Jika ditinjau untuk masing-masing komoditi, diperoleh gambaran bahwa pertumbuhan produksi
untuk minyak kelapa sawit pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan menjadi 25.340.360
ton (26,5 %) dari total produksi jenis minyak nabati. Perkembangan persentase produksi minyak
nabati dunia dapat dilihat pada Gambar 4.1. Begitu juga dengan konsumsi, diperoleh gambaran
bahwa pertumbuhan konsumsi yang cukup tinggi terjadi terutama pada tiga jenis minyak nabati
yaitu minyak kedelai, minyak kelapa sawit dan minyak kanola. Namun demikian mulai periode
2003-2007 pangsa konsumsi minyak kelapa sawit mengungguli pangsa konsumsi minyak
kedelai. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga tahun 2020.
35000000
30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
5000000
0
1993-1997 1998-2002 2003-2007 2008-2012
Re ntang Tahun
Minyak Saw it Minyak Kedelai Minyak Kanola Minyak Bunga Matahari Minyak Lainnya
60000000
Jum lah Konsum si (ton)
50000000
40000000
30000000
20000000
10000000
0
1993-1997 1998-2002 2003-2007 2008-2012
Rentang Tahun
Minyak Saw it Minyak Kedelai Minyak Kanola Minyak Bunga Matahari Minyak Lainnya
Dari olahan data berdasarkan sumber oil world masih menunjukkan kekurangan akan kebutuhan
produksi minyak goreng sawit hal ini dapat diketahui dari data produksi dan rencana produksi
minyak sawit dunia tahun 2003-2007 sebesar 25.340.360 ton (tingkat produksi mencapai 26,5%
dari 95.624.000 ton produksi minyak nabati di dunia), sedangkan data konsumsi dan rencana
konsumsi tahun 2003-2007 sebesar 25.973.420 ton (tingkat konsumsi mencapai 22% dari
118.061.000 ton konsumsi minyak nabati di dunia). Dari data tersebut diatas masih terdapat
kekurangan minyak goreng sawit sebesar 633.060 ton minyak goreng sawit atau setara dengan
844.060 ton CPO atau setara dengan ketersediaan 3.699.913,04 ton TBS per tahunnya.
Ekspor CPO Indonesia pada dekade terakhir meningkat dengan laju antara 7 – 8 % per tahun. Di
samping dipengaruhi oleh harga di pasar internasional dan tingkat produksi, kinerja ekspor CPO
Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, khususnya tingkat pajak ekspor.
Dengan asumsi tingkat pajak ekspor adalah masih di bawah 5 %, maka ekspor CPO Indonesia
diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4 – 8 % per tahun pada periode 2000 - 2010 ( Gambar
4.3.). Pada periode 2000 - 2005, ekspor akan tumbuh dengan laju 5 % - 8 % per tahun sehingga
volume ekspor pada periode tersebut sekitar 5,4 juta ton. Pada periode 2005 - 2010, volume
ekspor meningkat dengan laju 4 % - 5 % per tahun yang membuat volume ekspor menjadi 6,79
juta ton pada tahun 2010.
Berdasarkan sumber data ekspor Badan Pusat Statistik Nasional (BPSN) Tahun 2003
kecenderungan ekspor CPO Nasional meningkat antara lain ke India dengan volume ekspor
1.402.783.354 kg, dengan nilai ekspor US$ 523.183.022, ke Belanda dengan volume ekspor
377.424.630 kg dengan nilai ekspor US$ 129.468.217 dan ke Malaysia volume ekspor
320.528.032 kg dengan nilai ekspor US$ 124.869.906.
Sebagai salah satu produsen utama minyak sawit dunia, Indonesia memiliki potensi yang cukup
besar untuk terus berperan dalam pasar dunia. Pada dekade 1980-an ekspor minyak sawit (CPO)
Indonesia hanya ke Eropa Barat, tetapi beberapa tahun terakhir permintaan dari negara-negara
lain seperti China, India, Pakistan, Myanmar, Kenya, Tansania, dan Afrika Selatan terus
meningkat. Pada Tabel 4.2. menunjukkan perkembangan ekspor sawit di Indonesia di beberapa
mancanegara.
Tahun (ton)
Tujuan
1997 1998 1999 2000
India 469.559 342.218 1.028.436 1.639.068
Netherlands 779.225 329.462 650.097 539.559
China 401.6 143.519 333.107 438.084
Malaysia 260.218 256.489 245.851 56.911
Singapore 41.974 25.061 92.035 273.322
Others 1.015.008 382.529 949.46 1.109.043
Total 2.967.589 1.479.278 3.298.986 4.110.027
Sumber : BPS dan GAPKI dalam Kompas, 2001
Tabel 4.3. menunjukkan perkembangan ekspor CPO dan PKO secara umum di Indonesia dari
tahun 2001 - 2003. Grafik trend ekspor minyak sawit ke beberapa negara disajikan pada
Gambar 4.4.
Tabel 4.3. Perkembangan Volume Ekspor dan Nilai Ekspor CPO dan Jenis CPO Lainnya
Tahun 2001 – 2003
7.000.000
6.000.000 6.333.708
6.386.410
Volume CPO (Ton)
5.000.000 4.903.218
4.000.000 4.110.027
3.000.000 2.967.589 3.298.986
2.000.000
1.479.278
1.000.000
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Year
Tahun
Untuk data nasional pada tahun 2003 diketahui produksi minyak goreng sawit di Indonesia
sebesar 7.425.000 ton (setara dengan kebutuhan CPO sebesar 9.900.000 ton atau setara dengan
ketersediaan TBS sebesar 43.043.478,26 ton). Dimana pada tahun yang sama Indonesia
mengekspor minyak goreng sawit sebesar 4.800.000 ton dan kebutuhan konsumsi nasional
sebesar 3.964.900 ton. Dari hasil analisa diatas diketahui bahwa Indonesia masih kekurangan
minyak goreng untuk kebutuhan nasional sebesar 1.339.000 ton (setara dengan kebutuhan CPO
sebesar 1.786.533,33 ton atau setara dengan ketersediaan TBS sebesar 7.767.536,23 ton). Hal
ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengolahan minyak goreng sawit maupun pengolahan
CPO dan budidaya kelapa sawit masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan di
Indonesia (Sumber: Denom Bangun, Ketua Gapki dan BIRO). Sementara dari data ekspor dapat
diketahui bahwa kuota impor China untuk minyak goreng sawit mencapai 2,6 juta ton pada
tahun 2004 dan Indonesia baru menyanggupi 0,7 juta ton untuk CPO dan 0,2 juta ton untuk
minyak goreng sawit dan Cina masih membuka importir untuk mengimpor minyak goreng sawit
sebesar 0,5 juta ton. Dan untuk India pada tahun 2004 kuota impor minyak goreng sawit
mencapai 2,5 juta ton. (Sumber: Denom Bangun Ketua GAPKI, Kompas 15/3/04).
Tingkat produksi CPO dunia masih dikuasi oleh Malaysia dengan pengusaan 50 % market
dunia, sedangkan Indonesia berada pada tingkat kedua dengan 30 % penguasaan market dunia.
Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama CPO dunia dengan menguasai
lebih dari 80 % pangsa pasar. Negara-negara produsen lainnya, seperti Nigeria, Kolombia,
Thailand, Papua Nugini, dan bahkan Pantai Gading, boleh dibilang hanya menjadi
pelengkap. Malaysia menempati peringkat teratas dengan volume produksi pada 2003
mencapai 13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut ramalan Oil
World, volume produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai 12 juta ton. Namun,
agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja volume produksi CPO Indonesia
sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya banyak kalangan optimistis volume produksi CPO
Indonesia bakal segera mengalahkan Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia
yang kian terbatas, sementara di Indonesia masih begitu luas.
Produksi minyak sawit (CPO) di dalam negeri diserap oleh industri pangan terutama industri
minyak goreng dan industri non pangan seperti industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi
pasar paling besar adalah industri minyak goreng. Potensi tersebut terlihat dari semakin
bertambahnya jumlah penduduk yang berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan
terutama minyak goreng. Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng Indonesia baru mencapai
3,1 juta ton dengan kontribusi minyak goreng sawit 2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk
memproduksi minyak goreng sawit sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak sawit.
Dilihat dari pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia ada tiga, yaitu perkebunan
rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan swasta. Dari ketiga jenis perkebunan tersebut
memiliki pola pemasaran produk kelapa sawit yang berbeda.
Pola pemasaran perkebunan rakyat
Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memiliki luas lahan yang terbatas yaitu
berkisar 1-10 hektar. Dengan luas lahan tersebut, tentunya menghasilkan produksi TBS
yang terbatas, untuk mengatasi hal ini maka petani harus menjual TBS melalui pedagang
tingkat desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke
pedagang besar hingga ke prosesor/industri pengolah. Berikut pola pemasaran pada
perkebunan rakyat Gambar 4.5.
Pola Pemasaran Perkebunan Besar Negara dan Swasta
Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara (PBN) dilakukan secara
bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB), sedangkan untuk perkebunan besar
swasta (PBS), pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan.
Pada umumnya perusahaan besar baik negara maupun swasta menjual produk kelapa sawit
dalam bentuk olahan yaitu minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO).
Penjualan langsung kepada eksportir ataupun ke pedagang/industri dalam negeri.
Pola
1
Farmer Villager Seller Sub-District Seller
Pola 2
Farmer KUD/Auction
Pola 3
Berikut ini merupakan perusahaan pengembang kelapa sawit terbesar di tiap pulau berdasarkan
tenaga kerja:
Selatan
Irian
PTP Nusantara II PKS Prafi PO.BOX 178 Manokwari 98414
1 CPO 178
(Persero) Irian Jaya Barat
Sumber : Direktori Indutri Pengolahan, BPS, 2004
Untuk lebih detailnya, daftar perusahaan pengembang kelapa sawit yang memiliki jumlah
tenaga kerja di atas 100 orang, dapat dilihat di Lampiran 1.
Harga di pasar dunia dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak kedelai di pasar Chicago, serta
merosotnya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah. Selain itu, kinerja pengembangan kelapa
sawit nasional semakin baik. Pada tahun 2003 diperkirakan jumlah volume produksi meningkat
kurang lebih mencapai 10 persen. Dari tiap metrik ton CPO yang berharga 440 dollar AS per
metrik ton, pengusaha sawit nasional dapat memperoleh keuntungan sekitar Rp 143 per
kilogram. Keuntungan yang didapat dalam industri sawit umumnya dari penjualan minyak inti
sawit atau disebut dengan kernel palm oil yang merupakan turunan dari CPO. Dari tiap
kilogram minyak inti sawit dapat diperoleh laba sebesar Rp 1.550. Rata-rata untuk tiap 20 ton
minyak sawit jika diolah bisa menghasilkan sekitar 5 ton minyak inti sawit. Pada saat harga
minyak sawit mentah di bursa Rotterdam mencapai angka di atas 400 dollar AS, TBS di tingkat
petani dapat dibeli dengan harga di atas Rp 500 per kilogram. Ketika harga jual CPO di pasar
dunia mencapai tingkat 440 dollar AS per metrik ton, TBS di tingkat petani dapat dibeli dengan
harga Rp 700 per kilogram.
Berdasarkan surat Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida No
887/DAGLU/10/2005 tanggal 12 Oktober 2005, harga patokan ekspor kelapa sawit dan biji
kelapa sawit tetap US$ 35 per metrik ton, CPO sebesar US$ 160 per metrik ton, refined
bleached deodorized palm oil (RBD PO) US$ 175 per metrik ton, crude olein (CRD Olein)
sebesar US$165 per metrik ton, dan refined bleached deodorized palm olein (RBD Palm Olein)
sebesar US$190 per metrik ton.
Perkembangan yang signifikan penggunaan bahan bakar bio pada akhir-akhir ini, menjadikan
perkelapasawitan sebagai salah satu sumber minyak nabati untuk menghasilkan bahan bakar bio
tersebut, menjadi lebih prospektif. Laporan terakhir penggunaan bahan bakar bio diesel di
Eropa, Amerika dan Canada telah mencapai jutaan ton dan kecederunganya akan terus
meningkat. Kecenderungan peningkatan ini dimungkinkan karena semakin besarnya tuntutan
terhadap eliminasi efek rumah kaca (green house effect) di berbagai belahan dunia. Disamping
itu, disadari bahwa sumber-sumber bahan bakar yang tidak terbarukan (fosil alam) semakin
menipis dan mengharuskan dikembangkannya bahan bakar dari sumber-sumber yang
terbarukan, dan CPO sebagai salah satu produk minyak nabati berpotensi besar sebagai bahan
baku bio diesel.
Perkembangan juga menunjukkan bahwa dari CPO dapat diderivasi produk-produk penting
seperti sumber beta karoten dan vitamin E serta banyak produk-produk lanjutan lainnya. Hal ini
semua menggambarkan bahwa prospek perkelapasawitan Indonesia cukup menjanjikan dan
tentu saja upaya lebih lanjut untuk meningkatkan konsumsi/permintaan CPO perlu intensifkan
baik secara nasional dan internasional.
Secara umum, potensi peremajaan adalah berkisar antara 20000 - 50000 ha per tahun. Pada
tahun 2003 - 2004, potensi areal untuk peremajaan adalah sekitar 20 ribu ha per tahun. Pada
tahun 2005, potensi areal peremajaan meningkat menjadi sekitar 30 ribu ha. Potensi areal
peremajaan meningkat cukup pesat pada tahun 2009 dan 2010 yang masing-masing mencapai
sekitar 50 ribu dan 37 ribu ha.
Peluang investasi sebenarnya masih cukup terbuka dengan deskripsi sebagai berikut :
Pasar CPO di pasar internasional masih, peluang pasar dari sisi konsumsi diperkirakan
masih tumbuh sekitar 3,5 % - 4,5 % per tahun, sedangkan dari segi perdagangan sekitar 3,8
% per tahun,
Penggunaan minyak sawit oleh konsumen internasional cenderung meningkat lebih cepat
dibandingkan dengan penggunaan minyak nabati dan lemak lainnya,
Di pasar dunia, harga minyak sawit lebih rendah dibandingkan dengan harga minyak nabati
lainnya, hal ini akan memudahkan minyak sawit merebut pasar internasional,
Sebagai tanaman tahunan, kelapa sawit lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya
dibandingkan dengan tanaman semusim (bunga matahari, kedelai, dan lain-lain),
Sampai dengan tahun 2010, peluang pasar untuk CPO Indonesia dari sisi konsumsi
domestik diperkirakan tumbuh antara 4 % - 6 % per tahun, sedangkan dari sisi ekspor
adalah sekitar 5 % - 8 % per tahun,
Dengan peluang pasar tersebut, peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan
berkisar antara 74.000 – 117.000 ha per tahun, dengan kebutuhan dana investasi berkisar
antara 1,1 – 1,7 triliun per tahun. Kebutuhan benih untuk mendukung hal tersebut
berkisar antara 14,8 – 23,5 juta benih per tahun,
Dari sisi peremajaan, peluang invetasi adalah berkisar antara 20.000 – 50.000 ha per tahun
dengan kebutuhan investasi berkisar antara Rp 300 – Rp 75 miliar per tahun. Benih yang
dibutuhkan berkisar antara 4 - 10 juta benih per tahun.
Tabel 4.7. Proyeksi Investasi Sebagai Harta atau Modal Tetap Rincian Biaya
Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit dan Industrinya per Tahun
Tahun No Jenis Biaya (Cost) Satuan Volume Harga (Rp) Jumlah (Rp)
Ke- 0 A Investasi Awal/Initial
Investment
Tahun No Jenis Biaya (Cost) Satuan Volume Harga (Rp) Jumlah (Rp)
1 Pembelian Lahan/Land
Buying ha 1000 15.000.000 15.000.000.000
2 Bangunan Kantor/Office
Building m2 200 300.000 60.000.000
3 Bangunan Pabrik/Factory
Building m2 3000 300.000 900.000.000
4 Bangunan Utility/Utility
Building m2 2000 300.000 600.000.000
5 Mesin Pabrik/Factory 37.952.680.
Machinery unit 000
- bunch reception unit 1 920.000.000 920.000.000
- storilizing station unit 1 2.893.400.000 2.893.400.000
- thrshing station unit 1 854.680.000 854.680.000
- empty bunch 73.600.00
incineration unit 1 73.600.000 0
Tabel 4.7. Proyeksi Investasi Sebagai Harta atau Modal Tetap Rincian Biaya
Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit dan Industrinya per Tahun (lanjutan)
Tahun No Jenis Biaya (Cost) Satuan Volume Harga (Rp) Jumlah (Rp)
- pressing station unit 1 3.735.200.000 3.735.200.000
- clarification station unit 1 5.454.680.000 5.454.680.000
- depericarping station unit 1 110.400.000 110.400.000
- kernel recovery station unit 1 1.554.800.000 1.554.800.000
- boiler house unit 1 8.749.200.000 8.749.200.000
- power house unit 1 4.250.400.000 4.250.400.000
- pemasangan listrik/ 2.000.000.
electricity generator unit 1 2.000.000.000 000
- pembelian dan
pemasangan pipa (buy
and installation Pipe) unit 1 1.738.800.000 1.738.800.000
- peralatan pabrik lainnya 2.385.560.
(tools factory) unit 1 2.385.560.000 000
- water supply unit 1 2.585.200.000 2.585.200.000
- effluent treatment unit 1 646.760.000 646.760.000
6 Kendaraan/Vehicles 1.150.000.000
- jeep unit 2 50.000.000 100.000.000
- sepeda motor/bicycle unit 5 10.000.000 50.000.000
- flat back truck unit 1 150.000.000 150.000.000
- tripping truck unit 2 150.000.000 300.000.000
- minibus unit 2 75.000.000 150.000.000
- road tanker unit 2 200.000.000 400.000.000
7 Alat Berat/Heavy 2.100.000.0
Machinery 00
- Motor Grader unit 2 700.000.0 1.400.000.000
00
- Road Roller unit 2 350.000.0 700.000.000
00
Sub Total Investasi Tahun ke-0 57.762.680.000
Untuk skala 1.000 ha menghasilkan 42.000 ton CPO dan 6.500 ton PKO per tahun
Dari total modal yang diperlukan dalam memulai usaha pengolahan Kelapa Sawit ini seperti
yang tercantum pada Tabel 4.7., diasumsikan sharing pembiayaan sendiri 75 %, dan kredit
bank 25 % dengan suku bunga diasumsikan 10 %. Sesuai dengan ketentuan kredit investasi
dalam Bank BRI@2002 online, maka jangka waktu maksimum pengembalian kredit adalah 5
tahun.
Perkiraan keseluruhan biaya dalam proyek perkebunan ini dibuat dengan beberapa asumsi
sebagai berikut :
Luas lahan perkebunan yang diusahakan untuk mendukung proyek minimal adalah
6.000 ha.
Kapasitas produksi CPO adalah 7 ton CPO/jam atau setara 42.000 ton CPO pertahun
dan 6.500 ton PKO pertahun (inti sawit).
Lokasi proyek tersedia air, listrik, dan telepon.
Lokasi pabrik pengolahan berada di sekitar perkebunan Kelapa Sawit (satu jenis usaha
yang berkelanjutan).
Proses produksi berlangsung 20 jam/hari selama 300 hari dalam setahun. Kegiatan
produksi dilakukan dalam 3 shift (pembagian kerja).
Produksi TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit berasal dari perkebunan di sekitar
lokasi pabrik.
Umur proyek 25 tahun. (25 kali musim tanam).
Minyak sawit (CPO) dan inti sawit (PKO) mulai berproduksi pada tahun ke - 1.
Penjualan produk dalam bentuk minyak sawit mentah (crude palm oil) dan inti sawit
(palm kernel oil).
Harga jual produk di tempat adalah Rp 1.500.000 per ton untuk CPO dan Rp.
2.000.000/ton untuk PKO.
Tenaga kerja kebun/THL diperhitungkan dalam satuan HOK dimana 1 HOK sama
dengan 8 jam per hari kerja satu hari orang kerja biayanya Rp. 15.895,53,- untuk buruh
dan Rp. 25.000,- per hari untuk mandor.
Biaya penyusutan peralatan/bangunan/bahan baku disesuaikan dengan umur ekonomis
masing-masing, yaitu bangunan 25 tahun dan peralatan 25 tahun.
Nilai inflasi untuk benefit adalah peralatan, upah (direktur, pegawai, staf, dan THL) 5
% setiap tahun.
Nilai inflasi untuk pendapatan sebesar 2 %.
Hasil laporan rugi/laba tersebut menggambarkan bahwa mulai awal proyek perusahaan
mendapatkan kerugian. Hal ini disebabkan modal operasional dan investasi lebih tinggi karena
kelapa sawit belum produksi. Pada panen pertama ini, perusahaan belum memperoleh
keuntungan bersih karena belum ada produksi. Untuk panen tahun ketiga sampai pada akhir
proyek, laba (keuntungan) bersih yang diperoleh terus meningkat karena pendapatan yang
diperoleh juga meningkat sejalan dengan peningkatan produksi, sehingga dapat menutupi
kerugian yang terjadi sebelumnya. Keuntungan bersih (laba bersih) tertinggi diperoleh pada
tahun ke - 13 proyek, yaitu sebesar Rp. 30.113.364.860,71
Proyek perkebunan Kelapa Sawit ini diasumsikan melakukan pinjaman kredit investasi, oleh
karena itu diperhitungkan juga bunga modal yang dibayar sebesar 10 % selama 5 tahun (jangka
waktu maksimal kredit). Selain itu juga diperhitungkan nilai pajak (PPN + PPh) sebesar 15 %.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelayakan keuangan investasi komoditi kelapa sawit
berbeda pada daerah yang berbeda. Perbedaan terdapat pada beberapa hal, seperti harga tanah,
harga jual, biaya produksi dan upah tenaga kerja.
4.3. Aspek Sosial dan Lingkungan Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
Pembangunan kebun kelapa sawit baru terdiri dari berbagai kegiatan, antara lain pembukaan
lahan, penyiapan lahan, dan pembangunan infrastruktur, akan berdampak terhadap sifat fisik
dan kimia, terutama terhadap kesuburan tanah. Pembukaan lahan akan menyebabkan tercucinya
hara tanah, penurunan pH tanah dan peningkatan terhadap kadar kejenuhan basa. Untuk
mengatasi dampak negatif tersebut, perlu dilakukan penanaman cover crops dan pemupukan
terhadap tanah yang dapat memperpendek dampak tersebut dan berubah menjadi dampak
positif.
Pembukaan hutan sekunder dan penyiapan lahan tanam akan memberikan dampak yang nyata
terhadap lingkungan biota. Struktur dan komposisi komunitas tumbuhan akan berubah secara
total. Vegetasi hutan sekunder yang sebelumnya terdiri dari berbagai jenis, umur dan memiliki
struktur dan fungsi sesuai dengan keseimbangan ekosistem hutan, dalam jangka pendek akan
guncang. Dampak negatif ini akan berubah dalam waktu singkat dengan adanya pemeliharaan
tanaman kelapa sawit yang intensif dan memberikan keseimbangan baru bagi ekosistem
wilayah.
Dampak penting lainnya akibat dari pembukaan lahan adalah berubahnya ekosistem tertutup
menjadi ekosistem terbuka. Siklus hidup organisme penganggu akan terputus, dan kalaupun
mampu bertahan hidup, akan memakan makanan apa adanya, atau bahkan akan menyerang
tanaman kelapa sawit di kebun plasma. Organisme penganggu pada umumnya adalah satwa liar
yang suka akan habitat terbuka. Dengan demikian, pembukaan lahan diperkirakan justru akan
meningkatkan baik jenis maupun populasi dari organisame penganggu. Oleh karena itu dampak
negatif ini penting dan harus diwaspadai serta diantisipasi dengan metode pengendalian hama
terpadu yang tepat, baik itu secara mekanis, biologis, maupun kimiawi.
Pembangunan pengolahan kelapa sawit dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja
yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan lahan, pembangunan pabrik sampai proses
produksi dan pemasaran. Dengan demikian, aktivitas pembangunan industri manufaktur kalapa
sawit untuk mengahasilkan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) ini akan
memberikan dampak positif terhadap penduduk di sekitar lokasi proyek maupun transmigran
yang datang untuk ikut dalam proyek tersebut. Selain itu, pengembangan proyek ini akan dapat
meningkatkan pendapatan petani, di mana nantinya akan dapat meningkatkan kesejahteraan
petani bersangkutan. Sejalan dengan meningkatnya pendapatan petani, jika pembangunan
proyek ini disertai dengan pengembangan sarana pendidikan dan sarana kesehatan, akan
membantu peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat setempat. Termanfaatkannya
lahan ”tidur” menjadi areal produktif untuk industri dan perkebunan yang diiringi dengan
berkembangnya pemukiman dan pusat perekonomian, serta semakin lancarnya aksesibilitas
akan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang.
Dampak negatif yang mungkin timbul dari industri pengolahan kelapa sawit ini adalah
terdapatnya limbah sawit dalam jumlah besar sebagai sisa dari proses produksi. Sehingga hal ini
harus menjadi hal yang perlu diperhitungkan sebelum melakukan usaha pengolahan minyak
sawit (CPO). Pada tahap pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan kebun plasma dan kebun
inti, pasti terjadi dampak terhadap kesehatan lingkungan (sanitasi) maupun kesehatan
masyarakat. Guna mengelola dampak yang mungkin timbul, perlu dilakukan penyuluhan kepada
penduduk mengenai sanitasi lingkungan dan kesehatan.
Beberapa hal yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan investasi perkebunan
kelapa sawit ini adalah kesediaan dari pihak perkebunan inti untuk memberikan dan penyediaan
fasilitas umum yang memadai. Beberapa fasilitas penting antara lain adalah sarana dan
prasarana pengobatan tenaga medis dan para medis, prasarana pendidikan dan tempat ibadah
yang memadai. Selain itu perlu upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sehat dan
harmonis, sehingga dapat mendorong produktivitas kerja, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan produktivitas kebun dan kesejahteraan masyarakat.
................................1
4.1. Kajian Pasar Komoditi Kelapa Sawit...............................................................1
4.1.1. Kebutuhan, Pemenuhan dan Peluang Pasar Global..................................1
4.1.2 Kebutuhan, Pemenuhan dan Peluang Pasar Nasional...............................5
4.1.3. Struktur Pasar Komoditi Kelapa Sawit Global dan Nasional..................5
4.1.4 Perusahaan - Perusahaan Pengembang Komoditi Kelapa Sawit...............7
4.1.5. Perusahaan Pengekspor Komoditi Kelapa Sawit..................................9
4.1.6. Harga Komoditi Kelapa Sawit...............................................................9
4.2. Kelayakan Keuangan Investasi Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
dan Industrinya........................................................................................................10
4.3. Aspek Sosial dan Lingkungan Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit16