Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

1. Konsep Dasar Teoritis


A. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan Bare, 2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA, 2017)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas
tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan
insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah.
Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari
diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa
sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung
koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO,
2011)
Jadi pengertian Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit
dengan peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya
oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas.

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Prakreas

Gambar 2.1 Prankreas


Sumber : Gongzaga 2010
Gambar 2.2 DM tipe I DM tipe II
Sumber : Gongzaga 2010

Menurut Gonzaga.B (2010), prankreas terletak melintang dibagian atas


abdomen dibelakang glaster didalam ruang retroperitonial. Disebelah kiri ekor
prankreas mencapai hiluslinpa diarah kronio dorsal dan bagian kiri atas kaput
prankreas dihubungkan dengan corpus oleh leher prankreas yaitu bagian
prankreas yang lebar biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika
superior berada dibagian kiri prankreas ini disebut processus unsinatis prankreas.
Menurut Gonzaga Prankreas terdiri dari 2 jaringan utama yaitu:

a. Asinus yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.

b. Pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan


getahnya namuan sebaliknya mensekresikan insulin dan glukagon
langsung kedalam darah.Pangkreas manusia mempunyai 1-2 juta pulau
langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0-3 mm dan
tersusun mengelilinggi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung 3 jenis sel utama, yakni sel–alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira kira 60% dari semua sel terletak terutama di
tengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
1 dengan yang lain. Dalam sel B, muloekus insulin membentuk polimer yang
juga komplek dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau akregat seng dari insulin. Insulin
disintesis dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian di angkut ke aparatus
kolgi, tempat ini dibungkus didalam granula yang diikat membran. Kranula ini
pergerak ke dinding sel oleh satu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin kedaerah luar gengan exsositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25% dari
seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10% dari seluruh
sel mensekresikan somatostatin (Biologi Gongzaga 2010).

2. Fisiologi Prankreas
Menurut Gongzaga 2010, Prankreas disebut sebagai organ rangkap,
mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai kelenjer eksokrin dan kelenjer endokrin.
Fungsi eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat
menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat, sedangkan endokrin
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting
pada metabolisme karbohidrat. Kelenjer prankreas dalam mengatur metabolisme
glukosa dalam tubuh berupa hormon hormon yang disekresikan oleh sel-sel di
pulau langerhans. Hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Menururt Gonzaga (2010), Prankreas dibagi menurut bentuk nya :
a. Kepala (kaput) merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah
kanan umbilical dalam lekukan duodenum.
b. Badan (korpus) merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah
lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor (kauda) adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya
menyentuh lympa.
1) Pulau Langerhans
Gambar 2.3 Pulau Langerhans
Sumber : Gongzaga (2010)

Pulau langerhans mengandung 3 jenis sel utama yakni sel-alfa, sel beta
dan sel delta. Sel beta mencakup kira kira 60% dari semua sel terletak
terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin.granula sel B
merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies 1 sengan yang lain. Dalam sel B, muloekus insulin
membentuk polimer komplek dengan seng. Perbedaan dalam bentuk
bungkusan ini mungkin karena perbedaan ukuran polimer atau akregat sel dari
isulin. Insulin disintesis dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus kolgi, tempat ini dibungkus didalam granula yang diikat
membran. Kranula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang sel
mengeluarkan insulin kedaerah luar gengang exsosotosis.
Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestra kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa
yang mencakup kira kira 25% dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10% dari seluruh sel yang mensekresikan somatostatin.
2) Hormon Insulin
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino satu sama lain dihubungkan
oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam
amino yang memegang peran penting. Perangsang adalah glukosa darah.
Kadar glukosa darah 80-90 mg/ml. (Gongzaga 2010)
Efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat :
a) Manambah kecepatan metabolisme glukosa
b) Mengurangi kosentrasi gula darah
c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan
3) Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi berlawanan dengan insulin
fungsi terpenting adalah meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah.
(Biologi Gongzaga 2010)
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah:
a) Pemecahan glikagon (glikogenolisis)
b) Peningkatan glikogen (glikogenesis)
Menurut Smelzer 2015, Diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya
sebagian kecil dari sel sel beta dari pulau pulau langerhans pada prankreas
yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya kekurangan insulin.

C. Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

D. Etiologi Diabetes Melitus


Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2
kategori klinis yaitu:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi
sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah terjadinya
diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi &
proses imunnya. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini
adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai
jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare, 2015)
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
E. Patofisiologi Diabetes Melitus
Menurut Smeltzer 2015, Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel- sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia prosprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan ke dalam urin, eksresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). (Smeltzer dan Bare, 2015).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glikosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi lain). Namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini kan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbilkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
disebabkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perunahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting (Smeltzer dan Bare, 2015).
DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama
adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas,
faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya
DM tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan
seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar
asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare, 2015). Mekanisme terjadinya DM tipe 2
umumnya disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2
yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer dan Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi
vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah
terjadinya komplikasi DM jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati
perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis
ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
F. WOC DIABETES MELITUS

Reaksi autoimun Obesitas, usia, genetik


DM type I DM type II
Sel beta pankreas hancur jumlah sel beta pankreas
Menurun
Defesiensi insulin

Anabolisme ketabolisme protein lipolisis penurunan pemakaian


glukosa protein
MK: Ketidak stabilan glukosa
darah.

kerusakan pada merangsang penurunan BB hipoglikemia


antibody h ipotalamus
gliserol asam glycosuria viskontas darah
kekebalan tubuh pusat haus lemak bebas
dan lapar osmotic diuresis aliran
darah MK : neuropati ateroklerosis ketogenesis
melambat resiko sensori polidipsi
polirea
infeksi perifer dan polipagi ketonuria iskemik
dehidrasi jaringan
ketoasidosis
merasa tidak ketidakefektifan
sakit saat nyeri abdomen perfusi jaringan
luka mual muntah perifer
hiperventilasi
nafas bau keton MK :
MK :ketidak seimbangan Ketidak
nutrisi kurang dari seimbangan
kebutuhan tubuh elektrolit
coma
mikro vaskuler
makro vaskuler

jantung selebral retina ginjal

miokard infard penyumbatan retina diabetic neoropati


pada otak
MK: nyeri akut gangguan gagal ginjal
Stroke penglihatan
Nekrosis luka
Sumber : ganggren
NANAD
A NIC
NOC
2015
MK : kerusakan integritas kulit

G. Manifestasi Klinik Diabetes Melitus


Menurut PERKENI (2015), penyakit diabetes melitus ini pada awalnya
seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat
diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat
langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula
dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing
manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang
ditunjukan meliputi:
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel
tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun sebabnya
orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha meningkatkan
asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah
perasaan selalu ingin makan
b) Sering merasa haus (polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga orang
ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis akan sangat
merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
c) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar
bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung
gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam
urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun sering.Jika
tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing,
nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun
5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas
diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .
2) Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015)
adalah:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c) Rasa tebal dikulit
d) Kram
e) Mudah mengantuk
f) Mata kabur
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

H. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus


Menurut referensi NANDA NIC NOC pemeriksaan penunjang Diabetes Melitus
adalah :
a. Kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzim matik sebagai
patokan penyaring.
Tabel 2.1

Kadar Glukosa Darah sewaktu (mg/dl)


Kadar glukosa darah DM Belum Dm
sewaktu
Plasma darah > 200 100-200
Darah kapiler > 200 80-100
Kadar Glukosa Darah puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah Puasa DM Belum pasti
Dm
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler > 110 90-110
b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
a) Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1mmol/ L)
b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8mmol/L)
c) Glukosa plasma dari sampel yang di ambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200mg/dl.
c. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostit, tes
pemantauwan terapi dan tes untuk mendeteksi kompliksi.
d. Tesdianostik
Tes-tes diagnostit pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah 2 jam
post prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO.
e. Tes monitoring terapi
Tes-tes untuk mendektesi komplikasi adalah :
a) GDP : plasma vena, darah kapiler
b) GD2 PP : Plasma vena
c) A1c : darah vena, darah kapiler
f. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendekteksi komplikasi adalah :
a) Mikroalbuminuria : Urin
b) Ureum, kreatinin, asamurat
c) Kolesterol total : Plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : Plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL : Plasma vena (puasa)

I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


1. Penatalaksaan Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
a. Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
Prinsip diet DM, adalah:
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis: boleh dimakan/ tidak
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari hendaknya
diikuti pedoman 3 J yaitu:
1. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan
dikurangi atau ditambah
2. Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3. Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung
percentage of relative body weight( BPR=berat badan normal)
dengan rumus:
BPR= BB(kg) X 100%
TB(cm) -100

Keterangan :
1) Kurus (underweight) :BPR<90%
2) Normal (ideal) :BPR 90% -110%
3) Gemuk (overweight) :BPR >110%
4) Obesitas apabila :BPR> 120%
a) Obesitas ringan :BPR 120% -130%
b) Obesitas sedang :BPR 130% - 140%
c) Obesitas berat :BPR 140 – 200%
d) Morbid :BPR > 200%
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan/ Edukasi
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima
pilar diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.
e. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat-obatan.

2. Penatalaksaan Medis
Obat :
a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
b) Mekanisme kerja Biguanida
c) Pemberian Insulin
d) Indikasi penggunaan insulin
e) Cara pemberian insulin

J. Komplikasi Diabetes Melitus


Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzel
dan Bare, 2015; PERKENI , 2015)
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap
(PERKENI,2015).
b. Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga
mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik
(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-
glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI,
2015).
c. Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600- 1200
mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas plasma sangat meningkat (330-
380 mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI, 2015).
d. Komplikasi Kronis (Menahun)
Menurut Smeltzer 2015,kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri dari:
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,
pembuluh darah otak
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)
dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana
serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya
tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki.
dan disfungsi ereksi.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupkan tahap awal dan merupakan dasar proses keperawatan
diperlukan pengkjian yang cermat untuk mengenal masalah klien agar dapat
memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan keperawatan sangat tergantung
kepada kecermatan dan ketelitian dalam pengkajian. Tahap pengkajian ini terdiri
dari 4 komponen antara lain pengelompokan data, analisis data, perumusan
diagnosa keperawatan.
Identitas meliputi : Nama, Umur, Alamat, Pendidikan, no MR, Tanggal Masuk
Rs, dan Diagnosa Medis.
1. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD (
Ketoasidosis Diabetic) HONK (Hiperosmolar Non Ketotik), penyebab
terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD (Ketoasidosis Diabetic) /
HONK (Hiperosmolar Non Ketotik) serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit)
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral)
5. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
6. Aktivitas dan istirahat
Letih, lemah,sulit bergerak/berjalan,kram otot ,tonos otot menurun
7. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, kebas, kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki
yang penyembuhan lama, takikardi, perubahan tekanan darah.
8. Eliminasi
Perubahan pola berkemih(Poliuria,nokturia,anuria)
9. Makanan/cairan
Anoreksia, mual dan muntah,tidak mengikuti diet,penurunan berat badan,haus
10. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, gangguan
penglihatan
11. Nyeri/kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang/berat)
a) Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
a. Tanda-tanda vital
b. Manifestasi komplikasi : tanda retinopati ophtamoncopic
c. Suhu kulit, nadi lemah, (posterior tibial dan dorsalis pedia)
d. Sensai : tumpul/tajam
b) Laboratorium
Serum elektrolit (k dan Na): Pemeriksaan untuk memantau
ketidakseimbangan cairan dalam tubuh keabnormal K dalam serum atau
plasma dapat mengindikasikan adanya gangguan kesehatan tubuh.
a. Glukosa darah : untuk mengukur kadar glukoa darah
b. BUN dan serum cretinin : untuk mengetahui adanya gangguan fungsi
ginjal
c. Microalbuminuria : untuk mengetahui beratnya gangguan ginjal.

B. Diagnosis Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul menurut NANDA NIC NOC adalah
sebagai berikut :
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan
2. Resiko ketidak efektifan perfusi gastrointestinal berhubungan dengan
peningkatan kadar glukosa darah
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan ketidak seimbangan status
nutrisi (mis., obesitas, malnutrisi)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit
(Diabetes Melitus)
5. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan Diabetes
Melitus
6. Resiko ketidak seimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala poliuria dan
dehidrasi
7. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas fisik
C. Rencana Keperawatan
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan
NoDiagnosaTujuan ( NOC)Intervensi (NIC)
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Nutrition management
dari kebutuhan tubuh b.d kurang Status nutrisi : 1. Tentukan status gizi pasien dan
asupan makanan Setelah dilakukan tindakan keperawatan kemampuan pasien untuk memenuhi
selama 3x 24 jam di harapkan terjadi kebutuhan gizi
peningkatan 2. Identifikasi adanya alergi atau
1. Asupan gizi tidak menyimpang dari intoleransimakanan yang d miliki pasien
rentang normal
3. Atur diet yang di perlukan
2. Asupan makanan tidak menyimpang
dari rentang normal
4. Ciptakan lingkungan yang optimal pada
saat mengkomsumsi makanan.
3. Asupan kalori sepenuhnya adekuat
4. Asupan protein sepenuhnya adekuat 5. Melakukan atau bantu pasien terkait
5. Asupan lemak sepenuhnya adekuat dengan perwatan mulut sebelum makan
6. Asupan kabohidrat sepenuhnya 6. Monitor kalori dan asupan makanan.
adekuat 7. Monitor kecendrungan terjadinya
7. Asupan vitamin sepenuhnya adekuat penurunan dan kenaikkan berat badan
8. Asupan serat sepenuhnya adekuat 8. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
9. Asupan mineral sepenuhnya adekuat yang di butuhkan untuk memenuhi
10. Asupan zat besi sepenuhnya adekuat persyaratan gizi
11. Asupan kalsium sepenuhnya adekuat
12. Asupan natrium sepenuhnya adekuat Nutrition monitoring
13. Asupan secara oral sepenuhnya 1. Timbang berat badab pasien
adekuat 2. Identifikasi berat badan terakir
3. Monitor togor kulit dan mobilitas
4. Monitor adanya mual dan muntah
5. Monitor adanya pucar, kemerahan
dan jaringan konjungtifa yang garing
6. Melakukan evaluasi kemampuan
menelan

2. Resiko Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan Keperawatan


glukosa darah b.d pemantauan diharapkan gula darah dalam batas normal 1. Cek kadar glukosa darah
glukosa darah tidak adekuat Kritea Hasil : 2. Pantau TTV
1. Penerimaan : kondisi kesehatan 3. Pemberian insulin seperti yang
2. Kepatuhan prilaku : diet sehat ditentukan
3. Dapat mengontrol kadar glukosa 4. Antisipasi bila kebutuhan insulin
darah meningkat
4. Dapat memanajemen dari 5. Dorong asupan cairan oral
mencegah penyakit semakin parah 6. Memantau adanya tanda dan gejala
5. Tingkat pemahaman untuk dan hiperglikemia menetap atau memburuk
pencegahan komplikasi 7. Konsul ke dokter bila tanda dan gejala
6. Dapt meningkatkan istirahat hiperglikemi semakin memburuk
7. Mengontrol prilaku berat badan 8. Tinjau catatan kadar glukosa darah
8. Pemahaman manajemen diabetes dengan pasien atau keluarga
9. Status nutrisi adekuat
10. Olahraga teratur

3. Kerusakan integritas jaringan b.d Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 Manjemen cairan :
ketidak seimbangan status nutrisi (mis., jam di harapkan terjadi peningkatan 1. Monitor status hidrasi (mis.,
obesitas, malnutrisi) 1. Suhu kulit tidak tergangu membran mukosa lembab, denyut
nadi kuat, dan tekanan darah
2. Sensasi tidak terganggu
ortostatik)
3. Elastisitas tidak terganggu
2. Monitir hasil laboratorium yang
4. Hidrasi tidak terganggu relefan dengan retensi cairan
5. Perfusi jaringan tidak terganggu 3. Berikan terapi IV seperti yang di
6. Integritas kulit tidak terganggu tentukan
4. Monitor status homodinamik,termasuk
CVP, MAP, PAP, dan PCWP
5. Monitor tanda tanda vital
6. Berikan produk produk darah (
misa., trombosit dan plasma yang
baru)

4. Resiko infeksi b.d penyakit kronis Setalah dilakukan keperawatan selama 3x 24 Infektion control :
(Diabetes Melitus) jam di harapkan terjadi peningkatan 1. Bersihkan lingkungan setelah
1. Kemerahan tidak ada dipakai pasien lain
2. Demam tidak ada 2. Pertahankan teknik isolasi
3. Nyeri tidak ada 3. Batsi pengunjung bila perlu
4. Jaringan lunak tidak ada 4. Intruksikan pada pengunjung untuk
5. Cairan luka yang berbau busuk tidak mecuci tangan saat berkunjung dan
ada setelah berkunjung meningggalkan
6. Peningkatan sel darah putih tidak pasien
ada 5. Gunkan sabun anti mikrobia untuk cuci
tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan linecental dan
drasseng sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrusi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
13. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
14. Monitor hitungan granulosit, WBC
15. Monitor kerentangan terhadap
infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Sering pengunjung terhadap penyakit
menular
18. Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang berisiko
19. Pertahankan teknik isolasi
20. Berikan perawatan kulit pada area
epidema
21. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainese
22. Inpeksi kondisi luka/ insisi bedah
23. Dorong masukan nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan cairan
25. Dorong istirahat
26. Intruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
27. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
28. Ajarkan cara menghindari infeksi
29. Laporkan kecurigaan infeksi
30. Laporkan kultur positif

5. Ketidakefektifan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan


perifer b.d diabetes melitus selama 3x 24 jam di harapkan terjadi Terapi intravena :
peningkatan
1. Pengisian kapiler jari tidak ada 1. Verifikasi perintah untuk terapi IV
defiasi dari kisaran normal 2. Instruksikan pasien tentang prosedur
2. Pengisian kapiler jari tidak ada 3. Jaga teknik tentang aseptik dengan
defiasi dari kisaran normal ketat
3. Suhu kulit, ujung kaki, ujung 4. Perika tipe cairan, jumlah, kadaluarsa,
tangan tidak ada defiasi dari karakteristik.
kisaran normal 5. Identifiasi apakah pasien mendapatkan
4. Kekuatan denyut nadi karotis pengobatan cocok dengan intruksi medis
kanan dan kiri tidak ada defiasi 6. Monitor kecepatan aliran IV
dari kisaran normal 7. Monitor reaksi fisik terhadap adanya
5. Kekuatan denyut brakialis kanan cairan yang berlebihan
dan kirin tidak ada defiasi dari 8. Monitor tanda tanda vital
kisaran normal 9. Catat asupan ouput dengan tepat
6. Kekuatan denyut radialiskanan
dan kiri tidak ada defiasi dari
kisaran normal
7. Kekuatan denyut vemoralis tidak
ada defiasi dari kisaran normal
8. Tekanan darah tidak ada defiasi
dari kisaran normal
9. Edema periver tidak ada
10. Nakrosis tidak ada
11. Mati rasa tidak ada
12. Kelemahan otot tidak ada

6. Resiko ketidaseimbangan elektrolit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fluid management :


b.d gejala poliuria dan dehidrasi selama 3x 24 jam di harapkan terjadi 1. Pertahankan catatan intake dan
peningkatan output yang kuat
1. Peningkatan dan penurunan serum 2. Monitor vital sign
sedium tidak ada deviasi dari kisaran 3. Dorong masukan oral
normal 4. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
2. Peningkatan dan penurunan serum 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
nalgesic tidak ada deviasi dari
kisaran normal Hypovolemia management :
3. Peningkatan dan tidak ada deviasi 1. pelihara IV line
penurun dari kisaran normal 2. monitor tingkat Hb dan hematoktit
4. Peningkattan dan penurunan 3. monitor tanda vital
serum kalsium tidak ada deviasi 4. monitor BB
penurun dari kisaran normal 5. monitor tanda gagal ginjal
5. Peningkatan dan penurunan serum
maknesium tidak ada deviasi
penurun dari kisaran normal
6. Peningkatan dan penurunan serum
fosfor tidak ada deviasi penurun dari
kisaran normal.

7. Nyeri akut b.d agen cidera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain management :
selama 3x 24 jam di harapkan terjadi 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
peningkatan komprehensif termasuk lokasi,
1. mengenali kapan nyeri terjadi karateristik, durasi, frekuensi,
secara konsisten kualitas, dan faktor presipitasi
2. menggambarkan nalge penyebab 2. Observasi reaksi non verbal dari
secara konsisten ketidaknyamanan
3. menggunakan tindakan pencegahan 3. Gunakan teknik komunikasi
secara konsisten terapeutik untuk mengetahui
4. menggunankan tindakan pengalaman nyeri pasien
pengurangan (nyeri)tanpa 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
nalgesic secara konsisten respon nyeri
5. menggunakan nalgesic yang 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
direkomendasikan secara konsisten lampau
6. mengelkan apa yang terkait dengan 6. Bantu pasien dan keluerga untuk
gejala nyeri secara konsisten mencari dan menemukan lingkungan
7. melaporkan nyeri yang terkontrol 7. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
secara konsisten menentukan intervensi
8. Tingkatkan istirahat
9. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic administration :
1. Tentukan lokasi, karateristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Tentukan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
5. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
6. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
pertama kali
7. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat

8. Hambatan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


intoleransi aktivitas selama 3x 24 jam di harapkan terjadi Exercise therapy : ambulation
peningkatan 1. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
1. Keseimbangan tidak terganggu latihan dan lihat respin pasien saat
2. Cara berjalan tidak terganggu latihan
3. Gerakan otot tidak terganggu 2. Konsultasi dengan terapi fisik tentang
4. Gerakan sendi tidak terganggu rencana ambulasi sesuai dengan
5. Kinerja pengaturan tubuh tidak kebutuhan
terganggu 3. Bantu pasien untuk menggunakan
6. Kinerja transfer tidak terganggu tongkat saat berjalan dengan cegah
7. Belari tidak terganggu terhadap cedera
8. Berjalan tidak terganggu 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
lain tentang teknik a,bulasi
9. Bergerak mudah tidak terganggu
5. Kaji kemampuan dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADL
8. Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi penguimpulan data
berkelanjutan, mengobservasirespon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Walid, 2012).
Implementasi menurut teori adalah mengidentifikasi bidang bantuan situasi
yang membutuhkan tambahan beragam dan mengimplementasikan intervensi
keperawatan dengan praktik terdiri atas keterampilan kognitif, interpersonal dan
psikomotor (teknis). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien pada
batu kandung kemih, pada prinsipnya adalah menganjurkan klien untuk banyak
minum, mengobservasi tanda-tanda vital, mengawasi pemasukan dan pengeluaran
cairan, mengajarkan teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri, memberikan obat dan
memantau hasil pemeriksaan darah lengkap sesuai program serta melibatkan
keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan. Mendokumentasikan semua
tindakan keperawatan yang dilakukan ke dalam catatan keperawatan secara
lengkap yaitu ; jam, tangal, jenis tindakan, respon klien dan nama lengkap perawat
yang melakukan tindakan keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Rohmah & Walid, 2012).
Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang menentukan
apakah tujuan ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu rencana tindakan
untuk meningkatkan kualitas keperawatan, perawat harus mengevaluasi
keberhasilan rencana penilaian atau evaluasi diperoleh dari ungkapan secara
subjektif oleh klien dan objektif didapatkan langsung dari hasil pengamatan.
Penilaian keberhasilan dilakukan sesuai dengan waktu yang dicapai dengan kriteria
hasil. Pada klien batu ginjal dapat dilihat : nyeri berkurang, tanda-tanda vital dalam
batas normal dan pengetahuan klien tentang perawatan batu kandung kemih
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai