Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

RHEUMATOID ARTHTRITIS

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Ns. Puji Purwaningsih., S.Kep, M.Kep.

Nama kelompok II :

1. Nafa Hastuti (010116A055)


2. Nofi Melisa (010116A058)
3. Pamor Okatalia (010116A061)
4. Rieska Novianti (010116A068)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULITAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

Tahun 2019
KATA PENGANTAR

Asslamualaikum waramatullahi wabarakatuh

Segala puji dan syukur kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas karuniaya makalah ini dapat diselesaikan guna memenugi tugas Mata
Kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul “Asuhan Keperwatan Arthtritis
Rheumatoid”.

Makalah ini merupakan salah satu pendukung untuk memenuhi kebutuhan


mahasiswa dan mahasiswi yang aktif dan terampil, berani menyampaikan
pendapat dan mampu berkerja sama dengan rekan-rekanya. Kami menyadari
dalam keterbatsan dalam menyusun maklah ini, untuk itu kami mengharpakan
kritik dan saran dari berbagai pihak terutama kepada dosen pembimbing. Semoga
makalah ini bermanfaat, memberi motivasi serta semangat dalam pembelajaran
dari berbagai pihak.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang vital bagi kesehatan total lansia
sehingga perawat harus banyak memiliki pengetahuan dalam pengkajian dan
intervensi musculoskeletal. Perawat memainkan dua peran penting, peratam
mempratikkan promosi kesehatan jauh sebelum berusia 65 tahun dapat
menunda dan memperkecil efek degeneratif dari penuaaanan. Penyakit
muskuloseletal bukan merupan kosekuensi penuaan yang tidak dapat
dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu proses penyakit
spesifik, tidak hanya sebagai akibat penuaan.
Rheumatoid Arthtritis adalah suatu penyakit otonium sistemik yang
menyebabkan pearadangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan
sinoviom yang menetap, suatu sinovitis proliferatif kronik non spesifik.
Dengan berjalanya waktu, dapat terajadi erosi pada tulang, destruksi
(kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi.
Rheumatoid Arthtritis merupakan suatu penyakit yang telah lama
dikenal dan tersebar luas diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan
kelompok etnik. Prevensi atrritis rheumatoid adalah sekitar 1 persen populasi
(berkisar antara 0.3 sampai 2.1 persersen ). Rheumatoid Arthtritis menurut
Who didunia angka kejadian rematik pada tahun 2013 mencapai 20% dari
penduduk dunia yang telah terserang rematik, dimana 5-10% adalah mereka
yang berusia 5- 20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (2013), menujukkan bahwa
kecendurang prevelensi rematik di Indonesia tahun 2007-2013 pada usia
lansia terdapat 30,3 % pada tahun 2007, dan mengalami penurunan pada
tahun 2013 yaitu menjadi 24,7%. Pada tahun 2016 jumlah penderita rematik
adalah sebanyak 23,8 % .
Menurut Riskesdas 2013 prevalensi penyakit sendi pada usia 55-64
tahun 45,5%, usia 67-74 tahun 51,9%, usia >75 tahun 54,8%. Penyakit sendi
yang sering dialami oleh golongan lanjut usia yaitu penyakit artritis gout,
osteoarthritis dan rheumatoid artritis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar lanjut usia?
2. Bagaimana konsep dasar penyakit rheumatoid arthtritis?
3. Apa sajakah peran perawat gerontik?
4. Bagaiamna konsep asuhan keperawatan gerontik rheumatoid arthtritis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar lanjut usia
2. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit rheumatoid arthtritis?
3. Untuk mengetahui peran perawat gerontik?
4. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan gerontik rheumatoid
arthtritis?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian Lansia
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya di mulai
dari suatu waktu tertentu tetapi di mulai sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua.
(Nugroho,2008).
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
kehidupan manusia. Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun
1998 tentang kesehatan di katakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam,2008).
2. Batasan- batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda- beda umumnya
berkisar anatara 60-65 tahun. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO)
adalah 4 tahapan yaitu:
a. Usia pertengahan (Middle age): 45-59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly): 60-74 tahun.
c. Lanjut usia (Old): 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very old): >90 tahun.
Di Indonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas terdapat UU
No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Menurut UU tersebut
diatas lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas
baik pria maupun wanita (Padila, 2013).
3. Karakteristik Lansia
Menurut Maryam (2008) lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU no. 13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsiko sosial sampai spiritual, serta dari
kondisi adaptif hingga kondisi mal adaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal bervariasi.
4. Klasifikasi lansia
Terdapat 5 klasifikasi pada lansia :
a. Pralansia, seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia Resiko Tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia Potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia Tidak Potensial, lansia tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada orang lain.
5. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi terhadap tugas
perkembangan lansia dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap
sebelumnya adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
b. Mempersiapkan diri untuk pension
c. Membentuk hubungan yang baik dengan orang yang seusianya
d. Mempersiapkan kehidupan yang baru
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial masyarakat
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan
(Maryam,2008).
6. Perubahan- perubahan Lanjut Usia
Menua (Menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara alamiah.
Dimuali sejak lahir dan umumnya pada semua makhluk hidup. Menua
bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
Bagi sebagian orang besar, proses menua adalah suatu proses perubahan
klinikal yang didasarkan pada pengalaman dan observasi yang didefinisikan
(Nugroho, 2012).
B. KONSEP DASAR ARTHTRITIS REUMATOID
1. Pengertian
Rheumatoid Arthtritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik
yang tidak diketahui penyebabnya kerukasan kloriforasi membrane
synovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan
deformitas (Kushariadi, 2010).
Rheumatoid Arthtritis adalah penyakit inflamasi sistemik yang kronis
dan terumatama menyerang persendian, otot otot, tendon, ligamen, dan
pembuluh darah yang ada di sekitarnya (Kowalak,2011).
Rheumatoid Arthtritis adalah penyakit peradangan kronis, sistemik,
yang menyebabkan kerusakan sendi, kelainan bentuk dan mengakibatkan
kecacatan. Timbulnya penyakit ini paling sering terjadi pada dekade ketiga
atau keempat. Namun, rheumatoid arthritis juga dapat berkembang pada
orang dewasa yang lebih tua. Ketika hadir pada orang dewasa yang lebih
tua, penyakit ini biasanya merupakan masalah kronis (Lueckenotte, 2000).
2. Etiologi
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013) beberapa faktor resiko yang
diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain :
a. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus.
b. Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita Rheumatoid Arthtritis dan
sering di jumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan terdeapatnya keseimbangan faktor hormonal
sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
Pemberian hormone estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan
perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil
dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan faktor
penyebab penyakit ini.
c. Autoimun
Pada saat ini arthtritis rheumatoid di duga disebabkan oleh faktor
autoimun. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II.
d. Metabolik
e. Faktor genetic serta faktor pemicu, arthtritis rheumatoid di duga
disebabkan oleh faktor auto imun dan infeksi, auto imun ini bereaksi
terhadap kolagen tipe II : virus dan organisme mikroplasma yang
menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi
penderita.
Sedangkan menurut Lukman (2009) faktor faktor yang berperan dalam
penyakit Rheumatoid Arthtritis adalah jenis kelamin, keturunan
lingkungan dan infeksi.
a. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena arthtritis rheumatoid lutut dan sendi.
Sedangkan laki laki lebih sering terkena arthtritis rheumatoid pada
paha pergelangan tangan dan leher.
b. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR
seropositif.
c. Lingkungan dan infeksi
Faktor lingkungan berperan sebagai faktor eksternal etiologi arthtritis
rheumatoid. Paparan lingkungan akan berpengaruh terhadap adanya
infeksi.

