PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
pelepasan chordee dan resrtukturisai lubang meatus melalui pembedahan.
Pembedahan harus dilakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan
berkemih, yaitu biasanya sekitar 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses
rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di
sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan
melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan
penis.
Hipospadia pada kasus yang paling ringan, meatus uretra bermuara
pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glans
dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu
kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok
kearah ventral (chordee) dan uretra pada penis lebih pendek secara
proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat bertambah
secara signifikan sampai chordee di koreksi. Karenanya hal ini
menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas dasar meatus.
Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal: pada
kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan kadang-
kadang meluas kebasis dorsal penis(transposisi skrotum), dan chordee
adalah ekstrem. Pada kasus demikian, biasanya terdapat di vertikulum
uretrabyang bermuara pada setinggi verumontanum, memperlihatkan suatu
struktur sisa mollerian (a vestige of mullerian structures). Pada kasus
varian, kurva tura ventral penis terjadi tanpa hipospadiak meatus uretra.
Pada kasus ini, kulup zakar berkerudung dan korpus spongiosum mungkin
kurang berkembang.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan asuhan
kebidanan pada neonates dengan hipospadia melalui pendekatan pola
2
pikir manajemen asuhan kebidanan secara komprehensif dan
mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar teori neonates dengan hipospadia
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan neonates
dengan hipospadia berdasarkan 7 langkah Varney.
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada neonates dengan
hipospadia.
d. Dengan pendekatan Varney, yang terdiri dari:
1) Melakukan pengkajian
2) Menginterpretasikan data dasar
3) Mengidentifikasi diagnosis/ masalah potensial
4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera
5) Mengembangkan rencana intervensi
6) Melakukan tindakan sesuai dengan rencana intervensi
7) Melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan
e. Mendokumentasikan pelaksanaan asuhan kebidanan neonates
dengan hipospadia dalam bentuk catatan SOAP.
3.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Teori
1. Pengertian Hipospadia
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat
dipenis bagian bawah,bukan di ujung penis, beratnya hipospadia
bervariasi,kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu
pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat jika lubang uretra terdapat
di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada
skrotum (kantung zakar) atau dibawah skrotum. Kelainan ini seringkali
berhubungan dengan kordi , yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang,
yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
(Marmi dan Rahardjo,2012 hal;355)
2.Etiologi
Penyebab kelainan ini dapat dijelaskan karena terjadinya
gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan organ genital selama
masa kehamilan trimester pertama (antara minggu ke2-4). Sel-sel
intersisial pada testis mengalami involusi premature oleh kareana sebab
yang sama pada anomaly congenital lainnya sehingga terjadi penurunan
kadar hormone androgen mengakibatkan proses maskulinisasi
inkomplit. Tergantung saat terjadi dan berat atau ringannya gangguan
yang timbul,proses pembentukan urethra terhenti; corpus
spongiosum,fasia buck dan tunika dartos tidak berkembang sempurna
(rudimeter) tampak sebagai jaringan fibrosis yang disebut chordee.
Dengan terhentinya pertumbuhan dan perkembangan tersebut, uretra
bermuara disetiap titik di batang penis,skrotum,atau bahkan perineum
semakin ke proksimal letak muara urethra, menggambarkan semakin
berat pula drajat gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang
4
terjadi; dan biasanya disertai kelainan ginjal atau saluran kemih
lainnya. Tidak jarang kelainan ini disertai undesensus testikulorum
(tidak turunnya testis ke skrotum saat bayi lahir). (Marmi dan
Rahardjo,2012 hal;356)
3.Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/
meatus :
Hipospadia Glandular
Hipospadia Pene-escrotal
3. Tipe Posterior
Hipospadia Perineal
5
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.
4. Patofisoilogi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada
berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu
sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis,
hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan
fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
5. Manifestasi Klinik
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di
bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di
bagian punggung penis.
6
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus
dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari
jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans
penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi
bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung
skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
6. Pemeriksaan Dignostik
Adapun pemeriksaan diagnostic tidak ada kecuali terdapat ketidak
jelasan jenis kelamin perlu ditegaskan atau pada kasus-kasus
ketika abnormalitas lain dicurigai. Namun dapat dilakukan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui letak dari meatus uretra
secara normal yang mengalami kelainan atau tidak mengalami
kelainan. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung
diagnosis hipospadia. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal
seperti USG mengingat hipospadia sering disertai kelainan pada ginjal.
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara
operasi, dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya
terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada tahap ini
dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans
penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan
tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat
7
keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif
dengan menyuntikan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.
b. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat
dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal
paralel di kedua sisi.
c. Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi
yang dilakukan hanya satu tahap, akan tetapi operasi hanya dapat
dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang
cukup besar.
8. Tindakan Pembedahan
Tujuan pembedahan :
1. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
2. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-
Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada
usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih
pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi
menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat
parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra
(saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan
flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah
tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah
matang.
8
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak
lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan
kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis).
Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung
penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan
hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan
dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
9. Komplikasi
Komplikasi dari hypospadia yaitu:
a. Infertility
b. Risiko hernia inguinalis
c. Gangguan psikososial
9
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan
digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi.
Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima
adalah 5-10 %
e. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang
Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
I. PENGKAJIAN
A. Data subjektif
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama :
Umur/tanggal lahir :
Tanggal MRS :
10
penis, beratnya hipospadia bervariasi,kebanyakan lubang uretra terletak
di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
alamat :
Riwayat kesehatan klien
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama :
Riwayat perjalanan penyakit dan upaya untuk
mengatasi
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat imunisasi
Alergi :
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat operasi atau pembedahan
Riwayat per tumbuhan
Riwayat per kembang : Pada penderita Hipospadia
jika tidak diobati akan terjadi kesulitan dalam
pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa
nanti, mungkin akan terjadi gaangguan dalam
melakukan hubungan seksual ( marmi dan rahardjo
2012)
11
2. Riwayat kesehatan keluarga
a. Riwayat penyakit menular
b. Riwayat penyakit menurun :
c. Riwayat penyakit menahun
Pola istirahat
B. Data objektif
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran :
Tanda-tanda vital :
Suhu :
Nafas : Bayi premature : 40-90x/menit,
12
Neonatus: 30- 80x/menit (Wilson
dkk, 2008)
Antropometri :
Berat badan lahir : Bayi premature berat lahir normal
2500 gram-3500 gram (marmi &
Rahardjo 2012)
Berat badan saat ini :
Panjang badan : 48-52 cm (marmi & Rahardjo 2012)
Lingkar kepala : Lingkar kepala 33-35 cm (marmi &
Rahardjo 2012)
Lingkar dada : 30-38 cm (marmi & Rahardjo 2012)
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi :
Kulit : Warna kulit bayi merah, terdapat vernix
caseosa berwarna keputihan, dan tidak berbau, tampak
lanugo disekitar bahu, daun telinga dan dahi bayi tidak
ada pembengkakan dan bercak hitam, tidak ada tanda
lahir.
Kepala : tampak simetris, bersi, persebaran
rambut merata
Wajah : tampak simetris
Mata : mata tampak simetris, konjunctiva merah
muda, sclera jernih
Telinga : simetris
Hidung : bersih,tidak ada polip, tidak dac
pernafasan cuping hidung
Mulut : Bibir tampak simetris, tidak ada bercak
pada mukosa mulut, mukosa mulut berwarna merah muda,
pallatum utuh, bibir atas bagian kanan dan kiri tidak tumbuh
bersatu, dan terdapat celah di bibir sebelah kiri.
13
Leher : simetris, dikelilingi lipatan kulit dan
tidak ada selaput, , pergerakan tidak terbatas atau bebas.
Dada : Tampak simetris, dinding dada dan
abdomen bergerak bersamaan saat bayi bernafas, tidak ada
praktur klapikula, puting susu terbentuk dengan baik,
menonjol simetris kanan dan kiri
Abdomen : Abdomen tampak bulat, tidak tampak
tonjolan pada abdomen, tampak bergerak bersamaan dengan
gerakan dada saat bernapas, tidak terjadi penonjolan disekitar
tali pusat saat bayi menangis, tidak mengalami bengkak, tidak
bernanah, tidak berbau.
Palpasi :
Kulit :
Kepala :
Wajah :
Mata :
14
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher : tidak ada pembengkakan kelanjar thyroid
dan vena jugularis, pergerakan tidak terbatas atau bebas.
Dada :
Abdomen : tidak teraba masa dan distensi, tali pusat
tampak di ikat dengan benang, tidak terjadi penonjolan
disekitar tali pusat saat bayi menangis, tidak mengalami
bengkak, tidak bernanah, tidak berbau.
Genetalia eksternal :
Anus :
Ekstermitas :
Aukultasi :
Nafas : bunyi nafas tidak terdengar wheexing
dan ronchi, bunyi jantung tajam jelas dan terdengar tunggal di
bunyi jantung I dan II dan tidak terdengar murmur.
3. Pemeriksaan neurologis/reflex
Refleks moro
Refleks tonic neck
Refleks rooting
Refleks sucking
Refleks graps (pelantar dan palmar grasp)
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan diagnosis lainnya
15
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Diagnosis
NA/NP, KMK/BMK/SMK, Usia … (jam/hari) dengan
……….
Keterangan : NA : Neonatus Aterm
NP : Neonatus Preterm
KMK : Kecil Masa Kehamilan
SMK : Sesuai Masa Kehamilan
BMK : Besar Masa Kehamilan
Bayi usia … ( bulan ) dengan …..
Balita usia … ( tahun ) dengan ….
Anak usia …. ( tahun ) dengan …..
Masalah
16
V. INTERVENSI
1. Informasikan keadaan bayi kepada ibu dan keluarga agar ibu dan
keluarga mengetahuinya keadaan bayinya saat ini.
2. Memberikan solusi mengenai penatalaksaanaan neonates dengan
hipospadia yaitu dengan cara operasi.
3. Jaga kehangatan bayi agar bayi tidak mengalami hipotermi dan
mempertahankan jalan napas
4. Beritahukan kepada ibu cara merawat bayi dengan hipospadia sebelum
dilakukannya operasi
5. Berikan support kepada ibu agar ibu dapat menerima keadaan bayinya,
dan tetap semangat dalam merawat bayinya dan menjadi seorang ibu.
(Hamilton)
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan
rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakuan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainnya.
VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan
keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi
didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus yang dibahas pada laporan ini adalah Asuhan Kebidanan pada
B. Saran
klien dan tenaga kesehatan, yang berkaitan dengan usaha tenaga kesehatan
18
DAFTAR PUSTAKA
Bchrman dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1. Jakarta: EGC
Marmi dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
19