Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GERD

(GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE)

Disusun Oleh :

Muhammad Wahyu Wicaksana (1901022)

4A Keperawatan

STIKES MUHAMMADIYAH MANADO

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhânahû wa Ta`âlâ yang telah memberikan karunia dan
rahmat-Nya kepada penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah
dengan judul "Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan gangguan Hemoroid externa di ruang
Mawar RSUDT”. Makalah sederhana ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu
tugas mata kuliah KMB II.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak
yang memberikan kontribusi dan dukungan dalam penyusunan makalah ini. Pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya.
Tak ada gading yang tak retak. Tak ada yang sempurna di dunia ini. Demikian pula
dengan penulisan Makalah ini. Kritik dan saran sangatlah penulis harapkan dan dapat
disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Semoga makalah ini menjadi
tambahan khazanah pengetahuan bagi siapa pun yang membacanya.

Manado, 26 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………….

Daftar Isi………………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi………………………………………………………………………………..
2.2 Etiologi………………………………………………………………………………
2.3 Patofisiologi…………………………………………………………………………..
2.4 Manefestasi Klinis……………………………………………………………………
2.5 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………………
2.6 Penatalaksanaan………………………………………………………………………
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI GASTROESOPHAGEAL REFLUX
DISEASE
3.1 Pengkajian…………………………………………………………………………….
3.2 Diagnosa……………………………………………………………………………...
3.3 Intervensi……………………………………………………………………………..
3.4 Evaluasi……………………………………………………………………………….
3.5 Pathway……………………………………………………………………………….
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GASTROESOPHAGEAL REFLUX
DISEASE
4.1 Pengkajian……………………………………………………………………………
4.2 Diagnosa……………………………………………………………………………..
4.3 Intervensi…………………………………………………………………………….
4.4 Implementasi…………………………………………………………………………
4.5 Evaluasi………………………………………………………………………………
BAB V PEMBAHASAN DIAGNOSA
5.1 Analisa Data………………………………………………………………………….
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan………………………………………………………………………….
6.2 Saran…………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang
terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang berat
seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks gastroesofagus adalah
masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang,
terutama setelah makan (Asroel, 2002).

GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara Barat.
Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita heartburn (rasa
panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Di Indonesia,
penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD
datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang
setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan
disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat ke
dokter (Djajapranata, 2001).

Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka tertinggi terjadi di
Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di Hongkong meningkat dari
29,8% (2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan berdasarkan data salah satu rumah sakit
di Indonesi, RSCM menunjukkan peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam
kurun waktu 5 tahun. Asian Burning Desire Survey (2006) membuktikan bahwa
pemahaman tentang GERD pada populasi di Indonesia adalah yang terendah di Asia
Pasifik, hanya sekitar 1%, sedangkan di Taiwan mencapai 81% dan Hongkong 66%.

Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi yang begitu jelas,
kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-erosive reflux
disease lebih terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis kelamin bukan menjadi
faktor utama dalam perkembangan PRG, namun Barrett’s esophagus lebih sering terjadi
pada laki-laki.

Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum gangguan yang terkait,


termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang terkait, esofagitis erosif,
striktur peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma esofagus. Selain beberapa
patofisiologi dan hubungan antara beberapa gangguan ini, GERD juga ditandai dengan
terjadinya komorbiditas pada pasien yang identik dan oleh epidemiologi perilaku yang
serupa diantara mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimasuk dari definisi GERD ?
2. Apa yang dimasuk dari Etiologi GERD ?
3. Apa yang dimasuk dari Patofisiologi GERD ?
4. Apa yang dimasuk dari Manifestasi klinis GERD ?
5. Apa yang dimasuk dari pemeriksaan penunjang GERD ?
6. Apa yang dimasuk dari penatalaksanaan GERD ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Laporan Pendahuluan
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Teori GERD
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Kasus GERD
4. Untuk mengetahui Pembahasan Diagnosa
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease atau GERD)


didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung
ke dalam esophagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi
(Susanto, 2002).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena
sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang
mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak
merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi
berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk
waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus
akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus
(Susanto, 2002).

2.2 Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :

1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)


2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti
beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10.  Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009).

2.3 Patofisiologi

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi
pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.
Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak
ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).

Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan


motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi
saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan
terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga
dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas
ataupun sebaliknya (Hadi, 2002).

Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari


esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif
esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan
ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi
gastrik dan daya pilorik.

a. Pemisah antirefluks

Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus


LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya
peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata
mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus
LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin
rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor
hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan
tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus

Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah


gravitasi, peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks
sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan
peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.

c. Ketahanan epithelial esophagus

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan


mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial
esophagus terdiri dari :

1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+  ke
jaringan esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat,
serta mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .

Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan


hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus
bawah dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra
abdominal sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi
lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung
mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi,
maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan
mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi
sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke
faring, laring, mulut atau nasofaring (Hadi, 2002).

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala
atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :

1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah
gejala tersering.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut
terasa asam dan pahit.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)

Gejala Atipikal :

a. Batuk kronik dan kadang wheezing


b.  Suara serak
c.  Pneumonia
d. Fibrosis paru
e. Bronkiektasis
f. Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).

Gejala lain :

a. Penurunan berat badan


b. Anemia
c. Hematemesis atau melena
d. Odinofagia (Bestari, 2011).

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh
evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu
disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan
ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan
berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan,
terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien
PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi.
Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan
lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
3. Tes Provokatif
A. Tes Perfusi Asam (Bernstein)
Untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam. Pemeriksaan
ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein
yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri
asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut
kepustakaan berkisar antara 80-90%.
B. Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan
intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik
esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
4. Pengukuran pH dan tekanan esophagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya
RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE.
Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan
alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold
standar untuk memastikan adanya PRGE.
5. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan
esofagus dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).
6. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa
esofagus, erosi, dan striktur
7. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien
yang diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu
minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
8. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada
pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas
esofagus.
9. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.
Tetapi bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).

2.6 Penatalaksanaan
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI KASUS GASTROESOPHAGEAL REFLUX


DISEASE (GERD)

3.1 Pengkajian

a. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan :
1. Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
2. Pulse rate
3. Respiratory rate
4. Suhu
5. Keluhan utama

Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor
pencetus, manifestasi yang berhubungan :

Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.

Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak, pneumonia, fibrosis


paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.

Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, odinofagia.

c. Riwayat kesehatan dahulu


1. Penyakit gastrointestinal lain
2. Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung
3. Alergi/reaksi respon imun
d.  Riwayat penyakit keluarga
e.  Pola Fungsi Keperawatan
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif :
Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah
epigastrium, seperti terbakar.
Data obyektif :
Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.
Tidak terjadi perubahan tonus otot.
2. Sirkulasi
Data Subyektif :
Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam.
Data Obyektif :
Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)
Kadar WBC meningkat.
3. Eliminasi
Data Subyektif :
Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data obyektif :
Bising usus menurun (<12x/menit)
4. Makan/ minum
Data Subyektif :
Klien mengatakan mengalami mual muntah.
Klien mengatakan tidak nafsu makan.
Klien mengatakan susah menelan.
Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data Obyektif :
Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
5. Sensori neural
Data Subyektif :
Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data obyektif :
Status mental baik.
6. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif :
Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium.

P : nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh

cairan refluks.

Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar

R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.

S : klien mengatakan skala nyeri 1-10.

T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan. Nyeri


pada dada menetap.

Data Obyektif :

Klien tampak meringis kesakitan.

Klien tampak memegang bagian yang nyeri.

Tekanan darah klien meningkat

Klien tampak gelisah

7. Respirasi
Data Subyektif :
Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.
Klien mengatakan mengalami batuk
Data obyektif:
Terlihat ada sesak napas.
Terdapat penggunaan otot bantu napas.
Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt
dan pada anak-anak > 20-26 x/menit.
Klien terlihat batuk.
8. Keamanan
Data Subyektif :
Klien mengatakan merasa cemas
Data obyektif:
Klien tampak gelisah
9. Interaksi social
Data Subyektif:
Klien mengatakan suaranya serak
Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karena
suaranya tidak jelas terdengar.
Data obyektif:
Suara klien terdengar serak
Suara klien tidak terdengar jelas.
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor,
koma dan delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu
tubuh.
3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi
pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban
kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan,
distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari
bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal
anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler.
4. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran
kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris
atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu
mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada
daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka
mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku
kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi,
konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan
5. Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru
dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang
meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara,
krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi
perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau
pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru,
dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas
normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi
gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian
pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis
dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising
jantung dan lain-lain
6. Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan
tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya
ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada
organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah anus,
rektum serta genetalianya
7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak,
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.
3.2 Diagnosa

1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan
glotis terhadap cairan refluks.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan
tenggorokan.
6. Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus
akibat gastroesofageal reflux disease.
7. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

3.3 Intervensi

No Perencanaan
Diagnosa Rasional
. Kriteria Hasil Intervensi

1. Risiko aspirasi Setelah dilakukan 1.    Monitor tingkat 1.    Meningkatkan ekspansi


berhubungan dengan tindakan keperawatan kesadaran, reflek batuk paru maksimal dan alat
hambatan menelan, selama ...x 24 jam dan kemampuan pembersihan jalan napas.
penurunan refleks laring masalah aspirasi pada menelan.
dan glotis terhadap klien dapat diatasi
cairan refluks. dengan kriteria hasil:
2.    Naikkan kepala 30-
2.    Meningkatkan
45 derajat setelah
pengisian udara seluruh
makan.
segmen paru, memobilisasi
Status hasil: dan mengeluarkan sekret.

Klien dapat bernafas


dengan mudah, tidak
3.    Menghindari terjadinya
irama, frekuensi
risiko aspirasi yang terlalu
pernafasan 3.    Potong makanan
tinggi.
normal skala 4
kecil kecil. 4.    Dapat membatasi
ekspansi gastroesofagus
Pasien mampu
menelan, mengunyah
4.    Hindari makan
tanpa terjadi aspirasi,
kalau residu masih
dan
banyak
mampu melakukan
oral hygiene skala 4

Jalan nafas paten,


mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan
tidak ada suara nafas
abnormal skala 4

2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan 1.    Monitor status 1.      Perubahan pada


berhubungan dengan tindakan keperawatan hidrasi. kapasitas gaster dan mual
pemasukan yang selama .....x 24 jam,  sangat mempengaruhi
kurang, mual dan defisit volume cairan masukan dan kebutuahan
muntah / pengeluaran pada klien  dapat cairan, peningkatan risiko
yang berlebihan. diatasi  dengan dehidrasi.
kriteria hasil:

Definisi: penurunan 2.      Indikator


cairan intravaskuler, Mempertahankan dehidrasi/hipovolemia,
interstisial dan atau urine output sesuai keadekuatan penggantian
interseluler. Mengarah dengan usia BB, BJ cairan.
2.    Kaji tanda vital,
ke dehidrasi kehilangan urine normal skala 4
catat perubahan TD,
cairan dengan
takikardi, turgor kulit
pengeluaran sodium.
dan kelembaban
membran mukosa.
3.      Menggantikan
kehilangan cairan dan
3.    Berikan cairan
memperbaiki keseimbangan
tambahan IV sesuai
Tidak ada tanda-tanda cairan dalam fase segera
indikasi.
dehidrasi, elastisitas dan pasien mampu
turgor kulit baik dan memenuhi cairan per oral.
tidak ada rasa haus
yang berlebihan skala
4 4.      Memungkinkan
penghentian tindakan
dukungan cairan infasif dan
kembali ke normal.

Berat badan stabil


skala 4
4.    Dorong masukan
oral bila mampu

Hematokrit menurun
skala 4

Tidak ada ascites


skala 4

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1.    Diskusikan  pada 1.      Dengan memilih


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan pasien makanan yang makanan yang disukai
kebutuhan tubuh selama .....x 24 jam,  disukainya dan pasien maka selera makan
berhubungan dengan nutrisi pada klien makanan yang tidak si pasien akan bertambah
intake kurang akibat dapat diatasi dengan disukainya. dan dapat mengurangi rasa
mual dan muntah. kriteria hasil: mual dan muntah.

Definisi: intake nutrisi Status hasil: 2.      Setelah tindakan


tidak cukup untuk Peningkatan berat pembagian, kapasitas gaster
keperluan metabolisme badan sesuai dengan menurun kurang dari 50 ml,
2.    Buat jadwal
tubuh tujuan skala 4 sehingga perlu makan
masukan tiap jam.
sedikit/sering.
Anjurkan mengukur
cairan/makanan dan
Tidak ada tanda-tanda
minum sedikit demi
malnutrisi skala 4
sedikit atau makan
secara perlahan.

Tidak ada penurunan


berat badan yang
3.    Beritahu pasien
berarti skala 4
untuk duduk saat
3.      Menurunkan
makan/minum.
kemungkinan aspirasi.
Mengidentifikasi
skala nutrisi skala 4
4.    Tekankan
4.      Makan berlebihan
pentingnya menyadari
dapat mengakibatkan mual
kenyang dan
Stamina dan energi dan muntah
menghentikan
ada skala 4
masukan.

5.    Timbang berat
badan tiap hari. Buat
jadwal teratur setelah
pulang. 5.      Pengawasan
kehilangan  dan alat
pengkajian kebutuhan
6.    Kolaborasi dengan nutrisi
ahli gizi
6.      Perlu bantuan dalam
perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan
nutrisi

4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1.    Kurangi faktor 1.    Dengan berkurangnya


dengan inflamasi tindakan keperawatan presipitasi nyeri faktor pencetus nyeri maka
lapisan esofagus selama ......x 24 pasien tidak terlalu
jam, pasien tidak merasakan intensitas nyeri.
mengalami nyeri,
2.    Menurunkan tegangan
dengan kriteria hasil:
abdomen dan meningkatkan
rasa kontrol.
2.    Tingkatkan
Mampu mengontrol istirahat
nyeri (tahu penyebab
3.    Pemberian informasi
nyeri, mampu
yang berulang dapat
menggunakan tehnik
mengurangi rasa kecemasan
nonfarmakologi untu
pasien terhadap rasa
k mengurangi nyeri,
nyerinya.
mencari bantuan) 3.    Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
Melaporkan bahwa lama nyeri akan
nyeri berkurang berkurang, dan
dengan menggunakan antisipasi
manajemen nyeri ketidaknyamanan
prosedur. 4.    Meningkatkan
relaksasi, memfokuskan
Mampu mengenali kembali perhatian dan
nyeri (skala, 4.    Ajarkan tentang meningkatkan kemampuan
intensitas, frekuensi teknik nonfarmakologi koping.
dan tanda seperti teknik relaksasi
nafas dalam, distraksi
dan kompres
Tanda vital dalam hangat/dingin.
rentang normal
5.    Perlu penanganan obat
untuk memudahkan
5.    Berikan analgesik
istirahat adekuat dan
untuk mengurangi nyeri
penyembuhan

5 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1.    Posisikan pasien 1.    Peninggian kepala


tidak tindakan keperawatan untuk memaksimalkan tempat tidur mempermudah
efektif berhubungan selama ......x 24 jam ventilasi fungsi pernapasan dengan
dengan refluks cairan ke klien dapat menggunakan gravitasi.
laring dan tenggorokan menunjukkan kriteria
hasil:
2.    Fisioterapi dada dapat
mengeluarkan sisa sekret
Status hasil: 2.    Lakukan fisioterapi yang masih tertinggal.
dada jika perlu
jalan nafas yang paten
(tidak tercekik, irama
3.    Keseimbangan akan
nafas dan pola nafas
stabil apabila antara
dalam rentang
pemasukan dan
normal) skala 4 3.    Atur intake untuk
pengeluaran diatur
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.

6. Gangguan Menelan Setelah dilakukan 1.    Bantu pasien 1.    Menetralkan


berhubungan dengan tindakan keperawatan dengan mengontrol hiperekstensi , membantu
penyempitan/strikture selama .....x 24 jam kepala mencegah aspirasi dan
pada esophagus akibat maka gangguan meningkatkan kemampuan
gastroesophegal reflux menelan pada klien untuk menelan.
disease dapat diatasi dengan
kriteria hasil:
2.    Menggunakan gravitasi
untuk memudahkan proses
Status hasil:
menelan.
Klien dapat menelan
makanan dengan
2.    Letakkan pasien
sempurna skala 4
pada posisi duduk/tegak
selama dan setelah
makan.
3.    Pasien dapat
berkonsentrasi pada
mekanisme makan tanpa
3.    Berikan makan
adnya gangguan distraksi
perlahan pada
dari luar
lingkungan yang tenang

7. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan 1.        Dorong pasien 1.      Memberikan


dengan proses penyakit tindakan keperawatan untuk mengungkapkan kesempatan untuk
selama .....x 24 jam,  pikiran dan perasaan. memeriksa rasa takut
ansietas pada klien realistis serta kesalahan
dapat diatasi  dengan konsep tentang diagnosis.
kriteria hasil:

2.        Berikan
2.      Memungkinkan untuk
informasi yang dapat
Menyingkirkan tanda interaksi interpersonal lebih
dipercaya dan konsisten
kecemasan skala 4 baik dan menurunkan rasa
dan dukungan untuk
ansietas dan rasa takut.
orang terdekat.

Merencanakan 3.        Tingkatkan rasa


strategi koping skala tenang dan lingkungan 3.      Memudahkan
4 tenang. istirahat, menghemat energi
dan meningkatkan
kemampuan koping.

Intensitas kecemasan 4.        Pertahankan


kontak sering dengan
skala4 4.      Memberikan
pasien, bicara dengan
keyakinan bahwa pasien
menyentuh bila tepat.
tidak sendiri atau ditolak,
mengembangkan
kepercayaan.
Mencari informasi
untuk menurunkan
cemas skala 4

3.4  Evaluasi

1. Risiko aspirasi pada klien dapat diatasi 


2. Defisit volume cairan dapat diatasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi  pada pasien GERD  dapat ditangani.
4. Nyeri akut pada pasien dapat diatasi.
5. Bersihan jalan nafas efektif.
6. Gangguan menelan pada klien dapat diatasi
7. Ansietas pada pasien dapat diatasi.

3.5 Pathway
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE


(GERD)

BAB V

PEMBAHASAN DIAGNOSA
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana cairan lambung


mengalami refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar,
nyeri di dada, regurgitasi, dan komplikasi. Manifestasi klinis GERD meliputi gejala
tipikal (esofagus) dan atipikal (ekstraesofagus). Faktor yang berperan untuk terjadinya
GERD yaitu mekanisme antirefluks, kandungan cairan lambung, mekanisme bersihan
oleh esofagus, dan resistensi sel epitel esofagus. Untuk menegakkan diagnosis GERD
dapat ditegakkan berdasarkan analisa gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya endoskopi, radiologi,
pengukuran pH, tes perfusi Berstein, tes gastro-esophageal scintigraphy.

Komplikasi penyakit GERD diantaranya Esofagus barret, esofagitis ulseratif,


perdarahan, striktur esofagus, dan aspirasi. GERD merupakan penyakit kronik yang
memerlukan pengobatan jangka panjang. Pengobatan yang dapat diberikan pada klien
GERD meliputi modifikasi gaya hidup, terapi endoskopi, terapi medikamentosa, dan
terapi komplikasi.

Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan GERD yaitu :

a. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks


laring dan glotis terhadap cairan refluks.
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.
c.  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
e. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring
dan tenggorokan.
f. Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus
akibat gastroesofageal reflux disease.
g. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

6.2 Saran
1. Individu yang mengalami keluhan-keluhan refluks gastroesofagus perlu mencari
pengobatan sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah.
2. Bagi tenaga kesehatan maupun tenaga pengajar perlu memberikan sumbangsih
penelitian maupun referensi mengenai penyakit Gastroesophageal Reflux
Disease (GERD) mengingat sedikit dijumpai referensi penunjang mengenai penyakit
ini.
3. Makalah ini dapat digunakan sebagai penunjang mahasiswa keperawatan ketika
praktik di klinik dan sebaiknya perlu disempurnakan lagi dengan referensi yang
terbaru.
DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Asroel, Harry. 2017. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara : Fakultas
Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.

Bestari, Muhammad Begawan. 2015. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease


(GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no.
7 / November 2015.

Djajapranata, Indrawan. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta :
FKUI.

Sujono, Hadi.  2015. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.

Susanto, Agus dkk. 2016. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks Gastroesofagus.
Jakarta : FKUI.

Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara


Klinis. PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September -
November 2009.

Anda mungkin juga menyukai