Penyebab rheumatoid arthritis tidak diketahui yang paling banyak


diterima adalah bahwa itu adalah penyakit autoimun yang menyebabkan
peradangan, paling sering di sendi tetapi itu juga dapat mempengaruhi
jaringan ikat lainnya. Keterlibatan sendi paling sering dimulai dengan
interphalangeal proksimal, metacarpophalangeals, dan pergelangan tangan;
pada tahap akhir penyakit, lutut dan pinggul akan terpengaruh
(Lueckenotte, 2000).

3. Manifestasi klinis
Menurut Lukman (2009). Manifestasi klinis Rheumatoid Arthtritis adalah
sebagai berikut :
a. Gejala gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun, dan demam. Terkadang dapat terjadi kelemahan yang hebat.
b. Poli arthtritis simetris terutama pada sendi perifer termasuk sendi sendi
di tangan namun biasanya tidak melibatkan sendi sendi interfalang
distal.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam terutama menyerang
sendi sendi.
d. Arthtritis erosif, merupakan ciri khas arthtritis rheumatoid pada
gambaran radiologi. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan
erosi di tepi tulang dan dapat di lihat pada radiogram.
Jika pasien Rheumatoid Arthtritis pada lansia tidak di istirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap :
a. Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial dan
kelebihan produksi cairan synovial.
b. Secara radiologis, kerusakan tulang pipi atau tulang rawan dapat di
lihat. lansia mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada
deformitas sendi.
c. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesajajaran tubuh dan deformitas
secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot
yang meluas dan luka pada jaringan lunak mungkin terjadi.
Gejala-gejalanya adalah nyeri sendi yang kaku, penurunan rentang
gerak pada sendi, pembengkakan sendi, dan deformitas. Kekakuan sendi
hadir di pagi hari dan berlangsung dari 30 menit hingga 6 jam. Pada
pemeriksaan, sendi yang terpengaruh hangat dan bengkak. Deformitas
sendi termasuk deviasi ulnaris pergelangan tangan, deformitas boutonniere
yang disebabkan oleh kontraktur sendi interphalangeal distal dan
interphalangeal proksimal, dan deformitas yang disebabkan oleh
kontraktur sendi interphalangeal distal. Gejala sistemik yang hadir
termasuk kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan dan anemia.
Rheumatoid Arthtritis pada orang dewasa yang lebih tua mungkin muncul
secara atipikal. Artinya, persendian besar lebih sering terkena dan
onsetnya bisa tiba-tiba kelelahan, kelemahan dan demam mungkin ada
(Lueckenotte, 2000).
4. Patofisiologi
Sendi merupakan bagian salah satu tubuh yang paling sering terkena
inflamasi. Meskipun memiliki keanekaragaman mulai dari kelainan yang
terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang sistemik,
semua penyakit rematik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat
tertentu bisa terjadi sekaligus. Inflamasi ini akan terlihat pada persendian
sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik inflamatori, inflamasi adalah
proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder
yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan synovial).
Inflamasi tersebut merupakan akibat dari respon imun.
Pada Rheumatoid Arthtritis, reaksi autoimun terutama terjadi pada
jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim enzim dalam
sendi. Enzim enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya membentuk pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Serabut otot akan mengalami perubahan generative dengan
menghilangnya elastisitas otot dan menghilangkan kontraksi otot.
(Lukman , 2009).
Pada fase awal Rheumatoid Arthtritis, membran sinovial menjadi
meradang dan menebal, terkait dengan peningkatan produksi cairan
sinovial. Perubahan itu disebut pannus. Ketika jaringan pannus
berkembang, itu menyebabkan erosi dan kerusakan kapsul sendi dan
tulang subkondral. Proses-proses ini menghasilkan penurunan gerak sendi,
kelainan bentuk, dan akhirnya ankilosis atau imobilisasi sendi. Perjalanan
rheumatoid arthritis bervariasi. Umumnya onsetnya bertahap dan jalannya
adalah salah satu remisi dan eksaserbasi (Lueckenotte, 2000).
5. Pathway
6. Komplikasi
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
proses granulasi dibawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
c. Pada pembuluh darah dapat terjadi tromboemboli, merupakan
sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah
yang membeku
d. Terjadi splenomegali, merupakan pembesaran limfa.

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan


ulkus peptic yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
antiinflamasi non steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab mordibitas mortalitas utama pada arthtritis rheumatoid.

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Rosyidi (2013). Pemeriksaan penunjang untuk membantu melihat
prognosis adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) akan meningkat.
b. Tes faktor reuma biasanya positive pada lebih dari 75 % pasien
arthritis rheumatoid terutama bila masih aktif.
c. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
d. Trombosit meningkat.
e. Kadar albumin serum dan globulin menurun.
f. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun.
g. Protein C-reaktif dan antibody antinucleus (ANA) biasanya positif.
h. Laju sedimentasi eritrosit meningkat
i. Tes aglutinasi lateks menunjukkan kadar ig M dan ig G tinggi.
j. Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakkan diagnose
dan memantau perjalanan penyakit.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1. Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi
(perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan
(prognosis) penyakit ini, semua komponen program
penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-
sumber bantuan untuk mnengatasi penyakit ini dan metode efektif
tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
2. Istirahat
Merupakan hal penting karena rematik biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap
hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih
berat.
3. Latihan fisik dan kemoterapi
Latihan spesifik biasanya dapat bermanfaat dalam
mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif
dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya 2 kali sehari.
Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai
latihan.
b. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Penggunaan OAINS
Obat Antiinflamasi Non-Steroid (OAINS) umumnya diberikan
pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan
untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali
dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi synovial yang
bermakna. Cara kerja OAINS:
a. Memungkinkan stabilisasi membrane lisosomal
b. Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi
(histamin, serotonin, enzim lisosomal, dan enzim lainnya)
c. Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
d. Menghambat proliferasi seluler
e. Menetralisasi radikal oksigen
f. Menekan rasa nyeri
2. Penggunaan DMARD
Terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian
DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini.
Pendekatan ini di dasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi
pada AR terjadi pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain
adalah menggunakan dua atau lebih DMARD secara simultan atau
secara siklik seperti penggunaan obat-obatan imunosurpresif pada
pengobatan penyakit keganasan. Digunakan untuk melindungi
rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat atrhtritis
rheumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk
pengobatan AR adalah:
a. Klorokuin : dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping tergantung pada
dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazine : untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam
bentuk enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500
mg/ hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu
mencapai dosis 2 g/ hari, dosis di turunkan kembali sehingga
mencapai dosis 1 g / hari untuk di gunakan dalam jangka
panjang sampai remisi sempurna terjadi.
c. D-penicillamine : dalam pengobatan AR,DP (Cuprimin 250 mg
atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai
300 mg/ hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4
minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis
total 4x250 sampai 300 mg/hari.
3. Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah di lakukan dan tidak berhasil
serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat di lakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya
bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, arthrodesis, total hip
replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
C. PERAN PERAWAT GERONTIK
Peran perawat adalah memberikan informasi kepada orang dewasa yang
lebih tua tentang dukungan yang tersedia sehingga tingkat fungsi optimal
dapat dicapai. Sumber yang baik adalah materi pendidikan tertulis yang
membahas program latihan, penyederhanaan kerja, dan informasi tentang
proses penyakit. Kelompok-kelompok pendukung dan kelas-kelas swadaya
dalam sesi 6 minggu. Isi kelas termasuk efikasi diri, olahraga, manajemen
nyeri, depresi, manajemen stres dan terapi non-tradisional (Lueckenotte,
2000).
D. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
RHEUMATOID ARTHTRITIS
Menurut Lueckenotte (2000) konsep dasar asuhan keperawatan gerontik
rheumatoid arthtritis adalah:
1. Pengkajian
Pertanyaan diajukan tentang riwayat keluarga dan gejala
konstitusional, termasuk demam, anoreksia, penurunan berat badan,
kelelahan, dan durasi kekakuan sendi lansia. Pada pemeriksaan fisik, sendi
yang terkena diperiksa untuk keterlibatan simetris, nyeri, nyeri tekan,
bengkak, panas, eritema, dan kelainan bentuk tulang lansia.
2. Diagnosa
Diagnosis keperawatan untuk orang dewasa yang lebih tua dengan
rheumatoid arthritis meliputi nyeri, gangguan mobilitas, resiko cidera.

3. Intervensi
Sasaran untuk klien dengan artritis reumatoid meliputi yang berikut:
(1) klien akan mencegah kecacatan yang berlebihan, (2) klien akan
mengendalikan rasa sakit, dan (3) klien akan mempromosikan status
fungsional optimal. Klien dan keluarga membutuhkan pendidikan yang
luas untuk mengatasi secara efektif penyakit kronis artritis rheumatoid
pada lansia. Area untuk pengajaran meliputi manajemen nyeri, terapi obat,
perawatan diri, mobilitas, adaptasi lingkungan. dan manajemen kelelahan
dan depresi.
4. Implementasi
Implementasi diberikan sesuai dengan intervensi keperawatan yang
telah di rencanakan. Implementasi keperawatan dapat di modifikasi sesuai
dengan kebutuhan lanjut usia.
5. Evaluasi
Klien dengan rheumatoid arthritis akan mengalami ketidaknyamanan
minimum dan dapat melakukan ADL dengan alat bantu. Individu yang
mengatasi secara efektif dengan proses penyakit akan mematuhi rejimen
medis yang ditentukan, berpartisipasi dalam program olahraga teratur.
akan menyatakan penerimaan perubahan fisik secara verbal. dan akan
merasa memegang kendali atas tubuh mereka.

NANDA NOC NIC


(00132) Nyeri (1605) Kontrol Nyeri (2210) Pemberian Analgesik
akut Definisi: tindakan pribadi Definisi: penggunaan agen
berhubungan untuk mengontrol nyeri. farmakologi untuk mengurangi
dengan Setelah dilakukan tindakan untuk mengurangi atau
pelepasan keperawatan 3 x 24jam menghilangkan nyeri.
mediator diharapkan pasien mampu. Aktivitas- aktivitas:
kimia 1. Menggunakan tindakan 1. Tentukan lokasi,
pengurangan (nyeri) tanpa karakteristik, kualitas dan
analgesik dari skala 1 keparahan nyeri sebelum
ditingkatkan ke skala 5 pengobati pasien.
2. Menggunakan analgesik 2. Cek adanya alergi obat.
yang direkomendasikan 3. Susun harapan yang positif
dari skala 1 ditingkatkan ke mengenai keefektifan
skala 5 analgesik untuk
3. Melaporkan nyeri yang mengoptimalakan respon
terkontrol dari skala 1 pasien.
ditingkatkan ke skala 5 4. Berikan kenyaman dan
aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi untuk
memfasilitasi penurunan
nyeri.

(2102) Tingkat Nyeri (1400) Managemen nyeri


Definisi: keparahan dari nyeri Definisi: pengurangan atau
Setelah dilakukan tindakan reduksi nyeri pada tingkat
keperawatan ... x 24jam kenyaman yang dapat diterima
diharapkan pasien mampu. oleh pasien.
1. Nyeri yang dilaporkan dari Aktivitas- aktivitas:
skala 1 ditingkatkan ke 1. Lakukan pengkajian nyeri
skala 5. secara komperhensiff yang
2. Ekspresi nyeri di wajah meliputi lokasi,
skala 1 ditingkatkan ke karakteristik, durasi,
skala 5. frekuensi, kualitas, intensitas
3. Tidak bisa istirahat skala 1 atau beratnya nyeri dan
ditingkatkan ke skala 5. faktor pencetus
4. Ketegangan otot skala 1 2. Pastikan perawatan
ditingkatkan ke skala 5. analgesik bagi pasien
dilakukan dengan
pemantauan yang ketat.

(00085) (0208) Pergerakan. (4310) Terapi Aktifitas.


Hambatan Definisi: Kemampuan untuk Definisi: Peresepan terkait
mobilitas fisik bisa bergerak bebas ditempat dengan menggunakan bantuan
berhubungan dengan atau tanpa alat bantu. aktifitas fisik, kognisi, sosial
dengan Kriteria hasil : dan spiritual untuk
penurunan 1. Keseimbangan dari skala 3 meningkatkan frekuensi dan
kekuatan cukup terganggu durasi dari aktifitas kelompok.
otot. ditingkatkan menjadi skala Aktifitas – aktifitas :
4 sedikit terganggu. 1. Pertimbangkan kemampuan
2. Cara berjalan dari skala 3 klien dalam berpartisipasi
cukup terganggu melalui aktifitas spesifik
ditingkatkan menjadi skala 2. Pertimbangkan komitmen
4 sedikit terganggu. klien untuk meningkatkan
3. Gerakan otot dari skala 3 frekuensi dan jarak aktifitas
cukup terganggu 3. Bantu klien untuk
ditingkatkan menjadi skala mengeksplorasi tujuan
4 sedikit terganggu. personal dalam aktifitas –
4. Gerakan sendi dari skala 3 aktifitas yang biasa
cukup terganggu dilakukan.
ditingkatkan menjadi skala 4. Bantu klien untuk tetap
4 sedikit terganggu. fokus pada kekuatanya
5. Berjalan dari skala 3 cukup daripada kelemahanya.
terganggu ditingkatkan 5. Bantu klien
menjadi skala 4 sedikit mengidentifikasi aktifitas
terganggu. yang diinginkan.
6. Bergerak dengan mudah 6. Bantu klien dan keluarga
dari skala 3 cukup untuk mengidentifikasi
terganggu ditingkatkan kelemahan dalam level
menjadi skala 4 sedikit aktivitas tertentu.
terganggu. 7. Bantu klien dan keluarga
untuk beradaptasi dengan
lingkungan pada saat
mengakomodasi aktifitas
yang diinginkan.

(0226) Terapi latihan :


Kontrol otot.
Definisi Penggunaan aktifitas
atau protokol latihan spesifik
untuk meningkatkan atau
menjaga pergerakan tubuh yang
terkontrol. Aktifitas – aktifitas :
1. Tentukan pasien untuk
terlibat dalam aktifitas atau
protokol latihan.
2. Kolaborasi dengan ahli
terapi, okupasional dan
rekreasional dalam
mengembangkan dan
menerapkan program
latihan, sesuai kebutuhan.
3. Urutkan aktivitas perawatan
harian untuk meningkatkan
efek dari latihan terapi
tertentu.
4. Bantu menjaga stabilitas
sendi tubuh dan atau
proksimal selama latihan
motorik.
5. Latih pasien secara visual
untuk melihat bagian tubuh
yang sakit saat melakukan
ADL.
6. Berikan petunjuk langkah
demi langkah untuk setiap
aktifitas motorik selama
latihan atau ADL.
7. Bantu pasien untuk berada
pada posisi duduk atau
berdiri untuk melakukan
protokol latihan sesuai
kebutuhan.

(00035) (1902) Kontrol resiko (6610) Identifikasi risiko


Risiko cedera Definisi :tindakan individu Definisi : analis faktor
berhubungan untuk mengerti potensial pertimbangan risiko
dengan ,mencegah,mengeliminasi,atau risiko kesehatan dan
kontraktur mengurangi ancaman memprioritaskan strategi
sendi. kesehatan yang te;ah pengurangan risiko bagi
dimodifikasi. individu maupun kelompok.
Setelah dilakukan pengkajian Aktivitas-aktivitas :
selama ….X 24 jam terdapat 1. Kaji ulang riwayat
hasil : kesehatan masa lalu dan
1. Mencari informasi tentang dokumentasikan bukti
kesehatan. adanya penyakit medis,
2. Mengidentifikasi faktor diagnosa keperawatanya.
resiko 2. Kaji ulang data yang
3. Mengenali faktor resiko didapatkan dari pengkajian
4. Mengenali kemampuan resiko secara rutin.
untuk merubah perilaku 3. Pertimbangkan ketersedian
5. Memonitori faktor resiko dan kualitas sumber-sumber
dilingkungan. yang ada (misalnya
6. Mengembangkan strategi psikologis,finasial,tingkat
yang efektif dalam pendidikan,keluarga).
mengontrol resiko 4. Pertahankan pencatatan dan
7. Menyesuaikan strategi statistic yang akurat
kontrol risiko 5. Indetifikasikan resiko
8. Menghindari paparan biologis ,ligkungan perilaku
ancaman kesehatan serta hubungan timbal balik
9. Menggunakan fasilitas 6. Indentifikasi strategi koping
kesehatan yang sesuai yang
dengan kebutuhan. digunkan/khasPertimbangan
10. Menggunakan kan sistem kan dimasa lalu dansaat itu
dukungan personal untuk 7. Pertimbangkan status
mengurangi resiko pemenuhan kebutuhan
11. Menggunakan sistem sehari-hari.
dukungan personal 8. Pertimbangkan pemenuhan
mengurangi resiko terhadap perawatan dan
12. Mengenai perubahan medis keperwatan
status kesehatan 9. Recanakan monitor
kesehatan dalam jangka
waktu panjang.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang
tidak diketahui penyebabnya, diakrektristik oleh kerusakan dan proliferasi
memberan sinoval yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis
dan deformitas (kusharyadi, 2010).
Penyebab utama penyakit atritis rheumatoid masih belum diketahui secara
pasti ada beberapa teori yang dikemukkan sebagai penyebab artiris reumatoid
yaitu: infeksi streptokkus hemolitikus dan streptoccos non hemolitikus,
endokrin, auotimmun, metabolic dan factor genetik serta pemicu lingkungan.
Jika pasien artiris rheumatoid pada lansia tidak distirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap yaitu terdapat radang
sendi dengan pembengkkan membran synovial dan kelebihan produksi cairan
synovial,secara radiologis, keruskan tulang pipih atau tulang rawan dapat
dilihat, jaringan ikat fibrosa yang keras mengantikan pannus ,sehingga
mengurangi ruang gerak sendi, ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan
gerak sendi ,perubahan kejajaran tubuh, dan deformitas secara radiologis
terlihat adanya kerusakan kartigo dan tulang.
B. SARAN
Dengan terselesaikannya makalah asuhan keperawatan gerontik
rheumatoid arthtritis ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa
luas khususnya mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
G.lueckenotte,Annette 2000. Gerontologic nursing. S.Louis,Missouri

Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:
Salemba Medika.
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Maryam, R, Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba.

Rosyidi, K. 2013. Muskuloskeletal. Trans Info Medika Perpustakaan Nasional:

Jakarta.

Lukman & Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Salemba Medika: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai