Anda di halaman 1dari 5

KPK Periksa Mantan Mendagri Gamawan Fauzi Terkait Korupsi E-

KTP
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan mantan Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi dalam kasus korupsi e-KTP. Gamawan akan
dimintai keterangan untuk melengkapi berkas politisi Golkar Markus Nari.

"Saksi Gamawan Fauzi, mantan Menteri Dalam Negeri akan diperiksa untuk tersangka MN
(Markus Nari)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (8/5/2019).

Gamawan sudah tiba di markas antirasuah sekitar pukul 09.50 WIB. Selain Gamawan,
penyidik juga akan memeriksa Sekjen DPR Indra Iskandar. Indra juga akan diperiksa sebagai
saksi untuk tersangka Markus Nari.

Dalam kasus korupsi e-KTP ini KPK sudah mengantarkan tujuh orang ke dalam penjara.
Ketujuh orang tersebut dinilai hakim terbukti melakukan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari
proyek sebesar Rp 5,9 triliun.

Dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing
divonis 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR Setya Novanto yang juga 15 tahun penjara,
pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun
penjara.

Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun
penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari masih menjalani proses
penyidikan.

Sebelumnya, KPK menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dalam kasus e-KTP. Markus
diduga memperkaya diri sendiri, orang lain maupun perusahaan atas kasus e-KTP. Oleh
karena itu, penyidik mengenakan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang 31 tahun 1999
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Ini merupakan status tersangka kedua bagi Markus. Markus Nari juga dijadikan tersangka
dalam kasus merintangi proses hukum. Markus diduga menekan mantan anggota Komisi II
DPR Miryam S Haryani agar memberikan keterangan tidak benar pada persidangan.

Markus Nari juga diduga memengaruhi terdakwa Irman dan Sugiharto pada persidangan
kasus e-KTP. Markus dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
KPK Periksa Markus Nari Sebagai Tersangka Korupsi E-KTP
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan anggota
Komisi II DPR RI dari fraksi Golkar, Markus Nari. Juru Bicara KPK Febri Diansyah
menyampaikan, Markus Nari diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka," tutur Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di
kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (1/4/2019).

Markus Nari tiba di Gedung Merah Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai


tersangka. Meski sudah ditetapkan sebaga tersangka, dia belum ditahan KPK.

Dalam perkara korupsi e-KTP ini KPK sudah mengantarkan tujuh orang ke dalam penjara.
Ketujuh orang tersebut dinilai hakim terbukti melakukan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari
proyek sebesar Rp 5,9 triliun.

7 Terpidana yakni mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang
masing-masing 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR Setya Novanto yang juga 15 tahun
penjara, pengusaha Andi Narogong selama 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo
seberat 6 tahun penjara.

Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun
penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari masih menjalani proses
penyidikan.
Terpidana Korupsi E-KTP Andi Narogong Dieksekusi ke Lapas
Tangerang
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirim terpidana kasus korupsi e-KTP Andi
Agustinus alias Andi Narogong ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Tangerang,
Banten.

"Jaksa eksekutor KPK telah melakukan eksekusi terhadap terpidana Andi Agustinus untuk


menjalani hukuman setelah putusan berkekuatan hukum tetap," ujar Juru Bicara KPK Febri
Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (5/10/2018).

Febri mengatakan, pihak lembaga antirasuah saat ini tak hanya menempatkan terpidana
korupsi di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

"Tidak semua eksekusi dipusatkan di Sukamiskin saat ini," kata dia.

Vonis 13 Tahun Penjara

Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat sebelumnya memvonis Andi Narogong hukuman 8 tahun
penjara, namun di tingkat banding hukuman Andi diperberat menjadi 11 tahun penjara.

Terakhir, pada tingkat kasasi, Andi divonis 13 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
Putusan kasasi itu diketok 16 September 2018 lalu oleh majelis hakim Mohamad Askin,
Leopold Luhut Hutagalung dan Surya Jaya.

Selain vonis 13 tahun penjara, Andi juga diminta membayar denda Rp1 miliar subsider 6
bulan kurungan. Andi juga wajib membayar uang pengganti sebesar USD 2,15 juta dan Rp
1,186 miliar.
Terdakwa Irvanto Kembali Beber Anggota DPR Penerima Uang E-
KTP
Terdakwa tindak pidana korupsi proyek e-KTP, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo kembali
merinci nama-nama anggota DPR penerima uang panas e-KTP. Hal itu ia sampaikan saat
menjalani pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Nama mantan Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar dan Chairuman Harahap kembali


disinggung Irvanto. Keduanya masing-masing disebut oleh keponakan Setya Novanto itu
menerima US$ 500 ribu. Pemberian uang kepada Agun dan Chairuman menurut Irvanto atas
permintaan Novanto.

Kemudian, ia kembali diperintahkan Setya Novanto memberi uang ke Jafar Hafsah, Siti


Assegaf, Ade Komaruddin, dan Aziz Syamsuddin dengan nominal bervariatif.

"Terus saya disuruh ambil uang lagi US$ 100 ribu ke ruangannya Pak Nov disuruh bawa ke
ruangannya Jafar Hafsah, terus ke ke Ibu Siti Assegaf, terus Pak Aziz Syamsuddin US$ 100
ribu," ujar Irvanto, Selasa (23/10/2018).

Dua nama anggota DPR selanjutnya yang disebut Irvanto adalah Melcias Marcus Mekeng
dan Markus Nari sebesar US$ 1 juta. "US$ 1 juta untuk Mekeng dan Markus Nari kebetulan
ada di ruangan Pak Nov. Saya yang kasih langsung yang mulia," tukasnya.

Nama-nama yang disebut Irvanto ini, sebelumnya telah beberapa kalai membantah menerima
uang dari proyek e-KTP.

5 Terpidana

Diketahui, dari kasus ini sudah lima terpidana menjalani eksekusi di Lapas Sukamiskin,
Bandung, Jawa Barat, yakni Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Setya
Novanto, dan Anang Sugiana Sudiharjo. Dua terdakwa yang masih menjalani proses sidang
adalah Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan Made Oka Masagung.

Irvanto dan Made Oka didakwa turut serta dalam tindak pidana korupsi sebagai pihak
penyalur uang hasil korupsi untuk Setya Novanto.

Melalui Made oka Masagung, Setya Novanto menerima uang berjumlah US$ 3.800.000
melalui rekening OCBC Center Branch atas nama OEM Investment, PT, Ltd. Kemudian
kembali ditransfer sejumlah US$ 1.800.000 melalui rekening Delta Energy, di Bank DBS
Singapura, dan sejumlah US$ 2.000.000.
Dokter Bimanesh Sutarjo Divonis 3 Tahun Penjara
Majelis hakim menjatuhkan vonis untuk dokter Bimanesh Sutarjo hukuman tiga tahun
penjara dan denda Rp 150 juta atau subsider satu bulan kurungan. Dokter penyakit dalam RS
Medika Permata Hijau itu dinyatakan terbukti terlibat bersama Fredrich Yunadi merintangi
penyidikan perkara e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga
tahun dan denda sejumlah Rp 150 juta dengan ketentuan apabila denda tak dibayar diganti
kurungan satu bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Mahfudin dalam sidang putusan di
Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (16/7/2018).

Hal yang memberatkan Bimanesh menurut majelis hakim karena tidak mendukung upaya


pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Serta, perbuatannya dinilai telah
mencederai profesi seorang dokter.

"Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah yang sedang gencarnya memberantas


korupsi dan perbuatan terdakwa mencederai profesi dokter," ujar majelis hakim.

Sementara untuk hal yang meringankan, hakim menilai Bimanesh bersikap sopan selama
jalannya persidangan. Serta, hakim menghargai pengabdiannya sebagai seorang dokter
selama 38 tahun bertugas.

"Tidak pernah terlibat kasus hukum, mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa telah berjasa
di dunia kesehatan atas pengabdiannya selama 38 tahun," ujar majelis hakim.

Menanggapi vonis tersebut, Bimanesh tidak langsung mengajukan banding. Hakim


memberikan tenggat waktu selama 7 hari kepada pihaknya untuk mengajukan banding.

"Kami akan pikir-pikir," kata Bimanesh.

Anda mungkin juga menyukai