Anda di halaman 1dari 5

SATUAN ACARA PENYULUHAN MENGENALI TUMBUH

KEMBANG DAN FAKTOR TERJADINYA STUNTING DI

PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI

TAHUN 2018

A. Latar belakang

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita.

Pertumbuhan dan perkembangan di masa balita menjadi penentu keberhasilan

pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Terutama usia 0-2

tahun merupakan masa tumbuh kembang yang optimal (golden period)

khususnya untuk pertumbuhan jaringan otak, sehingga bila terjadi gangguan pada

masa ini akan berpengaruh pada kualitas saat ia dewasa nanti (Kemenkes, 2010).

Penambahan ukuran-ukuran tubuh tentu tidak harus drastis. Sebaliknya,

berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara proporsional pada tiap

bulannya. Pertumbuhan yang baik ditandai dengan bertambahnya usia anak,

harusnya bertambah pula berat dan tinggi badannya. Cara lainnya yaitu dengan

pemantauan status gizi. Sebaliknya jika yang terlihat gejala penurunan ukuran,

itu sinyal terjadinya gangguan atau hambatan proses pertumbuhan, salah satunya

bisa dilihat dari pertumbuhan tubuh yang tidak normal atau biasa disebut stunting

(Hartono, 2008).

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau

tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur
dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi

median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah

gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi,

gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi

(Kemenkes, 2018).

Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah

persalinan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting.

Faktor lainnya pada ibu yang mempengaruhi adalah postur tubuh ibu (pendek),

jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta asupan nutrisi

yang kurang pada saat kehamilan. faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu

hamil adalah terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat

jarak kelahiran. Usia kehamilan ibu yang terlalu muda (di bawah 20 tahun)

berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR

mempengaruhi sekitar 20% dari terjadinya stunting (Kemenkes, 2018)

Pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami

stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan

dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari

setengah balita stanting didunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari

sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia,

proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit

di Asia Tengah (0,9) (Kemenkes, 2018)


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Nasution, Nurdiati, &

Huriyati, 2014) bahwa terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting

pada anak usia 6-24 bulan yaitu 5,6 kali lebih berisiko untuk mengalami kejadian

stunting pada anak dengan riwayat BBLR dibandingkan anak yang lahir dengan

berat badan normal. Kondisi ini dapat terjadi karena pada bayi yang lahir dengan

BBLR, sejak dalam kandungan telah mengalami retardasi pertumbuhan

interauterin dan akan berlanjut sampai usia selanjutnya setelah dilahirkan yaitu

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat dari bayi yang

dilahirkan normal dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang

seharusnya dicapai pada usianya setelah lahir (Proverawati & Ismawati, 2010)

Penelitian yang dilakukan oleh (Ngaisyah, 2015) didapatkan hasil bahwa

adanya hubungan antara kejadian stunting dengan sosial ekonomi, tingginya

penghasilan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan

menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-

hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada

pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi, gizi yang kurang dipengaruhi dari

pemenuhan gizi, penyakit infeksi pada anak, hygiene yang kurang, letak

demografi/tempat tinggal dapat berdampak pada status gizi individu, Sehingga

dapat menyebabkan stunting

Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok Praktik Profesi

Keperawatan Anak I sepakat akan mengadakan kegiatan penyuluhan tentang

stunting (tinggi badan kurang) di Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi.


Daftar pustaka

Hartono. 2008, Teori PortoFolio Dan Analisis Investasi. Yogjakarta : EGC

Kemenkes. (2018). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

301(5), 1163–1178.

Nasution, D., Nurdiati, D. S., & Huriyati, E. (2014). Berat badan lahir rendah

(BBLR) dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan. Jurnal Gizi Klinik

Indonesia, 11(1), 31. https://doi.org/10.22146/ijcn.18881

Ngaisyah, R. D. (2015). Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting.

Jurnal Medika Respati, X, 65–70.

Proverawati, & Ismawati. (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). yokyakarta:

Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai