Anda di halaman 1dari 43

BAB V

ANALISIS POLA PERUBAHAN LAHAN TERBANGUN


KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 1994 – 2017

5.1 Analisis Interpretasi citra


Interpretasi citra adalah proses pengkajian citra melalui proses identifikasi dan
penilaian mengenai objek yang tampak pada citra.

5.1.1 Interpretasi Citra Landsat tahun 1994 dan 2002


Dalam penelitian ini wilayah studi terpilih yaitu Kabupaten Boyolali memerlukan 2 citra
landsat karena wilayah bagian bawah akan terpotong jika hanya menggunakan 1 data citra
saja. Citra landsat yang digunakan merupakan citra landsat TM 5 dengan zona UTM 49S
yang menunjukan wilayah Pulau Jawa bagian Tengah dan Timur. Dalam melakukan
interpretasi citra perlu melakukan tahapan sebagai berikut :
1. Penggabungan band
Penggabungan band adalah menggabungkan saluran band citra
landsat 5 dengan menggunakan tool Composite Bands pada aplikasi
arcGIS. Band yang digabungkan meliputi saluran band 1,2,3,4,5 dan 7.
Saluran 6 tidak digunakan karena pada dasarnya saluran 6 digunakan untuk
analisis suhu permukaan sehingga tidak digunakan dalam penelitian ini
yang berfokus pada tutupan lahan. Proses penggabungan band yang
dilakukan untuk tahun 1994 dan tahun 2002 sama yaitu menggunakan citra
landsat TM 5. Berikut hasil penggabungan band pada citra landsat TM 5 :

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 1
Citra Landsat TM 5 Sebelum Penggabungan Band
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 2
Citra Landsat TM 5 Setelah Penggabungan Band

2. Koreksi geometri
Koreksi geometri adalah proses membetulkan koordinat sistem data
citra landsat dengan menggunakan tool Project Raster pada aplikasi
arcGIS. Koreksi geometri data citra landsat tidak memerlukan GCP (Ground
Control Point) karena pada dasarnya citra landsat sudah terkoordinat
namun dengan zona koordinat yang kurang benar yaitu masih NUTM 49
sehingga perlu dibenarkan menjadi SUTM 49. Berikut adalah hasil dari
koreksi geometri pada citra landsat TM 5 :

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 3
Hasil Koreksi Geometri Citra Landsat
3. Mosaic Citra
Mosaic citra adalah tahapan menyatukan 2 data citra satelit yang
terpotong menjadi satu data citra dengan menggunakan tool Mosaic to New
Raster pada aplikasi arcGIS. Penelitian ini melakukan mosaic citra untuk
data citra landsat bagian tengah dan timur disatukan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghasilkan data citra wilayah studi Kabupaten Boyolali. Berikut
adalah hasil dari mosaic citra landsat bagian tengah dan timur :

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 4
Citra Landsat Sebelum dilakukan Mosaic

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 5
Hasil Mosaic Citra Landsat bagian Tengah dan Timur

4. Pemotongan Citra
Pemotongan citra adalah proses memotong citra berdasarkan
wilayah studi penelitian di Kabupaten Boyolali dengan menggunakan tool
Extract By Mask pada aplikasi arcGIS. Data citra yang telah di mosaic
dipotong berdasarkan shapefile wilayah administrasi Kabupaten Boyolali.
Berikut hasil dari pemotongan citra landsat Kabupaten Boyolali :
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 6
Citra Landsat bagian Tengah dan Timur

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 7
Citra Landsat Kabupaten Boyolali

5. Klasifikasi terbimbing
Klasifikasi citra adalah proses mengklasifikasikan tutupan lahan,
penelitian ini menggunakan metode klasifikasi terbimbing. Klasifikasi
terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan atau kriteria
pengelompokan yang ditetapkan berdasarkan ciri suatu kelas tutupan lahan
yang diperoleh melalui pembuatan training area. Klasifikasi tutupan lahan
yang digunakan dalam penelitian ini hanya ada dua yaitu lahan terbangun
dan lahan non terbangun, karena penelitian ini hanya terfokus pada lahan
terbangun saja. Untuk mengenali training area lahan terbangun maupun
lahan non terbangun menggunakan kombinasi band. Kombinasi band yang
digunakan pada citra tahun 1994 adalah 742 (red-green-blue) dan untuk
kombinasi band pada citra tahun 2002 adalah 741 (red-green-blue). Proses
pembuatan training area dalam klasifikasi citra dilakukan pada tahun 1994
dan 2002. Berikut adalah peta hasil klasifikasi tersebut :

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 8
Peta Lahan Terbangun dan Lahan Non Terbangun Tahun 1994

Hasil pembuatan training area karakteristik band 742 dapat


digunakan lebih kontras untuk menunjukan kenampakan lahan terbangun.
Warna merah dalam kombonasi band 742 menunjukan kenampakan lahan
terbangun. Sedangkan warna hijau dalam kombinasi band 742 menunjukan
kenampakan lahan non terbangun atau vegetasi. Warna hitam atau biru tua
dalam kombinasi band 742 menunjukan lahan non terbangun badan air.
Berikut adalah peta hasil klasifikasi tersebut :

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 9
Peta Lahan Terbangun dan Lahan Non Terbangun Tahun 2002
5.1.2 Interpretasi Citra Pleiades tahun 2017
Proses interpretasi citra pleiades berbeda dengan proses interpretasi citra landsat,
pada dasarnya citra pleiades merupakan citra resolusi tinggi sedangkan citra landsat
merupakan citra resolusi rendah. Data citra pleiades dilakukan koreksi geometrik sehingga
sesuai dengan wilayah studi penelitian. Tahap selanjutnya interpretasi citra pleiades
dilakukan proses digitasi manual dengan menggunakan aplikasi arcGIS. Berikut hasil
interpretasi lahan terbangun citra pleiades 2017 :

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 10
Peta Lahan Terbangun dan Lahan Non Terbangun Tahun 2017
Proses digitasi manual dilakukan dengan mengenali objek – objek citra berdasarkan
8 kunci interpretasi citra. Proses digitasi berfokus untuk mengenali objek lahan terbangun.
Untuk menginterpretasi citra pleiades 2017 ini memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga dalam penelitian ini menggunakan data shapefile penggunaan lahan Kabupaten
Boyolali tahun 2010, dari data shapefile tersebut proses interpretasi citra pleiades 2017
berfokus pada proses update lahan terbangun dari tahun 2010 ke 2017. Berikut adalah
hasil lahan terbangun tahun 2010 :

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 11
Peta Lahan Terbangun dan Lahan Non Terbangun Tahun 2010
5.1.3 Uji Ketelitian

Analisis perubahan lahan terbangun tidak bisa langsung diketahui hanya dengan
pengolahan citra saja, agar lebih akurat penelitian ini harus melakukan uji ketelitian.
Setelah dilakukan pengolahan citra untuk keperluan validasi hasil lahan terbangun, maka
lahan terbangun tahun 1994 - 2017 perlu dilakukan uji ketelitian dengan kondisi riil di
lapangan. Pada penelitian ini menggunakan spasial sampling dengan skema random
terdapat 321 lokasi groundcheck yang tersebar di wilayah penelitian. Untuk lokasi tiap titik
validasi ditentukan secara acak dan menyebar secara merata untuk jenis penggunaan
lahan dan lokasinya. Lokasi tersebut tersebar diwilayah penelitian dengan luas unit wilayah
kabupaten. Uji ketelitian dilakukan dengan cara proses observasi lapangan dan melakukan
wawancara untuk mengetahui jenis penggunaan lahan terbangun pada tahun sebelumnya
yaitu tahun 1994, 2002 dan 2010. Untuk menguji lahan terbangun 2017 dapat dilihat hasil
dari pengolahan citra dengan kondisi riil dilapangan.
Titik survey tersebar diseluruh kecamatan di Kabupaten Boyolali. Lokasi groundcheck
di 321 titik dirasa sudah cukup untuk mewakili wilayah penelitian. Dari hasil tabel observasi
lokasi groundcheck di 321 titik, didapatkan tabel matriks kesalahan atau akurasi klasifikasi
yaitu sebagai berikut :
Tabel V. 1
Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan
Peta Validasi Lapangan Total
Lahan Terbangun Lahan Non Terbangun
Lahan Terbangun 302 4 306
Lahan Non 4 11 15
Terbangun
Total 321
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Data diatas merupakan hasil persentase akurasi klasifikasi penggunaan lahan


terbangun yang telah dihitung dari perbandingan sampel yang sesuai dengan jumlah
sampel. Akurasi antara informasi dilapangan yang diwakili oleh titik groundcheck dan peta
penggunaan lahan terbangun dinyatakan dalam overall accuracy adalah sebagai berikut:
302 + 11
Uji Ketelitian = X 100%
321
= 97 %
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa akurasi dari klasifikasi penggunaan lahan
terbangun mencapai 97%, dengan rincian 8 dari 321 sampel yang telah disurvei tidak
sesuai dengan hasil validasi lapangan. Dengan nilai akurasi yang tergolong tinggi tersebut,
maka hasil klasifikasi penggunaan lahan terbangun dapat digunakan untuk analisis
selanjutnya. Penggunaan lahan terbangun di Kabupaten Boyolali mengalami perubahan
beragam jenis penggunaan lahan, seperti permukiman, sarana pendidikan, sarana
kesehatan, sarana peribadatan dan lain sebagainya. Dengan luasan penggunaan lahan
terbangun yang terus meningkat setiap tahunnya menunjukan bahwa perkembangan
wilayah Kabupaten Boyolali terus berkembang.
Dari hasil groundcheck tersebut, maka berikut peta titik survey sebaran penggunaan
lahan terbangun 2017 di Kabupaten Boyolali :

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 12
Peta Titik Survey
5.2 Analisis Lahan Terbangun

Penggunaan lahan terbangun terbagi menjadi beberapa jenis penggunaan lahan


yaitu permukiman, industri, perdagangan dan jasa, pemerintahan, peribadatan dan lain
sebagainya. Perkotaan identik dengan lahan terbangun semakin padat aktivitas perkotaan
maka semakin luas lahan terbangun yang ada. Pembangunan permukiman yang terus
meningkat serta bertambahnya bangunan penunjang lainnya seperti sarana pendidikan,
kesehatan, peribadatan dan lain sebagainya membuat Kabupaten Boyolali mengalami
kenaikan luas lahan terbangun setiap tahunnya. Statistik perubahan penggunaan lahan
terbangun menunjukan dinamika dari adanya pembangunan yang terjadi setiap tahunnya
yang membuat lahan terbangun semakin meningkat. Setiap kecamatan di Kabupaten
Boyolali mengalami perubahan berupa penambahan luasan lahan terbangun. Kabupaten
Boyolali mengalami peningkatan luas lahan terbangun pada tahun 1994 - 2017 sebesar
14.772,18 Ha. Berikut adalah statistik luas penggunaan lahan terbangun di Kabupaten
Boyolali berdasarkan perhitungan Arcgis tahun 1994 – 2017 :

Tabel V. 2
Statistik Luas Lahan Terbangun

Luas Lahan Terbangun(Ha)


Kecamatan 1994 2002 2010 2017
Ampel 1.334,963 1.878,625 2161,87 2.215,765
Andong 365,106 1.193,266 1.781,623 1.806,872
Banyudono 552,469 762,948 929,661 936,489
Boyolali 914,617 1.317,068 1.633,335 1.653,511
Cepogo 807,135 1.167,298 1.544,525 1.565,403
Juwangi 353,776 507,91 997,599 1.000,579
Karanggede 600,120 897,579 1.245,344 1.264,379
Kemusu 443,108 597,325 1.096,188 1.111,595
Klego 394,525 953,806 1.367,321 1.387,064
Mojosongo 853,160 1.259,516 1.540,615 1.574,332
Musuk 1.108,259 1.521,129 2.021,515 2.056,793
Ngemplak 698,581 1.187,928 1.674,092 1.699,163
Nogosari 967,292 1.539,644 1.944,686 1.959,003
Sambi 546,875 1.074,638 1.825,195 1.855,294
Sawit 310,555 416,065 494,645 513,036
Selo 332,852 383,406 471,33 479,386
Simo 501,905 1.143,567 1.666,348 1.686,172
Teras 677,709 953,292 1.112,175 1.129,176
Wonosegoro 688,461 953,537 1.314,041 1.329,638
Kabupaten Boyolali 12.451,47 19.708,55 26.822,11 27.223,65
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Dari hasil analisis diatas dapat diketahui untuk dinamika perubahan lahan terbangun
di Kabupaten boyolali. Tahun 1994 Kabupaten Boyolali memiliki luas lahan terbangun
12.451 Ha yang kemudian meningkat menjadi 19.708 Ha di tahun 2002, pada tahun 2010
Kabupaten Boyolali memiliki luas lahan terbangun sebesar 26.822 Ha dan tahun 2017
sebesar 27.223 Ha. Luas lahan terbangun mengalami peningkatan yang cukup besar dari
tahun 1994 sampai tahun 2010 karena Kabupaten Boyolali sedang dalam masa
pembangunan yang cukup banyak. Kemudian tahun 2010 menuju tahun 2017
pembangunan dilakukan hanya untuk menunjangan sarana dan prasarana yang sudah ada
dan melakukan pembangunan agar Kabupaten Boyolali memiliki hubungan dengan
kabupaten / kota disekitarnya. Berikut grafik total perubahan lahan terbangun di Kabupaten
Boyolali tahun 1994 – 2017 :

Luas Lahan Terbangun(Ha)


30.000

25.000

20.000

15.000

10.000

5.000

0
1994 2002 2010 2017

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 13
Grafik Total Perubahan Lahan Terbangun Tahun 1994 – 2017

Pada tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah menganalisis lahan terbangun
berdasarkan jarak terhadap pusat Kabupaten Boyolali. Analisis ini ditunjukan dalam
beberapa zona yaitu Zona I dengan jarak 5 Km dari Kabupaten Boyolali diasumsikan
sebagai pusat kota. Zona II dengan jarak 10 Km dari Kabupaten Boyolali diasumsikan
sebagai permukiman. Zona III dengan jarak 20 Km dari Kabupaten Boyolali di asumsikan
sebagai industri dan pertanian dan zona IV dengan jarak >20 Km dari Kabupaten Boyolali
diasumsikan sebagai pertanian. Berikut penjabaran analisis lahan terbangun pertahun data
yaitu tahun 1994, tahun 2002, tahun 2010 dan tahun 2017.
5.2.1 Analisis Lahan Terbangun Tahun 1994
Lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994 sebesar 12.451 Ha atau 12% dari
luas wilayah Kabupaten Boyolali. Pada tahun 1994 lahan terbangun masih tersebar rata
diseluruh zona, penggunaan lahan terbangun di pusat kota dan di zona lainnya masih
cukup merata kepadatannya. Luas lahan terbangun tahun 1994 masih di dominasi oleh
permukiman serta masih banyaknya lahan pertanian yang tersebar hampir diseluruh bagian
utara Kabupaten Boyolali. Kecamatan Ampel adalah kecamatan dengan luas lahan
terbangun paling besar yaitu 1.334,96 Ha dan Kecamatan Musuk sebesar 1.108,25 Ha.
Namun dilihat dari persentase luas lahan terbangun berdasarkan luas wilayah kecamatan,
Kecamatan Boyolali menjadi kecamatan paling padat dengan persentase luas lahan
terbangun sebesar 35% lebih besar dari Kecamatan Ampel (15%) dan Kecamatan Musuk
(17%). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi persentase luas lahan terbangun
mengindikasikan wilayah yang semakin urban. Urban disini memiliki arti adalah kawasan
perkotaan. Berikut adalah tabel luas lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994:

Tabel V. 3
Tabel Luas Lahan Terbangun Tahun 1994
Luas Lahan
Luas Luas Lahan Persentase
Non
No Kecamatan Wilayah Terbangun Luas Lahan
Terbangun
(Ha) (Ha) Terbangun (%)
(Ha)
1 Ampel 9039 1334,963 7704,037 15%
2 Andong 5453 365,106 5087,894 7%
3 Banyudono 2538 552,469 1985,531 22%
4 Boyolali 2625 914,617 1710,383 35%
5 Cepogo 5300 807,135 4492,865 15%
6 Juwangi 7999 353,776 7645,224 4%
7 Karanggede 4176 600,12 3575,88 14%
8 Kemusu 9908 443,108 9464,892 4%
9 Klego 5188 394,525 4793,475 8%
10 Mojosongo 4341 853,16 3487,84 20%
11 Musuk 6504 1108,259 5395,741 17%
12 Ngemplak 3853 698,581 3154,419 18%
13 Nogosari 5508 967,292 4540,708 18%
14 Sambi 4649 546,875 4102,125 12%
15 Sawit 1723 310,555 1412,445 18%
16 Selo 5608 332,852 5275,148 6%
17 Simo 4804 501,905 4302,095 10%
18 Teras 2994 677,709 2316,291 23%
19 Wonosegoro 9300 688,461 8611,539 7%
Kabupaten Boyolali 101510 12451,47 89058,53 12%
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994 memiliki bentuk lahan yang
mengumpul dipusat Kabupaten Boyolali. Selain itu bentuk lahan linier disepanjang jalan
arteri primer ke arah Surakarta dan sebagian besar memiliki bentuk lahan terbangun yang
tersebar, karena mayoritas Kabupaten Boyolali adalah lahan non terbangun. Berikut adalah
peta lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994:

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 14
Peta Lahan Terbangun Tahun 1994
Analisis selanjutnya adalah menjelaskan bentuk lahan terbangun berdasarkan jarak
dari pusat Kabupaten Boyolali. Dalam penelitian ini untuk mempermudah analisis
ditampilkan dalam beberapa zona yang sudah dijelaskan pada sebelumnya. Lalu membuat
penampang melintang lahan terbangun yaitu garis A yang menunjukan potongan dari pusat
Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Magelang. Garis B yang menunjukan potongan dari
pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Garis C yang
menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Grobogan. Garis
D yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kota Surakarta dan
garis E yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boylali ke arah Kabupaten
Klaten. Dari grafik yang telah dibuat hanya menunjukan nilai 0 dan 1 saja, rentang nilai 0
hingga 1 itu tidak ada karena nilai 1 adalah untuk menunjukan lahan terbangun sedangkan
nilai 0 menunjukan lahan non terbangun. Dalam grafik ini konsistensi nilai 1 (lahan
terbangun) dengan jarak yang cukup panjang mengindikasikan lahan terbangun yang
mengumpul. Sedangkan grafik nilai 1 (lahan terbangun) dengan bentuk yang naik turun
mengindikasikan lahan terbangun yang tersebar. Berikut adalah hasil grafik penampang
lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994:

Garis A
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 15
Diagram Garis A Boyolali – Magelang tahun 1994

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 - 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 5 - 7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 10 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya memiliki
bentuk lahan terbangun yang menyebar.
Garis B
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 16
Diagram Garis B Kab. Semarang – Kota Salatiga tahun 1994

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 1,5 – 2,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 4,5 - 6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar.

Garis C
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 17
Diagram Garis C Kab. Grobogan tahun 1994

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang langsung
menyebar di jarak 1 – 5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan
terbangun yang menyebar kembali pada jarak 16 – 25 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 1994 menuju arah Kabupaten Grobogan menunjukan bentuk lahan
terbangun yang menyebar.
Garis D
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 18
Diagram Garis D Kota Surakarta tahun 1994

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,5 – 3,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 3,5 - 4 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang mengumpul namun tetap menyebar di sebagian titik
dari jarak pusat Kabupaten Boyolali.

Garis E
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 19
Diagram Garis E Kab. Klaten tahun 1994

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar sedikit muncul di jarak 1,3 - 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 2 Km, 2,8 Km dan 3,4 – 3,7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 1994 menuju arah Kabupaten Klaten menunjukan bentuk lahan
terbangun yang mengumpul.

5.2.2 Analisis Lahan Terbangun Tahun 2002


Lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2002 sebesar 19.708 Ha atau 19% dari
luas wilayah Kabupaten Boyolali. Pada tahun 2002 lahan terbangun masih tersebar rata
diseluruh zona, penggunaan lahan terbangun di pusat kota dan di zona lainnya masih
cukup merata kepadatannya. Luas lahan terbangun tahun 2002 mengalami peningkatan
yang cukup besar dari tahun 1994. Pembangunan permukiman terus bertambah, kemudian
mulai banyaknya pembangunan untuk pusat – pusat perdagangan dan jasa, sarana
pendidikan, kesehatan, peridabatan semakin bertambah serta masih adanya lahan
pertanian yang tersebar. Kecamatan Ampel adalah kecamatan dengan luas lahan
terbangun paling besar yaitu 1.878,63 Ha dan Kecamatan Musuk sebesar 1.521,13 Ha.
Namun dilihat dari persentase luas lahan terbangun berdasarkan luas wilayah kecamatan,
Kecamatan Boyolali menjadi kecamatan paling padat dengan persentase luas lahan
terbangun sebesar 50% lebih besar dari Kecamatan Ampel (21%) dan Kecamatan Musuk
(23%). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi persentase luas lahan terbangun
mengindikasikan wilayah yang semakin urban. Urban disini memiliki arti adalah kawasan
perkotaan. Berikut adalah tabel luas lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2002:
Tabel V. 4
Tabel Luas Lahan Terbangun Tahun 2002
Luas Luas Lahan
Luas Persentase Luas
Lahan Non
No Kecamatan Wilayah Lahan
Terbangu Terbangun
(Ha) Terbangun (%)
n (Ha) (Ha)
1 Ampel 9039 1.878,63 7.160,38 21%
2 Andong 5453 1.193,27 4.259,73 22%
3 Banyudono 2538 762,948 1.775,05 30%
4 Boyolali 2625 1.317,07 1.307,93 50%
5 Cepogo 5300 1.167,30 4.132,70 22%
6 Juwangi 7999 507,91 7.491,09 6%
7 Karanggede 4176 897,579 3.278,42 21%
8 Kemusu 9908 597,325 9.310,68 6%
9 Klego 5188 953,806 4.234,19 18%
10 Mojosongo 4341 1.259,52 3.081,48 29%
11 Musuk 6504 1.521,13 4.982,87 23%
12 Ngemplak 3853 1.187,93 2.665,07 31%
13 Nogosari 5508 1.539,64 3.968,36 28%
14 Sambi 4649 1.074,64 3.574,36 23%
Luas Luas Lahan
Luas Persentase Luas
Lahan Non
No Kecamatan Wilayah Lahan
Terbangu Terbangun
(Ha) Terbangun (%)
n (Ha) (Ha)
15 Sawit 1723 416,065 1.306,94 24%
16 Selo 5608 383,406 5.224,59 7%
17 Simo 4804 1.143,57 3.660,43 24%
18 Teras 2994 953,292 2.040,71 32%
19 Wonosegoro 9300 953,537 8.346,46 10%
Kabupaten Boyolali 101510 19.708,55 81.801,45 19%
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Berikut adalah peta lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2002:

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 20
Peta Lahan Terbangun Tahun 2002
Analisis selanjutnya adalah menjelaskan bentuk lahan terbangun berdasarkan jarak
dari pusat Kabupaten Boyolali. Dalam penelitian ini untuk mempermudah analisis
ditampilkan dalam beberapa zona yang sudah dijelaskan pada sebelumnya. Lalu membuat
penampang melintang lahan terbangun yaitu garis A yang menunjukan potongan dari pusat
Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Magelang. Garis B yang menunjukan potongan dari
pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Garis C yang
menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Grobogan. Garis
D yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kota Surakarta dan
garis E yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten
Klaten. Dari grafik yang telah dibuat nilai 1 adalah nilai untuk lahan terbangun sedangkan
0 adalah nilai lahan non terbangun. Dalam grafik ini konsistensi nilai 1 (lahan terbangun)
dengan jarak yang cukup panjang mengindikasikan lahan terbangun yang mengumpul.
Sedangkan grafik nilai 1 (lahan terbangun) dengan bentuk yang naik turun mengindikasikan
lahan terbangun yang tersebar. Berikut adalah hasil grafik penampang lahan terbangun
Kabupaten Boyolali tahun 2002:

Garis A
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 21
Diagram Garis A Boyolali – Magelang tahun 2002

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 1,5- 3 Km dan muncul kembali di jarak 5 – 7 Km dari pusat
Kabupaten Boyolali. Kemudian mengumpul kembali di jarak 9 - 10 Km dari pusat Kabupaten
Boyolali dan selebihnya memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun
1994 jarak 1-2 Km memiliki bentuk mengumpul maka di tahun 2002 mengalami perubahan
bentuk menjadi menyebar di jarak 1,5-3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis B
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 22
Diagram Garis B Kab. Semarang – Kota Salatiga tahun 2002

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2 - 3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
menyebar kembali di jarak 3,5 – 7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun 1994 jarak 3-5 Km
terdapat lahan non terbangun maka pada tahun 2002 jarak 3,5-7 Km memiliki lahan
terbanggun yang menyebar dari pusat Kabupaten Boyolali.

Garis C
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 23
Diagram Garis C Kab. Grobogan tahun 2002

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang langsung
menyebar di jarak 1 – 6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan
terbangun yang menyebar kembali pada jarak 13 – 25 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 2002 menuju arah Kabupaten Grobogan menunjukan bentuk lahan
terbangun yang menyebar.

Garis D
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 24
Diagram Garis D Kota Surakarta tahun 2002

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,5 – 3,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 3-4 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya memiliki
bentuk lahan terbangun yang mengumpul dari jarak pusat Kabupaten Boyolali.

Garis E
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 25
Diagram Garis E Kab. Klaten tahun 2002

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar sedikit muncul di jarak 1,3 - 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 2 Km, 2,8 Km dan 3,4 – 3,7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 2002 menuju arah Kabupaten Klaten menunjukan bentuk lahan
terbangun yang mengumpul.

5.2.3 Analisis Lahan Terbangun Tahun 2010


Lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2010 sebesar 26.822 Ha atau 26% dari
luas wilayah Kabupaten Boyolali. Luas lahan terbangun tahun 2010 mengalami
peningkatan yang cukup besar dari tahun 2002. Pembangunan permukiman terus
bertambah, kemudian mulai banyaknya pembangunan untuk pusat – pusat perdagangan
dan jasa, sarana pendidikan, kesehatan, peridabatan semakin bertambah serta mulai
munculnya pembangunan industri – industri besar di Kabupaten Boyolali. Kecamatan
Ampel adalah kecamatan dengan luas lahan terbangun paling besar yaitu 2.161,87 Ha dan
Kecamatan Musuk sebesar 2.021,52 Ha. Namun dilihat dari persentase luas lahan
terbangun berdasarkan luas wilayah kecamatan, Kecamatan Boyolali menjadi kecamatan
paling padat dengan persentase luas lahan terbangun sebesar 62% lebih besar dari
Kecamatan Ampel (24%) dan Kecamatan Musuk (31%). Hal ini menunjukan bahwa
semakin tinggi persentase luas lahan terbangun mengindikasikan wilayah yang semakin
urban. Urban disini memiliki arti adalah kawasan perkotaan. Berikut adalah tabel luas lahan
terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2010:
Tabel V. 5
Tabel Luas Lahan Terbangun Tahun 2010
Luas Luas Lahan
Luas Persentase Luas
Lahan Non
No Kecamatan Wilayah Lahan
Terbangu Terbangun
(Ha) Terbangun (%)
n (Ha) (Ha)
1 Ampel 9039 2161,87 6.877,13 24%
2 Andong 5453 1.781,62 3.671,38 33%
3 Banyudono 2538 929,661 1.608,34 37%
4 Boyolali 2625 1.633,34 991,67 62%
5 Cepogo 5300 1.544,53 3.755,48 29%
6 Juwangi 7999 997,599 7.001,40 12%
7 Karanggede 4176 1.245,34 2.930,66 30%
8 Kemusu 9908 1.096,19 8.811,81 11%
9 Klego 5188 1.367,32 3.820,68 26%
10 Mojosongo 4341 1.540,62 2.800,39 35%
11 Musuk 6504 2.021,52 4.482,49 31%
12 Ngemplak 3853 1.674,09 2.178,91 43%
13 Nogosari 5508 1.944,69 3.563,31 35%
14 Sambi 4649 1.825,20 2.823,81 39%
15 Sawit 1723 494,645 1.228,36 29%
16 Selo 5608 471,33 5.136,67 8%
Luas Luas Lahan
Luas Persentase Luas
Lahan Non
No Kecamatan Wilayah Lahan
Terbangu Terbangun
(Ha) Terbangun (%)
n (Ha) (Ha)
17 Simo 4804 1.666,35 3.137,65 35%
18 Teras 2994 1.112,18 1.881,83 37%
19 Wonosegoro 9300 1.314,04 7.985,96 14%
Kabupaten Boyolali 101510 26.822 74.687,89 26%
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Berikut adalah peta lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2010:

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 26
Peta Lahan Terbangun Tahun 2010
Analisis selanjutnya adalah menjelaskan bentuk lahan terbangun berdasarkan jarak
dari pusat Kabupaten Boyolali. Dalam penelitian ini untuk mempermudah analisis
ditampilkan dalam beberapa zona yang sudah dijelaskan pada sebelumnya. Lalu membuat
penampang melintang lahan terbangun yaitu garis A yang menunjukan potongan dari pusat
Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Magelang. Garis B yang menunjukan potongan dari
pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Garis C yang
menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Grobogan. Garis
D yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kota Surakarta dan
garis E yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boylali ke arah Kabupaten
Klaten. Dari grafik yang telah dibuat nilai 1 adalah nilai untuk lahan terbangun sedangkan
0 adalah nilai lahan non terbangun. Dalam grafik ini konsistensi nilai 1 (lahan terbangun)
dengan jarak yang cukup panjang mengindikasikan lahan terbangun yang mengumpul.
Sedangkan grafik nilai 1 (lahan terbangun) dengan bentuk yang naik turun mengindikasikan
lahan terbangun yang tersebar. Berikut adalah hasil grafik penampang lahan terbangun
Kabupaten Boyolali tahun 2010:

Garis A
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 27
Diagram Garis A Boyolali – Magelang tahun 2010

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar muncul di jarak 2-7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian mengumpul
kembali di jarak 9 - 11 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun 2002 di jarak 1,5-3 Km memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar makan pada tahun 2010 di jarak 1-2 Km memiliki bentuk
lahan terbangun yang mengumpul dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis B
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 28
Diagram Garis B Kab. Semarang – Kota Salatiga tahun 2010

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,5 – 4,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 4,5 – 5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun 2002 jarak 2,5 – 3 Km
memiliki lahan non terbanggun maka pada tahun 2010 di jarak 2,5 – 4,5 Km memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar dari pusat Kabupaten Boyolali.

Garis C
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 29
Diagram Garis C Kab. Grobogan tahun 2010

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang langsung
menyebar di jarak 1 – 6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan
terbangun yang menyebar kembali pada jarak 9 – 27 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 2002 menuju arah Kabupaten Grobogan menunjukan bentuk lahan
terbangun yang menyebar.
Garis D
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 30
Diagram Garis D Kota Surakarta tahun 2010

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2,8 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,8 – 3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 3,2-5,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang mengumpul dan menyebar dari jarak pusat
Kabupaten Boyolali. Pada tahun 2002 di jarak 1-2 Km memiliki bentuk lahan terbangun
mengumpul dan semakin bertambah di tahun 2010 menjadi di jarak 1-2,8 Km dari pusat
Kabupaten Boyolali.

Garis E
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 31
Diagram Garis E Kab. Klaten tahun 2010

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar sedikit muncul di jarak 1,3 - 1,6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 2 Km, 2,8 – 3,2 Km dan 3,4 – 3,7 Km dari pusat Kabupaten
Boyolali. Lahan terbangun tahun 2002 menuju arah Kabupaten Klaten menunjukan bentuk
lahan terbangun yang mengumpul.

5.2.4 Analisis Lahan Terbangun Tahun 2017


Lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2017 sebesar 27.224 Ha atau 27% dari
luas wilayah Kabupaten Boyolali. Luas lahan terbangun tahun 2017 hanya mengalami
peningkatan sedikit dari tahun 2010. Pembangunan dilakukan hanya memperluas sedikit
area atau memperbaiki bangunan yang sudah rusak. Tahun 2017 pembangunan dilakukan
rata – rata permukiman yang menjadi tinggi keatas ataupun sedikit bertambahnya industri
besar dan sarana perdagangan dan jasa lainnya. Kecamatan Ampel adalah kecamatan
dengan luas lahan terbangun paling besar yaitu 2.215,77 Ha dan Kecamatan Musuk
sebesar 2.056,79 Ha. Namun dilihat dari persentase luas lahan terbangun berdasarkan
luas wilayah kecamatan, Kecamatan Boyolali menjadi kecamatan paling padat dengan
persentase luas lahan terbangun sebesar 63% lebih besar dari Kecamatan Ampel (25%)
dan Kecamatan Musuk (32%). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi persentase luas
lahan terbangun mengindikasikan wilayah yang semakin urban. Urban disini memiliki arti
adalah kawasan perkotaan. Berikut adalah tabel luas lahan terbangun Kabupaten Boyolali
tahun 2017:
Tabel V. 6
Tabel Luas Lahan Terbangun Tahun 2017
Luas Luas Lahan
Luas Persentase Luas
Lahan Non
No Kecamatan Wilayah Lahan
Terbangu Terbangun
(Ha) Terbangun (%)
n (Ha) (Ha)
1 Ampel 9039 2.215,77 6.823,24 25%
2 Andong 5453 1.806,87 3.646,13 33%
3 Banyudono 2538 936,489 1.601,51 37%
4 Boyolali 2625 1.653,51 971,49 63%
5 Cepogo 5300 1.565,40 3.734,60 30%
6 Juwangi 7999 1.000,58 6.998,42 13%
7 Karanggede 4176 1.264,38 2.911,62 30%
8 Kemusu 9908 1.111,60 8.796,41 11%
9 Klego 5188 1.387,06 3.800,94 27%
10 Mojosongo 4341 1.574,33 2.766,67 36%
11 Musuk 6504 2.056,79 4.447,21 32%
12 Ngemplak 3853 1.699,16 2.153,84 44%
13 Nogosari 5508 1.959,00 3.549,00 36%
14 Sambi 4649 1.855,29 2.793,71 40%
15 Sawit 1723 513,036 1.209,96 30%
Luas Luas Lahan
Luas Persentase Luas
Lahan Non
No Kecamatan Wilayah Lahan
Terbangu Terbangun
(Ha) Terbangun (%)
n (Ha) (Ha)
16 Selo 5608 479,386 5.128,61 9%
17 Simo 4804 1.686,17 3.117,83 35%
18 Teras 2994 1.129,18 1.864,82 38%
19 Wonosegoro 9300 1.329,64 7.970,36 14%
Kabupaten Boyolali 101510 27.224 74.286,35 27%
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Berikut adalah peta lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2017:

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 32
Peta Lahan Terbangun Tahun 2017
Analisis selanjutnya adalah menjelaskan bentuk lahan terbangun berdasarkan jarak
dari pusat Kabupaten Boyolali. Dalam penelitian ini untuk mempermudah analisis
ditampilkan dalam beberapa zona yang sudah dijelaskan pada sebelumnya. Lalu membuat
penampang melintang lahan terbangun yaitu garis A yang menunjukan potongan dari pusat
Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Magelang. Garis B yang menunjukan potongan dari
pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Garis C yang
menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Grobogan. Garis
D yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kota Surakarta dan
garis E yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boylali ke arah Kabupaten
Klaten. Dari grafik yang telah dibuat nilai 1 adalah nilai untuk lahan terbangun sedangkan
0 adalah nilai lahan non terbangun. Dalam grafik ini konsistensi nilai 1 (lahan terbangun)
dengan jarak yang cukup panjang mengindikasikan lahan terbangun yang mengumpul.
Sedangkan grafik nilai 1 (lahan terbangun) dengan bentuk yang naik turun mengindikasikan
lahan terbangun yang tersebar. Berikut adalah hasil grafik penampang lahan terbangun
Kabupaten Boyolali tahun 2017:

Garis A
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 33
Diagram Garis A Boyolali – Magelang tahun 2017

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1-1,9 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar muncul di jarak 2-7,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian mengumpul
kembali di jarak 9 - 11 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun 2010 di jarak 2-7 Km memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar maka pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi
2-7,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis B
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 34
Diagram Garis B Kab. Semarang – Kota Salatiga tahun 2017

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,5 – 7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar dan mengumpul. Jika pada tahun 2010
jarak 2,5 – 4,5 Km memiliki bentuk lahan terbanggun menyebar maka pada tahun 2017
mengalami peningkatan menjadi di jarak 2,5 – 7 Km memiliki bentuk lahan terbangun yang
menyebar dari pusat Kabupaten Boyolali.

Garis C
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 35
Diagram Garis C Kab. Grobogan tahun 2017

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang langsung
menyebar di jarak 1 – 6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan
terbangun yang menyebar kembali pada jarak 9 – 30 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 2017 menuju arah Kabupaten Grobogan menunjukan bentuk lahan
terbangun yang menyebar.

Garis D
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 36
Diagram Garis D Kota Surakarta tahun 2017

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 5,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 5,5 – 6,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang mengumpul dan menyebar dari jarak pusat
Kabupaten Boyolali.

Garis E
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 37
Diagram Garis E Kab. Klaten tahun 2017

Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar sedikit muncul di jarak 1,3 - 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 2-2,4 Km, 2,8 – 3,2 Km dan 3,2 – 3,7 Km dari pusat Kabupaten
Boyolali. Lahan terbangun tahun 2017 menuju arah Kabupaten Klaten menunjukan bentuk
lahan terbangun yang mengumpul.

5.3 Analisis Perubahan Lahan Terbangun


5.3.1 Analisis perubahan lahan terbangun 1994 – 2002
Kabupaten Boyolali mengalami perubahan berupa penambahan luasan lahan
terbangun. Tahun 1994 Kabupaten Boyolali memiliki luas lahan terbangun 12.451,47 Ha
dan bertambah menjadi 19.708,55 Ha di tahun 2002 yang artinya Kabupaten Boyolali
mengalami 58,3% (7.257 Ha) peningkatan luas lahan terbangun. Kecamatan di Kabupaten
Boyolali mengalami peningkatan luas lahan terbangun. Berikut tabel peningkatan luas
lahan terbangun di Kabupaten Boyolali tahun 1994 - 2002 :

Tabel V. 7
Tabel Perubahan Lahan Terbangun Tahun 1994 - 2002

Luas (Ha) Peningkatan Peningkatan


Kecamatan Lahan Terbangun Lahan
1994 2002 1994 - 2002 Terbangun (%)
Ampel 1334,963 1878,625 543,662 40,72%
Andong 365,106 1193,266 828,16 226,83%
Banyudono 552,469 762,948 210,479 38,10%
Boyolali 914,617 1317,068 402,451 44,00%
Cepogo 807,135 1167,298 360,163 44,62%
Juwangi 353,776 507,91 154,134 43,57%
Karanggede 600,12 897,579 297,459 49,57%
Kemusu 443,108 597,325 154,217 34,80%
Klego 394,525 953,806 559,281 141,76%
Mojosongo 853,16 1259,516 406,356 47,63%
Musuk 1108,259 1521,129 412,87 37,25%
Ngemplak 698,581 1187,928 489,347 70,05%
Nogosari 967,292 1539,644 572,352 59,17%
Sambi 546,875 1074,638 527,763 96,51%
Sawit 310,555 416,065 105,51 33,97%
Selo 332,852 383,406 50,554 15,19%
Simo 501,905 1143,567 641,662 127,85%
Teras 677,709 953,292 275,583 40,66%
Wonosegoro 688,461 953,537 265,076 38,50%
Kabupaten
12.451,47 19.708,55 7257,08
Boyolali 58,28%
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Seluruh kecamatan di Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan luas lahan


terbangun dengan luasan yang berbeda. Beberapa kecamatan mengalami peningkatan
luas lahan terbangun yang cukup besar yaitu Kecamatan Andong, Kecamatan Klego dan
Kecamatan Simo. Peningkatan luas lahan terbangun terbesar pada tahun 1994 - 2002 di
Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Andong, dengan peningkatan luas 828,16 Ha atau
226,83%. Kecamatan Klego mengalami peningkatan luas lahan terbangun pada tahun
1994 – 2002 sebesar 559,28 Ha atau 141,76%. Kecamatan Simo mengalami peningkatan
luas lahan terbangun pada tahun 1994 – 2002 sebesar 641,66 Ha atau 127,85%. Berikut
peta persebaran peningkatan lahan terbangun tahun 1994 – 2002:

Sumber : Hasil Analisis, 2018


Gambar 5. 38
Peta Perubahan Lahan Terbangun tahun 1994 – 2002

5.3.2 Analisis perubahan lahan terbangun 2002 – 2010


Kabupaten Boyolali mengalami perubahan berupa penambahan luasan lahan
terbangun. Tahun 2002 Kabupaten Boyolali memiliki luas lahan terbangun 19.708,55 Ha
dan bertambah menjadi 26.822,11 Ha di tahun 2010 yang artinya Kabupaten Boyolali
mengalami 36,1% (7.113 Ha) peningkatan luas lahan terbangun. Kecamatan di Kabupaten
Boyolali mengalami peningkatan luas lahan terbangun. Berikut tabel peningkatan luas
lahan terbangun di Kabupaten Boyolali tahun 2002 - 2010 :

Tabel V. 8
Tabel perubahan Lahan Terbangun Tahun 2002 - 2010

Luas (Ha) Peningkatan


Peningkatan
Lahan
Kecamatan Lahan Terbangun
2002 2010 Terbangun
(%)
2002 - 2010
Ampel 1878,625 2161,87 283,245 15,08%
Andong 1193,266 1781,623 588,357 49,31%
Banyudono 762,948 929,661 166,713 21,85%
Boyolali 1317,068 1633,335 316,267 24,01%
Cepogo 1167,298 1544,525 377,227 32,32%
Juwangi 507,91 997,599 489,689 96,41%
Karanggede 897,579 1245,344 347,765 38,74%
Kemusu 597,325 1096,188 498,863 83,52%
Klego 953,806 1367,321 413,515 43,35%
Mojosongo 1259,516 1540,615 281,099 22,32%
Musuk 1521,129 2021,515 500,386 32,90%
Ngemplak 1187,928 1674,092 486,164 40,93%
Nogosari 1539,644 1944,686 405,042 26,31%
Sambi 1074,638 1825,195 750,557 69,84%
Sawit 416,065 494,645 78,58 18,89%
Selo 383,406 471,33 87,924 22,93%
Simo 1143,567 1666,348 522,781 45,71%
Teras 953,292 1112,175 158,883 16,67%
Wonosegoro 953,537 1314,041 360,504 37,81%
Kabupaten Boyolali 19.708,55 26.822,11 7113,56 36,09%
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Seluruh kecamatan di Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan luas lahan


terbangun dengan luasan yang berbeda. Beberapa kecamatan mengalami peningkatan
luas lahan terbangun yang cukup besar yaitu Kecamatan Juwangi, Kecamatan Kemusu
dan Kecamatan Sambi. Peningkatan luas lahan terbangun terbesar pada tahun 2002 –
2010 di Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Juwangi dengan peningkatan luas lahan
terbangun sebesar 489,68 Ha atau 96,41%. Kecamatan Kemusu memiliki peningkatan luas
lahan terbangun sebesar 498,86 Ha atau 83,52%. Kecamatan Sambi memiliki peningkatan
luas lahan terbangun sebesar 750,55 Ha atau 69,84%. Berikut adalah peta persebaran
peningkatan lahan terbangun tahun 2002 - 2010:

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 39
Peta perubahan Lahan Terbangun 2002 - 2010
5.3.3 Analisis perubahan lahan terbangun 2010 – 2017
Kabupaten Boyolali mengalami perubahan berupa penambahan luasan lahan
terbangun. Tahun 2010 Kabupaten Boyolali memiliki luas lahan terbangun 26.822,11 Ha
dan bertambah menjadi 27.223,65 Ha di tahun 2017 yang artinya Kabupaten Boyolali hanya
mengalami 1,5% (401 Ha) peningkatan luas lahan terbangun. Kecamatan di Kabupaten
Boyolali mengalami peningkatan luas lahan terbangun. Berikut tabel peningkatan luas
lahan terbangun di Kabupaten Boyolali tahun 2010 - 2017:

Tabel V. 9
Tabel Perubahan Lahan Terbangun Tahun 2010 - 2017
Luas (Ha) Peningkatan
Peningkatan
Lahan
Kecamatan Lahan
2010 2017 Terbangun
Terbangun (%)
2010 - 2017
Ampel 2161,87 2215,765 53,895 2,49%
Andong 1781,623 1806,872 25,249 1,42%
Banyudono 929,661 936,4896 6,8286 0,73%
Boyolali 1633,335 1653,511 20,176 1,24%
Cepogo 1544,525 1565,403 20,878 1,35%
Juwangi 997,599 1000,579 2,98 0,30%
Karanggede 1245,344 1264,379 19,035 1,53%
Kemusu 1096,188 1111,595 15,407 1,41%
Klego 1367,321 1387,064 19,743 1,44%
Mojosongo 1540,615 1574,332 33,717 2,19%
Musuk 2021,515 2056,793 35,278 1,75%
Ngemplak 1674,092 1699,163 25,071 1,50%
Nogosari 1944,686 1959,003 14,317 0,74%
Sambi 1825,195 1855,294 30,099 1,65%
Sawit 494,645 513,0364 18,3914 3,72%
Selo 471,33 479,386 8,056 1,71%
Simo 1666,348 1686,172 19,824 1,19%
Teras 1112,175 1129,176 17,001 1,53%
Wonosegoro 1314,041 1329,638 15,597 1,19%
Kabupaten
26.822,11 27.223,65 401,54
Boyolali 1,50%
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Seluruh kecamatan di Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan luas lahan


terbangun dengan luasan yang berbeda. Rata – rata pada tahun 2010 – 2017 hanya
mengalami peningkatan luas lahan terbangun 1,5%. Beberapa kecamatan mengalami
peningkatan luas lahan terbangun yang cukup besar yaitu Kecamatan Sawit, Kecamatan
Mojosongo dan Kecamatan Ampel. Kecamatan Sawit mengalami peningkatan luas lahan
terbangun tahun 2010 – 2017 sebesar 18,39 Ha atau 3,72%. Kecamatan Mojosongo
mengalami peningkatan luas lahan terbangun sebesar 33,71 atau 2,19%. Kecamatan
Ampel mengalami peningkatan luas lahan terbangun sebesar 53,89 Ha atau 2,49%. Berikut
adalah peta persebaran perubahan lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 2010 - 2017:

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 40
Peta Perubahan Lahan Terbangun Tahun 2010 – 2017
5.3.4 Analisis Pola Perubahan Lahan Terbangun Kabupaten Boyolali Tahun 1994 -
2017
Analisis ini menjelaskan pola perubahan lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun
1994 - 2017. Periode perubahan lahan terbangun paling besar terjadi pada kurun waktu
1994 - 2002 sebesar 7.257 Ha lebih besar dari periode tahun 2002 - 2010 yaitu 7.113 Ha
dan periode tahun 2010 - 2017 sebesar 401 Ha. Hal ini dikarenakan pada tahun 1994 -
2002 mulai dilakukan pembangunan untuk menunjang seluruh kegiatan di Kabupaten
Boyolali. Pembangunan sarana dan prasarana dilakukan secara tersebar di seluruh
kecamatan, pembangunan permukiman menjadi pembangunan lahan terbangun yang
sangat dominan pada tahun 1994 - 2002. Jumlah penduduk Kabupaten Boyolali pada tahun
1990 sebanyak 870.326 jiwa yang meningkat menjadi 931.380 jiwa pada tahun 2002
menyebabkan luas lahan terbangun permukiman menjadi lebih meningkat di seluruh
kecamatan. Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan luas lahan terbangun untuk
permukiman yang disertai sarana pendidikan, sarana peribadatan, sarana kesehatan dan
lain - lain.
Pola perubahan lahan terbangun dianalisis berdasarkan jumlah luasan perubahan
dan rata – rata perubahan lahan terbangun tiap tahunnya. Berikut adalah tabel perubahan
lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994 - 2017:

Tabel V. 10
Tabel Perubahan Lahan Terbangun

Perubahan Lahan Terbangun (Ha)


Kecamatan
1994 - 2002 2002 - 2010 2010 - 2017 Total Rata - rata/Tahun
Ampel 543,66 283,25 53,90 880,80 38,30
Andong 828,16 588,36 25,25 1.441,77 62,69
Banyudono 210,48 166,71 6,83 384,02 16,70
Boyolali 402,45 316,27 20,18 738,89 32,13
Cepogo 360,16 377,23 20,88 758,27 32,97
Juwangi 154,13 489,69 2,98 646,80 28,12
Karanggede 297,46 347,77 19,03 664,26 28,88
Kemusu 154,22 498,86 15,41 668,49 29,06
Klego 559,28 413,52 19,74 992,54 43,15
Mojosongo 406,36 281,10 33,72 721,17 31,36
Musuk 412,87 500,39 35,28 948,53 41,24
Ngemplak 489,35 486,16 25,07 1.000,58 43,50
Nogosari 572,35 405,04 14,32 991,71 43,12
Sambi 527,76 750,56 30,10 1.308,42 56,89
Perubahan Lahan Terbangun (Ha)
Kecamatan
1994 - 2002 2002 - 2010 2010 - 2017 Total Rata - rata/Tahun
Sawit 105,51 78,58 18,39 202,48 8,80
Selo 50,55 87,92 8,06 146,53 6,37
Simo 641,66 522,78 19,82 1.184,27 51,49
Teras 275,58 158,88 17,00 451,47 19,63
Wonosegoro 265,08 360,50 15,60 641,18 27,88
Kabupaten
Boyolali 7257,07 7113,57 401,56 14772,18 642,28
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Perubahan Lahan Terbangun (Ha)


1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

1994 - 2002 2002 - 2010 2010 - 2017

Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 41
Grafik Perubahan Lahan Terbangun

Dari hasil tabel dan grafik diatas menunjukan bahwa rata - rata perubahan lahan
terbangun tiap kecamatan. Kabupaten Boyolali mengalami perubahan lahan terbangun
tidak hanya dari luasannya saja tetapi juga arah perkembangannya yang berbeda.
Peningkatan luas lahan terbangun paling besar terjadi di Kecamatan Andong (62,69
Ha/Tahun), Kecamatan Sambi (56,89 Ha/Tahun) dan Kecamatan Simo (51,49 Ha/Tahun).
Sedangkan wilayah perkotaan yang berada di Kecamatan Boyolali hanya mengalami
peningkatan luas lahan terbangun sebesar 32,13 Ha/Tahun. Selain itu Kecamatan
Ngemplak yang berada didekat bandara mengalami peningkatan luas lahan terbangun
sebesar 43,50 Ha/Tahun.
Pola perubahan lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994 - 2017 berdasarkan
rata - rata peningkatan luas lahan terbangun setiap tahun diasumsikan terbagi dalam 6
klasifikasi. Rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 6,37 - 10 Ha/ Tahun
berada di Kecamatan Sawit dan Kecamatan Selo. Rata - rata peningkatan luas lahan
terbangun sebesar 10 - 20 Ha/Tahun berada di Kecamatan Banyudono dan Kecamatan
Teras. Rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 20 - 30 Ha/Tahun berada di
Kecamatan Karanggede, Kecamatan Kemusu, Kecamatan Juwangi dan Kecamatan
Wonosegoro. Rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 30 - 40 Ha/Tahun
berada di Kecamatan Cepogo, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Ampel dan Kecamatan
Mojosongo. Rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 40 - 50 Ha/Tahun berada
di Kecamatan Musuk, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Klego dan Kecamatan Ngemplak.
Untuk rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 50 - 62,69 Ha/Tahun berada di
Kecamatan Simo, Kecamatan Sambi dan Kecamatan Andong.
Pola lahan terbangun mengumpul cenderung berada di jarak 1 - 2 Km dari pusat
Kabupaten Boyolali dan selebihnya berpola menyebar. Namun khusus untuk pola lahan
terbangun yang mengarah ke Kota Surakarta membentuk pola mengumpul membentuk
kota - kota kecil di jarak tertentu yaitu 3 Km, 5 Km dan 8 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Berikut adalah peta perubahan lahan terbangun tahun 1994 - 2017 yang
diklasifikasikan dalam 6 kelas:
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Gambar 5. 42
Peta Perubahan Lahan Terbangun
43

Anda mungkin juga menyukai