Disusun Oleh :
4A Keperawatan
T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhânahû wa Ta`âlâ yang telah memberikan karunia dan
rahmat-Nya kepada penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah
dengan judul "Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan gangguan Hemoroid externa di ruang
Mawar RSUDT”. Makalah sederhana ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu
tugas mata kuliah KMB II.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak
yang memberikan kontribusi dan dukungan dalam penyusunan makalah ini. Pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya.
Tak ada gading yang tak retak. Tak ada yang sempurna di dunia ini. Demikian pula
dengan penulisan Makalah ini. Kritik dan saran sangatlah penulis harapkan dan dapat
disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Semoga makalah ini menjadi
tambahan khazanah pengetahuan bagi siapa pun yang membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………….
Daftar Isi………………………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara Barat.
Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita heartburn (rasa
panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Di Indonesia,
penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD
datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang
setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan
disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat ke
dokter (Djajapranata, 2001).
Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka tertinggi terjadi di
Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di Hongkong meningkat dari
29,8% (2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan berdasarkan data salah satu rumah sakit
di Indonesi, RSCM menunjukkan peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam
kurun waktu 5 tahun. Asian Burning Desire Survey (2006) membuktikan bahwa
pemahaman tentang GERD pada populasi di Indonesia adalah yang terendah di Asia
Pasifik, hanya sekitar 1%, sedangkan di Taiwan mencapai 81% dan Hongkong 66%.
Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi yang begitu jelas,
kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-erosive reflux
disease lebih terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis kelamin bukan menjadi
faktor utama dalam perkembangan PRG, namun Barrett’s esophagus lebih sering terjadi
pada laki-laki.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi
pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.
Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak
ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).
a. Pemisah antirefluks
1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat,
serta mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala
atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah
gejala tersering.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut
terasa asam dan pahit.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)
Gejala Atipikal :
Gejala lain :
1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh
evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu
disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan
ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan
berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan,
terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien
PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi.
Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan
lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
3. Tes Provokatif
A. Tes Perfusi Asam (Bernstein)
Untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam. Pemeriksaan
ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein
yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri
asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut
kepustakaan berkisar antara 80-90%.
B. Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan
intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik
esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
4. Pengukuran pH dan tekanan esophagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya
RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE.
Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan
alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold
standar untuk memastikan adanya PRGE.
5. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan
esofagus dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).
6. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa
esofagus, erosi, dan striktur
7. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien
yang diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu
minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
8. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada
pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas
esofagus.
9. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.
Tetapi bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).
2.6 Penatalaksanaan
BAB III
3.1 Pengkajian
a. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan :
1. Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
2. Pulse rate
3. Respiratory rate
4. Suhu
5. Keluhan utama
Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor
pencetus, manifestasi yang berhubungan :
Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, odinofagia.
cairan refluks.
Data Obyektif :
7. Respirasi
Data Subyektif :
Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.
Klien mengatakan mengalami batuk
Data obyektif:
Terlihat ada sesak napas.
Terdapat penggunaan otot bantu napas.
Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt
dan pada anak-anak > 20-26 x/menit.
Klien terlihat batuk.
8. Keamanan
Data Subyektif :
Klien mengatakan merasa cemas
Data obyektif:
Klien tampak gelisah
9. Interaksi social
Data Subyektif:
Klien mengatakan suaranya serak
Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karena
suaranya tidak jelas terdengar.
Data obyektif:
Suara klien terdengar serak
Suara klien tidak terdengar jelas.
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor,
koma dan delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu
tubuh.
3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi
pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban
kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan,
distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari
bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal
anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler.
4. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran
kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris
atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu
mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada
daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka
mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku
kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi,
konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan
5. Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru
dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang
meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara,
krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi
perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau
pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru,
dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas
normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi
gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian
pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis
dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising
jantung dan lain-lain
6. Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan
tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya
ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada
organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah anus,
rektum serta genetalianya
7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak,
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.
3.2 Diagnosa
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan
glotis terhadap cairan refluks.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan
tenggorokan.
6. Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus
akibat gastroesofageal reflux disease.
7. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
3.3 Intervensi
No Perencanaan
Diagnosa Rasional
. Kriteria Hasil Intervensi
Hematokrit menurun
skala 4
5. Timbang berat
badan tiap hari. Buat
jadwal teratur setelah
pulang. 5. Pengawasan
kehilangan dan alat
pengkajian kebutuhan
6. Kolaborasi dengan nutrisi
ahli gizi
6. Perlu bantuan dalam
perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan
nutrisi
2. Berikan
2. Memungkinkan untuk
informasi yang dapat
Menyingkirkan tanda interaksi interpersonal lebih
dipercaya dan konsisten
kecemasan skala 4 baik dan menurunkan rasa
dan dukungan untuk
ansietas dan rasa takut.
orang terdekat.
3.4 Evaluasi
3.5 Pathway
BAB IV
BAB V
PEMBAHASAN DIAGNOSA
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan GERD yaitu :
6.2 Saran
1. Individu yang mengalami keluhan-keluhan refluks gastroesofagus perlu mencari
pengobatan sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah.
2. Bagi tenaga kesehatan maupun tenaga pengajar perlu memberikan sumbangsih
penelitian maupun referensi mengenai penyakit Gastroesophageal Reflux
Disease (GERD) mengingat sedikit dijumpai referensi penunjang mengenai penyakit
ini.
3. Makalah ini dapat digunakan sebagai penunjang mahasiswa keperawatan ketika
praktik di klinik dan sebaiknya perlu disempurnakan lagi dengan referensi yang
terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Aru, Sudoyo. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Asroel, Harry. 2017. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara : Fakultas
Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.
Djajapranata, Indrawan. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta :
FKUI.
Susanto, Agus dkk. 2016. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks Gastroesofagus.
Jakarta : FKUI.