Anda di halaman 1dari 136

TESIS

PERBEDAAN DNA MIKROBIOM SALURAN PENCERNAAN BAYI


DENGAN PERSALINAN NORMAL YANG
DIBERI ASI DAN SUSU FORMULA

SUMARNI
P4400215041

SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
2
3
4
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan pada Rabb

semesta alam atas nikmat kesempatan dan kesehatan serta karuniaNYA

sehingga proposal ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam kepada

Rasulullah, Muhammad SAW beserta sahabatnya. Penulisan proposal ini

merupakan bagian dari rangkaian persyaratan dalam rangka penyelesaian

program Magister Kebidanan Pascasarjana Universitas Hasanudidin.

Dengan selesainya proposal ini perkenalkan penulis dengan

segenap ketulusan hati menyampaikan ungkapan terimah kasih yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat;

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., selaku Rektor Universitas

Hasanuddin Makassar.

2. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE, MS., selaku Dekan Sekolah Pasca

Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

3. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS.(K), selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan PLT Ketua Program Studi Magister Kebidanan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

4. Prof. dr. H. Veni Hadju. Ph.D. M.Sc selaku pembimbing I dan Prof.

Dr.dr. Andi Wardihan Sinrang. MS selaku pembimbing II yang

senantiasa meluangkan waktu dan memberikan arahan serta

bantuannya sehingga siap untuk di ujikan di depan penguji.

5
5. Prof.dr.Muh.Nasrum Massi, Ph.D, Dr.dr. Ilhamjaya Pattelonggi, dan

Dr. Werna Nontji, S.Kp.,M.Kep. selaku penguji yang senantiasa

menyempatkan diri untuk hadir dalam seminar proposal.

6. Direktur RSIA Sitti Khadijah I Makassar yang telah memberikan izin

dalam pengembilan data awal.

7. Para Dosen dan Staff Program Studi Magister Kebidanan yang telah

dengan tulus memberikan ilmunya selama menempuh pendidikan.

8. Kepada orangtua tercinta Ayahanda dan Ibunda yang telah

melahirkan, membesarkan, mencurahkan kasih sayang, kesabaran

mendidik serta dukungan dan doanya kepada penulis. Semoga Allah

SWT senantiasa memberikan rahmat, keselamatan, kesehatan yang tak

terhingga baginya.

9. Terkhusus kepada kakanda tersayang Harianto Dg. Emba yang telah

dengan tulus memberikan dukungan baik secara Psikis maupun secara

financial, serta kesabaran mendidik serta dukungan dan doanya kepada

penulis selama menempuh pendidikan.

10. Kepada suami tercinta Alfian B. S. Kom dan anak – anak tersayang

Muh. Aqil Sahid Mahya Alfian dan Muh. Fadhil Al Gazali yang selama

ini mengerti, sabar dan medoakan penulis. Semoga Allah SWT

senantiasa memberikan rahmat, keselamatan, kesehatan yang tak

terhingga kepada mereka.

6
11. Teman-teman seperjuangan Magister Kebidanan angkatan IV yang

telah memberikan dukungan, bantuan, serta semangatnya dalam

penyusunan proposal ini.

Dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan

kritik membangun guna perbaikan dan penyempurnaan proposal ini.

Akhirnya, peneliti mengharapkan Proposal Penelitian ini dapat bermanfaat

bagi kita semua, dan semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya

kepada pihak yang telah membantu penulis selama ini, Amin.

Makassar, Agustus 2017

Sumarni

7
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI .................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................... iii

ABSTRAK INDONESIA ................................................................ iv

ABSTRAK INGGRIS ...................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ......................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ........................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ......................................................... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Persalinan

1. Pengertian Persalinan .............................................. 10

2. Adaptasi Fisologi dan Psikologi ................................ 11

8
3. Mikrobita Bayi yang Lahir Pervagiam ........................ 12

B. Tinjauan Umum Tentang ASI

1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) ................................... 12

2. Pembentukan ASI ..................................................... 14

3. Stadium ASI ............................................................. 16

4. Kandungan Gizi dalam ASI ....................................... 18

5. Manfaat ASI............................................................... 24

C. Tinjauan Umum Tentang Susu Formula

1. Definisi Susu Formula .............................................. 28

2. Kandungan Susu Formula ........................................ 34

3. Kelemahan Susu Formula ........................................ 36

4. Efek atau dampak negatif pembrian susu formula .... 37

5. Faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula 40

D. Tinjauan Umum Tentang Mikrobiom Saluran Pencernaan

Pada Bayi

1. Definisi Mikrobiom .................................................... 44

2. Suksesi Mikrobial ...................................................... 45

3. Peranan Mikrobiom Usus pda Kesehatn ................... 47

4. Dampak mikrobiota usus pada proses metabolik ...... 47

5. Mikrobiom usus dan mekanisme pertahanan pejamu 48

6. Perubahan keseimbangan yang diinduksi oleh antibiotic 50

7. Efek infeksi terhadap keseimbangan mikrobiom usus 50

8. Saluran Pencernaan bayi .......................................... 52

9
9. Susunan saluran pencernaan bayi ........................... 53

10. Enzime pencernaan pada bayi ................................. 57

11. Jenis – jenis mikrobiom usus .................................... 57

12. Pengertian PCR ........................................................ 66

13. Fungsi PCR ............................................................... 67

14. Keunggulan PCR ...................................................... 70

E. Pengaruh variable independen dan dependen ........... 79

F. Kerangka Teori

G. Kerangka Konsep

H. Definisi Operasional

BAB III. MENTODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian ................................................... 75

B. Tempat dan waktu Penelitian .......................................... 75

C. Populasi dan Sampel ...................................................... 75

D. Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 76

E. Instrumen Penelitian ....................................................... 77

F. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 78

G. Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 79

H. Etika Penelitian .............................................................. 81

I. Alur Penelitian ................................................................ 83

BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ............................................................. 93

B. Pembahasan .................................................................. 103

10
C. Keterbatasan Penelitian .................................................. 112

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................... 114

B. Saran .............................................................................. 114

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

11
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel : 1.1. Komposisi Kolostrum, ASI transisi, dan ASI Matang 24

2. Tabel : 1.2. Perbandingan Komposisi susu formula dengan komposisi

ASI .......................................................................... 30

3. Tabel : 1.3. Pebedaan komposisi kandungan susu pada spesies yang

berbeda ................................................................. 35

4. Tabel : 4.1 Distribusi Karakteristik Responden .......................... 93

5. Tabel : 4.2 Rerata Usia Bayi dan Usia ibu pada kelompok ASI dan Mix

ASI – Susu Formula ................................................ 94

6. Tabel : 4.3 Hasil PCR dan Elektroforesis Pada Penyebaran sampel

responden yang mengkonsumsi ASI ....................... 96

7. Tabel : 4.4 Hasil PCR dan Elektoforesis pada penyebaran sampel

responden yang mengkonsumsi Mix ASI – Susu Formula 97

8. Tabel : 4.5 Hasil Analisa BLAST sampel responden bayi yang

mengkonsumsi ASI ................................................. 101

9. Tabel : 4.6 Hasil Analisa BLAST sampel responden bayi yang

mengkonsumsi ASI – Mix Susu Formula ................. 102

12
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Lembar persetujuan usulan judul penelitian.

2. Surat pengantar pengambilan data awal RSIA Sitti Khadijah 1

Makassar.

3. Lembar penjelasan dan persetujuan responden.

13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi

pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan

presentase belakang kepala yang berlangsung dalam 18-24 jam

tanpa komplikasi, baik pada ibu ataupun pada janin (Wiknjosastro,

2008).

Saat bayi lahir, kondisi tubuh dalam keadaan steril, tetapi

mikroflora usus akan mengolonisasi sesaat setelah kelahiran yaitu

mikroflora aerob pertama mengolonisasi. Secara bertahap,

pengurangan potensial redoks menunjukkan konsumsi oksigen oleh

mikroflora sehingga mengubah lingkungan usus yang akan

didominasi oleh mikroflora fakultatif anaerob seperti Streptococcus,

Entercoccus, dan Enterrobacteriaceace, sampai satu bulan pertama

setelah kelahiran, lalu lingkungan akan menjadi anaerob yang

ditempati bakteri asam laktat, salah satunya adalah bifidobakterium

yang jumlahnya dominan pada bulan pertama kemudian menurun

saat dewasa. Faktor yang mempengaruhi proporsi bifidobacterium

pada bayi, meliputi jalan lahir, asupan nutrisi (ASI atau susu formula),

konsumsi obat-obatan atau antibiotik dan lingkungan (Cintera, 2013).

14
Saluran pencernaan manusia adalah organ metabolisme paling

aktif dalam tubuh (Mattila-Sandholm dan Saarela, 2005). Ekosistem

dalam saluran pencernaan manusia telah berkembang dari waktu ke

waktu. Kolonisasi bakteri dalam saluran pencernaan bayi dimulai saat

proses persalinan. Mikroflora saluran pencernaan dapat berasal dari

saluran reproduksi ibu atau kotoran pada bayi yang dilahirkan secara

konvensional atau berasal dari lingkungan pada persalinan secara

caesar.

Mikrobiota saluran pencernaan bayi yang mengkonsumsi ASI

eksklusif didominasi oleh Bifidobacteria, sedangkan susu formula

memiliki komposisi flora yang kompleks seperti komposisi mikrobiota

saluran pencernaan orang dewasa yaitu Bacteriodes, Clostridia,

Bifidobacteria, Lactobacillus, bakteri kokus Gram positif, Coliform dan

kelompok lain. Kemampuan saluran pencernaan untuk

mempertahankan kelompok bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan

terhadap keberadaan bakteri berbahaya sangat penting untuk

kesehatan dan mengurangi resiko penyakit (O’Grady dan Gibson,

2005).

Mikrobioma yang berasosiasi dengan manusia disebut

mikrobiota namun, penggunaan kata mikrobioma dan mikrobiota

sering digunakan bersamaan. Jumlah mikrobioma pada manusia

paling banyak terdapat di usus. Bakteri pada mikrobioma manusia

memiliki peran pada imunitas, nutrisi, dan perkembangan manusia.

15
Keberagaman mikrobioma pada manusia bergantung dari makanan

dan lingkungan tempat hidup. Mikrobioma pada tubuh manusia dapat

ditemukan di mulut, kulit, saluran gastrointestinal dan vagina

(Madigan et al. 2009).

Berdasarkan faktor jalan lahir kontaminasi mikroflora secara dini

melalui jalan lahir merupakan faktor utama dalam menentukan

proporsi mikroflora dalam usus karena memiliki efek panjang dalam

beberapa bulan hingga tahun untuk kesehatan inang yang

ditempatinya. Jalan lahir terdiri atas dua jalur, yaitu lahir melalui jalan

vagina dan caecar, masuknya mikroflora melalui jalan vagina ke

dalam bayi berasal dari mikroflora yang ada pada vagina ibu masuk

melalui mulut bayi. Sedangkan sumber mikroflora pada bayi pertama

kali melalui caecar adalah paparan dari kulit ibu serta dari lingkungan

rumah sakit berupa peralatan dan para pekerja rumah sakit.

Beberapa peneliti telah melaporkan perbandingan proporsi

bifidobacterium pada bayi sehat lahir melalui jalan vagina dan

Caesar.Biasucci dkk. Pada tahun 2006 melakukan penelitian

menggunakan 46 sampel feses bayi dengan 23 bayi lahir dengan

jalan vagina dan 23 bayi lahir dengan Caesar. Hasi penelitian tersebut

menunjukkan bifidobacterium lebih dominan proporsinya pada bayi

dengan jalan jalur lahir vagina dibandingkan Caesar.Region dkk

(2012), Gronloud dkk (1999), Chen dkk (2007). Melaporkan hasil

penelitian yang serupa.

16
Jumlah bifidobacterium yang lebih dominan pada bayi yang akan

dilahirkan melalui jalan vagina dibandingkan dengan bayi yang akan

dilahirkan melalui jalan caesar dikarenakan pada vagina ibu memiliki

glikogen (rantai anak dari polisakarida). Jumlah glikogen diregulasi

oleh hormone esterogen dan progesterone saat ibu dalam fase

kehamilan. Glikogen tersebut akan difermentasikan oleh

bifidobacterium sehingga akan meningkatkan jumlah bifidobacterium

pada usus bayi.

Asupan nutrisi yang umumnya diberikan ke bayi pasca dilahirkan

adalah ASI dan susu formula. ASI memiliki peran sangat penting

dalam kolonisasi awal bifidobacterium pasca kelahiran. Beberapa

peneliti telah melaporkan perbedaan proporsi bifidobacterium pada

bayi yang diberikan asupan ASI dengan bayi yang diberikan susu

formula beberapa studi membuktikan bahwa bayi berusia 1 minggu

yang diberi ASi akan meningkatkan pertumbuhan bifidobakterium

dibandingkan dengan mikroflora lain. Yoshioka dkk.Melaporkan

bahwa bayi yang diberikan ASI, saat berusia 4 hari mulai

menunjukkan adanya bifidobacterium. Lalu proporsinya akan

semakin meningkat saat usia 7 hari. Pada bayi berusia 1 bulan

bifidobakterium akan lebih stabil mendominasi lingkungan usus bayi,

saat berusia 2 sampai 3 bulan proporsi akan menurun kurang lebih

50% disertai dengan pertumbuhan mikroflora lain, seperti

enterobacteriaceae, bacteroides, dan clostridium yang memulai

17
meningkat. Sebaliknya bayi yang diberikan asupan susu formula

pada usia bayi 4 hari, Enterobacteriaceaceae akan lebih stabil dalam

usus hingga beberapa hari, lalu bifidobacterium akan memulai

mendominasi pada usia 2-3 bulan. Penelitian yang dilakukan Chireici

dkk. Menyatakan bahwa bayi yang diberi asupan susu formula pada

usia 7 hari dan 1 bulan, proporsi bifidobacterium menurun cukup

bermakna, yaitu sebesar 71% dan 64% sedangkan proporsi

clostridium dan enterobacteriaceae meningkat.

World Health Organization (WHO), UnitedNations Childtren’s

Fund (UNICEF) dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

melalui SK.Menkes No.450/Menkes./SK/IV/2014 telah menetapkan

rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 0 sampai 6 bulan.

Dalam rekomendasi tersebut, dijelaskan bahwa untuk mencapai

pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal, bayi usia

0 sampai 6 bulan pertama harus diberi ASI eksklusif. Selanjutnya

demi tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu akan mulai memberikan

makanan pendamping ASI dan ASI dapat dilanjutkan hingga bayi

berusia sampai 2 tahun (Menkes, 2014).

Dewasa ini belum diketahui secara nyata hubungan jumlah

bacterium pada usus bayi dengan konsumsi ASI dan Susu

Formula.Mikami dkk.Telah melaporkan hasil penelitian yang

dilakukan pada tahun 2008 untuk membuktikan hubungan jumlah

bacterium pada usus bayi.Mikami dkk.Menggunakan 100 sampel

18
feses ibu dan bayi yang berusia 2-6 minggu setelah dilahirkan.Serta

mengisolasi DNA lalu mendeteksi keberadaan bacterium dengan

metode kuantitatif real time PCR. Hasil yang terlihat adalah jumlah

bacterium pada ibu lebih besar, yaitu memiliki nilai tengah sebesar

9,6 (9,2-10), dibandingkan dengan bacterium pada bayi memiliki nilai

tengah sebesar 9,4 (7,7-9,8). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah bacterium dari ibu

yang diturunkan keanak.

Bifidobacterium merupakan komponen mikroflora yang penting

dalam usus manusia dan hewan (Modler, 1994). Mikroorganisme ini

sangat dominan dalam usus bayi karena terdapat sebanyak 91% dari

jumlah total mikroba dalam populasi di usus bayi yang diberi ASI dan

75% pada bayi yang diberi susu formula (Gagnon et al., 2004).

Bifidobacterium memiliki aktivitas antibakteri dan bersifat antagonis

terhadap mikroba patogen, termasuk genus Salmonella, Escherichia,

Proteus, Shigella, dan Candida (Gagnon et al., 2004), karena

mengandung zat antibakteri berupa bifidin

Dari data profil kesehatan pada tahun 2010 cakupan ASI

Eksklusif menjadi 67,58%, sedangkan pada tahun 2011 cakupan ASI

Eksklusif mengalami penurunan dari tahun lalu menjadi 41,32%,

Tahun 2012 cakupan ASi Eksklusif mengalami peningkatan menjadi

53,33%, Tahun 2013 cakupan ASI Eksklusif 62,70%, sedangkan

Tahun 2014 cakupan ASI Eksklusif mengalami penurunan dari tahun

19
lalu menjadi 56,31% (Profil Kesehatan Sulawesi Selatan, 2014).

Alasan yang menjadi penyebab penurunan/kegagalan praktek ASI

eksklusif bermacam-macam, misalnya budaya memberikan makanan

prelaktal, memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak

keluar, menghentikan pemberian ASI karena bayi atau ibu sakit, ibu

harus bekerja, serta ibu ingin mencoba susu formula.

Memperhatikan uraian diatas, mengingat pentingnya nutrisi ASI

bagi bayi dalam mendukung pertumbuhan dan stimulasi status

imunitas dipandang perlu dilakukan penelitian. Sampai saat ini

penulis belum menemukan penelitian terkait Perbedaan DNA

Mikrobiom saluran Pencernaan Bayi dengan persalinan normal yang

diberi ASI dan susu formula di kota Makassar. Sehingga penulis

tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tentang “Perbedaan DNA

Mikrobiom saluran Pencernaan Bayi dengan persalinan normal yang

diberi ASI dan susu formula di kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, adapun rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana perbedaan DNA Mikrobiom

Saluran Pencernaan Bayi dengan persalinan Normal yang diberi ASI dan

Susu Formula ?

20
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengidentifikasi perbedaan DNA Mikrobiom Saluran Pencernaan Bayi

dengan persalinan normal yang diberi ASI dan Susu Formula.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui jenis mikrobiom pada usus bayi dengan persalinan

Normal yang diberi ASI.

b. Mengetahui jenis mikrobiom pada usus bayi dengan persalinan

Normal yang diberi Susu Formula.

c. Mengidentifikasi perbedaan DNA Mikrobiom pada Usus Bayi

dengan persalinan Normal yang diberi ASI dan Susu Formula.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat mengembangkan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang kebidanan tentang DNA

mikrobiom pada sistem pencernaan bayi dengan persalinan Normal

yang diberi ASI dan Susu formula.

b. Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan untuk

meningkatkan kualitas hidup bayi.

2. Manfaat Praktis

a. Pada hasil penelitiaan ini, akan memberikan banyak pandangan baru

mengenai DNA mikrobiom dan pengaruhnya terhadap sistem

21
pencernaan bayi yang diberikan ASI dan Susu formula, serta jumlah

sel pada mikrobioma puluhan kali lebih banyak serta bermanfaat

pada fisiologi dan system organ.

b. Pada penelitian ini juga, persalinan Normal dilakukan karena adanya

indikasi seperti bayi besar, panggul sempit, dan ibu mempunyai

riwayat preeklampsi/eklampsi.

3. Manfaat bagi Peneliti

Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti serta dapat menambah

wawasan peneliti terutama tentang DNA Mikrobiom pada usus bayi

sehingga nantinya dapat diterapkan dalam peningkatan kualitas hidup ibu

dan bayi dalam proses persalinan serta makanan yang bergizi untuk

bayinya.

22
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37- 42 minggu) ,lahir

spontan dengan presentase belakang kepala berlangsung dalam 18-

24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu ataupun pada janin

(Wiknjosastro, 2000).

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan

pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul

dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin)

yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar

secara spontan tanpa bantuan alat dan tidak melukai ibu dan janin

yang berlansung sekitar 18-24 jam,dengan letak janin belakang

kepala (Varneys, 2003).

Jadi kesimpulan yang dapat penulis ambil, persalinan normal

adalah proses pengeluaran janin yang dapat hidup dari dalam uterus

dan keluar melalui vagina secara spontan pada kehamilan cukup

bulan tanpa bantuan alat dan tidak terjadi komplikasi pada ibu

ataupun pada janin dengan presentasi belakang kepala berlangsung

dalam kurang dari 24 jam.

23
2. Adapatasi Fisiologi dan Psikologi

a. Adaptasi janin

1) Denyut jantung janin ( DJJ )

Untuk memprediksikan keadaan janin yang berkaitan dengan

oksigenasi DJJ rata-rata pada aterm adalah 140 denyut/ menit

sedangkan DJJ normal ialah 110 sampai 160 denyut/ menit

2) Sirkulasi janin

Sirkulasi janin dipengaruhi oleh posisi ibu, kontraksi uterus,

tekanan darah, dan aliran darah tali pusat.kontraksi uterus

selama masa persalinan cenderung mengurangi sirkulasi

melalui anterior spirallis, sehingga mengurangi perfusi melalui

ruang intervilosa.

3) Pernafasan dan perilaku lainjanin

Perubahan-perubahan tertentu menstimulasi kemoreseptor

pada aorta dan badan carotid guna mempersiapkan janin

untuk memulai pernafasan setelah lahir. Perubahan yang

terjadi:

a) 7 - 2 ml air ketuban diperas keluar dari paru-paru selama

persalinan pervaginam

b) Tekanan oksigen (PO2) janin menurun

c) Tekanan karbondioksida (PCO2) arteri meningkat

d) PH arteri menurun

24
3. Mikrobiota Bayi yang Lahir Pervaginam

Persalinan Normal merupakan kondisi dimana bayi keluar

melewati vagina ibu sehingga, bayi mendapatkan bakteri dari saluran

vagina ibu yaitu dalam hal ini didominasi dari Lactobacillus dan

Bifidobacterium dan. Pada bayi yang menyusui langsung akan

mendapat mikobioma dari kulit ibu.

Pembentukan mikrobiota usus terjadi dengan cepat setelah

kelahiran saat pecahnya membrane janin. Selanjutnya terjadi

kolonisisi usus yang didominasi awal oleh bakteri anaerob fakultatif

seperti Enterobacteria, Coliform dan Laktobacillus, diikuti oleh genus

anaerobic seperti Bifidobacterium, Bacteroides, Clostridium dan

Eubacterium. Setelah penyapihan, Mikrobiota usus dewasa secara

bertahap berkembag, proses ini tergantung pada factor genetic,

mkrobiota ibu, lingkungan kelahiran, pola makan, dan terutama cara

persalinan (Wall, 2009).

B. Tinjauan Umum Tentang ASI

1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein,

laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi

(Soetjiningsih, 1997).

25
ASI merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar

payudara wanita melalui proses laktasi. Laktasi adalah suatu proses

produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI yang membutuhkan calon ibu

yang siap secara psikologi dan fisik, kemudian bayi yang telah cukup

sehat untuk menyusu, serta produksi ASI yang telah disesuaikan

dengan kebutuhan bayi, dimana volume ASI 500 - 800 ml/hari.

Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat

terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi

yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan

sari - sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan

perkembangan sistem saraf (Yahya, 2005 dalam Maryunani, 2012).

Ketika bayi menghisap payudara, hormon yang bernama

oksitosin membuat ASI mengalir dari dalam alveoli melalui saluran

susu menuju ke reservoir susu yang berlokasi dibelakang aerola lalu

ke dalam mulut bayi. Pengaruh hormonal bekerja melalui dari bulan

ketiga kehamilan dimana tubuh wanita memproduksi hormon yang

menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara (Pemberian

ASI,2008).

Pada bayi yang mengkonsumsi air susu ibu (ASI) selama 1

minggu setelah kelahiran. Dapat dilihat perkembangan flora saluran

pencernaan setelah kelahiran dengan konsumsi ASI yang

mengandung oligosakarida, yaitu Bifidobacterium yang lebih dominan

dalam feses bayi (Boehm dan Stahl, 2007).

26
2. Pembentukan ASI

a. Proses Pembentukan Laktogen

1) Laktogenesis I

Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki

fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi

kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang

kekuningan.Pada saat itu, tingkat progesteron yang tinggi

mencegah produksi ASI sebenarnya.Tetapi bukan

merupakan masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan

kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan

indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI setelah

melahirkan nanti.

2) Laktogenesis II

Saat melahirkan keluarnya plasenta menyebabkan

turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan human

placental lactogen (HPL) secara tiba-tiba, tetapi hormon

prolaktin tetap tinggi.Hal ini menyebabkan produksi ASI

besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II.

Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam

darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan

kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam

kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di

dalam alveoli 24, untuk memproduksi ASI, dan hormon ini

27
juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian

mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih

tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul

2 pagi hingga 6 pagi, namun level prolaktin rendah saat

payudara terasa penuh.

Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol,

juga terdapat dalam proses ini, namun peran hormon

tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi

mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai

sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para

ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3

hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI

sebenarnya tidak langsung setelah melahirkan.

Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya.

Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang

tinggi daripada ASI sebenarnya, khususnya tinggi dalam

level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus

bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki

bayi IgA ini juga mencegah alergi makanan. Dalam dua

minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan

hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya 25

3) Laktogenesis III

28
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi

ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah

melahirkan.Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol

autokrin dimulai Fase ini dinamakan Laktogenesis III. Pada

tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan

memproduksi ASI dengan banyak pula. Apabila payudara

dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan

taraf produksi ASI. Dengan demikian, produksi ASI sangat

dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi

menghisap, dan juga seberapa sering payudara

dikosongkan.

3. Stadium ASI

Ambarwati, dkk (2010) mengklasifikasikan ASI menjadi tiga

stadium yaitu :

a. ASI Stadium I (Kolostrum)

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh

kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ke tiga atau

keempat. Merupakan cairan yang agak kental berwarna kuning-

kuningan, lebih kuning dibanding ASI matur, bentuknya agak kasar

karena mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel, dengan kasiat

kolstrum sebagai berikut :

1) Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran

pencernaan siap untuk menerima makanan.

29
2) Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gamma globulin

sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap

infeksi.

3) Mengandung zat antibody sehingga mampu melindungi tubuh

bayi dari berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai

dengan 6 bulan.

b. ASI Stadium II (ASI Transisi atau Peralihan)

ASI transisi diproduksi mulai dari berhentinya produksi

kolostrum sampai kurang lebih dua minggu setelah melahirkan.

Kandungan protein dalam ASI transisi semakin menurun, namun

kandungan lemak, laktosa, vitamin larut air, dan semakin

meningkat. Volume ASI transisi semakin meningkat seiring dengan

lamanya menyusui dan kemudian digantikan oleh ASI matang. ASI

yang matur,disekresi dari hari keempat sampai hari ke sepuluh dari

masa laktasi.

c. ASI Stadium III (ASI matur)

ASI matang merupakan ASI yang disekresi pada hari

kesepuluh dan seterusnya, komposisinya relatif konstan.ASI ini

merupakan makanan satu – satu nya yang paling baik dan cukup

untuk bayi sampai umur 6 bulan. Susu ini lebih cair dan encer dari

pada susu transisi tetapi dikeluarkan dalam kuantitas yang

meningkat.Kandungan dari setiap tahapan berguna untuk bayi baru

30
lahir, terutama upaya adaptasi fisiologis terhadap kehidupan di luar

kandungan.

Semakin matang ASI, konsentrasi imunoglobulin, total protein

dan vitamin yang larut di dalam lemak menurun, sedangkan

laktosa, lemak, kalori, dan vitamin yang larut dalam air meningkat.

ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan

dengan perkembangan bayi sampai 6 bulan.Setelah 6 bulan mulai

dikenalkan makanan pendamping selain ASI.

4. Kandungan Gizi dalam ASI

a. Karbohidrat

Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi

sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang

terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat dibandingkan laktosa yang

ditemukan pada susu sapi. Namun demikian angka kejadian

diare yang disebabkan karena tidak dapat mencernakan laktosa

(intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat

ASI. Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik

dibandingkan laktosa susu sapi. Kadar karbohidrat dalam

kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat

terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan).

Sesudah melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif

stabil (IDAICab.DKI Jakarta, 2008).

31
b. Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya

berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein

dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan casein.

Protein dalam ASI lebih banyak terdiri protein whey yang lebih

mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak

mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus

bayi. Jumlah protein casein yang terdapat dalam ASI hanya 30%

dibanding susu sapi yang mengandung jumlah ini lebih tinggi

(80%).

Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein

whey yang banyak terdapat pada susu sapi tidak terdapat dalam

ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan sejenis protein yang

berpotensial menyebabkan alergi. ASI juga kaya akan nukleotida

(kelompok berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3

jenis yaitu basa nitrogen, karbohidrat dan fosfat) dibanding

dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi ini dalam jumlah

sedikit. Disamping itu kualitas nukleotida ASI juga lebih baik

dibanding susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam

meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang

pertumbuhan bakteri yang baik di dalam usus, dan meningkatkan

penyerapan besi dan daya tahan tubuh (IDAI Cab.DKI

Jakarta,2008).

32
c. Lemak

Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu

sapi. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung

pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Terdapat

beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam

ASI dan susu sapi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan

pada perkembangan otak bayi banyak ditemukan dalam ASI.

Disamping itu,ASI banyak mengandung asam lemak rantai

panjang diantaranya asam dokosaheksonik (DHA) dan asam

arakidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan

jaringan saraf dan retina mata. ASI mengandung asam lemak

jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu sapi yang

lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti yang kita

ketahui konsumsi asam lemak jenuh dalam jumlah banyak dan

lama tidak baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah

(IDAI Cab.DKI Jakarta,2008).

d. Kartinin

Karnitin ini mempunyai peran membantu proses

pembentukan energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan

metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi

terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam

kolostrum kadar karnitin lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi

33
yang mendapat ASI lebih tinggi dibanding dengan bayi yang

mendapat susu formula (IDAI Cab,DKI Jakarta,2008).

e. Vitamin

Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang

berfungsi sebagai faktor pembekuan. Vitamin D untuk mencegah

bayi menderita penyakit tulang. Vitamin A berfungsi untuk

kesehatan mata dan juga untuk mendukung pembelahan sel,

kekebalan tubuh dan pertumbuhan (IDAI Cab.DKI Jakarta,2008).

f. Mineral

Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium

yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan

rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah.

Kandungan zat besi di dalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-

50% dibandingkan hanya 4-7% pada susu formula. Sehingga

bayi yang mendapat ASI mempunyai resiko lebih kecil untuk

mengalami kekurangan zat besi dibanding dengan bayi yang

mendapat susu formula. Mineral zink dibutuhkan oleh tubuh

karena merupakan mineral yang banyak membantu berbagai

proses metabolisme di dalam tubuh (IDAI Cab.DKI Jakarta,2008)

g. Unsur-unsur lain dalam ASI

Laktokrom, kreatin, kreatinin, urea, xanthin, amonia dan asam

sitrat. Substansi tertentu di dalam plasma darah ibu, dapat juga

berada dalam ASI, misalnya minyak volatil dari makanan tertentu

34
(bawang merah), juga obat-obatan tertentu seperti sulfonamid,

salis ilat, morfin dan alkohol, juga elemen-elemen anorganik

misalnya As, Bi, Fe, I, Hg dan Pb (Soetjiningsih, 1997).

h. Zat antivirus dan bakteri

Kandungan gizi ASI paling baik adalah pada ASI kolostrum yang

keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-ketujuh. Dibanding

dengan ASI pada umumnya, kolostrum lebih banyak

mengandung protein, zat antivirus, dan antibakteri. Berikut ini

aneka zat antivirus dan antibakteri yang terkandung di dalam

kolostrum (Widjaja, 2004).

a) Lisozim, yakni enzim yang sangat aktif di saluran

pencernaan yang jumlahnya ribuan kali dibandingkan

dengan kadar lisozim yang ada di dalam susu formula.

Tugasnya menghancurkan dinding sel bakteri patogen,

sekaligus melindungi saluran pencernaan bayi.

b) Bifidobakteri, bertugas mengasamkan lambung sehingga

bakteri patogen dan parasit tidak mampu bertahan hidup.

c) Laktoferin, bertugas mengikat zat besi sehingga bakteri

patogen yang membutuhkan zat besi diboikot, tidak

mendapatkan suplai zat besi hingga mati.

d) Laktoperoksida, bersama unsur lainnya berperang melawan

serangan bakteri Streptococcus (yang dapat juga

35
menimbulkan gejala penyakit paru), Pseudomonas dan

Escheriscia coli.

e) Makrofag, yang terkandung didalam sel-sel susu ASI,

berfungsi melindungi kelenjar susu ibu dan saluran

pencernaan bayi.

Air susu ibu atau ASI merupakan makanan yang ideal

bagi pertumbuhan bayi, didalamnya terkandung beberapa

komponen gizi yang berfungsi sebagai sumber nutrisi untuk

pertumbuhan, perkembangan bayi dan memberikan

perlindungan dari berbagai penyakit. Selain itu juga, ASI

adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa

dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

kelenjar mamae, sebagai makanan utama bagi bayi

(Machfuddin, 2004).

Hartanti (2007) menyatakan ASI mengandung

sebagian besar air yaitu 87,5%. Kandungan zat gizi yang

terdapat dalam ASI antara lain taurin, Docosahexaenoic Acid

(DHA) dan Arachidonic Acid (AA), Imunoglobulin A (IgA),

laktoferin, lysosim dan zat gizi utama yaitu laktosa, lemak,

oligosakarida dan protein.

36
Tabel 1.1 Komposisi kolostrum, ASI transisi, dan ASI

matang

ASI
.Komposisi Kolostrum ASI Matang
Peralihan
Energi (kcal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (g/100ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (g/100ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (g/100ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (g/100ml) 0,3 0,3 0,2
Ig A (mg/100ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100ml) 17,1 - 2,9
Lisozim (mg/100ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5
Laktoferin 420-520 - 250-270
(mg/100ml)

5. Manfaat ASI

Kristiyansari (2009), menyatakan bahwa ASI mempunyai

manfaat yang cukup besar bagi bayi, ibu, keluarga maupun

negara yaitu sebagai berikut :

a. Manfaat ASI bagi Ibu

1) Mengurangi Pendarahan Setelah Melahirkan. Apabila bayi

disusukan segera setelah dilahirkan, maka kemungkinan

terjadinya pendarahan setelah melahirkan atau post

partumakan berkurang. Pada ibu menyusui terjadi

peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk

37
kontraksi atau penutupan pembuluh darah sehingga

pendarahan akan lebih cepat berhenti.

2) Menjarangkan Kehamilan Menyusui merupakan cara

kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama

ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan

hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96%

tidak akan hamil sampai bayi berusia 12 bulan.

3) Menempelkan segera bayi pada payudara membantu

pengeluaran plasenta karena hisapan bayi merangsang

kontraksi rahim, karena itu menurunkan resiko pendarahan

pasca persalinan.

4) Memberikan ASI segera (dalam waktu 60 menit), membantu

meningkatkan produksi ASI dan proses laktasi.

5) Hisapan puting yang segera dan sering membantu

mencegah payudara bengkak.

6) Pemberian ASI membantu mengurangi beban kerja ibu

karena ASI tersedia kapan dan dimana saja. ASI selalu

bersih, sehat dan tersedia dalam suhu yang cocok.

7) Pemberian ASI ekonomis/murah

8) Menurunkan resiko kanker payudara

9) Aspek Psikologis

10) Memberi kepuasan bagi ibu. Keuntungan menyusui bukan

hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. lbu akan

38
merasa bangga dan diperlukan rasa sayang yang

dibutuhkan oleh semua manusia.

b. Manfaat ASI Bagi Keluarga

1) Aspek Ekonomi. ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang

seharusnya digunakan untuk susu formula dapat digunakan

untuk keperluan lain. Selain itu, penghematan juga

disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit

sehingga mengurangi biaya berobat.

2) Aspek Psikologis. Kebahagiaan keluarga bertambah, karena

kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik

dan dapat mendapatkan hubungan kasih bayi dalam

keluarga.

3) Aspek kemudahan. Menyusui sangat praktis, karena dapat

diberikan di mana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu

repot menyiapkan air masak, botol dan dot yang harus

dibersihkan. Tidak perlu meminta pertolongan orang lain.

c. Manfaat ASI bagi Masyarakat

1) Menyusui/memberi ASI kepada bayi sangat penting untuk

mengatasi masalah kelaparan. Pada kebanyakan

masyarakat, banyak keluarga dan individu tidak mempunyai

makanan yang cukup, oleh karena itu sering menderita

kelaparan. Dengan menyusui dapat memberi jaminan pangan

39
yang sangat penting bagi keluarga yang mengalami

kekurangan pangan dalam situasi darurat.

2) Para Ibu harus yakin bahwa mereka dapat memberikan

makanan yang terbaik bagi bayi mereka. Bahkan Ibu yang

kelaparan karena tidak mampu membeli makanan mereka

setiap hari masih dapat memberi ASI lebih sering dari pada

ibu yang mendapat makanan cukup.

3) Selain itu, bayi yang mendapat ASI memiliki IQ lebih tinggi

dari yang tidak mendapat, maka masyarakat akan

diuntungkan. Ibu lebih sehat dan biaya untuk kesehatan lebih

kecil. Menyusui/memberi ASI merupakan cara terbaik untuk

meningkatkan kelangsungan hidup anak.

d. Manfaat ASI bagi lingkungan

Menyusui atau memberi ASI, tidak menimbulkan sampah

karena setiap ibu yang menyusui dapat mengurangi masalah

polusi dan sampah.Dengan menyusui atau memberi ASI tidak

membutuhkan lahan, air, metal, plastik dan minyak yang

semuanya dapat merusak lingkungan, Dengan demikian,

menyusui atau memberi ASI dapat melindungi lingkungan

hidup kita (www.gizi.net,2010).

e. Manfaat ASI Bagi Negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya

faktor protektif dan nutrient yang sesuai dalam ASI

40
menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan

kematan anak menurun. Beberapa penelitian

epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi

dan anak dari penyakit infeksi, misalnya diare, otitis media,

dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah.

2) Menghemat devisa NegaraASI dapat dianggap sebagai

kekayaan nasional. Jika semua ibu menyusui diperkirakan

dapat menghemat devisa sebesar Rp.8,6 milyar yang

seharusnya dipakai untuk membeli susu formula.

3) Mengurangi susidi untuk rumah sakit. Subsidi untuk rumah

sakit berkurang, karena rawat gabung akan

memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi

komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial serta

mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan anak

sakit. Anak mendapat ASi lebih jarang masuk ke rumah

sakit dibandingkan anak yang mendapat susu formula.

4) Peningkatan kualitas generasi penerus. Anak yang

mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal

sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin.

C. Tinjauan Umum Tentang Susu formula

1. Definisi Susu formula

Susu formula menurut WHO (2004) yaitu susu yang

diproduksi oleh industri untuk keperluan asupan gizi yang

41
diperlukan bayi. Susu formula kebanyakan tersedia dalam bentuk

bubuk. Perlu dipahami susu cair steril sedangkan susu formula

tidak steril.

Pemberian susu formula diindikasikan untuk bayi yang karena

sesuatu hal tidak mendapatkan ASI atau sebagai tambahan jika

produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi. Penggunaan susu

formula ini sebaiknya meminta nasehat kepada petugas

kesehatan agar penggunaannya tepat (Nasar, dkk, 2005).

Walaupun memiliki susunan nutrisi yang baik, tetapi susu sapi

sangat baik hanya untuk anak sapi, bukan untuk bayi. Oleh karena

itu, sebelum dipergunakan untuk makanan bayi, susunan nutrisi

susu formula harus diubah hingga cocok untuk bayi. Sebab, ASI

merupakan makanan bayi yang ideal sehingga perubahan yang

dilakukan pada komposisi nutrisi susu sapi harus sedemikian rupa

hingga mendekati susunan nutrisi ASI (Khasanah, 2011).

2. Jenis Susu Formula

Ada beberapa jenis susu formula menurut Khasanah (2011), yaitu:

1) Susu Formula Adaptasi atau Pemula

Susu formula adaptasi (adapted) atau pemula adalah susu

formula yang biasa digunakan sebagai pengganti ASI oleh

bayi baru lahir sampai umur 6 bulan untuk memenuhi

kebutuhan nutrisinya. Susu formula adaptasi ini disesuaikan

dengan keadaan fisiologis bayi. Komposisinya hampir

42
mendekati komposisis ASI sehingga cocok diberikan kepada

bayi yang baru lahir hingga berusia 4 bulan (Bambang, 2011).

Tabel 1.2 Perbandingan komposisi susu formula dengan komposisi ASI

Formula
Zat Gizi ASI
Adaptasi
Lemak (g) 3,4-3,64 3,0-5,5
Protein (g) 1,5-1,6 1,1-1,4
Whey (g) 0,9-0,96 0,7-0,9
Kasein (g) 0,6-0,64 0,4-0,5
Karbohidrat (g) 7,2-7,4 6,6-7,1
Energi (kkal) 67-67,4 65-70
Mineral (g) 0,25-0,3 0,2
Natrium (g) 15-24 10
Kalium (mg) 55-72 40
Kalsium (mg) 44,4-60 30
Fosfor (mg) 28,3-34 30
Klorida (mg) 37-41 30
Magnesium (mg) 4,6-5,3 4
Zat besi (mg) 0,5-0,2 0,2
Sumber: Pudjiadi, 2001

Untuk bayi yang lahir dengan pertimbangan khusus untuk

fisiologisnya dengan syarat rendah mineral, digunakan lemak

tumbuhan sebagai sumber energi dan susunan zat gizi yang mendekati

ASI. Susu jenis ini merupakan jenis yang paling banyak mengalami

penyesuaian dan banyak beredar di pasaran (Febry, 2008).

43
2) Susu Formula Awal Lengkap

Formula awal lengkap (complete starting formula) yaitu susunan zat

gizinya lengkap dan dapat diberikan setelah bayi lahir.Keuntungan dari

formula bayi ini terletak pada harganya. Pembuatannya sangat mudah

maka ongkos pembuatan juga lebih murah hingga dapat dipasarkan

dengan harga lebih rendah. Susu formula ini dibuat dengan bahan dasar

susu sapi dan komposisi zat gizinya dibuat mendekati komposisi ASI.

Komposisi zat gizi yang dikandung sangat lengkap, sehingga diberikan

kepada bayi sebagai formula permulaan (Bambang, 2011).

3) Susu Formula Follow-Up (lanjutan)

Susu formula lanjutan yaitu susu formula yang menggantikan

kedua susu formula yang digunakan sebelumnya dan untuk bayi yang

berusia 6 bulan ke atas, sehingga disebut susu formula lanjutan. Susu

formula ini dibuat dari susu sapi yang sedikit dimodifikasi dan telah

ditambah vitamin D dan zat besi (Praptiani, 2012).

Susu formula ini dibuat untuk bayi yang berumur sampai 1 tahun

meskipun ada juga yang menyebutkan sampai umur 3 tahun (Nasar, dkk

2005). Febry (2008), juga menjelaskan susu formula ini dibuat untuk

bayi usia 6-12 bulan.

4) Susu Formula Prematur

Bayi yang lahir prematur atau belum cukup bulan belum tumbuh

dengan sempurna.Menjelang dilahirkan cukup bulan, bayi mengalami

pertumbuhan fisik yang pesat. Sehingga dibuat susu formula prematur

44
untuk mengejar tertinggalnya berat badan prematurnya (Nadesul,

2008).

Susu formula ini harus dengan petunjuk dokter karena fungsi

saluran cerna bayi belum sempurna, maka susu formula ini dibuat

dengan merubah bentuk karbohidrat, protein dan lemak sehingga

mudah dicerna oleh bayi (Nasar, dkk, 2005).

5) Susu Hipoalergenik (Hidrolisat)

Susu formula hidrolisat digunakan apabila tidak memungkinkan

ibu menyusui bayinya karena mengalami gangguan pencernaan

protein.Susu formula ini dirancang untuk mengatasi alergi dan ada

beberapa yang disusun untuk mencegah alergi. Susu formula ini hanya

diberikan berdasarkan resep dari dokter (Praptiani, 2012).

6) Susu Soya (Kedelai)

Department of Health merekomendasikan agar susu soya hanya

diberikan jika bayi tidak toleran terhadap susu sapi atau laktosa karena

terdapat kekhawatiran tentang kemungkinan efek senyawa yang

diproduksi oleh kacang kedelai dan tingkat mangan sera alumunium

yang tidak dapat diterima dalam formula tersebut (Praptiani, 2012).

Bayi yang terganggu penyerapan protein maupun gula susunya

membutuhkan susu yang terbuat dari kacang kedelai. Gangguan

metabolisme protein juga sering bersamaan dengan gangguan

penyerapan gula susu (Nadesul, 2008).

45
7) Susu Rendah Laktosa atau Tanpa Laktosa

Apabila usus bayi tidak memproduksi lactase gula susu akan utuh

tidak dipecah menjadi glukosa dan galaktosa sehingga menyebabkan

bayi mencret, kembung, mulas dan pertumbuhan bayi tidak optimal.

Selama mengalami gangguan pencernaan gula susu, bayi perlu

diberikan formula rendah laktosa (LLM) agar pertumbuhannya optimal

(Nadesul, 2008).

8) Susu Formula dengan Asam Lemak MCT (Lemak Rantai Sedang) yang

Tinggi

Susu formula dengan lemak MCT tinggi untuk bayi yang menderita

kesulitan dalam menyerap lemak.Sehingga, lemak yang diberikaan

harus banyak mengandung MCT (Lemak Rantai Sedang) tinggi agar

mudah dicerna dan diserap oleh tubuhnya (Khasanah, 2011).

9) Susu Formula Semierlementer

Untuk bayi yang mengalami gangguan pencernaan yakni gula

susu, protein dan lemak sehingga membutuhkan formula khusus yang

dapat ditoleransi oleh ususnya (Nadesul, 2008).

46
Tabel 1.3 Perbedaan ASI, susu sapi dan susu formula

No Properti ASI Susu Sapi Susu formula


1. Kontaminasi Tidak ada Mungkin ada Mungkin ada
Bakteri Bila
Dicampurkan
2. Faktor anti Ada Tidak ada Tidak ada
Infeksi
3. Faktor Ada Tidak ada Tidak ada
Pertumbuhan
Jumlah sesuai
4. Protein dan Terlalu banyak dan Sebagian
mudah dicerna sukar dicerna diperbaiki.
Cukup
5. Lemak mengandung Kurang ALE Kurang ALE
asam lemak esensial Tidak ada
Lipase Tidak ada DHA
(ALE), DHA dan dan AA
AA Tidak ada Lipase
Mengandung
Lipase
6. Zat Besi Jumlah kecil tapi Jumlah lebih Ditambahkan
banyak tapi
mudah dicerna tidak ekstra tidak
diserap dengan diserap dengan
Baik Baik
7. Vitamin Cukup Tidak cukup Vit A Vitamin
dan Vit C Ditambahkan
8. Air Cukup Perlu tambahan Mungkin perlu
Tambahan
Sumber: Suradi, R, dan H.K.P. 2007 Keterangan:

Susu formula yang dimaksud dalam tabel adalah susu formula

selain yang berbahan dasar susu sapi, terdiri dari susu formula berbahan

dasar kedelai dan susu formula hidrolisa.

c. Kandungan Susu Formula

Susu formula yang dibuat dari susu ternak telah diproses dan

diubah kandungan komposisinya sebaik mungkin agar kandungannya

sama dengan ASI tetapi tidak 100% sama. Proses pembuatan susu

47
formula, kandungan karbohidrat, protein dan mineral dari susu ternak

telah diubah kemudian ditambah vitamin serta mineral sehingga

mengikuti komposisi yang dibutuhkan sesuai untuk bayi berdasarkan

usianya (Suririnah, 2009).

Menurut Khasanah (2011) ada beberapa kandungan gizi dalam

susu formula yaitu, lemak disarankan antara 2,7 - 4,1 g tiap 100 ml,

protein berkisar antara 1,2-1,9 g tiap 100 ml dan karbohidrat berkisar

antara 5,4-8,2 g tiap 100 ml. Komponen biokimia yang ada dalam susu

meupakan zat – zat yang diperlukan oleh bakteri sehingga dapat menjadi

medium yang baik bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak.

Tabel 1.4 Pebedaan komposisi kandungan susu pada spesies yang

berbeda

Komposisi
Spesies Lemak Casien Protein Laktosa Kadar Total
kering abu
Sapi (Bos Taurus) 3.9 2,6 0,6 4,6 0,7 12,7
Kambing (Capra hicrus) 4,5 2,6 0,6 4,3 0,8 13,3
Domba (Ovis aies) 7,2 3,9 0,7 4,8 0,9 18,0
Kerbau (Bubalus bubalis) 7,4 3,2 0,6 4,8 0,8 17,2
Unta (Camelus dromedartus) 4,0 2,7 0,9 5,0 0,8 13,5
Manusia (Homo sapiens) 4,5 0,4 0,9 7,1 0,2 12,9
Sumber : Juff dan Deeth (2007)

48
3. Kelemahan Susu Formula

Praptiani (2012) menjelaskan telah teridentifikasi adanya kerugian

berikut ini untuk bayi yang diberikan susu formula yaitu:

1) Susu formula kurang mengandung beberapa senyawa nutrien.

2) Sel-sel yang penting dalam melindungi bayi dari berbagi jenis

patogen.

3) Faktor antibodi, antibakteri dan antivirus (misalnya IgA, IgG, IgM

dan laktoferin).

4) Hormon (misalnya hormon prolaktin dan hormon tiroid).

5) Enzim dan prostaglandin.

Sutomo dan Anggraini (2010) menjelaskan susu formula

mempunyai beberapa kelemahan, antara lain; kurang praktis karena

harus dipersiapkan terlebih dahulu, tidak dapat bertahan lama, mahal

dan tidak selalu tersedia, cara penyajian harus tepat dapat

menyebabkan alergi.

Susu formula banyak kelemahannya karena terbuat dari susu

sapi sehingga dijelaskan Khasanah (2011) antara lain; kandungan

susu formula tidak selengkap ASI, pengenceran yang salah,

kontaminasi mikroorganisme, menyebabkan alergi, bayi bisa diare dan

sering muntah, menyebabkan bayi terkena infeksi, obesitas atau

kegemukan, pemborosan, kekurangan zat besi dan vitamin,

mengandung banyak garam.

49
4. Efek atau dampak negatif pemberian susu formula

Roesli (2008) menjelaskan berbagai dampak negatif yang

terjadi pada bayi akibat dari pemberian susu formula, antara lain:

1) Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)

Judarwanto (2007) menjelaskan bahwa anak yang diberi susu

formula lebih sering muntah/gumoh, kembung, “cegukan”, sering

buang angin, sering rewel, susah tidur terutama malam hari.

Saluran pencernaan bayi dapat terganggu akibat dari

pengenceran susu formula yang kurang tepat, sedangkan susu

yang terlalu kental dapat membuat usus bayi susah mencerna,

sehingga sebelum susu dicerna oleh usus akan dikeluarkan

kembali melalui anus yang mengakibatkan bayi mengalami diare

(Khasanah, 2011).

2) Infeksi saluran pernapasan

Gangguan saluran pencernaan yang terjadi dalam jangka panjang

dapat mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang sehingga

mudah terserang infeksi terutama ISPA (Judarwanto, 2007).

Susu sapi tidak mengandung sel darah putih hidup dan

antibiotik sebagai perlindungan tubuh dari infeksi. Proses

penyiapan susu formula yang kurang steril dapat menyebabkan

bakteri mudah masuk (Khasanah, 2011).

3) Meningkatkan resiko serangan asma

ASI dapat melindungi bayi dari penyakit langka botulism,

50
penyakit ini merusak fungsi saraf, menimbulkan berbagai penyakit

pernapasan dan kelumpuhan otot (Nasir, 2011).

Peneliti sudah mengevaluasi efek perlindungan dari

pemberian ASI, bahwa pemberian ASI melindungi terhadap asma

dan penyakit alergi lain. Sebaliknya, pemberian susu formula dapat

meningkatkan resiko tersebut (Oddy, dkk, 2003) dalam (Roesli,

2008).

4) Meningkatkan kejadian karies gigi susu

Kebiasaan bayi minum susu formula dengan botol saat

menjelang tidur dapat menyebabkan karies gigi (Retno, 2001).ASI

mengurangi penyakit gigi berlubang pada anak (tidak berlaku pada

ASI dengan botol), karena menyusui lewat payudara ada seperti

keran, jika bayi berhenti menghisap, otomatis ASI juga akan

berhenti dan tidak seperti susu botol. Sehingga ASI tidak akan

mengumpul pada gigi dan menyebabkan karies gigi (Nasir, 2011).

5) Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif

Susu formula mengandung glutamate (MSG-Asam amino)

yang merusak fungsi hypothalamus pada otak – glutamate adalah

salah satu zat yang dicurigai menjadi penyebab autis (Nasir, 2011).

Penelitian Smith, dkk (2003) dalam Roesli (2008), bayi yang

tidak diberi ASI mempunyai nilai lebih rendah dalam semua fungsi

intelektual, kemampuan verbal dan kemampuan visual motorik

dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI.

51
6) Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)

Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan susu

formula diperkirakan karena kelebihan air dan komposisi lemak

tubuh yang berbeda dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI

(Khasanah, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Amstrong, dkk (2002) dalam

Roesli (2008) membuktikan bahwa kegemukan jauh lebih tinggi

pada anak-anak yang diberi susu formula. Kries dalam Roesli

(2008) menambahkan bahwa kejadian obesitas mencapai 4,5%-

40% lebih tinggi pada anak yang tidak pernah diberikan ASI.

7) Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah

ASI membantu tubuh bayi untuk mendapat kolesterol baik, artinya

melindungi bayi dari penyakit jantung pada saat sudah dewasa. ASI

mengandung kolesterol tinggi (fatty acid) yang bermanfaat untuk

bayi dalam membangun jaringan-jaringan saraf dan otak.Susu yang

berasal dari sapi tidak mengandung kolesterol ini (Nasir, 2011).

Hasil penelitian Singhal, dkk (2001) dalam Roesli, 2008;

menyimpulkan bahwa pemberian ASI pada anak yang lahir

prematur dapat menurunkan darah pada tahun berikutnya.

8) Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang

tercemar

Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin bebas dari

kontaminasi mikroorganisme pathogen. Penelitian menunjukkan

52
bahwa banyak susu formula yang terkontaminasi oleh

mikroorganisme patogen (Sidi, et al. 2004:11).

9) Meningkatkan kurang gizi

Pemberian susu formula yang encer untuk menghemat

pengeluaran dapat mengakibatkan kekurangan gizi karena asupan

kurang pada bayi secara tidak langsung. Kurang gizi juga akan

terjadi jika anak sering sakit, terutama diare dan radang pernafasan

(Roesli, 2008).

10) Meningkatkan resiko kematian

Chen dkk (2004) dalam Roesli (2008), bayi yang tidak pernah

diberi ASI berisiko meninggal 25% lebih tinggi dalam periode sesudah

kelahiran daripada bayi yang mendapat ASI. Pemberian ASI yang

lebih lama akan menurunkan resiko kematian bayi.

Praptiani (2012), menyusui adalah tindakan terbaik karena

memberikan susu melalui botol dapat meningkatkan resiko kesehatan

yang berhubungan dengan pemberian susu formula diantaranya yaitu;

Peningkatan infeksi lambung, infeksi otitis media, infeksi perkemihan,

resiko penyakit atopik pada keluarga yang mengalami riwayat penyakit

ini, resiko kematian bayi secara mendadak, resiko diabetes melitus

bergantung insulin, Penyakit kanker dimasa kanak-kanak

5. Faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula

Arifin (2004), menjelaskan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan yaitu:

53
1) Faktor pendidikan

Seseorang yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas akan

lebih bisa menerima alasan untuk memberikan ASI eksklusif karena

pola pikirnya yang lebih realistis dibandingkan yang tingkat pendidikan

rendah (Arifin, 2004).

2) Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif adalah hal yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya

pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan

penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli,

2008).

3) Pekerjaan

Bertambahnya pendapatan keluarga atau status ekonomi yang tinggi

serta lapangan pekerjaan bagi perempuan berhubungan dengan

cepatnya pemberian susu botol. Artinya mengurangi kemungkinan

untuk menyusui bayi dalam waktu yang lama (Amirudin, 2006).

Penelitian Erfiana (2012), ibu yang tidak memberikan susu formula

sebagian besar oleh ibu yang tidak bekerja yaitusebanyak 32

responden (88,9%) sehingga status pekerjaan dapat mempengaruhi

pemberian susu formula pada bayi.

4) Ekonomi

Hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/ penghasilan ibu

dimana ibu yang mempunyai ekonomi rendah mempunyai peluang

54
lebih memilih untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial

ekonomi tinggi kerena ibu yang ekonominya rendah akan berfikir jika

ASI nya keluar maka tidak perlu diberikan susu formula karena

pemborosan (Arifin, 2004).

5) Budaya

Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat

mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air

susu buatan atau susu formula sebagai jalan keluarnya (Arifin, 2004).

6) Psikologis

Ibu yang mengalami stres dapat menghambat produksi ASI sehingga

ibu kurang percaya diri untuk menyusui bayinya.Ibu yang tidak

memberikan susu formula sebagian besar dilakukan oleh ibu yang

kondisi psikologi baik sehingga psikologis ibu mempengaruhi

pemberian susu formula pada bayi (Erfiani, 2012).

7) Informasi susu formula

Ibu yang tidak memberikan susu formula sebagian besar yang tidak

terpapar produk susu formula Sehingga iklan produk susu formula

dapat mempengaruhi pemberian susu formula.

8) Kesehatan

Ibu yang menderita sakit tertentu seperti ginjal atau jantung sehingga

harus mengkonsumsi obat-obatan yang dikhawatirkan dapat

mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi, bagi ibu yang sakit tetapi

55
masih bisa menyusui maka diperbolehkan untuk menyusui bayinya

(Kurniasih, 2008).

9) Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita

Terdapat anggapan bahwa ibu yang menyusui akan merusak

penampilan. Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu

mengalami perubahan payudara, walaupun menyusui atau tidak

menyusui (Arifin, 2004).

10) Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI

Cara menyusui yang benar dan pemasaran yang dilancarkan secara

agresif oleh para produsen susu formula merupakan faktor

penghambat terbentuknya kesadaran orang tua dalam memberikan

ASI eksklusif (Nuryati, 2007).

11) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu

botol

Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa dampak

menurutnya kesediaan menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi

kalangan tertentu bahwa susu botol sangat cocok untuk bayi dan

dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu ingin meniru orang lain

(Khasanah, 2011).

12) Peran petugas kesehatan

Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang

manfaat pemberian ASI (Roesli, 2008).

56
D. Tinjauan Umum Tentang DNA Mikrobiom Saluran Pencernaan Pada

Bayi

1. Definisi Mikrobiom

Tubuh manusia sebagian besar terdiri atas mikroba. Kata

mikrobioma pertama kali digunakan oleh Joshua Lederberg untuk

menggambarkan komunitas ekologi mikroorganisme komensal,

simbion atau patogen yang secara langsung menempati suatu ruang di

tubuh. Akhir-akhir ini, istilah mikrobioma telah digunakan lebih luas

terhadap grup mikroba yang spesifik terhadap hospes atau didapat dari

lingkungan.

Mikrobioma dihubungkan dengan seperangkat gen hospes atau

lingkungannya sehingga menerangkan hubungan taksonomi dengan

fungsi anggota komunitas mikroba tersebut. Terdapat sekitar 10-100

triliun mikrobioma pada manusia. Setiap 10 miliar sel tubuh manusia,

terdapat 10 sel mikroba hidup di dalamnya. Sel manusia

mengekspresikan lebih dari 20.000 gen, tetapi total ekspresi gen dalam

tubuh mencapai jutaan gen. Mayoritas sisa gen tersebut dibawa oleh

mikroba. Mikrobioma yang berasosiasi dengan manusia disebut

mikrobiota namun, penggunaan kata mikrobioma dan mikrobiota sering

digunakan bersamaan. Jumlah mikrobioma pada manusia paling

banyak terdapat di usus.Bakteri pada mikrobioma manusia memiliki

peran pada imunitas, nutrisi, dan perkembangan manusia.

57
Selain itu, gangguan pada mikrobioma dapat meningkatkan

risiko infeksi. Mikroba yang hidup di lingkungan bebas berbeda dengan

mikrobiota yang hidup di mamalia (Mammalian Microbiota).

b. Suksesi Mikrobial

Perkembangan mikrobiota pada bayi dibagi menjadi empat

fase terpisah menurut Cooperstock and Zedd. Fase 1 adalah

akuisisi awal selama 1-2 minggu pertama, fase ke 2 adalah periode

sisanya dengan ASI eksklusif, fase ke 3 adalah waktu antara

pemberian makanan tambahan dan penyapihan ASI dan fase ke 4

adalah perubahan menjadi pola biota dewasa yang dimulai setelah

penyapihan ASI selesai seluruhnya. Temuan yang konsisten adalah

bahwa semua bayi pada awalnya terkolonisasi dengan sejumlah

besar E. coli dan Streptococci, seringkali mencapai 108-1010/gr

feses. Bakteri-bakteri tersebut diketahui bertanggung jawab dalam

terciptanya lingkungan yang kurang menguntungkan untuk

pertumbuhan genus anaerob Bacteroides, Bifidobacterium dan

Clostridium pada hari 4-7 (Pratiwi, 2012).

Pada bayi-bayi yang disusui pengurangan jumlah E. coli dan

Streptococci, berkaitan dengan dominasi mikrobiota feses oleh

Bifidobacteria. Sekali mendapatkan asupan makanan tambahan

dimulai, profil bakteri pada bayi yang disusui menyerupai bayi yang

mendapatkan susu formula sehingga Bifidobacteria tidak lagi

dominan. Selama fase 3 dan 4, setelah pengenalan makanan padat

58
dan penyapihan, secara berurutan, perbedaan antara bayi yang

menyusui dengan mendapatkan susu formula menjadi tidak ada lagi

dan mikrobiota pada feses menyerupai orang dewasa pada kira-kira

tahun kedua kehidupan (Sommer, 2013).

Mayoritas bakteri dalam usus orang dewasa adalah bakteri

anaerob yang tidak membentuk spora, yang didominasi oleh

Bacteroides spp, Bifidobacterium spp, Eubacterium spp, Clostridium

spp, Lactobacillus spp, Fusobacterium spp dan beberapa bakteri

Gram positif kokus. Bakteri yang berada dalam jumlah yang lebih

sedikit adalah Enterococcus spp dan Enterobacteriaceae. Jumlah

Bacteroides dan bakteri Gram-positif kokus (Peptococci dan

Peptostreptococci) meningkat secara bertahap selama fase 3 dan

4. Selain itu pula, banyak kelompok bakteri lainnya termasuk

Eubacteria, Veillonella, Staphylococci, Propionibacteria, Bacilli,

Fusobacteria dan ragi yang ada pada orang dewasa juga dapat

dideteksi pada bayi (Buffie, 2013).

Pada umumnya, fluktuasi dalam populasi mikrobiota lebih

banyak terjadi pada bayi daripada orang dewasa, yang makin besar

dari hari ke hari dan dengan variasi yang diinduksi oleh diet. Secara

relative, sejumlah kecil susu formula tambahan yang diberikan

kepada bayi-bayi yang menyusui akan menghasilkan pergeseran

dari pola menyusui ke pola pemberian susu formula. Ada juga

beberapa pandangan terhadap variasi Bifidobacteria yang

59
terdeteksi. Pada beberapa bayi tidak terdeteksi adanya Bifodocteria

hingga makanan padat diberikan, dengan lebih banyak ketiadaan

Bifidobacteria pada bayi yang mendapat susu formula dibandingkan

yang menyusui. Sering, bayi-bayi yang tidak terdeteksi

Bifidobacteria padanya, mempunyai sejumlah besar Bacteroides,

Clostridia dan E. Coli (Sommer, 2013).

c. Peranan Mikrobiom Usus pada Kesehatan

Peranan flora usus normal pada kesehatan manusia muncul

sebagai suatu dampak pada proses metabolik, pertumbuhan villus

dan microvillus, suplai darah dan perkembangan jaringan limfoid

berkaitan dengan usus atau gut-associated lymphoid tissue (GALT).

Mikroflora pada usus normal juga mempengaruhi stimulasi produksi

sel pensekresi IgA dan meningkatkan kadar IgA sekretori (sIgA),

demikian pula permukaan mukosa dan mempertahankan fungsi

seleksi epitalial dan sawar perlindungan (Bannister, 2006).

d. Dampak mikrobiota usus pada proses metabolic

Banyak bakteri yang berkolonisasi di usus manusia

mengandung enzim yang membuat mereka memfermentasi

karbohidrat yang tidak dicerna seperti, selulosa, hemiselulosa, pectin

atau oligosakaridayang lolos dari pencernaan di saluran cerna

bagian atas. Produk akhir metabolisme dari fermentasi karbohidrat

adalah asam lemak rantai pendek atau short-chain fatty acids

(SCFAs): acetate, butyrate dan propionate yang mempunyai efek

60
tropic pada sel epitel usus dan memainkan peraan penting sebagai

sumber energy untuk kolonosit. SCFA berperan penting dalam

mempertahankan integritas mukosa kolon dan mencegah

translokasi bakteri, juga untuk menstimulasi proliferasi sel epitel usus

(Bannister, 2006).

e. Mikrobiom usus dan mekanime pertahanan pejamu

Mikrobiom usus berperan pada berbagai aspek pertahanan

tubuh pejamu terhadap invasi pathogen, baik melalui efek antagonis

microbial dan juga dengan pematangan sistemimun intestinal.

Beberapa hasil metabolism bakteri mempunyai efek sebagai

antimikrobiom, seperti peroksida dan berbagai asam. Alakomi

mengemukakan bahwa beberapa zat tersebut tidak hanya dapat

menghambat pertumbuhan pathogen tetapi juga mampu untuk

meningkatkan potensiasi keefektifan antimikrobiom lainnya. Hal lain

yang dapat mencegah berdiamnya pathogen didalam pejamu adalah

pembentukan surfaktan dan adanya kompetensi pada lokasi

perlekatan dann kebutuhan terhadap nutrisi (Buffie CG, 2013).

Bacteroides thetaiotamicron menginduksi ekspresi

angiogenin dengan aktivitas bakterisidal terhadap mikrobiom usus.

Lactobacillus menstimulasi sel dendritic untuk mengaktivasi sel

Natural Killer (NK) dan peranan segmented filamentous bacteria

(SFB) terhadap induksi IgA intestinal, dan aktivasi limfosit intra

61
epithelial serta induksi ekspresi pada sel epitel usus (Pawlowski,

2011).

SFB sendiri merupakan bakteri komensal yang ada di

sejumlah mamalia dan mempunyai gen 16S rRNA yang

berhubungan erat dengan Clostridia. SFB ini telah diketahui

mempunyai sejumlah fungsi stimulasi system imun dan muncul di

usus kecil setelah penyapihan.

Pejamu Mikrobiota

Perkembangan sistem imun


 Sel T CD4 B. fragilis
 Produksi sitokin Th1/Th2
 Angiogenin baktersidal B. thetaitaomicron
 Aktivasi sel dendritik
 Keseimbangan Th1/Th2/Th3 Lactobacili
 Aktivasi sel NK
 Produksi IgA SFB (Segmented
 Ekspresi MHC II eptelial Filamentos Bacteria

Resistensi kolonisasi
 Kompetisi reseptor
 Kompetisi nutrien
 Zat-zat antimicrobial

Gambar 2.4. Interaksi mikrobiom usus dengan sistem


pencernaan pejamu untuk menstimulasi maturasi imun mukosa
dan menyediakan resistensi kolonisasi terhadap invasi.
Beberapa contoh bakteri yang berkonstribusi dengan beberapa
aspek imun mukosa juga ditampilkan.
Sumber : Pawlowski, 2011

62
g. Perubahan keseimbangan yang diinduksi oleh antibiotik

Pentingnya keseimbangan mikrobiom dalam tubuh mudah

dipahami dengan mempertimbangkan efek merugikan pada

pemberian antibiotik. Beberapa penelitian menunjukkan efek

samping dari antibiotik yang berbeda terhadap mikrobiom usus, baik

pada manusia maupun hewan coba. Satu contoh terbaik mengenai

komplikasi yang timbul akibat terapi antibiotik adalah diare terkait

pemberian antibiotik (antibiotic-associated diarrhea), yang terjadi

akibat perumbuhan patologik dari Clostridium difficile pada saluran

cerna (Sekirov, 2010).

Hal lainnya yang dapat terjadi akibat gangguan

keseimbangan mikrobiom usus pada anak-anak adalah

meningkatnya resiko intususepsi usus yang berkaitan erat dengan

penggunaan antibiotik pada neonatus dan juga berkaitan dengan

terjadinya kegagalan fungsi organ berganda akibat teredukasinya

keragaman mikrobiom usus dan pertumbuhan berlebihan dari

Enterococcus spp pada pasien-pasien yang mendapatkaan terapi di

unit perawatan intensif (Kaleta EJ, 2011).

h. Efek infeksi/inflamasi terhadap keseimbangan mikrobiom usus

Mekanisme protektif yang ada, manusia kadang kala juga

menjadi korban dari invasi pathogen enterik, termasuk bakteri dan

virus. Infeksi enterik dapat terjadi baik hasil karena tubuh

menghadapi patogen sebenarnya atau pathogen oportunis atau

63
karena adanya pertumbuhan patologis dari mikrobiom dalam

komunitas mikrobiom usus. suatu infeksi dapat berhasil, agen infeksi

harus menghadapi sejumlah system pertahanan tubuh pejamu,

seperti imunitas mukosa atau ressistensi kolonisasi yang dibuat oleh

mikrobiom usus normal (Yatunenko, 2012).

Kolonisasi mukosa usus oleh bakteri patogen enterik

menyebabkan terjadinya induksi respon inflamantori yang kuat

sebenarnya bertujuan untuk mengendalikan paparan patogen

tersebut, akan tetapi respon inflamasi ternyata juga memperlihatkan

efek menurunkan viabilitas mikrobiom usus yang mengakibatkan

bakteri patogen mengokupasi lokasi tersebut. Famili

Enterobacteriaceae menyebabkan pengurangan jumlah total

mikrobiota usus karena efek yang diperantarai reaksi inflamasi

tersebut.

Infeksi/Inflamasi  Berkurangnya jumlah mikrobiom


 Gangguan ekosistem usus
 Pelepasan nutrien
 Proliferasi dan penyebaran patogen
 Histopatologi yang memburuk
Gangguan Keseimbangan  Gangguan ekosistem usus
Mikrobiom.  Modifikasi system imun tubuh
 Latrogenik (Mis.  Proliferasi dan penyebaran patogen
Antibiotik).  Munculnya pathogen oportunis
 Lingkungan (Mis.  Histopatologi yang memburuk
Infeksi

Gambar 2.5. Kondisi yang terjadi akibat gangguan pada ekosistem usus
Sumber : Yatunenko, 2012

64
2. Saluran Pencernaan bayi

a. Pengertian Saluran Pencernaan

Saluran Pencernaan merupakan saluran yang menerima

makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh

tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan,

penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang

terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus (Syaifuddin,

2006).

b. Fungsi Saluran Pencernaan bayi

Menurut Irianto (2005) Fungsi utama saluran ini adalah untuk

menyediakan makanan, air, dan elektrolit bagi tubuh dari nutrient

yang dicerna sehingga siap diabsorpsi. Pencernaan berlangsung

secara mekanik dan kimia, dan meliputi proses-proses berikut :

1) Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.

2) Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara

mekanik oleh gigi.

3) Peristaltik adalah gelombang kontraksi otot polos involunter

yang menggerakkan makanan tertelan melalui saluran

pencernaan.

4) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar

menjadi molekul kecil sehingga absorpsi dapat berlangsung.

65
5) Absorpsi adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari

lumen saluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan

limfatik.

6) Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat – zat sisa yang

tidak tercerna.

c. Susunan Saluran Pencernaan bayi

1) Oris (Rongga Mulut)

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Rongga

mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh

tulang rahang dan langit – langit (palatum), sebelah kiri dan

kanan oleh otot-otot pipi, serta sebelah bawah oleh rahang

bawah. Ada 2 jenis pencernaan didalam rongga mulut yaitu

Pencernaan mekanik dan Pencernaan kimiawi.

2) Faring (tekak/tenggorokan)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan

kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.

Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu

kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak

bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,

letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,

didepan ruas tulang belakang.

66
3) Esofagus (kerongkongan)

Esophagus adalah yang menghubungkan tekak

dengan lambung, yg letaknya dibelakang trakea yg berukuran

panjang ± 25 cm dan lebar 2 cm, mulai dari faring sampai pintu

masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam

ke luar : lapisan selaput lender (mukosa), lapisan submukosa,

lapisan otot melingkar sekuler, dan lapisan otot memanjang

longitudinal.

4) Gaster (lambung)

Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran

yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah

epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri

berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik,

terletak di bawah diafragma di depan pancreas dan limpa,

menempel di sebelah kiri fundus uteri.

5) Intestinum minor (Usus halus)

Usus halus atau intesnium minor adalah bagian dari

system pencrnaan makanan yang berpangkal pylorus dan

berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran

paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil

pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan

mukosa (sebelah dalam) lapisan otot melingkar (M.sirkuler),

67
lapisan otot memanjang (M.longitudinal), lapisan serosa

(sebelah luar).

(a) Mukosa usus halus

Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan

mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan

absorpsi. Lipatan ini di bentuk oleh mukosa dan

submukoda yang dapat memperbesar permukaan usus.

Pada penampang melintang, vili di lapisi oleh epitel dan

kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon

jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam

pencernaan.

(b) Absropsi

Absorpsi makan yang sudah di cerna seluruhnya

berlangsung di dalam usus halus melalui dua saluran yaitu

pembuluh kapiler dalam darah dan saluran llimfe

disebelah dalam permukaan villi usus. Sebuah vilus berisi

lacteal, pembuluh darah epithelium dan jaringan otot yang

di ikat bersama oleh jaringan limfoit selurunya di liput

membrane dasar dan di tutupi oleh epithelium karena vili

keluar dari dinding usu maka bersentuhan dengan

makanan cair dan lemak yang di absoprsi kedalam lacteal

kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke

dalam pembulluh kapiler darah di vili dan oleh venporta.

68
(c) Intestinum Mayor (Usus besar)

Usus besar atau Intestinum mayor panjangnya ± 1,5 m,

lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam

ke luar :

(1) Selaput lender

(2) Lapisan otot melingkar

(3) Lapisan otot memanjang

(4) Jaringan ikat.

Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar

berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu

penyerapan zat-zat gizi. Bakteri ini juga penting untuk

fungsi normal dari usus. Fungsi usus besar, terdiri dari :

(1) Menyerap air dari makanan

(2) Tempat tinggal bakteri E.Coli

(3) Tempat feses

(d) Rektum

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”)

adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus

besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ

ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara

feses.

69
(e) Anus

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,

dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus

terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian

lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur

oleh otot sphinkter Feses dibuang dari tubuh melalui

proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan

fungsi utama anus.

d. Enzim Pencernaan pada Bayi

Proses pencernaan kemudian disempurnakan oleh

sejumlah enzim dalan getah usus (sukus enterikus) sehingga zat

makanan menjadi bentuk yang siap diserap. Enzim-enzim ini

banyak terdapat diantara vili brush border. Beberapa organ dan

enzim yang berperan dalam proses pencernaan zat makanan

(karbohidrat, lemak, dan protein) pada bayi belum berfungsi

secara optimal. Aktivitas enzim ini akan bertambah sesuai

dengan bertambahnya usia. Aktivitas amilase yang optimal akan

tercapai pada usia 12 bulan, lipase mencapai kadar seperti orang

dewasa pada usia 24 bulan, sedangkan aktivitas tripsin pada bayi

baru lahir sudah sama dengan orang dewasa (Sigit, 2015).

3. Jenis – Jenis Mikrobiom Usus

Usus besar manusia mengandung mikrobiota atau

mikrobiom, suatu komponen yang komplek dan mempunyai kegiatan

70
metabolisme yang bermacam-macam. Fungsi utamanya adalah

menampung energi dari karbohidrat yang tak tercerna di usus bagian

atas, hal ini dapat dimungkinkan oleh karena kemampuan fermentasi

dan absorpsi produknya antara lain short chain fatty acid (SCFA),

yang mewakili 40-50% energi dari karbohidrat, SCFA, acetat,

propionat, butyrat, bahan ini dimetalisir oleh epitel kolon (butyrat),

liver (propionat), dan otot (acetat). Mikrobiota juga mempunyai

peranan dalam sintesis vitamin B dan vitamin K, dan metabolisme

bile acids, sterol dan xenobiotic. Mikrobiota atau mikrobioma dalam

usus sangat responsif terhadap diet karbohitrat yang fermentable,

misalnya non starch polysaccharide, resistent starch dan

oligosaccharide. Adanya bahan tersebut bakteri akan tumbuh subur

dan dapat mensintesis sebanyak 15 gram biomass yang

diekskresikan lewat tinja yang mengandung 1 gram bacterial N

(Cumming, 1997).

Komposisi mikrobiota probiotik dalam traktus gastrointestinal

dipengaruhi oleh banyak faktor baik ekternal maupun internal. Yang

termasuk faktor eksternal adalah jumlah bakteri yang masuk,

kebiasaan makan dan minum, komposisi mikrobiota pada ibu, terapi

obat-abatan, faktor diet tampaknya mempunyai pengaruh yang kuat,

diet yang banyak mengandung oligosaccharide mempengaruhi

komposisi spesies dan strain bakteri. Oligosaccharide yang

ditambahkan pada formula bayi dapat menurunkan PH usus besar

71
dan dapat meningkatkan populasi bifidobacteria di usus besar

sehingga banyak ditemukan di tinja (Gibson, 1998).

Bakteri bakteri nonpatogen (probiotik) yang berdomisili di

usus terutama usus besar dan mengadakan kolonisasi yang

membentuk mikro ekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan

pejamu dalam aspek ketahanan terhadap infeksi, aspek metabolik,

dan aspek imunologis. Mikrobiota yang paling banyak ditemukan

adalah :

a) Lactobacilli : L. acidophylus, L. casei, L. delbruckii subsp.

Bulgaricus, L. reuter, L. brevis, L. celobiosus,

L.curvatus, L. fermentum, L. plantarum.

b) Gram-positive cocci : Lactococcus lactis subsp. Cremoris,

Streptococcus Salvarius subsp.

Thermophylus, Enterococcus faecium,

S.diaacetylactis, S. intermedius.

c) Bifidobacteria: B.bifidum, B. adolescentis, B. animalis, B. infantis,

B. longum, B.thermophylum (Collin, 1999;

McFarlane, 1999).

Bifidobacterium merupakan komponen mikroflora yang

penting dalam usus manusia dan hewan (Modler, 1994).

Mikroorganisme ini sangat dominan dalam usus bayi karena

terdapat sebanyak 91% dari jumlah total mikroba dalam populasi

di usus bayi yang diberi ASI dan 75% pada bayi yang diberi susu

72
formula (Gagnon et al., 2004). Bifidobacterium memiliki aktivitas

antibakteri dan bersifat antagonis terhadap mikroba pathogen,

termasuk genus Salmonella, Escherichia, Proteus, Shigella, dan

Candida (Gagnon et al., 2004), karena mengandung zat

antibakteri berupa bifidin. Chaitow dan Trenev (1990), efek yang

menguntungkan dari B. bifidum antara lain menghasilkan

antibiotik bifidin yang stabil pada suhu 100oC selama 30 menit.

Dapat melindungi usus dari bakteri atau khamir pathogen,

menghasilkan asam asetat dan asam laktat, meningkatkan

metabolisme protein, dan membantu fungsi hati dalam proses

pencernaan makanan. Komponen utama bifidin adalah asam

glutamat dan fenil alanin. Bifidin mempunyai aktivitas antibakteri

terhadap Micrococcus flavus dan Staphylococcus aureus.

Karakteristik umum dari Bifidobacterium menurut

Charteris et al. (2002) antara lain bersifat Gram positif, tidak

membentuk spora, non motil, katalase negative dan anaerobik,

mempunyai panjang 2-8 μm, temperatur optimum

pertumbuhannya 36-38 oC, pH optimum pertumbuhan sebesar

6.5, bersifat heterofermentatif, memfermentasi laktosa untuk

menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan rasio 2:3

tanpa menghasilkan CO2.Keberadaan Bifidobacterium pada

sistem organ intestinal manusia dapat mencapai konsentrasi

1010 CFU/g (Tannock, 1995). Habitat Bifidibacterium ada juga

73
berada dalam sistem intestinal hewan berdarah panas dan sistem

intestinal lebah madu (Scardovi, 1986)

b. Manfaat dan Kerugian Mikrobiom dalam Usus Bayi

Mikroba pada manusia diperoleh sejak pertama kali dilahirkan

melalui perantara vagina, sedangkan bayi yang dilahirkan melalui

proses caesar memperoleh mikroba langsung dari tangan dokter

yang melayani proses persalinan. Jumlah mikroba pada bayi terus

meningkat seiring dengan perkembangan tubuhnya. Mikroba dan

komunitasnya yang menempati suatu tempat tertentu disebut

mikrobioma. Keberagaman mikrobioma pada manusia bergantung

dari makanan dan lingkungan tempat hidup. Mikrobioma pada tubuh

manusia dapat ditemukan di mulut, kulit, saluran gastrointestinal dan

vagina.

Saluran pencernaan manusia terdiri dari lambung, usus halus

dan usus besar.Lambung mengeluarkan cairan asam (pH 2), asam

ini berfungsi sebagai barrier agar mikroorganisme patogen tidak

dapat masuk ke dalam saluran gastrointestinal. Walaupun demikian,

keberadaan mikroorganisme di saluran gastrointestinal masih dapat

ditemukan. Saluran tersebut berfungsi merombak dan menyerap sari-

sari makanan, dan beberapa nutrient diproduksi oleh mikroorganisme

indigenous. Sepanjang saluran ini dapat ditemukan 104 sel mikroba

(Madigan et al. 2009).

74
Kelompok mikroba yang kerap ditemui di dominasi oleh

Proteobacteria, Bacteroidetes, Actinobacteria dan Fusobacteria.

Single bakteri dominan yang ditemukan yaitu Helicobacter pylori.

Kelompok Bacteroidetes secara umum berfungsi untuk menghasilkan

hidrogen. Adanya hidrogen dapat membantu sel membentuk gradient

proton sehingga proses pembentukan ATP dapat berjalan melalui

fosforilasi oksidatif (Diamanti et al.2011 ). Dominasi Helicobacter

pylori saat usia muda (anak-anak) berperan sebagai agen resistensi

tubuh terhadap serangan bakteri lain penyebab penyakit seperti diare

dan tuberculosis (Belo et al. 2011).

Usus halus terdiri dari duodenum dan ileum yang dihubungkan

dengan jejunum. Sepanjang saluran dari duodenum, pH tidak begitu

asam, maka perkembangan mikroba mulai meningkat. Sedangkan

usus besar yaitu saluran dari ileum menuju caecum.Pada daerah ini

banyak ditemui bakteri fermentatif dan aerob fakultatif dalam jumlah

yang lebih sedikit (E.coli). Jumlah bakteri anaerob obligat mencapai

1010 sampai 1011 sel/gram di ujung distal saluran pencernaan. Bakteri

Methanobrevibacter smithii juga ditemukan dalam jumlah yang cukup

tinggi. Perubahan faktor lingkungan dan genetik pada manusia

menginduksi terjadinya obesitas dan mempengaruhi komposisi

mikrobiota dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

obesitas disebabkan karena menurunnya jumlah Bacteriodetes

75
sedangkan jumlah Actinobacterium meningkat lebih tinggi

dibandingkan dengan Firmicutes.

Bakteri-bakteri yang menghuni usus manusia dinamakan bakteri

saluran usus. Mereka hidup bersama dengan mikroba lain secara

kolektif. Triliunan bakteri yang menghuni usus manusia sebenarnya

hidup secara tertib menurut suatu sistem dan menempati daerah

kekuasaan tertentu. Bagaikan berbagai jenis vegetasi pada suatu

hamparan pegunungan yang tampaknya tidak teratur. Namun, dalam

kenyataannya tiap-tiap kelompok vegetasi tersebut menempati lokasi

yang spesifik, dan keseluruhan vegetasi membentuk suatu karakter

flora yang indah. Karena alasan itulah kelompok bakteri yang

menghuni usus disebut bakteri flora usus atau disingkat sebagai flora

usus saja.

Saluran cerna manusia, terutama usus besar, dihuni lebih dari

500 spesies bakteri yang jumlahnya mencapai triliunan. Berbagai

jenis bakteri (flora usus) tersebut tak bisa dihindari keberadaannya

karena habitat tempat hidup manusia memang tidak steril. Ada

bakteri/kuman yang “baik” seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus.

Ada pula bakteri yang “jahat” penyebab penyakit misalnya

Escherichia coli, Clostridium dan Staphylococcus. Masalah akan

timbul apabila bakteri “jahat” atau si penyebab penyakit (bakteri

patogen) ini jumlahnya berlebihan. Misalnya bakteri E.coli yang dapat

76
menyebabkan diare. Itulah sebab betapa pentingnya peranan bakteri

“baik” di dalam saluran pencernaan bagi kesehatan tubuh.

1) Beda Probiotik dan Prebiotik

Bisa dikatakan probiotik merupakan bakteri baik yang secara

alamiah ada di dalam saluran pencernaan manusia. Disebut

sebagai bakteri baik/menguntungkan karena bila mikroorganisme

tersebut dikonsumsi dalam jumlah tertentu dapat memberikan

dampak positif bagi kesehatan. Contoh, bakteri asam laktat dan

Bifidobacterium.Sedangkan prebiotik adalah bahan/komponen

yang dapat bermanfaat untuk perkembangan mikroflora di dalam

usus tadi. Di dalam usus, bahan prebiotik selain akan

difermentasi oleh bakteri baik terutama Bifidobacteria dan

Lactobacillus juga akan menghasilkan asam lemak berantai

pendek yang oleh tubuh dapat digunakan sebagai sumber energi.

2) Manfaat Probiotik

Bakteri probiotik yang sudah melalui uji klinis di antaranya adalah

Lactobacillus casei subsp, casei Shirota strain dan

Bifidobacterium breve strain Yakult. Beberapa penelitian

membuktikan bahwa probiotik dapat digunakan untuk mencegah

sekaligus sebagai pengobatan diare akut yang disebabkan

infeksi usus.

Manfaat lain probiotik adalah:

(a) Mencegah dermatitis atopik atau alergi kulit.

77
(b) Mengatasi intoleransi terhadap laktosa (tak tahan gula susu).

(c) Mencegah diare dan sembelit.

(d) Mencegah kanker dan hipertensi.

(e) Menurunkan kolesterol.

(f) Menormalkan komposisi bakteri saluran pencernaan setelah

pengobatan antibiotik.

(g) Dapat merangsang fungsi antibodi dalam sistem kekebalan

tubuh sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

(h) Mampu mengurangi bahaya penyerapan bahan kimia yang

bersifat karsinogen.

(i) Mencegah kerusakan DNA pada sel tertentu, menghasilkan

komponen yang menghambat pertumbuhan sel tumor,

merangsang sistem kekebalan untuk lebih tahan terhadap

pembelahan sel kanker.

c. Pengertian DNA

DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) adalah macam asam nukleat

yang berhubungan dengan hereditas.Penemu DNA adalah seorang

ahli kimia asal Jerman Friederich Mieschier (1869), yang menyelidiki

susunan kimia dari nucleus.Berdasarkan hasil penelitian Rosalind

Franklin dan Maurice Wilkins pada DNA dengan menggunakan sinar

– X, James Watson dan Francis Crick (1953).mengemukakan suatu

model gen yang terkenal dengan nama double helix (tangga tali

berpilin ganda). Watson dan Crick mendapatkan hadiah nobel pada

78
tahun 1962 atas penemuan tersebut. Deoxyribo Nukleid Acid

mengandung informasi genetik dari mkhluk hidup, dan kebanyakan

terdapat di dalam kromosom.Beberapa kejadian memberi petunjuk

secara tidak langsung bahwa DNA itu mengandung informasi genetik

dari makhluk hidup.

d. Pengertian PCR

Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase

Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik

untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in

vitro. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada

tahun 1985.Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk

berbagai macam manipulasi dan analisis genetic.Pada awal

perkembanganya metode ini hanya digunakan untuk

melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan

lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan

dan melakukan kuantitas molekul mRNA.

Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan

jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula,

sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi

akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan

diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama

pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara

amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan

79
amplifikasi urutan non-target. Metode PCR dapat dilakukan dengan

menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit,

misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5μg,

oligonukliotida yang digunakan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini

biasa dilakukan dalam volume 50-100 μl. DNA cetakan yang

digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga

metode PCR dapat digunakan untuk melipat gandakan suatu

sekuens DNA dalam genom bakteri.

PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang

melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang.

Yang diulang-ulang adalah proses pemisahan untai ganda DNA

menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi

DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan

DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini

dibutuhkan tabung PCR.

e. Fungsi PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase

merupakan suatu teknik perbanyakan (replikasi) DNA secara

enzimatik tanpa menggunakan organisme. Teknik ini banyak

dilakukan di bidang biokimia, bidang kedokteran/medis dan biologi

molekuler sebab cukup praktis dan murah, hanya memerlukan

sampel yang sedikit, dan dapat dihasilkan DNA dalam jumlah besar

80
dengan waktu singkat, sehingga memudahkan berbagai teknik lain

yang menggunakan DNA

1) Komponen dalam penggunaan teknik PCR


Berbagai komponen dalam Polymerase chain reaction (PCR)
yaitu:
(a) DNA Template (cetakan), yaitu DNA untai ganda yang
membawa urutan basa fragmen yang akan digandakan.
(b) DNA Polimerase, yaitu enzim yang mengkatalisis
polimerisasi nukleotida menjadi untaian DNA.
(c) Oligonukleotida Primer, yaitu DNA utas tunggal atau
oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus
membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi
sDNA.
(d) dNTP (deoxynuclTside triphosphate), sebagai ‘batu bata’
penyusun DNA yang baru, terdiri atas 4 macam sesuai
dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP
dan dTTP.
(e) Buffer, yaitu bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan
reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan DNA
polymerase.
(f) Ion Logam, sebagai kofaktor DNA polymerase, tanpa ion
ini DNA polymerase tidak dapat bekerja. Umumnya ion
bivalen (Mg2+) dan monovalen (K+).
2) Tahapan Reaksi
PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler
yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu
cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Setiap siklus reaksi PCR
terdiri atas tiga tahap, yaitu:

81
(a) Denaturasi, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua
utas tunggal melalui pemanasan pada temperatur 94-96 °C
selama 30-60 detik.
(b) Annealing atau Penempelan, yaitu hibridisasi antara
oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA
pada suhu 45-60 °C.
(c) Ekstensi/elongasi, yaitu pemanjangan primer menjadi suatu
utas DNA baru oleh enzim DNA polymerase pada suhu 70-
72oC. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan
dNTP yang sesuai pada pasangannya.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri
oleh tahapan berikut:
a) Pra-denaturasi, dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi
untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan
mengaktifasi DNA Polimerase.
b) Final Elongasi, dilakukan pada suhu optimum enzim (70-
72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap
utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara
sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.
3) Peranan dan Fungsi PCR
Teknik Polymerase Chain Reaction berperan untuk :
(a) Amplifikasi urutan nukleotida.
(b) Menentukan kondisi urutan nukleotida yang mengalami
mutasi.
(c) Bidang kedokteran forensik.
(d) Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan finger
print.
Karcher, Susan J. 1995. Molecular Biology A Project Approach.
Academic Press. USA.

82
f. Keunggulan PCR

Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi.Hal ini didasarkan

atas spesifitas, efisiensi dan keakuratannya.Spesifitas PCR terletak

pada kemampuannya mengamplifikasi sehingga menghasilkan

produk melalui sejumlah siklus.Keakuratan yang tinggi karena DNA

polymerase mampu menghindari kesalahan pada amplifikasi

produk.Masalah yang berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR yang

masih tergolong tinggi.

Selain itu kelebihan lain metode PCR dapat diperoleh

pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5x10-9 mol) sebasar

200.00 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit.

Reaksi ini dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah

sangat sedikit, DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 ug

oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM dari reaski ini

biasa dilakukan dalam volume 50-100 ul. DNA cetakan yang

digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga

metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuen

DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampukan kultur

bakteri di dalam tabung PCR .

E. Pengaruh Variable Independen dan Dependen

Asupan Nutrisi yang umumnya diberikan ke bayi pasca

melahirkan adalah ASI dan SUFOR. Asi memiliki peran sangat penting

dalam kolonisasi bifadobacterium pasca kelahiran beberapa peneliti

83
telah melaporkan perbedaan proporsi bifidobacterium pada bayi yang

diberikan asupan ASI dengan bayi yang diberi SUFOr, beberapa studi

membuktikan bahwa bayi berusia 1 minggu yang diberi asi akan

meningkatkan pertumbuhan bifidobacterium dibandingkan dengan

mikroflora lain. Dalam penelitian Yoshioka dkk.

Dalam penelitian yang dilakukan tim dari Universitas of Illinois,

yang dipimpin Profesor Sharon Donovan, menunjukkan bahwa ASI bisa

menginduksi jalur pembentukan gen yang berbeda pada bayi-bayi yang

baru lahir apabila dibandingkan dengan bayi-bayi yang diberikan susu

formula. Dan sampai sekarang belum ada susu formula yang bisa

menyamai ASI dalam pembentukan gen-gen tersebut.

Walaupun bayi-bayi dalam kedua kelompok studi tersebut nampak

sama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, peneliti mengetahui

bahwa bayi-bayi yang diberikan ASI memiliki risiko sakit lebih rendah

yang dikarenakan adanya komponen imun-protektif pada ASI.

Pada perkembangan saluran cerna bayi yang baru lahir, ASI pun

memiliki peran yang tidak kalah penting.Penelitian yang dilakukan

menunjukkan bahwa ASI memberikan efek yang baik dalam

perkembangan saluran cerna, khususnya pada usus. Hal ini ditunjukkan

pada penelitian terhadap sel-sel usus yang diisolasi dari feses bayi, 12

bayi yang dberikan ASI dan 10 bayi yang diberikan susu formula, siklus

sel-sel usus yang berlangsung hanya tiga hari ini dapat memberikan

gambaran bagaimana perkembangan jutaan sel-sel usus dari mulai

84
yang sederhana sampai sel-sel yang telah terdeferensiasi dan telah

menunjukkan fungsinya terlihat bahwa perkembangan sel-sel usus bayi

yang diberikan ASI lebih baik, di mana hal ini sangat penting karena

saluran cerna pada bayi akan berkembang secara signifikan karena

adanya respons makanan.

Perkembangan sel-sel usus ini juga berperan dalam menjaga

keseimbangan bakteri di saluran cerna karena seiring pertumbuhannya

maka bakteri juga mulai muncul dalam saluran cerna bayi, sehingga

saluran cerna perlu belajar dalam mengenali bakteri dan virus yang tidak

baik bagi saluran cerna dan yang tidak kalah pentingnya dalam

pertumbuhan bayi adalah kemampuan saluran cerna dalam mengenal

protein makanan sehingga tidak mengenalnya sebagai benda asing dan

membentuk respons imun terhadapnya, karena apabila tahap ini

terganggu maka bayi bisa mengembangkan dan mengidap alergi

terhadap makanan berprotein.

Potensi lain yang tidak kalah penting secara klinis dari

perkembangan bayi adalah gen yang sering muncul (terekspresi) pada

kelompok bayi yang diberikan ASI adalah gen yang berpengaruh

terhadap respon sel terhadap kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen

merupakan salah satu faktor yang berperan dalam perkembangan

necrotizing enterocolitis (NEC), semacam gangrene pada usus yang

dapat berakibat fatal terhadap bayi prematur.

85
86
G. Kerangka Konsep

Asupan Nutrisi
DNA Mikrobiom
1. ASI
Saluran
2. Mix ASI + susu Pencernaan Bayi
Formula Persalinan
Pervaginam

1. Faktor
Keterangan : lingkungan
2. Antibiotik
3. Penyakit bayi
: Variabel Independen 4. Infeksi/Inflamasi
5.
: Variabel Kontrol

:Variabel Dependen

: Variabel Confounding

H. Definisi Operasional

1. DNA mikrobiom adalah mikroorganisme atau bakteri-bakteri yang

tinggal pada tubuh sehingga untuk melihatnya diperlukan metode

yaitu PCR (Polymerase Chain Reaction).

2. PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu proses sintesis

enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu

secara in vitro.

87
3. ASI adalah Air susu ibu yang keluar melalui kedua kelenjar payudara

ibu berupa makanan alamiah mengandung berbagai zat gizi yang

dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi .

Kriteria objektif

Ya : Jika responden memberikan ASI pada bayinya tanpa

makanan tambahan apapun .

Tidak : Jika responden memberikan ASI, tetapi bayi juga diberi

susu formula atau makanan lainnya.

4. Susu Formula adalah susu yang terbuat dari susu sapi atau hewan

lainnya dengan mengubah susunannya hingga dapat diberikan pada

bayi.

Kriteria Objektif

Ya : Jika responden memberikan Susu formula pada

bayinya tanpa memberikan ASI.

Tidak : Jika responden memberikan susu formula, tetapi

dikombinasi dengan ASI atau makanan lainnya.

5. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin

yang terjadi pada, kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu), lahir

spontan dengan presentase belakang kepala berlangsung

dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu ataupun pada janin.

88
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana atau rancangan yang dibuat

peneliti di mana peneliti melakukan pengukuran variable dimana subjek

hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variable subjek dilakukan pada

saat pemeriksaan tersebut (Saryono, 2013). Desain penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study untuk

mengetahui Perbedaan DNA Mikrobiom pada Usus Bayi dengan proses

persalinan Normal yang diberi ASI dan Susu Formula.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan 27 Maret – 31 Juli 2017

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian

Populasi adalah seluruh subyek penelitian yang memiliki

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan ditarik kesimpulan (Saryono, 2013).

89
Peneliti mengambil populasi dari semua ibu yang melahirkan

secara Normal di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar tahun 2017 sebanyak

35 bayi.

2. Sampel Penelitian

Issac dan Michael (1970) Dalam Nasir dkk (2011) membuat daftar

yang bisa digunakan untuk perhitungan jumlah sampel terhadap jumlah

populasi antara 10-100000 yang dijabarkan dalam lampiran I.

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu yang melahirkan,

ibu yang melahirkan secara Normal yang diberi ASI saja, dan ASI

dicampur Susu Formula di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar tahun 2017

sebanyak 35 bayi diantaranya 15 yang diberi ASI saja, dan 15 yang

diberi ASI dan susu formula.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini penarikan sampel dilakukan secara tidak acak

(non probality sampling) yaitu dengan purposive sampling. Sampel yang

akan digunakan ditentukan oleh kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam

penelitian ini peneliti mengidentifikasi responden yang sesuai dengan kriteri

sampel dan setiap responden yang memenuhi kriteria sampel akan diminta

persetujuan apakah responden bersedia untuk bayinya di periksa fesesnya.

Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh

90
subyek agar dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastrooasmoro &

Ismail, 2011).

1. Kriteria Inklusi adalah :

a. Ibu yang melahirkan dengan proses persalinan normal

b. Bersedia menjadi responden

c. Bayi yang diberi ASI saja

d. Bayi yang diberi ASI dicampur dengan susu formula

2. Kriteria Eksklusi adalah :

a. Ibu yang melahirkan sc

b. Ibu yang tidak bersedia bayinya menjadi responden

c. Bayi yang menkonsumsi antibiotik

E. Instrument Penelitian

Instrument penelitian pada penelitian ini dibuat oleh peneliti sendiri

berdasarkan teori, Lembar Checklist dibuat oleh peneliti sendiri

berdasarkan teori untuk mengetahui apakah bayinya diberi ASI atau Susu

formula. Lembar Checklist adalah salah satu alat observasi, yang ditujukan

untuk memperoleh data berbentuk daftar yang berisi faktor-faktor berikut

subjek yang ingin diamati, dimana peneliti tinggal memberi tanda check (√)

pada kolom yang dimaksudkan, sehingga peneliti dapat melakukan

91
tugasnya secara cepat dan objektif sebab peneliti telah membatasi diri pada

aspek yang ingin diamati.

Untuk pemeriksaan DNA Mikroba, setelah mendapat persetujuan

dari responden, pengambilan sampel dilakukan oleh peneliti di RSIA Siti

Khadijah 1 Makassar sebanyak 5 cc dengan menggunakan cool box dan

disimpan pada suhu -20 C sebelum mengisolasi DNA pada laboratorium

UNHAS, Pengiriman spesimen disertai formulir yang diisi data lengkap yaitu

identitas pasien pada label dan formulir yang sama.

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data primer dan data

sekunder yaitu :

Instrumen A : Lembar Checklist

Instrumen B : Lembar Rekapitulasi

Instrumen C : Hasil Pemeriksaan DNA Mikrobiom dengan

menggunakan PCR

F. Teknik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan untuk

memperoleh data-data yang mendukung pencapaian penelitian.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara berikut :

a. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari dari catatan medis yaitu jumlah ibu yang

melahirkan secara normal dan yang melakukan IMD (Insiasi Menyusui

Dini)Di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar.

92
b. Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung dari responden yang

dikumpulkan melalui lembar checklis untuk mendapatkan data bayi

yang diberi ASI dan Susu Formula dengan menggunakan pemeriksaan

PCR Test untuk mengetahui DNA mikrobiom pada usus bayi.

G. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan Data yang di lakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing

Editing data adalah untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan (Saryono, 2013). Editing data yang

dilakukan meliputi mengecek perlengkapan identitas dan format

pengumpulan data apakah sudah cukup baik sebagai upaya

menjaga kualitas data agar diproses lebih lanjut (Saryono, 2013).

2. Codding

Coding data adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Saryono, 2013)

Codding data meliputi pemberian kode pada semua variabel untuk

memudahkan analisis jawaban dari responden.

3. Tabulasi

Pengelompokkan data ke dalam suatu table menurut sifat-sifat yang

dimiliki, kemudian data dianalisa secara statistik.

93
4. Analisa data

Setelah seluruh data diperoleh telah akurat diadakan proses

análisis dengan 2 cara yaitu :

1. Analisis univariat

Variabel penelitian dideskripsikan dan disajikan dalam

tabel distribusi.
𝑓
P = 𝑁𝑥 𝐾

Keterangan : P : Persentase yang diperoleh

f : Frekuensi variabel

N : Jumlah populasi

K : Konstanta (100%) (Notoatmodjo, 2010).

2. Analisis bivariat

Data yang dikumpulkan dalam penelitian diproses secara

analitik dengan Uji Mann Whitney dan menggunakan rumus :

3. Analisis MEGA 5

Pengurutan atau sekuensing DNA hasil PCR diatas

dilakukan di Data sequensing selanjutnya diedit dengan

menggunakan Clustal W dalam program MEGA 5 (Tamura et al,

2011) dan hasilnya dibandingkan dengan sequensing ada pada

Genebank dengan menggunakan fasilitas BLAST Search yang

terdapat pada situs NCBI https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi

94
H. Etika Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan setelah meminta kelayakan etik (Ethical

clearance) dan mendapat persetujuan etik (exempted) dari komisi etik

penelitian biomedis pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar dengan nomor register yang akan diberikan. Setiap subjek yang

ikut dalam penelitian ini :

a. Diberikan penjelasan tentang latar belakang, maksud dan tujuan

penelitian

b. Diberikan kebebasan untuk memilih, apakah bersedia mengikuti

penelitian ini atau tidak

c. Diberikan penjelasan tentang cara pengambilan sampel (feses) pada

bayi setelah melahirkan dengan pervaginam.

d. Kepada ibu yang bersedia ikut dalam penelitian ini, diminta mengisi

surat persetujuan.

Perlakuan tersebut diatas berdasarkan prinsip etik.Prinsip etik

bertujuan untuk melindungi subjek penelitian. Penelitian menggunakan

pertimbangan sebagai berikut:

a. Autonomy :Prinsip Autonomy digunakan saat responden dipersilahkan

untuk menentukan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian. Calon

responden diminta kesediaannya menjadi responden tanpa paksaan.

Responden yang akan diteliti dan memenuhi criteria inklusi diberikan

lembar persetujuan (Informed Concent) disertai judul dan manfaat

penelitian untuk ditandatangani. Apabila subjek menolak maka peneliti

95
tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak

subjek.

b. Beneficiency : prinsip Beneficiency digunakan saat peneliti

melaksanakan prosedur penelitian untuk mendapatkan hasil yang

bermanfaat. Prosedur pengambilan sampel (feses) dilakukan oleh

peneliti Lab. RSIA Sitti Khadijah I saat pengambilan darah untuk

pemeriksaan Hb. Sehingga dapat memiinimalkan dampak bagi subjek

penelitian (Nonmaleficiency) karena dilakukan oleh seorang

profesional dan menjelaskan keuntungan yang akan didapat.

c. Justice : memperlakukan orang lain secara adil tanpa membedakan

status social, ras, agama, dan sebagainya tapi memperlakukan subjek

sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang

dimiliki. Peneliti mempertimbangkan aspek keadilan dan hak subjek

untuk mendapatkan perlakuan yang sama, baik selama ataupun

sesudah berpasrtisipasi dalam penelitian.

d. Anonymity : peneliti wajib menjaga kerahasiaan dan privasi responden

dengan cara tidak mencantumkan nama responden dalam pengisisan

lembar Check List ataupun Kuisioner serta pada tabulasi data. Peneliti

hanya memberikan kode atau inisial pada responden.

e. Confidentiality : kerahasiaan informasi dan data yang diberikan

responden dalam Informed Concent wajib dijamin peneliti. Segala

informasi yang diberikan oleh responden tidak dapat disebarluaskan

oleh peneliti untuk kepentingan apapun.

96
f. Veracity : Subjek mempunyai kewajiban untuk menyatakan tentang

kebenaran dan tidak berbohong atau menipu. Veracity merupakan

focus dari Informed Concent.

I. Alur Penelitian

1. Tahapan penelitian merupakan cara yang dilakukan untuk memperoleh

data-data yang mendukung pencapaian penelitian. Pengumpulan data

menggunakan kuesioner yang telah divalidasi, lembar check list

digunakan untuk mendapatkan informasi tentang bayi yang diberi ASI

dan Susu formula.

a. Prosedur Pengambilan Data

1) Prosedur Administrasi

2) Peneliti mengajukan kaji etik penelitian pada komite etik

kesehatan Fakultas Kedokteran UNHAS setelah

dilaksanakannya ujian proposal.

3) Peneliti mengajukan surat izin penelitian yang dikeluarkan

Program Studi Magister Kebidanan UNHAS dan ditujukan

kepada Baligbanda Makassar selanjutnya ke bag kesbang kantor

kotamadya untuk mendapatkan rekomendasi, selanjutnya

menyampaikan surat ke Kepala Dinkes Kotamadya dan

diteruskan ke RSIA Siti Khadijah I Makassar.

b. Prosedur Tekhnis

1. Peneliti melakukan penelitian di RSIA Khadijah I Makassar.

97
2. Peneliti menentukan subjek penelitian berdasarkan kriteria inklusi

dan eksklusi pada bayi yang diberi ASI dan Susu Formula dengan

persalinan Normal di RSIA Siti Khadijah I Makassar.

3. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan penelitian meliputi

tujuan, hak dan kewajiban responden serta manfaat penelitian

yang dilakukan.

4. Peneliti memberikan lembar penjelasan mengenai judul, tujuan

serta manfaat penelitian setelah itu meminta persetujuan atau

Inform consent untuk ditandatangani oleh responden jika

responden bersedia untuk berpartisipasi.

5. Peneliti meminta izin kepada responden dan melakukan

pengambilan feses melalui usapan dubur ke dalam tabung

berukuran 6cc oleh peneliti itu sendidi dan kemudian dibawa ke

Lab. UNHAS untuk diperiksa DNA Mikrobiom dengan metode

PCR.

6. Data yang diperoleh kemudian didokumentasikan.

7. Data-data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis.

c. Prosedur Kerja

1. ALat dan Bahan

a) Alat

Mikropipet,Tips Kuning, Tips Biru,Tabung ependorf 1,5 ml,

Tabung PCR 200 ul, Sentrifuge, Waterbath Mesin PCR,Mesin

Geldoc, Mesin Elektroforesis, Rak dan Box Sampel.

98
b) Bahan :

1) Enzim PCR ( Kappa Master Mix )

2) Primer 16S rRNA Universal U1 : 5-

CCAGCAGCCGCGGTAATACG-3

3) Primer 16S rRNA Universal Reverse : 5-

ATCGG(C/T)TACCTTGTTACGACTTC-3

4) Agarosa 2 %

5) TBE 0,5 %

6) DNA Leader 100 bp

7) Ethidium Bromida

8) Nuclease Free water

9) Ethanol

10) Presto Buccal Swab gDNA Ektraction Kit ( geneaid )

2. Ekstraksi DNA Metode Genaid

a. Buat larutan S2 Buffer tiap sampel dengan cara pipet 1 ul

Carrier RNA Solution Tambahkan 500 ul Larutan S2 Buffer.

b. Masukkan sampel (Swab) kedalam tabung ependorf 1,5 ml

potong ujung swab sampai bias masuk kedalam tabung,

tambahkan 20 ul Proteinase K (sebelumnya ditambah kan

ddH2O add 1 ml )dan 500 ul S1 Buffer Vortex selama 10 detik


O
,Inkubasi padasuhu 60 C selama 10 menit.Masukkan

Kedalam Filter Column yang dipasangi tabung ependorf 1,5

99
ml kemudian Sentrifuge dengan kecepatan 14 .000 – 16.000

( 15.000 ) X g selama 2 Menit.Buang Filter column dan swab.

c. Tambahkan 500 ul Larutan S2 Buffer .inkubasi pada suhu 60

®C selama 10 menit,dimana tiap 5 menit divortex.

d. Tambahkan 500 ul Ethanol Absolut campur selama 10

detik.Transfer kedalam GD Column in 2 ml collection tube

sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000 ( 15.000 ) X g

selama 1menit. Buang cairan yang terdapat pada tabung

collection tube.

e. Tambahkan 400 ul W1 Buffer kedalam GD column,sentrifuge

dengan kecepatan 14.000 – 16.000 ( 15.000 ) X g selama 30

detik, buang cairan yang terdapat pada collection tube.

f. Tambahkan 600 ul Wash Buffer (sebelumnya ditambahkan

Ethanol add 100 ml ) sentrifuge dengan kecepatan 14.000 –

16.000 (15.000) X g selama 30 detik. Ganti collection tube dng

yang baru sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000

(15.000) X g selama 3 menit.

g. Pindahkan GD column kedalam tabung ependorf 1,5 ml,

tambahkan 100 ul Elution Buffer yang sebelumnya telah

dipanaskan, diamkan selama 3 menit,tube sentrifu dengan

kecepatan 14.000–16.000 (15.000) X g selama1 menit. Buang

GD column, cairan yang terdapat pada tabung ependorf 1,5

100
ml merupakan DNA produk dari sampel yang telah diekstraksi

dan siap utk di PCR.

3. Proses PCR

(c) Mix PCR

1) Kappa Master Mix Green : 12.5 ul

2) MgCl2 : 0,5 ul

3) Primer Forward : 0,5 ul

4) Primer Reverse : 0,5 ul

5) Nuclease Free Water : 6,0 ul

6) DNA : 5,0 ul

7) Total Volume : 25,0 ul

(d) Siklus / Run PCR

1) Cycle 1 (1x) : 94 O C selama 10 menit

2) Cycle 2 (35x), Step 1 : 94 O C selama 60 detik

Step 2 : 55 O C selama 60 detik

Step 3 : 72 O C selama 2 menit

3) Cycle 3 (1X) : 72 O C selama 10 menit.

4. Gel Elektroforesis

a. Buat gel

1) Ditimbang 2gr agarose dan dilarutkan dalam 100 ml TBE

Buffer 0,5x untukmendapatkan larutan agarose 2 %.

101
2) Campuran agarose dan TBE Buffer 0,5x dipanaskan hingga

larut kemudian ditunggu hingga agak dingin kemudian

ditambah10 μl Ethidium Bromida.

3) Larutan agarose dituang kedalam cetakan dan ditunggu

hingga beku.

b. Pembuatan DNA Marker

1) Sebanyak 25 µl DNA 100 bp ladder dimasukkankedalam

tube berisi 1 ml Blue Juice Loading Dye, dan dicampur untuk

marker

2) Laber tube dicopot dan diganti menjadi marker

5. Persiapan Running Elektroforesis

a. Gel yang telah beku dimasukkan kedalam elektroforesis dan

direndam dalam larutan TBE 0,5x

b. Sebanyak 15μ lamplicon hasil PCR (Kontrol Positif, Kontrol

negative, sampel ) ditambah dengan 2 μl Blue Juice Loading

Dye (tanpa marker), dicampur dan dimasukkan kedalam

sumur-smur gel.

c. Pada Lubang pertama tambahkan 10 ul DNA leader 100 bp

dimasuk kan kedalam sumur di dekat control positif

6. Running Elektroforesis

a. Elektroforesis dihidupkan dan dijalankan dari muatan negative

(katode) kemuatan positif (anode) pada 100 A dan 60 menit

102
b. Setelah elektroforesis dilihat pita yang terbentuk. Apabila pita

sejajar dengan control positif berarti hasil positif.

7. Prosedur Kerja Gel Doc

Cara menggunakan alat Gel Doc dibagi menjadiv4 tahap, yaitu :

o Menyalakan Alat Gel Doc

Nyalakan Gel Doc dengan menekan tombol ON pada bagian belakang sebelah kiri alat

Nyalakan komputer

Buka software Quantity One dengan cara Double Klik pada ikon Quantity One

Pilih Gel Doc XR dari menu File

o Mengatur posisi gel


Pintu alat Gel Doc dibuka

Tekan tombol Epi White (On) jika diperlukan/optional

Letakkan Gel pada dibagian tengah kemudian pintu alat ditutup

Iris, zoom, dan focus diatur dengan melihat ke layar monitor pada software Quantity One

Pintu alat dibuka kembali dan posisi gel diatur kembali jika diperlukan

o Mengatur gambar
Pintu alat Gel Doc dibuka

Tekan tombol Epi White (On) jika diperlukan/optional

Letakkan Gel pada dibagian tengah kemudian pintu alat ditutup

Iris, zoom, dan focus diatur dengan melihat ke layar monitor pada software
Quantity One

Pintu alat dibuka kembali dan posisi gel diatur kembali jika diperlukan

103
o Save dan Print gambar
Setelah pengaturan gel selesai, Tekan tombol Trans UV (On).Pada kondisi
ini, lampu UV akan mati secara otomatis apabila pintu dibuka kecuali tombol
Hold ditekan

Pilih Auto Expose apabila ingin mengambil gambar secara otomatis atau pilih
Manual expose apabila ingin mengambil gambar manual dengan menaikkan
atau menurunkan waktu exposure (Exposure Time)

Apabila gambar yang diinginkan sudah terlihat dengan baik dan jelas, Klik
Freeze

Untuk memberikan tulisan pada gambar, pilih Annotate

104
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di RSIA Siti Hadijah I Makassar dari bulan

Maret s.d Juni 2017 setelah mendapatkan Rekomendasi persetujuan Etik

yang telah dikeluarkan oleh Fakultas Pasca Sarjana Universitas

Hasanuddin Makassar Nomor: 175/H4.8.4.5.31/PP36-KOMETIK/2017

tanggal 29 Februari 2017. Unit sampel (unit observasi), terdiri dari sampel

Bayi berusia 4 bulan yang mengkonsumsi ASI dan Bayi berusia 4 bulan

yang mengkonsumsi susu formula dicampur dengan ASI.

Berdasarkan tujuan khusus penelitian, Penarikan sampel dari

populasi penelitian dilakukan secara acak (non probabylity sampling) yaitu

dengan cara purposive sampling yakni semua anggota populasi yang

memenuhi syarat dimasukkan sebagai anggota sampel. Sedangkan

Jumlah sampel yang digunakan adalah 30 sample (Sugiono 2011).

Penelitian ini dilakukan pada ibu yang mempunyai bayi 4 bulan

yang diberi ASI dan Susu Formula. Selanjutnya Peneliti meminta izin

kepada responden dan melakukan pengambilan feses melalui usapan

dubur ke dalam pot berukuran 5cc oleh ibu responden dengan menjelaskan

prosedur pengambilan sampel itu sendiri, kemudian dibawa dan disimpan

pada suhu -200C di laboratorium RSUP Universitas Hasanuddin.

Selanjutnya peneliti akan melakukan pemeriksaan DNA Mikrobiom dengan

metode PCR di laboratorium RSUP Universitas Hasanuddin Makassar.

105
Dalam penelitian ini statistik yang digunakan adalah perangkat

lunak MEGA yang bertujuan memberikan alat untuk mengeksplorasi,

menemukan, membedakan menganalisis urutan DNA dan protein dari

evolusi perspektif, serta menghitung Nukleotida suatu organisme. Hasil

penelitian ini meliputi karakteristik responden baik pada bayi yang diberi ASI

dan Susu Formula. Hasil analisis data untuk melihat DNA Mikrobiom

digunakan Program MEGA, Data yang diperoleh dari hasil Analisis,

selanjutnya diolah dalam program Blast untuk mengetahui kesamaan

Nucleotida sampel dan Reference yang ada pada NCBI (National Center

for Biotechnologi Information). Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi masing-masing variabel dan dilakukan tabulasi analisis

data secara sistematis.

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian dijelaskan dengan penyajian sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk medeskripsikan karakteristik

responden dan variabel penelitian.

106
a. Karakteristik Sampel Penelitian

Tabel 4.1 : Distribusi Karakteristik Responden

Karakteristik ASI (%) Susu Formula (%)


(n = 15) (n = 15)
Usia Bayi
4 bln-4 bln 10 hr 2 13,3 1 6,7
4 bln 11 hr-4 bln 20 hr 9 60 4 26,7
4 bln 21 hr-4 bln 30 hr 4 26,7 10 66,7
Usia Ibu
≤ 20 th 2 13,3 3 20

21 th – 35 th 11 73,3 8 53,3

>35 th 2 13,3 4 26,7


Sumber: data primer 2017

Berdasarkan Tabel 4.1 bahwa dari 30 Responden terdapat 15 Bayi yang

mengkonsumsi ASI dan 15 Bayi Yang mengkonsumsi Susu Formula.

Kelompok Usia yang terbanyak mengkonsumsi ASI antara 4 bulan – 4 bulan

20 hari yaitu 9 orang (60%), sedangkan pada kelompok Susu Formula usia

4 bulan 21 hari sampai 4 bulan 30 hari merupakan yang terbanyak yaitu 10

orang (66,7%). Adapun pada kriteria Usia ibu kelompok usia 21 tahun – 35

tahun merupakan kelompok terbanyak dalam memberikan ASI yaitu 11

orang (73,3%) dan pada kelompok susu formula usia 21 tahun sampai 35

tahun adalah presentase terbanyak yaitu 8 orang (53,3%).

b. Rerata usia bayi dan usia ibu pada kelompok ASI dan Susu Formula

107
Tabel 4.2 Rerata Usia bayi, dan usia ibu pada Kelompok ASI
dan Susu Formula

Karakteristik ASI Susu Formula P


Usia Bayi 2.13 ± 0.63 2.60 ± 0.63 0.041*
Usia Ibu 1.93 ±0.45 2.06 ± 0.70 0.534*

Keterangan: untuk mencari p dilakukan dengan uji Mann-Whitney Test (*)


Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa rerata usia bayi pada kelompok ASI yaitu

2.13 ± 0.63 sedangkan pada kelompok Susu Formula. Rerata usia ibu pada

kelompok ASI yaitu 1.93 ±0.45 dan pada kelompok susu formula yaitu 2.06

± 0.70. Hasil p pada uji rerata menunjukkan p > 0,05 yang berarti bahwa

tidak ada perbedaan rerata usia bayi dan usia ibu pada kelompok ASI dan

Susu Formula.

108
Tabel 4.3

Data Elektroforesis Responden yang Mengkonsumsi ASI

No KODE SAMPEL HASIL BLAST KET


1 01 ASI AR Negatif Unconfirm
2 02 ASI AR Negatif Unconfirm

3 03 ASI AR Negatif Unconfirm

4 04 ASI AR Bacteroides fragilis


Confirm
Bacteroidetes bacterium
5 05 ASI AR Negatif Unconfirm

6 06 ASI AR Negatif Unconfirm

7 07 ASI AR Negatif Unconfirm

8 08 ASI AR Negatif Unconfirm

9 09 ASI AR Negatif Unconfirm

10 10 ASI AR Negatif Unconfirm

11 11 ASI AR Negatif Unconfirm

12 12 ASI AR Negatif Unconfirm

13 13 ASI AR Negatif Unconfirm

14 14 ASI AR Bifidobacterium Longum


Bifidobacterium breve
Bifidobacterium Confirm
kashiwanohense
Bifidobacterium sp
15 15 ASI AR Escherichia coli
Shigella sonnei
Confirm
Escherichia sp
Bacterium
Sumber : Data Lab HUM-RC 2017

Tabel 4.3 Menunjukkan bahwa dari 15 Responden yang mengkonsumsi

ASI terdapat 3 responden yang Positif memiliki Data Elektroforesis dan

yang lainnya Negatif.

109
Tabel 4.4

Data Elektroforesis Responden yang Mengkonsumsi Susu Formula

KODE SAMPEL HASIL BLAST KET


1 02 MX AR Negatif Unconfirm

2 06 MX AR Negatif Unconfirm

3 07 MX AR Negatif Unconfirm

4 09 MX AR Escherichia coli
Escherichia sp
Shigella sonnei
Enterobacteriacae bakterium Confirm
Escherichia marmotae
Lactobacillus platarum
Bacterium
5 11 MX AR Negatif Unconfirm

6 13 MX AR Negatif Unconfirm

7 14 MX AR Negatif Unconfirm

8 15 MX AR Negatif Unconfirm

9 16 MX AR Escherichia fergusonii
Enterobacteriacae bacterium
Bacterium Confirm
Escherichia coli
Shigella flexneri
10 17 MX AR Escherichia coli
Escherichia fergusonii
Escherichia sp Confirm
Shigella flexneri
Bacterium
11 18 MX AR Negatif Unconfirm

12 19 MX AR Negatif Unconfirm

13 20 MX AR Negatif Unconfirm

14 21 MX AR Negatif Unconfirm

15 23 MX AR Negatif Unconfirm

Sumber : Data Lab HUM-RC 2017

110
Tabel 4.3 Menunjukkan bahwa dari 15 Responden yang mengkonsumsi

Susu Formula terdapat 3 responden yang Positif memiliki Data

Elektroforesis dan yang lainnya Negatif.

Gambar 4.1 Band Hasil PCR

Gambar 4.1 Menunjukkan 6 responden yang memiliki Band hasil PCR yang
dapat terbaca.

Tabel 4.5 Analisis DNA Bakteri Hasil Blast Sampel 04_ASI_AR

Maximum Total Query Identity Nama Organisme Accession


Score Score Cover
1512 8918 97% 97% Bacteroides fragilis CP011073.1
1505 1505 98% 97% Bacteroidetes bacterium EF071142.1
Keterangan : analisis genetik molekuler DNA menggunakan uji statistik Mega 5

Tabel 4.5 Menunjukkan bahwa sampel 04_ASI_AR terdapat Bacteroides

fragilis dimana Maximun score sampel yaitu 1.512 dan Total score sampel

adalah 8.918 sedangkan query cover dan indentity masing – masing 97% ,

Adapun Bacteroidetes bacterium memiliki Maksimum score dan total score

yaitu 1.505 dan query cover yaitu 98% sedangkan identity 97%.

111
Tabel 4.6 Analisis DNA Bakteri Hasil Blast Sampel 14_ASI_AR

Maximum Total Query


Identity Nama Organisme Accession
Score Score Cover
612 612 97% 90% Bifidobacterium Longum LC306854.1
612 612 97% 90% Bifidobacterium breve KY705019.1
Bifidobacterium
612 612 97% 90% KJ412978.1
kashiwanohense
612 612 97% 90% Bifidobacterium sp AB470328.1
Keterangan : analisis genetik molekuler DNA menggunakan uji statistik Mega 5

Tabel 4.5 Menunjukkan bahwa pada sampel 14_ASI_AR terdapat bakteri

Bifidobacterium Longum, Bifidobacterium breve, Bifidobacterium

kashiwanohense, Bifidobacterium sp, dimana Masing – masing bakteri

memiliki Maximun score dan total score yaitu 612 sedangkan query cover

yaitu 97% dan identity 90%.

Tabel 4.7 Analisis DNA Bakteri Hasil Blast Sampel 15_ASI_AR

Maximum Total Query Identity Nama Organisme Accession


Score Score Cover
1546 1546 99% 96% Escherichia coli KP772060.1

1535 10654 98% 97% Shigella sonnei CP019689.1

1535 1535 98% 97% Escherichia sp LC271156.1

1539 1539 98% 97% Bacterium GQ898197.1

Keterangan : analisis genetik molekuler DNA menggunakan uji statistik Mega 5

Tabel 4.5 Menunjukkan bahwa pada sampel 15_ASI_AR terdapat bakteri

Escherichia coli dimana Total score dan Maximun score yaitu 1.546, sedangkan

query cover 99% dan identity 96%. Bakteri Shigella sonnei dan Escherichia sp

memiliki maximum score masing – masing 1.535 sedangkan Total score Shigella

112
sonnei yaitu 10.654 dan Escherichia sp total score 1535 serta identity masing

masing shigella sonnei dan escherichia sp yaitu 97%. Maximun score dan

Total score Bacterium Masing – masing bakteri memiliki 1.539 sedangkan

query cover 98% dan identity 97% .

Tabel 4.8 Analisis DNA Bakteri Hasil Blast Sampel 09_MX_AR

Maximum Total Query Identity Nama Organisme Accession


Score Score Cover
930 930 100% 99% Escherichia coli KY770797.1
922 922 100% 99% Escherichia sp MF429673.1
922 922 100% 99% Shigella sonnei KX644758.1
922 922 100% 99% Enterobacteriacae KY922755.1
bakterium
922 922 100% 99% Escherichia MF480443.1

marmotae
922 922 100% 99% Lactobacillus MF428973.1
platarum
928 928 100% 99% Bacterium HM150330.1

Keterangan : analisis genetik molekuler DNA menggunakan uji statistik Mega 5

Tabel 4.5 Menunjukkan bahwa pada sampel 09_MX_AR terdapat bakteri

Escherichia coli dimana Total score dan Maximun score yaitu 930, sedangkan

query cover 100% dan identity 99%. Bakteri Escherichia sp, Shigella sonnei,

Enterobacteriacae bakterium, Escherichia marmotae, Lactobacillus

platarum memiliki maximum score dan total score masing – masing 922

sedangkan query cover 100% identity masing – masing 99%. Maximum score dan

Total score Bacterium yaitu 928 sedangkan query cover 100% dan identity 99%.

113
Tabel 4.9 Analisis DNA Bakteri Hasil Blast Sampel 16_MX_AR

Maximum Total Query


Identity Nama Organisme Accession
Score Score Cover
1112 1112 96% 88% Escherichia fergusonii KT862900.1
Enterobacteriacae
1112 1112 96% 88% JN613161.1
bacterium
1113 1113 98% 88% Bacterium KT799653.1
1117 1117 97% 88% Escherichia coli KY711200.1
1121 1121 96% 89% Shigella flexneri HQ407262.1
Keterangan : analisis genetik molekuler DNA menggunakan uji statistik Mega 5

Tabel 4.7 Menunjukkan bahwa Bakteri Escherichia fergusonii dan

Enterobacteriacae bacterium memiliki maximum score dan total score yaitu

112 sedangkan query cover yaitu 96%, dan identity 88%. Maximum score

dan Total score Bacterium yaitu 1113 sedangkan query cover yaitu 98%

dan identity yaitu 88%. Escherichia coli memiliki maximum score dan total

score 1117 sedangkan query cover 97% dan identity yaitu 88%. Adapun

bakteri shigella flexeneri memiliki maximum score dan total score 1121

sedangkan query cover 96% dan identity 89%.

Tabel 5.10 Analisis DNA Bakteri Hasil Blast Sampel 17_MX_AR

Maximum Total Query Identity Nama Organisme Accession


Score Score Cover

114
1319 1319 100% 97% Escherichia coli KY680274.1

1310 1310 100% 97% Escherichia fergusonii KY466925.1

1305 1305 100% 97% Escherichia sp KR189053.1

1310 1310 100% 97% Shigella flexneri KX980455.1

1315 1315 100% 97% Bacterium KJ018045.1

Keterangan : analisis genetik molekuler DNA menggunakan uji statistik Mega 5

Tabel 5.0 Menunjukkan Bakteri Escherichia coli memiliki maximum score

dan total score yaitu 1319 sedangkan query cover 100% dan identity yaitu

97%. Maximum score dan total score bakteri esherichia furgosonii dan

shigella flexneri yaitu 1310, query cover yaitu 100% dan identity 97%.

Maximum score Escherichia sp 1305, sedangkan query cover 100% dan

Identity 97%. Adapun Bacterium memiliki Maximum score dan total score

yaitu 1315 sedangkan query cover 100% dan Identity 97%.

B. Pembahasan

Air Susu Ibu (ASI) merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan

protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih,

1997). Kristiyansari (2009), menyatakan bahwa ASI mempunyai

manfaat yang cukup besar bagi bayi, ibu, keluarga maupun Negara.

Adapun Susu formula menurut WHO (2004) yaitu susu yang diproduksi

oleh industri untuk keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu

formula banyak kelemahannya karena terbuat dari susu sapi sehingga

115
dijelaskan Khasanah (2011) antara lain; kandungan susu formula tidak

selengkap ASI, pengenceran yang salah, kontaminasi mikroorganisme,

menyebabkan alergi, bayi bisa diare dan sering muntah, menyebabkan bayi

terkena infeksi, obesitas atau kegemukan, pemborosan, kekurangan zat

besi dan vitamin, mengandung banyak garam.

Mikrobiom usus berperan pada berbagai aspek pertahanan tubuh

pejamu terhadap invasi pathogen, baik melalui efek antagonis microbial dan

juga dengan pematangan sistemimun intestinal. Beberapa hasil metabolism

bakteri mempunyai efek sebagai antimikrobiom. Pada penelitian ini dimana

terlihat perbedaan DNA Mikrobiom saluran pencernaan bayi yang di beri

ASI dan susu formula,

Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain

Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipat

gandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini

sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan

analisis genetic. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA

ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap

urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya.

Pada setiap siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target.

Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara

amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi

urutan non-target. Metode PCR dapat dilakukan dengan menggunakan

komponen dalam jumlah yang sangat sedikit. DNA cetakan yang digunakan

116
juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat

digunakan untuk melipat gandakan suatu sekuens DNA dalam genom

bakteri.

Usus besar manusia mengandung mikrobiota atau mikrobiom, suatu

komponen yang komplek dan mempunyai kegiatan metabolisme yang bermacam-

macam. Fungsi utamanya adalah menampung energi dari karbohidrat yang tak

tercerna di usus bagian atas, hal ini dapat dimungkinkan oleh karena kemampuan

fermentasi dan absorpsi produknya antara lain short chain fatty acid (SCFA), yang

mewakili 40-50% energi dari karbohidrat, SCFA, acetat, propionat, butyrat, bahan

ini dimetalisir oleh epitel kolon (butyrat), liver (propionat), dan otot (acetat).

Mikrobiota juga mempunyai peranan dalam sintesis vitamin B dan vitamin K, dan

metabolisme bile acids, sterol dan xenobiotic. Mikrobiota atau mikrobioma dalam

usus sangat responsif terhadap diet karbohitrat yang fermentable, misalnya non

starch polysaccharide, resistent starch dan oligosaccharide. Adanya bahan

tersebut bakteri akan tumbuh subur dan dapat mensintesis sebanyak 15 gram

biomass yang diekskresikan lewat tinja yang mengandung 1 gram bacterial N

(Cumming, 1997).

Hasil Penelitian yang dilakukan pada 6 sampel feses bayi yang berusia

sekitar 4 bulan yang diberi ASI dan susu formula dengan persalinan normal

dapat dilihat perbedaan bakterinya antara lain :

Tabel 4.11 Perbedaan Organism pada usus bayi yang diberi ASI

dan Susu Formula

ASI FORMULA
Bacteroides fragilis Escherichia coli

117
Bacteroidetes bacterium Escherichia sp
Bifidobacterium Longum Shigella sonnei
Enterobacteriacae
Bifidobacterium breve
bakterium
Bifidobacterium Escherichia marmotae
kashiwanohense
Bifidobacterium sp Lactobacillus platarum
Escherichia coli Bacterium

Shigella sonnei Escherichia fergusonii

Escherichia sp Enterobacteriacae
bacterium
Bacterium Shigella flexneri

Dari tabel 4.11 diatas menunjukkan bahwa pada kelompok ASI bakteri

yang lebih dominan yaitu kelompok bifidobakterium hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang lalu yang menyatakan bahwa bifidobakterium

merupakan bakteri anaerob dimana diketahui bahwa pada awal kehidupan

bayi yang dilahirkan secara normal atau pervaginam akan banyak bakteri

Baik. Hal ini menunjukkan bayi yang diberi ASI dari awal kehidupannya sampai

berusia 4 bulan memiliki bakteri seperti : Bacteroides fragilis, Bacteroidetes

bacterium, Bifidobacterium Longum, Bifidobacterium breve, Bifidobacterium

kashiwanohense, Bifidobacterium sp,

Karakteristik umum dari Bifidobacterium menurut Charteris et al. (2002)

antara lain bersifat Gram positif, tidak membentuk spora, non motil, katalase

negative dan anaerobik, mempunyai panjang 2-8 μm, temperatur optimum

118
pertumbuhannya 36-38 oC, pH optimum pertumbuhan sebesar 6.5, bersifat

heterofermentatif, memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam laktat

dan asam asetat dengan rasio 2:3 tanpa menghasilkan CO2. Keberadaan

Bifidobacterium pada sistem organ intestinal manusia dapat mencapai

konsentrasi 1010 CFU/g (Tannock, 1995). Pada bayi yang mengkonsumsi

susu formula juga mengandung Bifidobacterium adalah genus dari bakteri

anaerob yang hidup di saluran pencernaan dimana berfungsi mengurangi

risiko beberapa jenis kanker, mengurangi gejala alergi, meningkatkan

sistem kekebalan tubuh, meningkatkan penyerapan kalsium, dan

mencegah sembelit.

Bacteroides fragilis dan Bacteroidetes merupakan genus bacteria

Bacteroides bacteria yaitu bakteri anaerob obligat, negatif gram, sakarolitik

serta menghasilkan asetat dan suksinat sebagai hasil akhir metabolik yang

terpenting, mempunyai susunan basa DNA pada kisaran 40 – 48mol% GC,

membrannya mengandung sfingolipida dan mengandung campuran asam

lemak bercabang antaeso – metil dan iso – metal. Mereka berperan dalam

banyak aktivitas metabolik yang penting dalam kolon manusia, meliputi

fermentasi karbohidrat, penggunaan substansi nitrogen, dan

biotransformasi dari asam empedu dan steroid lain. Banyak bakteri

intestinal merupakan sakarolitik, di mana mereka mendapatkan karbon dan

energi dengan hidrolisis dari molekul karbohidrat.

Pada penelitian ini dapat dilihat pada bahwa bakteri yang dominan pada

Bayi yang mengkonsumsi susu formula yaitu Escherichia coli, Escherichia

119
sp, Escherichia fergusonii dan Escherichia marmotae dimana diketahui

bahwa bakteri ini merupakan genus dari Escherichia sebagai contoh

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif bersifat anaerob fakultatif

dan tidak dapat membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup pada berbagai

substrat dengan melakukan fermentasi anaerobik menghasilkan asam

laktat, suksinat, asetat, etanol, dan karbondioksida. E. coli termasuk family

Enterobacteriaceae, bentuknya batang atau koma, terdapat tunggal atau

berpasangan dalam rantai pendek. Escherichia coli adalah kuman oportunis

yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal.

Sifat Escherichia coli dapat menyebabkan infeksi primer pada usus,

misalnya diare pada anak dan travellers diarrhoe (diare musafir) seperti

juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar

usus.

Selain itu E.coli dikenal sebagai salah satu bakteri yang

menguntungkan bagi manusia karena bakteri ini hidup didalam usus besar

manusia dan berfungsi sebagai pengurai sisa-sisa makanan yang tidak

terserap dalam sistem pencernaan manusia Saat menguraikan sisa-sisa

makanan yang tidak terserap oleh sistem pencernaan. Escherichia coli

biasanya berkolonisasi di saluran pencernaan dalam beberapa jam setelah

masuk ke dalam tubuh dan membangun hubungan mutualistik. Namun,

strain non-patogenik dari E. Coli bisa menjadi patogen, ketika adanya

gangguan di dalam pencernaan serta imunosupresi pada host.

120
Enterobacteriaceae adalah kelompok batang gram negatif yang besar

dan heterogen, dengan habitat alaminya di saluran cerna manusia dan

hewan. Kebanyakan Enterobacteriaceae merupakan flora normal pada

saluran pencernaan meskipun ada juga yang beberapa tersebar luas di

lingkungan sekitar. Mereka memfermentasikan glukosa dan juga

menghasilkan asam dan gas. Enterobacteriaceae dapat menyebabkan

beberapa penyakit infeksi.

Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis bakteri asam laktat

homofermentatif dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37°C.

Lactobacillus plantarum berbentuk batang (0,5-1,5 hingga 1,0-10 µm) dan

tidak bergerak (non motil). Bakteri ini memiliki katalase negatif, aerob atau

fakultatif anaerob, mampu mencairkan gelatin, cepat memcerna protein,

tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam, dan mampu memproduksi

asam laktat. Dalam media dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam

laktat. Lactobacillus plantarum mampu merombak senyawa kompleks

menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam

laktat. Asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat

sehingga menimbulkan suasana asam.

Lactobacillus plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5

sampai 2 % pada substrat. Dalam keadaan asam, L. plantarum memiliki

kemampuan untuk menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk.

Pertumbuhan Lactobacillus plantarum dapat menghambat kontaminasi dari

mikrooganisme pathogen dan penghasil racun karena kemampuannya

121
untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat, selain itu

dapat menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai

antibakteri. Lactobacillus plantarum juga mempunyai kemampuan untuk

menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibakteri.

Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat bakteri Escherichia coli,

Shigella sonnei, Escherichia sp, Bacterium dimana diketahui bakteri

tersebut merupakan bakteri yang cenderung dipengaruhi oleh kontaminasi

intraselular seperti Escherichia coli yang memiliki Sifat yang dapat

menyebabkan infeksi primer pada usus, biasanya berkolonisasi di saluran

pencernaan dalam beberapa jam setelah masuk ke dalam tubuh dan

membangun hubungan mutualistik. Namun, strain non-patogenik dari E.

Coli bisa menjadi patogen, ketika adanya gangguan di dalam pencernaan

serta imunosupresi pada host.

Shigella sonnei merupakan bakteri gram negatif, bentuk batang, non

motil, anaerobik fakultatif dan tidak bertangkai serta secara biokimia

meragikan laktosa sangat lambat bahkan tidak sama sekali dan negatif

pada tes motilitas. Bakteri ini membentuk asam dari karbohidrat, tetapi

jarang menghasilkan gas. Suhu pertumbuhan optimum 45oC Sifat biokimia

yang khas adalah negatif pada reaksi fermentasi adonitol, tidak membentuk

gas pada fermentasi glukosa, tidak membentuk H2S.

Bakteri berinteraksi dengan manusia, primata lain dan lalat. Manusia

bertindak sebagai tuan rumah infeksi dan lalat sebagai sarana transportasi

bagi bakteri, menyebar ke host lain. Kontaminasi bakteri dapat mencakup

122
air, makanan dan bahan lainnya. Hal ini umumnya ditularkan melalui air,

dan air yang terkontaminasi diminum oleh seseorang maka bakteri akan

tertelan, masuk dan berada di usus halus, menuju ileum terminal dan kolon

melekat pada permukaan dan kolon, melekat pada permukaan mukosa,

berkembang biak, reaksi peradangan hebat, sel-sel terlepas, timbul Ulkus,

terjadi disentri basiler (tinja lembek, bercampur darah, mukus dan pus, nyeri

abdomen, mules, tenesmus ani). Masa inkubasinya adalah 2-4 hari, atau

bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh seseorang yang sehat diperlukan

dosis 1000 bakteri Shigella untuk menyebabkan sakit. Penyembuhan

spontan dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita

dewasa yang sehat sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat

muda atau tua dan juga pada penderita dengan gizi buruk penyakit ini akan

berlangsung lama.

Pada penelitian ini Shigella dan Escherichia terdapat pada bayi yang

mengkonsumsi ASI dan Susu formula yaitu pada Bayi yang mengkonsumsi

ASI, bayi dapat terkontaminasi dari ibu yang menjadi penghantar bakteri

shigella dan Escherichia, sedangkan Susu formula kebersihan dalam

menjaga sediaan dalam penyajian susu formula bisa menjadi faktor utama

kontaminasi bakteri shigella dan Escherichia.

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa Kelompok Bayi yang

mengkonsumsi ASI diketahui bahwa bakteri usus normal yang mempunyai

aktivasi antimikroba yang berpengaruh terhadap imunitas lokal dan

sistemik. Bakteri ini dapat menghambat atau berkompetisi kolonisasi

123
mikroba patogen, juga berperan serta dalam sekresi zat-zat yang

berpotensi sebagai antimikroba dan sekresi musin melalui aktivasi gen.

Kolonisasi bakteri merupakan proses bertahap yang dtitentukan oleh

banyak factor, antara lain : komposisi mikroflora usus ibu, lingkungan,

derajat kebersihan, jenis persalinan, pemakaian antibiotik, dan perawatan

di rumah sakit. Secara fisiologis, janin bersifat steril dari mikroorganisme

selama dalam kandungan. Namun, terjadi perubahan besar pada komposisi

mikroflora, khusus pada awal kehidupan. Dalam kurun waktu beberapa jam

setelah lahir, saluran cerna bayi mulai dikolonisasi oleh bakteri, dan

kolonisasi tersebut akan berubah sesuai dengan usia bayi yang bertambah

(Irwanto, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Penders tahun 2006

melaporkan bahwa mikroflora saluran cerna pada awal kehidupan berperan

penting untuk respon imun, tetapi mikroflora saluran cerna dipengaruhi juga

oleh metode persalinan dimana bayi yang dilahirkan secara normal

(pervaginam) akan terkolonisasi sejak awal oleh bakteri yang berasal dari

vagina yaitu 25% Lactobacillus diperoleh bayi.

Berdasarkan asumsi peneliti pada penelitian ini, ditemukan bahwa

dalam populasi mikrobiota pada usus bayi yang mengkonsumsi ASI

merupakan mikrobiota normal yang berfungsi sebagai antimikroba yang

mengaktivasi gen. Secara relatif, sejumlah kecil susu formula tambahan

yang diberikan kepada bayi-bayi yang menyusui akan menghasilkan

pergesaran dari pola menyusui ke pola pemberian susu formula, karena

124
ada beberapa pandangan/penemuan terhadap variasi mikroba dalam usus

bayi yang terdeteksi. Mikrobiota dalam usus bayi yang mengkonsumsi susu

formula tidak dapat mempertahankan mikroflora usus normal.

C. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil peneitian terdapat beberapa keterbatasan diantaranya :

1. Pengambilan sampel dilakukan oleh responden sendiri, sehingga

peneliti tidak dapat menilai akurasi pengambilan sampel feses.

2. Terbatasnya jumlah sampel yang disequensing karena pada gambar

elektroforesisnya tidak tampak pada band. Penyebab lain dapat berasal

dari cara pengekstarakan feses, tempat penyimpanan feses (suhu),

waktu penyimpanan dan cara pencampuran bahan.

3. Peneliti tidak melakukan pengestrakan ulang guna untuk penambahan

sampel squencing hal ini dikarenakan keterbatasan biaya, di mana

pemeriksaan dilakukan 2 kali yaitu PCR dilanjutkan sequencing di

Malaysia.

4. Peneliti hanya mengambil sampel yang di beri ASI dan kombinasi.

karena pada saat observasi/penelitian dilapangan hanya mendapatkan

17%, sehingga peneliti tidak mendapatkan sampel sesuai yang

diharapkan.

5. Peneliti tidak mengambil sampel lebih banyak sebagai pembanding

karena keterbatasan biaya, di mana pemeriksaan dilakukan 2 kali yaitu

PCR dilanjutkan sequencing di Malaysia.

125
126
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adanya perbedaan DNA Mikrobiom melalui programMEGA5

dilanjutkan dengan BLAST dan ditelusuri DNA database GeneBank

melalui situs resmi NCBI https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi

2. Pada kelompok ASI didapatkan bakteri/organism Bifidobacterium,

selain itu ada juga bakteri pathogen yaitu Escherichia coli, Shigella

sonnei, dimana pada penelitian sebelumya, bakteri ini didapatkan

pada bayi yang diberi susu formula ini dikarena faktor kebersihan

ibunya pada saat menyusui masih kurang.

3. Pada kelompok ASI didapatkan Genus Bifidobacterium dimana

Bifidobacterium berfungsi dalam sistem pencernaan, membantu

menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya dan merangsang

sistem kekebalan tubuh serta berkontribusi meningkatkan nilai gizi

makanan Sedangkan pada kelompok Susu formula didapatkan Flora

normal usus yang dapat menyebabkan penyakit, membuat vitamin B

juga mensintesa vitamin K (mutualisme ).

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian tindak lanjut mengenai faktor yang

dapat mempengaruhi perubahan jenis mokroflora dalam usus bayi

yang berusia 4 bulan.

127
2. Peneliti selanjutnya agar kiranya dapat melakukan penelitian

dengan jumlah sampel yang lebih untuk di sqeuencing sehingga

dapat melihat mikroflora yang lebih variatif.

3. Kiranya hasil penelitian ini dapat di publish guna untuk dapat

menjadi refesnsi tentang manfaat dari Air susu ibu (ASI) dalam hal

menjaga mikloflora usus bayi.

128
DAFTAR PUSTAKA

Aniqoh Machwijatul. 2006, Hubungan Antara Pemberian Susu Formula


Dengan Kejadian Diare pada Bayi Umur 0- 12 Bulan (Studi di
Puskesmas Sekardangan Kabupaten Sidoarjo).
Dari:fkm@unair.ac.id [13 Mei 2009].
Ambarwati,Eny Retna. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Mitra
Cendikia Offset
Bambang sarwiji. 2008. Nursing undersanding disease.PT Indeks ,Jakarta
Bambang. 2011. Super Baby Directory. Jogjakarta: Flashbook. Cetakan I.
Chen, J, W. Cal.Y.Feng.2007. development of intestinal bifidobacteria and
lactobacilli in breast – fed neonates. Clinical nutrition 26 : 559 – 566
Febri, Ayu bulan dan Marendra, Zulfito. 2008. Buku Pintar Menu
Bayi.Jakarta Selatan : PT. Wahyu Media. Cetakan II. Genome
Medicine 5:81

Grondlund,M.M., O.P. Lehtonen, E.Eorola, P. Kero. 1999. Fecal Microfloca


in helthy infants born by different methods of delivery. Permanent
changes in intestinal flora after caesarean delivery. Journal of
pediatric gastroenterology and nutrition 20:19 – 25
Hartono, TS,. 2014. Profil mikroba usus pada anak usia 2–12 tahun dengan
diare dan non diare di Jakarta Utara, Indonesia http://lib.ui.ac.id
diakses tanggal 19 Desember 2016
Hidayat A. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Surabaya:Salemba Medika, 2008.
Irawati F. Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Pertahanan Tubuh
terhadap Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Desa
Punggung Kecamatan Punggung Mojokerto. Unimus. 2013
Jafar, N. 2011. ASI Eksklusif. Seminar Ilmiah pada Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Makassar: 4 Maret 2011.
Khasanah, Nur. 2011. ASI atau Susu Formula ya ?. Jogjakarta :
FlashBook
Kim W. 2012, Application of Metage- nomic Techniques: Understanding
the Unrevealed Human Microbiota and Explaining the ini Clinical
Infectious Disease. Journal of Bacteriology and Virology 42(4)
Kodrat, Laksono, 2010. Dahsyatnya ASI & Laktasi. Yogyakarta: Media
Baca.

129
Marimbi. 2010.Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada
Balita. Yogyakarta : Nuha Medika
Maryunani, A, dkk, 2012, Asuhan Kegawat Daruratan Dalam Kebidanan,
Trans Info Media, Jakarta.
Mashaghi A, Katan A (2013). "A physicist's view of DNA". De
Physicus 24e (3): 59–
61. arXiv:1311.2545v1. Bibcode:2013arXiv1311.2545M
Miller, R.R., Montoya, V., Gardy, J.L., Patrick, D.M, Tang P 2013.
Metagenomics for pathogen detection in public health.

Nadesul, H. 2008. Membesarkan Bayi Jadi Anak Pintar. Jakarta: PT.


Kompas Media Nusantara
Nasar, dkk. 2005. Makanan Bayi dan Ibu Menyusui. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. Cetakan I Nature 489

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka


Cipta
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.2014. Situasi dan
Analisis Diabetes. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Pertiwi, P. 2012. Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian
ASI eksklusif di kelurahan kunciran indah Tanggerang. Skripsi.
Universitas Indonesia.
Penders.J.C.Vint, C Driessen. N London. C Thijs, E.E Stobberingh. 2004.
Quantification of bifidobacterium spp., Escherichia coli and
clostridium difficle in faecal sample of breast – fed an dformula – fed
infant by real Time PCR FEMS Microbology Letters 243:141 - 147
Praptiani, Wuri. 2012. Kebidanan Oxford: Dari Bidan untuk Bidan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Praptiani, Wuri. 2012. Kebidanan Oxford: Dari Bidan untuk Bidan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. 2015. Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan 2014. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan
Prasetyono. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogya : Diva Press
Pratiwi, S.T., 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga, Jakarta
R. Wall, R.P Ross, CA Ryan, S Hussey, B Murphy, GF Fitzgerald, C
Stanton. Role of gut microbiota in early infant development.
Clinical Medicine : Pediatrics. Ireland. 2009.

130
Rigon,G.,C.Vallone,V.Lucatoni & F.Signore.2012 Maternal Factors pre –
and during delivery contribute to gut microbiota shaping in
newborn. Frotiers in celuller an infection microbiology 2 (93):1-4
Roesli, U & Yohmi, E,. 2008. Bedah ASI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Roesli, Utami. 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif, Pustaka
Bunda, Jakarta
Rohani. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta :
Salemba Medika.
Rukiyah, Aiyeyeh. Dkk. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta :
Trans Info Media
Sabree, Z.L., Rondon, M.R., and Handels- man, J. 2009. Metagenomics.
Elsevier. Saiki, et all. 2001. Penerapan Polymerase Chain Reaction
(PCR) untuk Diagnosis Penyakit Infeksi. Bandung : Jurusan
Farmasi FMIPA ITB

Sastroasmoro, S dan Ismael, S. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian


Klinis. Binarupa Aksara : Jakarta.
Sidi, 2004, Manajemen Laktasi, Perinasia, Jakarta.
Sidi, dkk. 2011. Manajemen laktasi. Jakarta: Perinasia.
Sofyana, H. 2011. Perbedaan Dampak Pemberian Nutrisi ASI Eksklusif
dan Non Eksklusif Terhadap Perubahan Ukuran Antropometri dan
Status Imunitas pada Neonatus di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Al Ihsan Provinsi Jawa Barat. Thesis.
Sugiyono, 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suririnah. (2009). Buku Pintar Kesehatan Kehamilan dan Persalinan.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sutomo, B, dan Anggraini, D. Y. 2010. Makanan Sehat Pendamping ASI.
Jakarta: PT. Agromedia Pustaka
Sunarto, Agus, et all. 2004. Prosedur PCR untuk diagnosa Cepat Penyakit.
Badan Riset
The Marhall Protocol Knowledge Base. Microbes in the human body.
Autoimmunity Research Founda- tion. Washington: University of
Washington.Diunduh dari http://mpkb.org/home/pathogenesis/
microbiota. Diakses 5 November 2016.

131
Tamura et al, 2011. MEGA 5 : Molecular evolutionary genetics analysis
using maximum likelihood, evolutionary distance and maximum
parsimony methods. Mol.biol.evol.10.1093/molbev/msr121.
Ursell LK, Metcalf JL, Parfrey LW, Knight R. Defining the human
microbiome.Nutr Rev.
2012;70
Vainio S, Genest PA, ter Riet B, van Luenen H, Borst P (2009). "Evidence
that J-binding protein 2 is a thymidine hydroxylase catalyzing the
first step in the biosynthesis of DNA base J". Molecular and
biochemical parasitology 164 (2): 157–
61. doi:10.1016/j.molbiopara.2008.12.001. PMID 19114062.
Weinstock G.M, 2012. Genomic approach- es to studying the human
microbiota.
Widiyaningsih, EN., 2011.Peran Prebiotik untuk Kesehatan. Program Studi
Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 4, No. 1, Juni 2011: 14-20

Wilson,keith and john walker,2010.Principles and Techniques of


Biochemistry and molecular Biology.Cambridge University
Press,New York

132
133
134
135
136

Anda mungkin juga menyukai