Metoda deskriptif pada kegiatan perencanaan ini tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada
saat ini. Metoda ini merupakan metoda input-output bagi setiap komponen perancangan yang
berurutan dan saling ketergantungan mulai dari kegiatan persiapan, pengumpulan data, analisis
data, konsep dasar rencana induk dan preliminary design.
Kedalaman dan implementasi proses perencanaan ini sangat tergantung kepada kondisi dan
sasaran yang diinginkan. Beberapa bidang kajian yang mempunyai saling keterkaitan pada
penyusunan DED Masterplan Kota Rantepao ini sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan,
serta perkembangan kawasan terkini meliputi bidang arsitektur, sipil, mekanikal elektrikal, geodesi,
perencanaan wilayah & kota, sosial, ekonomi dan lingkungan.
Metoda merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk studi ini
dipakai metoda Deskriptif yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada saat ini. Metoda
ini merupakan metoda input output bagi setiap komponen perancangan yang berurutan dan saling
ketergantungan mulai dari Kegiatan Persiapan, Pengumpulan data, Analisis Data, Konsep Dasar
Perencanaan dan Perencanaan Bangunan Gedung (Pra Rencana).
Kedalaman dan implementasi Proses Perencanaan ini sangat tergantung kepada kondisi dan
sasaran yang diinginkan. Beberapa bidang kajian yang mempunyai saling keterkaitan pada
penyusunan DED Masterplan Kota Rantepao ini sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan,
serta perkembangan konstruksi terkini meliputi bidang Arsitektur, Sipil,
Planologi,Geodesi,Mekanikal Elektrikal, Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. Dalam melaksanakan
proses/pentahapan Perancangan ini, setiap output dari satu tahapan akan merupakan input yang
yang telah melalui kendali mutu yang dijamin kebenarannya untuk tahapan berikutnya. Kendali
mutu setiap tahapan akan melalui diskusi konsultan dengan pemberi tugas.
Pada skala nasional, rencana-rencana pembangunan yang memuat kebijakan nasional diturunkan
dalam suatu program pembangunan nasional lima tahunan yakni Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS). Program lima tahunan ini kemudian dirinci lagi menjadi Program Pembangunan
Tahunan (PROPETA).
Tingkatan rencana seperti dijelaskan diatas, dimiliki pula oleh daerah, yakni dengan adanya
rencana pembangunan yang bersifat jangka panjang disebut Pola Dasar Pembangunan Daerah
(POLDAS). Poldas dirinci ke dalam program pembangunan daerah jangka menengah/lima tahun,
yakni Program Pembangunan Daerah (PROPEDA). Program jangka menengah ini selanjutnya
dijabarkan lagi ke dalam Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA). Ketiga dokumen
perencanaan ini menjadi referensi pokok dalam pelaksanaan program-program pembangunan di
daerah.
serta perijinan pemanfaatan ruang. Dengan kata lain, rencana tata ruang merupakan bagian dari
penataan ruang yang merupakan penjabaran dari tujuan pembangunan dalam aspek keruangan.
b. Pelestarian/konservasi kawasan, dengan titik berat penanganan yang dapat tetap menghidupkan
kemajemukan dan keseimbangan fungsi lingkungan atau perlindungan bangunan dan
lingkungannya, seperti kegiatan revitalisasi, regenerasi, dll.
Pembangunan Kawasan Baru, dengan titik berat penanganan kegiatan membangun baru suatu
lingkungan/kawasan berdasarkan rencana tata ruang dan prinsip-prinsip penataan bangunan yang
serasi terhadap lingkungannya.
Gambar 6-1 Kaitan Rencana Tata Ruang dengan Kebijakan & Strategi Pembangunan Kota
Pelestarian adalah uapaya perawatan, pemugaran dan pemeliharaan bangunan gedung dan
lingkungan untuk memperpanjang usia, dan untuk mengembalikan keandalan bangunan gedung
tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki,
serta memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung dan lingkungan yang
mencakup persyaratan kelayakan fungsi dan keandalan bangunan gedung serta sebagai bagian
dari upaya perlindungan dan pemanfaatannya. Manfaat pelestarian bangunan dan lingkungan
adalah;
1. Untuk memfungsikan kembali bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi dan
bersejarah.
2. Untuk memberdayakan bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi bagi kepentingan
yang sesuai dengan kaidah pelestarian.
3. Untuk mencegah dan menanggulangi segala gejala dan akibat yang dapat menimbulkan
kerugian atau kemusnahan nilai manfaat, keutuhan dan kelestarian bangunan gedung dan
lingkungan yang disebabkan oleh proses alam atau manusia.
4. Mengembangkan potensi bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi dan bersejarah
sebagai modal pengembangan pariwisata.
Vernakular artinya adalah bahasa setempat, dalam arsitektur istilah ini untuk menyebut bentuk-
bentuk yang menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan
dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, struktur, detail-detail bagian, ornamen dan
lainlain). Dengan batasan tersebut maka arsitektur tradisional adalah baik dalam bentuk
permukiman maupun unit-unit bangunan di dalamnya dapat dikategorikan dalam murni, terbentuk
oleh tradisi turun-temurun, tanpa pengaruh dari luar. Dalam perkembangan arsitektur modern, ada
suatu bentuk-bentuk yang mengacu pada “bahasa setempat” dengan mengambil elemen-elemen
arsitektur yang ada ke dalam bentuk modern yang disebut neo-vernakular. Dalam arsitektur neo-
vernakular, kadang tak hanya elemenelemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi
juga elemen non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan/pandangan terhadap ruang, tata
letak mengacu pada makro kosmos, religi atau kepercayaan yang mengikat dan lain-lain menjadi
konsep dan kriteria perancangannya.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai arsitektur neo-vernakular maka perlu diketahui arsitektur
itu sendiri. Arsitektur neo vernakular merupakan arsitektur yang menggunakan unsur-unsur
vernakular untuk kemudian disesuaikan dalam bentuk dan fungsi bangunan yang lebih memasa-
kini.
Arsitektur vernakular, lebih banyak dirancang dan dibangun di Asia karena kawasan belahan bumi
Timur ini, penduduknya dalam kelompok bangsa maupun suku bangsa, masing-masing
mempunyai budaya, alam dan iklim regional khas, terungkap dalam bentuk seni dan arsitektur
khas pula. Oleh karena itu aliran ini sering pula disebut sebagai aliran regionalisme. Salah satu
tujuan dari arsitektur vernakular adalah melestarikan unsur-unsur lokal yang secara empiris
dibentuk oleh tradisi turun menurun, hingga bentuk dan sistem terutama yang berkaitan dengan
iklim seperti misalnya penghawaan dan penyinaran alami penanggulangan terhadap air hujan dan
lain-lain, sesuai dengan alam setempat.
Rancangan-rancangan vernakular dapat juga diterapkan pada arsitektur yang dibuat dengan
mendasarkan kajian dan konsep-konsep bangunan tropis, tradisional termasuk penggunaan bahan
lokal, sehingga menciptakan bentuk-bentuk bermakna dan simbol-simbol budaya lokal. Bahasa
setempat selain berupa nilai-nilai tradisional baik dalam tata-letak, konstruksi, dekorasi juga unsur
dalam arsitektur tropis mengacu pada iklim. Pada intinya, arsitektur neo-vernakular adalah
arsitektur yang memodernkan arsitektur tradisional. Namun, bagaimana cara memodernkan
arsitektur tradisional Indonesia? Pekerjaan ini memang bisa sulit dan bisa mudah. Pekerjaan ini
menjadi kurang derajat kesulitannya bila sebelum melakukannya, para perancang menyadari
kembali hal-hal berikut ini:
1. Apapun proses dan kegiatan yang dilakukan oleh perancang, pada akhirnya hanyalah gedung-
gedung itu yang harus mereka hadirkan. Bukanlah proses dan kegiatan yang membuat orang
berkata bahwa sesuatu obyek itu adalah karya arsitektur, tetapi obyek itu sendirilah yang membuat
orang menamankannya sebagai karya arsitektur.
2. Dalam kenyataan, sesuatu karya arsitektur akan dapat dirasakan dan dilihat sebagai karya
yang bercorak Indonesia bila karya ini mampu untuk:
Menampilkan unsur dan komponen arsitektur yang nyata-nyata nampak corak kedaerahannya
3. Dalam menggarap kebudayaan, perancang ini tidak lagi mengartikan tradisi sebagai
mempertahankan arsitektur terhadap kemungkinan modifikasi dan perubahan. Justru sebaliknya,
tradisi meminta untuk memodifikasi dan menambah (bila perlu) arsitektur itu sendiri.
4. Kemodernan tidak harus diartikan sebagai mangcopy proses bekerja pada arsitektur modern,
tetapi lebih ke arah pengertian pola berpikir. Kemodernan pola berpikir tidak harus diikuti dengan
mengikuti proses bekerjanya, bahan dasarnya, alatnya dan apalagi tenaganya.
5. Tumbuhnya keyakinan dalam diri perancang bahwa arsitektur tradisional Indonesia haruslah
menjadi titik berangkat dan sekaligus sumber kearsitekturan. Baik unsur dan komponen bentuk
arsitektur daerah, maupun kandungan lambang dan maknanya, kesemua ini ternyara lebih kaya
6. dari sumber arsitektur barat itu sendiri. Betapa tidak, arsitektur barat hanya memiliki arsitektur
Romawi dan Yunani sebagai sumber utama, sedangkan kita (warga Indonesia) memiliki tak kurang
dari dua puluh tujuh sumber utama arsitektur (berdasarkan jumlah propinsi yang ada dahulu,
bukan dari jumlah arsitektur daerah itu sendiri).
Sering terjadi kesalah pahaman antara arsitektur tradisional/ dan arsitektur regionalisme. Meskipun
pemahaman antara kedua aliran arsitektur ini sangat tipis namun tetap dapat dibedakan. Menurut
Ir. Nurinayat Vinky Rahman, MT dalam artikel pendekatan tradisi berarsitektur di Indonesia
menegaskan bahwa yang dimaksud dengan arsitektur tradisional adalah pandangan yang
menganggap bahwa karya arsitektur itu haruslah bercermin pada nilai-nilai luhur tradisi yang sudah
terbukti dan teruji kesesuaiannya. Sedangkan yang dimakdus dengan arsitektur regionalisme
adalah “membumikan” desain sesuai dengan daerah dimana desain tersebut dilakukan. Sebagai
ilustrasi adalah desain tiap anjungan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Anjungan propinsi
Sumatera Utara misalnya, dibangunan dengan berpedoman pada konsep-konsep arsitektur
tradisional salah satu daerah di Sumatera Utara, tetapi karena keberadaannya didaerah khusus
Ibukota Jakarta Raya, dia bukanlah arsitektur tradisional regional. Anjungan yang tradisional dan
sekaligus regional adalah anjungan DKI dengan tipe rumah Betawinya. Arsitektur neo-
berkembangan pada jaman arsitektur post modern. Arsitektur post modern lebih dapat diterima
oleh arsitek-arsitek Indonesia karena kode ganda (double coding) aliran post modern, yakni
setengah modern dan setengah konvensional yang didapat melalui bahasa tradisional ataupun
bahasa regional dalam bangunan.
2. Meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya mengembangkan daerah usaha dan
pemasaran serta keterikatan dengan kegiatan lain
Mendorong partisipasi komunitas, investor dan pemerintah lokal dalam revitalisasi kawasan
Revitalisasi yang dilakukan harus memenuhi beberapa kriteria sbb :
1. Revitalisasi diarahkan pada penanganan kawasan-kawasan khusus yang memiliki nilai secara
kultural maupun sosial-ekonomi, seperti permukiman tradisional dan kawasan bersejarah.
2. Revitalisasi kawasan harus disertai upaya dan aturan konservasi yang jelas dan tegas, agar
kondisi permukiman yang padat dan kumuh tidak semakin tumbuh dan berkembang.
3. Refungsionalisasi pada kawasan khusus dan perbaikan sarana prasarana dasar (drainase,
sanitasi, air bersih).
4. Dilakukan secara bertahap dan bertumpu pada masyarakat, serta didukung oleh berbagai
bantuan pembiayaan perbaikan rumah
Pekerjaan memodernkan arsitektur tradisional Indonesia sebenarnya dapat lebih realistik karena
yang dapat dilakukan adalah memasa-kinikan atau memodernkan ungkapan rupa, rasa dan
suasana arsitektur-arsitektur tradisional. Berarsitektur dapat dilakukan dengan penghadiran
kembali (lewat modifikasi) berbagai unsur dan komponen arsitektur tradisional yang telah ada di
daerah-daerah. Guna menghindari penerapan yang tidak pada tempatnya, bukanlah mustahil bila
titik berangkat dalam mewujudkan tampilan arsitektur neo-vernakular justru adalah segenap
ungkapan arsitektur tradisional tadi. Jadi tidak lagi diharamkan untuk memulai kegiatan
berarsitektur dengan mengambil ungkapan yang tersedia, memodifikasi serta mengkombinasikan
ungkapan menjadi satu sarana berarsitektur. Karya arsitektur diketahui pencerminan
kebudayaannya melalui sebuah pola, struktur atau susunan, atau wujud tampilannya. Mengingat
bahwa pola dan struktur lebih cenderung untuk tidak dengan segera tampak bagi penglihatan
maka masyarakat awam lebih mengandalakan wujud tampilan dalam mengenali kebudayaan yang
tercerminkan oleh suatu karya. Bagian-bagian yang merupakan wujud tampilan yang biasa disebut
dengan gaya bangunan (style) adalah:
a. Tampilan bangunan (atap)
b. Ornamen dan dekorasi
c. Warna
Sementara itu, melengkapi rincian dari wujud tampilan dan sekaligus dimasukkan menjadi isi dari
gaya bangunan tadi adalah kesan dan suasana yang tertangkap pada wujud-wujud itu sendiri.
Gaya bangunan ini pulalah yang dengan erat dan ketatnya diidentikkan dengan kebudayaan..
Penerapan unsur-unsur tradisional pada rancang bangun adalah dengan mengadaptasi bentuk-
bentuk arsitektur tradisional Toraja Utarayang kemudian diadaptasi dan dimodifikasi untuk
memodernkan ungkapan rupa pada bangunan yang hendak direncanakan. Selain itu juga
menerapkan unsur filosofis pada pemaknaan wayang (gunungan/kayon) untuk kemudian
mengambil esensi yang ada kedalam bentuk rancang bangun. Ada pula ornamen-ornamen yang
digunakan pada kolom, balok atau dinding untuk memperkaya keindahan budaya Toraja Utara.
Bentuk arsitektur tradisional Toraja Utara memiliki beragam bentuk yang mempengaruhi struktur
ataupun bentuk dasar bangunan. Arsitektur ini biasanya dimiliki oleh orang-orang mampu karena
membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan lebih mahal. Selain itu jika rumah tersebut
mengalami kerusakan dan perlu diperbaiki maka tidak perbaikan tidak boleh berubah dari bentuk
semula. Paling tidak arsitektur joglo berbentuk bujur sangkar dan bertiang empat. Namun sekarang
sudah mengalami banyak perubahan. Susunan ruangannya biasanya dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang yang dipakai untuk
mengadakan tontonan wayang kulit disebut pringgitan dan ruang belakang disebut dalem atau
omah jero sebagai ruang keluarga. Dalam ruangan ini terdapat 3 buah senthing (kamar) yaitu
senthong kiwa, senthong tengah (petanen) dan senthong kanan.
Limasan
Arsitektur limasan memiliki denah empat persegi panjang dan dua buah atap (kejen atau cocor)
serta dua atap lainnya (brunjung) yang bentuknya jajaran genjang sama kaku. Kejen atau cocor
berbentuk segi tiga sama kaki seperti tutup keyong. Karena cenderung berubah, maka arsitektur
limasan mengalami penambahan sisi-sisinya yang disebut empyak emper atau atap emper.
Perbedaan arsitektur limasan dengan arsitektur joglo ialah pada atap brunjung dan konstruksi
bagian tengah. Ternyata atap brunjung arsitektur limasan lebih panjang daripada atap brunjung
arsitektur joglo, tapi lebih rendah bila dibandingkan dengan arsitektur joglo Kampung
Arsitektur kampung pada umumnya mempunyai denah empat persegi panjang. Namun bagi yang
menginginkan kesederhanaan hanya memakai empat buah tiang dan dua buah atap yang
berbentuk empat persegi panjang. Dibagian samping atas, ditutup dengan tutup keyong (siput air).
Tajug
Merupakan arsitektur yang mempunyai denah bujur sangkar dan bentuk inilah yang masih
dipertahankan bentuk denah aslinya sampai sekarang. Jika terdapat variasi, maka variasi tadi tidak
akan mengubah bentuk denah bujur sangkar tersebut. Merupakan sebuah bangunan yang cukup
kokoh dan termasuk yang paling tua. Mudah untuk dibuat dan biasanya riangan dan jika rusak
tidak memerlukan resiko besar. Jika ada penambahan, maka cukup mudah pula
pengembangannya apabila diberi tambahan
Pendekatan Pekerjaan
Pendekatan eksploratif bercirikan pencarian yang berlangsung secara menerus.
Pendekatan ini akan digunakan baik dalam proses pengumpulan data dan informasi
maupun dalam proses analisa dan evaluasi guna perumusan konsep penanganan.
A. Eksplorasi dalam Proses Pengumpulan Data dan Informasi
Proses eksplorasi ini akan mengkerucut pada suatu bentuk pendekatan yang
konfirmatif dalam menilai kesesuaian suatu pola penanganan pelestarian cagar
budaya serta kebutuhan rumusan kebijakan yang dapat mengintervensi
permasalahan agar pola penanganan terpilih dapat diimplementasikan dan
mencapai hasil yang optimal.
Secara teoritis, sebenarnya terdapat 3 pendekatan perencanaan sejalan dengan
perkembangan pemahaman akan perencanaan, yaitu :
1. Pendekatan rasional menyeluruh atau rational comprehensive approach, yang
secara konseptual dan analitis mencakup pertimbangan perencanaan yang luas,
dimana dalam pertimbangan luas tersebut tercakup berbagai unsur atau
subsistem yang membentuk sistem secara menyeluruh. Meyerson Banfield
mengidentifikasi terdapat 4 ciri utama pendekatan perencanaan rasional
menyeluruh, yaitu:
Dilandasi oleh suatu kebijakan umum yang merumuskan tujuan yang ingin
dicapai sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi (masukan data)
yang lengkap, andal, dan rinci.
Rencana terpilah tidak perlu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternatif
rencana secara menyeluruh.
Perencanaan mengacu pada garis kebijakan umum yang ditentukan pada tingkat
tinggi
Untuk menunjang hasil ramalan dan analisis sekilas, maka proses pemantauan,
pengumpulan pendapat, komunikasi, dan konsultasi dengan masyarakat yang
berkepentingan dan pemerintah dilakukan secara menerus mulai dari perumusan
sasaran dan tujuan rencana pembangunan.
Kedua pendekatan itu lebih lanjut akan dikembangkan dengan didukung pula oleh
pendekatan keberlanjutan (sustainability). Kata sustainability sangat penting dalam
sebuah kerangka pengembangan dan pembangunan. Kata tersebut merujuk pada
abilility of something to be sustained. Pendekatan Sustainability Development saat ini
umum digunakan dalam hal-hal yang terkait dengan kebijakan lingkungan atau etika
bisnis, terutama sejak dipublikasikannya istilah ini dalam dokumen Bruntland Report
2. Penataan ruang yang terpadu, artinya penataan ruang yang dianalisis dan
dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang
yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun masyarakat.
3. Penataan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang, artinya penataan ruang
yang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antarwilayah,
Galeri seni yang berfungsi sebagai ruang pamer hasil karya seni pajang
Fasilitas jual-beli, maupun pendidikan berupa sanggar seni, sanggar lukis serta
perpustakaan seni dan budaya.
Desain pola tata letak secara vertikal maupun horizontal menerapkan filosofi
dari gunungan
A.2. Makro
Pendekatan konsep makro meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan
konsep dari luar site kedalam site.
A.2.1. Pendekatan Konsep Pencapaian Menuju Site
Pencapaian menuju site dianggap penting karena bangunan berfungsi sebagai
bangunan komersil, sehingga pencapaian perlu diutamakan untuk menarik minat
masyarakat. Maka dari itu beberapa dasar pertimbangan pencapaian menuju site
antara lain:
Kemudahan pencapaian Kemudahan pencapaian diperlukan untuk meningkat
minat masyarakat untuk datang sesuai dengan fungsinya sebagai bangunan
komersil. Seperti apakah jalan menuju lokasi berupa jalan utama atau sekunder,
ataupun kemudahan pengguna menempuh perjalanan dengan transportasi
umum ataupun pribadi.
Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi (masukan data)
yang lengkap, andal, dan rinci.
Namun demikian, pendekatan ini ternyata banyak dikritik karena dianggap memiliki
kelemahan-kelemahan seperti produk yang dihasilkan dirasakan kurang memberikan
informasi dan arahan yang relevan bagi stakeholders, cakupan seluruh unsur
dirasakan sukar direalisasikan, dukungan sistem informasi yang lengkap dan andal
biasanya membutuhkan dana dan waktu yang cukup besar, serta umumnya sistem
koordinasi kelembagaan belum mampan dalam rangka pelaksanaan pembangunan
dengan pendekatan yang rasional menyeluruh.
5. Pendekatan Perencanaan Terpilah atau Disjointed Incremental Planning
Approach, muncul sebagai tanggapan dari ketidakefektifan perencanaan dengan
pendekatan rasional menyeluruh. Dikemukakan oleh Charles E. Lindblom, dkk,
pendekatan ini memiliki 3 ciri utama, yaitu:
Rencana terpilah tidak perlu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternatif
rencana secara menyeluruh.
Kedua pendekatan itu lebih lanjut akan dikembangkan dengan didukung pula oleh
pendekatan keberlanjutan (sustainability). Kata sustainability sangat penting dalam
sebuah kerangka pengembangan dan pembangunan. Kata tersebut merujuk pada
abilility of something to be sustained. Pendekatan Sustainability Development saat ini
umum digunakan dalam hal-hal yang terkait dengan kebijakan lingkungan atau etika
bisnis, terutama sejak dipublikasikannya istilah ini dalam dokumen Bruntland Report
oleh World Commission on Environtment and Development (WCED), tahun 1987.
Dalam dokumen tersebut, sustainability development diartikan sebagai:
"development that meets the needs of the present without compromising
the ability of future generations to meet their own needs. In a way that
"promote[s] harmony among human beings and between humanity and
nature".
Dalam ekonomi, pengembangan seperti ini mempertahankan atau meningkatkan
modal saat ini untuk menghasilkan pendapatan dan kualitas hidup yang lebih baik.
Modal yang dimaksud disini tidak hanya berupa modal fisik yang bersifat privat,
namun juga dapat berupa infrastruktur publik, sumberdaya alam (SDA), dan
sumberdaya manusia (SDM).
Di Indonesia, pembangunan berkelanjutan ini muncul dari pemikiran untuk
menanggapi tantangan global di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, melalui
pengembangan ketiga komponen tersebut secara sinergi. Konsep ini memperhatikan
kualitas pertumbuhan, bukan hanya kuantitasnya saja. Dengan demikian, secara
singkat pembangunan berkelanjutan ini dapat diartikan sebagai upaya menumbuhkan
perekonomian dan pembangunan sosial tanpa mengganggu kelangsungan
lingkungan hidup yang sangat penting artinya bagi generasi saat ini dan masa
mendatang. Oleh karena itu, pembangunan keberlanjutan menempatkan 3 pilar
utama yang satu sama lainnya saling terkait dan mendukung, yaitu: 1) pertumbuhan
ekonomi, 2) pemerataan sosial, dan 3) pelestarian lingkungan hidup.
Pelestarian lanskap sangat penting, menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) tujuan
pelestarian lanskap terkait dengan aspek budaya dan sejarah secara lebih spesifik
adalah untuk :
1. Mempertahankan warisan budaya/sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu
kawasan
2. Menjamin terwujudnya ragam kontras yang menarik dari suatu areal atau
kawasan tertentu yang relatif modern akan memiliki kesan visual dan sosial yang
berbeda
3. Memenuhi kebutuhan psikis manusia, untuk melihat dan merasakan eksistensi
dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini, masa depan yang
tercermin dalam obyek/karya taman/lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan
harga diri, percaya diri, dan sebagai identitas diri satu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu
4. Menjadikan motivasi ekonomi, peninggalan budaya dan sejarah memiliki nilai
yang tinggi apabila dipelihara dengan baik, terutama dapat mendukung
perekonomian kota/daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata
(cultural and historical type of tourism)
5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dan identitas dari satu
kelompok masyarakat tertentu Secara lebih spesifik dalam kaitannya dengan
lanskap, Harris dan Dines (1988) mengajukan empat hal utama tujuan tindakan
preservasi untuk pelestarian lanskap sejarah ini, yaitu :
2. Rekonstruksi
Pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik secara keseluruhan atau
sebagian dari tapak asli, yang dilakukan pada kondisi :
Tapak tidak dapat bertahan lama pada kondisi yang asli atau mulai hancur
karena faktor alam;
Suatu babakan sejarah tertentu yang perlu untuk ditampilkan;
Lanskap yang hancur sama sekali sehingga tidak terlihat seperti kondisi
awalnya;
Alasan kesejarahan yang harus ditampilkan.
Pendekatan ini dapat diterapkan bila memenuhi syarat
Tidak terdapat lagi peninggalan bersejarah, baik yang disebabkan karena
hilang, hancur, rusak, atau berubah
Data sejarah, arkeologi, etnografis, dan lanskap memungkinkan pelestarian
dapat dilakukan secara akurat dengan persyaratan minimal
Rekonstruksi dilakukan pada lokasi tapak asli (original site)
Tindakan yang dilakukan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
sumberdaya lain
Alternatif kebijakan dan studi kelayakan sudah dipertimbangkan dan pilihan
alternatif dilakukan sejauh hanya untuk kepentingan tertentu, yaitu agar dapat
memperlihatkan kepada masyarakat akan suatu makna sejarah dan
meningkatkan apresiasi terhadap nilai tersebut.
3. Rehabilitasi
Merupakan tindakan untuk memperbaiki utilitas, fungsi, atau penampilan suatu
lanskap bersejarah. Pada kasus ini, keutuhan lanskap dan struktur/susunannya
secara fisik dan visual serta nilai yang terkandung harus dipertahankan. Tindakan
ini dilakukan dengan pertimbangan terhadap kenyamanan, lingkungan, sumber
daya alam, dan segi administratif.
4. Restorasi
Merupakan model pelestarian yang paling konservatif, yaitu pengembalian
penampilan lanskap pada kondisi aslinya dengan upaya mengembalikan
penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga apresiasi terhadap karya lanskap ini
tetap ada. Tindakan ini dilakukan melalui penggantian atau pengadaan elemen
yang hilang atau yang tidak ada, atau menghilangkan elemen tambahan yang
mengganggu. Tindakan ini dapat dilakukan secara keseluruhan (murni) atau
hanya sebagian.
5. Stabilisasi
Merupakan tindakan dalam melestarikan lanskap atau objek yang ada dengan
memperkecil pengaruh negatif terhadap tapak.
6. Konservasi
Merupakan tindakan yang pasif dalam upaya pelestarian untuk melindungi suatu
lanskap bersejarah dari kehilangan atau pelanggaran atau pengaruh yang tidak
tepat. Tindakan ini bertujuan untuk melestarikan apa yang ada saat ini,
mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung
serta mengarahkan perkembangan di masa depan, tindakan ini juga bertujuan
untuk memperkuat karakter spesifik yang menjiwai lingkungan/tapak dan menjaga
keselarasan antara lingkungan lama dan pembangunan baru mendekati
perkembangan aspirasi masyarakat. Dasar tindakan yang dilakukan, umumnya
adalah hanya untuk tindakan pemeliharaan.
7. Interpretasi
Merupakan usaha pelestarian mendasar untuk mempertahankan lanskap
asli/alami secara terpadu dengan usaha yang dapat menampung kebutuhan dan
kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang
akan datang. Pendekatan pelestarian dengan tindakan interpretasi ini mecakup
pengkajian terhadap tujuan desain dan juga penggunaan lanskap sebelumnya.
Desain yang baru haruslah mampu untuk memperkuat integritas nilai historis
lanskap ini dan pada saat yang bersamaan juga mengintegrasikannya dengan
program kegiatan tapak yang diintroduksikan.
9. Release
Merupakan tindakan pengelolaan yang memperbolehkan adanya suksesi alam
yang asli. Misalnya adalah diperbolehkannya vegetasi menghasilkan suatu produk
tertentu secara alami pada suatu lanskap sejauh tidak merusak keutuhan atau
merusak nilai historisnya. Tetapi tindakan ini memiliki kekurangan karena dapat
memberikan andil terhadap kemungkinan hilang atau terhapusnya arti dan nilai
sejarah dari lanskap dalm sistem budaya tersebut.
10.Replacement
Merupakan tindakan subtitusi atas suatu komuniti biotik dengan lainnya. Misalnya
adalah penggunaan jenis tanaman penutup tanah (ground cover) yang dapat
menampilkan bentukan lahan, contoh yang lain adalah substitusi spesies dengan
spesies yang berkarakter sama pada taman-taman barat. Hal yang sama tidak
dapat dilakuan pada taman timur karena taman timur memiliki nilai spiritual
sehingga tidak dapat disubtitusikan atau digantikan dengan spesies lain.
Sedangkan menurut Harvey dan Buggey (1988), beberapa tindakan yang perlu
dilakukan terhadap lankap bersejarah adalah:
Agar bangunan dapat terlihat dengan baik sehingga menarik perhatian masyarakat,
maka dibutuhkan dasar pertimbangan untuk orientasi bangunan seperti:
Bangunan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang Bangunan di orientasikan
agar dapat terlihat dari berbagai sudut pandang sehingga dengan mudah dapat
dikenali oleh pengguna jalan yang hendak menuju bangunan tersebut.
Bagian bangunan yang terlihat merupakan bagian terbaik dari bangunan Bagian
bangunan yang terlihat merupakan bagian terbaik bangunan maka baik dari sisi
depan ataupun samping.
ruang penghasil suara tidak berdekatan dengan sumber bunyi yang berasal dari
lingkungan.
Beberapa ruang membutuhkan sinar matahari pagi dan angin segar, namun adapula
kegiatan-kegiatan yang terhindar dari sinar matahari. Maka dari itu dibutuhkan analisa
klimatologis dengan dasar pertimbangan:
Arah datang sinar matahari Untuk mengetahui daerah mana yang terkena sinar
matahari pagi, siang maupun sore.
Fungsi kegiatan Graha seni dan budaya terdiri atas berbagai fungsi kegiatan,
untuk mempermudah sirkulasi dalam site ataupun menuju site, maka dibutuhakn
zonifikasi fungsi kegiatan.
Semi publik : menampung kegiatan yang tidak sepenuhnya terbuka atau dapat
diakses oleh beberapa orang saja seperti pengunjung dan pengelola.
Semi private : menampung kegiatan yang hanya dapat diakses segelintir orang
seperti pementas dan pengelola.
Private : menampung kegiatan yang bersifat pribadi dan hanya dapat diakses
orang orang-orang tertentu seperti pengelola.
Ruang kegiatan tersebut akan dijelaskan lebih detail di analisa pendekatan konsep
mikro.
Kendaraan dan pejalan kaki di dalam site Kendaraan dan pejalan kaki yang
hendak menuju site hendaknya diperhatikan jalan, rambu-rambu, serta alur agar
pengguna gedung dapat merasakan kenyamanan dan keamanan.
Letak pintu masuk dan pintu keluar Letak pintu masuk dan pintu keluar
disesuaikan dengan kebutuhan ruang dan juga pengguna.
Sistem akustik jelas diperlukan pada graha seni dan budaya. Sistem akustik yang
dimaksud adalah sistem akustik yang berkaitan dengan bentuk-bentuk arsitektural,
ada baiknya dianalisa dengan pertimbangan-pertimbangan seperti berikut:
Kemiringan lantai Bentuk kemiringan lantai tertentu mampu mengurangi
penyerapkan suara.
Sistem penguat bunyi Sistem penguat bunyi terdiri atas sistem sentral dan
sistem steriofonik yang dapat dianalisa untuk mendapatkan sistem penguat bunyi
terbaik.
Pendekatan Konsep Pola Tata Letak Filosofi pada gunungan wayang diterapkan
pada desain salah satunya dengan pola tata letak baik secara vertikal maupun
horizontal. Maksud dari konsep pola tata letak ini adalah semakin keatas/kedalam
semakin kesakral/private sesuai dengan tingkatan-tingkatan pada gunungan yang
dimaksud.
Pendekatan Konsep Massa Bangunan Bentuk dasar permassaan disesuaikan
dengan hasil analisa makro terhadap pengolahan site maupun hasil pengonsepan
mikro terhadap ruang kegiatan untuk mendapatkan stuktur permassaan. Selain itu
bentuk dasar bangunan juga didapatkan dari hasil analisa terhadap bentuk dasar
bangunan rumah tradisional Toraja Utarayang kemudian dapat dikembangkan
menjadi bentuk-bentuk dasar yang sesuai dengan fungsi dan kegiatan.
Berfungsi sebagai pelindung, peneduh, penyejuk udara dan sebagai filter atau
barrier polusi (udara dan suara)
Kesatuan antar elemen lansekap yaitu tanaman, tanah, air dan elemen buatan
seperti pedestrian, sculpture.
Lebar jalan
Penzoningan
B.1.4.2. Analisa
pendekatan ini akan memungkinkan penggalian dan pengumpulan data dan informasi
terutama yang bersifat kualitatif dan lebih informatif. Pendekatan partisipatif ini dipilih
dalam penyelesaian pekerjaan untuk mengali informasi yang dalam, sehingga
rumusan persoalan dan solusi yang dihasilkan tepat pada sasarannya. Pendekatan ini
memungkinkan ’ownership’ yang tinggi dari para stakeholders di daerah terhadap
seluruh proses maupun hasil pekerjaan studi ini.
Pendekatan Benchmarking
Pada pendekatan ini, Mit-Term Review Program Dan Kegiatan Pengembangan
Permukiman disusun berdasarkan hasil pengamatan dan pembelajaran atas apa
yang sudah dilakukan oleh pihak lain/di lokasi lainnya untuk diterapkan di lokasi kajian
dengan perbaikan/penyempurnaan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang
dihadapi oleh pihak lain yang sudah lebih dulu melakukan hal yang serupa.
Pendekatan Benchmarking ini banyak dilakukan oleh para peneliti dan perancang
teknologi di Jepang dalam membuat produk teknologinya. Bahkan seringkali
benchmarking ini dilakukan dengan melakukan ’delivery time’ atas produk hasil
benchmarking tersebut lebih cepat daripada produk basis benchmarking. Pendekatan
ini menurut bahasa orang awam dinamakan dengan ’Pencontekan Cerdas’. Pada
pendekatan ini perlu dilakukan pengamatan atau investigasi atas apa yang sudah
dilakukan oleh pihak lain untuk hal yang serupa. Dalam hal ini, apa yang sudah
dilakukan pihak lain dalam bimbingan teknis ( best practice) khususnya bidang
penataan ruang di dalam maupun di luar negeri sebagai basis dalam melakukan
benchmarking. Bahkan apa yang sudah dilakukan di luar negeri juga dapat dijadikan
sebagai basis benchmarking. Secara diagramatis, pendekatan benchmarking ini
dapat dilihat pada gambar berikut.
P e n g a m a ta n / P e r b a ik a n / P ro d u k b a ru
P r o s e s / h a s il/
I n v e s t ig a s i/ Pe n y e m p u rn a a n / y a n g le b ih
/ P r o d u k / T e k n o lo g i/
S p io n a s e P e ru b a h a n d is e m p u r n a k a n
s e b a g a i b a s is
a t a s b a s is le b ih b a ik d r s b g h a s il
B e n c h m a r k in g
B e n c h m a r k in g b a s is B e n c h m a r k B e n c h m a r k in g
London Wingo (1969), mengemukakan bahwa urban design merupakan bagian dari
perencanaan kota yang menyangkut segi estetika yang akan menentukan keteraturan
bentuk kota tersebut. Dalam pengertian yang lebih luas, Urban Design dapat diartikan
sebagai suatu pendekatan terpadu yang berkaitan dengan usaha-usaha pemecahan
masalah pembangunan kota dan daerah dari segi design. Lingkup utamanya adalah
dalam skala yang luas dengan penekanan khusus pada kesan-kesan kota yang
dikaitkan dengan pola, struktur serta perkembangan kebutuhan teknologi komunikasi
dan pergerakan serta juga dengan aspek perkembangan kehidupan manusia. Dari
pembatasan lingkup pengertian di atas, jelas bahwa urban design merupakan suatu
bagian penting dari keseluruhan proses perencanaan.
Pada urban design pemikiran mengenai suatu kegiatan fungsional kota tidak lagi
hanya terbatas kepada lingkup dan dimensional seperti peruntukkan tata guna lahan,
tetapi sekaligus juga memikirkan dan menjabarkan bagaimana secara tiga dimensionil
hal tersebut akan diatur dan ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kebutuhannya. Jadi urban design akan merupakan salah satu pernyataan atau
perwujudan fisik dari suatu rencana kota. Urban design dengan sendirinya akan
merupakan produk dari suatu kebutuhan kegiatan fungsional perkotaan.
Lingkup peninjauan urban design akan mencakup aspek perencanaan yang tidak
terbatas hanya pada bangunan secara individual atau bangunan individual beserta
lingkungan di sekitarnya saja, tetapi juga merupakan pemikiran yang mencakup
lingkup bangunan-bangunan sebagai suatu kelompok di atas suatu lahan serta dalam
hubungannya dengan lingkungan fisik sekitarnya. Didalam perencanaan kota,
pengetahuan urban design akan memberikan kemampuan :
1. Mengembangkan perencanaan kota yang menyeluruh dan lengkap kedalam
perencanaan terperinci (detail plan).
2. Meningkatkan kesadaran akan skala dan proporsi ruang yang sering kurang
memadai apabila hanya terbatas pada peninjauan secara dua dimensional saja.
3. Untuk mengembangkan cara atau alat untuk menjembatani suatu rencana induk
kota, yang masih bersifat umum ke perencanaan segi engineering.
rencana, masih diperlukan penjabaran lebih lanjut sehingga akan tersedia suatu
pedoman pelaksanaan rencana kota. Dalam hubungan ini maka pengembangan
dan pengisian selanjutnya dari suatu rencana kota adalah mutlak apabila rencana
itu akan dilaksanakan secara nyata.
Selanjutnya sebagai suatu pedoman dalam pengisian rencana terperinci, akan
dikenal pula rencana khusus yaitu yang menyangkut perencanaan suatu daerah
tertentu dengan suatu fungsi kegiatan tertentu. Kontribusi Urban Design dalam hal
ini adalah terutama pada pengisian suatu rencana induk kota yang tertuang di
dalam suatu rencana terperinci. Didalam proses penyusunan rencana induk
sebagai rencana umum kota, seharusnya aspek urban design sudah
diperhitungkan. Hal tersebut dilakukan agar suatu rencana induk dapat
diterjemahkan lebih mudah kedalam bentuk rencana yang lebih rinci, atau dengan
kata lain pendetailan rencana umum (dua dimensi) ke dalam rencana tiga dimensi
akan sinkron.
Metodologi Pelaksanaan
Metoda pelaksanaan Penyusunan DED Masterplan Kota Rantepao diuraikan dalam
bentuk tahapan-tahapan yang berisikan alur kegiatan penyelesaian pekerjaan
sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan;
3. Tahap Analisis;
Secara lebih rinci tahapan-tahapan dalam kegiatan Penyusunan DED Masterplan Kota
Rantenpao diuraikan sebagai berikut.
Kerangka Pemikiran
Alur pekerjaan mengacu pada kerangka dasar pemikiran mengenai substansi dan
proses pekerjaan yang perlu dilakukan, sesuai dengan konsepsi kebutuhan awal.
Sesuai dengan penjelasan dalam KAK serta pendekatan pekerjaan yang dilakukan,
pekerjaan ini perlu dikembangkan sesuai prinsip analisa kebijakan dan perencanaan
sebagaimana dijelaskan di atas.
Alur pekerjaan dikembangkan berdasarkan:
Pemahaman mengenai substansi pekerjaan dan fokus upaya yang harus
dilakukan pada jenis kegiatan tertentu
Pada tahapan ini dilakukan persiapan pekerjaan, baik yang menyangkut persiapan
administratif maupun persiapan teknis, serta kajian literatur ( desk study).
1. Persiapan Teknis
Persiapan teknis meliputi kegiatan mobilisasi personil dan koordinasi tim kerja
yang akan dilibatkan dalam keseluruhan pekerjaan, penajaman metoda dan
rencana kerja, penyiapan perangkat survei, penyiapan peta dasar serta
pengumpulan data awal.
Secara rinci, pokok pekerjaan dan hasil kegiatan pada tahap ini adalah sebagai
berikut:
Mobilisasi Personil dan Koordinasi Tim Kerja
Tahap Persiapan
Tahapan kegiatan persiapan (pendahuluan), pokok-pokok pekerjaan yang akan
dilakukan dan hasil yang diharapkan antara lain meliputi:
Tahap Survei
Langkah kegiatan survei meliputi pokok-pokok pekerjaan yang akan dilaksanakan dan
hasil yang diharapkan antara lain:
1. Survei data instansional, berupa pengumpulan dan atau perekaman data dari
instansi-instansi terkait. Hasilnya adalah uraian fakta dan informasi, baik dalam
bentuk data atau peta mengenai kondisi kawasan dan wilayah sekitarnya.
2. Survei lapangan, untuk menguji kebenaran fakta informasi yang diperoleh dari
data instansional dan untuk mengetahui kondisi lapangan yang sebenarnya.
Untuk lingkup eksternal, data yang perlu dipetakan adalah pusat-pusat kegiatan
dan potensi lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
kawasan. Untuk lingkup internal, data yang perlu dipetakan antara lain data
kondisi fisik dasar, kondisi bangunan, sosial kependudukan, ekonomi,
ketersediaan sarana dan prasarana, penggunaan lahan dan status kepemilikan
lahan dan sebagainya.
4. Wawancara, untuk melengkapi ketiga jenis survei di atas yang pada intinya
bertujuan untuk menangkap isyu dan persoalan kawasan.
Metode atau teknik dokumenter adalah teknik pengumpulan data dan informasi
melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti. Metode dokumenter ini merupakan
metode pengumpulan data yang berasal dari sumber data sekunder (non-
manusia). Sumber-sumber ini umumnya bersifat kualitatif, tersedia dan siap pakai.
Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas
mengenai pokok permasalahan dan kondisi yang dihadapi.
2. Metode Diskusi dan Wawancara Terstruktur (Kajian Primer)
Pada tahap selanjutnya kegiatan koordinasi dan diskusi tim kerja akan dilakukan
secara berkelanjutan (selama proses pelaksanaan pekerjaan berlangsung), untuk
memperoleh kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan.
Penajaman Metode dan Rencana Kerja
Sebagai langkah awal pelaksanaan survei lapangan yang akan dilakukan pada
tahap berikutnya, terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan yang diperlukan
agar pelaksanaan survei dapat berjalan dengan lancar. Persiapan yang dilakukan
antara lain meliputi perumusan desain survei, daftar kebutuhan data dan instansi
sumber data/informasi, penyiapan personil (surveyor) dan peralatan survei yang
akan digunakan dalam kegiatan lapangan.
Penyiapan Peta Dasar
Penyiapan peta yang akan digunakan sebagai peta dasar yang telah memenuhi
standar kartografis Bakosurtanal.
Pengumpulan Data Awal
Pengumpulan data awal ilakukan melalui studi literatur dan penalaahan materi
kebijakan pembangunan (tata ruang dan sektoral) pada lingkup regional maupun
internal kawasan perencanaan.
2. Kajian Literatur/Desk Study
Agraria;
Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4247);
Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);
Negara Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4966)
11. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5025);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 6 Tahun 2010 tentang
21. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 3 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Toraja Utara Tahun 2012-2032
(Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Tahun 2012 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 23);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Tentang studi-studi yang ada sebelumnya terkait dengan Penyusunan DED Kota
Rantepao.
Persyaratan Teknis
Secara umum persyaratan teknis bangunan kegaitan wisata harus mengikuti
standard ketentuan tata cara mendirikan bangunan gedung, yaitu SNI No. 03-1728-
1989, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985 tentang ketentuan
pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung standar teknis
lainnya. Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan meliputi ketentuan-
ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembangunan bangunan gedung negara dari
segi tata bangunan dan lingkungan yaitu:
A. Peruntukan Ruang
Kenyamanan.
C. Ketinggian Bangunan
Perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas persil bangunan,
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat dengan
mempertimbangkan:
Daerah resapan air.
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40% harus
mempunyai KDH minimum 15%.
Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan pagar maupun garis
sempadan bangunan harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam peraturan
daerah setempat tentang bangunan untuk lokasi yang bersangkutan.
I. Wujud Arsitektur
Wujud arsitektur tata letak kawasan wisata harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai
berikut:
Mencerminkan fungsi sebagai bangunan wisata;
Metoda/Teknik Analisis
Beberapa model analisis yang akan digunakan untuk mengkaji aspek-aspek kawasan
perencanaan adalah sebagai berikut.
Analisis data meliputi analisis sumberdaya budaya, analisis lansekap, dan analisis
tekstual, yaitu perbandingan antara data media dengan perolehan data di lapangan..
Analisis lansekap difokuskan pada lansekap alami dan lansekap. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan, bahwa lansekap alami di kawasan ini memiliki keunikan
tersendiri yang dapat menambah bobot nilai penting.
a. Analisis Makro
Topografi.
Struktur Keruangan.
Pola Sirkulasi.
Drainase.
Analisis kebutuhan ruang, seperti: kebutuhan ruang untuk fasilitas penun jang
kegiatan
Sistem hubungan antara berbagai fungsi yang bekerja pada kehidupan sosial
ekonomi masyarakat.
Karakteristik dalam hal pola jaringan jalan angkutan yang ada, keadaan
alat/jenis angkutan, kecenderungan perkembangan kebutuhan di masa depan
dan sebagainya.
Ciri arsitektur lokal sebagai masukan untuk perumusan tata bangunan dan
lingkungan.
c. Analisis Zonasi
Analisis Transportasi
Pengembangan jaringan jalan dan pengaturan mengenai transportasi untuk
menghubungkan pusat-pusat kegiatan yang ada, yang direncanakan, maupun untuk
mengarahkan perkembangan kawasan, dilakukan dengan metoda-metoda antara lain:
A. Nilai Aksesibilitas
Dimana:
A = Nilai Aksesibilitas
F = Fungsi Jalan (Arteri, Kolektor, Lokal)
K = Konstruksi Jalan (Aspal, Perkerasan, Tanah)
T = Kondisi Jalan (Baik, Sedang, Buruk)
d = Jarak
Asumsi yang digunakan dalam menghitung nilai asesibilitas dengan metoda ini adalah
sebagai berikut:
Relief topografi dianggap sama;
B. Indeks Aksesibilitas
Ej
Ai = ---------- b
dij
Dimana:
Ai = Indeks Aksesibilitas
Ej = Ukuran Aktivitas (dapat digunakan antara lain jumlah penduduk usia kerja)
dij = Waktu tempuh perjalanan antara i dan j
b = Parameter
Dimana:
T = Total perjalanan individu
P = Jumlah penduduk di seluruh daerah
Pi Pj
Tij = k ----------
P
Dimana :
Tij = Volume perjalanan hipotesis
PiPj = Jumlah penduduk di daerah I dan j
P = Jumlah penduduk seluruh daerah
Pengukuran ini dilakukan untuk menilai tingkat kemampuan pelayanan jaringan jalan
dalam menampung kendaraan. Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang
melewati suatu penggal jalan persatuan waktu menurut kecepatan kendaraan yang
direncanakan pada penggal jalan tersebut. Nilai volume per kapasitas jalan, dilakukan
dengan fungsi dari jalan tersebut. Adapun besar V/C dari hasil perhitungan tersebut
dapat dilihat sebagai berikut :
V/C > 1 : Volume kendaraan lebih kecil dari kapasitas jalan, atau kapasitas jalan
masih lebih besar daripada volume kendaraan yang melalui jalan tersebut.
Metoda yang populer dalam analisa bangkita lalu lintas diperkirakan dengan
metoda analisa Multiple Regresi. Multiple Regresi menunjukkan hubungan antara
perjalan tiap zone dengan berbagai kegiatan sosial-ekonomi pada zone tersebut.
Persamaan yang dipakai yaitu :
y = b0 + b1X1 + …… + bkXk
Dimana:
Y = Variabel tidak bebas, yaitu perjalanan yang ditimbulkan atau ditarik oleh
sebuah zone
X1X2, … Xk = Variabel bebas, yaitu penyebab timbulnya bengkitan perjalanan
B01b1, … bk = Koefisien regresi yang dikalibrasi/dihasilkan dari data sosial ekonomi yang
digunakan (misalnya penduduk income perkapita, pemilikan kendaraan dan
sebagainya).
E. Pembagian Perjalanan
Dimana :
Tij = Jumlah perjalanan dari zone i ke zone j.
Gi = Perjalanan-perjalanan yang ditimbulkan oleh zone i.
Aj = Perjalanan-perjalanan yang ditarik oleh zone j.
Fij = Faktor interaksi antara i dan j (makin besar angkanya menyatakan hubungan yang
paling erat, dan berarti trip semakin besar antara i dan j, biasanya antara 0-1)
N = Jumlah zone
F. Model Gravitasi
Model gravitasi merupakan salah satu model pendekatan yang melihat atau menilai hubungan
antar daerah. Dalam analisis daerah atau kawasan perencanaan, pengelompokkan
penduduk, pemusatan kegiatan, atau potensi sumber daya alam, dianggap mempunyai daya
tarik yang dapat dianalogikan dengan daya tarik magnet. Model ini lebih banyak digunakan
dalam analisis perangkutan yang menilai besarnya interaksi antar dua wilayah yang diukur
melalui besarnya arus lalu lintas.
Adapun cara matematis jumlah perjalanan yang dilakukan penduduk dari suatu wilayah ke
wilayah sekitarnya adalah sebagai berikut:
P 1 . Pj
Tij = k -----------
P
Dimana:
Tij = Jumlah perjalanan dari sub daerah i ke daerah j
K = Angka jumlah perjalanan rata-rata
Pi = Jumlah penduduk di sub daerah i
P = Jumlah penduduk seluruh daerah
Metoda analisis yang dipakai untuk analisis sektoral adalah metoda scalling
technique dan win-win solution. Analisis pembobotan/scallong tachnique digunakan
untuk menentukan prioritas pelaksanaan kebijakan. Sedangkan metoda win-win
solution digunakan untuk menghasilkan output kebijakan, berupa tindakan nyata
dalam merealisasikan kebijakan.
Yang dimaksud dengan garis sempadan bangunan adalah garis yang tidak boleh dilampaui
oleh denah bangunan ke arah garis sempadan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
Kawasan perencanaan. diantaranya:
1. Jalan
Kawasan sempadan jalan adalah kawasan sepanjang jaringan jalan, yang mempunyai
sifat manfaat penting untuk memperlancar arus kendaraan dan menjaga keamanan
bangunan dan pejalan kaki di tepi jalan. Ketentuan garis sempadan jalan adalah:
Selebar 8 meter dikiri dan kanan jalan arteri
primer;
Sempadan jalan di kawasan perencanaan dilengkapi dengan pavement untuk pejalan kaki
dan taman disepanjang tepi jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat pembibitan
tanaman. Alternatif desain sempadan disajikan pada gambar berikut:
Gambar C.1
Desain Sempadan Jaringan Jalan
2. Sungai
Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai
buatan/kanal; yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sungai.
Tujuan ditetapkannya kawasan sempadan sungai adalah untuk melindungi sungai dari
kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik
pinggir dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai
Kriteria yang ada dalam memberikan perlindungan terhadap kawasan sempadan sungai
adalah sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri
kanan anak sungai yang berada diluar permukiman
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan sempadan sungai adalah :
3. Listrik
Kawasan sempadan listrik adalah kawasan sepanjang kiri kanan jalur tegangan tinggi yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi tegangan tinggi
Secara umum persyaratan teknis bangunan gedung harus mengikuti ketentuan tata
cara mendirikan bangunan gedung, yaitu SNI No. 03-1728-1989, Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985 tentang ketentuan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung standar teknis lainnya.
Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan gedung meliputi ketentuan-
ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembangunan bangunan gedung dari segi tata
bangunan dan lingkungan yaitu:
a. Peruntukan ruang
bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan peruntukan ruang dan
persyaratan fungsi yang telah ditetapkan.
Kenyamanan
c. Ketinggian bangunan
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40 % harus mempunyai
KDH minimum 15 %.
Wujud arsitektur Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (UDGL) Koridor Utama
harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
Mencerminkan fungsi sebagai bangunan gedung pemerintahan
Beberapa model analisis yang akan digunakan untuk mengkaji aspek-aspek Kawasan
perencanaan adalah sebagai berikut:
A. Model Analisis Fisik Lingkungan/ Analisis Tapak ( Site
Analysis)
Metode ini digunakan untuk mengetahui kecocokan kondisi fisik dasar wilayah
perencanaan dengan tujuan ideal yang diinginkan. Untuk menganalisis ini diperlukan
kondisi fisik wilayah beserta peta tata guna lahan. Pada intinya metode ini dilakukan
dengan overlay beberapa buah peta konidisi fisik tertentu.
B. Analisis Kebutuhan Ruang
Penggunaan model kebutuhan lahan ini adalah untuk mengetahui proyeksi luasnya
kebutuhan lahan setiap sektor di kawasan tertentu dengan adanya Penyusunan
Masterplan Balai Perawatan Perkeretaapian.
Standar mempunyai pengertian dan jenis cakupan yang cukup luas, tergantung dari
penggunaannya, penerapan dan sifatnya. Umumnya standar mempunyai tujuan
umum yaitu sebagai alat kendali, pembatas dan pengawasan.
Standar itu sendiri merupakan suatu pernyataan, ketentuan atau ketetapan yang
dianggap sebagai acuan mengenai karakteristik suatu lingkungan yang dikehendaki
(“Statement about desirable characteristicts of environment ”, Lynch, 1984)
Dalam proses penetapan suatu standar kadang-kadang melalui proses yang tidak
ilmiah. Tetapi melalui proses yang kebetulan atau intiusi. Suatu standar mungkin
muncul dari pandangan pribadi seorang pakar yang dibahas oleh kelompok ahli yang
potensial.
Kemudian disepakati sebagai suatu standar yang dapat diterima oleh berbagai
kondisi. Selanjutnya standar tercatat dalam literatur dan kemudian disebar luaskan
secara luas/nasional dan akhirnya standar itu diakui sebagi suatu yang menjadi
landasan hukum.
Beberapa standar (seperti garis sempadan, floor area ratio, building coverage ratio ,
ketentuan-ketentuan untuk menjaga kelestarian lingkungan, kesehatan dan
kesejahtraan) merupakan standar yang banyak sekali menuntut pertimbangan dari
berbagai aspek. Karena itu setiap standar yang ada harus selalu dikaji:
Apakah ketentuan mengenai ukuran bentuk memang benar-benar memberikan
persyaratan kenyamanan kenikmatan yang dikehendaki masyarakat?
Sehingga standar selalu diuji dan kemudian disempurnakan secara berkala agar
benar-benar merupakan persyaratan yang paling cocok bagi lingkungan dan
masyarakat setempat.
Pengukuran ini dilakukan untuk menilai tingkat kemampuan pelayanan jaringan jalan
dalam menampung kendaraan. Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang
melewati suatu penggal jalan persatuan waktu menurut kecepatan kendaraan yang
direncanakan pada penggal jalan tersebut. Nilai volume per kapasitas jalan, dilakukan
dengan fungsi dari jalan tersebut.
Adapun besar V/C dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
V/C > 1 : Volume kendaraan lebih kecil dari kapasitas jalan, atau kapasitas jalan
masih lebih besar daripada volume kendaraan yang melalui jalan tersebut. Dengan
demikian tingkat pelayanan jalan ( level of Service/LOS) masih cukup baik.
V/C = 1 : Volume kendaraan sama besar dengan kapasitas jalan, atau kapasitas jalan
yang tersedia masih dapat menampung volume kendaraan yang melalui jalan
tersebut. Besaran ini mencerminkan bahwa tingkat pelayanan jalan mulai menurun
dan menimbulkan tundaan. Hal ini perlu adanya antisipasi dalam permasalahan yang
akan timbul akan peningkatan lalu lintas di masa yang akan datang.
V/C > 1 : Volume kendaraan lebih besar dari kapasitas jalan, atau kapasitas jalan
yang tersedia sudah tidak mampu lagi untuk menampung volume lalu lintas yang
melewati jalan tersebut. Kondisi ini mencerminkan tingkat pelayanan jalan relatif
buruk akibat adanya peningkatan volume lalu lintas yang tidak diiringi dengan
penambahan kapasitas jalan yang ada.
Kepadatan bangunan sedang yang ideal tidak kurang 40 bangunan/ha sebagaimana
diataur dalam Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987.
Klasifikasi kepadatan bangunan berdasarkan KDB dapat dilihat sebagai berikut:
Sangat rendah < 10 bangunan/ha
Rendah 11 – 40 bangunan/ha
Koefesien Dasar Bangunan (KDB), adalah rasio perbandingan luas lahan terbangun ( land
coverage) dengan luas lahan keseluruhan. Batasan KDB dinyatakan dalam (%)
Selain mempertimbangkan kecenderungan perkembangan Kawasan perencanaan dan
rencana pemanfaatan lahan, penentuan KDB juha didasarkan atas kondisi fisik, seperti
kemiringan lereng. Diagram di bawah ini menyajikan hubungan antara kemiringan tanah
dengan KDB maksimum, dengan asumsi kemiringan lahan maksimum yang diperkenankan
adalah 40 % (gambar).
Gambar 5-3 Hubungan Antaran KDB Maksimum Dengan Kemiringan
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah rasio perbandingan luas lantai blok peruntukan
dengan luas lahan keseluruhan. Batasan KLB dinyatakan dalam desimal.
Ketentuan teknis KLB adalah sebagai berikut:
KLB sangat rendah untuk bangunan tidak
bertingkat dan bertingkat maksimum 2 lantai
c) Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan ialah suatu nilai yang menyatakan jumlah lapis/lantai ( storey) maksimum
pada petak lahan. Ketinggian bangunan dinyatakan dalam satuan lapis atau lantai (Lantai
dasar = 1 lantai) atau meter. Perhitungan ketinggian bangunan dapat ditentukan sebagai
berikut :
1. Ketinggian ruang pada lantai dasar ditentukan dengan fungsi ruang dan arsitektur
bangunannya
2. Dalam hal perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh
kelantai penuh berikutnya lebih dari 5 meter, maka ketinggian bangunan dianggap
sebagai dua lantai.
3. Mezanine yang luasnya 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh
5. Apabila tinggi tanah perkarangan berada dibawah titik ketinggian (peil) bebas banjir atau
terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yang besar pada tanah asli suatu
perpetakan, maka tinggi maksimum lantai dasar ditetapkan oleh instansi yang berwenang
mengeluarkan IMB.
6. Pada bangunan rumah tinggal kopel, apabila terdapat perubahan atau penambahan pada
ketinggian bangunan, harus tetap diperhatikan kaidah-kaidah arsitektur bangunan kopel.
Selain dikenal kendala batasan intensitas, perlu diatur pula jarak bangunan yang
diperbolehkan untuk dibangun dari batas daerah perencanaan.
Dalam perencanaan ruang atau lingkungan bangunan, harus dibuat perencanaan
tapak menyeluruh yang mencakup rencana sirkulasi kendaraan, orang dan barang,
pola parkir, pola penghijauan, ruang terbuka, saran dan prasarana lingkungan,
dengan memperhatikan keserasian terhadap lingkungan dan sesuai dengan standar
lingkungan yang ditetapkan.
Ketentuan jarak bebas bangunan diuraikan sebagai berikut :
Ruang terbuka diantara GSJ dan GSB harus digunakan sebagai unsur
penghijauan dan atau daerah resapan air hujan serta kepentingan umum
lainnya
Detail atau unsur bangunan akibat rencana perhitungan struktur dan atau
instalasi bangunan
Konsep tata ruang adalah analisis cara-cara dasar bagaimana mengatur dan
mengorganisir ruang dalam suatu kawasan.
Dasar pertimbangan dalam analisis tata ruang adalah:
Adanya ruang dengan fungsi khusus/bentuk khusus
Berfungsi tunggal
1) Organisasi Ruang
a) Organisasi terpusat
Ruang sekunder mungkin seimbang satu sama lain dalam fungsi, bentuk dan ukuran
agar menciptakan konfigurasi keseluruhan teratur dan simetris terhadap sumbu-
sumbunya.
b) Organisasi Linier
Komposisi terdiri dari sederetan ruang-ruang yang berulang yang mirip dalam ukuran,
bentuk dan fungsi, namun dapat pula berbeda pada ketiga hal tersebut.
Ruang yang secara fungsional dan simbolis penting, ditegaskan oleh ukuran maupun
bentuknya, lokasi dalam deretan (di ujung, keluar barisan, pada titik poros)
Sifat: menunjukkan arah, mengggambarkan gerak.
c) Organisasi Radial
d) Organisasi Cluster
Terdiri dari bentuk-bentuk dan ruang dimana posisinya dan hubungannya satu sama
lain diatur oleh pola grid.
Grid dibentuk dengan menetapkan pola teratur dari titik-titik yang menentukan
pertemuan-pertemuan dari 2 set garis-garis sejajar.
a) Muka ke muka
b) Sudut ke sudut
c) Tepi ke tepi
d) Pusat ke Pusat
Program Kerja
A. Strategi Dasar
Optimasi, artinya bahwa baik proses maupun hasil, berjalan seoptimal mungkin
dan memuaskan semua pihak.
Kerjasama, artinya bahwa pekerjaan ini memerlukan kerja sama yang erat
dengan instansi lain, maupun seluruh stakeholder, terutama pada saat
pengumpulan data sekunder dan primer serta perumusan konsep-konsep
pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan.
B. Strategi Operasional
Agar program kerja “Penyusunan DED Masterplan Kota Rantepao” berjalan sesuai
target yang telah direncanakan sebelumnya, maka perlu adanya strategi untuk mengelola
program. Strategi ini meliputi pengumpulan data, pelaporan (reporting) dan dapat
dipertanggungjawabkan (reliable).
Pengumpulan data (colecting data)
Untuk keperluan analisis, diperlukan pengumpulan data awal baik data primer
maupun sekunder.
Pelaporan (reporting)
Yang sangat penting dipertahankan bahwa setiap hasil kerja dari konSitus ini
harus bisa dipertahankan kehandalannya.
2. Koordinasi Secara Simultan
Pelaksanaan pekerjaan ini melibatkan banyak pihak terutama pada tahap pengumpulan
data, diskusi/dialog, seminar dengan para pihak terkait. Koordinasi yang baik dari Team
Leader sangat penting untuk dilaksanakan, koordinasi yang dilakukan dapat berupa :
Konsultasi yang intensif dengan Tim Teknis.
3. Pihak KonSitus, yang berperan aktif untuk memperoleh dan mengumpulkan data
yang diperlukan sebagai bahan analisis dalam penyelesaian pekerjaannya.
Tugas (TOR) sehingga tidak ada keraguan dalam peleksanakan pekerjaan, dilakukan
selama 3 hari.
3. Mengumpulkan Data Sekunder, berupa meneliti data dan dokumen-dokumen
Pemberi Tugas. Dalam hal ini, Konsultan melakukan pengumpulan data instansi yang
sebagai referensi dan data awal sebagai persiapan sebelum melakukan Survey
lapangan selama 4 hari kalender dengan tenaga yang terlibat meliputi Koordinator
Proyek, Tenaga ahli Senior, meliputi:
Data kebutuhan minimal luas area perencanaan
Persyaratan lokasi ruang.
Persyaratan pemakaian bahan bangunan
Peraturan dan standar yang berhubungan dengan Arsitektur, Struktur, Interior dan
Mekanikal / Elektrikal
Peraturan setempat
Informasi lain
– Elemen, konsep dan ciri khas yang akan ditampung dalam perancangan nantinya
– Pengadaan bahan bangunan yang akan dipakai
4. Mengumpulkan Data Primer, berupa data-data perencanaan, baik yang bersifat
fisik maupun non fisik, dilakukan oleh Team Leader, Tenaga Ahli Senior setiap disiplin
serta tenaga lokal pengukuran, meliputi:
Pengecekan dan pengukuran kembali lahan.
Bertujuan untuk melengkapi ukuran maupun keterangan pada gambar-gambar
lahan (Situasi), meliputi:
– Panjang lahan
– Lebar lahan
– Luas lahan
– Garis sempadan bangunan
– Identifikasi jaringan eksisting untuk Listrik, Telepon, Air Bersih, Air Kotor
Material yang akan dipakai dalam ruangan yang memiliki persyaratan teknis
khusus untuk perencanaan sarana perkotaan
Masukan jenis, bentuk, dan corak model tipikal penataan area
Identifikasi struktur dan kondisi tanah
2. Sosial - ekonomi
a. Struktur ekonomi
b. Mata pencaharian
c. Sumber pendapatan
d. Lapangan pekerjaan
e. Angka pengangguran
3. Sosial budaya
a. Komunitas penduduk yang terlewati jalan akses
b. Karakteristik budaya yang berhubungan dengan kondisi ekonomi dan
penyelesaian konflik
c. Tanggapan secara umum dari penduduk terhadap rencana kegiatan
D. Komponen Kesehatan Masyarakat
a. Jumlah kasus penyakit
b. Jenis penyakiit yang dominan diderita penduduk
c. Jumlah tenaga kesehatran (medis., paramedis dan non medik)
d. Sarana kesehatan
e. Kondisi sanitasi lingkungan
Air hujan yang jatuh di atap bangunan disalurkan melalui pipa-pipa PVC yang
kemudian disalurkan kedrainase.
(2)Sistem Penanggulangan Kebakaran
Untuk melindungi gedung ini dari bahaya kebakaran, direncanakan pemasangan
peralatan penanggulangan bahaya kebakaran (portable fire extinguisher).
d. Pola jaringan air bersih baru merupakan kelanjutan jaringan air bersih dari
bangunan bangunan yang sudah ada yang bersumber dari PAM dan sumur dalam.
2. Rencana BangunanEksterior/ Interior dan system pada bangunan, meliputi:
a. Rencana ruang tapak (denah, tampak dan potongan), dengan ukuran yang lebih
rinci untuk memperjelas teknik pelaksanaan agar dapat diwujudkan secara fisik
c. Rencana Terinci Konstruksi
Untuk mencapai kenyamanan dan keamanan pengguna sarana komersial,
direncanakan suasana ruang yang dapat memenuhi persyaratan fungsi ruang terbuka
dan sirkulasi kegiatan, yang dikaitkan pula dengan fungsi zona kegiatan.
d. Rencana Mekanikal dan Elektrikal
Direncanakan sarana pendukung untuk kegiatan pada bangunan berupa:
Sistem penerangan yang berasal dari jaringan PLN dan Genset
Sistem penghawaan alam beserta penghawaan buatan (AC Split dan AC sentral),
Plumbing yang bersumber dari PAM atau Sumur dalam.
Penanggulangan Kebakaran (Penginderaan Api) dalam bentuk (portable fire
extinguisher) yang ditempatkan pada tempat-tempat yang terlihat oleh umum dam
mudah dijangkau.
3. Rencana Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan
Rencana pentahapan pelaksanaan fisik ini untuk mengantisipasi pola pelaksanaan
fisik bertahap sehubungan dengan pembongkaran bangunan pasar lama dan
pembangunan kembali bangunan pasar baru. Sedangkan laju operasional kegiatan
harus tetap berjalan. Dengan demikian maka diupayakan sistem pembangunan
secara bertahap berskala prioritas, meliputi:
a. Volume pentahapan dari komponen perancangan fisik
b. Rancangan jadwal pentahapan pelaksanaan fisik dari komponen bangunan
c. Rancangan biaya pelaksanaan masing-masing pentahapan
5. Laporan Teknis:
Laporan teknis dari rancangan sejalan dengan penyusunan proses Penyusunan
Masterplan Balai Perawatan Perkeretapian
Gambar 6.1 Diagram Alir Perencanaan