Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Pendidikan Kewarganegaraan (MKDU 4111) S1
PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka

Oleh

NAMA : DWI GUNTUR SAKTI


NIM : 857686367

SEMESTER : I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan artikel ini untuk
penyelesain tugas dari mata kuliah Kewarganegaraan.

Makalah ini dapat terselesaikan tidak lepas karena bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang dengan tulus dan sabar memberikan sumbangan baik berupa ide,
materi pembahasan dan juga bantuan lainnya yang tidak dapat dijelaskan satu persatu.

Makalah ini disusun untuk membantu proses pembelajaran mahasiswa


khususnya untuk mahasiswa Pendidikan sekolah dasar. Artikel ini membahas tentang
Pemilihan Kepala daerah secara langsung. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami berharap kepada Bapak Dosen untuk memberikan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.Dan kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Demak, 10 Mei 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUA
N

a) Latar Belakang

Pemilihan Kepala Daerah atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pilkada
secara langsung merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang
menjadi momentum politik besar untuk menuju demokratisasi. Momentum ini
seiring dengan salah satu tujuan reformasi, yaitu untuk mewujudkan Indonesia
yang lebih demokratis yang hanya bisa dicapai dengan mengembalikan
kedaulatan ke tangan rakyat.

Pelaksanaan pemerintahan daerah merupakan salah satu aspek struktural dari


suatu negara sesuai dengan pandangan bahwa negara sebagai sebuah organisasi,
jika dilihat dari sudut ketatanegaraan. Sebagai sebuah Organisasi, pelaksanaan
pemerintahan daerah diharapkan dapat memperlancar mekanisme roda kegiatan
organisasi. Pilkada langsung dilaksanakan sebagai wujud nyata pelaksanaan
demokrasi sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan bahwa :
“Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan
daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Makna demokratis
bisa menimbulkan makna ganda, bisa dipilih langsung oleh rakyat serta bisa juga
dipilih langsung oleh anggota legislatif sebagai wakil rakyat.
Menurut Joko J. Prihatmoko Pilkada langsung merupakan mekanisme
demokratis dalam rangka rekrutmen pemimpin daerah, dimana rakyat secara
menyeluruh memiliki hak dan kebebasan untuk memilih calon-calon yang
didukungnya, dan calon-calon bersaing dalam suatu medan permainan dengan
aturan main yang sama. Sementara tugas pembantuan (medebewind), merupakan
suatu azas penyelenggaraan di daerah berdasarkan perintah penguasa di atasnya
atau dikenal dengan sebutan de opgedragen taak (tugas yang diperintahkan).
Istilah pemberian tugas tersebut dikenal juga dengan serta-tentra, medebewind
atau self-government, yakni tugas untuk turut-serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada daerah oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah di atasnya, dengan kewajiban untuk mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskannya.
Ketiga azas tersebut telah dipraktikkan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia. Memang, ketentuan penggunaanya tidak
dirumuskan dalam pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen, kecuali hanya
ditentukan dalam penjelasannya bahwa ada dua bentuk daerah yaitu bersifat
otonom (streek dan locale rechts-gemeenschappen) dan bersifat administrasi
belaka. Namun dalam tiga Undang-Undang berikut ini, azas-azas tersebut di
tentukan secara limitatif. Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 menggunakan azas
desentralisasi, hak otonom dan medebewind. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
menggunakan desentralisasi, dekonsentrasi dan medebewind, demikian juga
dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Sedangkan sesudah amandemen, Pasal 18
UUD 1945 telah menyatakan secara limitatif bahwa ada dua azas yang digunakan
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu azas otonomi dan tugas
pembantuan.

b) Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah di jelaskan pada Bab I Pendahuluan, adapun permasalahan yang
saya temukan dan saya angkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah secara langsung dalam perspektif


subsistem Pemerintahan Daerah di Indonesia ?
2. Bagaimana dasar juridis pemilihan kepala daerah di Indonesia saat ini?
3. Bagaimana pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Indonesia yang telah berlangsung?

Tujuan

Sesuai dengan penelitian diatas, tujuan yang dapat dicapai dalam penelitian diatas adalah :

1. Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan demokrasi dan pemilihan kepala daerah di


Indonesia.
2. Untuk mengetahui Bagaimana dasar juridis pemilihan kepala daerah di Indonesia saat
ini.
3. Untuk mengetahui Bagaimana pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Indonesia yang
telah berlangsung.
BAB II

PEMBAHASAN

Di dalam ketentuan Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004


tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa “Kepala Daerah di pilih dalam satu
pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan azas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung ini menjadi
isu yang sangat populis bagi masyarakat daerah, karena persoalan pemilihan Kepala
Daerah secara langsung merupakan salah satu tuntutan dari masyarakat di tingkat lokal.

A. Tujuan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung

Memang diakui selama Rezim Orde Baru berkuasa, meskipun secara konsep kita
menganut sistem desentralisasi namun dalam realitanya Rezim Orde Baru telah
menjalankan praktek sentralisasi.21 Karakter sentralistik pemerintahan nasional waktu itu,
baik sipil maupun militer, yang di dalamnya de facto birokrasi tingkat daerah hanyalah
merupakan bawahan pemerintah pusat, menyebabkan proses perekrutan para pegawai
negeri sangat didikte pemerintah pusat. Proses perekrutan yang sentralistik ini jelas
menghasilkan pengangkatan para birokrat yang kebanyakan orang-orang luar dari
perspektif penduduk lokal. Menurut bahasa, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu
demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau
kekuasaan. Dapat diartikan bahwa pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Demokrasi
berdasarkan penyaluran atas kehendak rakyat ada dua macam yaitu :
1. Demokrasi Langsung, adalah paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap
warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan
umum dan Undang-Undang.
2. Demokrasi Tidak Langsung, adalah paham demokrasi yang dilaksanakan
melalui sistem perwakilan. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi
perwakilan biasanya dilaksanakan melalui pemilihan umum.

Pengertian demokrasi berdasarkan sudut termilogis menurut Harris Soche :


Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan
pemerintahan itu melekat pada diri rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak
bagi rakyat dan orang yang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan
melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang
diserahi untuk memerintah.

Sedangkan ciri demokratisasi menurut Maswadi (1997) :

1. Berlangsungnya secara evolusioner, yakni demokratisasi berlangsung dalam


waktu yang lama.
2. Proses perubahan secara persuasif bukan koersif, yakni demokratisasi
dilakukan bukan dengan paksaan, kekerasan atau tekanan.
3. proses yang tidak pernah selesai, demokrasi berlangsung terus menerus.

B. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang sering disebut sebagai pilkada

menjadi sebuah perjalanan sejarah baru dalam dinamika kehidupan berbangsa di

Indonesia. Perubahan sistem pemilihan mulai dari pemilihan Legislatif, Presiden dan

Wakil Presiden, dan Kepala Daerah diharapkan mampu melahirkan kepemimpinan

yang dekat dan menjadi idaman seluruh lapisan masyarakat. Minimal secara moral dan

ikatan dan pertanggungjawaban kepada konstituen pemilihnya yang notabene adalah

masyarakat yang dipimpinnya.

Selain sebagai pembelajaran dan pendidikan politik langsung kepada


masyarakat. Pilkada juga merupakan tonggak baru demokrasi di Indonesia. Bahwa
esensi demokrasi adalah kedaulatan berada ditangan rakyat yang dimanifestasikan
melalui pemilihan yang langsung dilakukan oleh masyarakat dan diselenggarakan
dengan jujur, adil, dan aman.

C. Pemilihan Kepala Daerah Menurut Pasal 18 ayat (4) UUD 1945

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan koreksi atas


pelaksanaan pemilihan kepala daerah melalui perwakilan rakyat di DPRD berdasarkan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Koreksi atas
sistem pemilihan kepala daerah ini dilakukan dengan diimplementasikannya payung
hukum pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, yakni Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam perkembangan selanjutnya, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Lahirnya Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 ini sesungguhnya tidak terlepas dari perdebatan yang
berkembang di masyarakat menyangkut eksistensi pemilihan kepala daerah, yaitu
apakah pemilihan kepala daerah itu masuk dalam rezim pemerintahan daerah atau rezim
pemilihan umum?

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 sebagai dasar konstitusional pelaksanaan pemilihan kepala
daerah, sesungguhnya lahir bersamaan dengan Pasal 18A dan Pasal 18B, yaitu pada
perubahan kedua UUD 1945 dan dimasukkan dalam Bab tentang Pemerintahan Daerah.
Selanjutnya Pasal 22E lahir melalui perubahan ketiga UUD 1945 tetapi tidak
memasukkan Pasal 18 ayat (4) melainkan hanya ketentuan Pasal 18 ayat (3) yang
mengatur mengenai DPRD. Hal ini, menurut Leo Agustina, setidaknya dapat diartikan
bahwa Konstitusi tidak hendak memasukkan pemilihan kepala daerah dalam pengertian
pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E ayat (1) yang menyebutkan
“pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali”.
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pemilihan kepala daerah tidak lagi
dipilih melalui sistem perwakilan oleh DPRD, akan tetapi dipilih secara langsung oleh
rakyat. Ini berarti pemilihan kepala daerah secara langsung memberi peluang bagi rakyat
untuk ikut terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan yang sangat
strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui pemilihan kepala daerah
secara langsung.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemilihan kepala
daerah secara langsung itu menggunakan rujukan atau konsideran Pasal 1, Pasal 18,
Pasal 18A, dan Pasal 18B UUD 1945. Frase “ kedaulatan di tangan rakyat” dan dipilih
secara demokratis” agaknya menjadi sandaran pembuat Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 merumuskan diterapkannya pemilihan kepala daerah secara langsung untuk
menggantikan pemilihan kepala daerah melalui sistem perwakilan melalui DPRD
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Akan tetapi, kata
“dipilih secara demokratis” ini menurut Susilo dapat ditafsirkan pemilihan langsung oleh
rakyat atau pemilihan melalui perwakilan oleh DPRD.
Untuk mewujudkan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara demokratis
diperlukan media untuk membentuk dan menciptakan konsep yang tepat, yang kemudian
dikenal dengan istilah pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah merupakan
media untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah secara demokratis sesuai dengan
amanat UUD 1945.

Persoalan mendasar mengenai pemilihan kepala daerah pada umumnya tersangkut


pada pemahaman dan pemaknaan atas kata “demokratis” yang kemudian diperdebatkan
menjadi pemilihan langsunglah yang disebut demokratis dan pendapat lain yang
menyatakan pemilihan tak langsung pun sesungguhnya juga dapat demokratis.
Mekanisme pemilihan kepala daerah disebut demokratis apabila memenuhi beberapa
parameter. Robert Dahl, Samuel Huntington (1993) dan Bingham Powel (1978)
sebagaimana dikutip Saukani, HR dan kawan-kawan mengatakan bahwa parameter
untuk mengamati terwujudnya demokrasi antara lain: pemilihan umum, rotasi
kekuasaan, rekrutmen secara terbuka, serta akuntabilitas publik.
Terkait kebijakan memilih sistem pemilihan secara langsung dalam pemilihan
kepala daerah, tidak terlepas dari disahkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003, antara lain direposisi kewenangan
dan fungsi DPRD, yakni fungsi meminta pertanggungjawaban kepala daerah dan
memilih kepala daerah. Dengan hilangnya fungsi memilih kepala daerah oleh DPRD,
berarti istilah pemilihan kepala daerah secara demokratis dalam Pasal 18 ayat UUD 1945
adalah pemilihan langsung oleh rakyat.
Meskipun pemilihan secara langsung dipandang memiliki makna positif dari aspek
legitimasi dan kompetensi, prase “dipilih secara demokratis” sebagaimana dimaksud
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tidak dapat diterjemahkan secara tunggal sebagai pemilihan
secara langsung. Pemilihan secara tidak langsung atau perwakilan pun dapat diartikan
sebagai pemilihan yang demokratis, sepanjang proses pemilihan yang dilakukan
demokratis.
Pemahaman ini didasarkan bahwa Negara Republik Indonesia berdasarkan UUD
1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18B UUD 1945.
Dengan demikian, pemahaman mendasar terhadap ketentuan pemilihan kepala
daerah sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 terutama terkait prase “…
dipilih secara demokratis” dapat dimaknai bahwa pemilihan kepala daerah dapat
dilakukan dalam 2 (dua) cara, yaitu pemilihan secara langsung oleh rakyat atau
pemilihan melalui perwakilan yang dilaksanakan oleh DPRD.
BAB III
PENUTU
P

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses pelaksanaan


Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung telah merubah
sistem pemerintahan di tingkat lokal, di mana ketika proses pemilihan Kepala
Daerah dilaksanakan oleh DPRD, maka sistem pertanggungjawaban Kepala Daerah
disampaikan kepada DPRD, tetapi dengan dilaksanakannya Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, Kepala Daerah tidak lagi
bertanggungjawab kepada DPRD, tetapi langsung kepada rakyat selaku pemilih
(konstituen) dan pemegang kedaulatan.

B. SARAN

Untuk masa yang akan datang diharapkan kepada para stakeholder

penyelenggara pemilu lebih mensosialisasikan seluruh tahapan-tahapan proses

penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, sehingga pendidikan

politik masyarakat di tingkat lokal berjalan dengan baik, dan konflik-konflik yang

terjadi dapat diminimalisir.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zainul Ittihad, 2018.Materi pokok pendidikan kewarganegaraan.Tangerang


Selatan : Universitas Terbuka
Leo Agustino, 2009, Pilkada dan Dinamika Politik Lokal, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sarundajang, SH.2001. Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.

Rozali Abdullah, 2005, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung, Jakarta: Rajawali Pers.

CST, Kansil.2002. Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai