sebanyak <56% (Wawan dan Dewi,

2010).

2. Konsep Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap merupakan konsep paling penting dalam psikologi

sosial yang membahas unsur sikap baik sebagai individu

maupun kelompok. Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat

manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek, atau issue

(Wawan dan Dewi, 2010). Sikap merupakan reaksi atau respon

seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau

objek (Notoatmodjo, 2012).

b. Komponen Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling

menunjang yaitu (Wawan & Dewi, 2010) :

1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang

dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi


19

kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai

sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama

apabila menyangkut maslaah isu atau problem yang

kontroversial.

2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut

aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya

berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan

merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-

pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang

komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki

seseorang terhadap sesuatu.

3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan

berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh

seseorang. Dan berisi tendensi atau kencenderungan untuk

bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara

tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya

adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang

adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

c. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Wawan &

Dewi, 2010) :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).


20

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi

sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu

menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang

mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk

menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan

tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai

sikap positif terhadap gizi anak.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang

paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB,

meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang

tuanya sendiri.

d. Sifat Sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat

negatif (Wawan & Dewi, 2010) :


21

1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

e. Ciri – Ciri Sikap

Ciri – ciri sikap adalah (Wawan & Dewi, 2010) :

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau

dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan

dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat

motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan

istirahat.

2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari

dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat

keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang

mempermudah sikap pada orang lain.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai

hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain,

sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa

berkenan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan

dengan jelas.

4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kempulan dari hal-hal tersebut.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan,

sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-


22

kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki

orang.

f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap obyek

sikap antara lain:

1) Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap

pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.

Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila

pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki

sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang lain

yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain

dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting

tersebut.

3) Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis

pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan

telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena

kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-

individu masyarakat asuhannya (Wawan& Dewi, 2010).


23

4) Media Massa

Dalam pemberian surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual

disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh

sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap

konsumennya (Wawan& Dewi, 2010). Pada era komunikasi

dan teknologi ini informasi bisa kita peroleh dengan cepat dan

akurat yang bisa kita jadikan sebagai sumber informasi

(Soetjiningsih, 2007).

5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan

lembaga agama sangat menentukan system kepercayaan

tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep

tersebut mempengaruhi sikap (Wawan& Dewi, 2010).

6) Faktor Emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi

lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-

kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang

didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam

penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan

segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat

pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan


24

lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor

emosional adalah prasangka (Wawan& Dewi, 2010).

g. Cara Mengukur Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung

maupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan

bagaimana pendapat/pernyataan responden terhadap suatu

objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

pernyataanpernyataan hipotesis kemudian ditanyakan

pendapat responden melalui kuesioner (Wawan dan Dewi,

2010).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil

pengukuran sikap (Wawan dan Dewi, 2010), yaitu :

1) Keadaan objek yang diukur

2) Situasi pengukuran

3) Alat ukur yang digunakan

4) Penyelenggaraan pengukuran

h. Pengukuran Sikap

Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologi

sosial adalah bagaimana mengukur sikap seseorang. Ada

beberap teknik pengukuran sikap, salah satunya dengan

menggunakan Method Of Summateds Ratings/Skala Likert.

Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai alternatif yang

lebih sederhana. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan

menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap mungkin


25

berisi atau menyatakan hal-hal yang positif mengenai objek

sikap, atau kalimatnya bersifat memihak atau mendukung pada

objek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang

favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-

hal negatif yang bersifat tidak mendukung pernyataan ini disebut

pernyataan yang unfavourable (Wawan & Dewi, 2011).

Untuk pernyataan yang favorable (positif) yaitu: sangat

setuju = 5, setuju = 4, ragu-ragu = 3, tidak setuju= 2 , sangat

tidak setuju= 1 dan untuk pernyataan yang unfavorable (negatif)

yaitu: sangat setuju = 1, setuju = 2, ragu-ragu = 3, tidak setuju =

4 dan sangat tidak setuju =5. Hasil yang ditabulasi dengan

mengunakan metode statistik sederhana (distribusi frekuensi),

untuk menganalis sikap menjadi unfavorable atau favorable.

Untuk menentukan skor akhir responden digunakan rumus :

T= 50 + 10 ( x−xSD̅ )
Keterangan :

T = Nilai skor akhir responden

x = Nilai skor responden

x ̅ = Nilai rata-rata kelompok

SD = standar deviasi (simpangan baku/kelompok)

Untuk mencari nilai SD dapat menggunakan rumus :

∑ (x−x́ )2
SD=
√ n−1
26

Dimana :

= jumlah pengamatan

n = jumlah sampel

(Aziz, A. 2009).

Setelah nilai T ditentukan kemudian hasil dikategorikan sebagai

berikut :

Sikap Positif : jika T ≥ mean T

Sikap Negatif : jika T < mean T

Selanjutnya untuk menentukan sikap responden dalam favorabel

(positif) atau tidak favorabel (negatif) dengan menentukan nilai

mean T. Setelah mean T diketahui lalu bisa dikategorikan sikap

favorabel (positif) bila nilai T  mean T dan sikap tidak favorabel

(negatif) bila nilai T < mean T (Azwar, 2004).

3. Konsep Demam Berdarah Dengue (DBD)

a. Definisi

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang terdapat

pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri

otot, dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari

pertama (Arif Mansjoer, 2001). Demam Berdarah Dengue

(DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang

ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa

penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati,

disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik


27

perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang

mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan

bertendensi menimbulkan renjatan (syok) dan kematian (Mubin,

2005).

b. Etiologi

Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang

terdapat dalam tubuh nyamuk Aedes aegepty (betina). Virus ini

termasuk famili Flaviviridae yang berukuran kecil sekali yaitu

35-45 mm. Virus ini dapat tetap hidup (survive) di alam ini

melalui 2 mekanisme. Mekanisme pertama, transmisi vertikal

dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh

nyamuk betina pada telurnya yang nantinya akan menjadi

nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada

nyamuk betina melalui kontak seksual. Mekanisme kedua,

transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan

sebaliknya. Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat

melakukan gigitan pada manusia yang pada saat itu sedang

mengandung virus dengue pada darahnya (viremia). Virus yang

sampai ke lambung nyamuk akan mengalami replikasi

(memecah diri/berkembang biak), kemudian akan migrasi yang

akhirnya akan sampai di kelejar ludah. Virus yang berada di

lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam tubuh

manusia melalui gigitan nyamuk (Darmowandowo, 2001).


28

c. Manifestasi Klinis

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak

secara terus-menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada

hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik perdarahan,

lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki

dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah

atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun

secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah

penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai

dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak

mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan terjadi

renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba).

Kadang-kadang kesadarannya menurun (Mubin, 2005).

Pembesaran hati (hepatomegali) pada umumnya dapat

ditemukan di permulaan penyakit. Derajat pembesaran hati

tidak sejajar dengan berat penyakit. Biasanya nyeri tekan

seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Trombositopeni

yaitu jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3 biasanya

ditemukan diantara hari ketiga sampai ketujuh sakit (Soedarmo,

2005).

Kriteria klinis DBD menurut WHO 1986 (dalam Arif. M,

2001) adalah :

1) Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian

turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik.


29

2) Manifestasi perdarahan.

3) Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus .

4) Dengan/adanya renjatan.

5) Kenaikan nilai hematokrit.

d. Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien

akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti

demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,

hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang

mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti

pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa.

Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah

dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat

penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya

permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat

anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system

kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal

ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi,

hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Fungsi

agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses

imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam

peredaran darah.
30

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler

dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa,

yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan

hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila

tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis

metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah

perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan

trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi

trombosit.

Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh

kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh

aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada

DHF/DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat

(Mansjoer, 2001).

e. Proses Penularan

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus

merupakan vector penularan virus Dengue dari penderita

kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes aegypti

merupakan faktor penting di daerah perkotaan (daerah urban)

sedangkan di daerah pedesaan (daerah rural) kedua jenis

spesies nyamuk Aedes tersebut berperan dalam penularan.

Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat lembab dan

genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus

berkembangbiak di lubang-lubang pohon dalam potongan


31

bambu, dalam lipatan daun dan dalam genangan air lainnya

(Soedarmo, 2005).

Virus memasuki tubuh ke manusia melalui gigitan

nyamuk menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode

tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan

replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah

virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi

(viremia), yang pada saat itu manusia yang terinfeksi akan

mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam

tubuh manusia maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi

tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan yang

lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi akan

memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan

perjalanan penyakitnya. Pada prinsipnya bentuk reaksi tubuh

terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :

1) Bentuk Reaksi Pertama

Mengendapkan bentuk netralisasi virus pada pembuluh

darah kecil, kulit berupa gejala ruang (rash).

2) Bentuk Reaksi Kedua

Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai

akibat dari penurunan jumlah darah dan kualitas

komponen-komponen pembuluh darah yang menimbulkan

manifestasi perdarahan.
32

3) Bentuk Reaksi Ketiga

Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang

mengakibatkan keluarnya komponen plasma atau cairan

darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut

berupa gejala asites dan rongga selaput paru berupa gejala

efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi

bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita

demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi

terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam

berdarah dengue (Darmowandowo, 2001)

f. Klasifikasi

Berdasarkan gejala DBD dikelompokan menjadi 4

derajat, yaitu :

1) Derajat 1 : demam diikuti gejala yang tidak spesifik, satu-

satunya manifestasi perdarahan adalah dengan melakukan

tes torniquet positif.

2) Derajat 2 : gejala yang ada pada tingkat 1 disertai

dengan perdarahan spontan, perdarahan dapat terjadi dikulit

maupun perdarahan lain.

3) Derajat 3 : kegagalan sirkulasi disertai denyut nadi yang

cepat dan lemah, hipotensi, hipotermi dan pasien biasanya

menjadi gelisah.

4) Derajat 4 : syok berat yang ditandai dengan nadi tidak

teraba dan tekanan darah tidak dapat diperiksa. Fase kritis


33

pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam (WHO,

2005).

g. Penularan Penyakit DBD

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus

Dengue merupakan sumber penular penyakit DBD. Virus

Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari

sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk

penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk

kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan

memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh

nyamuk termasuk dalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 2005).

Virus Dengue di dalam tubuh manusia mengalami masa

inkubasi selama 4-7 hari (viremia) yang disebut dengan masa

inkubasi intrinsik. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang

setelah 4-7 hari kemudian nyamuk siap untuk menularkan

kepada orang lain yang disebut masa inkubasi ekstrinsik. Virus

ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang

hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang

menghisap virus Dengue ini menjadi penular (infektif)

sepanjang hidupnya. Penularan terjadi karena setiap kali

nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan

mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probocis),

agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur itulah

virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Nyamuk


34

Aedes aegypti betina umurnya dapat mencapai 2-3 bulan

(Depkes RI, 2005).

h. Pencegahan DBD

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada

pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.

Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

1) Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk

tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan

manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:

a) Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-

kurangnya sekali seminggu.

b) Mengganti/menguras vas bunga dan tempat- minum

burung seminggu sekali.

c) Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

d) Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban

bekas di sekitar rumah- dan lain sebagainya.

2) Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan

menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang),

dan bakteri (Bt.H-14).


35

3) Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan

fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan

penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk

abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air

seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Sehat adalah pengetahuan, sikap dan

tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko

terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit,

serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat.

PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang

dilakukan atas kesadaran sehingga masyarakat dapat

menolong dirinya sendiri di  bidang kesehatan dan berperan

aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.

a) Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun.

b) Menggosok gigi pagi, sore dan malam.

c) Makan makanan seimbang dan bergizi.

d) Membuang sampah pada tempatnya.

e) Pengelolaan sampah rumah tangga dengan tepat.

f) Membersihkan lingkungan tempat tinggal dengan

pemberantasan sarang nyamuk.


36

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit

DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas,

yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu menutup, menguras,

menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti

memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,

menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa,

menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,

memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan

disesuaikan dengan kondisi setempat (KEMENKES RI,

2015).

i. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penularan Penyakit

DBD

1) Agent (virus dengue)

Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue

dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup B) salah satu Genus

Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus

dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus

dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama

yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh

manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan

sumber penular penyakit DBD.


37

2) Host (Penjamu)

Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus

dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia

adalah:

a) Umur

Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua

golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun

baru berumur beberapa hari setelah lahir.

b) Jenis kelamin

Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan

terhadap serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan

jenis kelamin (gender).

c) Nutrisi

Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan

penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi,

bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan

antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi

yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang

berat.

d) Populasi

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah

terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang


38

berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden

kasus DBD tersebut.

e) Mobilitas penduduk

Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada

transmisi penularan infeksi virus dengue (Sutaryo,

2005).

3) Lingkungan

Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor

penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat

mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Hal-hal yang

diperhatikan di lingkungan yang berkaitan dengan vektor

penularan DBD antara lain:

a) Sumber Air Yang Digunakan

Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung

dengan tanah merupakan tempat perindukan yang

potensial bagi vektor DBD.

b) Kualitas Tempat Penampungan Air (TPA)

Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar

kemungkinan terjadinya DBD dibandingkan dengan

tempat penampungan air yang tidak berjentik.

c) Kebersihan Lingkungan

Kebersihan lingkungan dari kaleng/ban bekas,

tempurung, dan lain-lain juga merupakan faktor terbesar

terjadinya DBD (Soegijanto, 2006).


39

j. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Pencegahan

Penyakit DBD

Analisis dari Green yang dikutip Notoatmodjo (2007)

menyatakan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor

pokok yaitu, faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor non

perilaku (non behaviour causes). Sedangkan perilaku itu

sendiri, khusus perilaku kesehatan menurut Lawrence Green

dipengaruhi atau ditentukan oleh 3 (tiga) faktor yakni:

b) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), Faktor ini

mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang

dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi dan sebagainya. Terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya

dari seseorang.

c) Faktor-faktor pendukung (enabling factor) Faktor-faktor ini

mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah

sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter

atau bidan praktek swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya

mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku

kesehatan yang terwujud dalam lingkungan fisik.


40

d) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) Faktor-faktor ini


meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama dan para petugas kesehatan. Termasuk juga disini

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat

maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan

hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan

fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan)

dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas

terlebih lagi petugas kesehatan. Di samping itu, undang-

undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku

masyarakat tersebut. Yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya

termasuk di dalamnya keluarga dan teman sebaya.

Green kemudian berkesimpulan bahwa setiap

perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari

pengaruh kolektif ketiga faktor. Gagasan penyebab kolektif

itu penting terutama karena perilaku merupakan suatu

fenomena yang majemuk (Green, 1991).

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan

kejadian DBD dimana pengetahuan merupakan hasil dari

tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu dan faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan untuk mencegah terjadinya


41

DBD adalah pendidikan : pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola

hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan

serta dalam pembangunan, pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi,

dan pendidikan mempunyai pengaruh terhadap tindakan

masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit DBD , umur:

semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja,

sosial budaya: sosial budaya yang ada pada masyarakat

dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi,

lingkungan: lingkungan merupakan seluruh kondisi yang

ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok. (Wawan & Dewi, 2010).

Kurangnya pengetahuan masyarakat dan sikap tak

acuh masyarakat dapat meningkatkan kejadian DBD

dimana sikap merupakan reaksi atau respon seseorang

yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek dan

faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dalam mencegah

kejadian DBD adalah pengalaman pribadi: untuk dapat

menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi

haruslah meninggalkan kesan yang kuat, sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut


42

terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional,

media masa: dalam pemberian surat kabar maupun radio

atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya

faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi

oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap

sikap konsumennya. Faktor-faktor pengetahuan dan sikap

tersebut memiliki pengaruh terhadap tindakan masyarakat

dalam upaya pencegahan DBD (Wawan & Dewi, 2010)

Langkah-langkah dalam upaya penanganan demam

berdarah dengue sangat perlu untuk di tingkatkan, pelatihan

para kader juamtik (juru pemantau jentik) masyarakat

sangatlah kurang. Upaya yang perlu ditempuh dalam

pemberantasan sarang nyamuk yaitu 3 M Plus dan dengan

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya

penanggulangan penyakit DBD, cara pencegahan penyakit

DBD, dan akibat dari penyakit DBD itu sendiri.

Dengan upaya diatas diharapkan mampu menambah

pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang

pencegahan Demam Berdarah Dengue dan pentingnya

penanganan Demam Berdarah Dengue untuk mengurangi

angka motalitas dan morbiditas. Perlunya juga kesadaran

tinggi masyarakat agar tidak bersikap acuh terhadap

kejadian DBD dan segera melaporkan kepada petugas

kesehatan setempat (KEMENKES RI, 2015).

Anda mungkin juga menyukai