Gambar 5. 1
Citra Landsat TM 5 Sebelum Penggabungan Band
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Gambar 5. 2
Citra Landsat TM 5 Setelah Penggabungan Band
2. Koreksi geometri
Koreksi geometri adalah proses membetulkan koordinat sistem data
citra landsat dengan menggunakan tool Project Raster pada aplikasi
arcGIS. Koreksi geometri data citra landsat tidak memerlukan GCP (Ground
Control Point) karena pada dasarnya citra landsat sudah terkoordinat
namun dengan zona koordinat yang kurang benar yaitu masih NUTM 49
sehingga perlu dibenarkan menjadi SUTM 49. Berikut adalah hasil dari
koreksi geometri pada citra landsat TM 5 :
Gambar 5. 3
Hasil Koreksi Geometri Citra Landsat
3. Mosaic Citra
Mosaic citra adalah tahapan menyatukan 2 data citra satelit yang
terpotong menjadi satu data citra dengan menggunakan tool Mosaic to New
Raster pada aplikasi arcGIS. Penelitian ini melakukan mosaic citra untuk
data citra landsat bagian tengah dan timur disatukan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghasilkan data citra wilayah studi Kabupaten Boyolali. Berikut
adalah hasil dari mosaic citra landsat bagian tengah dan timur :
Gambar 5. 4
Citra Landsat Sebelum dilakukan Mosaic
Gambar 5. 5
Hasil Mosaic Citra Landsat bagian Tengah dan Timur
4. Pemotongan Citra
Pemotongan citra adalah proses memotong citra berdasarkan
wilayah studi penelitian di Kabupaten Boyolali dengan menggunakan tool
Extract By Mask pada aplikasi arcGIS. Data citra yang telah di mosaic
dipotong berdasarkan shapefile wilayah administrasi Kabupaten Boyolali.
Berikut hasil dari pemotongan citra landsat Kabupaten Boyolali :
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Gambar 5. 6
Citra Landsat bagian Tengah dan Timur
5. Klasifikasi terbimbing
Klasifikasi citra adalah proses mengklasifikasikan tutupan lahan,
penelitian ini menggunakan metode klasifikasi terbimbing. Klasifikasi
terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan atau kriteria
pengelompokan yang ditetapkan berdasarkan ciri suatu kelas tutupan lahan
yang diperoleh melalui pembuatan training area. Klasifikasi tutupan lahan
yang digunakan dalam penelitian ini hanya ada dua yaitu lahan terbangun
dan lahan non terbangun, karena penelitian ini hanya terfokus pada lahan
terbangun saja. Untuk mengenali training area lahan terbangun maupun
lahan non terbangun menggunakan kombinasi band. Kombinasi band yang
digunakan pada citra tahun 1994 adalah 742 (red-green-blue) dan untuk
kombinasi band pada citra tahun 2002 adalah 741 (red-green-blue). Proses
pembuatan training area dalam klasifikasi citra dilakukan pada tahun 1994
dan 2002. Berikut adalah peta hasil klasifikasi tersebut :
Analisis perubahan lahan terbangun tidak bisa langsung diketahui hanya dengan
pengolahan citra saja, agar lebih akurat penelitian ini harus melakukan uji ketelitian.
Setelah dilakukan pengolahan citra untuk keperluan validasi hasil lahan terbangun, maka
lahan terbangun tahun 1994 - 2017 perlu dilakukan uji ketelitian dengan kondisi riil di
lapangan. Pada penelitian ini menggunakan spasial sampling dengan skema random
terdapat 321 lokasi groundcheck yang tersebar di wilayah penelitian. Untuk lokasi tiap titik
validasi ditentukan secara acak dan menyebar secara merata untuk jenis penggunaan
lahan dan lokasinya. Lokasi tersebut tersebar diwilayah penelitian dengan luas unit wilayah
kabupaten. Uji ketelitian dilakukan dengan cara proses observasi lapangan dan melakukan
wawancara untuk mengetahui jenis penggunaan lahan terbangun pada tahun sebelumnya
yaitu tahun 1994, 2002 dan 2010. Untuk menguji lahan terbangun 2017 dapat dilihat hasil
dari pengolahan citra dengan kondisi riil dilapangan.
Titik survey tersebar diseluruh kecamatan di Kabupaten Boyolali. Lokasi groundcheck
di 321 titik dirasa sudah cukup untuk mewakili wilayah penelitian. Dari hasil tabel observasi
lokasi groundcheck di 321 titik, didapatkan tabel matriks kesalahan atau akurasi klasifikasi
yaitu sebagai berikut :
Tabel V. 1
Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan
Peta Validasi Lapangan Total
Lahan Terbangun Lahan Non Terbangun
Lahan Terbangun 302 4 306
Lahan Non 4 11 15
Terbangun
Total 321
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Gambar 5. 12
Peta Titik Survey
5.2 Analisis Lahan Terbangun
Tabel V. 2
Statistik Luas Lahan Terbangun
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
1994 2002 2010 2017
Gambar 5. 13
Grafik Total Perubahan Lahan Terbangun Tahun 1994 – 2017
Pada tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah menganalisis lahan terbangun
berdasarkan jarak terhadap pusat Kabupaten Boyolali. Analisis ini ditunjukan dalam
beberapa zona yaitu Zona I dengan jarak 5 Km dari Kabupaten Boyolali diasumsikan
sebagai pusat kota. Zona II dengan jarak 10 Km dari Kabupaten Boyolali diasumsikan
sebagai permukiman. Zona III dengan jarak 20 Km dari Kabupaten Boyolali di asumsikan
sebagai industri dan pertanian dan zona IV dengan jarak >20 Km dari Kabupaten Boyolali
diasumsikan sebagai pertanian. Berikut penjabaran analisis lahan terbangun pertahun data
yaitu tahun 1994, tahun 2002, tahun 2010 dan tahun 2017.
5.2.1 Analisis Lahan Terbangun Tahun 1994
Lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994 sebesar 12.451 Ha atau 12% dari
luas wilayah Kabupaten Boyolali. Pada tahun 1994 lahan terbangun masih tersebar rata
diseluruh zona, penggunaan lahan terbangun di pusat kota dan di zona lainnya masih
cukup merata kepadatannya. Luas lahan terbangun tahun 1994 masih di dominasi oleh
permukiman serta masih banyaknya lahan pertanian yang tersebar hampir diseluruh bagian
utara Kabupaten Boyolali. Kecamatan Ampel adalah kecamatan dengan luas lahan
terbangun paling besar yaitu 1.334,96 Ha dan Kecamatan Musuk sebesar 1.108,25 Ha.
Namun dilihat dari persentase luas lahan terbangun berdasarkan luas wilayah kecamatan,
Kecamatan Boyolali menjadi kecamatan paling padat dengan persentase luas lahan
terbangun sebesar 35% lebih besar dari Kecamatan Ampel (15%) dan Kecamatan Musuk
(17%). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi persentase luas lahan terbangun
mengindikasikan wilayah yang semakin urban. Urban disini memiliki arti adalah kawasan
perkotaan. Berikut adalah tabel luas lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994:
Tabel V. 3
Tabel Luas Lahan Terbangun Tahun 1994
Luas Lahan
Luas Luas Lahan Persentase
Non
No Kecamatan Wilayah Terbangun Luas Lahan
Terbangun
(Ha) (Ha) Terbangun (%)
(Ha)
1 Ampel 9039 1334,963 7704,037 15%
2 Andong 5453 365,106 5087,894 7%
3 Banyudono 2538 552,469 1985,531 22%
4 Boyolali 2625 914,617 1710,383 35%
5 Cepogo 5300 807,135 4492,865 15%
6 Juwangi 7999 353,776 7645,224 4%
7 Karanggede 4176 600,12 3575,88 14%
8 Kemusu 9908 443,108 9464,892 4%
9 Klego 5188 394,525 4793,475 8%
10 Mojosongo 4341 853,16 3487,84 20%
11 Musuk 6504 1108,259 5395,741 17%
12 Ngemplak 3853 698,581 3154,419 18%
13 Nogosari 5508 967,292 4540,708 18%
14 Sambi 4649 546,875 4102,125 12%
15 Sawit 1723 310,555 1412,445 18%
16 Selo 5608 332,852 5275,148 6%
17 Simo 4804 501,905 4302,095 10%
18 Teras 2994 677,709 2316,291 23%
19 Wonosegoro 9300 688,461 8611,539 7%
Kabupaten Boyolali 101510 12451,47 89058,53 12%
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994 memiliki bentuk lahan yang
mengumpul dipusat Kabupaten Boyolali. Selain itu bentuk lahan linier disepanjang jalan
arteri primer ke arah Surakarta dan sebagian besar memiliki bentuk lahan terbangun yang
tersebar, karena mayoritas Kabupaten Boyolali adalah lahan non terbangun. Berikut adalah
peta lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994:
Gambar 5. 14
Peta Lahan Terbangun Tahun 1994
Analisis selanjutnya adalah menjelaskan bentuk lahan terbangun berdasarkan jarak
dari pusat Kabupaten Boyolali. Dalam penelitian ini untuk mempermudah analisis
ditampilkan dalam beberapa zona yang sudah dijelaskan pada sebelumnya. Lalu membuat
penampang melintang lahan terbangun yaitu garis A yang menunjukan potongan dari pusat
Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Magelang. Garis B yang menunjukan potongan dari
pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Garis C yang
menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Grobogan. Garis
D yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kota Surakarta dan
garis E yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boylali ke arah Kabupaten
Klaten. Dari grafik yang telah dibuat hanya menunjukan nilai 0 dan 1 saja, rentang nilai 0
hingga 1 itu tidak ada karena nilai 1 adalah untuk menunjukan lahan terbangun sedangkan
nilai 0 menunjukan lahan non terbangun. Dalam grafik ini konsistensi nilai 1 (lahan
terbangun) dengan jarak yang cukup panjang mengindikasikan lahan terbangun yang
mengumpul. Sedangkan grafik nilai 1 (lahan terbangun) dengan bentuk yang naik turun
mengindikasikan lahan terbangun yang tersebar. Berikut adalah hasil grafik penampang
lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994:
Garis A
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 - 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 5 - 7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 10 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya memiliki
bentuk lahan terbangun yang menyebar.
Garis B
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000
Gambar 5. 16
Diagram Garis B Kab. Semarang – Kota Salatiga tahun 1994
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 1,5 – 2,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 4,5 - 6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar.
Garis C
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000
Gambar 5. 17
Diagram Garis C Kab. Grobogan tahun 1994
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang langsung
menyebar di jarak 1 – 5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan
terbangun yang menyebar kembali pada jarak 16 – 25 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 1994 menuju arah Kabupaten Grobogan menunjukan bentuk lahan
terbangun yang menyebar.
Garis D
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000
Gambar 5. 18
Diagram Garis D Kota Surakarta tahun 1994
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,5 – 3,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 3,5 - 4 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang mengumpul namun tetap menyebar di sebagian titik
dari jarak pusat Kabupaten Boyolali.
Garis E
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500
Gambar 5. 19
Diagram Garis E Kab. Klaten tahun 1994
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar sedikit muncul di jarak 1,3 - 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 2 Km, 2,8 Km dan 3,4 – 3,7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 1994 menuju arah Kabupaten Klaten menunjukan bentuk lahan
terbangun yang mengumpul.
Garis A
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 1,5- 3 Km dan muncul kembali di jarak 5 – 7 Km dari pusat
Kabupaten Boyolali. Kemudian mengumpul kembali di jarak 9 - 10 Km dari pusat Kabupaten
Boyolali dan selebihnya memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun
1994 jarak 1-2 Km memiliki bentuk mengumpul maka di tahun 2002 mengalami perubahan
bentuk menjadi menyebar di jarak 1,5-3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis B
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2 - 3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
menyebar kembali di jarak 3,5 – 7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun 1994 jarak 3-5 Km
terdapat lahan non terbangun maka pada tahun 2002 jarak 3,5-7 Km memiliki lahan
terbanggun yang menyebar dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis C
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang langsung
menyebar di jarak 1 – 6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan
terbangun yang menyebar kembali pada jarak 13 – 25 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 2002 menuju arah Kabupaten Grobogan menunjukan bentuk lahan
terbangun yang menyebar.
Garis D
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,5 – 3,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 3-4 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya memiliki
bentuk lahan terbangun yang mengumpul dari jarak pusat Kabupaten Boyolali.
Garis E
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar sedikit muncul di jarak 1,3 - 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 2 Km, 2,8 Km dan 3,4 – 3,7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 2002 menuju arah Kabupaten Klaten menunjukan bentuk lahan
terbangun yang mengumpul.
Gambar 5. 26
Peta Lahan Terbangun Tahun 2010
Analisis selanjutnya adalah menjelaskan bentuk lahan terbangun berdasarkan jarak
dari pusat Kabupaten Boyolali. Dalam penelitian ini untuk mempermudah analisis
ditampilkan dalam beberapa zona yang sudah dijelaskan pada sebelumnya. Lalu membuat
penampang melintang lahan terbangun yaitu garis A yang menunjukan potongan dari pusat
Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Magelang. Garis B yang menunjukan potongan dari
pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Garis C yang
menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kabupaten Grobogan. Garis
D yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boyolali ke arah Kota Surakarta dan
garis E yang menunjukan potongan dari pusat Kabupaten Boylali ke arah Kabupaten
Klaten. Dari grafik yang telah dibuat nilai 1 adalah nilai untuk lahan terbangun sedangkan
0 adalah nilai lahan non terbangun. Dalam grafik ini konsistensi nilai 1 (lahan terbangun)
dengan jarak yang cukup panjang mengindikasikan lahan terbangun yang mengumpul.
Sedangkan grafik nilai 1 (lahan terbangun) dengan bentuk yang naik turun mengindikasikan
lahan terbangun yang tersebar. Berikut adalah hasil grafik penampang lahan terbangun
Kabupaten Boyolali tahun 2010:
Garis A
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 2 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar muncul di jarak 2-7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian mengumpul
kembali di jarak 9 - 11 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun 2002 di jarak 1,5-3 Km memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar makan pada tahun 2010 di jarak 1-2 Km memiliki bentuk
lahan terbangun yang mengumpul dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis B
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,5 – 4,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 4,5 – 5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun 2002 jarak 2,5 – 3 Km
memiliki lahan non terbanggun maka pada tahun 2010 di jarak 2,5 – 4,5 Km memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis C
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang langsung
menyebar di jarak 1 – 6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan
terbangun yang menyebar kembali pada jarak 9 – 27 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 2002 menuju arah Kabupaten Grobogan menunjukan bentuk lahan
terbangun yang menyebar.
Garis D
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2,8 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,8 – 3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 3,2-5,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang mengumpul dan menyebar dari jarak pusat
Kabupaten Boyolali. Pada tahun 2002 di jarak 1-2 Km memiliki bentuk lahan terbangun
mengumpul dan semakin bertambah di tahun 2010 menjadi di jarak 1-2,8 Km dari pusat
Kabupaten Boyolali.
Garis E
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar sedikit muncul di jarak 1,3 - 1,6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 2 Km, 2,8 – 3,2 Km dan 3,4 – 3,7 Km dari pusat Kabupaten
Boyolali. Lahan terbangun tahun 2002 menuju arah Kabupaten Klaten menunjukan bentuk
lahan terbangun yang mengumpul.
Garis A
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1-1,9 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar muncul di jarak 2-7,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian mengumpul
kembali di jarak 9 - 11 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar. Jika pada tahun 2010 di jarak 2-7 Km memiliki bentuk
lahan terbangun yang menyebar maka pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi
2-7,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis B
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 2,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 2,5 – 7 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang menyebar dan mengumpul. Jika pada tahun 2010
jarak 2,5 – 4,5 Km memiliki bentuk lahan terbanggun menyebar maka pada tahun 2017
mengalami peningkatan menjadi di jarak 2,5 – 7 Km memiliki bentuk lahan terbangun yang
menyebar dari pusat Kabupaten Boyolali.
Garis C
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang langsung
menyebar di jarak 1 – 6 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan
terbangun yang menyebar kembali pada jarak 9 – 30 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Lahan terbangun tahun 2017 menuju arah Kabupaten Grobogan menunjukan bentuk lahan
terbangun yang menyebar.
Garis D
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 11.000
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1 – 5,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar mulai muncul di jarak 5,5 – 6,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali dan selebihnya
memiliki bentuk lahan terbangun yang mengumpul dan menyebar dari jarak pusat
Kabupaten Boyolali.
Garis E
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500
Pada diagram ini menunjukan bahwa bentuk lahan terbangun yang mengumpul
berjarak 1- 1,3 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian bentuk lahan terbangun yang
menyebar sedikit muncul di jarak 1,3 - 1,5 Km dari pusat Kabupaten Boyolali. Kemudian
mengumpul kembali di jarak 2-2,4 Km, 2,8 – 3,2 Km dan 3,2 – 3,7 Km dari pusat Kabupaten
Boyolali. Lahan terbangun tahun 2017 menuju arah Kabupaten Klaten menunjukan bentuk
lahan terbangun yang mengumpul.
Tabel V. 7
Tabel Perubahan Lahan Terbangun Tahun 1994 - 2002
Tabel V. 8
Tabel perubahan Lahan Terbangun Tahun 2002 - 2010
Gambar 5. 39
Peta perubahan Lahan Terbangun 2002 - 2010
5.3.3 Analisis perubahan lahan terbangun 2010 – 2017
Kabupaten Boyolali mengalami perubahan berupa penambahan luasan lahan
terbangun. Tahun 2010 Kabupaten Boyolali memiliki luas lahan terbangun 26.822,11 Ha
dan bertambah menjadi 27.223,65 Ha di tahun 2017 yang artinya Kabupaten Boyolali hanya
mengalami 1,5% (401 Ha) peningkatan luas lahan terbangun. Kecamatan di Kabupaten
Boyolali mengalami peningkatan luas lahan terbangun. Berikut tabel peningkatan luas
lahan terbangun di Kabupaten Boyolali tahun 2010 - 2017:
Tabel V. 9
Tabel Perubahan Lahan Terbangun Tahun 2010 - 2017
Luas (Ha) Peningkatan
Peningkatan
Lahan
Kecamatan Lahan
2010 2017 Terbangun
Terbangun (%)
2010 - 2017
Ampel 2161,87 2215,765 53,895 2,49%
Andong 1781,623 1806,872 25,249 1,42%
Banyudono 929,661 936,4896 6,8286 0,73%
Boyolali 1633,335 1653,511 20,176 1,24%
Cepogo 1544,525 1565,403 20,878 1,35%
Juwangi 997,599 1000,579 2,98 0,30%
Karanggede 1245,344 1264,379 19,035 1,53%
Kemusu 1096,188 1111,595 15,407 1,41%
Klego 1367,321 1387,064 19,743 1,44%
Mojosongo 1540,615 1574,332 33,717 2,19%
Musuk 2021,515 2056,793 35,278 1,75%
Ngemplak 1674,092 1699,163 25,071 1,50%
Nogosari 1944,686 1959,003 14,317 0,74%
Sambi 1825,195 1855,294 30,099 1,65%
Sawit 494,645 513,0364 18,3914 3,72%
Selo 471,33 479,386 8,056 1,71%
Simo 1666,348 1686,172 19,824 1,19%
Teras 1112,175 1129,176 17,001 1,53%
Wonosegoro 1314,041 1329,638 15,597 1,19%
Kabupaten
26.822,11 27.223,65 401,54
Boyolali 1,50%
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Gambar 5. 40
Peta Perubahan Lahan Terbangun Tahun 2010 – 2017
5.3.4 Analisis Pola Perubahan Lahan Terbangun Kabupaten Boyolali Tahun 1994 -
2017
Analisis ini menjelaskan pola perubahan lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun
1994 - 2017. Periode perubahan lahan terbangun paling besar terjadi pada kurun waktu
1994 - 2002 sebesar 7.257 Ha lebih besar dari periode tahun 2002 - 2010 yaitu 7.113 Ha
dan periode tahun 2010 - 2017 sebesar 401 Ha. Hal ini dikarenakan pada tahun 1994 -
2002 mulai dilakukan pembangunan untuk menunjang seluruh kegiatan di Kabupaten
Boyolali. Pembangunan sarana dan prasarana dilakukan secara tersebar di seluruh
kecamatan, pembangunan permukiman menjadi pembangunan lahan terbangun yang
sangat dominan pada tahun 1994 - 2002. Jumlah penduduk Kabupaten Boyolali pada tahun
1990 sebanyak 870.326 jiwa yang meningkat menjadi 931.380 jiwa pada tahun 2002
menyebabkan luas lahan terbangun permukiman menjadi lebih meningkat di seluruh
kecamatan. Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan luas lahan terbangun untuk
permukiman yang disertai sarana pendidikan, sarana peribadatan, sarana kesehatan dan
lain - lain.
Pola perubahan lahan terbangun dianalisis berdasarkan jumlah luasan perubahan
dan rata – rata perubahan lahan terbangun tiap tahunnya. Berikut adalah tabel perubahan
lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994 - 2017:
Tabel V. 10
Tabel Perubahan Lahan Terbangun
1400
1200
1000
800
600
400
200
Gambar 5. 41
Grafik Perubahan Lahan Terbangun
Dari hasil tabel dan grafik diatas menunjukan bahwa rata - rata perubahan lahan
terbangun tiap kecamatan. Kabupaten Boyolali mengalami perubahan lahan terbangun
tidak hanya dari luasannya saja tetapi juga arah perkembangannya yang berbeda.
Peningkatan luas lahan terbangun paling besar terjadi di Kecamatan Andong (62,69
Ha/Tahun), Kecamatan Sambi (56,89 Ha/Tahun) dan Kecamatan Simo (51,49 Ha/Tahun).
Sedangkan wilayah perkotaan yang berada di Kecamatan Boyolali hanya mengalami
peningkatan luas lahan terbangun sebesar 32,13 Ha/Tahun. Selain itu Kecamatan
Ngemplak yang berada didekat bandara mengalami peningkatan luas lahan terbangun
sebesar 43,50 Ha/Tahun.
Pola perubahan lahan terbangun Kabupaten Boyolali tahun 1994 - 2017 berdasarkan
rata - rata peningkatan luas lahan terbangun setiap tahun diasumsikan terbagi dalam 6
klasifikasi. Rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 6,37 - 10 Ha/ Tahun
berada di Kecamatan Sawit dan Kecamatan Selo. Rata - rata peningkatan luas lahan
terbangun sebesar 10 - 20 Ha/Tahun berada di Kecamatan Banyudono dan Kecamatan
Teras. Rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 20 - 30 Ha/Tahun berada di
Kecamatan Karanggede, Kecamatan Kemusu, Kecamatan Juwangi dan Kecamatan
Wonosegoro. Rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 30 - 40 Ha/Tahun
berada di Kecamatan Cepogo, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Ampel dan Kecamatan
Mojosongo. Rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 40 - 50 Ha/Tahun berada
di Kecamatan Musuk, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Klego dan Kecamatan Ngemplak.
Untuk rata - rata peningkatan luas lahan terbangun sebesar 50 - 62,69 Ha/Tahun berada di
Kecamatan Simo, Kecamatan Sambi dan Kecamatan Andong.
Pola lahan terbangun mengumpul cenderung berada di jarak 1 - 2 Km dari pusat
Kabupaten Boyolali dan selebihnya berpola menyebar. Namun khusus untuk pola lahan
terbangun yang mengarah ke Kota Surakarta membentuk pola mengumpul membentuk
kota - kota kecil di jarak tertentu yaitu 3 Km, 5 Km dan 8 Km dari pusat Kabupaten Boyolali.
Berikut adalah peta perubahan lahan terbangun tahun 1994 - 2017 yang
diklasifikasikan dalam 6 kelas:
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Gambar 5. 42
Peta Perubahan Lahan Terbangun
43