Anda di halaman 1dari 7

Ristekdik (Jurnal Bimbingan dan Konseling) ISSN 2541-206X (online)

Vol 4, No.2 , 2019, hlm.127-133 ISSN 2527-4244 (cetak)


http://dx.doi.org/10.31604/ristekdik.v4i2.127-133
KONSELING ANTAR BUDAYA TERHADAP PERKAWINAN
BATAK TOBA DAN NIAS DI KECAMATAN SIBABANGUN

Sukatno1, Rizky Fardhani Lubis2

Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan


sukatno@um-tapsel.ac.id

Abstrak: Judul penelitian ini menekankan pada permasalahan yang terjadi pada
saat menuju perkawinan pada suku budaya Batak dan Nias. Tujuan yang ingin di
capai adalah untuk mengetahui perbedaan perkawinan suku batak dan Nias.
Dengan menggunakan penelitian kualitatif, responden yang menjadi obyek
penelitian, Mendukung penelitian kualitatitf digunakan tradesi fenomenologi
yang fokus pada pengalaman seseorang. Adapun teknik penentuan informan
dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel didasarkan atas tujuan tertentu (orang yang betul dipilih
memiliki kriteria sebagai sampel). Jenis sumber data yang akan dimanfaatkan
oleh peneliti adalah data primer dan data sekunder. Obyek penelitiannya adalah
keluarga kawin beda suku dengan beragam variasi sebanyak 3 Pasang Responden
dan 4 masyarakat. Wawancara dilakukan selama dua minggu. Temuan yang dapat
menjadi sumbangan dalam konseling antar budaya perkawinan beda budaya.
Menghadapi persoalan konseling antar budaya, dalam perkawinan beda budaya.
Begitu kuatnya hubungan kekeluargaan dalam etnis Nias, sehingga pendapat
keluarga selalu dijadikan pertimbangan untuk mengambil keputusan.

Kata kunci :Konseling, Perkawinan, SukuBatak ,Nias

Abstract: The title of this study emphasizes the problems that occur at the time
of marriage in the tribes of Batak and Nias cultures. The goal to be achieved is to
find out the differences in the marriage of the Batak and Nias tribes in
Sibabangun District. By using qualitative research, respondents are the object of
research. Supporting qualitative research is used in the phenomenology tradition
that focuses on one's experience. The technique of determining the informants in
this study using purposive sampling technique, namely the sampling technique is
based on specific goals (people who are really selected have criteria as a sample).
The types of data sources that will be utilized by researchers are primary data and
secondary data. The object of the research is families of different ethnic groups
with various variations as many as 3 pairs of respondents and 4 communities.
Interviews were conducted for two weeks. Findings that can contribute to
counseling between cultures of different cultures.Facing the issue of inter-cultural
counseling, in different cultures. So strong is the family relationship in Nias
ethnic groups, so that family opinions are always taken into consideration for
making decisions.

Keywords: Counseling, Marriage, Batak ,Nias Tribes

127
128 RISTEKDIK (Jurnal Bimbingan dan Konseling), 4(2),2019,127-133
PENDAHULUAN dalam pola kehidupan masyarakat adat Nias.
Dalam masyarakat Nias, perempuan memiliki
Perkawinan adalah ikatan sosial atau status yang lebih rendah dibandingkan laki-laki,
ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang karena laki-laki dianggap sebagai pemimpin dan
membentukhubungan kekerabatan dan yang lebih kuat. Oleh karena itu di segala lini
merupakan suatu pranata dalam budaya setempat kehidupan sosial dan budaya, perempuan tidak
yang meresmikan hubungan antar pribadi yang banyak ikut berperan.
biasanya intim dan seksual. Perkawinan Di Sibabangun, fenomena perkawinan
umumnya dimulai dan diresmikan dengan beda budaya dalam keluarga kawin beda etnis
upacara pernikahan. Umumnya perkawinan yaitu batak dan nias menarik untuk diteliti lebih
dijalani dengan maksuduntuk membentuk lanjut, terutama keluarga yang melibatkan etnis
keluarga. Pernikahan beda budaya adalah suatu Batak dan etnis Nias. Sibabangun memiliki
pernikahan yang terjadi antara pasangan yang sejarah panjang hubungan antara etnis Batak
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan etnis Nias yang penuh dengan konflik. Ada
dimana terdapat penyatuan pola pikir dan cara beberapa perkawinan yang beda suku tidak
hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk berjalan dengan harmonis dan ada juga yang
membentuk rumah tangga yang bahagia dan harmonis, semua tergantung dengan cara
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. masing-masing pasangan berintegrasi terhadap
Peristiwa ini membawa masyarakat pasangan masing-masing meskipun beda
saling terikat dengan suku-suku yang berbeda. budaya.
Penerimaan terhadap budaya atau suku lain akan Konseling Antar budaya (cross culture
membuat seseorang berpeluang besar diterima counseling) mengandung pengertian hubungan
oleh keluarga pasangannya. Mereka akan merasa yang terjadi dalam proses konseling yang
bahwa budayanya diterima dan dihargai. Hal melibatkan konselor dan konseli yang berasal
sebaliknya dapat terjadi, yaitu apabila seseorang dari latar belakang budaya yang berbeda, dan
resisten dan menolak budaya calon karena itu proses konseling sangat rawan oleh
pasangannya. Sebagai contoh, apabila seseorang terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor
hendak menikah dengan pasangan yang berasal yang mengakibatkan konseling tidak berjalan
dari suku batak, maka sangat besar harapan dari efektif. Menurut penelitian yang dilakukan agar
keluarga pasangannya itu bahwa perkawinan berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk
akan dilaksanakan menurut budaya mereka. memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri
Sistem perkawinan adat merupakan dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat
salah satu tradisi dari suatu suku bangsa yang mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki
masih berlaku dalam masyarakyat adat keterampilan-keterampilan yang responsif secara
Indonesia dalam melangsungkan perkawinan. cultural. Dengan demikian, maka konseling
Salah satu suku bangsa di wilayah Negara dipandang sebagai “perjumpaan budaya”
Kesatuan Republik Indonesia yang masih (cultural encounter) antara konselor dan klien.
mempertahankan tradisi perkawinan adat adalah Konsep mengenai konseling antar budaya
suku Nias. Masyarakat Adat Nias merupakan cenderung akan menekankan unsur budaya dan
kelompok masyarakat yang terbentuk dari kebudayaan yang meliputi tradisi, kebiasaan,
kesatuan masyarakat komunal yang kuat nilai-nilai, norma, bahasa, keyakaninan yang
(kampung, marga, keluarga besar). Untuk telah terpola dalam suatu masyarakat dan
mengatur kehidupan bersama dalam suatu diwariskan turun temurun. Konsep ini pula yang
ikatan, masyarakat adat Nias, diatur oleh suatu kemudian memberikandefinisi-definisi awal
aturan adat (goigoi hada), yang harus ditaati oleh mengenai konseling antar budaya.
setiap warganya. Dalam Perkawinan adat Nias, Perbedaan budaya bisa terjadi pada ras
laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan atau etnik yang sama ataupun berbeda. Oleh
kedudukan, sejak pra-perkawinan hingga di sebab itu definisi konseling antar budaya yang
dalam perkawinan bahkan hingga berakhirnya, dapat dijadikan rujukan adalah sebagai berikut.
apabila kemudian perkawinan tersebut berakhir. Konseling antar budaya adalah hubungan
Perbedaan kedudukan ini dipengaruhi oleh konseling yang melibatkan para peserta yang
kedudukan perempuan dalam status sosialnya di berbeda etnik atau kelompok-kelompok
Sukatno-Konseling Antar Budaya 129
minoritas; atau hubungan konseling yang dilakukan oleh peneliti terhadap subyek maupun
melibatkan konselor dan konseli yang secara key informan, berikut pembahasan hasil reduksi
rasial dan etnik sama, tetapi memiliki perbedaan data yang dibutuhkan dalam penelitian sesuai
budaya yang dikarenakan variabel-variabel lain dengan tujuan dilakukannya penelitian mengenai
seperti seks, orientasi seksual, faktor sosio- permasalahan dalam konseling antar budaya
ekonomik, dan usia. terhadap perkawinan suku budaya batak toba
dan nias di kecamtan Sibabangun, yaitu :
METODE PENELITIAN 1. Konsensus (Kesepakatan awal sebelum
pernikahan)
Penelitian ini adalah penelitian dasar
Konsensus merupakan kesepakatan awal
yang memiliki tujuan untuk mencari pemahaman
sebelum pernikahan secara resmi dinyatakan
mengenai suatu masalah Tujuan tersebut dapat
dalam ikatan secara hukum maupun agama.
dicapai dengan tradisi fenomenologi. Penelitian
Jika terdapat konsensus dalam sebuah
ini dapat dikaitkan dengan tradisi fenomenologi
pernikahan, menunjukkan bahwa pernikahan
sebagai salah satu cara untuk memahami teori
tersebut betul-betul dipersiapkan secara
konseling. , fenomenologi merupakan sebuah
matang oleh setiap pasangan. Melihat aspek
tradisi yang fokus pada pengalaman seseorang,
analisis mengenai kesepakatan ini, hampir
termasuk pengalamannya dengan orang lain.
semua pasangan yang menjadi informan
Fenomenologi melihat objek-objek dan
penelitian, mengakui telah melakukan
peristiwa-peristiwa dari perspektif seseorang
kesepakatan dengan pasangan masing-
sebagai ahli menyatakan, tidak ada skema
masing ketika sebelum meresmikan
konseptual di luar aktualitas pengalaman
pernikahan. Proses terjadinya suatu
langsung yang mampu menyibak kebenaran,
kesepakatan bisa cepat, tetapi tidak menutup
daripada pengalaman yang disadari individu
kemungkinan melalui proses yang lama.
sebagai alur untuk menemukan realita.
Para responden mengatakan, agama menjadi
Sebuah fenomena adalah penampakan
landasan mutlak kehidupan rumah tangga
dari sebuah objek, peristiwa atau kondisi dalam
mereka. Kalaupun berbeda budaya, agama
persepsi seseorang. Manusia memberi makna
yang dianut oleh keluarga tetap harus satu.
pada sesuatu yang ada di dunia ini, tetapi tidak
Inilah kesepakatan yang diakui oleh beberapa
ada seorang pun yang mengalami sesuatu di luar
responden tersebut yang dapat menguatkan
dunia ini. Jadi, sesuatu dan kejadian merupakan
niat mereka untuk tetap mempertahankan
sebuah hubungan atau memberi dan menerima
hubungan tersebut hingga jenjang
atau budaya yang saling mempengaruhi
pernikahan. Selain itu Mereka memilih
melakukan langkah-langkah persuasif untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
meredam ketegangan akibat pertentangan
Dalam penelitian ini, penggunaan
keluarga yang tidak menyetujui perkawinan
subyek yang berasal dari budaya Batak Toba dan
berbeda etnis tersebut.
Nias yang berada di Kecamatan Sibabangun.
Responden menyadari akan kesulitan
Karenanya subyek memiliki budaya yang
yang muncul melihat latar belakang budaya
berbeda. Dengan perbedaan budaya yang ada
yang berbeda. Mereka memilih mencari
melalui penelitian ini subyek mengungkapkan
pijakan yang kuat kehidupan rumah tangga
permasalahan yang dialaminya saat sebelum dan
pada agama. Proses kesepakatan dengan
sesudah perkawinan. Dan peneliti membahas
agama sebagai landasan utama dapat cepat
mengenai konflik yang ada dalam perkawinan
terjadi, terutama jika kedua pihak telah
beda suku budaya. Dengan adanya perjumpaan
memiliki agama yang sama sejak lama,
budaya, ketika subyek dengan konseling
seperti pasangan keluarga bapak Mando dan
melakukan konseling antar budaya terhadap
Bapak Tarihoran, yang menjadikan agama
masyarakat. Budaya batak yang memiliki
sebagai landasan keluarga mereka. Dan dari
perbedaan dengan budaya Nias ,dengan
ungkapan Bapak Gester yang mau pindah
demikian maka dalam proses konseling Antar
agama mengikuti pasangannya dan tidak
Budaya ini akan muncul berbagai permasalahan
lama kemudian keluarga pasanagannya
karena perbedaan budaya yang ada. Berdasarkan
memberikan restu kepadanya. Dari ungkapan
hasil wawancara selama penelitian yang
130 RISTEKDIK (Jurnal Bimbingan dan Konseling), 4(2),2019,127-133
responden tersebut, dapat terlihat bahwa 3. Kesamaan atau kesalahpahaman
perbedaan budaya menjadi tidak penting lagi Kesalahpahaman ini dikarenakan
dibandingkan kesamaan agama yang bagi munculnya kecemasan dan ketidakpastian
mereka bermakna lebih dalam, karena agama dalam pertemuan budaya. Faktor-faktor yang
dianggap demikian penting sebagai pedoman dapat menyebabkan munculnya
dalam menjalani kehidupan. ketidakpastian dan kecemasan. Faktor-faktor
2. Pola pikir terbuka terhadap budaya tersebut adalah motivasi, pengetahuan dan
pasangan tindakan. Jika motivasi yang muncul adalah
Komponen budaya yang paling dominan agar keturunannya tidak bercampur dengan
adalah kepercayaan, nilai dan norma. Ketiga etnis lain, maka kesalahpahaman budaya
hal tersebut seringkali tanpa sadar telah akan muncul, terutama dalam pembentukan
menjadi suatu bentuk budaya yang sebuah keluarga kawin beda suku. Sedangkan
diwariskan oleh leluhur, dan menjadi sebuah pengetahuan yang minim mengenai budaya
ekspektasi dari akar budaya yang diharapkan lain, dibandingkan budaya diri sendiri, akan
dapat terus diturunkan pada generasi menghambat interaksi mendalam antar etnis.
selanjutnya. Tetapi kondisi masyarakat yang Hal ini akan termanifestasi dalam bentuk
semakin terbuka dan bebas untuk berinteraksi perilaku atau tindakan yang ditempuh
dengan siapapun dapat memberikan pengaruh seseorang ketika berhubungan dengan orang
terhadap warisan kepercayaan, nilai dan lain dalam budaya yang berbeda.
norma dari leluhur. Bahkan komponen- Manusia hidup dalam sebuah komunitas
komponen tersebut dapat mengalami yang mempunyai kebijakan tentang sesuatu
perubahan yang signifikan, sehingga jejak yang mereka miliki bersama, dan perkawinan
leluhur dapat tersamar. merupakan satusatunya jalan untuk
Hal ini terutama terjadi jika menyoroti membentuk kebersamaan itu. Perkawinan
mengenai peran suami dan istri dalam menciptakan atau membuat segala
konteks pernikahan beda etnis. Etnis Batak kebimbangan menjadi lebih pasti.
Toba maupun etnis Nias, memiliki perbedaan Perkawinan merupakan penyatuan dua
makna tentang peran istri dan suami dalam pribadi yang unik, dengan membawa sistem
sebuah relasi pernikahan. Ketika individu keyakinan masing-masing berdasarkan latar
memutuskan melakukan pernikahan, peran belakang budaya serta pengalamannya.
yang akan dijalaninya dan yang akan dijalani Perbedaan-perbedaan yang ada perlu
pasangannya dapat berubah sesuai dengan disesuaikan satu sama lain untuk membentuk
kondisi yang diharapkan. Dalam hal ini sistem keyakinan baru bagi sebuah keluarga.
peran-peran tersebut melalui proses adaptasi. Proses inilah yang seringkali menimbulkan
Bahkan peran-peran yang dijalankan, yang ketegangan. Meskipun budaya yang dimiliki
seharusnya sesuai dengan kepercayaan, nilai sebagai latar belakang tidak sama, tetapi ada
dan norma yang diwariskan oleh budayanya, beberapa makna dalam budaya satu dengan
dapat tereliminasi tanpa disadari. lainnya yang sama. Hal ini tampak dalam
Mayoritas pasangan yang memutuskan penelitian yang kemudian dapat diketahui,
melakukan pernikahan antar etnis harus bahwa ada satu kesamaan antara budaya
memiliki pola pikir terbuka terhadap budaya Batak Toba dengan budaya Nias. Paling tidak
yang dibawanya dan dibawa oleh prinsip kesamaan ini dapat menimbulkan satu
pasangannya, termasuk kepercayaan, nilai kesepakatan untuk memutuskan jalan keluar
dan norma. Jika kedua pihak tidak memiliki dari satu persoalan. Kesamaan dari para
pola pikir terbuka, akan terjadi pemaksaan responden yang terlibat dalam penelitian ini
kehendak untuk mempraktikkan kepercayaan, adalah sikap hormat kepada orang tua dan
nilai dan norma yang dianut oleh keluarga lainnya. Terutama jika hubungan
pasangannya, sehingga kemungkinan beda budaya tersebut mendapatkan
langgengnya sebuah pernikahan tidak akan pertentangan dari awal.
ada. Sebagaimana sikap yang dijalankan oleh Pernyataan dari ketiga responden di atas
pasangan keluarga bapak Mando dan menggambarkan, bagaimana budaya yang
pasangan keluarga bapak Tarihoran. berbeda memiliki sikap yang sama mengenai
Sukatno-Konseling Antar Budaya 131
hubungan dengan orang tua dan keluarga wilayah atau ruang yang ditempatinya.
besar. Sikap menghargai pendapat keluarga Budaya memudahkan kehidupan dengan
besar sangat dirasakan sebagai sebuah bentuk memberikan solusi-solusi yang telah
simpati. Sehingga tidak semata-mata disiapkan untuk memecahkan masalah-
kehendak pribadi mengalahkan pendapat masalah, dengan menetapkan pola-pola
keluarga besar. Kesalahpahaman yang paling hubungan, dan cara-cara memelihara kohesi
menonjol dalam Perkawinan antar budaya dan konsensus kelompok. Perbedaan budaya
yang dialami oleh keluarga kawin beda dapat menyebabkan konflik, dan ketika
budaya lebih dikarenakan berkembangnya konflik terjadi, latar belakang budaya dan
stereotip mengenai budaya tertentu. pengalaman dapat berpengaruh pada
4. Penyesuaian bagaimana seseorang mencari solusi. Konflik
Studi tentang pasangan antar budaya, dapat dilihat sebagai sebuah kesempatan,
memunculkan tema seputar pengalaman yang dianggap sebagai ketidaksesuaian
pasangan kawin beda suku dalam usaha tujuan, nilai-nilai, harapan, proses ataupun
untuk saling menyesuaikan diri ketika hasil di antara dua atau lebih individu
menghadapi persoalan perkawinan pada maupun kelompok. Melihat kondisi
umumnya dan penyesuaian diri ketika perkawinan campuran antar budaya, hampir
menghadapi persoalan yang menyangkut semua responden dan iforman juga memiliki
budaya. Yang paling menonjol dalam kasus pendapat masing-masing, menyatakan tidak
perkawinan campuran adalah perbedaan ada konflik antara mereka dengan pasangan,
ekspektasi tidak hanya oleh kedua individu, yang berlatar belakang budaya.
tetapi juga anggota keluarga besar masing-
masing individu. Bahkan ketika pasangan KESIMPULAN
tersebut menyatakan untuk tetap Etnis Batak Toba maupun etnis Nias,
mempertahankan hubungan hingga ke memiliki perbedaan makna tentang peran
jenjang lebih serius. Penyesuaian dengan istri dan suami dalam sebuah relasi
keadaan, bahwa keluarga besar tidak setuju, perkawinan. Ketika individu memutuskan
selanjutnya ditempuh sikap untuk meredam melakukan perkawinan campuran, peran
ketegangan dengan berupaya melakukan yang akan dijalaninya dan yang akan dijalani
pendekatan secara persuasif kepada keluarga. pasangannya dapat berubah sesuai dengan
Tindakan yang dilakukan oleh kondisi yang diharapkan. Dalam hal ini
Responden dalam penyesuaian diri dengan peran-peran tersebut melalui proses adaptasi.
keadaan yang menentang hubungan antar Bahkan peran-peran yang dijalankan, yang
budaya cukup memiliki makna yang sangat seharusnya sesuai dengan kepercayaan, nilai
dalam, terutama jika berkaitan dengan religi dan norma yang diwariskan oleh budayanya,
dan keyakinan. Jika kemudian penyesuaian dapat tereliminasi tanpa disadari. Mayoritas
masuk dalam ranah keluarga, tampak pasangan yang memutuskan melakukan
perbedaan jalan yang ditempuh beberapa kawin campur harus memiliki pola pikir
pasangan. Responden 1 dan 2 memilih untuk terbuka terhadap budaya yang dibawa oleh
tidak berusaha saling menyesuaikan dengan pasangannya, termasuk kepercayaan, nilai
budaya pasangannya, karena menurut mereka dan norma. Jika kedua pihak tidak memiliki
patokan yang jelas dalam keluarga adalah pola pikir terbuka, akan terjadi pemaksaan
dasar agama. kehendak untuk mempraktikkan kepercayaan,
5. Penyelesaian Konflik nilai dan norma yang dianut oleh
Kesadaran tentang adanya kekeliruan- pasangannya, sehingga kemungkinan
kekeliruan dalam hubungan lintas budaya, langgengnya sebuah perkawinan ibarat jauh
merupakan langkah maju pertama yang besar. panggangan dari api.
Dan menerima fakta, bahwa pendirian- Dalam konteks perkawinan beda
pendirian seseorang tidak selamanya benar budaya, kebiasaan dapat mempengaruhi
dibandingkan pendirian orang lain penilaian keluarga besar terhadap seseorang
merupakan suatu langkah maju lainnya. yang akan dijadikan pendamping hidup.
Budaya membantu seseorang memahami Begitu kuatnya hubungan kekeluargaan
132 RISTEKDIK (Jurnal Bimbingan dan Konseling), 4(2),2019,127-133
dalam etnis Nias, sehingga pendapat keluarga setiap keluarga memiliki aturan masing-
selalu dijadikan pertimbangan untuk masing berdasarkan latar belakang tidak
mengambil keputusan. Diperlukan komitmen hanya budaya, tetapi juga lingkungan
luar biasa oleh pasangan kawin beda suku, masing-masing, latar belakang pendidikan,
sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan motivasi terjadinya perkawinan.
dapat lebih mudah teratasi. Termasuk ketika
masing-masing pihak melakukan DAFTAR PUSTAKA
penyesuaian agar perkawinan dapat terjadi
dan mendapat lampu hijau dari keluarga Adhiputra, A.A.N. 2013. Konseling Lintas
besar. Dari upaya ini kemudian dapat Budaya. Yogyakarya: Graha Ilmu.
ditemukan kesamaan dari etnis Batak dan
etnis Nias. Dengan keteguhan memilih Burhan Bugin,2007 “Penelitian Kualitatif”,
pasangan yang tepat meskipun berbeda Jakarta: Kencana Prenada Media Group
budaya, maka kedua pihak sama-sama
berupaya untuk meyakinkan keluarga besar
masing-masing. Hal ini terutama dikuatkan Dodd, Carley H. Dynamics of Intercultural
dengan landasan agama, terutama bagi Communication (Fifth Edition). USA:The
pasangan yang memiliki agama sama. McGraw-Hill Companies, Inc., 1998.
Ketika seseorang dihadapkan pada
suatu persoalan, secara tidak sadar akan Erwinsyahbana, T. 2017. Jurnal Sistem Hukum
muncul sifat dasar yang melekat. Sifat dasar Perkawinan pada Negara Hukum
ini dibentuk dari lingkungan tempat ia Berdasarkan Pancasila, Surakarta.
dibesarkan. Hal ini akan berpengaruh pada
suatu hubungan dengan orang lain terutama Harahap, R.E. 2010.Penyesuaian Perkawinan
seseorang yang memiliki akar budaya yang pada Pasangan yang Berlatar Belakang
berbeda. Kepasrahan atau menyerahkan Etnis Batak dan Etnis Jawa, Skripsi,(
keputusan pada pasangan, mendominasi Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
pembicaraan, menonjolkan cara-cara Purwokerto).
budayanya untuk menyelesaikan masalah,
seringkali menjadi petunjuk bagi seseorang Syahran,R. 2017 “ Konseling Lintas Budaya
untuk menilai pasangannya. Budaya Nias dan Dalam Kepekaan Budaya Kaili”, Konseling
budaya Batak terdapat nilai-nilai budaya & Psikoedukasi.
yang relative sama, yaitu sikap kepada
keluarga besar. Kemiripan tersebut tampak Lustig, Myron, dan Jolene Koester. 2003
menonjol dalam sikap yang diterapkan oleh Intercultural Competence, Interpersonal
keluarga-keluarga kawin beda suku. Falsafah Communication Across Cultures (Fourth
yang terkandung dalam pengalaman spiritual Edition). USA: Allyn & Bacon Pub., .
sejak kecil tumbuh dalam lingkungan
masing-masing, dirasakan oleh setiap Margaretha, L. Dkk. 2016. Jurnal “Pelestarian
pasangan tidak memiliki perbedaan yang Nilai-Nilai Civic Culture dalam
ekstrim. Seperti sikap hormat kepada orang Memperkuat Identitas Budaya Masyarakat:
tua dan berinteraksi secara dekat dengan Makna Simbolik Ulos dalam Pelaksanaan
keluarga besar lainnya, tidak hanya dalam Perkawinan Masyarakat Batak Toba di
konteks bisnis atau demi pekerjaan tetapi Sitorang”,(Bandung Universitas Pendidikan
interaksi yang memiliki makna lebih dalam. Indonesia)
Karena masing-masing pihak, keluarga
kawin beda suku, mengakui bahwa meskipun Murtadho, 2009 .konseling
telah memiliki keluarga sendiri tetapi bukan perkawinan.Semarang; Walisongo Press
berarti putus hubungan kekerabatan dengan
anggota keluarga yang lain. Meskipun berada Martin, Judith N., & Thomas K. Nakayama.
dalam kondisi keluarga kawin beda suku 2004. Intercultural Communication in
etnis Batak Toba dan etnis Nias, ternyata
Sukatno-Konseling Antar Budaya 133
Contexts (Third Edition). New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc.,.

Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu


Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya,

Lappies,PA. Dkk. 2018 Penerapan Konseling


Lintas Budaya dan Studi Feminis
Poskolonial Terhadap Penindasan Budaya
Patriarki , (Jurnal penelitian dan
pengembangan penelitian).

Nasution, S. 1992 Metode Penelitian


Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Rullyanti, 2008 Komunikasi antar budaya dalam


keluarga kawin campur Jawa-Cina di
Surakarta, Tesis. Surakarta

Savitri, N. Dkk.2012“ Diskiminasi dalam hukum


perkawinan ( penelitian atas hukum
perkawinan adat suku Nias )” Jurnal.
Bandung Fakultas Hukum Universitas
Katolik Parahyangan

Sitorus, LS. Dkk. “ Tata Cara Pernikahan


Masyarakat Nias di Desa Onowaembo
Kecamatan Lahomi Kabupaten Nias”
History Education FKIP-University of Riau

Sugiyono, 2010, “Metode penelitian kuantitatif,


kualitatif,dan RAD”,Bandung, Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai