Anda di halaman 1dari 31

Lembar Jawab UTS

PPME
KRISNA S BAKTI (116170039)

Krisna SB
LEMBAR JAWAB UTS | PPME
1a)
1b)
2a)

Mineralogi pembentukan deposit emas dan korelasinya terhadap proses ekstraksinya

 Placer
Bijih emas Placer mengandung mineral-mineral seperti aluvial, eluvial, atau koluvial
dalam sistem pembentuk endapan bijih aktif dan telah diklasifikasikan sebagai endapan
di mana proses diagenesis terjadi hanya dalam batas tertentu. Penghancuran dan
penggilingan bijih tidak diperlukan dalam pengolahan bijih ini. Palaeoplacer batuan
keras telah digolongkan sebagai bijih penggilingan bebas, sesuai dengan konvensi di
seluruh industri.
 Pembentukan Placer
Endapan placer terbentuk dari hasil pembebasan emas dengan pelapukan
dan pengangkutan partikel emas secara hidrolik dari endapan emas primer. Hal ini
terjadi karena emas secara kimiawi lembam dan padat, serta menghasilkan
akumulasi emas yang dekat dengan endapan primer yang terbuka. Syarat untuk
pembentukan placers meliputi:
- Sumber utama emas (misal, Urat emas-kuarsa, endapan sulfida auriferous,
atau bekas alas).
- Periode pelapukan kimia dan pelapukan fisik yang lama untuk melepaskan
butiran emas dari batuan induk.
- Konsentrasi partikel emas oleh gravitasi, yang melibatkan air mengalir sebagai
media transportasi.
- Kondisi batuan dasar dan permukaan yang stabil dalam waktu lama
(misalnya, tidak ada glasiasi atau lipatan) untuk memungkinkan terjadinya
konsentrasi emas yang signifikan dan terakumulasi.
Ada beberapa kelas bijih placer , yang berkaitan dengan cara konsentrasi
emas dan jarak dari deposit emas primer (Gambar 1). Ini tercantum di bagian
berikut.
 Eluvial (atau residual) placer
Biasanya endapan semacam itu berada di atas, atau terletak sangat dekat
dengan endapan induk dan terdiri dari batuan lapuk serta beberapa mineral yang
lebih halus dan ringan telah tersapu, meninggalkan emas pada konsentrasi yang
lebih tinggi. Karena erosi mekanis yang berkepanjangan oleh air tidak terjadi,
kadar emas biasanya lebih rendah daripada jenis placer lainnya. Endapan emas
Eluvial pada daerah tropis biasanya berbentuk laterit (yaitu, batuan induk yang
lapuk untuk membentuk besi terhidrasi dan aluminium oksida dengan silika).
 Colluvial (atau deluvial) placers
Emas telah diangkut agak jauh dari deposit induk dan tidak terletak dalam
sistem aliran yang mapan (misalnya, di lereng sekitar batuan sumber singkapan.)
 Plaser fluvial (atau aluvial)
Terjadi di aliran atau sistem sungai, emas cenderung terkonsentrasi pada
bagian hulu, penghalang dan di daerah dengan kecepatan fluida yang lebih
rendah. Contoh proses konsentrasi emas di placers fluvial diberikan pada Gambar
2.
 Marine Placer
Terbentuk karena proses pemilahan alami dari lingkungan pantai. Emas
dalam endapan semacam itu sering dikaitkan dengan mineral padat lainnya
seperti mineral besi (magnetit), titanium (ilmenit dan rutil), atau timah (kasiterit).
Akumulasi emas dapat terjadi di teras pantai sebagai akibat dari penurunan
permukaan laut relatif terhadap massa daratan atau hadir sebagai formasi aluvial

Gambar 1. Singkapan
urat emas-kuarsa yang
memasok bahan untuk
membentuk placer
eluvial dan aluvial

Gambar 2. Situs khas


untuk akumulasi placer
fluvial

terendam akibat kenaikan permukaan laut.


 Mineralogi Emas

Mineralisasi emas di dalam alas berbeda dari kelas bijih lainnya karena bijih
berada dalam bentuk partikulat atau terkonsolidasi secara longgar dan emas
sebagian besar telah terliberalisasi melalui proses alami. Akibatnya, biaya
peremukan dan penggilingan dapat ditekan dibandingkan dengan jenis bijih
lainnya. Ini memungkinkan bijih berkadar sangat rendah dapat diolah secara
ekonomis.

Butir emas dengan diameter beberapa sentimeter kadang-kadang muncul,


meskipun ukuran 50 hingga 100 μm, dan lebih kecil, lebih umum ditemukan.
Hubungan antara ukuran partikel emas dan jarak dari deposit induk biasanya
berbanding terbalik. Dalam kasus Snake River (Montana, Amerika Serikat), emas
yang sangat halus telah diukur dan berjarak 400 km dari sumbernya, setelah
periode banjir.

Evaluasi kadar bijih pada alasnya sulit karena kadar butiran emasnya rendah
dan ukuran butiran emasnya sangat kasar. Sampel yang sangat besar beberapa
berbobot ratus ton harus diolah di pabrik untuk evaluasi kadar bijih placer dan
untuk desain lembar arus. Biasanya, ini adalah pabrik konsentrasi gravitasi yang
terdiri dari spiral, jig, dan konsentrator sentrifugal. Perkiraan kadar emas dengan
metode ini mungkin sangat berbeda dari rata-rata konsentrasi emas akhir yang
diperoleh dari operasi, dengan rasio kadar emas yang di-recovery hingga yang
diharapkan bervariasi dari 32% hingga 49% dalam satu penelitian.

Kehalusan emas di alas yang muda bergantung pada sumber aslinya dan
bervariasi antara 600 dan 900 (kadar emas 60% hingga 90%). Butir emas placer
yang telah ditemukan memiliki tepi luar yang memiliki kehalusan lebih tinggi. Ini
dikaitkan dengan pelarutan perak, seperti perak sulfat (Ag 2SO4) atau perak
karbonat (Ag2CO3), dan selanjutnya didukung oleh bukti bahwa kehalusan
meningkat dengan jarak ke hilir. Kandungan perak permukaan yang lebih rendah
memberikan tampilan emas-kuning yang lebih dalam pada emas placer daripada
emas dalam bijih batuan keras (Gambar 3).
Derajat pelepasan emas dan sifat kimia permukaan emas placer penting
untuk penentuan efektifitas konsentrasi gravitasi dan amalgamasi. Karena
kebanyakan mineral gangue lebih ringan dari emas, butiran emas yang tidak
dibebaskan kurang efisien jika di-recovery oleh konsentrasi gravitasi. Data kimia
permukaan rinci pada butiran emas dalam endapan placer tidak berlimpah, akan
tetapi, diketahui bahwa adsorpsi sulfur dan hidrokarbon dapat terjadi, dan adanya
kotoran dalam emas secara signifikan mempengaruhi proses amalgamasi. Pelat 1

Gambar 3. Gradasi warna


paduan Au – Cu – Ag.
Berdasarkan Academic Press

menunjukkan butiran emas dari endapan placer yang menunjukkan lapisan


merkuri, silika, dan oksida besi, yang mengganggu recovery amalgamasi.

 Free-Milling Ores
Bijih penggilingan bebas didefinisikan sebagai bijih yang disianidasi sehingga
dapat mengekstraksi sekitar 95% emas. Ketika bijih ditumbuk hingga ukuran 80% <75
μm, seperti yang biasa diterapkan dalam praktik industri, tanpa menimbulkan
konsumsi reagen yang sangat tinggi. Seringkali, sebagian emas diperoleh kembali
dengan konsentrasi gravitasi dan / atau amalgamasi, dan komposisi mineral gangue
tidak secara signifikan mempengaruhi persyaratan pemrosesan.
Dua kelas utama bijih penggilingan bebas adalah palaeoplacer dan bijih emas urat
kuarsa. Keduanya mengandung mineralisasi emas dalam matriks batuan keras.
Beberapa endapan epitermal mungkin merupakan penggilingan bebas tetapi lebih
umum mengandung konsentrasi mineral sulfida yang signifikan dan oleh karena itu
dipertimbangkan dalam kelas berikutnya secara terpisah.
 Palaeoplacers and Quartz Vein Gold Ores
Palaeoplacers secara harfiah merupakan fosil, yang paling terkenal
adalah terumbu dasar danau Witwatersrand di Afrika Selatan. Yang lainnya
termasuk Jacobina (Brazil), Blind River – Elliot Lake (Kanada), dan Tarkwa
(Ghana). Contoh utama adalah usia Prekambrium (> 570 juta tahun).
Palaeoplacer terdiri dari konglomerat litifikasi (batuan masif dari sedimen
lepas) yang mengandung kerikil bulat kecil kuarsa dalam matriks pirit, kuarsa
halus, bahan mikro, dan sejumlah kecil mineral berat seperti magnetit
(Fe3O4), uraninit (UO2 / U3O8), logam golongan platina (PGM), mineral
titanium, dan emas.
Dari sudut pandang pemrosesan mineral, palaeoplacer berbeda dari
plaser aluvial muda, karena emas tidak terlepas dan bijihnya terkonsolidasi.
Oleh karena itu, penghancuran dan penggilingan perlu untuk meliberasi emas
sejauh memungkinkan ekstraksi emas yang efisien. Karena endapan emas
palaeoplacer telah ditambang pada kedalaman hingga 3 km, biaya
penambangan umumnya lebih dari urutan besarnya lebih besar daripada
biaya untuk endapan placer muda. Selain itu, banyak dari jenis bijih yang kaya
kuarsa ini sangat keras, mengakibatkan biaya pemrosesan yang tinggi dalam
beberapa kasus.
 Other Hard Rock Ores
Berbagai jenis bijih emas non-placer, biasanya terbentuk sebagai hasil
pengendapan dari larutan hidrotermal, dan dapat diklasifikasikan sebagai
penggilingan bebas. Endapan epitermal mungkin termasuk dalam kategori ini
tetapi cukup sering memiliki beberapa komponen refraktori dan dapat
dianggap bijih refraktori, tergantung pada kandungan komponen mineralogi
yang memiliki dampak terbesar pada metode ekstraksi emas. Klasifikasi
skematis untuk bijih Afrika Selatan dengan karakteristik penggilingan bebas,
tetapi mengandung karbon, kadar emas submikroskopis, dan seri ujung
sulfida logam dasar.
Urat kuarsa-emas atau lodes terdiri dari berbagai endapan yang pada
dasarnya merupakan urat hidrotermal kuarsa dan emas yang menggantikan
dinding batu atau mengisi ruang terbuka di sepanjang zona retak (Gambar
2.6). Sebagian besar berumur Prekambrium atau Tersier dan dapat tumbuh
hingga kedalaman lebih dari 1 km. Kategori utama dijelaskan di bagian
berikut.
 Urat auriferous, loge, zona berpelapis, dan karang pelana di batuan
sedimen yang sesar atau terlipat.
Deposit ini tersebar luas dan telah menghasilkan emas dalam jumlah
besar di masa lalu. Biasanya terdiri dari sekuen yang terlipat dan
bermetamorfosis dari serpih, batu pasir, dan graywacke, seringkali berasal
dari laut. Mineral gangue utama adalah kuarsa, feldspar, mika, dan klorit.
Arsenopirit dan pirit adalah mineral logam yang paling umum, meskipun
sfalerit, galena, kalkopirit, dan pirhotit juga terjadi. Kehadiran emas sering
kali mengandung sedikit perak, dan konsentrasi telurida emas, sulfida
auriferous, dan aurostibnite rendah. Contohnya termasuk Salsigne (Prancis),
Pilgrims Rest (Afrika Selatan), Bendigo (Australia), dan Muruntau
(Uzbekistan).
 Urat emas-perak, loge atau stockwork, dan benda silisifikasi tak beraturan
di patahan, patahan, dan zona geser, breksi, atau lembaran di batuan
vulkanik.
Batuan induk yang paling umum adalah basal, andesit, dan riolit dari usia
Prekambrium atau Tersier. Struktur Prakambrium umumnya disebut batu
hijau. Struktur yang lebih tua umumnya bermetamorfosis secara regional dan
emas terdapat pada pondasi dan bangunan stok (Gambar 2.7), dan massa
tidak beraturan di dekat sistem fraktur dan zona geser. Kejadian yang lebih
muda biasanya terbatas pada zona sesar. Mineralisasi dalam endapan ini
dicirikan oleh kuarsa, mineral karbonat, pirit, arsenopirit, sulfida logam dasar,
dan berbagai mineral sulfosalt (misalnya tetrahedrit dan tennantit).
Mineralisasi emas umumnya terdiri dari emas asli, beberapa telurida, dan
kadang-kadang aurostibnite. Contoh lokasi adalah Kolar (India) dan
Yellowknife (Wilayah Barat Laut, Kanada).
 Keberadaan emas-perak dalam lingkungan geologis kompleks yang terdiri
dari sedimen, vulkanik, dan berbagai batuan beku intrusif dan granit.
Mineralisasi emas umumnya sebagai emas bebas, tetapi beberapa
telurida dan emas sulfida tersebar. Contohnya termasuk Kirkland Lake
(Kanada) dan bijih Juneau (Alaska).
Deposit Lode menyumbang antara 20% dan 25% dari total produksi emas
dunia. Contoh endapan yang paling penting secara historis adalah endapan
Ballarat dan Bendigo (Victoria, Australia) dan ladang emas tertentu di
Selandia Baru, Meksiko, dan Amerika Serikat bagian barat. Beberapa bijih
memiliki kadar yang sangat tinggi dan cocok untuk pengiriman langsung ke
kilang emas. Contoh bijih semacam itu, dari Chili, menunjukkan sampel urat
kuarsa yang mengandung beberapa emas kasar, sesuai dengan konsentrasi
gravitasi, dan emas yang lebih halus, yang memerlukan penggilingan untuk
melibarasi emas secara memadai.
Kehalusan emas asli dalam endapan ini umumnya >800 dan menurun
seiring dengan kedalaman, karena lebih sedikit pelarutan perak yang terjadi
selama pembentukan bijih. Mineralogi emas dari sudut pandang pemrosesan
mineral biasanya lebih mudah daripada bijih epitermal kadar rendah, karena
kadar emas cenderung lebih tinggi dan ukuran butiran emas biasanya lebih
kasar. Meskipun kualitas emas mungkin tinggi pada bahan-bahan semacam
itu, kerugiannya adalah luasnya mineralisasi emas biasanya terbatas,
mengakibatkan ukuran endapan yang lebih kecil secara umum. Daftar
mineral yang umumnya terkait dengan emas diberikan pada Tabel 2.8.

2b)

Distribusi Ukuran Butir emas :


Dengan mengetahui nilai distribusi ukuran emas dalam bijih, maka dapat diketahui
tingkat liberasinya atau pada saat ukuran berapa emas dapat terbebas dari mineral
pengotornya. Semakin kecil nilai distribusi ukuran dalam bijih, maka ukuran emas untuk
dapat terliberasi juga semakin halus. Sebaliknya, jika nilai distribusi ukuran dalam bijih
tinggi maka ukuran emas untuk dapat terliberasi akan semakin kasar/besar.
Dalam tahap ekstraksi, tingkat kehalusan ukuran setelah bijih terliberasi sangatlah
penting. Khususnya untuk bijih yang mengandung mineral lempung (clay) karena ukuran
yang halus tadi akan menyebabkan bijih menjadi lengket, sehingga akan membuat
lapisan yang menyelimuti logam berharga dan tidak kontak langsung dengan reagen
pelindi (leaching). Metode pelindian dengan Heap Leach, membutuhkan ukuran bijih
yang kasar (coarse) supaya reagen pelindi dapat bergerak bebas diantara partikel
sehingga sebagian besar logam akan berkontak dengan reagen pelindi. Sedangkan untuk
metode pelindian Agitation Leaching, dibutuhkan ukuran bijih halus karena apabila bijih
berukuran kasar maka akan meningkatkan kemampuan viskositas larutan dalam
suspensi dan membuat proses agitasi (pengadukan) memerlukan energi lebih besar.

2c)

Tipe host dan gangue mineral :

Tipe host dan gangue mineral bijih pada bijih emas dan korelasi terhadap proses
ekstraksinya.
3a)

Jenis analisa yang dibutuhkan :

Analisis kimiawi dari gangue mineral biasanyanya lebih mudah daripada emas karena
konsentrasinya yang lebih tinggi serta dapat dicapai dengan menggunakan teknik berikut:

- Dissolution dan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS) (termasuk Fire Assay)


- Dissolution dan Inductively Coupled Plasma (ICP) (ternasuk Fire Assay)
- Acid Digestion
- X-Ray Fluorescence (XRF)
- X-Ray Diffraction (XRD)

3b)

Tahapan untuk masing-masing analisa :

 Fire assay
- Dapat mengukur konsentrasi emas hingga sekitar 0,1 sampai 50 g/t.
- Bobot sampel untuk analisis bervariasi tergantung pada nilai logam mulia
tetapi biasanya digunakan antara 10 dan 30 g. Berat sampel 150 g dapat
digunakan jika kandungan emas (dan perak) yang diharapkan rendah.
- Timbal (sebagai litarge, PbO) dan fluks pembentuk kaca dicampur dengan
sampel yang digiling halus (80% hingga 90% <75 μm).
Tahap-tahap :
a. Crucible yang berisi muatan fluks ditempatkan dalam tungku muffle pada
850°C
b. Suhu ditingkatkan hingga 1.000°C dengan periode 30 sampai 40 menit atau
sampai fusi sempurna terjadi.
c. Timbal bersirkulasi melalui muatan cair dan mengumpulkan logam mulia,
membentuk paduan emas-perak-timbal. Paduannya akan disebut button,
kemudian dipisahkan dari slag kaca (mengandung logam dasar dan
pengotor lainnya), dan timbal dihilangkan dengan cupellation.
d. Untuk menghilangkan timbal, cupel dipanaskan terlebih dulu pada suhu
1.000°C.
e. Button tersebut lalu ditempatkan pada cupel panas. Setelah peleburan
awal, suhu berkurang dengan cepat, dan operasi cupelling selesai pada
temperatur sekitar 830°C.
f. Kemudian proses ini akan menghasilkan butiran logam mulia, ditimbang,
dan dipisahkan (perak dilarutkan dalam asam nitrat). Pb akan teroksidasi
menjadi PbO dan akan menyerap ke cupel berbahan kalsium fosfat yang
bersifat porous.
g. Kemudian ditimbang kembali menjadi emas konten, atau larut seluruhnya
dalam aqua regia (campuran asam nitrat (HNO3) dan asam hidroklorik
(HCl)).
h. Menganalisis emas dan perak dengan teknik AAS atau ICP.
i. Batas deteksi emas oleh ICP dengan emisi atom spektroskopi (ICP–AES)
adalah 10 ppm (μg/L) dengan sedikit kandungan dari logam lain. Ini
merupakan keunggulan dibandingkan AAS, yang memiliki batas deteksi
serupa tetapi rentan terhadap gangguan dan memiliki rentang yang lebih
kecil di mana responsnya linier dan paling dapat diandalkan.
Plasma yang digabungkan secara induktif dengan spektrometri massa (ICP-
MS) adalah teknik yang pengembangan ion yang dapat dideteksi, bukan
plasma, yang digunakan sebagai sumber emisi, dengan batas deteksi 0,07
μg/L.
Jenis Sampel :
Sampel merupakan bijih emas yang telah diremuk hingga berukuran kecil,
atau telah digerus hingga ukurannya halus.

Reaksi :

1. Fusion : 12PbO + C6H10O5 → 12Pb + 6CO2 +5H2O


2. Cupellation : Pb + ½ O2 → PbO

Hal Penting :
 Penggunaan timbal (Pb) adalah sebagai pengikat logam mulia dari hasil
paduan Ag-Au-Pb yang disebut Button, kemudian nantinya Pb akan
dipisahkan dengan cara mengoksidasi menjadi PbO dan terserap kedalam
kupel berbahan kalsium fosfat yang bersifat porous.
 Mampu menganalisa seluruh jenis emas dalam berbagai jenis bijih dengan
mineralogi yang berbeda-beda.
 Hasil dari fire assay kemudian dilanjutkan dengan menggunakan alat analisa
AAS dan ICP.
 Acid Digestion
Tahap-tahap:
a. Open Vessel untuk melarutkan bahan organik dan anorganik.
b. Closed Vessel untuk pelarutan menjadi efektif karena adanya tekanan.
c. Microwave Digestion untuk menguraikan radiasi elektromagnetik.
d. Partial Dissolution untuk melelehkan total elemen yang telah dilelehkan.
 Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
Tahap-tahap :
a. Preparasi sampel bertujuan untuk menyiapkan sampel yang kan di uji.
b. Atomisasi menggunakan Flame Atomization dan Graphite Furnace
Atomization.
c. Mengamati hasil pengukuran dengan Menggunakan kurva kalibrasi.
Hasil Analisa dengan AAS :

 Inductively Coupled Plasma (ICP)


Mengunakan intensitas energi radiasi yang dipancarkan oleh unsur-unsur
yang mengalami perubahan tingkat energi.

Hasil Analisa dengan ICP :

 X-Ray Diffraction (XRD)


Tahap-tahap :
a. Preparasi sampel dahulu, dengan memasukkan serbuk sampel ke dalam vial
milling.
b. Menambahkan cairan toluena secukupnya untuk mempermudah
pencampuran bahan.
c. Menggerus menggunakan High Energy Ball Mill sesuai metode mechanical
alloying.
d. Campuran bahan tersebut digerus selama 1 jam, agar partikel pada bahan
menjadi homogen.
e. Perbandingan bola milling stainless steel dengan bahan yang digunakan
adalah 10:1. Dengan massa bola kecil 4,127 gram per buah.
f. Setelah digerus, kemudian dilakukan pengeringan menggunakan hot plate
dengan temperatur 100°C sampai kering. Pengeringan dilakukan untuk
menghilangkan kadar toluena pada saat pencampuran bahan serta
mempercepat pengeringan sampel yang basah akibat proses milling.
g. Proses berikutnya adalah kalsinasi dengan suhu 750°C dan waktu
penahanan 3 jam, untuk menghilangkan karbon yang masih terkandung
dalam material, dan melepaskan gas-gas dalam bentuk karbonat atau
hidroksida. Sehingga menghasilkan serbuk dalam bentuk oksida.
h. Kemudian dicetak dalam bentuk pelet ukuran 2 cm dengan tekanan 5-6 ton
menggunakan kompaktor hidrolik.
i. Sampel disintering pada temperatur 1100°C dan waktu penahanan selama 3
jam untuk proses pembentukan fasa serta memperkuat ikatan pada sampel
serta mengaktifasi sampel, menurunkan nilai porositas dan menambahkan
nilai densitas.

Jenis Sampel :

Kondisi jenis sampel bisa berbentuk padatan berupa lembaran, maupun


serbuk yang sudah dihaluskan.

Hal Penting :

 Material harus berbentuk kristal untuk identifikasi fasa.


 Identifikasi memerlukan pola standar, yaitu file difraksi bubuk JCPDS
anorganik
 Fase organik, NBS Crystal Data (berisi konstanta kisi untuk fase anorganik dan
organik), dan File Cambridge dari Data Struktur Kristal Tunggal Organik.

Hasil Analisa dengan XRD :

 X-Ray Fluorescence (XRF)


Tahap-tahap :

a. Sampel harus dipreparasi sesuai dengan jenis sampel yang digunakan. Jika
sampel berupa cairan, maka digunakan wadah berupa liquid sample holder.
Kemudian diletakkan pada tempat sampel dalam alat.
b. Kemudian alat akan menembakkan radiasi foton elektromagnetik ke arah
sampel yang diteliti.
c. Radiasi elektromagnetik kemudian berinteraksi dengan elektron yang berada
di kulit K suatu unsur.
d. Elektron pada kulit K akan memiliki energi kinetik yang cukup untuk
melepaskan diri dari ikatan inti. Sehingga elektron akan terpental keluar.
e. Elektron yang lepas kemudian diterima oleh detektor dan dikirim untuk
ditampilkan pada monitor.

Jenis Sampel

- Serbuk berukuran ± 100 mesh


- Sampel cair yang homogen, dengan alat liquid sample holder.
- Padatan dengan batas maksimum tebal/tinggi 2,5 cm dan diameter 2,5 cm.
- Pressed powder
- Serbuk yang di jadikan tablet dengan Hydraulic Press Fused Beads.

Hal Penting

 Grafik dari hasil analisa, dimana untuk elemen organik (H,C,N,O) tidak
memberikan puncak pada grafik, unsur Z rendah (Cl, Ar, K, Ca) hanya
memberikan puncak pada kulit K, elemen Z tinggi (Ba, Hg, Pb, U) hanya
memberikan garis L, elemen X tengah (Rh sampai I) dapat memberikan kedua
garis K dan L.
 Plot pada grafik hasil analisa menunjukkan unsur yang berbeda-beda sesuai
dengan titik puncaknya.
 Perpindahan elektron dari tiap kulit K, L, dan M.
 Booklet X-Ray Data sebagai acuan dari hasil analisa yang didapatkan untuk
mengetahui unsur yang sesuai.
Hasil Analisa dengan XRF :
4a)

Tahapan diagnistic leach :

Tahap 1 : Sianidasi untuk mengekstrak Free Gold, gambarannya adalah sebagai berikut.
sampel melalui tahap 1 befungsi untuk melarutkan gypsum dan free gold, lalu
dilarutkan dengan NaOH untuk melarutkan jarosite, kemudian ditambahkan HCl
untuk melarutkan besi oksida. Slurry hasil sianidasi pada tahap 1 di lakukan
pemisahan solid-liquid (difilter atau disaring). Liquid-nya (larutan kaya) kemudian
disimpan dan dianalisis kadarnya untuk mengetahui persen extraksi. Solid-nya
lalu dicuci dengan air untuk menghilangkan emas/logam lainnya yg tadi sudah
larut agar tidak mengendap lagi, yang dapat menyebabkan calculated grade dari
pelindihan biasanya lebih besar dari head grate. Solid yang sudah dicuci tadi
kemudian di angin-angin-kan dan dikeringkan pada temperatur tertentu (< 60 OC)
agar tidak terjadi perubahan pada sulfida nya.

Tahap 2 : Pelindian sederhana menggunakan HCl, dilanjutkan dengan sianidasi untuk


mengekstrak emas di dalam mineral uranium dan mineral sulfida labil. Dilakukan
sianidasi karena lapisan yang menyelimuti sudah terleaching dengan klor (Cl),
sehingga emas yg tadinya terselimuti, kemudian terekspose sehingga bisa
dilanjutkan dengan sianidasi.

Tahap 3 : Pelindian Asam Nitrat yang sangat mengoksidasi dilanjutkan sianidasi guna
mengukur emas di dalam mineral yang kurang larut.

Tahap 4 : Perlakuan Asetonitril dilanjutkan sianidasi untuk menentukan emas di dalam


karbon aktif.

Tahap 5 : Menganalisis residu dari Langkah 1-4 untuk menunjukkan emas yang terkunci di
dalam silikat.

Ada Langkah alternatif unuk menggantikan Langkah 3, 4, & 5 yaitu :

Tahap 3a : Pelindian asam sulfat untuk melepaskan emas yang terikat dengan mineral
sulfida labil tidak bereaksi dengan asam klorida.
Tahap 4a : Pelindian asam nitrat untuk melepaskan emas yang terikat dengan pirit
refraktori, arsenopirit, dan marcasite.

Tahap 5a : Pelindian asam hidrofluorat untuk melepaskan emas yang terjebak dalam
mineral silikat.

4b)

Maksud dari tahapan-tahapan di atas dalam gambar

TAHAP 1 : Pelarutan Free-gold

TAHAP 2 : Pelarutan mineral sulfida tak stabil diikuti


Free-gold
oleh sianidasi untuk melarutkan emas

pryhotit, galena, hematit

pyrite, arsenopyrite

Karbon
aktif

TAHAP 4 : Pelarutan emas dengan perlakuan


asetonitril diikuti oleh proses sianidasi.

4c) TAHAP 3 : Pelarutan mineral sulfida stabil yang diikuti


oleh proses sianidasi untuk melarutkan emas
Kegunaan Diagnostic Leach :

Untuk menenentuan kadar emas yang terikat dengan karbonat, sulfida, silikat, dan
mineral lainnya.
5a)

Metode-metode yang digunakan dalam Uji sianidasi :

 Bottle Roll Leaching (10 to 1,000 g)


Proses pelindan (leaching) emas dilakukan dalam botol yang berputar. Hal ini
membuat larutan dalam botol menjadi dinamis, sehingga menyebabkan
peningkatan kinetika proses reaksi. Konsumsi reagen bisa jadi lebih tinggi
daripada pengujian sianidasi statis dan pemisahan solid-liquid dari residu
mungkin akan menjadi lebih sulit. Jangkauan kapasitas dari Bottle Roll Leaching
mulai dari 10-1000 gr.
 Agitation Leaching (500 to 5,000 g)
Proses pelindian (leaching) yang dilakukan dalam Bath yang diaduk dengan
agitator. Hal ini dapat mempercepat kinetika proses reaksi sama seperti pada
Bottle Roll Leaching. Yang membedakannya adalah pada jangkauan kapasitasnya
yaitu dari 500-5000kg.
 Column Leaching (100 to 1,000 kg)
Merupakan proses pelindian statis. Waktu prosesnya lebih lama daripada
pelindian dinamis. Akan tetapi konsumsi reagen pada proses ini relatif lebih
rendah, sehingga mampu menekan biaya operasi. Kapasitas dari Column
Leaching sekitar 100-1000 kg.
 Pilot Plant Leaching (several tons)
Pilot Plant Leaching memiliki kapasitas hingga berton-ton. Sistem
pemrosesan dilakukan untuk pengembangan dan untuk memperoleh informasi
mengenai sistem proses sebagai percobaan untuk membangun pabrik dengan
skala besar.

5b)

Tujuan dilakukan Uji Sianidasi :

1. Memperoleh gambaran untuk plant trial pada kondisi operasi tertentu dengan
parameter seperti: Konsentrasi sianida, P80, pH, DO, Penambahan katalis dll.
2. Kita dapat mengkombinasikan parameter-parameter diatas secara bebas. Sehingga
mampu diperoleh gambaran, dan dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut
untuk dapat mengetahui hal-hal yang terkait recovery. Sehingga dapat ditentukan
perlakuan yang tepat untuk meningkatkan recovery.
3. Meninjau kesesuaian hasil tes laboratorium dengan proses yang berlangsung di
dalam pabrik.
4. Melakukan improvisasi proses di dalam pabrik dalam hal recovery, reagen, energi dll.

5c)

Nilai p80 terhadap recovery dalam proses sianidasi :

 Gape Crusher ; OS = 7 cm dan CS = 5 cm


 Grinding Ball/Millnya ; 30% volume total, 30 rpm, t = 60 menit
 Ukuran screening p80 = 200 #

5d)

Sampel apa saja yg dianalisa sebelum proses sianidasi :

Sampel yang dianalisa sebelum proses uji sianidasi biasanya merupakan batuan
mineral yang telah dihaluskan (grinding) hingga ukuran 30-50 mikron.

5e)

Sampel apa saja yg dianalisa setelah proses sianidasi dan alat analisis yang digunakan :

 Sampel larutan kaya dan residu padat hasil dari sianidasi.

 Sampel larutan kaya secara langsung mampu dianalisis menggunakan AAS atau ICP.

 Residu padat dapat diuji menggunakan Fire Assay.

5f)

Cara mengetahui recovery proses sianidasi (untuk N IM yg mempunyai angka 3 di dua dikit
terakhir) :

Dengan pengambilan larutan hasil dari proses sianidasi kemudian dianalisis langsung dengan
menggunakan AAS.
5g)

Salah satu cara untuk mengetahui permasalahan karena rendahnya recovery proses
sianidasi, yaitu dengan cara mengetahui parameter leaching sianida, yaitu :

 Variabel konsentrasi larutan


Pada konsentrasi tertentu, semakin besar konsentrasi sianida dari larutan, makin
besar pula kelarutan Au dan Ag serta jumlah pengotor (impurities) lainnya sehingga
akan sedikit menghambat proses.
 % Solid
Persen solid adalah perbandingan antara berat padatan dengan berat total,
semakin besar persen solid, makai semakin banyak jumlah padatannya, sehingga
kesempatan reaksi antara emas dan perak dengan larutan akan semakin kecil.
 Ukuran partikel (size)
Semakin halus ukuran butir, maka derajat liberasi dan luas permukaan efektif
akan semakin besar, sehingga semakin besar kesempatan atau kontak antara
permukaan butiran dengan larutan.

Oleh Karena itu, jika dalam proses uji sianidasi tidak memperhatikan parameter-
parameter tersebut maka akan terjadi penurunan recovery sehingga mengakibatkan
pemisahan suatu logam tidak akan efektif.

5h)

Hubungan recovery proses sianidasi dengan derajat liberasi

Hubungan antara derajat liberasi dengan tingkat recovery ialah semakin tinggi tingkat
derajat liberasi, maka semakin tinggi pula tingkat recovery-nya. Karena dengan tingkat derajat
liberasi yang tinggi dapat dipastikan mineral berharga sudah terbebas dari mineral pengotornya
sehingga mudah untuk terlindi dengan sianida dan tingkat recovery dapat tinggi.
6a)

Pengaruh ukuran dan Derajat liberasi.

Karena kepadatan emas yang tinggi (19.300 kg / m3), ukuran partikel berpengaruh
terhadap recovery melalui flotasi. Flotasi efektif untuk partikel emas yang memiliki ukuran
sekitar 20-200 μm. Kinetika flotasi umumnya lebih cepat untuk partikel emas yang
berukuran halus daripada partikel yang berukuran lebih besar. Pada ukuran yang lebih halus
(<20 μm), selektivitas emas menurun karena koflotasi komponen gangue, meskipun partikel
emas dapat di-recovery secara efektif dalam beberapa kasus, asalkan pembentukan slimes
dapat dikontrol dengan baik. Dalam kisaran ukuran yang lebih kasar, flotasi harus dilakukan
pada kepadatan slurry yang tinggi (> 35% solid), ini membantu mengurangi sedimentasi
partikel emas.

6b)

Contoh hasil analisa feed untuk proses flotasi

Kempampuan produksi dan efisiensi pemisahan flotasi untuk tanah basah dan kering
Syväjärvi spodumene dan bijih sulfida Pyhäsalmi awalnya dianalisis menggunakan XRF oleh
perangkat portabel Oxford Instruments X-MET 8000. Hasil flotasi untuk Syväjärvi apatite
setelah penggilingan kering dan basah disajikan dalam Tabel 4.

Bijih Syväjärvi spodumene menunjukkan efek yang signifikan secara statistik dalam proses
flotasi Ketika kedua prosedur penggilingan basah dan kering dibandingkan. Massa apatite
terkonsentrasi setelah flotasi lebih kecil dalam kasus penggilingan kering, seperti terlihat
pada Tabel 4. Recovery apatite secara signifikan membaik setelah penggilingan basah
berdasarkan jumlah fosfor yang tersisa di tailing. Namun, tidak ada signifikansi statistik
antara nilai konsentrat dari flotasi bijih tanah basah dan kering berdasarkan hasil perangkat
XRF portabel. Massa yang lebih tinggi dari konsentrat setelah penggilingan basah
menyiratkan bahwa hilangnya spodumene lebih tinggi setelah prosedur penggilingan basah
dan flotasi berikutnya, terutama karena analisis mineralogi menunjukkan bahwa jumlah
spodumene meningkat dalam halus setelah penggilingan basah.

Hasil flotasi Pyhäsalmi kalkopirit disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dalam kasus
bijih sulfida Pyhäsalmi, efisiensi dari flotasi jelas lebih baik dari penggilingan basah, dilihat
dari hasil analisis statistik. Massa konsentrat secara signifikan lebih kecil dengan
penggilingan basah, dan kualitas serta perolehan kembali konsentrat tembaga yang
dihasilkan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan penggilingan kering. Pada
penggilingan kering, massa konsentrat di semua percobaan flotasi rangkap tiga hampir 40%
dari total massa umpan, yang dengan jelas menunjukkan bahwa selektivitas dalam proses
pengapungan setelah penggilingan kering sangat buruk, meskipun pada Tabel 5
menunjukkan bahwa terdapat pengayaan kalkopirit di dalam konsentrat dengan laju
pemulihan yang layak. Depresi sfalerit selama proses flotasi kalkopirit lebih baik dengan bijih
tanah basah. Tidak ada perbedaan yang terlihat antara bijih tanah basah dan kering dalam
hal massa halus dalam produk menurut distribusi ukuran partikel. Hal ini mungkin
menunjukkan bahwa prosedur penggilingan kering melepaskan ion tembaga yang lebih
banyak ke dalam slurry yang mampu menurunkan depresi sfalerit (Palm et al., 2010).
Selanjutnya, kandungan Fe dan S yang lebih tinggi secara signifikan setelah penggilingan
kering menunjukkan peningkatan aktivasi dan daya apung pirit sehingga menurunkan
kualitas konsentrat kalkopirit.
Pengukuran komposisi yang lebih akurat dilakukan pada sampel komposit dari
rangkap tiga dengan menggunakan XRF Bruker AXS S4 untuk bijih yang dihancurkan dan bijih
tanah kering dan basah (Tabel 6), serta konsentrat, dan tailing setelah percobaan flotasi
(Tabel 7). Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 6, dimungkinkan juga untuk
mengevaluasi jumlah gilingan dan keausan media yang dialami selama prosedur
penggilingan basah dan kering. Dari penggilingan Syväjärvi spodumene dan bijih sulfida
Pyhäsalmi, Cr2O3 dan isi Ni menunjukkan bahwa mill dan rods mengalami lebih banyak
keausan selama penggilingan basah dibandingkan dengan penggilingan kering. Hasilnya
didukung oleh hasil analisis mineralogi. Ini merupakan penemuan penting, karena keausan
mills dan media penggilingan memiliki dampak ekonomi yang signifikan terhadap biaya
pemrosesan dalam proses industri (Aldrich, 2013).

Dalam kasus bijih sulfida, hasil tersebut dapat dijelaskan oleh interaksi galvanik yang
terjadi antara bijih dan media penggilingan selama penggilingan basah (Yuan et al., 1996,
Deshpande dan Natarajan, 1999, Gu et al., 2004, Huang dan Grano, 2005, Lin et al., 2008,
Aldrich, 2013, Lin et al., 2013, Rabieh et al., 2016). Selanjutnya, Hasil pada Tabel 7 juga
menunjukkan bahwa dalam kasus bijih Syväjärvi spodumene, sebagian besar bahan pabrik
yang dihilangkan terkonsentrasi dalam konsentrat apatite selama proses pengapungan,
karena jumlah Cr2O3 yang berkurang secara signifikan pada tailing. Namun, hasil keausan
pabrik tampaknya didistribusikan secara merata di tanah basah bijih sulfida Pyhäsalmi
sementara hasil keausan tersebut tampaknya diperkaya dalam tailing dalam kasus sampel
bijih sulfida Pyhäsalmi tanah kering.

Hasil sampel dari komposit pada Tabel 7 menguatkan hasil dicapai oleh perangkat
Oxford Instruments X-MET 8000 dan sesuai untuk sampel Pyhäsalmi. Namun, isi CaO dan
P2O5 yang dianalisis dengan dua analisis berbeda untuk bijih Syväjärvi, bila diubah dari
oksida menjadi unsur % berat, instrumen XRF Bruker AXS S4 meunjukkan hasil masing-
masing 5,93% Ca dan 3,25% P untuk konsentrat flotasi tanah kering dan 0,16% Ca dan 0,05%
P untuk tailing. Untuk konsentrat tanah basah hasilnya adalah 5,26% Ca dan 3,21% P dan
untuk tailing 0,14% Ca dan 0,03% P. Jika dihitung dengan hasil ini dan massa rata-rata dari
rangkap tiga, persen recovery P mencapai 54,9% untuk bijih tanah kering dan 73,2% untuk
bijih tanah basah. Nilai ini berbeda dari nilai-nilai yang dihitung dengan hasil dari perangkat
portabel (Tabel 4) dan harus dievaluasi secara lebih rinci untuk penelitian selanjutnya.
Faktor-faktor termasuk gangguan spektral dengan detektor dispersif energi, seperti puncak
pelepasan Si dari garis Ca Kα diketahui tumpang tindih dengan garis P Kα (Gallhofer dan
Lottermoser, 2018), kemungkinan terbatas untuk mengatasi masalah tersebut melalui
koreksi matriks atau tindakan lain karena pemrograman tetap dari perangkat X-MET 8000,
kesalahan pengambilan sampel, dan efek nugget karena distribusi ukuran partikel kasar bijih
Syväjärvi. Oleh karena itu, meskipun instrumen XRF memberikan perkiraan awal yang cepat
tentang komposisi kimiawi sampel, hasilnya harus dikonfirmasi dengan pengukuran yang
lebih memadai untuk mengatasi efek yang telah dijelaskan di atas.

6c)

Contoh hasil analisa tailing untuk proses flotasi


Tailing merupakan bahan yang telah dibuang baik dari pabrik emas yang saat ini
beroperasi atau tidak digunakan sebagai produk yang tidak menambah nilai ekonomi. Kelas
material ini dapat dihasilkan dari apapun dari beberapa proses ekstraksi (misalnya, sianidasi,
flotasi, konsentrasi gravitasi, amalgamasi, dll.), dan sejarah bahan menentukan mineralogi
dan sifat kejadian emas.
Sifat mineralogi tailing sangat beragam dan bergantung pada faktor-faktor berikut:
 Jenis bijih yang diolah
 Jenis proses ekstraksi yang awalnya diapikasikan
 Efisiensi proses ekstraksi
 Umur pengendapan tailing
Dalam kebanyakan kasus, perolehan emas dari tailing yang dapat dicapai dengan
metode sianidasi standar, biasanya 40% hingga 70%, dan dibatasi setidaknya oleh salah satu
faktor mineralogi. Untuk tailing yang seperti itu, mungkin hanya mengandung 0,5 sampai
2,0 g/t emas, itu sangat penting untuk memahami kejadian emas agar dapat
mengoptimalkan alur proses yang sesuai.
Emas dapat terbawa pada tailing pabrik pengapungan sulfida jika tidak dibebaskan, jika
dilapisi dengan bahan yang tidak dapat mengapung (misalnya, oksida besi, silikat), dan jika
terjadi dalam partikel komposit mineral nonhidrofobik, seperti oksida atau silikat. Kelas
bahan ini dapat mencakup partikel yang mengandung emas terbuka dan karenanya
ekstraksi emas dengan sianidasi dapat dilakukan. Namun, tailing mungkin mengandung
mineral sulfida yang teroksidasi, yang dapat sangat mengganggu pencucian dengan sianida.
6d)

Produk yang diperoleh dari proses flotasi, beserta kandungan mineral berharga pada
konsentrat dan juga mineralogi mineral pada konsentrat tersebut :

Produk yang didapat saat proses flotasi, yakni konsentrat yang mengandung material
berharga, dan logam ikutan lainya yang terkadang juga memiliki nilai ekonomi, berikut merupakan
contoh produk hasil flotasi bijih tembaga yang mengandung emas, dengan 2 metode, yakni metode
konvensional dan metode bulk.

Pada tabel di atas, diperlihatkan adanya Tembaga/emas sebagai konsentrat dan


Tembaga/emas sebagai tailing, terlihat dari 2 metode tersebut kadar Cu maupun Au pada
tailing lebih besar dari pada di konsentrat. Mineralogi pada produk terdapat kandungan Au
dan kandungan Sulfur karena mineralogi pada bijih yang juga mengandung sulfur.

Anda mungkin juga menyukai