Anda di halaman 1dari 12

Nama : Ni'matul Khairah

Nim : B1A2199008
Kelas : A/ DIII Farmasi

BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Untuk menjamin mutu dari produk sediaan farmasi, maka pemerintah
melalui BPOM mengeluarkan suatu aturan yang dikenal dengan CPOB,
Cara Pembuatan Obat yang Baik. Industri farmasi wajib memenuhi
persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan KEPMENKES
No.43/Menkes/SK/II/1998. Validasi merupakan Bab.12 dalam CPOB 2006,
menjadi bab terakhir bukan berarti tidak penting. Pada kenyataannya
validasi memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan industri
farmasi.
Semua pembuatan/pengolahan dalam industri farmasi harus
dikerjakan sesuai dengan CPOB, maka semua karyawan produksi harus
benar-benar  mengerti CPOB, setidak-tidaknya digunakan pada lingkungan
khusus tanggung jawab mereka. Tujuan CPOB antara lain; menghasilkan
obat bermutu tinggi, keselamatan dan kesehatan kerja, efisiensi proses, dan
produktivitas kinerja (Kurniawan, 2012).
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi meliputi validasi
proses, validasi prosedur pemeriksaan dan validasi pembersihan. Sebelum
melakukan sistem validasi maka terlebih dahulu dilakukan kualifikasi jadi
validasi dapat dilakukan jika semua kualifikasi sudah dilaksanakan.

1
B.     Rumusan Masalah
1. Apa itu validasi ?
2. Bagaimana validasi yang baik menurut Cara Pembuatan Obat Yang Baik
(CPOB) ?

C.    Tujuan
1. Agar dapat mengetahui apa itu validasi.
2. Agar dapat mengetahui bagaimana cara validasi yang baik menurut Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip
Bab ini menguraikan prinsip validasi yang dilakukan di industri
farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas,
peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah
divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

B. Perencanaan validasi
1. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam
Rencana Induk Validasi (RIV) atau Dokumen setara.
2. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas.
3. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut:
1. Kebijakan validasi;
2. Struktur organisasi kegiatan validasi;
3. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan
divalidasi;
4. Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan
dan jadwal pelaksanaan;
5. Pengendalian perubahan; dan
6. Acuan dokumen yang digunakan.

3
4.    RIV terpisah mungkin diperlukan untuk suatu proyek besar.

C. Dokumentasi
1. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan
validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui
oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Protokol
validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.
2. Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi
dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh,
tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan
rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang
ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan
pertimbangan yang sesuai.
3. Setelah kualifikasi selesai dilaksanakan, hendaklah diberikan persetujuan
tertulis untuk dapat melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi
selanjutnya.

D. Validasi proses
Umum
1. Ketentuan dan prinsip yang diuraikan dalam bab ini berlaku untuk
pembuatan sediaan obat, yang mencakup validasi proses baru (initial
validation), validasi bila terjadi perubahan proses dan validasi ulang.
2. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan
(validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak
memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi
rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan
hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).
3. Fasilitas, sistem dan peralatan yang digunakan hendaklah telah
terkualifikasi dan metode analisis hendaklah divalidasi. Personil yang
melakukan validasi hendaklah mendapat pelatihan yang sesuai.

4
4. Fasilitas, sistem, peralatan dan proses hendaklah dievaluasi secara
berkala untuk verifikasi bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan proses
tersebut masih bekerja dengan baik.
Jenis-jenis validasi adalah sebagai berikut :
1. Validasi Prospektif
Validasi prospektif hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas
pada hal berikut:
a. Uraian singkat suatu proses;
b. Ringkasan tahap kritis proses pembuatan yang harus    
diinvestigasi;
c. Daftar peralatan/fasilitas yang digunakan termasuk alat ukur,
pemantau dan pencatat serta status kalibrasinya;
d. Spesifikasi produk jadi untuk diluluskan;
e. Daftar metode analisis yang seharusnya;
f. Usul pengawasan selama-proses dan kriteria penerimaan;
g. Pengujian tambahan yang akan dilakukan termasuk kriteria
penerimaan dan validasi metode analisisnya, bila diperlukan;
h. Pola pengambilan sampel (lokasi dan frekuensi);
i. Metode pencatatan dan evaluasi hasil;
j. Fungsi dan tanggung jawab; dan
k. Jadwal yang diusulkan;
Dengan menggunakan prosedur (termasuk komponen spesifik)
yang telah ditetapkan, bets berurutan dapat diproduksi dalam kondisi
rutin. Secara teoritis, jumlah proses produksi dan pengamatan yang
dilakukan sudah cukup menggambarkan variasi dan menetapkan tren
sehingga dapat memberikan data yang cukup untuk keperluan
evaluasi. Secara umum, 3 (tiga) bets berurutan yang memenuhi
parameter yang disetujui dapat diterima telah memenuhi persyaratan
validasi proses.
Ukuran bets yang digunakan dalam proses validasi hendaklah
sama dengan ukuran bets produksi yang direncanakan.

5
Jika bets validasi akan dipasarkan, kondisi pembuatannya
hendaklah memenuhi ketentuan CPOB, hasil validasi tersebut
hendaklah memenuhi spesifikasi dan sesuai izin edar.
2. Validasi Konkuren
1. Dalam kondisi khusus, dimungkinkan tidak menyelesaikan program
validasi sebelum produksi rutin dilaksanakan.
2. Keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus dijustifikasi,
didokumentasikan dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu).
3. Persyaratan dokumentasi untuk validasi konkuren sama seperti
validasi prospektif.

3. Validasi Retrospektif
1. Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah
mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk,
prosedur pembuatan atau peralatan.
2. Validasi proses hendaklah didasarkan pada riwayat produk. Tahap
validasi memerlukan pembuatan protokol khusus dan laporan hasil
kajian data untuk mengambil kesimpulan dan memberikan
rekomendasi.
3. Sumber data hendaklah mencakup, tetapi tidak terbatas pada Catatan
Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, rekaman pengawasan
proses, buku log perawatan alat, catatan penggantian personil, studi
kapabilitas proses, data produk jadi termasuk catatan data tren dan
hasil uji stabilitas.
4. Bets yang dipilih untuk validasi retrospektif hendaklah mewakili
seluruh bets yang dibuat selama periode pengamatan, termasuk
yangtidak memenuhi spesifikasi, dan hendaklah dalam jumlah yang
cukup untuk menunjukkan konsistensi proses. Pengujian tambahan
sampel pertinggal mungkin perlu untuk mendapatkan jumlah atau jenis
data yang dibutuhkan untuk melakukan proses validasi retrospektif.

6
5. Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan data dari 10
(sepuluh) sampai 30 (tiga puluh) bets berurutan untuk menilai
konsistensi proses, tapi jumlah bets yang lebih sedikit dimungkinkan
bila dapat dijustifikasi.

4. Validasi pembersihan
1. Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi
efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu
suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara
rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses
pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi.
2. Hendaklah digunakan metode analisis tervalidasi yang memiliki
kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran. Batas deteksi
masing-masing metode analisis hendaklah cukup peka untuk
mendeteksi tingkat residu atau cemaran yang dapat diterima.
3. Biasanya validasi prosedur pembersihan dilakukan hanya untuk
permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan produk. Hendaklah
dipertimbangkan juga untuk bagian alat yang tidak bersentuhan
langsung dengan produk. Interval waktu antara penggunaan alat dan
pembersihan hendaklah divalidasi demikian juga antara pembersihan
dan penggunaan kembali. Hendaklah ditentukan metode dan interval
pembersihan.
4. Prosedur pembersihan untuk produk dan proses yang serupa, dapat
dipertimbangkan untuk memilih suatu rentang yang mewakili produk
dan proses yang serupa. Studi validasi tunggal dapat dilakukan
menggunakan pendekatan kondisi terburuk dengan memerhatikan isu
kritis.
5. Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan tiga kali berurutan
dengan hasil yang memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa
prosedur pembersihan tersebut telah tervalidasi.

7
6. “Uji sampai bersih” (test until clean) bukan merupakan pilihan untuk
melakukan validasi prosedur pembersihan.
7. Untuk produk yang beracun atau berbahaya dalam keadaan tertentu
dapat disimulasikan dengan produk lain yang mempunyai sifat fisika-
kimia yang sama.

Pengendalian perubahan
1. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci langkah yang
diambil jika ada usul perubahan terhadap bahan awal, komponen
produk, peralatan proses, lingkungan kerja (atau pabrik), proses
produksi atau pengujian ataupun perubahan yang berpengaruh
terhadap mutu atau reprodusibilitas proses. Prosedur pengendalian
perubahan hendaklah memastikan bahwa data pendukung cukup untuk
menunjukkan bahwa proses perubahan yang diperbaiki akan
menghasilkan suatu produk sesuai mutu yang diinginkan dan
konsisten dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
2. Semua perubahan yang dapat memengaruhi mutu produk atau
reprodusibilitas proses hendaklah secara resmi diajukan, didokumen-
tasikan dan disetujui. Kemungkinan dampak perubahan fasilitas,
sistem dan peralatan terhadap produk hendaklah dievaluasi, termasuk
analisis risiko. Hendaklah ditentukan kebutuhan dan cakupan untuk
melakukan kualifikasi dan validasi ulang.

5. Validasi ulang
Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan
hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika
tidak ada perubahan yang signifikan terhadap status validasi, peninjauan
dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan proses memenuhi
persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi.

6. Validasi metode analisis

8
Tujuan validasi metode analisis adalah untuk menunjukkan bahwa
metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Perlu dipertimbangkan tabel
mengenai karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap
impuritas dan prosedur penetapan kadar
Jenis Metode Analisis yang Harus Divalidasi
1. Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap 4 jenis:
a. Uji identifikasi; uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity);
b. Uji batas impuritas; dan
c. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat
atau komponen tertentu dalam obat.
Metode analisis lain, seperti uji disolusi untuk obat atau penentuan
ukuran partikel untuk bahan aktif obat, hendaklah juga divalidasi.
Uraian singkat mengenai jenis uji metode analisis adalah sebagai
berikut:
a. Uji identifikasi bertujuan untuk memastikan identitas analit dalam
sampel. Uji ini biasanya dilakukan dengan membandingkan
karakteristik sampel (misal: spektrum, profil kromatogram, reaksi
kimia, dan lain-lain) terhadap baku pembanding;
b. Pengujian impuritas dapat dilakukan melalui uji kuantitatif atau uji
batas impuritas dalam sampel. Masing-masing pengujian tersebut
bertujuan merefleksikan secara tepat karakteristik kemurnian sampel.
Karakteristik validasi yang lain diperlukan untuk uji kuantitatif
dibanding untuk uji batas impuritas;
c. Prosedur penetapan kadar bertujuan untuk menentukan kadar analit
dalam sampel. Dalam hal ini penetapan kadar menunjukkan
pengukuran komponen utama yang terkandung dalam bahan aktif
obat. Untuk obat, karakteristik validasi yang serupa juga berlaku
untuk penetapan kadar zat aktif atau komponen tertentu. Karakteristik
validasi yang sama juga dapat dilakukan untuk penetapan kadar yang
berkaitan dengan metode analisis lain (misal uji disolusi).

9
Tujuan prosedur analisis hendaklah jelas dan dimengerti karena
hal ini akan menentukan karakteristik validasi yang perlu dievaluasi.
Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:
a. Akurasi;
b. Presisi;
c. Ripitabilitas;
d. Intermediate precision;
e. Spesivisitas;
f. Batas deteksi;
g. Batas kuantitasi;
h. Linearitas; dan
i. Rentang.
Validasi ulang mungkin diperlukan pada kondisi sebagai berikut:
a. Perubahan sintesis bahan aktif obat;
b. Perubahan komposisi produk jadi; dan
c. Perubahan prosedur analisis.
Tingkat validasi ulang yang diperlukan tergantung pada sifat
perubahan. Perubahan tertentu lain mungkin juga memerlukan validasi
ulang.

E. Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut :


1. Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan
2. Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang
menguraikan secara garis besar pedoman pelaksanaan validasi.
3. Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta
laporan validasi.
4. Pelaksanaan validasi
5. Melaksanakan peninjauan periodi, change control dan revalidasi
(Manajemen industri farmasi, 2007)

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Validasi terdiri dari tingkatan, yaitu validasi umum, validasi prospektif,


validasi konkuren, validasi retrospektif, validasi pembersihan, validasi ulang,
validasi metode analisa.

B. Saran

Saran dari kami yaitu kita harus benar benar tahu tentang validasi.
Karena validasi ini marupakan salah satu bab dalam cara pembuatan obat
yang baik (CPOB) dan sangat penting bag yang ingin bekerja atau pun
membangun suatu industri farmasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

BPOM, 2012. Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia : Jakarta.

Kurniawan, 2012. Teknologi Sediaan Farmasi.  Laboratorium Farmasetika


Universitas Jenderal Soedirman : Purwokerto.

Priyambodo, B., 2007. Manajemen Industri Farmasi, Global Pustaka Utama :


Yogyakarta.

USP, 1995.  The United States Pharmacopeia Convention, Inc., Twinbrook


ParkWay Rockville, USA.

12

Anda mungkin juga menyukai