Anda di halaman 1dari 60

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan hidayahNya lah penulis dapat menyusun serta menyelesaikan laporan ini dengan
tepat waktunya.

Laporan ini berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn.F Dengan Gangguan


Sistem Haematologi: DHF (DENGUE HAEMORAGIC FEVER) Di Ruang Chodijah
Di Rumah Sakit Rajawali Bandung”, di susun sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi salah satu tugas mata ajaran Keperawatan Medikal Bedah di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Rajawali Bandung.

            Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis akan sangat mengharapkan serta menghargai segala saran dan
kritik yang bersifat membangun bagi perbaikan penulis di masa yang akan datang.

            Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,


bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan laporan ini. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Bandung, Juni 2018

                                                                                                            Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DHF (dengue haemorhagic fever), adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina).
Menurut data WHO (2014) Penyakit demam berdarah dengue pertama
kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya
menyebar ke berbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang
mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada
lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur,
Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD.
Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta
kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013
dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus
merupakan DBD berat. Perkembangan kasus DBD di tingkat global semakin
meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980
kasus di hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir
60 negara tahun 2000-2009 (WHO, 2014).
Di Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di curigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun
1970. Setelah itu berturut-turut di laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari
luar Jawa, dan pada tahun 1994 telah menyebar keseluruh propinsi yang ada. Pada
saat ini Dengue Hemorrhagic Fever sudah endemis di banyak kota besar, bahkan
sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan. Data kematian akibat
DBD secara umum menurun. Namun, di beberapa propinsi, DBD pernah menjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) pada tahun 1998 dan 2004 yang menyebabkan 79.480 orang
penderita dan 800 orang lebih meninggal (Kusriastuti, 2010). Pada tahun-tahun
selanjutnya memang dilaporkan terjadi penurunan dalam kasus kematian tetapi perlu
diketahui bahwa jumlah kasus terus bertambah. Pada tahun 2008, tercatat sebanyak
137.469 kasus dan kematian 1.187 orang. Pada 2009, sebanyak 154.855 kasus dan
kematian 1.384 orang (Kusriastuti, 2010). Pada 2016 secara umum Indonesia dapat

2
menekan kasus meninggal akibat DBD (1.6 kasus meninggal). Namun, angka Incidence
Rate masih tergolong tinggi. Ini artinya Indonesia perlu menekan angka insiden DBD dan
menurunkan persentase angka kematian. Upaya semua pihak sangat diharapkan untuk
peduli terhadap DBD karena bisa berakibat fatal yaitu, kematian. Oleh karena itu sudah
seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di Indonesia untuk mampu
mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat melakukan penatalaksanaan,
sehingga angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue dapat ditekan.
Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan
suatu spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild
undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue hemorrhagic fever (DHF)
dan dengue shock syindrome (DSS); yang terakhir dengan mortalitas tinggi di
sebabkan renjatan dan perdarahan hebat. Gambaran manifestasi klinis yang
bervariasi ini dapat di samakan dengan sebuah gunung es. DHF dan DSS sebagai
kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang
kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus - kasus dengue ringan (demam
dengue dan silent dengue infection) merupakan dasar gunung es. Diperkirakan
untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di Rumah sakit, telah terjadi 150 – 200
kasus silent dengue infection.
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam
dengue yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.
Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh
dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di sebut dengue
shock syndrom (DSS).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada pasen dengan Penyakit Demam
Berdarah ( DHF).

2. Tujuan Khusus
 Mengetahui etiologi dari DHF
 Mengetahui patofisiologi dari DHF
 Mengetahui manifestasi klinis dari DHF

3
 Mengetahui klasifikasi dari DHF
 Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
 Mengetahui penatalaksaan dari DHF
 Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan
 Mengetahui asuhan keperawatan dengan masalah DHF

3. Manfaat Penulisan
Agar masyarakat mengetahui bagaimana menjaga sanitasi lingkungan tetap
sehat dan rutin melakukan 3M akan menghindari terjangkit Penyakt Demam
Berdarah.

4
BAB II

KONSEP DASAR TEORI

2.1 Definisi Dengue Hemoragic Fever

Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus


(arthropadborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
albopictuse dan Aedes aegypti). Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus
dengue yang dapat menimbulkan penyakit, baik demam dengue maupun demam
berdarah. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albocpitus. (Soegijanto, 2004).

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri


demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer, 2000).

Dengue hemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai
leukopenia, dengan/ tanpa ruam (rash) dan limfadenopati. Thrombocytopenia
ringan dan bintik-bintik perdarahan (Noer Syaifullah, 2000).

Jadi demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan menifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan dan bila
timbul renjatan dapat menyebabkan kematian.

2.2Etiologi

DBD / DHF disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk aides, di
Indonesia dikenal dua jenis nyamuk aides yaitu :

1. Aides aegypti
a. Paling sering ditemukan

5
b. Nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak
di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat
penampungan air di sekitar rumah.
c. Nyamuk ini tampak berlurik, berbintik-bintik putih.
d. Biasanya menggigit pada siang hari , terutama pada pagi dan sore hari.
e. Jarak terbang 100 meter.
2. Aedes Albopictus
a. Tempat dan habitatnya di tempat air jernih. Biasanya di sekitar rumah atau
pohon-pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih yaitu pohon
pisang, pandan, kaleng bekas , dll.
b. Menggigit pada waktu siang hari.
c. Jarak terbang 50 meter.
Penyebab penyakit demam berdarah dengue pada seseorang adalah virus dengue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotip ini ada di Indonesia, dan
dilaporkan bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan wabah (Syahruman,
1988). Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap
suhu dan faktor kimiawi lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN
virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh
suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protein yaitu selubung protein E
dan protein membrane.

2.3Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi

Darah merupakan cairan ekstraseluler yang terletak dalam saluran yakni


pembuluh darah, yang terdiri atas pembuluh darah dan sel darah. Darah memiliki
fungsi pertama, sebagai transportasi pernapasan, dimana sebagian besar oksigen
diangkat oleh eritrosit dari alveoli ke organ atau jaringan tubuh, dan
karbondioksida diangkut oleh jaringan oleh plasma darah menuju alveoli paru.
Komposisi Darah yaitu

6
A. Sel darah merah
Sel darah merah atau eritrosit berbentuk cakram bikonkaf yang tidak
berinti. Membrane sel darah merah sangat tipis, sehingga gas seperti oksigen
dan karbondioksida dapat dengan mudah berdifusi melaluinya. Sel darah
merah dewasa terdiri atas hemoglobin yang menyusun sampai 95% massa sel.
Sel ini tidak mempunyai inti dan hanya memiliki sedikit enzim metabolisme
dibandingkan sel lainnya. Adanya sejumlah besar hemoglobin memungkinkan
sel ini menjalankan fungsi utamanya, yaitu sebagai alat pengangkut oksigen
antara paru dan jaringan.

B. Sel darah putih


Leukosit dibagi dalam dua kategori, yaitu granulosit dan sel
mononuclear (agranullosit). Darah normal jumlah total leukosit adalah 5.000-

7
10.000 sel/mm3. Sekitar 60% diantaranya adalah granulosit dan 40% sel
mononuclear. Leukosit dengan mudah dapat dibedakan dari eritrosit dengan
adanya inti, ukuran yang besar, dan perbedaan kemampuan mengikat warna.
Fungsi sel darah putih adalah melindungi tubuh dari infeksi bakteri
atau benda asing lainnya. Fungsi utamanya adalah memakan benda asing atau
fagositosis. Fungsi limfosit terutama menghasilnya substansi yang membantu
penyerangan benda asing. Sekelompok limfosit (limfosit T) membunuh sel
secara langsung atau menghasilkan berbagai limfokin, suatu substansi yang
memperkuat aktivitas sel fagositik. Kelompok limfosit lainnya (limfosit B)
menghasilkan antibody suatu molekul protein yang akan menghancurkan
benda asing dengan berbagai mekanisme. Eosinofil dan basofil berfungsi
sebagai tempat penyimpanan berbagai material biologis kuat seperti histamine
serotonin, dan heparin. Pelepasan senyawa tersebut mempengaruhi suplai
darah ke jaringan seperti yang terjadi selama peradangan, dan membantu
memobilisasi mekanisme pertahanan tubuh. Peningkatan jumlah eosinofil
pada keadaan alergi menunjukkan bahwa sel ini terlibat dalam reaksi
hipersenstifitas.
Proses fagositosis dimulai dari masuknya bakteri dan terjadi proses
endositosis. Fagosom dengan cepat menangkap bakteri yang masuk ke dalam
kapsulnya. Badan golgi mengeluarkan lisosom yang kemudian melebur atau
menyatu dengan fogosom dengan tujuan untuk menghancurkan bakteri.
Setelah bakteri hancur dengan proses eksositosis bakteri yang telah hancur
kemudian dilepaskan.

8
Granulosit ditentukan adanya granula dalam sitoplasmanya. Diameter
granulosit biasanya 2-3 kali eritrosit.
Granulosit dibagi menjadi 3 bagian yang ditandai dengan perbedaan
kemampuannya mengikat warna.
1. Eosinofil memiliki granula berwarna merah terang dalam sitoplasmanya
2. Basofil granulanya berwarna biru
3. Neotrofil dengan granula yang berwarna ungu pucat.

Neutrofil dalam sirkulasi atas kelompok sirkulasi dan kelompok


marjinal (sel-sel darah putih yang terletak di dinding kapiler). Dengan
gerakan seperti amoeba neutrofil bergerak dengan cara diapedesis dari
kelompok marjinal untuk masuk kedalam jaringan dan membrane mukosa.
Sel-sel ini bekerja sebagai sistem pertahanan primer tubuh untuk melawan
infeksi bakteri. Metode pertahanannya adalah dengan proses fagositosis.

Eosinofil mempunyai fungsi fagosit lemah yang tidak dipahami secara


jelas mereka kelihatannya berfungsi pada reaksi antigen/antobodi dan
meningkatkan pada serangan asma, reaksi obat-obatan, dan investasi parasit
tertentu.

9
Basofil membawa heprin. Factor-faktor pengaktifan histamine dan
platelet dalam granula-granulanya untuk menimbulkan peradangan.

C. Plasma darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisi
dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat
lain. Apabila plasma dibiarkan membeku sisa cairan yang tertinggal
dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma
kecuali kandungan fibrinogen dan beberapa factor pembekuan.
Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin
tersusun atas reksi alfa, beta, dan gama yang dapat dilihat dengan uji
laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein.

Gama globulin yang tersusun terutama oleh antibody dinamakan


imonoglobilin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein
plasma yang berperan penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin
transport dan factor pembekuan yang dibentuk dihati. Globulin transport
membawa berbagai zat dalam bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya
tiroid terikat globulin, membawa tiroksin dan transferin membawa besi.
Factor pembekuan termasuk fibrinogen tetap dalam keadaan tidak aktif dalam
plasma darah sampai diaktivasi pada reaksi tahap-tahap pembekuan.
Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam
sistem vascular. Dinding kapiler tidak permeable terhadap albumin, sehingga
keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan

10
dalam rongga vascular. Albumin yang dihasilkan oleh hati, memiliki
kapasitas mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini
albumin berfungsi sebagai protein transport untuk logan asam lemak,
bilirubin, dan obat-obatan diantara zat lainnya.
Fungsi kedua, sebagai transportasi makanan, mineral, vitamin,
elektrolit, dan air dari gastrointestinal menuju hati melalui proses
metabolisme, baru kemudian ke organ atau jaringan tubuh lain. Fungsi ketiga,
transport metabolit atau hasil sisa yakni zat yang tidak digunakan dikirim ke
ginjal untuk selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Fungsi keempat, sebagai
transportasi hasil suatu jaringan atau organ seperti hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar akan diangkut oleh darah.

2.4 Patofisiologi
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang
pertama kali dapat memberi gejala sebagai DD. Apabila orang itu mendapat
infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi
yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan
bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama
ke sistem retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun secara
hematogen. Tubuh akan membentuk kompleks virus antibody dalam sirkulasi
darah sehingga akan mengaktivasi sistem komplemen yang berakibat
dilepaskannya anafilatoksin C 3a dan C5a sehingga permeabilitas dinding
pembuluh darah meningkat. Akan terjadi agregasi trombosit yang melepaskan
ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas
kapiler dan melepaskan trombosit factor 3 yang merangsang koagulasi
intravaskuler. Terjadinya aktivasi factor Hageman (factor XII) akan menyebabkan
pembekuan intravaskuler yang meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah.

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas


vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
11
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat(Gubler, 1998). Jika
penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan
DSS melibatkan 3 faktor, yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan
koagulasi (Soegijanto, 2004).
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
aegypty atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus
limfaticus, sumsum tulang belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan
hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan
bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya.
Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus
DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan
imunitas protektif terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif
terhadap serotip virus yang lain (Kurane & Francis, 1992). Beberapa teori
mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan
antibody, membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan
mengaktifasi komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A
dan C5A yang akan merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis
cepat dan pendek. Bahan ini bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (hipovolemik syok dan perdarahan).
(Soewandoyo, 1998).
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang
terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dengue lebih banyak didapat
pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini
antibody nonnetralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel
makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang menetap di

12
jaringan. Makrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat
opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan
sitokin yang memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator
tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan
system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan
perdarahan. (Wang, 1995).
c. Teori mediator
Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:
1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi
virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanisme sitokin
kerja adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh
rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi,
proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi
nonspesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan deferensiasi lekosit
matur (Khana, 1990).
2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat
pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis
tidak ada gejala sisa.
3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada
syok septic banyak berhubungan dengan mediator.
Menurut Suvatte (1977) patogenesis DBD dan DSS adalah masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut
pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi
yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membran sel
leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus
tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

13
dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent
enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suvatte, 1977).
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam
waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus
antibody compleks) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular
(Suvatte, 1977).

2.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang seperti DD,
sampai ke DBD dengan manifestasi demam akut, perdarahan, serta kecenderungan
terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari,
rata-rata 5-8 hari. Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai
sakit kepala, nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan
batuk ringan.
Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital dan
retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut
ditekan. Pada mata dapat ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva,
lakrimasi, dan fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksantem dapat
muncul pada awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada, berlangsung
beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari ke-3-6 berupa bercak petekie di
lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam

14
berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Pada
sebagian pasien dapat ditemukan kurva suhu yang bifasik. Dalam pemeriksaan
fisik pasien DD hampir tidak ditemukan kelainan. Nadi pasien mula-mula cepat
kemudian menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi
dapat menetap beberapa hari dalam masa penyembuhan. Dapat ditemukan lidah
kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien DBD dapat terjadi gejala
perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, perpura, ekimosis,
hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri
tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada pasien DSS, gejala
renjatan ditandai dengan kulit terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang
terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai
penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat
demam turun antara hari ke-3 dan hari ke-7 penyakit.
a. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang
mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7
hari (Bagian Patologi Klinik, 2009).Naik turun dan tidak berhasil dengan
pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7
dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung teraba
dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C)
dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti ,
anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.

b. Perdarahan

15
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3
demam. Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang
menandakan fraglita kapiler meningkat (Bagian Patologi Klinik, 2009).
Kondisi seperti ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya,
tifoid, dll. Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan
perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat
lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar
termasuk fossa cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa
disertai ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba
hingga 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009).
Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri
tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3
dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya
mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan
sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai
penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien
terlihat gelisah

2.6 Klasifikasi
WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3

16
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut,
hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Tes Toourniquet
Sebuah tourniquet (juga dukenal sebagai rumple-leede tes kerapuhan
kapiler) menentukan kapiler kerapuhan. Ini adalah metode diagnostic klinik
untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien. Ia menilai
kerapuhan dinding kapiler dan digunakan untuk mengidentifikasi
trombositppenia (dengan pengurangan count platelet).
Pengujian ini didefinisikan oleh WHO sebagai salah satu syarat yang
diperlukan untuk diagnosis DBD. Ketika manset tekanan darah dipacu ke titik
antara tekanan darah sistolik dan diastolic selama lima menit, maka tes ini
akan dinilai. Tes positif jika ada 10 atau lebih petechiae per inci persegi.
Dalam DBD tes biasanya memberikan hasil positif yang pasti dengan 20
petechiae atau lebih.
Tes ini tidak memiliki spesifitas tinggi. Factor penggangggu dengan uji
ini adalah perempuan yang pramenstruasi, postmentrual dan tidak mengambil
hormone, atau mereka dengan kulit rusak matahari, karena semua akan
mengalami peningkatan kerapuhan kapiler.

Menurut WHO pada tes tourniquet dilakukan perhitungan jumlah


petekie dalam daerah seluas 1 inchi 2 (1 inci = 2,5cm) dimana saja yang paling

17
banyak petekienya termasuk di bawah fosa cubiti dan bagian dorsal lengan dan
tangah. Dalam klinik untuk mempermudah perhitungan digunakan plastic
transparan dengan gambaran lingkaran beriameter 2,8 cm (10) atau bujur
sangkar dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm

Dengan demikian lingkaran atau bujur sangkar tersebut dapat dengan


mudah digeserkan di seluruh permukaan kulit dan dicari daerah di mana
petekie paling banyak. Dalam menilai kenaikan hematokrik harus diingat pula
pengaruh adanya anemi, perdarahan dan pemberian terapi cairan dini. Untuk
membuktikan adanya kebocoran plasma dapat pula dicari efusi pleura pada
pemeriksaan radiologic atau adanya hipoalbuminemi. Dalam pengalaman
klinik ternyata tidak selalu semua criteria WHO tersebut dipenuhi.
Hemokonsentrasi baru dapat dinilai setelah pemeriksaan serial hematokrit
sehingga pada saat penderita pertama kali datang belum dapat ditemukan
adanya hemokonsentrasi atau tidak.

Secara umum langkah-langkah tes tourniquet dapat dibagi dalam 3 tahap


utama yaitu :

1. Pra Analitik
a. Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
b. Prinsip : terhadap kapiler diciptakan suasana anoksia dengan jalan
membendung darah vena. Terhadap anoksia dan penambahan tekanan
internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan
kapiler turun akan timbul petechie di kulit.
c. Alat dan bahan : tensimeter dan stetoskop, timer, spidiol
2. Analitik
Cara kerja:
a. Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Carilah tekanan sistol (TS)
dan tekanan (TD)
b. Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah : radius 3 cm, titik
pusat terletak 2 cm dibawah garis lipatan siku
c. Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS +D),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit

18
d. Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang telah dibuat
3. Pasca analitik
Nilau rujukan :
a. < 10 : normal (negative)
b. 10-20 : dubia (ragu-ragu)
c. > 20 : abnormal (positif)

Tes tourniquet merupakan tes yang sederhana untuk melihat


gangguan pada vaskuler maupun trombosit. Tes tourniquet akan positif
jika ada gangguan pada vaskuler maupun trombosit.

b. Darah
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100.000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey, 2012).

Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF


3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.

19
4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
5) Masa perdarahan memanjang
6) Protein rendah (hipoproteinemia)
7) Natrium rendah (hiponatremia)
8) SGOT/SGPT bisa meningkat
9) Asidosis metabolic
10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
c. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran,
Chong, Ng, Suhail, Lee, 2011).
d. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
e. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan
sebagai pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X)
dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites
dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat
menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya
dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.
f. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus
yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (>48
tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-epidemioligi.
Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum
akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen
dianggap sebagai presumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue
yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).

20
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya
rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi
bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya
memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body
neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody HI
tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-
8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin
digunakan (Vasanwala dkk, 2011).
4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi
virus dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila
IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih
negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam
darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa
sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan
satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI
(Vasanwala dkk, 2011).

21
5) Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase
chain reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap
serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah.
Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari
darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan
isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan
specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga
tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala dkk, 2011).

2.8 Penatalaksanaan
a. Pre Hospital
Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. Dinas
Kesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas
jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak


mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk
dengan cara: 
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau
Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan
takaran 10 gram Abate (± 1 sendok makan peres) 
untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4 sendok
makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di
puskesmas atau di apotik.

22
2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk 
4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi 
6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus
positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut
ditemukan banyak jentik nyamuk.
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami
demam tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan
karena penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau
intake tidak adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi
dehidrasi. Pertolongan pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan
cairan tubuh yaitu memberikan minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3
sendok makan tiap 15 menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya
air putih, air teh manis, sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga
diberikan nutricious diet yang banyak beredar saat ini. Untuk mengetahui
pemberian cairan cukup atau masih kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi
kencing. Frekuansi buang air kecil minimal 6 kali sehari menunjukkan
pemberian cairan mencukupi (IDAI, 2009).
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi
butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai
berikut (WHO, 1999):
1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih
banyak lebih baik)
2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4
kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat
menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan
( pocari sweet )
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit

23
5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas
yang banyak
6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini:
a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka
perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan
akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang
pada anak sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan
demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus
dipilih obat yang berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen,
jangan diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang
lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan lambung.
Kompres dapat membantu bila anak menderita demam terlalu tinggi sebaiknya
diberikan kompres hangat dan bukan kompres dingin, oleh karena kompres
dingin dapat menyebabkan anak menggigil.Sebagai tambahan untuk anak yang
mempunyai riwayat kejang demam disamping obat penurun panas dapat
diberikan obat anti kejang (IDAI, 2009).
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik
karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka
akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi
perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi
dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat
menyebabkan semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya
menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus
segera dibawa kerumah sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc atau lebih)
2) Muntah terus menerus
3) Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai anjuran
4) Kejang
5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah

24
6) Nyeri perut hebat
7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh
badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing
berkurang atau tidak ada sama sekali
8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit
.
b. Intra Hospital di Unit Gawat Darurat
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien
DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Perbedaan patofisiologik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD
sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali,
dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada
bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of
defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi,
dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma
dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal
terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar
hematokrit (DepKes RI, 2005).
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20%
atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk
pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan
awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan
penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang
terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum

25
pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D,
C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA (DepKes RI,
2005).
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana
DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan
intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan,
tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian. Rasa
haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah,
airteh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum
50ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat
diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam
berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping
larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan
antikonvulsif selama demam (DepKes RI, 2005).
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin
terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala
merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan
hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma
dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan
nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga
sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak
tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif
walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli
dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb (DepKes RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma

26
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang
terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok)
maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang
hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan
dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung
untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih
sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus
selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah
volume urin (DepKes RI, 2005).
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma.Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena
diperlukan, apabila (1) terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.
(2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan
NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat
7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan (DepKes RI,
2005).
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan +
defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini
(DepKes RI, 2005).
2) Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah
pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan
volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh
kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan
tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan

27
kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi
turunkan menjadi 10 ml/kg BB (DepKes RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20
ml/kg BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit.
Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal
dan umur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian
cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat
teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10ml/kg
BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid dan beri
cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada
umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal
pemberian koloid 1500 ml/hari,sebaiknya tidak diberikan pada saat
perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid
syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah
terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar.
Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi,maka berikan darah dalam
volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24
jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infuse dikurangi
bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit (DepKes RI,
2005).
b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital
telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10ml/kg BB/jam dan kemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini
tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila
hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah
urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik (DepKes RI, 2005).

28
c) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, makaanalisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat.Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan
memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan (DepKes RI, 2005).
d) Pemberian Oksigen
e) Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan
masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin
gelisah apabila dipasang masker oksigen (DepKes RI, 2005).
f) Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan
pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan
(prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan
manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui
perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai
hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% me.njadi
40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang
mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah
segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup
mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit
(DepKes RI, 2005).
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan
kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial,
waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya

29
KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis
(DepKes RI, 2005).
g) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan
dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada monitoring adalah:
1. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap
15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
2. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai
keadaan klinis pasien stabil.
3. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan
yang diberikan sudah mencukupi.
4. Jumlah dan frekuensi dieresis

30
B. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH DENGUE
HEMORARGE FEVER

2.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan
nafsu makan menurun.
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal
seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu
makan menurun.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
d. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan
melalui gigitan nyamuk aides aigepty.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar
ronchi, krakles.
b. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran.
c. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi
cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada
grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
d. Sistem Pencernaan

31
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
e. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.
f. Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat
positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi
perdarahan spontan pada kulit.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
2. Hipertermi berhubungan dengan termoregulasi tidak stabil
3. Potensial terjadinya perdarahan perhubungan dengan trombositopenia
4. Ketidak efektifan perfusi jaringan penurunan suplai O2 kekapiler
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hepatomegali
6. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
7. Gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan dehidrasi
8. Gangguan immobilitas fisik berhubungan dengan penurunan persepsi sensori

2.3 Intervensi dan Implementasi


No Dx. Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
1 Gangguan Setelah 1. PaO2  80- Mandiri
pertukaran dilakukan 100 mmhg 1. Auskultasi 1. Menunjukkan
gas pemeriksaa 2. PaCO2 35- bunyi nafas adanya edema paru
berhugungan n 1 x 30 45 mmhg dan dapat
dengan menit 3. Tidak ada menentukan
edema paru diharapkan tanda sesak intervensi lanjutan
pemenuhan 2. Anjurkan 2. Memudahkan aliran

32
kebutuhan pasien nafas oksigen
oksigen dalam
dalam tubuh 3. Anjurkan 3. Membantu
pasien perubahan mencegah
terpenuhi posisi etelektasis
sesering
mungkin

HE
4. Jelaskan 4. Pengetahuan pasien
pada pasien dan keluarga
atau keluarga meningkat
tentang
kondisi
pasien

Kolaborasi
5. kolaborasi 5. Meningkatkan
dengan tim oksigen alveolar
medis dalam yang dapat
pemberian memperbaiki
O2 tambahan hipoksemia jaringan
2 Hipertermi Suhu tubuh 1. Suhu Mandiri
berhubungan normal tubuh 1. Berikan 1. Kompres dingin
dengan kembali antara kompres (air akan teradi
termoregulasi dengan 36-370C, biasa/kran). pemindahan panas
tidak stabil. suhu 2. Membran secara konduksi.
tubuh360C – mukosa 2. Berikan / 2. Untuk mengganti
370C basah. anjurkan cairan tubuh yang
setelah 3. Nadi pasien banyak hilang akibat
mendapatka dalam minum 1500- evaporasi.
n tindakan batas 2000 cc/hari.
keperawata normal

33
n 1 x 24 (80-100
jam. x/menit). 3. Memberikan rasa
HE
4. Nyeri otot nyaman dan pakaian
3. Anjurkan
hilang. yang tipis mudah
pasien
menyerap keringat
mengenakan
dan tidak
pakaian yang
merangsang
tipis dan
peningkatan suhu
mudah
tubuh.
menyerap
keringat.

4. Pemberian cairan
Kolaborasi
sangat penting bagi
4. Pemberian
pasien dengan suhu
cairan
tubuh yang tinggi.
intravena
Obat khususnya
dan
untuk menurunkan
pemberian
suhu tubuh pasien.
antipiuretik.

5. Mendeteksi dini
Observasi
kekurangan cairan
5. Kaji intake
serta mengetahui
dan output,
keseimbangan cairan
tanda vital
dan elektrolit dalam
(suhu, nadi,
tubuh. Tanda vital
tekanan
merupakan acuan
darah) tiap 3
untuk mengetahui
jam sekali
keadaan umum
atau lebih
pasien.
sering.
3 Potensial Setelah 1. Tidak Mandiri
terjadinya dilakukan terjadi 1. anjurkan 1.Aktivitas pasien yang
perdarahan tindakan tanda- pasien untuk tidak terkontrol dapat

34
berhubungan keperawata tanda banyak menyebabkan
dengan n 1 x 24 jam perdarahan istirahat terjadinya perdarahan
trombositope tidak terjadi lebih lanjut
nia perdarahan 2. Jumlah
trombosit HE
meningkat 1. Jelaskan 1. Agar pasien dan
tentang keluarga mengetahui
pengaruh hal-hal yang mungkin
trombositopen terjadi pada pasien
ia pada pasien dan dapat membantu
dan mengantisipasi
keluarganya terjadinya perdarahan
karena
trombositopenia

Kolaborasi 2. Mempercepat proses


2. kolaborasi penyembuhan
dengan
dokter untuk
pemberian
terapi
farmakologi.

Observasi 3. Penurunan trombosit


3. Monitor merupakan tanda-
tanda-tanda tanda kebocoran PD
penurunan yang pada tahap
trombosit tertentu
yang disertai menimbulkan tanda
dengan adanya perdarahan
tanda-tanda
klinis 4. Dengan jumlah
4. Monitor trombosit yang

35
jumlah dipantau setiap hari,
trombosit dapat diketahui
setiap hari tingkat kebocoran PD
dan kemungkinan
perdarahan yang akan
dialami

4 Gangguan Setelah 1. TD 100/60 Mandiri


perfusi dilakukan mmHg. 1. Anjurkan pada 1. Aktivitas pasien
jaringan tindakan 2. Nadi 80- klien untuk yang tidak terkontrol
perifer keperawata 100 banyak dapat menyebabkan
berhubungan n dalam x/menit istirahat tirah terjadinya
dengan waktu 1x60 reguler. baring perdarahan.
penurunan menit tidak 3. Pulsasi (bedrest).
suplai darah terjadi kuat 2. Berikan 2. Keterlibatan pasien
ke kapiler perdarahan 4. Tidak ada penjelasan dan keluarga dapat
menurun. selama perdarahan kepada klien membantu untuk
perawatan spontan dan keluarga penanganan dini bila
(gusi, tentang bahaya terjadi perdarahan.
hidung, yang dapat
hematemes timbul akibat
is dan dari adanya
melena) perdarahan,
Trombosit dan anjurkan
dalam untuk segera
batas melaporkan
normal jika ada tanda
(150.000/u perdarahan
L) seperti di gusi,
hidung
(epitaksis),
berak darah
(melena), atau

36
muntah darah
(hematemesis).

HE
3. Gunakan sikat
3. Mencegah terjadinya
gigi yang
perdarahan lebih
lunak, pelihara
lanjut.
kebersihan
mulut.

Kolaborasi
4. Pemeriksaan darah
4. Kolaborasi
lengkap.
dalam
pemeriksaan
laboratorium
secara berkala.

Observasi
5. Penurunan trombosit
5. Kaji tanda-
merupakan tanda
tanda
adanya kebocoran
penurunan
pembuluh darah
trombosit
yang pada tahap
yang disertai
tertentu dapat
tanda klinis.
menimbulkan tanda-
tanda klinis seperti
epistaksis, ptekie.
5 Gangguan Setelah 1. Secara Mandiri
rasa nyaman dilakukan subyektif 1. Atur posisi 1. Posisi kaki lebih
nyeri tindakan pasien yang baik dan tinggi dari badan 30o
berhubungan keperawata menyataka mengenakkan. dapat mengurangi
dengan n dalam n peningkatan
hepatomegali waktu 1 x penurunan penekanan pada

37
. 60 menit rasa nyeri jaringan yang rusak
terdapat secara sehingga mengurangi
penurunan objektif. nyeri.
respon nyeri 2. Didapatka
ditandai n TTV HE
dengan dalam 2. Anjurkan 2. Nafas panjang dan
wajah batas klien nafas dalam merelaksasi
pasien tidak normal. panjang dan otot dan
meringis. 3. Wajah dalam. terimobilisasi
rileks sehingga nyeri
4. Tidak berkurang.
terjadi
penurunan Kolaborasi
perfusi 3. Terapi 3. Analgetik merupakan
perifer. analgetik obat anti nyeri yang
5. Urine > bekerja secara sentral
600 atau perifer/local.
ml/hari.
Observasi
4. Kajian 4. Nyeri dapat
tingkat nyeri. diantisipasi klien
secara individualisme
dan penanganan yang
berbeda.
5. Catat 5. Variasi penampilan
karakteristik dan perilaku klien
nyeri, lokasi, karena nyeri terjadi
intensitas dan sebagai temuan
penyebarannya pengkajian.
.
6 Gangguan Setelah 1. Tidak ada Mandiri
tanda-
kebutuhan diberikan 1. Anjurkan 1. Makanan sedikit
tanda
nutrisi tindakan malnutrisi. kepada klien dapat menurunkan

38
kurang dari keperawata 2. Menunjuk untuk makan kelemahan dan
kan berat
kebutuhan n dalam sedikit namun meningkatkan
badan yang
tubuh waktu 3x60 seimbang. sering. masukan juga
1. Nafsu
berhubunga menit mencegah ditensi
makan
n dengan nutrisi gaster.
meningkat.
anoreksia pasien
HE
terpenuhi.
2. Berikan dan 2. Meningkatkan nafsu
bantu oral makan dan masukan
hygiene. peroral.

Kolaborasi
3. Kolaborasi 3. Nutrisi parenteral
pemberian sangat diperlukan
cairan jika intake peroral
parenteral. sangat kurang

Observasi
4. Kaji riwayat
4. Mengidentifikasi
nutrisi,
defisiensi, menduga
termasuk
kemungkinan
makanan yang
intervensi.
disukai.
5. Catat masukan 5. Mengawasi masukan
makanan kalori/kualitas
pasien. kekurangan konsumsi
makanan.

7 Gangguan Setelah 1. Input dan MANDIRI


ketidak dilakukan output 1. Anjurkan 1. Untuk memenuhi
seimbangan tinakan seimbang. untuk minum kabutuhan cairan
cairan dan keperawata 2. Vital sign 1500-2000 tubuh peroral.
elektrolit n dalam dalam ml /hari.
kurang dari waktu 3 x batas

39
kebutuhan 60 menit normal. HE
tubuh pasien tidak 3. Tidak ada 2. Anjurkan 2. Menyeimbangkan
berhubungan mengalami tanda pasien untuk cairan dalam tubuh.
dengan devisit presyok. banyak
dehidrasi voume 4. Akral minum.
cairan hangat.
Kolaborasi
(dehidrasi).
Capilarry 3. Kolaborasi 3. Dapat meningkatkan
refill < 3
Pemberian jumlah cairan tubuh,
detik.
cairan untuk mencegah
intravena terjadinya
hipovolemik syok.
Observasi
4. Kaji tanda- 4. Vital sign membantu
tanda vital tiap mengidentifikasi
3 jam. fluktuasi cairan
intravaskuler.
5. Observasi 5. Indikasi keadekuatan
capillary sirkulasi perifer.
Refill.
6. Observasi 6. Penurunan haluaran
intake dan urine pekat dengan
output. Catat peningkatan BJ diduga
warna urine / dehidrasi.
konsentrasi.

8 Gangguan Setelah 1. Mampu Mandiri


mobilitas dilakukan mandiri 1. Ajarkan dan
fisik asuhan total berikan
berhubungan keperawata 2. Membut dorongan
dengan n selama uhkan pada pasien
kerusakan 1x24 jam, alat untuk
persepsi px bantu melakukan
sensori manunjukka 3. Membut program

40
n uhkan latihan
bantuan secara rutin
orang HE
lain dan 2. Ajarkan
alat pada pasien
menggunak
an
pemakaian
kursi roda
dan cara
perpindahan
dari kursi ke
tempat tidur
Kolaborasi
3. Kolaborasi
ke ahli
terapi fisik
untuk
program
latihan
Observasi
4. Kaji
kekuatan
mobilitas
fisik pasien

1.4 Implementasi
Melakukan tindakan apa yang direncanakan pada tabel intervensi.
1.5 Evaluasi
1. Suhu tubuh normal antara 36-370C.
2. Tidak ada perdarahan
3. Nyeri hilang atau terkontrol.

41
4. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/
meningkatkan berat badan.
5. Defisit volume cairan terkontrol.

42
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan data
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn. F

Umur : 31 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status marital : Kawin

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Suku Bangsa : Sunda

Tanggal masuk RS : 31 Mei 2018

Tanggal Pengkajiaan : 31 Mei 2018

No Medrec : 2606

Diagnosa Medis : Dengue Haemoragic Fever

Alamat : Jl. Gunung Batu No.68 Bandung

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. R

Umur : 25 Tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

43
Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : s.d.a

Hubungan dengan klien : Adik

2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Demam

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit klien mengeluh demam yang
dirasakan semakin lama semakin berat. Demam dirasakan terutama pada
sore hari, bila diukur suhunya 390 C. 2 hari yang lalu, klien memeriksakan ke
klinik dekat rumah, dan diberi obat panas. Klien merasa demamnya tidak
turun dan semakin bertambah disertai pusing dan sudah merasa tidak kuat,
akhirnya klien memeriksakan ke rumah sakit Rajawali.

3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Klien mengatakan pernah dirawat karena mengalami sakit DHF sebelumnya
sekitar 4 tahun yang lalu. Klien tidak memiliki penyakit diabetes.

4) Riwayat Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.

5) Riwayat Pengobatan
Klien pernah dirawat dengan penyakit yang sama sekitar 4 tahun yang lalu.

6) Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita keluhan yang sama.
Tidak ada riwayat gangguan pembuluh dan pembekuan darah (-).

3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada
sianosis, hidung kokoh, jalan nafas paten, tidak ada secret pada hidung,

44
mukosa berwarna merah muda, fibriae ada, Konka tidak membesar, tidak
ada polip, tidak ada deviasi septum, sinus tidak nyeri, leher tampak simetris,
tidak ada deviasi trakea, dada simetris, pergerakan dada simetris, tidak
tampak adanya retraksi interkostal, supraskapula, ekspansi paru kiri kanan
sama, vocal premitus paru kiri-kanan sama, saat diperkusi suara paru
resonan terdengar di kedua paru, Diameter anterior : posterior 1: 2, frekuensi
nafas 20 x/menit.

b. Sistem Cardiovaskuler
Konjungtiva pucat, tidak terdapat peningkatan JVP 5 + 2 cmH2O, akral
teraba dingin, tidak ada cyanosis pada ujung-ujung ekstrimitas, tidak
terdapat clubbing finger, CRT kembali dalam 2 detik, tidak ada pembesaran
KGB, palpasi arteri radialis teraba berdenyut cukup kuat dan regular dengan
frekuensi Nadi 82 x/ menit, Bunyi jantung S1 dan S 2 murni dan regular,
tekanan darah 130/80 mmHg, rumple leed test (-), petechie (-), epistaksis (-).

c. Sistem Pencernaan
Sklera putih, mata tidak cekung, bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering,
tidak terdapat iritasi pada rongga mulut, gigi lengkap, tidak terpasang gigi
palsu, tidak terdapat caries, bentuk lidah simetris. Susunan gigi lengkap,
Abdomen tampak cekung pada saat klien terlentang, bising usus 6 x/menit,
pada saat diperkusi terdengar timpani pada area lambung, tidak ada bruit
aorta, klien mengatakan tidak mual dan muntah. Tidak terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan pada hepar dan lien.

d. Sistem Perkemihan
Tidak ada oedema periorbital, tidak ada bunyi bruit pada aorta dan arteri
renalis, pada saat diperkusi klien tidak mengeluh nyeri, Tidak ada
pembesaran ginjal, tidak ada distensi pada suprapubis, tidak ada nyeri tekan.
Pada saat diraba blass teraba kosong, BAK tidak ada keluhan, warna urin
kuning jernih.

e. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, curvature tulang belakang lurus,
tidak ada deformitas, pembengkakan, dan juga kemerahan. Klien dapat

45
membuka mulut dengan lebar dan menutupnya, klien dapat melakukan ROM
bahu, ROM siku, Rom tangan, ROM panggul, ROM lutut, ROM Angkle.

Kekuatan otot tangan 5 / 5, kekuatan otot kaki 5/5.

f. Sistem Integumen
Kulit kepala tampak bersih, rambut tidak lengket, distribusi rambut merata,
tidak mudah dicabut. Kuku tangan panjang kuku kaki panjang, turgor kulit
baik, suhu 38,30C.

g. Sistem Endokrin
Tidak ada edema, kelenjar tiroid tidak teraba dan tidak mengalami
pembesaran. klien tidak ada keluhan polipagi, polidipsi dan poliuri.

h. Sistem Persarafan
1) Tes Fungsi Cerebral
a) Tingkat Kesadaran
Kualitas : composmentis klien dapat berespon dengan tepat terhadap
stimulus yang diberikan melalui suara, taktil dan visual.

Kuantitas ; GCS 15 E = 5, M = 6, V= 4

b) Status mental
Orientasi klien terhadap orang waktu dan tempat baik terbukti
dengan klien mampu menjawab dimana dia berada, kapan masuk RS
dan siapa yang menemaninya.

Daya ingat : klien mampu menjawab kapan dia menikah

2) Tes Fungsi kranial


a) N I ( olfaktorius )
Fungsi penciuman baik klien dapat membedakan bau kayu putih dan
sabun.

b) N II ( optikus)
Klien dapat membaca papan nama perawat.

c) N III,IV,VI (okulomotoris, trokhealis, abdusen )

46
Respon cahaya terhadap pupil +, Bola mata dapat digerakan kesegala
arah , tidak terdapat nistagmus atau diplopia.

d) N V (trigeminus )
Mata klien berkedip pada saat pilinan kapas diusapkan pada kelopak
mata, klien merasakan sentuhan saat kapas yang diusapkan kepipi
dengan mata tertutup.

e) N VII ( Fasialis )
Klien dapat membedakan rasa manis dan asin, klien dapat
mengerutkan dahi, wajah klien tampak simetris saat klien tersenyum.

f) N VIII (auditorius )
Kien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan baik tanpa harus
diulang.

g) N IX, X ( glosofaringeus, vagus )


Uvula bergetar simetris saat klien mengatakan “Ah”, reflek menelan
bagus.

h) N XI (asesorius )
Klien dapat menoleh kekanan dan kekiri.

i) N XII ( hipoglosus )
Lidah klien dapat digerakan secara bebas kesegala arah.

3) Fungsi Motorik
Tidak terdapat kontraktur pada ekstrimitas atas dan bawah, tonus otot
cukup baik untuk menahan gravitasi, reflek bisep ++/++, reflek trisep +
+/++, reflek patella ++/++ reflek babinski --/--.

4) Fungsi Sensorik
Klien dapat membedakan sensasi tumpul dan tajam.

4. Pola Aktivitas Sehari-hari


N AKTIVITAS SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT
O

47
1 Nutrisi

a. Makan
Frekuensi 3 x/hari porsi kecil 3x/hari porsi kecil

Nafsu makan Baik, 1 porsi habis kurang, 1 porsi habis

Jenis Nasi,lauk pauk, sayuran Nasi, sayur, ayam,


pisang.
b. Minum
Jenis Air putih,air teh dan kopi Air putih

Jumlah 6 -7 gelas/hari 6 -7 gelas /hari

2 Eliminasi

a. BAB
Frekuensi
1 x/hari 1 x/hari
Konsistensi
Lembek Lembek
Warna
Kuning Kuning
b. BAK

Frekuensi 3-4 x/hari 3-4 x/hari

Warna Kuning jernih Kuning jernih

3 Istirahat tidur
Tidak/jarang tidur siang Jarang
a. Siang
b. Malam 21.00-05.00 22.00-04.00

c. Kualitas Nyenyak Nyenyak

4 Personal hygine
2 x/ hari diseka tanpa sabun
a. Mandi
b. Keramas 3 x / minggu Belum

c. Gosok gigi 2 x / hari Setiap bangun tidur pagi


d. Gunting kuku

48
Kalau panjang Belum

5 Aktivitas Sehari-hari klien bekerja Klien lemah, aktifitas


menjaga took milik sendiri klien dibantu oleh
keluarga dan perawat

5. Data Psikologis
a. Status Emosi
Penampilan klien tampak tenang, tempramen tenang dan dapat
mengendalikan emosinya, klien dapat mengungkapkan perasaannya. Klien
menanyakan tentang keadaan penyakitnya dan bagaimana proses
penyembuhannya.

b. Konsep Diri
Klien optimis dengan kesembuhannya walaupun belum tahu apa yang akan
terjadi nanti.

1) Gambaran Diri
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak malu dengan penyakit yang
dideritanya saat karena itu merupakan suatu ujian dari Tuahn kepada
hamba-Nya.

2) Identitas Diri
Klien menyadari identitasnya sebagai laki-laki dan dapat melakukan
tugas sesuai perannya

3) Peran
Klien berperan sebagai seorang suami dan sebagai kepala keluarga.
Klien merasa tidak terganggu dengan keadaannya sekarang.

4) Ideal Diri
Klien berharap penyakitnya cepat sembuh dan berharap ingin cepat
pulang agar dapat melakukan kegiatannya seperti biasanya.

5) Harga Diri
Klien sadar sebagai manusia biasa klien memiliki banyak kekurangan
dan sadar bahwa semuanya ini merupakan cobaan dari tuhan

49
c. Gaya komunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal ataupun nonverbal,
Pada waktu diajak berkomunikasi. Klien menceritakan semua yang
dirasakannya kepada perawat dengan terbuka.

d. Pola Interaksi
Klien kooperatif dapat berinteraksi dengan orang lain dan tim kesehatan.
Hubungan klien dengan keluarga, tetangga baik tidak ada masalah dengan
pasien lain.

e. Koping
Dalam menghadapi masalah biasanya klien selalu berdoa dan bercerita
kepada istrinya dan berusaha untuk menghadapinya secara bersama-sama.

6. Data Sosial
Klien dalam kesehariannya bekerja menjaga kios miliknya. Klien mengatakan
hubungan dengan anggota keluarga dan masyarakat dilingkungan klien terjalin
dengan baik begitu juga dengan hubungan klien dengan pasien lain dan tim
kesehatan tampak baik.

7. Data Spiritual
Klien beragama islam, dalam kondisinya sekarang ibadah sholat klien
terganggu. Klien meyakini sakitnya adalah cobaan dari Allah. Sebagai manusia
biasa klien hanya bisa berusaha dan berdoa.

8. Data Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Hasil
Pemeriksaan Nilai normal Satuan
31-05-18 01-05-18

Hematologi

Hemoglobin 14,0 - 12 - 16 gr/dl

Leukosit 5.200 - 8.8 – 10.6 rb /mm 3

Hematokrit 47 42 40-52 %

Trombosit 112.000 86.000 150 - 440 ribu/mm 3

50
Urin

pH 7 7,35-7,45

BJ 1,005

Sedimen

Leuko 2-3

Ery 0-2

Epithel 1-2

b. Therapy
 Ciprofloxacyn 2 x 200 mg per IV (Jam 06.00 dan 18.00)
 Psidii 3 x 2 cap P.O.
 Idesar Plus 3 x 1 tab P.O.
 Sanmol 500 mg P.O. bila demam
 Diit TKTP
 Infuse Ringer Asetat+ Adona 50 mg : Futrolit (1:1) 20 gtt/menit

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah

1 DS : Nyamuk aedes aegepty Hipertermi

 Klien mengeluh
demam Respon antigen antibody
DO :

 Klien Merangsang sel-sel monosit,


tampak lemah eosinofel neotrofil dan makrofag
 Suhu tubuh untuk mengeluarkan zat-zat
38,3 °C pirogen endogen
 TD 130/80 mmHg,
P : 82 x/menit
Impuls disampaikan ke
R : 24 x/menit hypotalamus bagian

51
thermoregulator melalui ductus
thoraticus

Sel point suhu meningkat

Hipertermi
2 DS : Nyamuk aedes aegepty Resiko
perdarahan
Klien mengatakan
pusing Respon antigen antibody

DO :

Merangsang sel-sel monosit,


 Klien tampak
eosinofel neotrofil dan makrofag
lemah
untuk mengeluarkan zat-zat
 Konjungtiva
pirogen endogen
pucat
 Mukosa bibir
lembab
Permeabillitas membran meningkat
 Hb 14,0 gr/dL
 Trombosit
112.000
Agregasi trombosit
 Hematokrit 47
% (40-49)
 Leukosit 5.200
Trombositopeni
mg/dL

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dengue
2. Resiko perdarahan perhubungan dengan trombositopenia

52
III. PERENCANAAN
N Diagnosa Tujuan (NOC) Perencanaan
Intervensi (NIC) Rasionalisasi
O Keperawatan
1 Hipertermi Suhu tubuh normal Mandiri
berhubungan kembali dengan suhu 1. Berikan kompres (air biasa 1. Kompres dingin akan terJadi
dengan tubuh 360C – 370C /kran). pemindahan panas secara konduksi.
termoregulasi setelah mendapatkan 2. Berikan / anjurkan pasien 2. Untuk mengganti cairan tubuh yang
tidak stabil. tindakan keperawatan banyak minum 1500-2000 hilang akibat evaporasi.
1 x 24 jam. Dengan cc/hari.
criteria : HE
4. Suhu tubuh antara 3. Anjurkan pasien mengenakan 3. Memberikan rasa nyaman dan pakaian
36-370C, pakaian yang tipis dan mudah yang tipis mudah menyerap keringat
5. Membran mukosa menyerap keringat. dan tidak merangsang peningkatan
basah. Kolaborasi suhu tubuh.
6. Nadi dalam batas 4. Pemberian cairan intravena 4. Pemberian cairan sangat penting bagi
normal (80-100 dan pemberian antipiuretik. pasien dengan suhu tubuh yang tinggi.
x/menit). Obat khususnya untuk menurunkan
7. Nyeri otot hilang. Observasi suhu tubuh pasien.
5. Kaji intake dan output, tanda 5. Mendeteksi dini kekurangan cairan

53
vital (suhu, nadi, tekanan serta mengetahui keseimbangan cairan
darah) tiap 3 jam sekali atau dan elektrolit dalam tubuh. Tanda
lebih sering. vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
3 Resiko Setelah dilakukan Mandiri
perdarahan tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien untuk banyak 1. Aktivitas pasien yang tidak terkontrol
berhubungan 1 x 24 jam tidak istirahat dapat menyebabkan terjadinya
dengan terjadi perdarahan, perdarahan.
trombositopenia dengan criteria: HE
2. Jelaskan tentang pengaruh 2. Agar pasien dan keluarga mengetahui
3. Tidak terjadi tanda-
trombositopenia pada pasien hal-hal yang mungkin terjadi pada
tanda perdarahan
dan keluarganya pasien dan dapat membantu
lebih lanjut
mengantisipasi terjadinya perdarahan
4. Jumlah trombosit
karena trombositopenia.
meningkat Kolaborasi
3. Mempercepat proses penyembuhan.
3. kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi
farmakologi.

54
Observasi
4. Penurunan trombosit merupakan
4. Monitor tanda-tanda
tanda-tanda kebocoran PD yang pada
penurunan trombosit yang
tahap tertentu menimbulkan tanda
disertai dengan tanda-tanda
adanya perdarahan.
klinis.
5. Dengan jumlah trombosit yang
5. Monitor jumlah trombosit
dipantau setiap hari, dapat diketahui
setiap hari
tingkat kebocoran PD dan
kemungkinan perdarahan yang akan
dialami

55
PELAKSANAAN

N Tanggal Diagnosa ke Tindakan (Evaluasi Formatif) Paraf


o dan jam

1 Kamis DP ke 1  Mengobservasi TTV


31-05- Hasil :
2018
TD : 130/80mmHg
Jam
13:00 R   : 20x/menit
N   : 82x/menit
S    : 38,3˚C

 Menganjurkan klien untuk ekstra


minum
Hasil :
Klien mau mengikuti anjuran perawat

 Kolaborasi pemberian cairan intravena


dan pemberian antipiuretik.
Hasil :
Klien terpasang infuse Ringer asetat 20
gtt/menit

 Kolaborasi pemberian antipiretik


paracetamol 500 mg
Hasil:
Klien klien mau makan obat
Paracetamol 500 mg.
Sabtu
 Mengobservasi TTV
DP ke 1
2-06-
2018 Hasil :

Jam TD : 100/70mmHg
08:00 R   : 20x/menit
N   : 96x/menit
S    : 36,7˚C
 Menganjurkan klien untuk memakai
baju yang tipis dan mudah menyerap
keringat

56
Hasil :
Klien berkeringat

2 Kamis DP ke 2  Mengobservasi TTV

31-05- Hasil :
2018
TD : 130/80mmHg
Jam
13:00 R   : 20x/menit
N   : 84x/menit
S    : 38,3˚C
 Menganjurkan klien untuk ekstra minum
Hasil :
Klien mau mengikuti anjuran perawat

Sabtu  Mengobservasi TTV


DP ke 2
2-06- Hasil :
2018
TD : 100/70mmHg
Jam
09:00 R   : 20x/menit
N   : 96x/menit
S    : 36,7˚C
 Memberikan Penkes tentang DHF
Hasil : Keluarga mengerti tentang DHF

 Mengobservasi tetesan infus


Hasil :
Mengetahui kebutuhan cairan dan
elektrolit, jika infus macet perawat
dapat mengatasinya.

57
D.    EVALUASI

Hari/Tanggal Diagnosa Perkembangan Paraf

Sabtu DP 1 S : Klien mengatakan suhu tubuh


berkurang
2-06-2018
O : Suhu tubuh 36,7˚C

A : Masalah teratasi sebagian

P  : Lanjutkan intervensi

DP 2 S  : Klien mengatakan tidak ada bercak


merah dikulit

O : Tidak tampak petekie, ekimosis, atau


mimisan, Trombosit 86.000 mm3,
TTV :

TD : 100/70mmHg

R   : 20x/menit

N   : 96x/menit

S    : 36,7˚C

A : Masalah teratasi sebagian

P  : Lanjutkan intervensi

BAB IV

58
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Demam berdarah adalah masalah kesehatan yang serius karena hampir tiap
tahun selalu ada dan bahkan kadang-kadang meningkat tajam megarah
kekajadian luar biasa (KLB).Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti.Penyakit demam berdarah dalam
keadaan gawat memerlukan pertolongan segera dan semakin cepat ditolong
makin besar kemungkinan untuk sembuh kembali.Pada seting prehospital
masyarakat dan keluarga harus waspada terhadap tanda dan gejala yang
dikeluhkan oleh pasien. Koordinasi dengan instansi terkait, missal dinas
kesehatan adalah penting dalam rangka pencegahan penularan demam
berdarah. Peran masyarakat sangat penting karena tanpa peran serta
masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk maka sebesar apapun dana
yang dikeluarkan dan sebagus apapun program pemerintah tidak akan optimal
dalam penanggulangan dan pemberantasan penyakit demam berdarah. Untuk
dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang
terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dankoloid,
serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.Kunci keberhasilan
tatalaksana DBD/DSS terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat
mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase
kritis, fase syok) dengan baik.

4.2 Saran
Diperlukan peran masyarakat dan pemerintah secara luas untuk bersama-
sama menjalankan program-program yang telah dibuat dalam
penanggulangan DBD.
Dibutuhkan peran serta perawat Puskesmas sebagai lini terdepan dalam
pencegahan DBD di lingkungan masyarakat dengan deteksi dini dan
peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat terkait DBD.

DAFTAR PUSTAKA

59
Mansjoer Arief, Auprothaita, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran jilid : 2.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Nurul Anissa, Suudi, Wisnu Lale, dkk. 2013. Makalah DBD (untuk melengkapi
tugas salah satu mata kuliah dalam magister keperawatan FKUB).
Malang : universitas Brawijaya

Muttaqin, A. 2009.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskular dan Hematologi.Jakarta : Salemba Medika

Handayani, W. 2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Hematologi.Jakarta : Salemba Medika

Nurarif, AH. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


NANDA. Yogyakarta: Mediaction.

60

Anda mungkin juga menyukai