Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada


sejak lahir dan yang dapat disebabkan oleh factor genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. Dismorfologi merupakan
kombinasi dari ilmu embriologi, genetika klinik dan Ilmu Kesehatan Anak (Ali
Usman, 2008 : 41).

Kelainan kongenigtal adalah kelainan awaan yang tampak pada saat


lahir. kelainan ini berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas salah satu atau
kedua orang tua) atau tidak diturrunkan (Prawiroharjo, 2009 : 705).

Salah satu kelainan congenital pada neonatus yaitu Fimosis. Pada


akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputim ke belakang sulkus.
Glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini
meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah 8%
pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Pada
pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhum. Fimosis ini bisa
mempengaruhi proses berkeih dan aktivitas seksual (Ngastiyah, 2005).

B.     Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana asuhan kebidanan pada anak yang
menderita penyakit fimosis.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui asuhan pada penyakit fimosis
b) Mengetahui pengertian pada penyakit fimosis
c) Mengetahui etiologi, tanda dan gejala serta tindakan yang tepat untuk
mengatasi fimosis
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR TEORI

1. Pengertian Fimosis
Fimosis (Phimosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada
organ kelamin laki-laki, yang dimaksud dengan fimosis adalah keadaan
dimana kulit kepala penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang dibagian air seni, sehingga bayi dan anak
kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya infeksi
kepala penis (balantis). Jika keadaan ini dibiarkan dimana muara saluran
kencing di ujung penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk disunat.
Tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong kulit penis agar
ujungnya terbuka (Rukiyah, 2010 :230)
Menurut (Musliatun, 2010 : 160) Fimosis adalah keadaan kulit penis
(preputium) melekat pada bagian kepala penis dan mengakibatkan
tersumbatnya lubang saluiran air kemih, sehingga bayi dan anak kesulitan dan
kesakitan saat kencing. Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri,
tapi kemungkinan timbulnya infeksi pada uretra kiri dan kanan, kemudian ke
ginjal. Infeksi ini dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal
Merupakan kondisi penis dengan kulit yang melingkupi kepala penis
(glans) tidak bisa ditarik kebelakang untuk membuka seluruh bagian kepala
penis (kulup, prepuce, preputium, foreskin). Prepitium terdiri dari dua lapis,
bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan ke belakang pada
batang penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian
lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.
Apabila preputium melekat pada glans penis, maka cairain smegma,
yaitu caitan putih kental yang biasanya mengumpul di antara kulit kulup dan
kepala penis akan terkumpul di tempat itu, sehingga mudah terjadi infeksi.
Umumnya tempat yang diserang infeksi adalah ujung penis, sehingga disebut
balantis. Sewaktu anak buang air kecil, anak akan menjadi rewel dan yang
terlihat adalah kulit preputium terbelit dan menggelembung. (Sudarti, 2012 :
184).
Fimosis bisa merupakan kelainan bawaan sejak lahir (congenital)
maupun didapat. Fimosis kongenital (true phimosis) terjadi apabila kulit
preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke
belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormone dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi
lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam
preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.
(Muslihatun, 2010 : 161).

2. Macam-Macam Fimosis
a. Fimosis Kongenital
Fimosis Kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir
sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai
masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan
tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan,
terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis
dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya
kulit preputium terpisah dari glans penis.
Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat
lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-
laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital.
Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200
anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat
ditarik ke belakang penis.
b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true
phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan
kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk , peradangan kronik glans
penis dan kulit preputium ( balanoposthitis kronik ), atau penarikan
berlebihan kulit preputium ( forceful retration ) pada fimosis kongenital
yang akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat ( fibrosis) dekat
bagian kulit preputium yang membuka.
Fimosis kongenital seringkali menimbulkan
fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih
karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang di
ujung preputium.
Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya
fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi)
air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil
berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan
kasus gawat darurat. (Ngastiyah, 2005).

3. Insiden/Kejadian
Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik
ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3
tahun dan hanya 1-1,5% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami
fimosis congenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya
20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit
preputiumnya dapat ditarik kebelakang penis (Muslihatun, 2010 :161).
4. Etiologi Fimosis

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang diantar
kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan
kulup menjadi melekat pada kepala penis , sehingga kulit ditarik kearah
pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan lahir atau didapat, misalnya karena
infeksi atau benturan. (Putra, 2012 :394).

Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-


kadang begitu sukar sehingga kulit preputium menggelembung seperti balon.
Bayi/anak sering menangis keras sebelum urin keluar. Keadaan demikian
lebih baik segera disunat, tetapi kadang orang tua tidak tega karena bayi masih
kecil. Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lubang preputium
dengan cara mendorong ke belakang kulit preputium tersebut dan biasanya
akan menjadi luka. Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi
pada luka tersebut dioleskan salep antibiotik. Tindakan ini mula-mula
dilakukan oleh dokter, selanjutnya di rumah orang tua sendiri diminta
melakukan seperti yang dilakukan dokter (pada orang barat sunat dilakukan
pada bayi laki-laki ketika masih dirawat atau ketika bayi baru lahir). tindakan
ini dimaksudkan untuk kebersihan/mencegah infeksi karena adanya smegma,
bukan karena keagamaan. (Yongki, 2012 :184).

Adanya smegma pada ujung preputium juga menyulitkan bayi


berkemih, maka setiap memandikan bayi hendaknya preputium didorong ke
belakang kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas yang telah dijerang
dengan air matang.

Untuk mengetahui adanya kelainan saluran kemih pada bayi, tiap bayi
baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih setelah lahir atau
paling lambat 24 jam setelah lahir. perhatikan apakah urin banyak atau sedikit
sekali. Bila terdapat gangguan ekskresi bayi akan terlihat sembab pada
mukanya. Atau bila kelainan lain misalnya kista akan terlihat perut bayi
terlihat lebih besar dari normal. Jika menjumpai kelainan tersebut beritahu
dokter. Sampai bayi berumur 3 hari pengeluaran urin tidak terpengaruh oleh
pemberian cairan. Baru setelah umur 5 hari dapat terpengaruh. (Khoirunnisa,
2010 : 174).

5. Gejala pada Fimosis


Gejala yang sering terjadi pada fimosis menurut (Rukiyah, 2010 :230)
diantaranya :
a. Bayi atau anak sukar berkemih
b. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit preputium menggelembung
seperti balon
c. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal
d. Penis mengejang pada saat buang air kecil
e. Bayi atau anak sering menangis sebelum urin keluar / air seni keluar tidak
lancar
f. Timbul infeksi

6. Patofisiologis
Menurut (Muslihatun, 2010 :161) fimosis dialami oleh sebagian besar
bayi baru lahir, karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans
penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis tumbuh dan berkembang. Debris yang
dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpuil didalam preputium
dan perlahan-lahan memisahkan preputium dengan glans penis. Smegma
terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami
deskuamasi oleh bakteri yang terdapat di dalamnya.
Ekresi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi
perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik kearah
proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Pada
sebagian anak, preputium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung
preputium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi
miksi.
Biasanya anak menangis dan pada ujung penis tampak
menggelembung. Air kemih yang tidak lancar, kadang-kang menetes dan
memancar dengan arah yang tidak terduga. Jika sampai terjadi infeksi, anak
akan menangis ketika buang air kecil dan dapat pula disertai demam. Ujung
penis yang tampak menggelembung disebabkan oleh adanya penyempitan
pada ujung preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang
tidak dapat ditarik ke arah proksimal. Adanya penyempitan tersebut
menyebabkan terjadinya gangguan aliran urin pada saat miksi. Urine
terkumpul di ruang anatara preputium dan glans penis tampak
menggelembung.

7. Komplikasi Fimosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak/bayi yang mengalami
fimosis, anatara lain terjadinya infeksi pada uretra kanan dan kiri akibat
terkumpulnya cairan smegma urine yang tidak dapat keluar seluruhnya pada
saat berkemih. Infeksi tersebut akan naik mengikuti saluran urinaria hingga
mengenai ginjal dan dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal. (Muslihatun,
2010)
Pada 90% laki-laki yang dikhitan kulup zakar menjadi dapat ditarik
kembali (diretraksi) pada umur 3 tahun. Ketidakmampuan untuk meretraksi
kulup zakar sebelum umur ini dengan demikian fimosi patologis dan fimosis
merupakan indikasi untuk dikhitan. Fimosis adalah ketidakmampuan kulup
zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara normal harus dapat
diretraksi. Fimosis dapat congenital/sekuele radang. Fimosis yang sebenarnya
biasanya memerlukan bedah pelebaran/pembesaran cincin fimosis/khitan.
Akumulasi smegma dibuah kulup zakar infantil fimosis patologis dan fimosis
memerlukan pengobatan bedah. (Sudarti, 2010 : 185).
Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat fimosis, yaitu:
a. Ketidaknyamanan/ nyeri saat berkemih.
b. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian
terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
c. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
d. Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa
nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
e. Pembengkakan/ radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
f. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.
g. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.
(Ghory, 2014).

8. Penatalaksanan Fimosis
Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan pada saat
membersihkan penis, karena dapat meimbulkan luka dan terbentuk sikatriksa
pada ujung preputium sehingga akan terbentuk fimosis sekunder. Fimosis
yang disertai balaniits xerotica obliterans dapat diberikan salep
deksamethasone 0,1 % yang dioleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah
6 minggu pemberian, preputium dapat diretraksi spontan.
Fimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujung preputium
pada saat miksi, atau infeksi prostitis merupakan indikasi untuk dilakukan
sirkumsisi. Fimosis yang disertai balantis atau prostitis harus diberikan
antibiotika lebih dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi. Jika fimosis
menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi atau
teknik bedah lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit
preputium tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya tindakan
sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik (Muslihatun, 2010 :162).
Menurut (Putra, 2011 : 395) penatalaksanaan fimosis yang dapat
dilakukan terbagi menjadi dua, yakni secara medis dan konservatif.
a. Penatalaksanaan Medis
1) Dilakukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh
bagian kulit preputium).
2) Dilakukan tindakan preputioplasty (memperlebar bukaan kulit
preputium tanpa memotongnya).
b. Penatalaksanaan secara Konservatif

Cara menjaga kebersihan pada fimosis adalah dengan menjaga


kebersihan bokong dan penis.

Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan


penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid
topikal yaitu betamethasone selama 4 - 6 minggu pada daerah glans penis
(Santucci, 2013).
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita,
dan Anak Prasekolah dengan Fimosis
I. PENGKAJIAN
A. Data subjektif
1. Identitas Bayi
Nama : Nama selain sebagai identitas, upayakan
agar bidan memanggil dengan nama
panggilan sehingga hubungan komunikasi
antara bidan dan pasien menjadi lebih
baik dan akrab (Sulistyawati, 2012 :184).
Umur/tanggal lahir : Fimosis banyak terjadi pada bayi atau
anak-anak hingga mencapai usia 3 atau 4
tahun. Sedangkan sekitar 1 – 5 % kasus
terjadi sampai pada usia 16 tahun (Ghory,
2014).
Jenis Kelamin : Fimosis terjadi pada bayi laki-laki yang
baru lahir terjadi karena ruang di antara
kutup dan penis tidak berkembang dengan
baik. Kondisi ini menyebabkan kulup
menjadi melekat pada kepala penis,
sehingga sulit ditarik ke arah pangkal
(Marmi dkk, 2012).
Berat Badan : Bayi premature memiliki berat antara
1000->2500 gr ( Mochtar, 2009). Bayi
baru lahir normal adalah bayi yang lahir
dengan berat badan 2500 gr- 3500 gr
Panjang Badan : Bayi baru lahir normal adalah bayi yang
lahir dengan panjang badan 48 cm– 52 cm
(Mochtar, 2009).
2. Identitas Orang Tua
Nama ayah : Nama selain sebagai identitas, upayakan
agar bidan memanggil dengan nama
panggilan sehingga hubungan
komunikasi antara bidan dan pasien
menjadi lebih baik dan akrab
(Sulistyawati, 2012; hal. 184).
Nama ibu : Nama selain sebagai identitas, upayakan
agar bidan memanggil dengan nama
panggilan sehingga hubungan
komunikasi antara bidan dan pasien
menjadi lebih baik dan akrab
(Sulistyawati, 2012; hal. 184).
Usia ayah/ibu : > 20 tahun- < 35 tahun. Kurang dari 20
tahun, alat-alat reproduksi belum matang,
mental psikisnya belum siap, sedangkan
umur lebih dari 35 tahun rentan sekali
untuk terjadi perdarahan dalam masa
nifas.(Ambarwati, 2009)
Pendidikan : Tingkat pendidikan yang rendah
meningkatkan risiko hasil akhir
kehamilan yang buruk (Wheeler, 2003).
Pekerjaan ayah/ibu : Gunanya untuk mengetahui
tingkat sosial ekonominya karena ini juga
mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut
(Sulistyawati, 2010; hal. 221).
Agama : Sebagai dasar bidan untuk memberikan
dukungan dan spiritual terhadap pasien
dan keluarga (Sulistyawati, 2010; hal.
221).
Suku/bangsa : Dalam mengkaji suku ini berpengaruh
pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-
hari (Sulistyawati, 2010; hal. 221).
Alamat : Selain sebagai data mengenai distribusi
lokasi pasien data ini juga memberi
gambaran mengkaji jarak dan waktu
yang ditempuh pasien menuju lokasi
pelayanan kesehatan. (Sulistyawati,
2010; hal. 221).

3. Riwayat Kesehatan Klien


Ditanyakan untuk mengetahui penyakit yang pernah
diderita sebelumnya apakah pernah menderita penyakit menular
seperti TBC, hepatitis, malaria ataupun penyakit keturunan seperti
jantung, darah tinggi, ginjal, kencing manis, serta untuk
mengetahui apakah riwayat kehamilan mempengaruhi kelainan
kongenital (Varney, 2006).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Penyakit genetik yang menurun dan meningkat
kecenderungannya pada rasa atau etnis tertentu dapat
mempengaruhi hasil akhir kehamilan (Wheeler, 2003).
5. Pola Fungsional Kesehatan

Kebutuhan Keterangan
dasar

Pola Eliminasi Bayi atau anak dengan fimosis mengalami


jarang BAK (Marmi, dkk. 2012 hal:80).

Pola istirahat Bayi baru lahir cukup bulan meluangkan


kurang lebih hanya 15 persen keseluruhan
waktu mereka pada status terjaga
(Varney, 2007 hal:930).

Pola Fimosis juga dapat terjadi jika tingkat


personal hygiene higienitas rendah pada waktu bayi BAK
yang akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan kotoran-kotoran pada glans
penis sehingga memungkinkan terjadinya
infeksi pada glans penis dan prepusium
(balanitis) yang meninggalkan jaringan
parut sehingga prepusium tidak dapat
ditarik ke belakang (Santuci, 2013).

B. Data objektif
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 78/42 mmHg (Hidayat, 2009).
Nadi : 120 - 160 x/ menit (Hidayat, 2009).
Suhu : 36,5O C - 37 O C (Hidayat, 2009).
Nafas : 30 - 60x/ menit (Hidayat, 2009).
Neonatus : 30- 80x/menit
(Wilson dkk, 2008).
Antropometri :
Tinggi badan : 45 - 50 cm (Hidayat, 2009).
Berat badan : 2500 - 4000 gram. (Muslihatun,
2010; hal. 31 - 32).
Panjang badan : Kurang atau sama dengan 45 cm
(Hassan, 2006).
LILA : 9,5 - 11 cm (Hidayat, 2009).
Lingkar kepala : Fronto-occipitalis 34 cm
Suboksiputo-bregmantika 32cm
Mento occipitalis 35 cm(Hidayat,
2009).
Lingkar dada : Kurang dari 30 cm (Hasan, 2006).
2. Pemeriksaan fisik
Kulit : Periksa adanya ruam dan bercak atau tanda
lahir, periksa adanya pembengkakan,
perhatikan adanya vernik kaseosa, adanya
lanugo (Marmi, dkk. 2012 hal:60).
Kepala : Bentuk kepala di hari pertama tidak benar-
benar bulat akibat posisi dalam rahim ataupun
proses persalinan yang di alami, tapi akan
kembali ke bentuk normal dalam seminggu
pertama (Muslihatun, 2010; hal.36).
Wajah : Wajah harus tampak simetris. Terkadang
wajah bayi tampak asimetris hal ini
dikarenakan posisi bayi di intrauteri (Marmi,
dkk. 2012 hal:56)
Mata : Tujuan mengkaji mata untuk mengetahui
bentuk dan fungsi mata. Dalam setiap
pengkajian selalu dibandingkan antara mata
kanan dan mata kiri, pada tehnik inspeksi
yang dikaji adalah konjungtiva pucat atau
tidak, mata odem atau tidak, strabismus atau
tidak, dan adanya perdarahan subkonjungtiva
atau tidak (Tambunan, 2011; hal.73).
Hidung : Hidung dikaji untuk mengetahui bentuk,
pola pernapasan dan kebersihan (Muslihatun,
2010; hal.31).
Telinga : Pengkajian telinga secara umum bertujunan
untuk mengetahui ada tidaknya jumlah
,bentuk, kesimetrisan letak dihubungkan
dengan mata dan kepala serta adanya
gangguan pendengaran (Muslihatun, 2010;
hal. 31).
Mulut : Tujuan mengkaji mata mulut untuk
mengetahui bentuk dan ada tidaknya kelainan
yaitu bentuk simetris/tidak, bibir tidak pucat
dan kering, tidak ada labio palato schizis,
tidak ada labio schizis (Muslihatun, 2010; hal.
32).
Leher : Tujuan mengkaji leher adalah tidak ada
pembesaran kelenjar untuk mengetahui
bentuk leher serta organ-organ penting yang
berkaitan pengkajian inspeksi untuk melihat
kelainan kulit apakah pucat, sianosis, ataukah
ikterus dan tidak adanya pembengkakan.
Pemeriksaan palpasi dilakukan untuk melihat
adanya pembesaran kelenjar tyroid, dan tidak
ada bendungan vena jugularis (Tambunan,
2011; hal. 83).
Dada : Dada dikaji untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan bentuk, puting susu, gangguan
pernapasan, bunyi jantung (Muslihatun, 2010;
hal. 33).
Abdomen : Dalam melakukan pengkajian abdomen
pastikan turgor kulit baik, tidak ada
perdarahan tali pusat, tali pusat masih basah,
tidak ada benjolan (Muslihatun, 2010; hal.
33).
Genetalia eksternal : Panjang penis testis sudah turun berada
dalam skrotum, orifisium uretra di ujung
penis. Tampak penyempitan pada
preposium. Fimosis adalah suatu kelainan
dimana prepusium penis yang tidak dapat
diretraksi ke proksimal sampai ke korona
glandis (Purnomo, 2011).
Anus : Mekonium secara umum keluar pada 24 jam
pertama (Marmi, dkk. 2012 hal: 59).
Ekstermitas : Periksa kesimetrisan lengan dan tungkai
kanan dan kiri. Periksa adanya polidaktili atau
sidak tili pada jari tangan dan kaki. Kedua
tangan dan tungkai dapat bergerak bebas
(Marmi, dkk. 2012 hal:58 - 59).
3. Pemeriksaan penunjang/laboratorium
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya USG
dan foto rontgen.

II. Interpretasi Data


Diagnosis :
 NA/NP, KMK/BMK/SMK, Usia … (jam/hari) dengan ……….
Keterangan : NA : Neonatus Aterm
NP : Neonatus Preterm
KMK : Kecil Masa Kehamilan
SMK : Sesuai Masa Kehamilan
BMK : Besar Masa Kehamilan
 Bayi usia … ( bulan ) dengan …..
 Balita usia … ( tahun ) dengan ….
 Anak usia …. ( tahun ) dengan …..
Masalah:
Nyeri saat berkemih, terkena infeksi sekunder dan ahirnya terbentuk
jaringan parut, pembengkakan atau radang pada ujung kemaluan (Marmi,
dkk. 2012).

