Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN FARMAKOTERAPI SISTEM TULANG DAN PERSENDIAN,

HEMATOLOGI, INFEKSI DAN KANKER

FARMAKOTERAPI PENYAKIT DIARE AKUT

Disusun Oleh :

Padmangga Banyfesko (1608010110)

Shafira Awwaliya W (1608010112)

Anisa Dwi Wijayanti (1608010114)

Aulia Normasari (1608010116)

Dewi Nur Thohidah (1608010118)

Azizah Zandra Nurul J (1608010122)

Keihin Laras Azzahra (1608010124)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
Kasus :

Tn. K, usia 36 tahun, BB 44 kg, TB 160 cm, dating dengan keluhan lemas, nyeri,
nafsu makan berkurang, perut membesar, konstipasi sejak 5 hari yang lalu. Dari
hasil anamnesis, pasien mengalami icterus, pucat, dan ascites. Hasil kolonoskopi
ditemukan massa sebesar 2,2-2,5 cm di kolon decendens. Hasil CT-scan, tampak
metastase di kedua lobus liver, berukuran 1-2 cm. pasien suka makan makanan
daging, gorengan, dan tidak suka makan sayur.

Dari kasus diatas, dapat diperoleh identitas pasien yakni pasien bernama
Tuan K, berusia 36 tahun, dengan berat badan 44 kg dan tinggi badannya 160 cm.
Kemudian diketahui beberapa riwayat mengenai pasien. Yang pertama pasien
memiliki riwayat hiperkolesterol sejak 6 tahun yang lalu. Kedua, pasien
mengkonsumsi simvastatin 20 mg 1xsehari pada malam hari, bisakodil tablet 2 hari
yang lalu, dan microlax 1 tube tadi malam. Ketiga, pasien memiliki riwayat keturunan
kanker dari ayahnya yang meninggal karena kanker kolon. Terakhir, pasien merokok
2 pak/hari namun berhenti sejak 3 bulan yang lalu, tidak konsumsi alkohol dan tidak
bertatto.

Faktor resiko penyakit yang didapat dari kasus pasien Tuan K adalah genetik,
pola makan dan pola hidup. Faktor resiko ini dapat menjelaskan patofisiologi
terjadinya kanker pada pasien. Di awali dari genetik, pasien diketahui memiliki
riwayat genetik kanker kolon dari ayahnya, dimana faktor ini membuat pasien juga
berpotensi terkena kanker yang sama karena sebagian besar kanker memiliki
komponen herediter yang disebabkan oleh prdisposisi mutasi yang mempengaruhi
garis keturunan yang dapat diwariskan dan berperan dalam proses awal
pembentukan sel kanker. Tahap terjadinya yaitu dimulai dari terjadinya proliferasi
crypt/hiperlapsia yang berkembang menjadi adnoma jinak lalu membentuk
karsinoma dan akhirnya menjadi metastatik. Kemudian dari genetik ini diperburuk
dengan pola hidup pasien yang tidak sehat yaitu merokok, nikotin dalam asap rokok
berperan dalam perkembangan kanker kolon karena merangsang proliferasi sel dan
menekan fisiologis apotosis, juga meningkatkan resiko pengembangan polip yang
merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya dan pada kondisi
metastatik sel kanker ini lepas dari tempat asal dan menyebar ke organ hati pasien.
Selain pola hidup yang buruk, pola makan pasien cenderung tidak sehat. Pasien
suka mengkonsumsi daging dan gorengan yang mana dalam pemasakan daging
pada suhu tinggi akan terbentuk amina heterosiklik mutagenic dan aromatic polisiklik
hidrokarbon akan meningkatkan resiko kanker, kemudian pasien tidak suka
mengkonsumsi sayuran, kurangnya asupan serat akan menyebabkan konstipasi
dalam waktu lama yang juga meningkatkan resiko terkena kanker kolon.

Sehingga, dari patofisiologi penyakit kanker pasien diatas, di dapat tanda dan
gejala kanker kolon yang dirasakan oleh pasien antara lain lemas, nyeri, konstipasi
perut membesar, nafsu makan berkurang, pucat, icterus dan ascites. Malnutrisi
merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien kanker stadium lanjut karena
terjadinya perubahan metabolisme pasien kanker atau malabsorpsi akibat adanya
sel kanker di dalam tubuh menyebabkan anoreksia (hilangnya nafsu makan) dan
berdampak pada kondisi fisik pasien seperti lemas, pucat dan penurunan berat
badan. Nyeri bisa terjadi karena pada kanker masa tumor akan terus membesar dan
menekan syaraf, tulang atau organ disekitarnya terlebih pada kondisi metastatik.
Konstipasi terjadi akibat sel kanker menginvasi ke sekitar dinding usus dan
membuatnya semakin menyempit atau bahkan tertutup sehingga susah untuk buang
air besar, konstipasi dan ascites yang menyebabkan perut pasien membesar.
Ascites terjadi akibat kanker bermetastatis ke hati yang membuatnya tidak bekerja
maksimal lalu menimbulkan peningkatan tekanan pada aliran darah menuju hati
menyebabkan ascites. Karena organ hati pasien menjadi tidak normal akibat
metastatik kanker maka timbul icterus pada pasien.

Sedangkan tanda-tanda vital yang ada pada pasien ini yaitu nilai RR normal yaitu 20
kali per menit, denyut nadi normal yaitu 80 kali per menit, suhu hipotermia yaitu
35,6ᵒC karena nilai normalnya adalah 36-37ᵒC, dan tekanan darah prehipertensi
yaitu 130/70 mmHg sedangkan nilai normalnya yaitu 120/30 mmHg.

Kemudian hasil pemeriksaan laboratorium, pada pasien ini terdapat beberapa


pemeriksaan yang tidak normal yaitu Hb rendah yaitu 9,6 g/dL sedangkan nilai
normalnya yaitu 13-18 g/dL, Hct rendah yaitu 29% sedangkan nilai normalnya yaitu
40-50%, AST tinggi yaitu 62 IU/L sedangkan nilai normalnya 5-55 IU/L, nilai BUN
rendah yaitu 6 mg/dL sedangkan nilai normalnya 9-20 mg/dL , nilai WBC tinggi yaitu
15400/mm3 sedangkan nilai normalnya yaitu 3200-10000/mm 3, nilai eritrosit rendah
yaitu 3,5x106/mm3sedangkan nilai normalnya yaitu 4,4-5,6x10 6/mm3, dan yang
terakhir albumin rendah yaitu 2 g/dL sedangkan nilai normalnya yaitu 3,5-5,9 g/dL.
Berdasarkan nilai Hb, Hct, eritrosit, dan albumin yang rendah menujukkan pada
pasien terjadi anemia, dan pada nilai AST yang tinggi menunjukkan bahwa terjadi
ketidaknormalan pada hati.

Assesment pada pasien ini yaitu membutuhkan terapi tambahan untuk


mengobati kanker kolon stadium 4 dengan meningkatkan kualitas hidup pasien,
serta memberikan terapi penunjang untuk megatasi keluhan pasien.

Strategi terapi yang akan diberikan kepada pasien yaitu pemberian


bevacizumab dan folfox untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien, dan
pemberian terapi kombinasi dexamethasone dan palonosetron untuk mengatasi
keluhan pasien.

Terapi non farmakologi yang dapat diberikan kepada pasien kanker ini
diantaranya yaitu terapi dzikir selama 15 menit pada saat nyeri, terapi dzikir dapat
menyebabkan peregangan dan pelemasan otot, pernapasan ritmik, membuat
bayangan dalam hati atau secara mental, hipnosis, dan pengalihan perhatian. Terapi
selanjutnya yaitu konsumsi makanan yang mengandung antioksidan seperti apel
untuk melancarkan buang air besar, relaksasi pernapasan slow deep breathing.
Relaksasi pernapasan slow deep breathing adalah bentuk latihan napas yang terdiri
atas pernapasan abdomen (diafragma) dan purse lips breathing. Slow deep
breathing akan menstimulasi saraf otonom yang mempengaruhi kebutuhan oksigen
dengan mengeluarkan neurotransmitter. Respons saraf simpatis dari slow deep
breathing adalah dengan meningkatkan aktivitas tubuh. Sedangkan respons saraf
parasimpatis adalah menurunkann aktivitas tubuh. Terapi selanjutnya yaitu
melakukan relaksasi benson untuk menurunkan nyeri. Relaksasi benson merupakan
teknik relaksasi yang digabungkan dengan keyakinan yang dianut oleh pasien, dan
akan menghambat aktivitas saraf simpatis yang dapat menurunkan konsumsi
oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot tubuh menjadi relaks sehingga
menimbulkan perasaan nyaman dan tenang. Terapi selanjutnya yaitu dengan
menggunakan ginger aromatherapy dan relaksasi antigenik untuk mual muntah.
Ginger aromatherapy memiliki kelebihan dalam mengatasi mual muntah. Hal ini
dikarenakan jahe mampu memblok serotonin yang merupakan senyawa kimia yang
dapat menyebabkan perut berkontraksi sehingga timbul rasa mual termasuk rasa
mual akibat kemoterapi. Terapi selanjutnya yaitu mengonsumsi makanan yang
mengandung zat besi seperti brokoli untuk mengobati anemia pasien, dan yang
terakhir yaitu mengkonsumsi kacang-kacangan sebagai laksatif.

Sebelum memberikan terapi farmakologi, kita harus melakukan perhitungan


luas permukaan tubuh terlebih dahulu dan diperoleh nilai luas permukaan tubuh
pada pasien yaitu 1,3m2. Terapi farmakologi yang diberikan yaitu untuk mengobati
kanker kolon stadium IV dengan menggunakan bevacizumab yang termasuk dalam
golongan obat monoclonal antibody yang bekerja dengan cara mengikat VEGF
(vascular endothelial growth factor) sehingga tidak dapat berikatan dengan
reseptornya. Bevacizumab diberikan secara injeksi dengan dosis 220mg/hari
dengan durasi terapi 14 hari. Bevacizumab diberikan karena merupakan first line
terapi dan efektive jika dikombinasikan dengan folfox. Obat ini tidak boleh diberikan
pada pasien yang hipersensitiv terhadap obat ini, hamil dan menyusui. Efek samping
yang dapat ditimbulkan yaitu leukopenia, trombopenia, mual, muntah.

Terapi selanjutnya yaitu pemberian kombinasi folfox. Kami menggunakan


folfox karena firs line therapy dan efektive pada kanker kolorektal stadium IV.
Kombinasi folfox terdiri dari 3 obat yaitu 5- fluorouracil, leucovorin dan oxaliplatin. 5-
fluorouracil diberikan melalui infus dengan dosis hari pertama 520mg/hari dan hari
kedua 780mg/hari dengan durasi terapi 14hari. 5-fluorouracil bekerja dengan
menghambat pembentukan thymin yang diperlukan untuk sintesis DNA. Obat 5-FU
tidak boleh diberikan kepada pasien yang hipersensitivitas terhadap obat ini. Efek
samping yang dapat ditimbulkan yaitu stomatitis, dermatitis. Lalu leucovorin
diberikan secara infus dengan dosis 260mg/hari dengan durasi terapi 2jam.
Leucovorin tidak boleh diberikan kepada pasien dengan hipersensitivitas terhadap
obat ini. Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu reaksi alergi dan demam.
Kemudian oxaliplatin diberikan melalui infus dengan dosis 130mg/hari. Mekanisme
kerja dari obat oxaliplatin yaitu menurunkan dan menghambat dihidropirimidine
dehydrogenase dan memperlambat katabolisme dari 5-FU. Oxaliplatin tidak boleh
diberikan kepada pasien yang hipersensitivitas terhadap obat ini. Efek samping yang
dapat ditimbulkan dari obat ini yaitu mual, muntah dan kesemutan.

Obat yang diberikan selanjutnya yaitu dexamethasone secara intravena


dengan dosis 8mg setelah makan dengan durasi terapi 9 minggu. Obat
dexamethasone termasuk dalam golongan obat kortikosteroid. Obat ini digunakan
karena aman untuk kemoterapi dan sinergis jika diberikan bersama palonosetron.
Dexamethasone tidak boleh diberikan kepada pasien dengan tukak lambung. Efek
samping yang dapat timbul yaitu myopati dan kelemahan otot. Kemudian
palonosetron yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,25mg dengan durasi
terapi 3-5 hari. Palonosentron termasuk dalam golongan antagonis serotonin.
Golongan antagonis serotonin bekerja dengan menghambat reseptor serotonin pada
sistem saraf pusat dan saluran pencernaan. Pemilihan obat palonosentron karena
lenih efektif di generasi 5HT3 dan aman. Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu
sakit kepala, pusing. Untuk mengobati anemia diberikan obat epoetin alfa dengan
dosis 150 IU/L 3 kali seminggu. Obat ini dapat menimbulkan efek samping yaitu
gejala flu. Obat yang untuk mengatasi konstipasi yaitu microlac. Mekanisme kerja
dari microlac yaitu dengan melunakkan massa tinja dan melumasi saluran rectum
sehingga memudahkan buang air besar tanpa mempengaruhi otot usus sehingga
tidak menyebabkan melilit. Microlac diberikan dengan melalui rectum dengan dosis
5mL diberikan 1 tube(5mL). Microlac tidak boleh diberikan kepada penderita yang
mengalami hipersensitivitas atau alergi terhadap salah satu komponen microlac dan
tidak boleh diberikan kepada pasien dengan penderita peradangan usus dan
penderita wasir yang akut. Efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat ini yaitu
jika digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan diare dan kekurangan cairan.

Yang harus dimonitoring pada pasien yaitu kondisi pasien menurut hasil
laboratoium agar kembali normal, dan memonitoring efek samping yang diberikan
seperti mual muntah dan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Edwards M.S & dkk. 2011. Asystematic Review Of Treatment Guidelines For
Metastatic Colorectal Cancer. The Association of Coloproctology of
Great Britain and Ireland 14.

Hasan Imran & dkk. 2011. Manajemen of Stage IV Rectal Cancer Follow Up

Options. World & Gastroenteral vol 17

Lee GI, Young & dkk. 2013. Properative Constipation in Associated With Poor
Prognosis Of Rectal Cancer. A prospective cohert study, Journal Of
The Korean Surgical Society

Puspasari Indraini & dkk. 2012. Terapi Dzikir Pada Pasien Kanker Stadium

Lanjut. Fakultas Psikologi. Universitas Surabaya

Winaktu Gracia, J. 2011. Peran Serat Makanan Dalam Pencegahan Kanker

Kolorektal. Jurnal Kedokteran Mediatek vol 17 No. 43

Vogel Joh D & dkk. 2017. The American Society Of Colon an Rectal
Surgeons

Clinical Pratice Guide For The Treatment Of Colon Cancer. Vogel et


al :

treatment of colon cancer. Vogel et al : Treatment of colon cancer

Anda mungkin juga menyukai