Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH SP BLOK NEUROLOGI

“INFEKSI SUSUNAN SARAF PUSAT”

DISUSUN OLEH :

Jimbris Kristianto
(16310152)

UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG


TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puja dan puji syaukur kehadirat Tuhan yang
Maha Esa karena berkat dan bimbinganNya-lah sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah SP BLOK NEUROLOGI yang berjudul ‘INFEKSI SUSUNAN SARAF PUSAT’.
Ada banyak hambatan dan tantangan selama pembuatan makalah ini, namun karena
berkat dan tuntunan Tuhan serta kerja sama oleh kelompok kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kami dengan baik.
Mohon maaf bila ada salah kata dari segi tulisan atau pun bahasa , karena kami hanya
manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan dosa. Namun semoga apa yang kami tulis
ini bias bermaanfaat bagi bagi para pembacanya.

Di susun oleh

Jimbris Kristianto
Daftar Isi
 Kata pengantar ................................................................

 Daftar isi ................................................................

 Bab I Pendahuluan ................................................................


1. Latar belakang ................................................................

 Bab II Pembahasan ................................................................


A. Definisi Infeksi SSP.............................................................
B. Klasifikasi .................................................................
C. Klinis Infeksi SSP................................................................
1. Meningitis .................................................................
2. Enchepalitis .................................................................

 Bab III Penutup ................................................................


Kesimpilan

 Daftar pustaka ................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Infeksi sistem saraf pusat (SSP) pada anak dapat mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang besar jika tidak terdeteksi dan tertangani secara tepat (Kennedy, et al., 2007).
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi pada sistem saraf pusat. Meningitis adalah
peradangan pada membran yang mengelilingi sistem saraf pusat (durameter, arakhnoid, dan
piameter) dimanifestasikan dengan pleositosis cairan serebrospinal (Beek et al., 2006; Mace,
2008; Grandgirard, 2010). Kerusakan pada meninges menyebabkan berbagai permasalahan,
mulai dari demam tinggi dengan sakit kepala sampai kehilangan kesadaran dan kematian
(Shmaefsky, 2010). Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen, yaitu bakteri,
virus, fungi dan parasit (Lozon, 2002).
Meningitis menjadi penyebab spesifik kematian anak dibawah 5 tahun selama tahun
2000-2013. Pada tahun 2015, meningitis secara global termasuk kedalam penyebab utama
kematian anak di bawah lima tahun (WHO, 2015). Pada tahun 1996, WHO melaporkan
bahwa Afrika mengalami wabah meningitis yang tercatat sebagai epidemik terbesar dalam
sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian (Case Fatality Rate= 10%)
yang terdaftar. Dari masa krisis tersebut hingga tahun 2002 terdapat 223.000 kasus baru dan
daerah yang terkena dampak tersebut adalah Burkina Faso, Chad, Ethiopia dan Nigeria
(WHO, 2005).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Infeksi SSP
Infeksi SSP adalah Infeksi pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur ataupun parasit. Infeksi SSP dapat dibedakan menurut lokasi utama
terjadinya peradangan, yaitu: meningitis, ensefalitis, araknoiditis, mielitis, atau
kombinasi meningoensefalitis.

Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikro-organisme di dalam jaringan tubuh.


Infeksi susunan saraf pusat ialah invasi dan multiplikasi mikro-organisme di dalam
susunan saraf pusat. Infeksi pada sistem saraf pusat dapat melibatkan meningen
(meningitis) atau substansi otak itu sendiri (ensefalitis) atau keduanya
(meningoencephalitis). (Somand, 2008)

B. Klasifikasi
Infeksi dari sistem saraf diklasifikasikan menurut jaringan yang terinfeksi menjadi
infeksi meningeal (meningitis), yang mungkin melibatkan dura terutama
(pachymeningitis) atau pia-arachnoid (leptomeningitis) dan (2) infeksi pada parenkim
otak dan spinalis (ensefalitis atau myelitis). Dalam banyak kasus, dapat terjadi
keterlibatan pada meningen dan parenkim otak (meningoensefalitis). Selain itu, infeksi
dapat bersifat akut atau kronis. (Somand, 2008).
Menurut De Vivo (2003), infeksi pada sistem saraf pusat juga dapat diklasifikasikan
menurut etiologi agen infeksi. Misalnya:
 Infeksi viral
 Infeksi bakteria
 Infeksi parasit
 Infeksi jamur

C. Klinis Infeksi Susunan saraf Pusat


1. Meningitis
a. Definisi
Meningitis adalah peradangan pada leptomeningen sebagai manifestasi
dari infeksi sistem saraf pusat (SSP), ditandai dengan peningkatan jumlah sel
polimorfonuklear dalam CSS. Secara anatomis, meningitis dapat dibagi
menjadi peradangan pada dura (pachymeningitis), dan leptomeningitis.
(Hasbun, 2013)
b. Etiologi
Menurut Hasbun (2013), etiologi meningitis terbagi pada beberapa kategori
penyebab infeksi (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Etiologi Meningitis Agen


Kategori
Bakteria Listeria monocytogenes
Brucella spp
Rickettsia rickettsii
Ehrlichia spp
Mycoplasma pneumoniae
Borrelia burgdorferi
Treponema pallidum
Leptospira spp
Mycobacterium tuberculosis
Nocardia spp
Parasit Naegleria fowleri
Acanthamoeba spp
Balamuthia spp
Angiostrongylus cantonensis
Gnathostoma spinigerum
Baylisascaris procyonis
Strongyloides stercoralis
Taenia solium (cysticercosis)
Fungi Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitis
Blastomyces dermatitidis
Histoplasma capsulatum
Candida spp
Aspergillus spp
Virus Enteroviruses West Nile virus
Human herpesvirus (HHV)-2
Lymphocytic choriomeningitis
virus (LCM)

c. Diagnosa
Diagnosis meningitis tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan
tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk
dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada
meningitis bakterial, meningitis TBC, meningismus dan meningitis aseptik.
Diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan cairan
serebrospinalis melalui pungsi lumbal. (Hsu, 2012)
Kultur dan uji resistensi bakteri pada cairan serebrospinal baru ada hasil
setelah 24-72 jam. Untuk identifikasi bakteri penyebab yang cepat adalah
perwarnaan Gram, counterimmunoelectrophoresis dan aglutinasi lateks. (Tuan,
2008)
Diagnosis meningitis tuberkulosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis,
riwayat ada kontak dengan pasien TBC yang kadang-kadang asimtomatik, uji
tuberkulin positif, dan kelainan cairan serebro spinal. (Supantini, 2004) Uji
tuberkulin anergi terdapat pada 36% pasien. Foto Ro toraks normal terdapat
pada 43% pasien, penyebaran milier pada 23% dan kalsifikasi dalam paru pada
10% kasus. Pemeriksaan laboratorium rutin relatif tidak mempunyai arti,
hanya laju endap darah yang kadang-kadang meninggi kira-kira pada 80%
pada kasus cairan serebrospinal terdapat kelainan yang khas berwarna jernih.
(Alam, 2011)
Pada tahun 2007, Pediatric Emergency Medicine Collaborative Research
Committee dari American Academy of Pediatrics menerbitkan Skor
Meningitis bakteri yang secara klinis memprediksi apakah pasien beresiko
tinggi atau rendah untuk terinfeksi meningitis bakteri dibandingkan meningitis
viral. Menurut skor, pasien memiliki risiko yang sangat rendah untuk
meningitis bakteri jika semua hal berikut ini tidak ditemukan dalam diagnosa:
 CSF positif pada pewarnaan Gram
 CSF absolut neutrofil dari ≥ 1000
 CSF protein ≥ 80 mg / dL
 Peripheral neutrofil dari ≥ 10.000 sel / MCL
 Kejang
Jumlah yang lebih tinggi dari kriteria ini, menunjukkan kemungkinan
yang tinggi bahwa pasien terinfeksi meningitis bakteri. (Honda, 2009)

d. Penatalaksanaan
Bila anak masuk dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2-
0,5mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti
pemberian diazepam dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama. Apabila
kejang berhenti dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10-
20mg/kgBB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis rumat 4-5mg/kgBB/hari.
(Honda, 2009)
Penggunaan antibiotik terdiri dari 2 fase, yaitu fase pertama sebelum ada hasil
biakan dan uji sensitivitas. Pada fase ini pemberian antibiotik secara empirik.
Pemberian antibiotik tergantung pada kausanya. Misalnya antibiotik yang
dipergunakan untuk meningitis purulenta ialah: H.influenza;ampisilin,
kloramfenikol, seftriakson dan sefotaksim, S.pneumoniae;penisilin,
kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson. Kuman gram negatif: sefottaksim,
septazidim, seftriakson dan amikasin. Staphylococcus: nafsilin, vankomisin, dan
rifampisin. Neonatus: ampisilin, gentamisin, tobramisin, vankomisin, amikasin,
kanamisin, seftriakson, sefotaksim, seftazidim dan penisilin. (Quagliarello, 2003)
Pada meningitis viral harus diberikan acyclovir secara intravena 10mg/kgbb
setiap 8 jam. Gansiklovir diberikan dalam dosis induksi 5 mg / kg IV setiap 12
jam selama 21 hari dan dosis maintenance 5 mg / kg setiap 24 jam. (Hasbun,
2013)
2. Enchepalitis
a. Definisi
Istilah "ensefalitis" (dari bahasa Yunani enkephalos +-itis, yang berarti
radang otak) digunakan untuk menggambarkan keterlibatan SSP yang terbatas
(yaitu, keterlibatan otak, tanpa melibatkan meningen), namun sebagian besar
infeksi SSP akan melibatkan meningen pada tingkat yang lebih besar atau
lebih kecil, menyebabkan meningitis aseptik atau menyebabkan
meningoencephalitis ringan berbanding ensefalitis murni. (Prober, 2004)

b. Etiologi
Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infeksius. Infeksi Herpes simplex
pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan infeksi SSP yang paling berat dan
sering berakibat fatal. Biasanya merupakan penyebab nonepidemik, sporadik
ensefalitis fokal akut. Virus Herpes simplex (VHS) terdiri dari 2 tipe, yaitu
VHS tipe 1 dan VHS tipe 2. Ensefalitis virus dapat terjadi musiman dan
epidemik, atau sporadik sepanjang tahun. Togavirus yang termasuk virus
ensefalitis kuda, virus ensefalitis St. Louis, dan virus ensefalitis Jepang,
menyebabkan sebagian besar kasus ensefalitis epidemik di dunia. Virus
ensefalitis Jepang, misalnya, penyebab ensefalitis virus satu-satunya paling
sering di dunia, menyebabkan 10-20 ribu kasus ensefalitis setiap tahun di Asia.
Di Amerika Serikat, virus ensefalitis St.Louis merupakan penyebab ensefalitis
viral epidemik paling sering. Enterovirus, dan miksovirus seperti virus
Epstein-Barr, juga dikenal menyebabkan ensefalitis virus akut.

c. Penatalaksanaan
Bila kejang dapat diberi diazepam 0,2-0,5mg/kgBB IV dilanjutkan dengan
fenobarbital. Parasetamol 10mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan
apabila panas. Apabila didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat
diberi deksametason 1mg/kgBB/x dilanjutkan dengan pemberian 0,25-
0,5mg/kgBB/hari. Pemberian deksametason tidak diindikasikan pada pasien
tanpa tekanan intrakranial yang meningkat atau keadaan umum telah stabil.
Manitol juga dapat diberikan dengan dosis 1.5-2g/kgBB IV dalam periode 8-
12 jam. Perawatan yang baik berupa drainase postural dan aspirasi mekanis
yang periodik pada pasien ensefalitis yang mengalami gangguan menelan,
akumulasi lendir pada tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-
otot pernapasan. Pada pasien herpes ensefalitis dapat diberikan Adenosine
Arabinose 15mg/kgBB/hari secara intravena(IV) diberikan selama 10 hari.
(Prober, 2004)
BAB III
PENUTUP
KESKIMPULAN
Infeksi SSP adalah Infeksi pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur ataupun parasit. Infeksi SSP dapat dibedakan menurut lokasi utama
terjadinya peradangan, yaitu: meningitis, ensefalitis, araknoiditis, mielitis, atau
kombinasi meningoensefalitis.
Meningitis adalah peradangan pada leptomeningen sebagai manifestasi dari
infeksi sistem saraf pusat (SSP), ditandai dengan peningkatan jumlah sel
polimorfonuklear dalam CSS. Secara anatomis, meningitis dapat dibagi menjadi
peradangan pada dura (pachymeningitis), dan leptomeningitis. Diagnosis meningitis
tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti
demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal
kemungkinan dapat pula terjadi pada meningitis bakterial, meningitis TBC, meningismus
dan meningitis aseptik. Diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan
pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Bila anak masuk dalam status
konvulsivus diberikan diazepam 0,2-0,5mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan,
apabila kejang belum berhenti pemberian diazepam dapat diulang dengan dosis dan cara
yang sama. Apabila kejang berhenti dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital dengan
dosis awal 10-20mg/kgBB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis rumat 4-5mg/kgBB/hari.
Istilah "ensefalitis" (dari bahasa Yunani enkephalos +-itis, yang berarti radang
otak) digunakan untuk menggambarkan keterlibatan SSP yang terbatas (yaitu,
keterlibatan otak, tanpa melibatkan meningen), namun sebagian besar infeksi SSP
akan melibatkan meningen pada tingkat yang lebih besar atau lebih kecil,
menyebabkan meningitis aseptik atau menyebabkan meningoencephalitis ringan
berbanding ensefalitis murni.

DAFTAR PUSTAKA
 Repository USU IFEKSI SUSUNAN SARAF PUSAT(SSP),Meningitis, Ensefalitis,
Meningoensefalitis, 2012
 Repository USU Infeksi SSP, 2012
 Jurnal Universitas Andalas Infeksi SSP, 2014

Anda mungkin juga menyukai