III. Antisipasi Diagnosa dan Masalah Potensial


Perbaikan fungsi perkemihan. Infertility, risiko hernia inguinalis,
gangguan psikososial (dr. Rohan, 2013). Timbul infeksi pada saluran air seni
(ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal.
Menyebabkan balinitis, salahsatu faktor penyebab kanker penis, retensi urine
(Marmi, dkk. 2012).
IV. Identifikasi Kebutuhan
a) Dilakukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian
kulit preputium)
b) Dilakukan tindakan teknik bedah preputioplasty (memperlebar bukaan
kulit preputium tanpa memotongnya)

V. Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh


1. Informasikan keadaan bayi kepada ibu dan keluarga agar ibu dan keluarga
mengetahuinya keadaan bayinya saat ini.
2. Jaga kehangatan bayi agar bayi tidak mengalami hipotermi dan
mempertahankan jalan napas.
3. Beritahukan kepada ibu cara merawat bayi dengan fimosis sebelum
dilakukannya sirkumsisi.
4. Berikan support kepada ibu agar ibu dapat menerima keadaan bayinya,
dan tetap semangat dalam merawat bayinya dan menjadi seorang ibu.
(Hamilton, 2010).

VI. Pelaksanaan
1. Melakukan perawatan gabung antara ibu dan bayi dengan tujuan ibu
dapat menyusui ibunya sedini mungkin, ibu dapat melihat dan memahami
cara perawatan bayi yang benar, ibu mempunyai pengalaman dan
keterampilan dalam merawat bayinya, suami dan keluarga dapat
dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu merawat
bayinya secara baik dan benar, ibu dan bayi mendapatkan kehangatan
emosional.
2. Memberikan support kepada ibu sehingga ibu dapat menerima keadaan
bayinya dengan fimosis dan lebih menumbuhkan semangat ibu untuk
merawat bayinya dan menjadi seorang ibu.
3. Mengobservasi input dan output pada bayi seperti konsistensi BAB,
BAK, keadaan bayi saat ini.
4. Mengajarkan pada orang tua dalam perawatan anak; cara pemberian
makan/minum dengan alat, mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi,
posisi pada saat pemberian makan/minum, lakukan penepukan punggung,
bersihkan mulut setelah makan. (Rohan dkk, 2013).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian
kepala penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluiran air kemih,
sehingga bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing.

Pimosis dapat mengakibatkan gangguan berkemih baik nyeri atau


balloning (masa diujung penis) perlu dilakukan sirkumsisi biasanya itu
merupakan indikasi untuk mencegah infeksi karena terkumpulnya urine yang
mengandung glukosa sebagai tempat terbaik bagi pertumbuhan bakteri.
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak/bayi yang mengalami
fimosis, anatara lain terjadinya infeksi pada uretra kanan dan kiri akibat
terkumpulnya cairan smegma urine yang tidak dapat keluar seluruhnya pada saat
berkemih.

B.  Saran
Jika ada anak mengalami gejala seperti gejala pimosis untuk segera
mendapat penanganan untuk mencegah terjadi infeksi saluran kemih dan tidak
memandang kelainan tersebut sebagai suatu hal yang mistis.
Dalam mengerjakan makalah ini, saya juga menyadari bahwa makalah
ini kurang dari sempurna, maka dari itu saya meminta saran dan kritik yang dapat
membangun agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Marmi, dkk. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar

Dochter, Joanne McCloskey, Phd dkk. 2004. Nursing Intervetion


Classification.Jakarta:Mosby Elevier
Ngastiyah,2005,Perawatan Anak Sakit,Jakarta: EGC
Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang : Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. 2011 : 14, 236-237
Haws.,Paulette S.,2008,Asuhan Neonatus Rujukan Cepat,Jakarta; EGC

Sudarti, Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika

Sulistyawati, Ari. dkk. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Jakarta : Salemba
Medika

Varney, Helen. dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Tambunan, Eviana S. dkk. 2011. Panduan Pemeriksaan Fisik bagi Mahasiswa


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai