Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KOLELITIASIS

Disusun Oleh :

MAHARANI DESTHIA PUTRI (1901030)

4A Keperawatan

STIKES MUHAMMADIYAH MANADO

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhânahû wa Ta`âlâ yang telah memberikan karunia dan
rahmat-Nya kepada penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah
dengan judul "Asuhan Keperawatan kasus Kolelitiasis. Makalah sederhana ini penulis susun
dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB II.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak
yang memberikan kontribusi dan dukungan dalam penyusunan makalah ini. Pada kesempatan
ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya.
Tak ada gading yang tak retak. Tak ada yang sempurna di dunia ini. Demikian pula
dengan penulisan Makalah ini. Kritik dan saran sangatlah penulis harapkan dan dapat
disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Semoga makalah ini menjadi tambahan
khazanah pengetahuan bagi siapa pun yang membacanya.

Manado, 17 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………….

Daftar Isi………………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi………………………………………………………………………………..
2.2 Etiologi………………………………………………………………………………
2.3 Patofisiologi…………………………………………………………………………..
2.4 Manefestasi Klinis……………………………………………………………………
2.5 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………………
2.6 Penatalaksanaan………………………………………………………………………
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI KOLELITIASIS
3.1 Pengkajian…………………………………………………………………………….
3.2 Diagnosa……………………………………………………………………………...
3.3 Intervensi……………………………………………………………………………..
3.4 Evaluasi……………………………………………………………………………….
3.5 Pathway……………………………………………………………………………….
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KOLELITIASIS
4.1 Pengkajian……………………………………………………………………………
4.2 Diagnosa……………………………………………………………………………..
4.3 Intervensi…………………………………………………………………………….
4.4 Implementasi…………………………………………………………………………
4.5 Evaluasi………………………………………………………………………………
BAB V PEMBAHASAN DIAGNOSA
5.1 Analisa Data………………………………………………………………………….
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan………………………………………………………………………….
6.2 Saran…………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
frekuensi kejadiannya tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun beban
sosial bagi masyarakat. Sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara barat. Angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat
dengan bertambahnya usia. Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada populasi
umum dan laporan menunjukkan bahwa dari 11.840 yang dilakukan otopsi
ditemukan 13,1% adalah pria dan 33,7% adalah wanita yang menderita batu
empedu.Di negara barat penderita cholelitiasis banyak ditemukan pada usia 30
tahun, tetapi rata-rata usia tersering adalah 40–50 tahun dan meningkat saat usia
60 tahun seiring bertambahnya usia, dari 20 juta orang di negara barat 20%
perempuan dan 8% laki-laki menderita cholelitiasis dengan usia lebih dari 40
tahun (Cahyono, 2014). Sekitar 12% dari total penduduk dewasa di negara barat
menderita cholelitiasis jadi sekitar 20 juta jiwa yang menderita cholelitiasis,
disetiap tahunnya ditemukan pasien cholelitiasis sekitar 1 juta jiwa dan 500.000
jiwa menjalani operasi pengangkatan batu empedu (cholesistektomi atau
laparoscopy chole). Cholelitiasis merupakan penyakit penting dinegara barat.
(Sudoyo, 2006)
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan. Kondisi
ini menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab nomor lima
perawatan di rumah sakit pada usia muda. Choleltiaisis biasanya timbul pada
orang dewasa, antara usia 20- 50 tahun dan sekitar 20% dialami oleh pasien yang
berumur diatas 40 tahun. Wanita berusia muda memilikiresiko 2-6 kali lebih
besar mengalami cholelitiasis. Cholelitiasis mengalami peningkatan seiring
meningkatnya usia seseorang. Sedangkan kejadian cholelitiasis di negara Asia
3%-15% lebih rendah dibandingan negara barat. Di Indonesia, cholelitiasis kurang
mendapat perhatian karena sering sekali asimtomatik sehingga sulit di deteksi atau
sering terjadi kesalahan diagnosis. Penelitian di Indonesia pada Rumah Sakit
Columbia Asia Medan sepanjang tahun 2011 didapatkan 82 kasus cholelitiasis.
(Ginting, 2012)
Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di klinis,
sementara publikasi penelitian tentang cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan
studi kolesitografi oral didapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi
pada wanita sebesar 76% dan pada laki-laki 36%dengan usia lebih dari 40 tahun.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat. (Cahyono, 2014)
Kolelitiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan
atas, nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah. Sampel sebanyak 102
orang dipilih secara purposif dari pasien yang berkunjung di bagian Penyakit
Dalam RSUD Koja pada periode 5 Oktober sampai dengan 31 Desember 2015,
desain penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Hasil
disajikan dalam tabel dan grafik. Frekuensi tertinggi berdasarkan jenis kelamin
sebanyak 64 pasien (63 %) adalah perempuan, umur ( > 40 tahun) sebanyak 88
pasien (86 %), frekuensi tertinggi berdasarkan jumlah anak didapatkan bahwa
responden yang mempunyai tiga anak atau lebih sebesar 52 pasien (52 %), rata-
rata nilai indeks masa tubuh (IMT) sebesar 24,80, tidak ada riwayat keluarga yang
menderita kolelitiasis sebanyak 83 pasien (80%), dengan warna kulit kuning
langsat sebanyak 70 pasien (69 %), keluhan klinis yang tersering adalah dispepsia
61 pasien (60%), dengan nilai rata rata kolesterol total 201 mg/dl. Berdasarkan
hasil penelitian ini disimpulkan bahwa, pasien kolelitiasis di RSUD Koja terjadi
lebih banyak pada pasien perempuan dengan warna kulit kuning langsat (fair)
yang berusia lebih dari 40 tahun, dengan jumlah anak lebih dari tiga orang,
memiliki nilai rata-rata indeks massa tubuh sebesar 24,80, sebanyak 83 pasien
kolelitiasis tidak ditemukan adanya riwayat kolelitiasis dalam keluarga, dan
ditemukan bahwa dari seluruh jumlah pasien kadar rata-rata kolesterol 201 mg/dl
dengan keluhan utama dispepsia.(J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 Juli-
September 2017)
Data yang diambil dari Rumah Sakit Bhayangkara Drs. Titus Ully
Kupang, diruang Cendana, jumlah pasien yang masuk dari bulan januari sampai
15 juli 2019 sebanyak 207 pasien, jumlah pasien diruang Cendana yang
terdiagnosis Kolelitiasis terhitung dari bulan januari 2019 sampai Juli 2019
sebanyak 4 pasien dengan laki – laki 2 orang dan perempuan 2 orang.
Solusi masalah pada pasien dengan Kolelitiasis adalah perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan dapat memberikan informasi tentang bagaimana
tanda gejala, cara pencegahan, cara pengobatan dan penanganan pasien dengan
Kolelitiasis sehingga keluarga juga dapat beperan aktif dalam pemeliharaan
kesehatan baik individu itu sendiri maupun orang lain disekitarnya.
1.2 Tujuan
1. Apa yang dimaksud dari definisi Kolelitiasis ?
2. Apa yang dimaksud dari etiologi Kolelitiasis ?
3. Apa yang dimaksud dari patofisiologi Kolelitiasis ?
4. Apa yang dimaksud dari manifestasi klinis Kolelitiasis ?
5. Apa yang dimaksud dari pemeriksaan penunjang Kolelitiasis ?
6. Apa yang dimaksud dari penatalaksanaan Kolelitiasis ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Laporan Pendahuluan

2. Untuk mengetahui Askep Teori Kolelitiasis

3. Untuk mengetahui Askep Kasus Kolelitiasis

4. Untuk mengetahui pembahasan diagnosa


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih
dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan predisposisi
dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita,
obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu cepat. (Cahyono,
2014)
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi yang terjadi pada
kandung empedu serta kolesterol yang berlebihan yang mengendap di dalam
kandung empedu tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor
hormonal selama proses kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya
pengosongan kandung empedu dan merupakan salah satu penyebab insiden
kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang empedu memberikan
peran dalam pembentukan batu empedu.(Rendi, 2012)
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya
empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan
fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri dari
unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak
lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya semakin sering
pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah itu insiden
cholelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga sampai pada suatu
tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan
memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum diketahui akan
tetapi ada faktor predisposisi yang penting diantaranya: gangguan metabolisme,
yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, adanya statis
empedu, dan infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang terjadi pada
komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor terpenting dalam terjadinya
pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis kolesterol
mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung empedu (dengan cara yang
belum diketahui secara pasti) untuk membentuk batu empedu, gangguan kontraksi
kandung empedu atau spasme spingterrodi, atau mungkin keduanya dapat
menyebabkan statis empedu dalam kandung empedu. Faktor hormon (hormon
kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan
kandung empedu, infeksi bakteri atau radang empedu dapat menjadi penyebab
terbentuknya batu empedu. Mukus dapat meningkatkan viskositas empedu dan
unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih
timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya
cholelitiasis. (Haryono, 2012)
2.2 Etiologi
Menurut Cahyono 2014 etiologi Kolelitiasis yaitu:
1. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya
batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin.

Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam


empedu akan membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi jenuh akan
kolesterol (Supersaturasi kolesterol).
2. Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid,
garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi
maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat digambarkan
sebagai sebuah lingkarandua lapis. Apabila konsentrasi kolesterol banyak
dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan lingkarannya, pada
akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel
maupun vesikel bergabung menjadi satu dan dengan adanya protein musin
akan membentuk kristal kolesterol, kristal kolesterol terfragmentasi pada
akhirnya akan dilem atau disatukan.
3. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding
kandung empedu memudahkan seseorang menderota batu empedu,
kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan
membuat musin yang diproduksi dikandung empedu terakumulasi seiring
dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu.
Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin
menyukitkan proses pengosongan cairan empedu. Beberapa keadaan yang
dapat mengganggu daya kontraksnteril kandung empedu, yaitu :
hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan cairan asam empedu
menjadi lambat), kehamilan, cedera medula spinalis, penyakit kencing
manis.

2.3 Patofisiologi

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan


empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu
dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu.
Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah,
atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
benih pengkristalan. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen
(bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin
terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil
tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari
bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut
dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan
bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang
terjadi.

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya
gejala. Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala
asimptomatik (pasien tidak menyadari gejala apapun). Gejala klinik yang timbul
pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala:
1. Nyeri pada perut kanan atas
2. Dispepsia non spesifik
3. Mual, muntah
4. Demam

2.5 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis

1. Radiologi

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik


pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat
digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG
tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang
paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung
empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.

2. Radiografi: Kolesistografi

Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien
jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang
mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Sonogram

Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah
menebal. (Williams 2003)

4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat
dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula
dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus
dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier. (Smeltzer,SC dan
Bare,BG 2002).

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kenaikan serum kolesterol


b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama
(Normal: 17 - 115 unit/100ml

2.6 Penatalaksanaan

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan
bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis,
yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
a. Penatalaksanaan Nonbedah
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap
dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer,SC dan Bare,BG
2002). Manajemen terapi :
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian
obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada
chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu
pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan
mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Disolusi medis
sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu kolesterol
diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan
duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-
anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
3. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui
kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier.
Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan
suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan
batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan
untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu
4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated
Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau
duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002). ESWL sangat populer digunakan
beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan
bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90%
kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami
komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua,
yang kandung empedunya telah diangkat

b. Penatalaksanaan Bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2) Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang
ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding
operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat
sayatan kecil di dinding perut. Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis
simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan
di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI KASUS KOLELITIASIS

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data
– data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat
ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek
biologis, psikologis, sosial, maupun spritual klien. Tujuan pengkajian adalah
untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama
yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik serta diagnostik. (Asmadi, 2008)
1. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat
tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan
pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada dibanding
anak laki – laki. (Cahyono, 2014)
2. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
3. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman
dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena
penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola
makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan
tanpa riwayat keluarga.
4. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum. Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda vital
yaitu tekanan darah, nadi, RR, dan suhu.
2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
(1) Kulit. Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, rash lesi,
bintik–bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna,
bentuknya ada cairan atau tidak, kelembaban dan turgor kulit baik
atau tidak..
(2) Kepala. Simetris Pada anak dengan glomelurus nefritis akut
biasanya ubun-ubun cekung, rambut kering.
(3) Wajah..
(4) Mata. Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya nampak
edema pada kelopak mata, konjungtiva anemis, pupil anisokor, dan
skelera anemis.
(5) Telinga. Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna, ada
serumen atau tidak, ada tanda – tanda infeksi atau tidak, palpasi
adanya nyeri tekan atau tidak.
(6) Hidung. Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi,
sumbatan, perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah pernapasan
cuping hidung atau tidak dan nyeri tekan.
(7) Mulut
Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan stomatitis. Langit–
langit keras (palatum durum) dan lunak, tenggorokan, bentuk dan
ukuran lidah, lesi, sekret, kesimetrisan bibir dan tanda–tanda
sianosis.
(8) Dada. Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah
bunyi napas tambahan (seperti ronchi, wheezing, crackels), adakah
bunyi jantung tambahan seperti (mur mur), takipnea, dispnea,
peningkatan frekuwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul).
(9) Abdomen. Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya
nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa, dengarkan bunyi
bising usus, palpasi seluruh kuadran abdomen.
Biasanya pada Kolelitiasis terdapat nyeri pada perut bagian kanan
atas.
(10) Genitalia dan rectum
a. Lubang anus ada atau tidak
b. Pada laki–laki inspeksi uretra dan testis apakah terjadi
hipospadia atau epispadia, adanya edema skrotum atau
terjadinya hernia serta kebersihan preputium.
c. Pada wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema atau
massa, labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina,
adakah secret atau bercak darah.
(11) Ekstremitas. Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji kekuatan
otot, palpasi ada nyeri tekan, benjolan atau massa.
3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi, proses inflamasi,
prosedur bedah, infeksi.

2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan


kehilangan cairan aktif.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kurang asupan makanan

4. Hipertermi b.d infeksi pada kandung empedu.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar


informasi.

6. Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan.


3.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Tujuan: Nyeri teratasi 1. Observasi dan catat lokasi,
cedera biologis; Setelah dilakukan beratnya (skala 0-10) dan
inflamasi, perawatan selama karakter nyeri (menetap, hilang,
obstruksi/spasme 2x24 jam. timbul atau kolik ).
duktus, iskemia 2. Catat repons terhadap obat dan
jaringan/nekrosis Krieria hasil laporkan bila nyeri tidak hilang.
Pasien akan: 3. Tingkatkan tirah baring, berikan
- Melaporkan nyeri pasien posisi yang nyaman.
hilang/Terkontrol 4. Gunakan sprei yang
dan dapat diatasi halus/katun; minyak kelapa;
- Menunjukkan minyak mandi(alpha keri)
penggunaan 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
keterampilan pemberian sesuai indikasi;
relaksasi dan antikolinergik.
aktivitas hiburan

2 Perubahan nutrisi Tujuan : 1. Kaji distensi abdomen


kurang dari Setelah dilakukan 2. Timbang dan pantau BB pasien
kebutuhan tubuh perawatan selama tiap hari
b/d gangguan 3x24 jam 3. Diskusikan dengan klien
pencernaan intake Pemenuhan makanan kesukaan dan jadwal
yang tidak kebutuhan makan yang disukai
adekuat. nutrisi pasien 4. Berikan suasana yang
adekuat. menyenangkan pada saat
makan, hilangkan ransangan
Kriteria hasil: yang berbau.
Pasien akan : 5. Jaga kebersihan oral sebelum
- Melaporkan makan
mual/muntah 6. Konsul dengan ahli diet/ tim
sudah hilang pendukung nutrisi sesuai
- Menunjukkan indikasi
kemajuan 7. Berikan diet sesuai toleransi
mencapai BB biasanya rendah lemak, tinggi
individu yang serat.
tepat dan baik.
- Makanan habis
sesuai porsi yang
telah diberikan
3 Kekurangan Tujuan: 1. Monitor dan pertahankan
volume cairan Setelah dilakukan masukan nutrisi yang kurang,
b/d dispensi dan perawatan selama peningkatan pengeluaran cairan
hipermortilitas 3x24 jam jenis urine
gaster, gangguan Keseimbangan 2. Awasi belanjutnya
proses pembekuan cairan adekuat mual/muntah, kram
darah abdomen,kejang ringan,
Kriteria hasil: kelemahan, kecepatan jantung,
Dibuktikan oleh dan pernapasan
tanda vital stabil, 3. Kaji pendarahan membran
membran mukosa mukosa/kulit yang tidak
lembab, turgor biasa contohnya pendarahan
kulit baik, pada gusi,mimisan, petekia,
pengisian kapier melena.
baik, serta adanya 4. Kaji ulang pemeriksaan
eliminasi urin laboraturium
normal 5. Kolaborasi pemberian antimetik
6. Kolaborasi pemberian cairan
IV, elektrolit, dan vit K

3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa
keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali
dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassesment) secara umum
evaluasi ditunjukan untuk :
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
(Asmadi, 2008).
Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan,
mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya berupa
catatan perkembangan. Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan terakhir secara
paripurna, menggunakan catatan naratif, dan pada saat pasien pulang atau pindah.

3.5 Pathway
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KOLELITIASIS

4.1 Pengkajian
a. Status Fisiologis
1) Tingkat Kesadaran : Composmenthis (GCS : 15)
2) Tanda-tandavital
TD : 123/83 mmHg HR :108 x/menit
SpO2 : 97 %
b. Status Psikososial
1) Subjektif
Klien mengatakan belum tahu dan khawatir dengan proses operasi yang
akan dijalani. Klien mengatakan belum prnah operasi sebelumnya.
2) Objektif
Klien tampak cemas dan bertanya berapa lama operasi berlangsung.TD :
123/83 mmHg, HR : 108x/menit, SpO2 : 97%, ekspresi wajah klien meringis.
akral kulit teraba dingin.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala : mesosephal, tidakadalesi, tidak ada nyeri tekan
b) Mata : Isokor, sclera tak ikterik dan konjungtiva tak anemis
c) Hidung : bentuksimetris, tidakadaperdarahan, tidakadasekret
d) Telinga : Simetris, tidak ada perdarahan, dan tidak mengalami gangguan
e) Mulutdangigi : Mukosa lembab, mulut dan gigi bersih
f) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, nadi teraba dan
tidak ada krepitasi
g) Thorak : simetris kiri dan kanan, tidak ada krepitasi, tidak ada
retraksi dinding dada, bunyi nafas vesikuler.
h) Genetalia : tidak mengalami nyeri saat kencing, frekuensi BAK 5-
6/hari, urine berwarna kuning jernih.
i) Status mental : klien tampak cemas
j) Terapi yang sudah diberikan : Infus RL 500 ml

4) Pemeriksan Penunjang
a) Hasil pemriksaan laboratorium
Tanggal : 11 Agustus 2015
Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 12,5 g/dL 11,2- 15,5
Leukosit 8400 /mm3 3500-11000
Trombosit 309000 /mm3 150000-440000
Hematokrit 38,7 % 35-47
Hitung Jenis
Eosinofil 2,8 % 2-4
Basofil 0,6 % 0-1
N. Segmen 57,3 % 50-70
Limfosit 34,8 % 25-40
Monosit 4,5 % 2-8
Laju Endap Darah - mm/jam 0-20
Eritrosit 4,05 juta/uL 3,8-5,2
MCV 96 fL 90-100
MCH 31 pg 26-34
MCHC 32 % 32-38
RDW 10,35 % 11,5-14,5
Hemostatis
Masa Perdarahan/BT 1’00” menit 1-2
Masa Pembekuan/CT 3’20” menit 2-6
Imunoserologi
HbsAg Negatif Negatif, COI <0,095
Positif, COI ≥ 0,095
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 120 mg/dL 80-150
Ureum 33 mg/dL 10-50
Kreatinin 0,9 0,45-0,75
Elektrolit
Kalium (K) 4,1 mmol/L 35-5
Natrium (Na) 139 mEq/L 135-147
Clorida (Cl) 103 mEq/L 95-105
Calcium 8,7 mg/dL 8,6-10,3
b) Pemeriksaan Foto USG Abdomen
Tanggal : 12 Agustus 2015
Kesan :
 Pembesaran vesika felea disertai batu multiple dengan ukuran
terbesar 1,5 cm suspek gambaran colesistolitiasis multiple
 Tak tampak kelainan pada organ intra abdomen lainnya secara
pemeriksaan USG
1. Surgical Safety Checklist
a. Sign in (dilakukan sebelum induksi anestesi)
Inindicator Susudah Bebelum
Ididentitas dan gelang pasien Susudah
Laaplikasi operasi Susudah
Prpprosedur Susudah
Pepersetujuan operasi Susudah
Mmesin dan obat anestesi Susudah
Pupulse oximeter terpasang dan berfungsi Susudah
Yyya Titidak
Aaapakah klienmempunyai riwayat alergi ? Tittidak
Kkkesulitan bernafas atau resiko aspirasi ?tersediakah
Ya
bantuan
Reresiko kehilangan darah > 500 ml (7ml/kg BB pada Tittidak
anak )
Ddua kases intravena atau akses sentral dan rencana Tittidak
terapi cairan
b. Time out (dilakukan sebelum insisi)
Indicator Ya Tidak
Sebutkan nama dan peran masing-masing seluruh Ya
anggota tim
Konfirmasi tim Ya
Konfirmasi prosedur Ya
Konfirmasi lokasi insisi Ya
Antibiotic yang sudah diberikan Ya
Pencegahan kejadian yang tidak diharapkan Ya
(KTD)
Apakah kemungkinan kesulitan dalam op Tidak ada
Berapa estimasi waktu dalam op ± 1 jam
Apakah antisipasi kehilangan darah Ya
Adakah masalah spesifik pada pasien Tidak
Sudahkah cek alat steril Ya
Adakah alat khusus Ya
Sudahkah hasil MRI, CT scan, foto rontgen Tidak ada
terpasang
c. Sign out ( dilakukan sebelum klien meninggalkan kamar operasi)

Indicator Keterangan
Tim keperawatan secara lisan mengonfirmasi
Nama prosedur laparoscopy
dihadapan tim nama prosedur dan cholelitiasis dan hitungan
kelengkapan hitungan instrumen, spons, dan instrumen lengkap
jarum sesuai kebutuhan
Label spesimen (minimal terdapat asal jaringan
Sudah ada
(nama pasien, tanggal lahir, no.RM)
Apakah terdapat permasalah peralatan yang perlu
Tidak ada
disampaikan
Kepada operator,dokter anestesi dan tim
Pasien dengan anestesi general
keperawatan : Apakah ada pesan khusus
untuk pemulihan pasien
a. Instrumen yang digunakan untuk operasi laparoscopy cholelitiasis

Instrument dan Jumlah


No Langkah-langkah operasi
sponge Pra Intra + Post
Instrumen minor 1. Persiapan alat
1. Desinfektan klem 1 1 1 a. Instrumen minor
2. Kom kecil 2 2 2 b. Instrumen laparoscopy
3. Neerbeken (bengkok) 1 1 1 c. Monitor laparoscopy:
4. Kocher 5 5 5 1) LCD Monitor
5. Forceps mosquito 5 5 5 2) Light Source
(Klem bengkok) 3) Kamera
6. Towl forceps (doek 5 5 5 4) Mesin dan Tabung
klem) CO2
7. Needle holder 2 2 2 5) Tabung suction
8. Scalpel 1 1 1 d. ESU
9. Bisturi no 11 e. Kabel-kabel :
Instrumen khusus 1) Kabel light source
laparoscopy : 2) Kabel monopolar
1. Monopolar 1 1 1 3) Selang gas CO2
grasping forceps 4) Selang suction
2. Babcock 1 1 1 5) Selang irigasi
3. Endo scissor 1 1 1 f. Kantong plastik untuk:
(gunting 1) kamera
jaringan) 2) jaringan
4. Clickline hook 1 1 1 2. Sign in
scissor (gunting 3. Time out
benang) 4. Cek ketajaman pada layar
5. slooder 1 1 1 monitor denngan
hemolock atau 1 1 1 melakukan white balance
endoclip pada kamera
(Titanium) 1 1 1 5. Cek respon anastesi
6. Hemolock dengan menggunakan
(endoclop pinset chirugis
plastik) 6. Insisi di daerah umbilikal
7. Lensa 0° dengan menggunakan
8. Troicard no. 10 1 1 1 bisturi no.11
mm 7. Dilatasi lemak hingga
9. Troicard no. 5 fasia dengan menggunakan
mm 1 1 1 pean
10. Clickline hook 1 1 1 8. Gunakan langenback
11. Clickline spatel untuk membantu operator
12. Parrot jaw 2 2 2 dalam mengeksplorasi
neddle fasia
13. Disposible spuit 1 1 1 9. Gunakan dua kocher lurus
20 cc untuk menjepit dan
1 1 1 memegang fasia pada dua
sisi lalu insisi dengan
1 1 1 bisturi no. 11
10. Gunakan forceps mosquito
1 1 1 untuk melubangi
peritonium lalu berikan
troicard no.10 untuk
membuat jalan ke rongga
abdomen
11. Lalu hidupkan CO2 dan
masukkan ke rongga
abdomen dengan kekuatan
12 bar
12. berikan kamera dan light
source untuk mengecek,
melihat isi rongga
abdomen dan membantu
dalam membuat lubang
pada regio perut atas
kanan (epigastrium) dan
lumbal kiri
13. lalu dengan bantuan
monitor berikan bisturi no.
11 pada operator untuk
membuat insisi di
epigastrium dan lumbal
kiri lalu berikan troicard
yang no. 5 mm untuk
membuat lubang.
14. Bila terlihat kntong
empedu yang terlalu pucat,
maka dilakukan pungsi
dengan parrot jaw neddle
dan spuit 20 cc
15. Asisten bertugas
mengarahkan kamera dan
instrumen memberikan
merilen (grasping forceps)
serta babcock pada
operator untuk
mengeskplorasi kantung
empedu terhadap ductus
chole dan pembuluh darah.
Merilen di troicard yang di
epigastrium dan babcock
di troicard yang ilumbal
16. Sambungkan ESU pada
grasping forceps dan
bebaskan kantung empedu
dengan menggunakan
electro couter
17. setelah ductus coleductus
terlihat berikan hemoloc
atau endoclips untuk
mengeklem sisi atas dan
bawah
18. Berikan (endo scissor)
gunting jaringan untuk
memisahkannya
19. setelah pembuluh darah
terlihat berikan hemoloc
atau endoclip untuk
menjepitnya dan
dipisahkan dengan gunting
jaringan
20. setelah keduanya terpisah
berikan hoock desection
untuk melepaskan kantung
empedu dari lengketan
dengan jaringan sekitar
termasuk hepar
21. Setelah kantung empedu
terlepas lakukan irigasi
dengan suction untuk
mengambil sisa
perdarahan
22. lalu tarik kamera dan
masukkan plastik
menggunakan merilene
untuk mengangkat
jaringan melalui troicard
no. 10 mm
23. masukkan lagi kamera dan
raih palstik dan masukkan
kantong empedu dengan
bantuan merilen dan
babcock
24. lalu matikan gas CO2 dan
buka penutup troicard
untuk membuang sisa gas
CO2 dari rongga abdomen
25. tarik plastik keluar dan
letakkan di bengkok
26. gunakan langenback untuk
membantu operator meraih
peritonium dan gunakan
kocher lurus untuk
menjepit fascia
27. lakukan sign out
28. lalu jahit dengan PGA 2/0
jarum tapper (polisorb)
dibagian umbilikal
29. lanjutkan menjahit lemak-
kulit dengan menggunakan
monofilamen 4/0 (biosyn)
30. pada epigastrium dan
lumbal kiri cukup jahit
dengan monofilamen 4/0
31. bersihkan area operasi
dengan kassa betadine lalu
bersihkan dengan kassa
kering pada daerah sekitar
insisi
32. Tutup luka insisi dengan
transparan dressing
(semilas)
33. Bersihkan instrumen
laparascopy dan lakukan
dekontaminasi
A. Analisa Data
1. Pre Operatif
No Tanggal/ja Data Fokus Masalah Etiologi TTD
m
1. 12 Agustus
S : Klien mengatakan belum pernah
Ansietas kurang
2015 melakukan operasi dan tidak pengetahua
tahu mengenai prosedur operasi n tentang
yang akan dilakukan prosedur
O : TD: 158 / 99 mmHg, operasi
HR:108 x/menit, SaO2 : 98 %
1. Intra Operatif
No. Tanggal/ja Data fokus Masalah Etiologi TTD
m
1 12 Agustus
S:- Resiko tinggi
Pengaturan
2015 O : Posisi klien saat dioperasi cidera posisi klien
adalah supinasi (supinasi)
Klien pindah dari meja operasi
dengan bantuan
2 12 Agustus
S:- Resiko infeksi Tindakan
2015 O : Tidak ada tanda infeksi (subor, invasif
tumor, dolor, kalor, fungsiolesa) pembedahan
3 12 Agustus
S: Resiko Pemakaian ESU
2015/ O : Arde terpasang dengan benar, kombustio
pukul pemakaian ESU dengan power
15.30 output cutting 30, koagulasi 35
WIB
B. Diagnosa Keperawatan

1. Pre Operatif
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur operasi
2. Intra Operatif
a. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan pengaturan posisi klien (supinasi)
b. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pembedahan
c. Risiko combusio berhubungan dengan pemakaian ESU
3. Post Operatif
a. Risiko tinggi cedera jatuh berhubungan dengan pengaruh obat anestesi
b. Risiko Tinggi Aspirasi jalan napas berhubungan dengan penurunan kesadaran

C. Intervensi

1. Pre Operatif

No. Dx. Tujuan Intervensi TTD


Keperawatan
1 Anxietas Setelah dilakukan tindakan 1. Ucapkan salam dan
berhubungan 1x10 menit, diharapkan memperkenalkan
dengan masalah anxietas pada diri
kurang klien teratasi dengan 2. Gunakan
pengetahuan kriteria hasil : komunikasi
tentang 1. Klien mampu terapeutik dan
prosedur mengidentifikasi dampingi klien
operasi dan selama operasi
mengungkapkan 4. Kaji tingkat
perasaan cemas kecemasan dan
2. Klien mampu adanya perubahan
menirukan teknik tanda-tanda vital
untuk mengurangi 5. Jelaskan prosedur
kecemasan operasi yang akan
3. Klien menunjukkan dilakukan
kecemasannya 6. Anjurkan klien
berkurang untuk berdoa
sesuai
keyakinannya
sebelum operasi
dimulai

2. Intra Operatif
No. Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi TTD
1. Risiko tinggi
Setelah dilakukan tindakan 1. Membantu klien
cedera keperawatan selama berpindah dari/ke
berhubungan 1x30 menit diharapkan meja operasi
dengan tidak terjadi cedera 2. Mengatur posisi
pengaturan dengan kriteria hasil : klien hingga tidak
posisi klien 1. Klien dapat ada bagian tubuh
(supinasi) berpindah dari/ke yang menindih
meja operasi dengan 3. Memfiksasi posisi
aman klien
2. Klien aman karena 4. Menjaga/tidak
sudah difiksasi meninggalkan klien
3. Klien tidak sendirian sendirian
di dalam ruang
operasi
2. Risiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan 1. Melakukan cuci
berhubungan keperawatan selama tangan bedah sesuai
dengan 1x30 menit diharapkan prosedur
tindakan tidak terjadi infeksi 2. Melakukan
invasif dengan kriteria hasil : desinfeksi area yang
pembedahan 1. Tanda-tanda vital akan dioperasi
normal 3. Melakukan
2. Tidak adanya tanda drapping pada area
infeksi yang akan dioperasi
4. Mempertahankan
kesterilan area
operasi
5. Mempertahankan
kesterilan alat yang
digunakan
6. Mempertahankan
kesterilan gaun
operasi
3. Risiko combustio
Setelah dilakukan tindakan 1. Memasang arde
berhubungan keperawatan selama elektrocouter
dengan 1x30 menit diharapkan sesuai prosedur
pemakaian tidak terjadi combustio 2. Memfiksasi arde
ESU dengan kriteria hasil : dengan adekuat
1. Tidak terlihat tanda 3. Menggunakan
combustio power output
sesuai kebutuhan
4. Mengawasi selama
pemakaian alat

3. Post Operatif
No. Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi TTD
1. Risiko tinggi
Setelah dilakukan tindakan 1. Mengawasi gerak
cedera jatuh keperawatan selama dan posisi klien
berhubungan 1x10 menit diharapkan 2. Memasang bed
dengan tidak terjadi cedera side monitor
pengaruh obat dengan kriteria hasil : 3. Memasang
anestesi 1. Bed reel pada bed pengaman (bed
klien terpasang reel) pada bed
2. Klien tidak ditinggal klien
sendirian 4. Menjaga / tidak
meninggalkan
klien sendirian

2 Risiko tinggi
Setelah dilakukan tindakan 1. Mengjkaji
aspirasi jalan keperawatan selama pernapasan klien
napas 1x15 menit diharapkan 2. Mengkaji tanda-
berhubungan tidak terjadi aspirasi tanda sianosis
dengan jalan napas dengan 3. Mempertahankan
penurunan kriteria hasil : kepatenan jalan
kesadaran 1. SpO2 > 95 % napas
2. HR : 80-100x/mnt 4. Mengekstensikan
kepala klien
5. Memberi O2
sesuai kebutuhan

D. Implementasi

1. Pre Operatif

No Tanggal/ Dx. Implementasi Respon Evaluasi TTD


jam Keperawatan
1 12 Anxietas 1. Mengucapkan salam 1. Klien S : Klien
Agustus berhubungan dan memperkenalkan membalas mengatakan
2015 dengan kurang diri salam merasa lebih
pengetahuan 2. Menggunakan 2. Klien tenang dan
tentang komunikasi terapeutik mengatakan cemasnya
prosedur dan mendampingi merasa berkurang
operasi klien selama operasi nyaman saat serta siap
3. Mengkaji tingkat didampingi untuk
kecemasan dan 3. Klien menjalani
adanya perubahan mengatakan operasi
tanda-tanda vital cemas karenaO :
4. Menjelaskan tentang baru pertama - Klien
prosedur operasi yang kali operasi tampak
dilakukan dan 4. Klien tenang
memberikan motivasi mengatakan - Ekspresi
dan memahami klien
mendemonstrasikan prosedur tampak
cara mengontrol operasi dan tenang,
kecemasan : teknik klien TD :
napas dalam mengatakan 153/93,
5. Menganjurkan klien cemasnya HR : 98
untuk berdoa sebelum sedikit x/menit,
operasi berkurang SaO2 : 98
6. Memberikan Sulfas dan klien %
Atropin (SA 0,25 mampu A : Masalah
mg), ketorolac 30 mg mendemonstr teratasi
dan ondancentron 4 asikan cara sebagian
mg mengontrol P : Pertahankan
cemas intervensi
5. Klien berdoa
sebelum
operasi
6. TD dan nadi
stabil,
klientidak
muntah dan
dapat bekerja
sama saat
diberikan
obat

2. Intra Operatif
No Tanggal/jaDx. Keperawatan Implementasi Respon Evaluasi TTD
m
1 12 Agustus
Risiko tinggi 1. Membantu klien Klien pindah ke
S : klien mengatakan
2015 cedera berpindah dari/ke meja dapat pindah ke
berhubungan meja operasi operasi meja dengan
dengan 2. Mengatur posisi klien dengan mandiri
pengaturan hingga tidak ada aman O : klien tidak jatuh,
posisi klien bagian tubuh yang klien pindah ke
(supinasi) menindih meja operasi
3. Memfiksasi posisi dengan aman
klien A : masalah teratasi
4. Menjaga/tidak P : hentikan intervensi
meninggalkan klien
sendirian
2 12 Risiko infeksi 1. Melakukan cuci Tanda – tanda
S:-
Agustus berhubungan tangan bedah sesuai infeksi tidak
O : tidak ada tanda-
2015 dengan prosedur ada tanda rubor, kalor,
tindakan 2. Melakukan desinfeksi dolor, tumor,
invasif area yang akan fungsiolaesa
pembedahan dioperasi A : masalah teratasi
3. Melakukan drapping P : hentikan intervensi
pada area yang akan
dioperasi
4. Mempertahankan
kesterilan area operasi
5. Mempertahankan
kesterilan alat yang
digunakan
6. Mempertahankan
kesterilan gaun operasi
3 12 Risiko combustio 1. Memasang arde
Tidak terjadi
S:-
Agustus berhubungan elektrocouter sesuai combustio O : arde terpasang
2015 dengan prosedur dengan benar
pemakaian 2. Memfiksasi arde A : masalah teratasi
ESU dengan adekuat P : hentikan intervensi
3. Menggunakan power
output sesuai
kebutuhan
4. Mengawasi selama
pemakaian alat

3. Post Operatif
No Tanggal/jaDx. keperawatan Implementasi Respon Evaluasi TTD
m
1 12 Agustus
Risiko tinggi 1. Mengawasi gerak dan1. klien tetap pada
S : klien
2015 cedera jatuh posisi klien posisi yang mengatakan
berhubungan aman kakinya masih
dengan terasa
pengaruh obat 2. Memasang bed side 2.TTV klien : kesemutan
anestesi monitor TD:134/88;HRO: klien tidak
: 90; SaO2 : 98 mampu fleksi
% lutut, nilai
aldrette score 8
3. Memasang pengaman3.klien telah
A : masalah teratasi
(bed reel) pada bed terfiksasi P : hentikan
klien dengan aman intervensi
4. Menjaga / tidak 4.Klien merasa
meninggalkan klien aman ada yang
sendirian mendampingi
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode wawancara dan pemeriksaan
fisik menggunakan format pengkajian Nn. E. S pada hari Minggu, 14 juli
2019 di Ruang Cendana RS Bhayangkara Drs. Titus Ully Kupang.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan pada studi kasus asuhan
keperawatan pada Nn. E. S yaitu Nyeri akut berhubungan dengan proses
inflamasi dan kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi.
3. Intervensi
Intervensi keperawatan yang direncanakan yaitu, lakukan
pengkajian secara komperhensif, observasi dan catat lokasi, beratnya
(skala 1-10) dan karakteristik nyeri (menetap, hilang timbul),Observasi
tanda - tanda vital tiap 8 jam, ciptakan lingkungan yang nyaman dan
tenang, beri posisi yang nyaman, anjurkan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi dan kolaborasi dengan dokter pemberrian terapi secara
farmakologis.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi
yang telah disusun berdasarkan kriteria waktu yang telah disusun
berdsarkan kriteria jangka pendek.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan menggunakan
evaluasi keperawatan dimulai dari hari senin, 15 juli 2019 dilakukan
dengan menggunakan metode Subyektif, Obyektis, Assesment, dan
planning. Selasa, 16 juli 2019 dilakukan dengan menggunakan metode
Subyektif, Obyektis, Assesment, planning, implementasi dan evaluasi.
4.2 Saran
1. Institusi
Dengan adanya studi kasus ini, diharapkan sebagai bahan acuan
atau referensi dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswa mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan kolelitiasis.
2. Rumah sakit
Dengan adanya studi kasus ini, diharapkan sebagai bahan acuan
atau refrensi dalam memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit pada
pasien dengan kolelitiasis.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi.


Jakarta : Sugeng Seto. Djumhana,A. 2010. Jurnal Kedokteran Batu Empedu
pada Wanita Lebih Besar. Bandung : Fakultas kedokteran Unpad-Rumah
Sakit Hasan Sadikin.
Ginting, S. 2012. A Description Characteristic Risk Factor of the Kolelitiasis
disease in the Colombia Asia Medan Hospital. Jurnal penelitian Dharma
Agung (J-DA). Medan.http://repository.maran atha.edu/ 12708/10/1110127
Journal.pdfdiakses pada tanggal 20 juli 2019.
Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 Juli-
September 2017)
Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC
Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah dan Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika.
Shigemi Kamitsuru, PhD,RN,FNI & T. Heather Herdman,
PhD,RN,FNI (2018) NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2018-2020. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edis IV. Jakarta
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep
klinis proses – proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Tylor M. Cyntia & Ralph Sparks Sheila (2003). Diagnosis
Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran.
EG

Anda mungkin juga menyukai