Askep Gerontik
Askep Gerontik
RHEUMATOID ARTHTRITIS
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
Nama kelompok II :
FAKULITAS KEPERAWATAN
Tahun 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas karuniaya makalah ini dapat diselesaikan guna memenugi tugas Mata
Kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul “Asuhan Keperwatan Arthtritis
Rheumatoid”.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang vital bagi kesehatan total lansia
sehingga perawat harus banyak memiliki pengetahuan dalam pengkajian dan
intervensi musculoskeletal. Perawat memainkan dua peran penting, peratam
mempratikkan promosi kesehatan jauh sebelum berusia 65 tahun dapat
menunda dan memperkecil efek degeneratif dari penuaaanan. Penyakit
muskuloseletal bukan merupan kosekuensi penuaan yang tidak dapat
dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu proses penyakit
spesifik, tidak hanya sebagai akibat penuaan.
Rheumatoid Arthtritis adalah suatu penyakit otonium sistemik yang
menyebabkan pearadangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan
sinoviom yang menetap, suatu sinovitis proliferatif kronik non spesifik.
Dengan berjalanya waktu, dapat terajadi erosi pada tulang, destruksi
(kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi.
Rheumatoid Arthtritis merupakan suatu penyakit yang telah lama
dikenal dan tersebar luas diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan
kelompok etnik. Prevensi atrritis rheumatoid adalah sekitar 1 persen populasi
(berkisar antara 0.3 sampai 2.1 persersen ). Rheumatoid Arthtritis menurut
Who didunia angka kejadian rematik pada tahun 2013 mencapai 20% dari
penduduk dunia yang telah terserang rematik, dimana 5-10% adalah mereka
yang berusia 5- 20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (2013), menujukkan bahwa
kecendurang prevelensi rematik di Indonesia tahun 2007-2013 pada usia
lansia terdapat 30,3 % pada tahun 2007, dan mengalami penurunan pada
tahun 2013 yaitu menjadi 24,7%. Pada tahun 2016 jumlah penderita rematik
adalah sebanyak 23,8 % .
Menurut Riskesdas 2013 prevalensi penyakit sendi pada usia 55-64
tahun 45,5%, usia 67-74 tahun 51,9%, usia >75 tahun 54,8%. Penyakit sendi
yang sering dialami oleh golongan lanjut usia yaitu penyakit artritis gout,
osteoarthritis dan rheumatoid artritis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar lanjut usia?
2. Bagaimana konsep dasar penyakit rheumatoid arthtritis?
3. Apa sajakah peran perawat gerontik?
4. Bagaiamna konsep asuhan keperawatan gerontik rheumatoid arthtritis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar lanjut usia
2. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit rheumatoid arthtritis?
3. Untuk mengetahui peran perawat gerontik?
4. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan gerontik rheumatoid
arthtritis?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Manifestasi klinis
Menurut Lukman (2009). Manifestasi klinis Rheumatoid Arthtritis adalah
sebagai berikut :
a. Gejala gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun, dan demam. Terkadang dapat terjadi kelemahan yang hebat.
b. Poli arthtritis simetris terutama pada sendi perifer termasuk sendi sendi
di tangan namun biasanya tidak melibatkan sendi sendi interfalang
distal.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam terutama menyerang
sendi sendi.
d. Arthtritis erosif, merupakan ciri khas arthtritis rheumatoid pada
gambaran radiologi. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan
erosi di tepi tulang dan dapat di lihat pada radiogram.
Jika pasien Rheumatoid Arthtritis pada lansia tidak di istirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap :
a. Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial dan
kelebihan produksi cairan synovial.
b. Secara radiologis, kerusakan tulang pipi atau tulang rawan dapat di
lihat. lansia mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada
deformitas sendi.
c. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesajajaran tubuh dan deformitas
secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot
yang meluas dan luka pada jaringan lunak mungkin terjadi.
Gejala-gejalanya adalah nyeri sendi yang kaku, penurunan rentang
gerak pada sendi, pembengkakan sendi, dan deformitas. Kekakuan sendi
hadir di pagi hari dan berlangsung dari 30 menit hingga 6 jam. Pada
pemeriksaan, sendi yang terpengaruh hangat dan bengkak. Deformitas
sendi termasuk deviasi ulnaris pergelangan tangan, deformitas boutonniere
yang disebabkan oleh kontraktur sendi interphalangeal distal dan
interphalangeal proksimal, dan deformitas yang disebabkan oleh
kontraktur sendi interphalangeal distal. Gejala sistemik yang hadir
termasuk kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan dan anemia.
Rheumatoid Arthtritis pada orang dewasa yang lebih tua mungkin muncul
secara atipikal. Artinya, persendian besar lebih sering terkena dan
onsetnya bisa tiba-tiba kelelahan, kelemahan dan demam mungkin ada
(Lueckenotte, 2000).
4. Patofisiologi
Sendi merupakan bagian salah satu tubuh yang paling sering terkena
inflamasi. Meskipun memiliki keanekaragaman mulai dari kelainan yang
terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang sistemik,
semua penyakit rematik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat
tertentu bisa terjadi sekaligus. Inflamasi ini akan terlihat pada persendian
sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik inflamatori, inflamasi adalah
proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder
yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan synovial).
Inflamasi tersebut merupakan akibat dari respon imun.
Pada Rheumatoid Arthtritis, reaksi autoimun terutama terjadi pada
jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim enzim dalam
sendi. Enzim enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya membentuk pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Serabut otot akan mengalami perubahan generative dengan
menghilangnya elastisitas otot dan menghilangkan kontraksi otot.
(Lukman , 2009).
Pada fase awal Rheumatoid Arthtritis, membran sinovial menjadi
meradang dan menebal, terkait dengan peningkatan produksi cairan
sinovial. Perubahan itu disebut pannus. Ketika jaringan pannus
berkembang, itu menyebabkan erosi dan kerusakan kapsul sendi dan
tulang subkondral. Proses-proses ini menghasilkan penurunan gerak sendi,
kelainan bentuk, dan akhirnya ankilosis atau imobilisasi sendi. Perjalanan
rheumatoid arthritis bervariasi. Umumnya onsetnya bertahap dan jalannya
adalah salah satu remisi dan eksaserbasi (Lueckenotte, 2000).
5. Pathway
6. Komplikasi
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
proses granulasi dibawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
c. Pada pembuluh darah dapat terjadi tromboemboli, merupakan
sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah
yang membeku
d. Terjadi splenomegali, merupakan pembesaran limfa.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Rosyidi (2013). Pemeriksaan penunjang untuk membantu melihat
prognosis adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) akan meningkat.
b. Tes faktor reuma biasanya positive pada lebih dari 75 % pasien
arthritis rheumatoid terutama bila masih aktif.
c. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
d. Trombosit meningkat.
e. Kadar albumin serum dan globulin menurun.
f. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun.
g. Protein C-reaktif dan antibody antinucleus (ANA) biasanya positif.
h. Laju sedimentasi eritrosit meningkat
i. Tes aglutinasi lateks menunjukkan kadar ig M dan ig G tinggi.
j. Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakkan diagnose
dan memantau perjalanan penyakit.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1. Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi
(perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan
(prognosis) penyakit ini, semua komponen program
penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-
sumber bantuan untuk mnengatasi penyakit ini dan metode efektif
tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
2. Istirahat
Merupakan hal penting karena rematik biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap
hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih
berat.
3. Latihan fisik dan kemoterapi
Latihan spesifik biasanya dapat bermanfaat dalam
mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif
dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya 2 kali sehari.
Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai
latihan.
b. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Penggunaan OAINS
Obat Antiinflamasi Non-Steroid (OAINS) umumnya diberikan
pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan
untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali
dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi synovial yang
bermakna. Cara kerja OAINS:
a. Memungkinkan stabilisasi membrane lisosomal
b. Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi
(histamin, serotonin, enzim lisosomal, dan enzim lainnya)
c. Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
d. Menghambat proliferasi seluler
e. Menetralisasi radikal oksigen
f. Menekan rasa nyeri
2. Penggunaan DMARD
Terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian
DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini.
Pendekatan ini di dasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi
pada AR terjadi pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain
adalah menggunakan dua atau lebih DMARD secara simultan atau
secara siklik seperti penggunaan obat-obatan imunosurpresif pada
pengobatan penyakit keganasan. Digunakan untuk melindungi
rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat atrhtritis
rheumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk
pengobatan AR adalah:
a. Klorokuin : dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping tergantung pada
dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazine : untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam
bentuk enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500
mg/ hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu
mencapai dosis 2 g/ hari, dosis di turunkan kembali sehingga
mencapai dosis 1 g / hari untuk di gunakan dalam jangka
panjang sampai remisi sempurna terjadi.
c. D-penicillamine : dalam pengobatan AR,DP (Cuprimin 250 mg
atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai
300 mg/ hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4
minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis
total 4x250 sampai 300 mg/hari.
3. Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah di lakukan dan tidak berhasil
serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat di lakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya
bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, arthrodesis, total hip
replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
C. PERAN PERAWAT GERONTIK
Peran perawat adalah memberikan informasi kepada orang dewasa yang
lebih tua tentang dukungan yang tersedia sehingga tingkat fungsi optimal
dapat dicapai. Sumber yang baik adalah materi pendidikan tertulis yang
membahas program latihan, penyederhanaan kerja, dan informasi tentang
proses penyakit. Kelompok-kelompok pendukung dan kelas-kelas swadaya
dalam sesi 6 minggu. Isi kelas termasuk efikasi diri, olahraga, manajemen
nyeri, depresi, manajemen stres dan terapi non-tradisional (Lueckenotte,
2000).
D. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
RHEUMATOID ARTHTRITIS
Menurut Lueckenotte (2000) konsep dasar asuhan keperawatan gerontik
rheumatoid arthtritis adalah:
1. Pengkajian
Pertanyaan diajukan tentang riwayat keluarga dan gejala
konstitusional, termasuk demam, anoreksia, penurunan berat badan,
kelelahan, dan durasi kekakuan sendi lansia. Pada pemeriksaan fisik, sendi
yang terkena diperiksa untuk keterlibatan simetris, nyeri, nyeri tekan,
bengkak, panas, eritema, dan kelainan bentuk tulang lansia.
2. Diagnosa
Diagnosis keperawatan untuk orang dewasa yang lebih tua dengan
rheumatoid arthritis meliputi nyeri, gangguan mobilitas, resiko cidera.
3. Intervensi
Sasaran untuk klien dengan artritis reumatoid meliputi yang berikut:
(1) klien akan mencegah kecacatan yang berlebihan, (2) klien akan
mengendalikan rasa sakit, dan (3) klien akan mempromosikan status
fungsional optimal. Klien dan keluarga membutuhkan pendidikan yang
luas untuk mengatasi secara efektif penyakit kronis artritis rheumatoid
pada lansia. Area untuk pengajaran meliputi manajemen nyeri, terapi obat,
perawatan diri, mobilitas, adaptasi lingkungan. dan manajemen kelelahan
dan depresi.
4. Implementasi
Implementasi diberikan sesuai dengan intervensi keperawatan yang
telah di rencanakan. Implementasi keperawatan dapat di modifikasi sesuai
dengan kebutuhan lanjut usia.
5. Evaluasi
Klien dengan rheumatoid arthritis akan mengalami ketidaknyamanan
minimum dan dapat melakukan ADL dengan alat bantu. Individu yang
mengatasi secara efektif dengan proses penyakit akan mematuhi rejimen
medis yang ditentukan, berpartisipasi dalam program olahraga teratur.
akan menyatakan penerimaan perubahan fisik secara verbal. dan akan
merasa memegang kendali atas tubuh mereka.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang
tidak diketahui penyebabnya, diakrektristik oleh kerusakan dan proliferasi
memberan sinoval yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis
dan deformitas (kusharyadi, 2010).
Penyebab utama penyakit atritis rheumatoid masih belum diketahui secara
pasti ada beberapa teori yang dikemukkan sebagai penyebab artiris reumatoid
yaitu: infeksi streptokkus hemolitikus dan streptoccos non hemolitikus,
endokrin, auotimmun, metabolic dan factor genetik serta pemicu lingkungan.
Jika pasien artiris rheumatoid pada lansia tidak distirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap yaitu terdapat radang
sendi dengan pembengkkan membran synovial dan kelebihan produksi cairan
synovial,secara radiologis, keruskan tulang pipih atau tulang rawan dapat
dilihat, jaringan ikat fibrosa yang keras mengantikan pannus ,sehingga
mengurangi ruang gerak sendi, ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan
gerak sendi ,perubahan kejajaran tubuh, dan deformitas secara radiologis
terlihat adanya kerusakan kartigo dan tulang.
B. SARAN
Dengan terselesaikannya makalah asuhan keperawatan gerontik
rheumatoid arthtritis ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa
luas khususnya mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
G.lueckenotte,Annette 2000. Gerontologic nursing. S.Louis,Missouri
Maryam, R, Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba.
Jakarta.
Lukman & Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem