Anda di halaman 1dari 5

Ristekdik (Jurnal Bimbingan dan Konseling) ISSN 2541-206X (online)

Vol 4, No.2 , 2019, hlm.122-126 ISSN 2527-4244 (cetak)


http://dx.doi.org/10.31604/ristekdik.v4i2.122-126
STUDI KASUS TERHADAP PERAN ORANGTUA DALAM
MENANGANI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (AUTIS)
DI DUSUN GARONGGANG DESA MARISI KECAMATAN
ANGKOLA TIMUR
Nurhasanah Pardede1,Rini Febrianti2

Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan


nurhasanah.pardede@um-tapsel.ac.id

Abstrak:
Penelitian ini dilakukan di Dusun Garonggang Desa Marisi Kecamatan
Angkola Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan karakteristik
yang dimiliki anak autis dan bagaimana mengetahui peran orangtua dalam
menangani anak autis. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan
turun langsung kelapangan dan melakukan teknik wawancara ketempat lokasi
penelitian.
Responden dalam penelitian ini berjumlah 2 orang. Data yang diperoleh
telah diolah dalam bentuk analisis studi kasus kualitatif deskriptif. Kesimpulan
dari penelitian ini yaitu pada umumnya orangtua tidak mudah menerima
kenyataan bahwa anaknya dinyatakan mengalami gangguan autis. Sikap mental
yang belum atau tidak bisa menerima kenyataan ini seringkali berdampak pada
kemampuan orangtua untuk menyesuaikan diri dengan khususnya keadaan
anaknya.
Di satu sisi autis membutuhkan penangan yang sangat kompleks dan
membutuhkan partisipasi dan peran aktif orangtua dalam banyak hal terkait
dalam proses terapi. Sehingga perhatian terhadap orangtua dengan anak autis
sangat penting, karena dengan penerimaan dan penyesuaian diri yang baik
diharapkan peran aktif mereka semakin baik dalam berbagai upaya penanganan
autis untuk menunjang keberhasilan terapi.

Kata Kunci : Peran Orangtua, Anak Autis, Angkola Timur

122
Pardede-Studi Kasus Terhadap 123
PENDAHULUAN atau seseorang yang mengalami kerusakan pada
organ tubuh dapat berupa bentuk kekakuan
Informasi saat ini mengenai autis organ gerak, kelayuhan, gangguan koordinasi
dimasyarakat masih belum banyak dan belum gerak, kontraktur sendi, (E) tunalaras adalah
mencakup lapisan masyarakat, bahkan banyak anak atau seseorang yang mengalami gangguan
yang tidak tahu apa itu gangguan autis, pada emosi dan sosial, (F) tunaganda adalah
informasi di masyarakat mengenai autis hanya apabila seseorang anak mengalami
diketahui masyarakat menengah keatas, gangguan/kelainan lebih dari satu macam
sementara masyarakat yang menengah ke bawah misalnya tunanetra juga tunarungu dan autis
masih banyak yang belum mengerti gejala-gejala adalah anak yang mengalami gangguan pada
dari gangguan autis dan cara perkembangan koordinasi otak.
penanggulangannya. Banyak orangtua Setelah peneliti mengadakan observasi
menganggap keterlambatan berkomunikasi dan dilapangan, penelitian menemukan suatu kasus
interaksi yang terjadi pada anaknya tersebut atau fenomena, yaitu seorang anak yang
adalah hal yang wajar atau tidak menganggap mengalami gangguan pada perkembangan
gangguan autis yang terjadi pada anak mereka koordinasi otak atau lebih sering dikenal dengan
merupakan gejala gangguan mental atau istilah autis, menurut penjelasan dari
gangguan jiwa.Sehingga anak-anak yang orangtuanya anak ini sudah lama mengalami
mengalami gangguan autis ini diperlukan tidak gangguan perkembangan syaraf otak dan sering
semestinya dengan kondisi yang menyendiri dari orang lain. Gangguan ini terjadi
mengkhwatirkan dan ini dapat memperburuk ketika anaknya usia 2 tahun dan sampai
keadaan anak tersebut karena semakin sekarang masih sering menutup diri dari orang
terkucilkan bahkan di lingkungan keluarga.Anak lain dan IQ rendah untuk menangkap suatu
berkebutuhan khusus sangat tidak diharapkan pelajaran.
kehadirannya dalam suatu keluarga. Anak yang Alasan peneliti memilih di Dusun
mengalami gangguan(anak berkebutuhan khusus) Garonggang Desa Marisi Kecamatan Angkola
bisa saja berasal dari orangtua yang sehat, atau Timur sebagai objek penelitian didasarkan pada
pun dari keluarga yang berada. sebagian masyarakat ada yang memiliki anak
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berkebutuhan khusua. Berdasarkan hal tersebut
adalah seorang anak yang memiliki hambatan peneliti mengambil judul penelitian “Studi
dalam aspek indra penglihatan, pendengaran, Kasus Terhadap Peran Orangtua Dalam
motorik fisik, mental, emosional dan sosial. Menangani Anak Berkebutuhan Khusus di
Berbagai hambatan gangguan atau kelainan Dusun Garonggang Desa Marisi Kecamatan
tersebut dapat diakibatkan dari berbagai faktor Angkola Timur”
penyebab, diantaranya adalah dikarenakan
adanya kerusakan bentuk/kondisi organ mata, METODE PENELITIAN
telinga, fisik/tubuh yang berpengaruh pada
Jenis penelitian ini adalah bersifat
gerakan, mental, emosional dan sosial sehingga
deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk
mempengaruhi dalam aktivitas kehidupan
menuturkan pemecahan masalah yang ada
sehari-hari.
sekarang berdasarkan data-data, menguji data,
Menurut (Puspita, 2004) beberapa
menganalisis dan menginterpretasikan.
bentuk kelainan dimaksud dapat dilihat dan
Penelitian deskriptif menurut suharsimi
diklasifikasikan dalam berat ringannya
arikunto “deskriptif adalah penelitian yang
hambatan diantaranya: (A) tunanetra adalah
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
anak atau seseorang yang mengalami kerusakan
mengenai status suatu gejala menurut apa
mata/kebutaan/tunanetra, (B) tunarungu adalah
adanya pada saat penelitian dilakukan.
anak atau seseorang yang mengalami kerusakan
organ/syaraf telinga berakibat kepada
HASIL DAN PEMBAHASAN
gtunarunguan , (C) tunagrahita adalah anak atau
Anak yang mengalami gangguan autis
seseorang yang mengalami kerusakan atau
sangat tergantung kepada orang- orang yang
gangguan pada organ/syaraf otak berakibat pada
tertentu atau orang-orang yang dekat dengannya
tunagrahita/pikiran, (D) tunadaksa adalah anak
seperti orangtua dan keluarga, yang mana anak
124 RISTEKDIK (Jurnal Bimbingan dan Konseling), 4(2),2019,122-126
autis ini sangatlah sulit menerima kehadiran orangtua anak autis yaitu adanya dukungan
orang baru di dekatnya. Oleh sebab itu peran jaringan sosial, sehingga orangtua tahu dan
oraangtua sangatlah penting untuk kesembuhan merasakan bahwa bukan dirinya saja yang
atau perkembangan anak autis dalam mengalami masalah tersebut dan dia juga dapat
berinteraksi atau berkomunukasi dengan orang- berbagi pengalaman dengan orangtua lain yang
orangbaru. memiliki anak yang sama seperti dirinya, kita
Di Angkola Timur ada satu lembaga juga dapat merasakan saat melakukan interaksi
pendidikan yang peduli dengan anak autis yaitu pada penelitian yang sudah dilakukan dengan
SLB. Dimana lembaga pendidikan ini anak autis peneniliti merasakan bahwa yang
menangani dan mendidik pada perkembangan dikatakan beberapa para ahli mengenai
anak yang berkebutuhan khusus termasuk anak hubungan sosial anak autis memang betul, jauh
autis. Cara-cara mendidik anak-anak yang baik berbeda dengan kita berinteraksi dengan anak
dan benar adalah bahwa mendidik anak dengan normal, yang dimana anak autis itu kalau kita
cara mendidik anak dengan cara disiplin tidak sedang berkomunikasi dengan anak tersebut
berarti menyelesaikan masalah-masalah anak- tidak ada ada kontak mata atau pun berbalas
anak didik. pertanyaan, dimana anak autis itu cenderung
Tugas utama dari keluarga bagi lebih pendiam dibanding dengan anak-anak
pendidikan anak adalah sebagai pelekat dasar normal.
pendidikan akhlak dan pandangan hidup Pada penelitian ini didapati keluarga
keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar yang memiliki anak autis karena terkadang
diambil dari kedua orangtuanya dan dari anggota mereka kewalahaan saat berkomunikasi dengan
keluarga lain. Keluarga merupakan institusi anaknya karena orangtua maupun keluarga
yang paling penting pengaruhnya terhadap lainnya sering tidak mengerti dengan apa yang
sosialisasi individu atau seseorang. Penerimaan anak autis katakan karena kurang jelas
ibu terhadap anak autis memerlukan pengucapannya sehingga mereka kesulitan untuk
pengetahuan yang luas tentang autis, sehingga mengartikan dan memahami kata-kata yang di
ibu akan memahami arti dari autis yang ucapkan anak mereka, ini di buktikan dari
sebenarnya. Sesuai dengan pemahaman seorang pernyataan orangtua saat melakukan wawancara
ibu, maka ibu akan menerima kondisi anak yang dengannya. Proses sosialisasi sangat dibutuhkan
memberikan kasih sayang, perhatian, dan dalan pengasuhan anak autis. Karena dengan
memahami anak sejak dini. Jadi pemahaman bersosialisasi anak autis dapat belajar tentang
tentang autis terhadap penerimaan ibu yang nilai, norma, pengetahuan dan keterampilan.
mempunyai anak autis perlu dan penting. Agar proses sosialisasi anak dapat dengan baik,
Berdasarkan penelitian terhadap kedua maka dibutuhkan pihak-pihak yang membantu
orangtua kasus yang diteliti menyatakan seorang anak autis belajar segala sesuatu yang
perasaannya saat anak dinyatakan menderita kemudian menjadikannya dewasa (Narwoko,
autis dapat diuraikan sebagai berikut: “sejak 2004). Pihak-pihak yang membantu anak autis
awal peneliti bertanya-tanya seperti ada yang dalam bersosial adalah: orangtua, keluarga,
lain dengan diri anaknya, anaknya tidak dapat kelompok sebaya, sekolah.
menatap mukan dan mata lawan berbicara, Dari pendapat ahli di atas dapat
ternyata sejak usia tiga tahun anaknya sudah disimpulkan bahwa anak-anak penyandang autis
mengalami gangguan autis, dan mereka sebagai tidak menggunakan aturan untuk
orantua suda berusa semampu dan sebisa mereka mengkomunikasikan emosinya. Yang mana
untuk kesembuhan anaknya”. Anak autis ini memiliki perasaan tetapi sulit
Dari hasil pengamatan di lapangan dapat baginya untuk mengekspresikannya. Sama
disimpulkan bahwa awalnya orangtua yang seperti dia kesulitan untuk memahami hal yang
memiliki anak penderita autis merasa terkejut sama pada dirinya. Para orangtua yang memiliki
dan bertanya mengapa hal itu menimpa anak anak autis pasti menyadari hal ini bahwa
saya, hingga orangtua berupaya mencari memandang dan mengartikan wajah pada
informasi yang lengkap seperti yang di lakukan penderita autis tidak menimbulkan reaksi yang
orangtua anak autis diskusi dengan dokter sama seperti orang-orang yang normal. Anak
maupun trapis. Dukungan lain yang diperlukan autis ini bermasalah pada perkembangan
Pardede-Studi Kasus Terhadap 125
keterampilan sosialnya berkomukasi, tidak mempertahankan pembicaraan yang panjang.
mampu memahami aturan dalam pergaulan, Menurut (Puspita 2002) penyandang autis
sehingga biasanya anak autis tidak mempunyai memiliki bentuk komunikasi yang tidak biasa,
teman. Pada umumnya anak autis mengalami sebagaimana anak-anak non autis atau anak-
kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan anak normal, komunikasi itu antara lain: mereka
atau hal baru. Oleh karena itu peran orangtua kesulitan untuk tanya jawab terutama yang
sangat perlu untuk anak autis dalam berbagai menggunakan kalimat panjang, mereka sulit di
bidang untuk perkembangan anaknya. ajak untuk berpindah topik ketopik lainnya,
Metode-metode yang dipergunakan mereka tidak memahami bahasa atau kata-kata
orang dewasa atau masyarakat dalam yang obyeknya belum pernah dilihatnya. Karena
mempengaruhi proses sosialisasi anak, keterbatasan bahasa karea tidak memahami
digolongkan menjadi tiga kategori yaitu: metode bahasa isyarat yang disampaikan orang lain.
ganjaran atau hukuman, metode didacting Dari pendapat ahli di atas kita dapat
teaching dan metode pemberian contoh (Ahmadi, menyimpulkan bahwa memng anak autis tidk
2002). Orangtua dalam melakukan pengasuhan dapat berbicara atau berkomunikasi secara
denga menggunakan metode tersebut. Aturan panjang lebar. Yang mana anak autis ini hanya
dan tata tertib keluarga menerapkan konsep bisa berkomunikasi dengan keinginanya saja,
adanya imbalan dari setiap dari setiap kelakuan anak auti ini bukan hanya sama orang lain cara
yang diberikan oleh anaknya, hukuman berupa dia berkomunikasi seperti itu namun untuk siapa
sangsi hukuman dan ganjaran, aturan-aturan saja dia sama seperti itu juga caranya
dibuat agar mereka sejak semula menyadari berkomunikasi, harus sesuai dengan
konsekuensi yang harus diterima. Hal seperti keinginannya tanpa memperdulikan lawan
yang dijelaskan oleh (Soekarnto 2002) yang bicaranya.
mengatakan bahwa arti penting dari komunikasi
adalah pemberian tafsiran atas penyampaian KESIMPULAN
informasi terhadap orang lain. Informasi yang Dari hasil wawancara yang telah dilakukan
disampaikan dapat berbentuk pembicaraan gerak kepada responden, informan dapat ditarik
tubuh dan sikap. Setelah menafsirkan, orang kesimpulan sebagai berikut:
tersebut kemudian memberikan reaksi. 1. Gambaran anak autis responden I
Dari penjelasan di atas kita dapat Secara psikologi responden I punya
menyimpulkan bahwa dalam berkomunikasi keinginan untuk sembuh dari gangguan
selalu digunakan bahasa atau pembicaraan, juga autis yang dideritanya. Tapi karena
digunakan gerak tubuh atau sikap. Penggunaan keterlambatan dalam berpikirnya dan
bahasa kita sebut sebagai komunikasi verbal. selalu menutup diri dari orang lain dia
Sedangkan penggunaan anggota tubuh lain , kesulitan untuk melawan autis yang di
selain suara kita sebut dengan komunikasi deritanya, mungkin ini salah satunya
nonverbal. Pada proseses terjadi interaksi sosial, penyebab utama untuk dirinya dan
kedua bentuk komunikasi ini sama-sama penting orangtuanya dalam melakukan upaya
untuk dipahami maknanya. Oleh karena itu kita pengobatan.
sebagai orangtua atau orang normal kita harus 2. Gambaran anak autis responden II
memahami cara-cara berkomunikasi baik Secara psikologi responden II ini
dengan anak berekebutuhan khusus maupun memiliki keinginan untuk sembuh dari
dengan orang normal, agar kita bisa gangguan autis yang dideritanya.
berkomunikasi dengan orang-orang disekitar Buktinya sudah terlihat jelas dari
kita dan tidak salah artikan dengan perkataan keinginannya untuk terus melanjutkan
maupun gerakannya. pendidikanya walaupun dengan segala
Kemampuan verbal anak autis sangat keterbatasan dan kekurangan yang
terbatas, yaitu ketiadaan komunikasi timbal dimilikinya. Dia begitu bersemangat
balik dengan lawan bicaranya, anak-anak ini untuk sembuh walaupun dia tidak bisa
hanya mampu menyampaikan sebatas sepenuhnya seperti dengan teman-
keinginanya saja atau searah dengan temannya yang normal. Tapi orangtuanya
kepentingannya sehingga tidak mampu selalu berusaha memberikan yang terbaik
126 RISTEKDIK (Jurnal Bimbingan dan Konseling), 4(2),2019,122-126
untuk anaknya dan orangtuanya juga tidak DAFTAR PUSTAKA
pernah bosan untuk mencaritau tempat Farhan Setyawan, 2010. Puspita, 2002. Pola
berobat maupun untuk tempat terapi. Penanganan Anak Autis. (Skiripsi).
Saran
Berdasarkan hasil pengamatan atau yang , Faisal Yatim. 2003.Pola Penanganan
dirasakan orangtua responden untuk Anak Autis. (Skiripsi).
kesembuhan anaknya yang begitu orangtua
idam-idamkan selama ini. Terdapat beberapa hal Fitri Rahayu,2014.YPAC, 2013.Kemampuan
yang dapat dijadikan sebagai saran kepada Komunikasi Anak Autis Dalam Interaksi
pihak-pihak yang terkait seperti anak, orangtua, Sosial (Skiripsi)
pembaca dan penulis selanjutnya dan lain-lain.
1. Responden penelitian Ika Miftahul Rahmah, 2016, Puspita. 2004,
a. Responden I: Disarankan kepada Peran Orangtua Untuk Meningkatkan
responden I untuk terus bersamangat Komunikasi Anak Autis (Skripsi)
dalam menjalankan upaya pengobatan
selanjutnya agar bisa sembuh dari Lexy J.Moleong, 2007. Sugiyono, 2005.Metode
gangguan autis yang dideritanya selama Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya
ini, dan terus bersemangat untuk selalu Offiset. Bandung
belajar supaya lebih pintar lagi.
b. Responden II: Disarankan kepada , Basuki (2006).Metode Penelitian
responden II untuk terus lebih giat Kualitatif, Remaja Rosdakarya Offiset.
belajar dan menjalankan terapi atau Bandung.
pengobatan selanjutnya. Supaya bisa
cepat sembuh dan lebih pintar lagi. Misbah Usmar Lubis, 2009.Kun Maryati,
2. Informan penelitian 2006.Penyesuaian Diri Orangtua yang
a. Informan I: Disarankan kepada informan memiliki Anak Autis. (Skripsi)
I sebagai orangtua agar tetap bersyukur
dan sabar dalam mendampingi dan ,Prasetyono, 2008. Penyesuaian Diri
menangani anak autis untuk Orangtua yang memiliki Anak Autis.
menjalankan pengobatan selanjutnya (Skripsi)
agar impian orangtua akan kesembuhan
anak bisa tercapai dan terwujut Puji Astuti, Joko Yuwono. 2014. Mengenal
walaupun tidak seutuhnya. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.
b. Informan II: Disarankan kepada Jakarta
informan II sebagai kakak harus lebih
sabar dalam membantu dan memberi ,Kartono, 2000. Mengenal Karakteristik
motivasi untuk adiknya agar bisa Anak BerkebutuhanKhusus. Jakarta
bergabung dengan orang lain. , Puspita, 2004. Mengenal Karakteristik
c. Informan III: Disankan kapada informan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta,
III sebagai teman harus lebih sabar lagi Sujarwanto, 2005. Mengenal Karakteristik
untuk berteman dengan anak autis Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta
walaupun terkadang merasa jengkel
berteman dengannya karna kurang Randi Wahyu Marianto, Durand. 2007. Peran
respon. Orangtua dalam Menangani Anak Autis.
3. Saran Bagi Pembaca Vol. 3 No. 1 Februari 2016 (Jurnal)
Semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai resferinsi atau sumber informasi dan , Candra Gautama, 2000. Peran
materi yang dapat menambah wawasan atau Orangtua dalam Menangani AnakAutis.
ilmu pengetahuan dengan masalah yang Vol. 3 No. 1 Februari 2016 (Jurnal)
akan diteliti dan juga dapat diamalkan dalam
keseharian pembaca.

Anda mungkin juga menyukai