Anda di halaman 1dari 112

PERILAKU BULLYING di KALANGAN SISWA

PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM


(Studi Kasus SMA Negeri 7 Luwu)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri Palopo

Oleh:

AYU MARNI
NIM 16 0302 0020

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2020
PERILAKU BULLYING DI KALANGAN SISWA
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM
(Studi Kasus SMA Negeri 7 Luwu)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri Palopo

Oleh:

AYU MARNI
NIM 16 0302 0020

Pembimbing:

1. Dr. Abdain, S.Ag., M.HI.


2. Dr. Anita Marwing, S.HI., M.HI.

Penguji:

1. Dr. H. Muammar Arafat Yusmad, S.H.,M.H.


2. Dr. Muh. Ruslan Abdullah, S.EI., M.A.

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
2020
PRAKATA

َ ‫ف األَ ْو ِبيا َ ِء َوا ْل ُم َر‬


‫سلِ ْي َه َو َعلَى اَلِ ِه‬ ْ َ‫سَلَ ُم َعلَى ا‬
ِ ‫ش َر‬ َ ‫لِل َر ِّب ا ْل َعا لَ ِم ْي َه َوا ْل‬
َ ‫ص ََلةُ َوال‬ ِ ِ ‫ا ْل َح ْم ُد‬
‫ص ْح ِب ِه اَ ْج َم ِع ْي َه‬
َ ‫َو‬

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. yang telah menganugrahkan

rahmat, hidayah serta kekuatan lahir dan batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan judul “Perilaku Bullying di Kalangan Siswa Perspektif

Hukum Pidana Islam (Studi Kasus SMA Negeri 7 Luwu) setelah melalui proses yang

panjang”

Selawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw. kepada para keluarga, sahabat

dan pengikutnya. Skripsi ini disusun sebagai syarat yang harus diselesaikan, guna

memperoleh gelar sarjana Hukum dalam bidang Hukum Tata Negara pada Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Palopo. Penulis skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan,

bimbingan serta dorongan dari banyak pihak walaupun penulisan skripsi ini masih jauh

dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga dengan penuh ketulusan hati dan keihklasan, kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta ayahanda H. Samadh dan ibunda

H.J.Mukarrama, yang telah mengasuh dan mendidik penulis dengan penuh

kasih sayang sejak kecil hingga sekarang, dan segala yang telah diberikan

kepada anak-anaknya. Serta semua saudara dan saudariku yang selama ini

membantu dan mendoakan. Mudah-mudahan Allah swt. mengumpulkan

kita semua dalam surga-Nya kelak.


2. Dr. Abdul Pirol, M.Ag. selaku Rektor IAIN Palopo, beserta Dr. H.

Muammar Arafat Yusmad, S.H.M.H. selaku Wakil Rektor Bidang

Akademik dan Pengembangan Kelembagaan, Dr. Ahmad Syarief Iskandar,

S.E.,M.M. selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan,

dan Keuangan, Dr. Muhaemin, M.A. selaku Wakil Rektor Bidang

Kemahasiswaan dan Kerjasama

3. Dr. Mustaming, S.Ag., M.HI selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Palopo,

beserta Dr. Helmi Kamal, M.HI. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik

dan Kelembagaan, Dr. Abdain, S.Ag., M.HI selaku Wakil Dekan Bidang

Administrasi Umum, Keuangan dan Perencanaan, dan Dr. Rahmawati, M.

Ag. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.

4. Dr. Anita Marwing, S.HI., M.HI. selaku Ketua Program Studi Hukum Tata

Negara di IAIN Palopo beserta staf yang telah membantu dan mengarahkan

dalam penyelesaian skripsi

5. Dr. Abdain, S.Ag., M.HI. dan Dr. Anita Marwing, S.HI., M.HI. selaku

pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,

masukan dan mengarahkan dalam rangka penyelesaian skripsi.

6. Dr. H. Muammar Arafat, S.H., M.H. dan Dr. Muh. Ruslan, S.EI., M.A.

selaku penguji I dan penguji II yang telah banyak memberi arahan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen beserta seluruh staf pegawai IAIN Palopo yang telah

mendidik penulis selama berada di IAIN Palopo dan memberikan bantuan

dalam penyusunan skripsi ini.


8. Madehang, S.Ag., M.Pd. selaku Kepala Unit Perpustakaan beserta

Karyawan dan Karyawati dalam ruang lingkup IAIN Palopo, yang telah

banyak membantu, khususnya dalam mengumpulkan literatur yang

berkualitas dengan pembahasan skripsi ini.

9. Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Luwu, beserta Guru-Guru dan Staf, yang

telah memberikan izin dan bantuan dalam melakukan penelitian

10. Siswa-siswi SMA Negeri 7 Luwu yang telah bekerja sama dengan penulis

dalam proses penyelesaian penelitian ini.

11. Kepada semua teman seperjuangan, mahasiswaa Program Studi Hukum

Tata Negara IAIN Palopo angkatan 2016 (khususnya kelas A), teman-

teman PPL Kejaksaan Negeri Palopo angkatan 2019, teman-teman KKN

Desa Wonorejo Timur Kecamatan Mangkutana Luwu Timur angkatan 36

Tahun 2019 yang selama ini membantu dan selalu memberikan saran

dalam penyusunan skripsi ini.

Mudah-mudahan bernilai ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah swt. Amin.

Palopo, 20 Januari 2020

Penulis
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi yang dipergunakan mengacu pada SKB antara Menteri


Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I., masing-masing Nomor:
158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987, dengan beberapa adaptasi.
A. Transliterasi Arab-Latin
1. Konsonan
Transliterasinya huruf Arab ke dalam huruf Latin sebagai berikut:
Aksara Arab Aksara Latin
Simbol Nama (bunyi) Simbol Nama (bunyi)
‫ا‬ Alif tidak tidak dilambangkan
dilambangkan
‫ب‬ Ba B Be
‫ت‬ Ta T Te
‫ث‬ Sa Ṡ es dengan titik di atas
‫ج‬ Ja J Je
‫ح‬ Ha Ḥ ha dengan titik di bawah
‫خ‬ Kha Kh ka dan ha
‫د‬ Dal D De
‫ذ‬ Zal Ż Zet dengan titik di atas
‫ر‬ Ra R Er
‫ز‬ Zai Z Zet
‫س‬ Sin S Es
‫ش‬ Syin Sy es dan ye
‫ص‬ Sad Ṣ es dengan titik di bawah
‫ض‬ Dad ḍ de dengan titik di bawah
‫ط‬ Ta Ṭ te dengan titik di bawah
‫ظ‬ Za ẓ zet dengan titik di bawah
‫ع‬ „Ain „ Apostrof terbalik
‫غ‬ Ga G Ge
‫ف‬ Fa F Ef
‫ق‬ Qaf Q Qi
‫ك‬ Kaf K Ka
‫ل‬ Lam L El
‫م‬ Mim M Em
‫ن‬ Nun N En
‫و‬ Waw W We
‫ه‬ Ham H Ha
‫ء‬ Hamzah „ apostrof
‫ي‬ Ya Y Ye
Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa
pun, jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda („).

2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa
Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Aksara Arab Aksara Latin
Simbol Nama (bunyi) Simbol Nama (bunyi)
َ‫ا‬ Fathah A a
َ‫ا‬ Kasrah I i
َ‫ا‬ dhammah U u

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara


harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Aksara Arab Aksara Latin
Simbol Nama (bunyi) Simbol Nama (bunyi)
ًَ Fathah dan ya ai a dan i
َ‫و‬ Kasrah dan waw au a dan u
Contoh :
َ‫كَْف‬ : kaifa BUKAN kayfa
َ‫هوْ ل‬ : haula BUKAN hawla

3. Penulisan Alif Lam


Artikel atau kata sandang yang dilambangkan dengan huruf ‫( ال‬alif lam
ma‟arifah) ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf
syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).
Contohnya:
َ‫ا ْلش ْمس‬ : al-syamsu (bukan: asy-syamsu)
َ‫ال َّز ْلزلة‬ : al-zalzalah (bukan: az-zalzalah)
َ‫ا ْلف ْلسلة‬ : al-falsalah
َ‫ا ْلبَلد‬ : al-bilādu

4. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Aksara Arab Aksara Latin
Harakat huruf Nama (bunyi) Simbol Nama (bunyi)
‫َاَََو‬ Fathahَdan alif, ā a dan garis di atas
fathah dan waw
ًَ Kasrah dan ya ī i dan garis di atas
ًَ Dhammah dan ya ū u dan garis di atas

Garis datar di atas huruf a, i, u bisa juga diganti dengan garus lengkung seperti
huruf v yang terbalik, sehingga menjadi â, î, û. Model ini sudah dibakukan dalam
font semua sistem operasi.
Contoh:
َ‫مات‬ : mâta
‫رمي‬ : ramâ
َ‫ٍموْ ت‬ : yamûtu

5. Ta marbûtah
Transliterasi untuk ta marbûtah ada dua, yaitu: ta marbûtah yang hidup
atau mendapat harkat fathah, kasrah, dan dhammah, transliterasinya adalah (t).
Sedangkan ta marbûtah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
adalah (h). Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbûtah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta
marbûtah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:
َ ‫طف‬
‫ال‬ ْ ‫روْ ضةَا ْْل‬ : rauḍah al-aṭfâl
َ‫ا ْلمدٍْىةَا ْلفاضلة‬ : al-madânah al-fâḍilah
َ‫ا ْلح ْكمة‬ : al-hikmah

6. Syaddah (tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydid (ََ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan
perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
‫ربَّىا‬ : rabbanâ
‫وجَْىا‬ : najjaânâ
َ‫ا ْلحق‬ : al-ḥaqq
َ‫ا ْلحج‬ : al-ḥajj
َ‫وعِّم‬ : nu‟ima
َ‫عدو‬ : „aduwwun
Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf
kasrah (َ‫)سي‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (â).
Contoh:
َ ‫عل‬
ٌ : „Ali (bukan „aliyy atau „aly)
ٌَ‫عرس‬ : „Arabi (bukan „arabiyy atau „araby)

7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof („) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di
awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contohnya:
َ ْ‫تاْمرو‬
‫ن‬ : ta‟murūna
َ‫ا ْلىوْ ء‬ : al-nau‟
َ‫ٌء‬َْ ‫ش‬ : syai‟un
َ‫امرْ ت‬ : umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia


Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia
tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Hadis, Sunnah,
khusus dan umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu
rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Dikecualikan dari pembakuan kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah kata al-Qur‟an. Dalam KBBI, dipergunakan kata Alquran, namun dalam
penulisan naskah ilmiah dipergunakan sesuai asal teks Arabnya yaitu al-Qur‟an,
dengan huruf a setelah apostrof tanpa tanda panjang, kecuali ia merupakan bagian
dari teks Arab.
Contoh:
Fi al-Qur‟an al-Karîm
Al-Sunnah qabl al-tadwîn
9. Lafz aljalâlah (‫)هللا‬
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya
atau berkedudukan sebagai muḍâf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf
hamzah. Contoh:
‫دٍْهَهللا‬ dînullah ‫باهلل‬ billâh
Adapun ta marbûtah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-jalâlah,
ditransliterasi dengan huruf (t). Contoh:
َ‫ه ْمَف ٌَْرحْ مةَهللا‬ hum fî rahmatillâh

10. Huruf Kapital


Walaupun dalam sistem alfabet Arab tidak mengenal huruf kapital, dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut diberlakukan ketentuan tentang penggunaan
huruf kapitan berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Huruf kapital, antara lain, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri
(orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri
didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak
pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf
kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul
referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks
maupun dalam catatan rujukan.
B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan di bawah ini:

swt. : Subhānahuwata‟ālā
saw. : Sallallāhu „alahiwasallam
r.a : radiallahu „anhu
as. : „alaih al-salām
H : Hijriah
M : Masehi
SM : Sebelum Masehi
I : lahir tahun (untuk orang-orang yang masih hidup saja)
w : Wafat tahun
Q.S : Qurān Surah
HR : Hadis Riwayat
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................................

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iv

HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING ................................................................... v

HALAMAN PERSETJAN TIM PENGUJI ..................................................................... vi

HALAMAN NOTA DINAS PENGUJI ............................................................................. vii

PRAKATA .......................................................................................................................... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB DAN SINGKATAN .......................................... xi

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... xvii

DAFTAR AYAT.................................................................................................................. xix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... xx

ABSTRAK ........................................................................................................................... xxi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 8

BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................................... 10

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................................... 10


B. Deskripsi Teori ................................................................................................ 13
1. Perilaku Bullying ............................................................................................. 13
a. Pengertian Perilaku Bullying ..................................................................... 13
b. Bentuk- bentuk Perilaku Bullying ............................................................. 16
c. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying ............................. 19
2. Perlindungan Anak Terhadap Kekerasan Perilaku Bullying ........................... 21
a. Pengertian Anak ........................................................................................ 21
b. Dasar - Hukum Perlindungan Anak .......................................................... 22
c. Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana ................................................... 24
3. Perilaku Bullying Dalam Islam ....................................................................... 25
C. Kerangka Pikir ................................................................................................ 31

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................... 33

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian...................................................................... 33


B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ...................................................................... 34
C. Lokasi Penelitian ...................................................................................................... 35
D. Sumber Data............................................................................................................. 35
E. Instrumen Penelitian................................................................................................. 36
F. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................................... 36
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 39

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA ................................................................. 41

A. Deskripsi Data Sekolah .................................................................................. 41


1. Gambaran umum lokasi penelitian ........................................................... 41
2. Visi dan Misi Sekolah ............................................................................... 41
B. Pembahasan .................................................................................................... 42
1. Perilaku bullying SMA Negeri 7 Luwu ................................................... 42
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying di SMA Negeri
7 Luwu ...................................................................................................... 49
3. Tinjauan UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ...................................... 54
4. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap perilaku bullying ....................... 66
BAB V PENUTUP .............................................................................................................. 75

A. Simpulan ......................................................................................................... 75
B. Saran ............................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 78

LAMPIRAN
DAFTAR KUTIPAN AYAT

Kutipan Ayat 1 QS Ali Imran/3: 159 ................................................................ 6

Kutipan Ayat 2 QS Asy-Syura/42: 39 ................................................................ 26

Kutipan Ayat 3 QS Al- Hujurat/49: 11 .............................................................. 61

Kutipan Ayat 4 QS al-Baqarah/2: 178 ............................................................... 64

Kutipan Ayat 5QS al-Ma‟idah/5: 45 ................................................................... 65


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara Penelitian

Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup


ABSTRAK

Ayu Marni, 2020. “Perilaku Bullying di Kalangan Siswa Perspektif Hukum Pidana
Islam (Studi Kasus SMA Negeri 7 Luwu)” . Skripsi Program Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri
Palopo. Dibimbing oleh Dr.Abdain, S.Ag.,M.HI. Dr.Anita
Marwing, S.HI.,M.HI.

Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku bullying di kalangan
siswa. Pokok masalah tersebut selanjutnya diturunkan ke dalam beberapa submasalah
atau pertanyaan penelitian, yaitu: 1) Bagaimana perilaku bullying di SMA Negeri 7
Luwu? 2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya perilaku bullying di SMA
Negeri 7 Luwu? 3) Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap perilaku bullying?

Jenis penelitian ini tergolong kualitatif dengan pendekatan penelitian yang


digunakan adalah: pendekatan yuridis, pendekatan historis dan pendekatan sosiologis
karena peneliti melakukan interaksi lingkungan sesuai dengan unit sosial, individu,
kelompok, lembaga atau masyarkat. Selanjutnya, teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Lalu, teknik pengolahan dan
analisa data dilakukan dengan melalui empat tahapan, yaitu: seleksi data, pemeriksaan
data, klasifikasi data dan penyusunan data. Bardasarkan hasil penelitian dapat diperoleh
jawaban atas permasalahan yang ada dan menarik kesimpulan, pertama perilaku bullying
di SMA Negeri 7 Luwu masih sering terjadi beberapa pengakuan responden yang pernah
mengalami bullying bahwa mereka menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dari
teman-temanya, seperti penghinaan, pencemaran nama baik, perlakuan kasar seperti
menendang, mencubit, diancam dan yang lebih parah lagi menguncikannya di dalam
toilet. Kedua faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya bullying di SMA Negeri 7
Luwu yaitu, faktor bullying ditinjau dari segi pelaku yaitu munculnya simbol senioritas,
adanya sifat merasa sempurna, brokenhome (masalah dalam keluarga), sebagai sarana
hiburan, meningkatkan popularitas, dan adanya perbedaan ekonomi. Adapun faktor
ditinjau dari segi korban yaitu korban lebih lemah, banyak berdiam diri, dan merupakan
orang yang baru dalam lingkungannya. Ketiga menurut hukum pidana Islam tindakan
kekerasan bullying dikategorikan dalam jarimah qiṣaṣ dengan ancaman hukuman qiṣaṣ,
apabila hukuman qiṣaṣ gugur maka diganti dengan hukuman diyat dan dapat juga
dikenakan hukuman ta‟zir yang penentuan hukumnya diserahkan penuh kepada ulil amri.

Kata kunci : Bullying, Siswa, dan Hukum Pidana Islam


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemuda adalah aset bangsa Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban

untuk bersekolah dan menempuh pendidikan yang layak. Bahkan dalam UU RI

Nomor 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional terkhusus pada pasal 5

membahas hak dan kewajiban warga Negara menempuh pendidikan. Sehingga

pemerintah menyediakan wadah dengan harapan agar anak bangsa dapat

melaksanakan pendidikannya dengan baik, mempunyai akhlak dan moral serta

pendidikan yang lebih untuk melakukan persaingan. Pendidikan adalah proses,

atau cara perbuatan mendidik untuk mendapatkan ilmu dan membentuk tingkah

laku yang baik serta sikap seseorang. Pendidikan bertujuan agar mengubah tata

laku dan sikap seseorang dengan jalan membentuk sikap dan perilaku orang

tersebut, perilaku akan membentuk karakter seseorang. Proses pengembangan

dan pembentukan karakter sangat menentukan anak dimasa depan. Pendidikan

yang baik maka akan menghasilkan bangsa yang baik, pendidikan yang buruk

akan menghasilkan bangsa yang buruk pula. Dengan ini pemerintah menyediakan

wadah untuk menempuh pendidikan.

Sekolah merupakan salah satu wadah untuk melakukan pendidikan. Di

sekolah akan terjadi proses belajar mengajar dan interaksi sosial. Baik interaksi

antara siswa dan guru, interaksi antarguru dan interaksi antarsiswa, interaksi yang

dilakukan baik interaksi didalam kelas maupun diluar kelas. Salah satu interaksi

yang dilakukan adalah interaksi pada saat proses belajar mengajar dan interaksi di
luar sosial. Interaksi sosial antarsiswa dapat bersifat positif dan negatif,

salah satu interaksi sosial antara siswa yang bersifat dan berakibat negatif adalah

bullying.

Saat ini sering terjadi berbagai macam tingkah laku dikalangan siswa

terkhusus para remaja yang berada pada masa prapubertas. Sekolah bukan sekedar

wadah untuk menimbah ilmu melainkan tempat mengapresiasikan diri mereka

tetapi beberapa siswa cenderung mengekspresikan diri mereka secara negatif.

Bahkan sering kali dijumpai perilaku yang agresif dan menekan, baik dalam

bentuk tindakan fisik secara langsung dan/atau menyerang melalui kata-kata atau

disebut dengan bullying. Bullying tidak asing lagi untuk di dengar di Negara ini.

Kasus ini juga terjadi di Negara-negara besar seperti Negara Amerika,

Skandinavia maupun Inggris.

Bullying berasal dari kata bully. Berdasarkan kamus bahasa inggris bully

adalah penggertakan, orang yang mengganggu orang lemah.1 Bullying juga

disebut dengan istilah perundungan dan kekerasan.Perundungan berasal dari kata

merundung, menurut KBBI (Kamus Besar Indonesia), merundung adalah

menganggu.2 Sehingga dapat dipahami bahwa bully sendiri dapat didefinisikan

sebagai tindakan yang menyakiti secara fisik dan psikis secara berencana oleh

pihak yang merasa lebih berkuasa terhadap yang lemah. Bully secara sederhana

diartikan sebagai penggunaan kekuasaan dan kekuatan untuk menyakiti seseorang

1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia , Cet. XXVI (Jakarta: PT.
Gramedia, 2005), 87.
2
Ricca Novalia, “Dampak Bullying Terhadap Kondisi Psikososial Anak Di Perkampungan Sosial
Pingit”, skripsi (Yogyakarta, Fak : Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2016)
atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya

,bullying memiliki arti yang luas.

Penekanan pada tindakan negatif membuat bullying berkonotasi dengan

tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan perasaan tidak

nyaman pada orang lain. Mencaci, merendahkan, mencela, memberikan julukan,

menendang mendorong memukul meminta uang (merampas, pemerasan),

menghindar, menolak untuk berteman merupakan bentuk-bentuk nyata dalam

tindakan bullying. Adapun perilaku yang lebih populer di kalangan remaja saat

ini adalah memojokkan siswa baru atau adik kelas. Perilaku tersebut sering kali

disamarkan dengan ungkapan keinginan mereka untuk mengajari adik kelas

perihal perilaku sopan santun di dalam sekolah.

Bullying tergolong kepada perilaku yang tidak baik atau perilaku

menyimpang, hal ini dikarenakan bahwa perilaku tersebut memiliki dampak yang

cukup serius. Bullying dalam jangka pendek dapat menimbulkan perasaan tidak

aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi, atau menderita stress

yang dapat berakhir dengan bunuh diri. Dalam jangka panjang, korban bullying

dapat menderita masalah emosional dan perilaku.

Topik bullying tidak pernah habis dari masa kemasa.Setiap tahun selalu

ada kasus-kasus baru tentang perilaku peserta didik yang diketegorikan sebagai

perilaku menyimpang, dilakukan secara sengaja dengan niat untuk melemahkan

korban, mempermalukan, dan dilakukan berulang-ulang.

Beberapa kasus bullying di kalangan pelajar yang menjadi sorotan akhir-

akhir ini adalah tindakan bullying yang terjadi di Pontianak Kalimantan Barat.
Antara seorang siswi SMP Pontianak dengan sejumlah siswi SMA Pontianak.

Para pelajar SMA tersebut melakukan perbuatan bully secara fisik terhadap siswi

pelajar SMP pada sebuah bangunan yang terletak di Jalan Sulawesi, Pontianak,

Kalimantan Barat. Sebelum tindakan kekerasan tersebut dilakukan, sebelumnya

korban dijemput oleh pelaku dengan alasan ingin berbicara dengan korban. Lantas

korban dibawa ke Jalan Sulawesi. Tiba di lokasi korban sempat diinterogasi

sebelumnya akhirnya dianiaya. Korban pun tersungkur usai ditendang, pelaku

juga menginjak perutnya dan membenturkan kepalanya ke bebatuan. Tindakan

kekerasan ini diduga dipicu oleh persoalan asmara dan saling balas komentar di

media sosial.3

Kasus bullying yang kedua yaitu terjadi di SMK Negeri 2 Luwu

Sulawesi Selatan, dimana seorang siswi yang menjadi korban di ludahi kemudian

di bentak-bentak dan kepalanya di pukul oleh temannya. Menurut info yang di

dapat hal ini disebabkan oleh kesalahpahaman dimana kunci motor salah satu

siswa hilang namun yang menyembunyikan temannya yang lain, lantas korban

dituduh menyembunyikan akhirnya terjadilah bully antarsiswa. Berdasarkan kasus

bullying diatas dapat dipahami bahwa bullying secara fisik dapat dilihat atau

diketahui dengan mudah krena meninggalkan bekas luka. Namun, bully secara

verbal sulit dipantau dan diketahui karena akibat yang dtimbulkan berdampak

pada psikis yang tidak dapat diketahui secara kasat mata, namun berakibat sangat

3
Maria Flora, “Kasus Pengeroyokan Audrey dari Kronologi Hingga Petisi”, April 10, 2019,
https://m.liputan6.com/news/read/3938047/kasus-pengeroyokan-audrey-dari-kronologis-hinnga-
petisi
fatal. Bahkan bullying secara verbal dapat lebih fatal ketimbang bullying secara

fisik.

Kasus bullying secara verbal sangat gampang ditemui dan terjadi

dimana-mana seperti tindakan memaki, mengejek, menggosip, membodohkan dan

mengkerdilkan, dan mengucilkan. Baik itu dalam konteks disengaja ataupun tidak.

Baik dilakukan dalam konteks bercanda atau pun serius. Bullying verbal bisa

terjadi baik di lingkungan keluarga, pergaulan, bahkan yang lebih parah adalah di

lingkungan pendidikan. Setelah dampak tersebut mengkristal dalam diri sang

anak, maka rasa percaya diri yang dimiliki sang anak akan relatif rendah dan juga

akanmempengaruhi aspek-aspek kehidupannya baik kehidupan pribadi ataupun

kehidupan sosialnya kelak.

Tindakan bullying dalam aspek Islam, disebabkan oleh lunturnya nilai-

nilai agama dalam pergaulan pelajar di sekolah. Akhlak siswa telah diracuni oleh

sifat individualistis dan hedonistis. Pelajar tidak lagi menghargai perbedaan,

toleransi dan saling menghormati. Pelajar akan melakukan apa saja untuk

mendapatkan apa yang diinginkan dan membela kelompoknya secara “membabi

buta” tanpa mempertimbangkan siapa yang benar dan siapa yang salah.

Keruntuhan akhlak remaja bukan hanya merusak dirinya sendiri tetapi dapat juga

membahayakan orang lain.4 Apabila akhlak seseorang tidak baik maka sikap dan

tindakanya cenderung bengis, pemarah, brutal, merusak dan menyakiti siapa saja

yang berada di sekitarnya. Pelajar senior yang buruk akhlaknya, maka akan

menganggap juniornya sebagai kelompok inferior sehingga pelajar senior


4
Muhammad Hatta, “Tindakan Perundungan (Bullying) Dalam Dunia Pendidikan Ditinjau
Berdasarkan Hukum Pidana Islam, ” Miqot Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 41, no 2 (Desember 1,
2017) : 282, http://jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/index.php/jurnalmiqot/article/view/488
menganggap sebagai kelompok superior yang dapat menguasai dan menaklukan

pelajar junior melalui tindakan kekerasan baik kekerasan fisik maupun mental.

Islam menuntut penganutnya berbuat baik dan akhlak yang mulia kepada

semua mahkluk di atas muka bumi ini. Nabi Muhammad saw diutus ke muka

bumi ini adalah untuk memperbaiki akhlak manusia agar dapat memberikan

manfaat kepada sesama manusia dan tidak merusak alam yang telah Allah

swt.ciptakan untuk manusia. Dalam Islam, akhlak yang baik dapat dijadikan tolak

ukur keimanan seseorang.

Perilaku bullying dalam Islam jelas dilarang karena merugikan orang

lain. Dalam Al-Qur‟an juga disebutkan dalam Firman Allah swt. QS Ali- Imran

(3):159

               

              

   


Terjemahnya:

“Maka berkat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut


terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.Karena itu maafkanlah
mereka yang dan memohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian, apabila
engkau telah membulatkan tekad maka, bertawakallah kepada Allah.
Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”5

5
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Surabaya: Halim Publishing dan
Distributing, 2014), 71.
Ayat di atas menjelaskan tentang larangan bersifat keras dan dianjurkan

untuk berlemah lembut kepada semua mahkluk. Terlebih lagi apabila perbuatan

yang dilakukan dalam bentuk kekerasan sangat jelas dilarang. Oleh karena itu,

perlunya hukum untuk mencegah, melindungi dan menyelesaikan perilaku

bullying. Maka melalui penelitian ini salah satu bentuk pencegahan hukum

perilaku bullying dengan melakukan penelitian terhadap perilaku bullying maka

dapat diketahui faktor-faktor penyebab perilaku bullying dan pertanggung

jawabannya di depan hukum. Selain itu, dalam penelitian ini akan dilakukan

kajian perilaku bullying dalam pendekatan hukum Islam.

Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian dengan judul “Perilaku

Bullying di Kalangan Siswa Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Kasus SMA

Negeri 7 Luwu)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam pembahasan ini yaitu: “Bagaimana Perilaku Bullying di

Kalangan Siswa SMA Negeri 7 Luwu?” Berdasarkan pokok masalah tersebut

maka dirumuskan submasalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perilaku bullying di SMA Negeri 7 Luwu?

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya perilaku bullying di

SMA Negeri 7 Luwu?

3. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap perilaku bullying?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:


1. Untuk Mengetahui dan memahami perilaku bullying di SMA Negeri 7

Luwu

2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor penyebab terjadinya

perilaku bullying di SMA Negeri 7 Luwu.

3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana tinjauan hukum pidana Islam

terhadap perilaku bullying.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Adapun manfaat penulisan ini sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

a. Memberikan sumbangan pemikiran pengembangan ilmu pengetahuan pada

umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

b. Sebagai acuan atau pedoman oleh pendidik atau orang tua dalam menyikapi

tindakan perilaku bullying yang terjadi dalam lingkungan pendidikan.

c. Sebagai pijakan dan referensi bagi penulis lanjutan yang berhubungan

dengan penelitian.

d. Sebagai penambah pembendaharaan koleksi buku karya ilmiah di

Perpustakaan dalam bidang hukum.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan dan rekomendasi sebagai bentuk pemecahan masalah-masalah


yang berkaitan dengan banyaknya tindak perilaku bullying di kalangan

siswa.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Hasil- hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk referensi

dalam penelitian ini meliputi hasil-hasil studi yang membahas perilaku bullying di

kalangan siswa adalah sebagai berikut:

Mohammad Anton Sujarwo, dalam penelitiannya yang berjudul

“Perilaku School Bullying Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Lempuyangan 1

Yogyakarta”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

pengumpulan data berupa observasi non partisipatif, wawancara mendalam,

dokumentasi, dan catatan lapangan.6 Perbedaan dalam penelitian ini yaitu disini

peneliti penulis membahas tentang perilaku bullying pada kalangan siswa dalam

perspektif hukum islam sedangkan skripsi diatas membahas tentang perilaku

bullying pada siswa sekolah Dasar.

Hasil penelitian menunjukkan fakta bahwa perilaku School Bullying

belum ditanggapi serius oleh guru. Guru berpendapat bahwa perilaku School

Bullying adalah perilaku yang wajar dilakukan untuk proses perkembangan siswa,

namun pada hasilnya sering terjadi bentuk perilaku school bullying dari bentuk

kontak

6
Mohammad Anton Sujarwo, “Perilaku School Bullying Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri
Lempuyangan 1 Yogyakarta”, Skripsi (Yogyakarta: Fak. Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta, 2017)
fisik langsung, perilaku nonverbal langsung, dan perilaku nonverbal tidak

langsung.

Yuli Permata Sari dan Welgendri Azwar, dengan judul penelitian

“Fenomena Bullying Siswa: Studi Tentang Motif Perilaku Bullying Siswa Di Smp

Negeri 01 Painan, Sumatera Barat”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

dengan menggambarkan sesuatu keadaaan apa adanya, menggunakan observasi

dan wawancara.7 Hasil penelitian menunjukkan fakta bahwa: pertama, sikap apatis

dari lingkungan menyebabkan angka bullying semakin tinggi di lingkungan

sekolah. Kedua, keseluruhan pelaku bullying merupakan korban, sehingga korban

berubah menjadi seorang pelaku bullying. Ketiga, tujuan korban menjadi pelaku

bullying adalah untuk melindungi diri, serta untuk mendapatkan rasa aman dari

ligkungannya. Selain itu pelaku juga melakukan bully untuk tujuan membalaskan

dendamnya, hal ini karena pelaku pernah menjadi korban. Balas dendam tersebut

berupa peniruan dari perlaku yang diterimanya.

Perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis yaitu pada penelitian diatas lebih fokus membahas bagaimana

motif perilaku bullying siswa pada SMP 01 Painan Sumatera Barat. Sedangkan

penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu membahas bagaimana Perilaku

Bullying pada kalangan siswa dalam perspektif hukum Islam.

Fitria Salma Nurrohmah, dengan judul penelitian “Penanggulangan

Bullying Dalam Perspektif Pendidikan Islam (Telaah Buku Pendidikan Tanpa

7
Yuli Permatasari dan Welhendri Azwar, “Fenomena Bullying Siswa: Studi Tentang Motif
Perilaku Bullying Siswa di SMP Negeri 01 Painan, Sumatera Barat”, Ijtimaiyya: Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam, 10, no. 2 (November 1, 2017) : 334,
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ijtimaiyya/article/download/2366/1760
Kekerasan Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep) Karya Abd. Rahman Assegaf.”8

Hasil penelitian menunjukan bahwa:

1. Bullying atau biasa disebut dengan kekerasan dalam pendidikan

didefinisikan sebagai tindakan menggunakan tenaga dan kekuatan untuk

melukai orang lain atau kelompok lain secara verbal, fisik ataupun secara

psikologis dan menyebabkan korban merasa tertekan dan tak berdaya.

Praktek bullying terjadi karena adanya pelanggaran yang disertai hukuman,

buruknya sistem dan kebijakan pendidikan, pengaruh tayangan, dan

lingkungan, bullying merupakan refleksi dari pergeseran kehidupan yang

cepat, faktor sosial ekonomi.

2. Penanggulangan bullying perspektif pendidikan Islam yaitu: menjelaskan

pentingnya nilai humanisme dalam pendidikan Islam. Metode pendidikan

Islam dengan cara metode amaliyah, metode amar ma‟ruf nahi munkar,

metode nasehat, metode kisah, metode uswah hasanah, metode hiwar,

metode rihlah, metode tarhib wa targhib. Serta juga etika dalam pendidikan

Islam yaitu sarat dengan nilai kasih sayang.

Perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis yaitu dimana pada penelitian diatas lebih fokus pada bagaimana

penanggulangan bullying dalam perspektif pendidikan Islam (Telaah Buku

Pendidikan Tanpa Kekerasan Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep) Karya Abd.

8
Fitria Salma Nurrohmah, “Penanggulangan Bullying Dalam Perspektif Pendidikan Islam (Telaah
Buku Pendidikan Tanpa Kekerasan Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep) Karya Abd. Rahman
Assegaf”, Skripsi (Surakarta : Fak. Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Surakarta, 2017)
Rahman Assegaf. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu

tentang perilaku bullying pada kalangan siswa dalam perspektif Islam.

B. Deskripsi Teori

1. Perilaku Bullying

a. Pengertian Perilaku Bullying

Perilaku adalah aktifitas seseorang individu yang bermula dari sebuah

stimulus atau rangsangan yang bersentuhan dengan diri individu tersebut dan

bukannya timbul tanpa sebab. Perilaku manusia adalah refleksi seperti

pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal yang mempengaruhi

perilaku seseorang terletak dalam dari individu/ faktor internal, dari luar dirinya/

faktor eksternal, didukung oleh aktifitas dari sistem organisme dan respon

terhadap stimulus.

Notoatmodjo berpendapat bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau

aktifitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. 9 Menurut Sarwono,

perilaku adalah sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan yang lain dan

sesuatu itu bersifat nyata.10

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan

kegiatan atau aktifitas individu yang dapat diamati baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang

berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia,

secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang

9
Notoatmodjo Soekidjo, Ilmu Perilaku Kesehatan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2014), 14
10
Sarwono, Teori- teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Grafindo Persada, 2000), 54.
lemah. Sedangkan secara terminology adalah sebuah hasrat untuk menyakiti.

Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi

ini dilakukan secara langsung oleh seorang atau sekelompok yang lebih kuat,

tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan

senang.11

Istilah bullying kemudian digunakan untuk menunjukan perilaku agresif

seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap

orang atau sekelompok orang lain yang lebih lemah untuk menyakiti korban

secara fisik maupun mental. Bullying bisa berupa kekerasan dalam bentuk fisik

(minsalnya: menampar, memukul, menganiaya, mencederai), verbal (misal:

mengejek, mengolok-olok, memaki) dan mental/ psikis (misal: memalak,

mengancam, mengintimidasi, mengucilkan) atau gabungan dari ketiganya

Bullying didefinisikan sebagai ekspresi yang dilakukan secara berulang-

ulang dari seorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan yang

ditunjukkan kepada seorang atau sekelompok orang yang tidak memiliki

kekuasaan, baik berupa kekerasan fsik maupun psikologis.12

Bullying juga dapat diartikan sebagai tindakan yang sengaja dilakukan

oleh si pelaku pada korbannya yang bukan merupakan sebuah kelalaian, memang

betul-betul disengaja. Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang bullying

11
Ariesto, A. “Pelaksanaan Program Anti bullying Teacher Empowerment”, Jurnal Penelitian dan
PPM, 4, no :2, (Juli 1, 2019): 325, http://lib.ui.ac.id/pelaksanaan-program-HA.pdf.
12
Heri Kurniawan, “Hubungan Antara Pertahanan Diri Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa
Sekolah Menengah Atas X Bandung”, Skripsi (Depok: Fak. Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia, 2012), 20.
tidak pernah dilakukan secara acak atau sekali saja yang disadari oleh perbedaan

power yang mencolok.13

Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi

berulang-ulang untuk menyerang seseorang target atau korban yang lemah, mudah

dihina dan tidak bisa membela diri sendiri. Bullying juga didefinisikan sebagai

kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau

kelompok, terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam

situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat

dia tertekan.

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi

pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok

orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying

yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia atau

mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan

apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak

yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancam oleh bully.14

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli maka

dapat diketahui bahwa perilaku bullying merupakan perbuatan agresif untuk

menyakiti seseorang secara fisik atau psikis dilakukan oleh seseorang atau

kelompok secara berulang-ulang dimana pelaku memiliki kekuatan lebih atau

13
Andri Priyatna, Let‟s End Bullying: Memahami Mencegah dan Mengatasi Bullying (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo), 2-3.
14
Fitriah Salma nurrohmah, Penanggulangan Bullying Dalam Perspektif Pendidikan Islam (Telaah
Buku Pendidikan Tanpa Kekerasan Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep) Karya Abd. Rahman
Assegaf, 21
tidak ada keseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban. Pelaku secara senang

hati melakukan perbuatan bullying.

b. Bentuk- bentuk Perilaku Bullying

Bullying terbagi dalam dua jenis yaitu bullying fisik dan bullying

verbal.Bullying fisik terkait dengan suatu tindakan yang dilakukan pelaku

terhadap korbannya dengan cara memukul, menggigit, menendang dan

mengintimidasi korban di ruangan dengan mengintari, mencakar, mengancam.

Sedangkan bullying non-fisik terbagi ke dalam terbagi dua bentuk yaitu verbal

dan non-verbal. Bullying verbal dilakukan dengan mengancam, berkata yang tidak

sopan kepada korban, menyebarluaskan kejelekan korban, pemalakan yang

dilakukan pelaku bullying terhadap korbannya. Bullying non-verbal dilakukan

dengan cara menakuti korban, melakukan gerakan kasar seperti memukul

menendang melakukan hentakan mengancam kepada korban, memberikan muka

mengancam, mengasingkan korban dalam pertamanan.

Suryatmini mengelompokkan perilaku Bullying kedalam lima kategori

yaitu:15

1) Bullying secara verbal, dimana perilaku ini dapat berupa julukan nama,

celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan pernyataan-pernyataan yang

bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, terror, surat-surat yang

mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, gosip dan sebagainya.

2) Bullying secara fisik, seperti memukuli, menendang, menampar, mencekik,

menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan barang-

15
Suryatmini Niken, Bullying: Mengatasi Kekerasan Di Sekolah Dan Lingkungan Sekitar Anak
(Jakarta: PT. Grasindo, 2008), 9.
barang milik anak yang tertindas. Bullying jenis ini adalah yang paling

tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara

fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara teratur

melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan remaja yang paling

bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan - tindakan kriminal

yang lebih lanjut.

3) Bullying secara relasional, yaitu pelemahan harga diri korban secara

sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini

dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang

agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh

yang mengejek. Bullying dalam bentuk relasional ini merupakan perilaku

bullying yang paling sulit dideteksi dari luar. Bullying secara relasional

mencapai puncak kekuatannya diawal masa remaja, karena saat itu tejadi

perubahan fisik, mental emosional dan seksual remaja. Ini adalah saat ketika

remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri

dengan teman sebaya.

4) Bullying elektronik, yang merupakan bentuk perilaku bullying yang

dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone,

internet, website, chatting, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan

untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan

rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau

menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja


yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi

informasi dan media elektronik lainnya.

Sementara itu menurut dalam buku Abu Huraerah, menggolongkan

kekerasan (Bullying) terhadap anak menjadi 4, yaitu:

1) Kekerasan anak secara fisik (Physical abuse), yaitu tindakan seseorang yang

menggunakan atau tidak menggunakan benda tertentu yang dapat

menimbulkan luka-luka secara fisik bahkan mengakibatkan

kematian.Tindakan yang dimaksudkan adalah penyiksaan, pemukulan dan

penganiayaan.

2) Kekerasan anak secara psikis (Psychological abuse), meliputi penyampaian

kata-kata kasar serta kotor, menghardik, memperlihatkan berbagai gambar

dan film porno. Anak yang mendapatkan perlakuan ini biasanya cenderung

menarik diri, menjadi pemalu, menangis bila didekati dan ketakutan bila

bertemu orang lain.

3) Kekerasan anak secara seksual (sexual abuse), berupa perlakuan prakontak

seksual, seperti sentuhan, memperlihatkan gambar visual, melalui kata-kata,

maupun melakukan kontak seksual secara langsung, contohnya

pemerkosaan, incest serta eksploitasi seksual.

4) Kekerasan anak secara social (social abuse), mencakup penelantaran dan

eksploitasi anak.16

Dalam buku let‟s end Bullying: Memahami, mencegah dan mengatasi

Bullying yang ditulis oleh Andri Priyatna terdapat bentuk Bullying yang disebut
16
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung : Nuansa Cendekia,2012), 49.
dengan Cyberbullying. Cyberbullying terjadi ketika diancam, ditakut-takuti,

dipermalukan, atau dijadikan “bulan-bulanan” melalui media sosial, internet

teknologi digital, dan interaktif atau telpon seluler.

c. Faktor yang mempengaruhi perilaku bullying

Faktor yang mempengaruhi perilaku bullying yaitu tidak hanya

disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi setiap bagian yang ada di sekitar siswa

juga untuk memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam

munculnya perilaku tersebut.

Bullying dapat terjadi akibat faktor dari anak yang sering berperilaku

menyimpang, agresif, dan senang melakukan kekerasan. Selanjutnya faktor dari

lingkungan pergaulan anak, pola asuh keluarga, iklim sekolah dan media berupa

internet, televisi, serta media elektronik lainnya yang memberi pengaruh buruk

terhadap perkembangan anak.17

Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku Bullying yaitu:

1) Kontribusi Anak

Kontribusi anak adalah hal yang terdapat di dalam diri anak yang dapat

mempengaruhi tingkah laku. Tempramen merupakan karakteristik individu

yang secara potensial telah dimiliki sejak lahir, oleh Karena itu faktor

tempramen ini tidak dapat dipungkiri diasumsika sebagai salah satu

penyebab terjadinya bullying pada semua tingkatan anak karena yang

17
Mohammad Anton Sujarwo, “Perilaku School Bulling Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri
Lempuyangan 1 Yogyakarta”, Skripsi (Yogyakarta: Fak. Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta, 2017), 28.
dimaksud dengan anak yang temprame adalah anak yang emosional,

pemarah, agresif, sering berperilaku menyimpang, dan lepas kendali.

2) Pola Asuh Kelurarga

Pola asuh dalam suatu keluarga mempunyai peran dalam pembentukan

perilaku anak terutama pada munculnya perilaku bullying. Keluarga yang

menerapkan pola asuh permisif membuat anak terbiasa untuk bebas

melakukan segala sesuatu yang diinginkannya. Anak pun juga menjadi

manja, akan memaksakan keinginannya. Anak juga tidak tahu letak

kesalahannya ketika melakukan kesalahan sehingga segala sesuatu yang

dilakukan dianggapnya sebagai suatu hal yang benar.18 Begitu pula pola

asuh yang keras, yang cenderung mengekang kebebasan anak sehingga

terbiasa mendapatkan perlakuan kasar yang nantinya akan dipraktikkan

dalam pertemanannya bahkan anak akan menganggap hal tersebut sebagai

hal yang wajar.

3) Faktor dari pergaulan atau teman sebaya

Teman sebaya yang sering melakukan tindakan kekerasan terhadap orang

lain akan berimbas kepada perkembangan anak. Anak juga melakukan hal

yang sama dengan apa yang dilakuka oleh teman- temannya. Selain itu anak

baik dari kalangan sosial rendah hingga atas juga melakukan bullying

18
Masdin, “Fenomena Bullying dalam Pendidikan”, Jurnal Al- Ta‟dib, 6, no. 2,(Juli 1, 2013): 79,
https://www.neliti.com/id/publications/235764/fenomena-bullying-dalam-pendidikan
dengan maksud untuk mendapatkan pengakuan serta penghargaan dari

teman- temannya.19

4) Media

Saat ini media menjadi komponen kehidupan yang dapat mempengaruhi

pola kehidupan sesorang baik itu media cetak maupun elektronik, pengaruh

yang ditimbulkan dapat saja berdampak positif maupun negatif, tergantung

pada pengguna dari media tersebut.Media dapat menimbulkan tindakan

bullying yang meningkat pada anak.20

Diambil dari berbagai sumber yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa

penyebab terjadinya perilaku bullying meliputi faktor kontribusi anak, lingkugan,

keluarga, sekolah,, media, teman sebaya, dan iklim sekolah yang kurang sesuai

dengan karakter anak.

2. Perlindungan Anak Terhadap Kekerasan Perilaku Bullying

a. Pengertian Anak

Anak adalah pribadi yang sangat unik dan memiliki ciri yang khas, tidak

dapat bertindak berdasarkan perasaan, pikiran, dan kehendak sendiri, dan

lingkungan sekitar berpengaruh cukup besar dalam membentuk perilaku seorang

anak. Untuk itu anak memerlukan bimbingan dari orang tua, guru serta orang

dewasa lainnya amat dibutuhkan oleh anak dan berkembangannya. 21

19
Dara Agnis Septiyuni, Dasin Budimansyah, dan Wilodati, “Pengaruh Teman Sebaya (Peer
Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa di Sekolah, Jurnal Sosietas, 5, no. 1, (2015): 3,
https://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article
20
Levianti, “Konformitas dan Bullying pada Siswa”, Jurnal Psikologi, 6, no. 1 (Juni, 2008): 6,
https://digilib.esaunggul.ac.id/konformitas-dan-bullying-pada-siswa-4987.html
21
Angger Sigit Pramukti, Faudy Primaharsya, Sistem Peradilan Pidana Anak (Cet. I; Yokyakarta:
Pustaka Yustisia, 2015), 10.
Merujuk dari Kamus Umum Bahasa Indonesia mengenai pengertian

anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun

manusia yang belum dewasa.22

Adapun pengertian anak yang dikemukakan oleh R.A Koesnan adalah

manusia yang masih muda, muda dalam umur, muda dalam jiwa, dan pengalaman

hidup mereka, karena masih mudah terkena pengaruh keadaan yang ada

disekitarnya.23 Oleh karena itu anak- anak perlu di perhatikan secara sungguh-

sungguh. Akan tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan lemah,

ironisnya, tidak memiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi

korban tindak kekerasan da pelanggaran terhadap hak- haknya.24

Pasal 1 angka UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang perubahan atas

Undang- Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengatur

bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.25

Dari pengertian anak tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan anak berdasarkan hukum Nasional adalah mereka yang masih muda,

berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun, yang masih berkembang, dengan

menentukan identitas dan belum kawin.

b. Dasar Hukum Perlindungan Anak

22
W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: Amirko, 1984), 25.
23
R.A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung: Sumur, 2005), 113.
24
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), 28.
25
Republik Indonesia, Undang- Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengatur

bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Tujuan perlindungan anak yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak

anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak indonesia yang

berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera, berdasarkan Pasal 3 UU RI Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 26

Perlindungan anak berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak

Anak meliputi non diskriminasi: kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk

hidup, kelangsungan hidup serta perkembangan, dan penghargaan terhadap

pendapat anak.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak mengatur bahwa perlindungan anak meliputi perlindungan

terhadap diskriminasi; perlindungan terhadap eksploitasi, baik ekonomi maupun

seksual, perlindungan terhadap penelantaran, perlindungan terhadap kekejaman,

26
Republik Indonesia, Undang- Undang RI No23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal
3
kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, serta perlakuan salah lainnya. Salah

satu perlakuan lainya yaitu bullying.27

c. Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana

UU Pengadilan Anak menetapkan bahwa usia pertanggungjawaban

pidana anak menjadi telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum

mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Namun, seiring

berjalannya waktu pemerintah membuat Undang- Undang yang lebih baru yang

diharapkan dapat lebih sejalan dengan cita- cita Internasional dalam melindungi

anak.28 Lahirnya Undang- Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak menentukan batas usia pertanggungjawaban pidana yang

baru bagi menjadi anak yang telah berumur 12 (dua belas ) tahun, tetapi belum

berumur 18 (delapan belas) tahun.

Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah

sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan

belas) tahun dan belum pernah kawin berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU RI Nomor

3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Pada Pasal 4 ayat (2) dikatakan dalam

hal anak melakukan tindak pidana batas umur sebagian yang dimaksud dalam ayat

(1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui

batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetap

diajukan ke sidang anak.

27
Republik Indonesia, Undang- Undang RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal
13
28
Asri Lestari Rahmat, Batas usia pertanggungjawaban pidan anak dalam hukum pidana di
Indonesia, Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,10, no. 4 (April 1 ,2016): 8-
9,https://www.neliti.com/id/publications/34980/batas-usia-pertanggungjawaban-pidana-anak-
dalam-hukum-pidana-di-indonesia
Dalam Pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa dalam hal anak belum mencapai

umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka

terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik UU RI Nomor

3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.29

3. Perilaku Bullying Dalam Islam

Ahklak diukur dari tingkah laku yang dilakukan tidak hanya sekali dua

kali tetapi sudah menjadi kebiasaan dalam lingkungan pergaulannya baik

lingkungan keluarga, dilingkungan sekolah maupun ditengah masyarakat. Ahlak

adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan lahirlah berbagai macam

perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

Akhlak melahirkan perbuatan-perbuatan yang spontan. Perbuatan-perbuatan

tersebut muncul tanpa adanya pertimbangan terlebih dahulu, karena sudah

menjadi kebiasaan yang merupakan sifat yang meresap dalam jiwa dan menjadi

tabiat atau kepribadian sehingga lahir sebagai macam perbuatan yang secara

spontan tanpa melalui pertimbangan akal pikiran.30

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “khuluq” jamaknya “khuluqun”

yang diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Perumusan

pengertian ahklak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan

baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.31

Akhlak terbagi dua yaitu Akhlakul Mahmudah (akhlak terpuji) dan

Ahklakul Madzmummah (akhlak tercela). Akhlak terpuji merupakan salah satu

29
Republik Indonesia, Undang- Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak, Pasal 5
30
St. Aisyah, Antara Ahklak Etika dan Moral (Makassar: Alauddin University Press, 2014), 6-7.
31
Rasion Anwar, Akidah Akhlak ,Cet. II, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), 205.
tanda kesempurnaan iman. Tanda tersebut dimanifestasikan kedalam perbuatan

sehari-hari dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan ajaran-ajaran

yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan al-Hadits.

Perilaku zhalim terbagi atas empat yaitu, zhalim kepada Allah, zhalim

kepada diri sendiri, zhalim terhadap orang lain, dan zhalim terhadap lingkungan.

Bullying merupakan perbuatan yang zhalim terhadap orang lain karena bullying

merupakan tindakan kekerasan yang berusaha menyakiti baik secara fisik maupun

verbal. Perbuatan zhalim dilarang sesuai Firman Allah swt.dalam QS Asy-

Syura/42: 39

َََََََ
Terjemahnya :

“Dan bagi orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan


zhalim, mereka membela diri”.32

Perbuatan zhalim menurut ajaran islam merupakan tindakan

menganiaya, sehingga bullying merupakan perbuatan yang menzhalimi orang lain

dan dapat berupa suatu tindak pidana. Dalam hukum Islam manusia hanya

mengenal dua macam pembagian objek pelanggaran hukum, yaitu yang

menyangkut hak Allah swt. dan hak manusia. Yang dimaksud dengan hak Allah

ialah segala sesuatu yang berhubungan langsung dengan kepentingan umum,

yakni masyarakat dan negara, sedangkan hak manusia ialah segala segala sesuatu

yang menyangkut kepentingan seseorang sebagai individu.

32
Kementerian Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemah, (Surabaya: Halim Publishing dan
Distributing, 2014), 487.
Perbuatan tindak pidana dalam hukum Islam dikenal dengan sebutan

jarimah. Jarimah merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh syara‟ yang

diancam dengan hukuman had atau ta‟zir. Dalam istilah lain jarimah disebut juga

dengan istilah jinayah. Pengertian jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan

yang dilarang oleh syara‟ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau

lainnya.33

Ulama fiqih mengemukakan unsur dapat dikatakan sebagai suatu tindak

pidana atau jarimah, sebagai berikut:

a. Adanya nash yang melarang perbuatan tersebut dan terdapat pula ancaman

hukumnya. Dalam hukum pidana positif unsur ini disebut unsur formil

(arRukn al-syar‟i). Dalam unsur ini ulama membuat kaidah “tidak ada suatu

tindakan pidana dan tidak ada pula satu hukuman tanpa ada nas”. Kaidah

tersebut juga dikatakan “sebelum ada nash, tidak ada hukum bagi orang-

orang yang berakal”. Dengan demikian unsur tersebut bersifat melawan

hukum.

b. Adanya tingkah laku yang membentuk perbuatan jarimah, baik berupa

perbuatan yang nyata melanggar larangan syara‟. Jarimah positif yaitu aktif

melakukan sesuatu perbuatan, seperti mencuri maupun dalam bentuk sikap

tidak berbuat sesuatu yang di perintahkan syara‟, jarimah negatif yaitu fasif

dalam melakukan perbuatan seperti tidak melaksanakan sholat dan tidak

menunaikan zakat. Dalam hukum positif unsur ini disebut dengan unsur

33
Mardani, Hukum Pidana Islam, Cet. I, (Jakarta: Kencana, 2019), 2.
materil (ar-rukn al madiy). Perbuatan yang dilakukan merupakan suatu

perbuatan yang oleh hukum dikatakan dapat dihukum.

c. Perilaku jarimah (tindak pidana) adalah seseorang yang telah mukallaf atau

orang yang dapat dipersalahkan atau yang telah bisa diminta pertanggung

jawabannya secara hukum, dalam hukum pidana Islam (al-rukn adabi).

Dalam hukum positif disebut dengan unsur moril. Orang yang melakukan

perbuatan tersebut dapat dipersalahkan atau disesalkan atas perbuatan yang

dilakukannya.34

Beberapa unsur yang dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana atau

jarimah. Pada umumnya ulama juga membagi jarimah berdasarkan aspek berat

dan ringannya hukuman. Ditinjau dari segi hukumannya jarimah dibagi menjadi

tiga bagian, sebagai berikut:

1) Jarimah Hudud

Hudud jamak dari had. Makna dasarnya mencegah. Secara terminologis

hudud adalah hukuman yang telah ditetapkan syariat untuk mencegah kejahatan.35

Menurut Ibrahim Muhammad al- Jamal, hudud jamak dari had, artinya

batas antara dua hal. Menurut bahasa bisa juga berarti mencegah. Adapun menurut

syariat hudud adalah hukuman yang telah ditetapkan dalam Al-Qur‟an sebagai

hak Allah. Hukuman yang termasuk hak Allah ialah setiap hukuman yang

dikehendaki untuk kepentingan umum (masyarakat), seperti untuk memelihara

34
Hamzah Hasan, Hukum Pidana Islam I, Cet. I,(Makassar: Alauddin University Press, 2014), 11-
12.
35
Mardani, Hukum Pidana Islam, 9.
ketentraman, dan keamanan masyarakat dan manfaat penjatuhan hukuman

tersebut akan dirasakan oleh semua masyarakat.36

Oleh karena hukuman had itu merupakan hak Allah maka hukuman

tersebut tidak bisa digugurkan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban

atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili negara. Jarimah hud ini ada

tujuh macam, yaitu: Jarimah zina, jarimah qadzaf (menuduh orang lain berzina

tanpa cukup bukti), jarimah syurb al-khamr (meminum minuman keras), jarimah

sariqa ( pencurian), jarimah hirabah (mengganggu Keamanan), jarimah Murtad,

jarimahAl-Bagyu (pemberontakan).

2) Jarimah Qisas dan Diyat

Jarimah Qisas dan Diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman

qiṣᾱṣ atau diyat. Baik qisas maupun diyat kedua-duanya adalah hukuman yang

sudah ditentukan oleh syara‟. Perbedaannya dengan hukuman had adalah

merupakan hak Allah, sedangkan qisas dan diyat merupakan hak manusia atau

hak individu. Di samping itu, perbedaan yang lain adalah karena hukuman qiṣᾱṣ

dan diyat merupakan hak manusia maka hukuman tersebut bisa dimaafkan atau

digugurkan oleh korban dan keluarganya, sedangkan hukuman had tidak bisa

dimaafkan atau digugurkan.

Menurut Ahmad Hanafi, jarimah qisas ada lima yaitu: Pembunuhan

sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan

sengaja, penganiayaan tidak sengaja.

3) Jarimah Ta‟zir

36
Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh al- Mar‟ah al- Muslimah :Fikih Wanita, terjemahan Anshori
Umar, ( Semarang : Asy-Syifa, T.th.), 470
Jarimah ta‟zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta‟zir.

Pengertian ta‟zir menurut bahasa adalah ta‟dib, artinya memberi pelajaran.

Sedangkan ta‟zir menurut istilah yang dikemukakan oleh Al-Mawardi adalah

hukuman pendidikan atas dosa (tindak Pidana) yang belum ditentukan hukumnya

oleh syara‟.Sehingga dapat diketahui bahwa hukuman ta‟zir adalah hukuman yang

belum ditetapkan syara‟ dan wewenang untuk menetapkannya diserahkan kepada

ulil amri (penguasa).

Jarimah ta‟zir hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-

hukuman sesuai macam jarimah ta‟zir serta keadaan perbuatannya. Jadi hukuman

jarimah ta‟zir tidak memiliki batasan tertentu. Jenis jarimah ta‟zir tidak

ditentukan banyaknya, sedangkan jarimah hudud, qisas dan diyat sudah

ditentukan jumlahnya.

Dalam jarimah hudud dibatasi perbuatan-perbuatan yang menyangkut

hak Allah dan dalam jarimah qisas yang menyangkut hak manusia, maka dalam

jarimah ta‟zir perbuatan-perbuatan kejahatan itu sebagian ada yang menyangkut

hak Allah dan sebagian yang menyangkut hak manusia atau ada yang menyangkut

kedua- duanya.

Dari penjelasan tersebut bullying merupakan tindakan yang dilarang dan

merupakan suatu perbuatan yang tidak baik yang berupa suatu tindak pidana

sehingga perilaku bullying dapat di hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam

Hukum Pidana Islam (jinayah) pelaku bullying dapat dikenakan jarimah hudud,

qishash dan ta‟zir. Apabila pelaku bullying melakukan tindakan pemerasan dan

pengambilan harta-benda milik korban, maka pelaku dapat dikenakan jarimah


hudud. Namun, apabila pelaku bullying melakukan tindakan penganiayaan

sehingga mengakibatkan luka-luka atau dapat menghilangkan nyawa korban,

maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai jarimah qishash.

Sebaliknya, apabila tindakan bullying mengakibatkan korbannya ketakutan,

depresi atau tertekan secara psikologi, maka pelaku perundungan dapat dikenakan

hukuman dalam bentuk ta‟zir.

Satu hal yang harus dipastikan dalam aspek jinayah, adalah perbuatan

pelaku dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan korbannya terluka,

meninggal dunia atau akibat dalam bentuk lainnya. Dalam kasus bullying, hal

yang harus dibuktikan adalah pelaku telah melakukan perbuatan perundungan

baik secara fisik, verbal maupun bentuk lainnya terhadap korban secara sengaja.

Tindakan bullying yang dapat melukai fisik seperti memukul, menampar,

mencekik, atau menendang baik dilakukan dengan menggunakan tangan, kaki,

senjata maupun alat-alat lainnya adalah suatu perbuatan yang diharamkan oleh

Islam dan merupakan suatu tindakan jinayah serta dapat dijatuhi hukuman apabila

perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja.

C. Kerangka Pikir

Kerangka berpikir adalah penjelasan sementara terhadap suatu gejala

yang menjadi objek permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun dengan

berdasarkan pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan atau terkait.

Dalam hal menyusun suatu kerangka berpikir, sangat diperlukan argumentasi

ilmiah yang dipilih dari teori-teori yang relevan atau saling terkait. Agar
argumentasi kita diterima oleh sesama ilmuwan, kerangka berpikir harus disusun

secara logis dan sistematis.

Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pikir dalam penelitian ini

digambarkan seperti dibawah ini :

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

Tinjauan UU RI No 35 Tahun 2014


Tentang Perubahan atas Undang-
Undang RI No.23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak

Perilaku bullying Tinjauan Hukum Pidana


Islam

Hasil Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir diatas menggambarkan alur tentang perilaku

bullying di kalangan siswa dimana dalam menerapkan hukum kepada perilaku

bullying di kalangan siswa ditinjau dari UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak, dan di tinjau berdasarkan hukum pidana Islam. Dari kerangka

pikir diatas nantinya akan menghasilkan sebuah penelitian.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris. Yaitu penelitian yang

dilakukan secara langsung di lapangan guna mendapatkan informasi dan cerita

dari partisipan serta menafsirkan gejala-gejala atau fenomena yang terjadi di

lingkungan sebagai sumber utama dari penelitian ini.

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Dalam

metode kualitatif perolehan data biasanya melalui wawancara. Selain itu, metode

ini menggunakan pertanyaan yang umum, tetapi kemudian meruncing dan

mendetail. Bersifat umum karena peneliti memberikan peluang yang seluas-

luasnya kepada partisipan mengungkapkan pikiran dan pendapatnya tanpa

pembatasan oleh peneliti.37 Sehingga dengan menggunakan metode ini dapat lebih

memudahkan penulis dalam mendapatkan data-data secara langsung di lapangan.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian merupakan suatu hal yang penting dalam

menyelidiki masalah yang diteliti. Untuk itu pengembangan penulisan ini

berorientasi pada beberapa pendekatan diantaranya :

1) Pendekatan Yuridis adalah pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji

suatu perundang-undangan yang tentunya yang berkait dalam pembahasan

37
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010), 7.
penelitian.

2) Pendekatan Historis yaitu pendekatan yang berasal dari sejarah atau

kronologis terjadinya suatu peristiwa yang menyangkut suatu kejadian

perilaku bullying dengan pendekatan tersebut penulis akan memahami seluk-

beluk dari permasalahan perilaku bullying.

3) Pendekatan Sosiologis adalah melakukan suatu analisa terhadap suatu

keadaan masyarakat berdasarkan aturan hukum islam dan perundang-

undangan yang berlaku dan terkait dengan penelitian.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini yaitu berfokus pada:

a. Perilaku bullying

b. Siswa

c. Pandangan Hukum Pidana Islam

2. Deskripsi Fokus

Adapun deskripsi fokus pada penelitian ini :

a. Perilaku bullying merupakan suatu tindakan bersifat agresif yang menyakiti

seseorang baik secara fisik maupun secara verbal. Yang dilakukan karena

adanya beberapa faktor, baik dari faktor pelaku maupun dari faktor korban.

Sehingga dapat mengakibatkan luka pada korban baik secara fisik maupun

secara verbal.

b. Siswa adalah merupakan pelajar yang duduk di meja belajar setara Sekolah

Dasar (SD) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah


ke Atas (SMA). Siswa- siswa tersebut belajar untuk mendapatkan ilmu

pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat dunia

pendidikan.

c. Pandangan Hukum Islam, Bullying baik berupa perbuatan yang secara verbal

terlebih secara fisik jelas sangat dilarang dalam agama Islam. Karena Islam

tidak mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan dan dianjurkan

untuk berlemah lembut.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih dalam melakukan pengumpulan data guna

menunjang penelitian ini adalah SMA Negeri 7 Luwu, Pammanu, Belopa Utara,

Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Alasan dipilihnya lokasi ini karena SMA

Negeri 7 Luwu merupakan sekolah yang sering terjadi perkelahian antar siswa

karena bullying.

D. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam dua jenis

yaitu :

1. Data Primer, adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

langsung dari lapangan. Data primer dari penelitian ini adalah berupa data

mengenai berbagai macam pertanyaan yang diajukan kepada Guru BK,

korban bullying, serta para responden lain, dan data profil SMA Negeri 7

Luwu .

2. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh

orang- orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.
Dalam penelitian ini peneliti ini menggunakan segala data tertulis yang

berhubungan dengan tema yang bersangkutan, baik buku, surat kabar,

peraturan perundang- undangan, karya ilmiah yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari

responden sebagai sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survei. Bagian

ini menjelaskan tentang alat pengumpul data yang disesuaikan dengan jenis

penelitian yang dilakukan dengan merujuk pada metodologi penelitian. Adapun

instrumen penelitian yang akan digunakan sebagai berikut:

1. Pedoman wawancara adalah alat yang digunakan dalam melakukan

wawancara yang dijadikan dasar untuk memperoleh informasi dari informan

yang berupa daftar pertanyaan.

2. Buku catatan dan alat tulis, berfungsi untuk mencatat semua percakapan

dengan sumber data yang dianggap penting.

3. Kamera, berfungsi untuk memotret jika peneliti sedang melakukan

pembicaraan dengan informan, dengan adanya foto dan rekaman ini maka

dapat meningkatkan pembahasan akan lebih terjamin

F. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data adalah langkah- langkah yang di tempuh

untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

Pengumpulan data adalah hal yang penting dalam penelitian kualitatif, karena
semakin banyak data yang diperoleh, semakin akurat juga hasil yang akan

diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data

penelitian lapangan yang dilaksanakn dengan terjun langsung ke lokasi penelitian

untuk mengadakan pengamatan langsung. Adapaun langkah yang dilakukan yaitu:

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara mengamati dan mencatat, menganalisa secara sistematis terhadap

gejala/fenomena/objek yang akan diteliti.38 Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa

observasi merupakan suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan

psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan.

Pengamatan yang dilakukan peneliti harus berpokok pada jalur tujuan

penelitian yang dilakukan, serta dilakukan secara sistematis melalui perencanaan

yang matang. Pengamatan dimungkinkan berfokus pada fenomena social ataupun

perilaku-perilaku sosial, dengan ketentuan pengamatan itu arus tetap selaras

dengan judul. Dengan melakukan observasi, maka peneliti mampu untuk

menangkap hal yang mungkin tidak mampu diungkapkan oleh partisipan secara

verbal (langsung).

Observasi melibatkan tiga objek sekaligus yaitu, lokasi tempat penelitian

berlangsung, para pelaku dengan peran-peran tertentu dan aktivitas para pelaku

yang dijadikan sebagai objek penelitian. Pada penelitian ini terlebih dahulu

38
Abu Ahmad, dan Narbuko Cholid, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 70.
melakukan observasi sebelum melakukan penelitian dan mengamati kondisi

lingkungan sekolah beserta lingkungan di sekitarnya.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah

tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih

berhadapan secara fisik. Metode wawancara seringkali dianggap sebagai metode

yang paling efektif dalam pengumpulan data primer di lapangan. Dianggap efektif

oleh karena interview dapat bertatapan muka langsung dengan responden untuk

menanyakan perihal pribadi responden, fakta-fakta yang ada dan pendapat

(opinion) maupun persepsi diri responden dan bahkan saran-saran responden.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam metode untuk menelusuri data berupa dokumen dan arsip. Studi

dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek

penelitian. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, buku harian, catatan kasus,

rekaman video dan foto.39

Studi dokumentasi yang dilakukan dengan mencari data mengenai

permasalahan Bullying yang pernah terjadi di kalangan anak sekolah.

Dokumentasi yang akan dilakukan dengan cara melakukan rekaman suara dan

mengambil foto dengan para responden.

39
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2012), 100.
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan

Teknik Pengolahan merupakan kegiatan merapikan data hasil

pengumpulan data dilapangan, sehingga siap digunakan untuk menganalisis.

Adapun termasuk dalam teknik pengolahan, yaitu:

a. Seleksi Data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok permasalahan

yang akan dibahas.

b. Pemeriksaan Data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai

kelengkapannya serta kejelasan.

c. Klasifikasi Data, yaitu pengelompokan data menurut pokok bahasan agar

memudahkan dalam mendeskripsikannya.

d. Penyusunan Data, yaitu data yang disusun menurut aturan yang sistematis

sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban

permasalahan yang diajukan.

2. Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Suharsimi Arikunto, analisis data

kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan sejalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting

dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada

orang lain.40

40
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Renika Cipta, 2008), 248.
Analisis data yang dimaksudkan peneliti adalah segala upaya yang

peneliti ini lakukan untuk mengorganisasikan data, memilah data yang ditemukan

dari perilaku bullying sehingga penelitian ini dapat menemukan pola dan

memutuskan hasil penelitian tentang perilaku bullying di kalangan siswa

perspketif hukum pidana Islam.

Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian baik data primer

maupun data sekunder dianalisis secara deduktif kualitatif kemudian disajikan

secara deskriptif yaitu dengan cara menjelaskan dan menggambarkan sesuai

permasalahan yang terkait dengan penulisan skripsi penelitian ini.


BAB IV

DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi Data Sekolah

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri 7 Luwu awalnya bernama Sekolah Menengah Umum

(SMU) berdasarkan Surat Keputusan Bupati Luwu dengan Nomor 351.20 tahun

2003 Tentang Penetapan Pendirian Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 2

Belopa Kabupaten Luwu. Seiring berjalannya waktu seiring berjalannya waktu

pada Tahun 2005 berubah menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2

Belopa. Hingga akhirnya berubah nama menjadi SMA Negeri 7 Luwu yang

merupakan sekolah beralamat di JL. Sungai Paremang Belopa, Pammanu, Kec.

Belopa Utara, Kab. Luwu. Kepala sekolah untuk saat ini yaitu Bapak La Tau,

S.Pd., M.M. Sekolah ini memiliki jumlah siswa sebanyak 724 siswa, dengan

jumlah tenaga pengajar sebanyak 55 orang. Dimana PNS sebanyak 32 orang,

GTY sebanyak 1 orang dan Honorer sebanyak 19 orang. Sekolah ini memiliki

sarana dan prasarana seperti: Ruang kelas sebanyak 24 kelas, Laboratorium

Komputer Biologi dan Laboratorium Fisika, Perpustakaan, sanitasi sebanyak 2,

Mushollah (ruang ibadah), Ruang Guru, Ruang Kepala Sekolah dan prasarana

lainnya. Adapun kurikulum pembelajaran yaitu kurikulum 2013.

2. Visi dan Misi SMA Negeri 7 Luwu

Visi :
“Terwujudnya Sekolah Unggul yang Prima (Panutan, Religius, Inovatif,

Mandiri dan Amanah)”

Misi:

Untuk mewujudkan Visi sekolah, SMA Negeri 7 Luwu melaksanakan

misi sebagai berikut:

a. Meningkatkan keimanan kegiatan belajar dan ketaqwaan pada Allah swt.

b. Mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar

c. Meningkatkan dispilin, tanggung jawab dan rasa peduli terhadap pendidikan

d. Mengembangkan dan meningkatkan kinerja setiap personil sekolah

e. Menjalin kerjasama dengan semua pihak yang terakit.

B. Pembahasan

1. Perilaku Bullying di Kalangan Siswa Perspektif Hukum Pidana Islam

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 7 Luwu tanggal

18 dan 19 Desember 2019 dari beberapa responden yang di wawancarai dapat di

kelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yang memiliki pemahaman yang berbeda

tentang pengertian bullying yaitu, kelompok pertama memahami bullying sebagai

suatu tindakan kekerasan yang dilakukan secara verbal, adapun kelompok kedua

memahami bullying sebagai suatu tindakan kekerasaan yang dilakukan secara

fisik, sedangkan kelompok ketiga memahami bullying sebagai suatu tindak

kekerasaan yang dilakukan secara verbal dan fisik.

Kelompok pertama, yaitu responden yang memahami bullying hanya

sebagai kekerasan secara verbal. Berikut diuraikan beberapa pernyataan


responden yang dapat dicermati yang menyatakan bahwa bullying hanya sebagai

kekerasan secara verbal. Responden pertama menyatakan bahwa:

“Bullying yaitu kekurangan seseorang yang dijadikan bahan olok-olokan


atau bahan cibiran oleh orang yang di kenal maupun tidak di kenal”41

Berdasarkan pernyataan responden pertama dapat di pahami bahwa

seseorang yang melakukan perilaku bullying yang dilakukan berupa tindakan

mengejek seseorang ataupun menghina orang lain, merasa bahwa diirnya lebih

daripada orang yang di olok-olok, merasa tidak memiliki kekurangan sama sekali.

Menurut responden yang di wawancarai mengakui bahwa pernah menjadi korban

bullying yaitu berupa ejekan atau sering di jadikan bahan olok-olokan krena

memiliki berat badan yang lebuh, maka dari itu dia sering di jadikan bahan

candaan, berikut pernyataannya:

“Saya sering di bullyi karena badan saya besar, dan saya selalu di ejek
oleh teman-teman atau di panggil dengan sebutan karung besar, dan saya
selalu di mintaki uang jajan”

Adapun responden kedua menyatakan:

“Bullying yaitu mengejek seseorang tanpa sebab apapun, atau sering


seseorang tersebut tidak suka kepada orang tersebut” 42

Pernyataan responden kedua hampir sama dengan pernyataan responden

yang pertama yaitu mengolok-olok seseorang diakibatkan karena adanya

persaingan yang tidak seimbang, atau perselisihan yang pernah terjadi

diantaranya. Sedangkan responden ketiga menyatakan bahwa:

“Bullying yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk menghina


seseorang, membuat hati merasa tidak nyaman, atau memperlakukan

41
Waode Tasya Wulandari, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
42
Nurafni, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
seseorang secara tidak pantas untuk memberikan rasa kesenangan pada
dirinya.”43

Menurut responden yang diwawancarai bahwa dia sering menjadi korban

bully berikut pernyataannya:

“Saya sering di ejek dan di rendahkan oleh teman-teman karena bapak


saya hanya seorang tukang ojek, dan ibu saya hanya seorang penjual kue
di pasar, itu sebabnya saya sering di rendahkan oleh teman saya yang
berasal dari keluarga kaya”

Berdasarkan ketiga pernyataan responden terssebut yang mewakili dari

delapan responden yang menyatakan bullying sebagai suatu tindak kekerasan

verbal.

Kelompok kedua yaitu responden yang memahami bullying sebagai

suatu tindakan secara fisik yang mengganggap bullying hanya terjadi dalam

bentuk kekerasan langsung. Berikut diuraikan beberapa pernyataan responden

menyatakan bahwa bullying sebagai suatu tindakan secara fisik. Responden

pertama menyatakan bahwa:

“Bullying yaitu tindakan dimana satu orang atau lebih menyakiti atau
mengontrol orang dengan cara kekerasaan dengan perlakuan yang
menyakiti dan memberikan tanda atau berupa bekas luka.”44
“Dulu waktu masih siswa baru saya sering di kucilkan sama kakak kelas
saya, dan saya juga capek di ejek dan di kucilkan terus makanya saya
pernah melawan dan akhirnya terjadilah saling jambak-jambakan di
belakang sekolah.

Pernyataan responden pertama tersebut diperkuat oleh responden kedua

yang menyatakan bahwa keadaan ini terjadi ketika adanya kekuasaan lebih

diantara korban dan pelaku bullying45. Dengan kata lain bullying dilakukan agar

43
Arini Elvariani, SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
44
Nurhalisa, SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
45
Mutiara Hamza, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
korbannya merasa tersiksa dengan suatu tindakan yang tidak pantas terhadap

korban agar pelakunya merasa terhibur atas hal tersebut. Sehingga dapat dipahami

bahwa bullying merupakan perilaku yang tidak pantas yang dilakukan untuk

kepuasan diri sendiri yang dijadikan bahan untuk mengapresiasikan diri.

Sedangkan responden ketiga menyatakan bahwa:

“Bullying itu suatu penindasan atau pelecehan yang terus menerus


dilakukan terhadap seseorang.”46

Berdasarkan ketiga pernyataan responden terssebut yang mewakili dari

lima responden yang menyatakan bullying sebagai suatu tindak kekerasan fisik.

Sehingga bullying dalam bentuk fisik dapat dipahami tindakan yang agresif yang

membuat korban terluka karena perbuatan bullying yang dilakukan dan membuat

korban merasa tidak aman yang berupa pelecehan.

Kelompok ketiga yaitu responden yang memahami bullying sebagai

suatu tindak kekerasaan yang dilakukan secara verbal dan fisik. Berikut diuraikan

beberapa pernyataan responden menyatakan bahwa bullying merupakan sebagai

suatu tindakan secara verbal dan fisik. Responden pertama menyatakan bahwa:

“Bullying suatu jenis tindakan kekerasan yang dilakukan untuk melukai


seseorang baik secara fisik maupun verbal.”47 Teman saya sering di ejek
culun, anak manja dan dimintaki uang jajan, berhubung karena teman
saya itu berasal dari keluarga kaya, jadi dia sering di mintaki uang jajan
sama kakak kelas, dan jika tidak di kasi dia dibentak, di tendang dan
bahkan diancam.

46
Dinda Mustaring, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
47
Ria, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 19 Desember 2019
Responden kedua menyatakan bahwa bullying merupakan suatu tindak

kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang untuk menyiksa

atau menyakiti secara berulang-ulang kali baik secara verbal maupun fisik.48

Berdasarkan uraian tentang pemahaman responden terhadap pengertian

bullying yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diketahui kelompok pertama

hanya memahami bullying sebagai tindakan kekerasan verbal, sedangkan

kelompok kedua memahami bullying sebagai tindak kekerasan secara tindakan

secara fisik, kelompok ketiga memahami bullying, sebagai tindakan kekerasan

yang dilakukan secara verbal dan fisik.

Berdasarkan responden yang diwawancarai mengakui bahwa pernah

mengalami perilaku bullying baik secara verbal maupun fisik. Beberapa

pengakuan responden yang pernah mengalami bullying bahwa mereka menerima

perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temanya, seperti penghinaan,

pencemaran nama baik, perlakuan kasar seperti menendang, mencubit, diancam

dan yang lebih parah lagi menguncikannya di dalam toilet.49 Adapun perlakuan

bullying yang sering terjadi pada saat penerimaan siswa baru yang diadakan OSIS

oleh kakak kelas yang terkadang menggunakan jabatan atau rasa senioritas yang

arogan. Untuk melakukan perilaku bullying terkadang membentak tanpa alasan,

menendang karena tidak menuruti keinginannya, dan melakukan tingkah dibatas

kewajaran.50

48
Abrianto Damis, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 19 Desember 2019
49
Kristian, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 19 Desember 2019
50
Abrianto Damis, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 19 Desember 2019
Perilaku kekerasaan bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah

bukan saja pada saat penerimaan siswa baru, pada waktu istirahat, terkadang pada

saat proses belajar mengajar pun terjadi perilaku bullying terjadi seperti mengejek

teman yang memiliki kekurangan, menghina apabila ada kesalahannya dan

terkadang memfitnah temannya. 51

Perlakuan bullying yang dilakukan secara berulang-ulang terkadang

memiliki tingkatan yang lebih parah lagi. Yang awalnya hanya berupa ejekan,

menghina dan lama kelamaan akan berubah dalam bentuk tindakan kekerasan

yang dilakukan. Seperti kasus yang terjadi di Desa Lanipa, Kecamatan Ponrang

Selatan, Kabupaten Luwu. Kasat Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polres

Luwu, AKP Faisal Syam mengatakan, dari keterangan saksi dan pelaku,

perkelahian dilatarbelakangi ejekan dan perebutan laki-laki. Peristiwa itu berawal

saat korban sedang berada dirumah, lalu di chat oleh terlapor melalui pesan

messenger mengajak berkelahi. Namun korban membalasnya dengan mengatakan

bahwa ia hanya mau datang untuk berdamai. Saat korban bersama 2 orang

temannya menuju ke Pasar Lanipa, sesampainya disana sudah ada terlapor YM

menunggu dan langsung menarik jilbab korban yang mengakibatkan korban jatuh.

Saat korban terjatuh, FA atau teman terlapor memegang tubuh korban dari arah

belakang lalu terlapor YM langsung memukul korban dari arah depan tepat pada

bagian dada sebanyak tiga kali, pada bagian leher sebanyak satu kali. Setelah itu,

YM menarik rambut korban dan pipi sebelah kanan korban. Akibat kejadian itu

korban mengalami kesakitan di beberapa organ tubuh. Kejadian tersebut dilakoni

51
Astuti, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 19 Desember 2019
oleh empat orang siswi yang berasal dari SMA Negeri 7 Luwu. 52 Pihak sekolah

telah mendatangi para siswi yang terlibat dalam kasus tersebut dan mendatangi

kedua orangtua korban dan pelaku untuk melakukan upaya damai. Dari awal

pihak sekolah melarang terjadi insiden dalam sekolah seperti tawuran, apalagi

perkelahian, mungkin dengan larangan itu mereka melakukan di luar sekolah.

Pihak sekolah menjelaskan, persoalan ini telah ditangani dan berupaya dilakukan

dengan cara damai. Pihak sekolah berupaya agar persoalan ini diselesaikan

dengan cara kekeluargaan walaupun sebenanrnya pihak korban telah melapor ke

pihak yang berwajib. Orang tua korban juga didatangi oleh orang tua pelaku,

untuk menyampaikan permohonan maaf, selain itu di sekolah kedua belah pihak

juga telah dipertemukan.

Menurut ST. Sahaeraini, tindak perilaku bullying yang sering terjadi di

lingkungan sekolah SMA Negeri 7 Luwu yaitu bullying secara verbal dan fisik,

dan yang sering menjadi pelaku yaitu TY, TA, RLR, DSN, sedangkan untuk

korban yang paling sering yaitu WTW, AE, MH, RFA, TFL, NI, dan AN.

Menurut ST. Sahaeraini, pelaku TY sering meminta uang jajan teman-temannya,

apabila tidak dituruti kemauannya maka akan dijambak atau dikata-katain dan

yang sering menjadi korbannya yaitu WTW, TFL , dan RFA, kemudian pelaku di

tindak lanjuti oleh gru BK dengan cara menasehati dan mengemballikkan uang si

korban. Adapun pelaku TA dimana dia sering melakukan bully terhadap MH

karena MH mempunyai ciri fisik yang berbeda dari teman-temannya. Dan

52
Amran Amir. “ Siswi SMA Dikeroyok Temannya di Luwu Korban Lapor Polisi”, Februari 18,
2019,https://amp.kompas.com/regional/read/2019/02/18/06154161/siswi/sma/dikeroyok/temannya
/di-luwu-korban-lapor-polisi
ditindak lanjuti di ruang Guru BK dimana TA disuruh minta maaf kepada MH dan

berjanji tidak akan mengulanginya lagi.53

Adapun data yang di dapat menurut Guru BK yaitu sebagai berikut:

No Nama Korban Pelaku Jenis bullying

1. WTW TY Bullying verbal

2. AE TA Bullying verbal

3. MH RLR Bullying verbal dan

fisik

4. RFA DSN Bullying fisik

5 TFL TY Bullying fisik dan

verbal

2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Bullying di SMA Negeri 7

Luwu

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya perilaku bullying di SMA Negeri 7 Luwu, sebagai

berikut:

a. Senioritas, sebagai salah satu penyebab perilaku bullying, justru justru juga

diperluas siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Keinginan

mereka untuk melanjutkan masalah senioritas adalah suatu hiburan,

53
ST. Sahaeraini, Guru BK SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
penyaluran dendam, iri hati, atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi

atau untuk menunjukkan kekuasaan.54

b. Adanya sifat bahwa mereka merasa memiliki kelebihan atau merasa

sempurna misalnya saja mereka merasa memiliki wajah yang lebih.

c. Brokenhome, masalah dalam keluarga terkadang mengespresiasikan diri

mereka pada temannya di lingkungan sekolah.55

d. Bullying dijadikan sebagai bahan bercanda untuk suatu hiburan.56

e. Untuk meningkatkan popularitas pelaku dikalangan teman-temannya.

f. Adanya perbedaan ekonomi, terkadang perbedaan ekonomi membuat orang

melakukan bullying karena merasa memiliki posisi yang lebih.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi korban bullying

yaitu:

a. Karena orang yang menjadi korban bullying lebih lemah dari pelaku.57

b. Lebih banyak berdiam diri atau menyendiri.58

c. Orang yang baru dalam lingkungannya.

d. Anak yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan mayoritas dengan anak

lain.59

Dari perbuatan bullying yang dilakukan oleh anak dalam lingkungan

sekolah dapat membuat anak merasa tidak nyaman, trauma, ketakutan, tidak aman

54
Abrianto Damis, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 19 Desember 2019
55
Mutiara Hamza, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
56
Waode Tasya Wulandari, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
57
Nurhalisa, SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019
58
Ria, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 19 Desember 2019
59
Astuti, Siswa SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 19 Desember 2019
terlebih lagi perbuatan tersebut merupakan tindakan fisik yang bisa menyebabkan

luka fisik, cederah, cacat, bahkan bisa terjadi kematian. Yang mengakibatkan

anak/korban merasa cemas dan ketakutan sehingga mempengaruhi konsentrasi

belajar bagi anak sebagai korban bullying. Perilaku bullying juga dapat

mengakibatkan korban merasa depresi dan marah ketika mengalami perlakuan

bullying terus-menerus yang berlangsung lama dapat membuat anak merasa

dendam dan dapat melakukan perbuatan sama atau lebih parah lagi. Anak yang

mengalami perlakuan bullying di lingkungan sekolahnya jarang hadir dalam

proses belajar mengajar yang membuat prestasi akademiknya menurun atau

rendah yang diakibatkan dari depresi yang menekan dan dapat melakukan

tindakan bunuh diri.

Tindakan bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah akan ditindak

lanjuti oleh pihak sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan apabila

anak terbukti melakukan tindakan bullying akan di tindak lanjuti di ruang

Bimbingan Konselin (BK). Apabila perbuatan bullying yang dilakukan dalam

kategori ringan berupa bentuk verbal maka hanya akan dilakukan peneguran

selama tiga kali, apabila melakukan perbuatan bullying kembali akan

menghadirkan para pihak dan kedua orang tua/wali mereka dan merupakan

peringatan terakhir. Apabila tindakan bullying yang dilakukan berupa tindakan

fisik maka akan menghadirkan para pihak dan kedua orang tua/wali untuk

diberikan sanksi berupa skorsing selama tiga hari atau dikeluarkan dari sekolah

dan jika sudah fatal maka akan diserahkan kepada pihak yang berwajib. 60 Guru

60
ST. Sahaeraini, Guru BK SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019.
BK selalu bekerjasama dengan guru wali kelas untuk mengawasi perilaku bullying

di kelas atau di luar kelas, karena tidak mungkin guru BK mengawasi setiap

masalah siswa sendirian, apalagi perilaku bullying sering terjadi ketika jam

istirahat atau ketika selesai belajar mengajar, maka tugas guru piket salah satunya

memantau perilaku bullying yang terjadi di kalangan siswa, ketika ditemukan

maka dicegah dan ditangani guru BK secara intens.

Sehingga perlu adanya penanganan perilaku bullying yang harus di

lakukan :

1) Penanganan dari pihak orang tua

Orang tua harus lebih mampu mengenal karakter anak bahwa anaknya

sering menjadi korban bullying. Dengan mengenali karakter anak orang tua dapat

mengantipasi berbagai potensi intimidasi dan tindak kekerasan bullying yang

menimpa anak, atau mampu menemukan solusi agar anak menjadi lebih siap

secara mental. Orang tua harus menjalin komunikasi dan perhatian yang lebih

terhadap anak, agar merasa nyaman untuk bercerita kepada orang tuanya ketika

mengalami intimidasi di sekolah. Sehingga dapat di antisipasi secara cepat

sebelum anak menjadi korban bullying yang berkelanjutan.

2) Penanganan pihak sekolah

Langkah- langkah yang dilakukan dalam mengatasi perilaku bullying

yaitu pertama mencari akar masalah, karena setiap masalah harus diidentifikasi

lebih dulu, jika tidak sulit untuk memutuskan dan menyelesaikan kasus perilaku

bullying, apalagi kasus bullying paling kompleks. Karena sumber bullying tidak

hanya dari pelaku saja, terkadang disebabkan oleh korban bullying sendiri,
misalkan setelah meminjam pulpen teman, lalu rusak ketika dikembalikan, maka

si pemilik marah dan akhirnya saling marah-marahan dan caci-maki. Maka

indentifikasi masalah itu penting, jika melihat secara sekilas, seakan-akan yang

salah itu pelakunya padahal sumbernya dari korban, maka perlu identifikasi

masalah dengan utuh.

Kemudian setelah akar masalahnya dicari, lalu diberikan layanan BK,

karena layanan juga menjadi media untuk menyelesaikan perilaku bullying, jika

tidak memberikan layanan, nanti kesulitan dalam menegakkan kedisiplinan krena

siswa beralaskan tidak tahu dan tidak diberitahukan terlebih dahulu. Namun jika

siswa sudah diberikan layanan, seperti klasikal kelas, maka siswa akan

mengetahui mana yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh. Jika

seandainya melanggar aturan tata tertib sekolah maka juga diberikan hukuman.

Hukuman itu penting dalam proses pendidikan, jadi hukuman itu bersifat

mendidik, bukan melakukan kekerasan terhadap anak. Karena jika tidak diberikan

hukuman, sulit memberikan efek jera kepada pelaku, maka hukuman itu penting

untuk memberkan efek jera. Sanksi yang diberikan seperti menghadirkan para

orang tua/wali, di skorsing selama seminggu atau dua minggu untuk sekolah, dan

juga ancaman dikeluarkan dari sekolah itu dilakukan untuk mendisiplinkan siswa.

Langkah selanjutnya yaitu mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, untuk

membiasakan siswa menumbuhkan kebersamaan dan kekompakan, karena jika

mereka sudah kompak maka tidak mungkin mereka akan saling menghina,

mengejek, dan mencaci-maki. Maka kegiatan ekstrakurikuler itu sangat penting

untuk mengurangi atau mengatasi perilaku bullying karena pelaku memiliki


kegiatan hingga melupakan tindakan perilaku bullying, namun jika pelaku tidak

ada kegiatan yang dilakukan, maka ia akan mencari kegiatan alternatif seperti

mengejek, mengganggu temannya dan lain-lain.61

Menjalin kerja sama antara pihak sekolah dan struktur komite sekolah

(guru dan para staf) dan meminta mereka membantu dan mengamati bila ada

perubahan emosional atau fisik siswa misalnya sering terlihat ketakutan atau

terlihat babak belur. Mewaspadai perbedaan ekspresi yang agresif dan interaksi

yang berbeda di rumah dan disekolah (ada atau tidak ada orang tua di sekolah).

Ketika mendapati perubahan anak maka meminta bantuan pihak ketiga yang ahli

(psikoloq atau ahli yang profesional) untuk menangani bila ditemukan kasus-

kasus bullying di sekolah yang terjadi antarsiswa.

3. Tinjauan UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Terhadap Perilaku Bullying

Bullying diartikan sebagai suatu bentuk kekerasaan yang melanggar

norma dan merupakan suatu tindakan kriminalitas. Bullying disebut sebagai

perundungan yang artinya suatu tindak kekerasan. Pada pasal 20 UU RI Nomor 35

Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa Negara, pemerintah,

pemerintah daerah masyarakat, keluarga dan orang tua atau wali berkewajiban dan

bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Oleh karena itu,

sudah sepantasnya pemberian perlindungan yang baik untuk seorang anak dari

tindakan kekerasan, terkhusus perundungan atau bullying. Sesuai bunyi Pasal 3

UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak

61
ST.Sahaerani, Guru BK SMA Negeri 7 Luwu, Wawancara, Luwu, 18 Desember 2019.
bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi

terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Ada dua bentuk perlindungan terhadap siswa dari tindakan bullying:

pertama, pencegahan terjadinya bullying/kekerasan, perlindungannya berupa

sosialiasi tata tertib sekolah, diskusi anti kekerasan berbasi gender, kegiatan

ekstrakurikuler, penetapan mata pelajaran tertentu (seperti etika Islam, akhlak),

system angka kredit pelanggaran, bimbingan Konseling, surat peringatan serta

sosialisasi anti narkoba. Kedua, perlindungan terhadap korban bullying,

perlindungan berupa: Restitusi/Kompensasi, Konseling, pelayanan medis/bantuan

medis, bantuan hukum, dan pemberian informasi. Selain perlindungan terhadap

siswa yang bersifat pencegahan, ada pula perlindungan siswa terhadap korban

bullying. Perlindungan siswa korban bullying dilakukan agar siswa memperoleh

pemulihan sebagai upaya menyeimbangkan kondisi siswa yang mengalami

gangguan. Jika terdapat korban kejahatan, maka Negara harus memerhatikan

kebutuhan korban dengan cara peningkatan pelayanan maupun pengaturan hak.

Perlindungan korban juga berhubungan dengan salah satu tujuan pemidanaan

yaitu penyelesaian konflik. Dengan penyeelsaian konflik yang ditimbulkan oleh

adanya tindak pidana akan memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa

damai dalam masyarakat.

Mengingat bullying merupakan tindak kekerasan terhadap anak, maka

menurut UU perlindungan anak, bullying adalah tindak pidana. Terhadap pelaku


bullying dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara selama 3 (tiga) tahun 6

(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta. 62 Pasal 54 UU RI No

35Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap anak berhak

mendapat perlindungan dari tindak kekerasan di sekolah, sebagai berikut: (1)

Anak didalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan

perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan

lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik,

dan/atau pihak lain. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat peemrintah, dan/atau

masyarakat.

Disisi lain UU Perlindungan anak juga memiliki apek perdata yaitu

diberikannya hak kepada anak atau korban kekerasan bullying untuk menuntut

ganti rugi materil/immaterial terhadap pelaku kekerasan. Hal ini diatur dalam

pasal 71D ayat (1) Jo Pasal 59 ayat (2) huruf I UU RI Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak sebagai berikut:

Pasal 59 ayat (2) huruf I UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak: perlindungan khusus kepada anak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diberikan kepada: Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, anak

yang menjadi korban kejahatan seksual.63

Pasal 71D ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan

Anak: setiap anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam pasal 59

62
Republik Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Anak, Nomor 25 Tahun 2014, 43.
63
Republik Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Anak, Nomor 25 Tahun 2014, 24.
ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf I dan huruf j, berhak mengajukan

ke Pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku

kejahatan.64

Secara umum, bisa juga mengajukan gugatan perdata untuk menuntut

ganti rugi kepada pelaku kekerasan atas dasar telah melakukan Perbuatan

Melawan Hukum menggunakan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata). Adapun bunyi Pasal 1365 KUH Perdata: “Tiap perbuatan

yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan

orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan

kerugian tersebut.”

Pada dasarnya perlindungan terhadap siswa di sekolah dapat ditinjau dari

sudut pandang kebijakan criminal. Kebijakan Kriminal yaitu upaya

penannggulangan kejahatan dengan pendekatan:

a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial.

b. Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan

dengan jalur “penal dan non penal”.

Sudarto dalam buku Barda Nawawi Arif yang berjudul Bunga Rampai

Kebijakan Hukum Pidana mengemukakan, bahwa apabila hukum pidana hendak

di libatkan dalam usaha mengatasi segi-segi negative dari perkembangan

masyarakat/modernisasi (antara lain penanggulangan kejahatan), maka

hendaknya harus melihat hubungan keseluruhan politik criminal atau social

64
Republik Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Anak, Nomor 25 Tahun 2014, 33.
defence planning, yang harus menjadi bagian integral dari rencana pembangunan

nasional.

Upaya penanggulangan kejahatan melalui kebijakan kriminal secara

garis besar di bagi menjadi dua, yaitu: lewat jalur penal (hukum pidana) dan lewat

jalur non penal (bukan/diluar hukum pidana). Upaya penyelesaian melalui jalur

penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (pemberantasan/penumpasan),

sedangkan jalur non penal kebijakan ini lebih menitikberatkan pada sifat preventif

(pencegahan penanggulangan).65

Pada sistem hukum positif belum terdapat peraturan perundang-

undangan yang secara khusus mengatur tentang bullying (perundungan) namun

dalam tindak kekerasan yang diakibatkan yang berdasarkan wawancara

dilapangan, para responden menyatakan bahwa bullying (perundungan) atau

tindak kekerasaan dapat berupa, mengejek, menendang, mencubit, mengancam,

menganiaya, dan pencemaran nama baik. Maka dapat digunakan aturan-aturan

hukum yang berlaku di Indonesia.

Peran serta sekolah, keluarga, pemerintah dan penegak hukum bila

ditinjau dari UU RI No 35 Tahun 2014 :

a. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah serta Pemerintah

Daerah

Negara dan pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk

memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak, berkewajiban dan

bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang

65
Bardawi Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Bandung: PT Citra Aditya
Bhakti, 2005), 42.
penyelenggaraan perlindungan anak, berkewajiban dan bertanggung jawab

memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia

dalam penyelenggaraan perlindungan anak, menjamin perlindungan, pemeliharaan

dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali

atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak, serta

mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.

b. Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat

Kewajiban masyarakat dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat

dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Pasal 72 UU RI No 35 Tahun 2014

menambah peran serta masyarakat, media massa, dan pelaku usaha dalam

perlindungan anak.

c. Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua

Kewajibannya yaitu mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi

anak, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan

minatnya, mencegah terjadinya perkawinan pada usia dini, dan memberikan

pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak. Dalam hal orang

tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak

dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung

jawabnya dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang- undangan.

Selain itu, menteri pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia telah

mengeluarkan cara pencegahan tindak kekerasaan yang terjadi di satuan

pendidikan.
Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan

Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan bahwa

pencegahan tindak kekerasan dilingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh

peserta didik, orangtua/wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan

pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah

provinsi, dan pemerintah sesuai dengan kewenangannya. Adapun pencegahan

yang dapat dilakukan dari tindak kekerasaan berdasarkan Pasal 8 Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015

tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan

Satuan Pendidikan, sebagai berikut:

a. Tindakan pencegahan yang dilakukan satuan pendidikan meliputi:

1) Menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak

kekerasan apapun.

2) Membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan

menyenangkan serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan

melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak

kekerasan.

3) Wajib menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi peserta

didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran disekolah maupun

kegiataan diluar satuan pendidikan.

4) Wajib segerah melapor kepada orang tua/ wali termasuk mencari

informasi lebih awal apabilah telah ada dugaan/ gejala akan terjadinya
tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban

maupun pelaku.

5) Wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS)

pencegahan tindak kekerasaan dengan mengacu pada pedoman yang

ditetapkan pada kementerian.

6) Melakukan solialisasi POS dalam upaya pencegahana tindak

kekerasaan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang

tua/wali, komite sekolah, dan masyarakat.

7) Menjalin kerja sama antara lain dengan lembaga psikologi, organisasi

keagamaan, dan pakar pendidikan dalam rangka pencegahan.

8) Wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan putusan

kepala sekolah yang terdiri dari: Kepala sekolah, Perwalian guru,

Perwalian siswa, dan Perwalian orang tua/wali.

b. Wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi

satuan pendidikan yang mudah diaskes oleh peserta didik, orang tua/wali,

guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang paling sedikit memuat:

Laman pengaduan, Nomor telepon kantor polisi terdekat, Nomor telepon

kantor dinas setempat, dan Nomor telepon Sekolah.

c. Pembentukan dan tugas tim pencegahan tindak kekerasan dimaksud

berdasarkan surat keputusan kepala sekolah sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan satuan pendidikan.

d. Tindak pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya, sebagai berikut:


1) Wajib membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan dengan

keputusan kepala daerah yang terdiri dari unsur: Pendidik, perwakilan

komite sekolah, organisasi profesi/ lembaga psikoloq, pakar pendidikan,

perangkat pemerintah daerah setempat, tokoh masyarakat/ agama. Yang

dalam pelaksanaan tugasnya mencakup pada pedoman yang ditetapkan

pada kemenrtian , serta dapat berkordinasi dengan gugus atau tim

sejenis yang memiliki tugas sama.

2) Bekerja sama dengan aparat keamanan dalam sosialisasi pencegahan

tindak kekerasan.

3) Melakukan sosialisasi, pemantauan (pengawasan dan evaluasi) paling

sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan pencegahan

tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, serta

mengumumkan hasil pemantauan tersebut kepada masyarakat.

4) Wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas gugus

pencegahan tindak kekerasan.

e. Tindak pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah meliputi:

1) Menetapkan kebijakan pencegahan dan penanggulangan tindak

kekerasan pada satuan pendidikan

2) Menetapkan instrumen pencegahan tindak kekerasan pada satuan

pendidikan sebagai indikator penilaian akreditasi pada suatu

pendidikan.
3) Menetapkan pedoman pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak

kekerasan yang dibentuk oleh pemerintah daerah dan pemandu

penyusunan POS pencegahan pada satuan pendidikan.

4) Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan

tindak kekerasan dilingkungan satuan pendidikan.

5) Kordinasi dengan instansi atau lembaga lain dalam upaya pencegahan

tindak kekerasan.66

Namun ketika perilaku bullying (perundungan) atau tindak kekerasan

sudah terjadi dalam lingkungan pendidikan maka perlu dilakukan penanggulangan

terhadap tindak kekerasan bullying. Penanggulangan tindak kekerasan di

lingkungan pendidikan terdapat Pasal 10 Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan

Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, sebagai

berikut:

a. Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:

1) Wajib memberikan pertolongan terhadap korban tindakan kekerasan

disatuan pendidikan.

2) Wajib melaporkan kepada orang tua/wali peserta didik baik sebagai

korban maupun pelaku.

3) Wajib melakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan dalam

rangka penanggulangan tindak kekerasan peserta didik.

66
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
82 Tahun 2015, 7-9.
4) Menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai dengan

tingkat tindak kekerasan yang dilakukan.

5) Berkoordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam rangka

menyelesaikan tindak kekerasan .

6) Wajib menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan

7) Wajib memfasilitasi peserta didik untuk tetap, baik sebagai korban

maupun pelaku, untuk mendapatkan hak perlindungan hukum.

8) Wajib memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitas kepada peserta didik

yang mengalami tindakan kekerasan.

9) Wajib melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera

apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang

begitu berat/cacat fisik/kemaatian untuk dibentuknya tim independen

oleh pemerintah daerah.

10) Wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat apabila

terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup

berat/cacat fisik/ kematian.

b. Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai

dengan kewenangannya, meliputi:

1) Wajib membentuk tim penanggulangan untuk melakukan tindakan awal

penanggulangan tindak kekerasan yang dilaporkan oleh satuan

pendidikan atau pihak lain yang mengakibatkan luka fisik yang cukup

berat/ cacat fisik/ kematian guna membuktikan adanya kelalaian atau


tindakana pembiaran, termasuk berkoordinasi denga aparat penegak

hukum untuk menindak lanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.

2) Wajib melakukan pemantauan terhadap upaya penanggulangan tindak

kekerasan yang dilakukan satuan pendidikan agar dapat berjalan

profesional dan berkeadilan.

3) Wajib memfasilitasi satuan pendidikan dalam upaya melakukan

penanggulangan tindak kekerasan.

4) Wajib menjamin terlaksananya pemberian hak peserta didik untuk

mendapatkan perlindungan hukum, hak pendidikan, dan pemulihan yang

dilakukan oleh satuan pendidikan.

c. Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah, meliputi:

1) Wajib membentuk tim penanggulangan tindak kekerasan yang bersifat

independen terhadap kasus yang menimbulkan luka berat/ cacat fisik/

kematian atau yang menarik perhatian masyarakat.

2) Wajib melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan

penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan

dari pemerintah daerah.

3) Wajib memastikan satuan pendidikan menindaklanjuti hasil pengawasan

dan evaluasi terhadap tindak kekerasan di lingkungan satuan

pendidikan.67

67
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
82 Tahun 2015, 10-12
4. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Perilaku Bullying

Bullying merupakan tindakan yanng menyakiti seseorang dengan cara

kekerasaan secara fisik ataupun secara verbal yang dapat membuat seseorang

merasa ketakutan dan tidak aman. Tindakan bullying yang dilakukan secara verbal

seperti mengejek, mengolok-olok, memfitnah, mencemarkan nama baik dan lain

sebagainya. Sedangkan tindakan bullying yang dilakukan secara fisik dapat

berupa tindakan yang agresif seperti menendang, mencubit, memukul dan berupa

tindak penganiayaan.

Bullying dalam Islam sendiri dapat diartikan sebuah perilaku

merendahkan orang lain, itu karena pelaku bullying mencoba untuk merendahkan

harga diri ataupun merendahkan mental korban bullyi itu sendiri. Sehingga dalam

Islam sangat melarang keras dan sangat tidak menganjurkan perilaku

merendahkan orang lain. Hal ini sebagaimana penjelasan dalam sebuah firman

Allah swt. dalam QS Al-Hujurat (49) ayat 11 yang berbunyi:

               

              

           

Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”68
Dari penjelasan ayat diatas kita dapat menyimpulkan bahwa kita semua

itu memiliki derajat yang sama di mata Allah swt. sehingga kita tidak boleh

melakukan bullying karena belum tentu yang di rendahkan oleh kita itu lebih

buruk dari kita bahkan malah orang yang kita bully itu lebih baik dari kita.

Ukuran tinggi derajat seseorang dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh

nenek moyangnya, kebangsaannya, warna kulit, bahasa, dan jenis kelamin.

Kualitas dan tinggi derajat seseorang di tentukan oleh ketaqwaannya yang

ditunjukkan oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia.

Ayat di atas memberi petunjuk tentang beberapa hal yang harus

dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian. Allah swt. berfirman memanggil

kaum beriman dengan panggilan, “hai orang-orang yang beriman janganlah suatu

kaum” yakni sekelompok pria mengolok-olok kaum kelompok pria yang lain,

karena hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian. Walau yang diolok-olokan

kaum yang lemah. Apalagi boleh jadi yang diolok-olokan itu lebih baik dari

mereka yang mengolok-olokan “Dan jangan pula wanita-wanita lain” yakni

mengolok-olokan wanita- wanita yang lain karena menimbulkan keretakan

hubungan antara mereka, apalagi boleh jadi mereka yakni wanita-wanita yang

diperolok-olokan lebih baik dari mereka. Siapapun dengan sembunyi, dengan

ucapan, perbuatan, isyarat karena ejekan itu akan menimpa diri kaum sendiri.

68
Kementerian Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemah, (Surabaya: Halim Publishing dan
Distributing, 2014), 516.
Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan kefasikan panggilan buruk sesudah

iman. Kata talmizu terambil dari kata al-lamz para ulama berbeda pendapat, Ibn

Asyur memahami dalam arti ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang

diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai

ejekan atau ancaman. Ini adalah sebagai bentuk kekurangajaran dan

penganiayaan.69

Sudah sangat jelas bahwa perbuatan bullying secara verbal seperti

menghina, mengolok-olokan, mengejek, mengucilkan dan lain sebagaianya dapat

mendatangkan kemudaratan dan merupakan orang yang zhalim. Perbuatan yang

zhalim merupakan perbuatan yang dilarang.

Dalam penelitian yang dilakukan terdapat juga tindak kekerasan bullying

secara fisik seperti kekerasan memukul, menendang, dan sampai melakukan

penganiayaan yang perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. Dalam hukum

Islam tindak pidana disebut dengan jarimah atau istilah lain yaitu jinayah.

Jarimah digolongan atas tiga bagian yaitu jarimah hudud, qiṣaṣ dan ta‟zir.

Dimana jarimah hudud itu meliputi jarimah zina, qadzaf, syurbul khamr,

pencurian, hirabah, pemberontakan, dan riddah. Adapun jarimah qiṣaṣ dan diyat

meliputi tindak pidana atas jiwa (pembunuhan), dan tindak pidana atas selain jiwa

(penganiayaan). Sedangkan jarimah ta‟zir yang dan tidak terbatas, artinya

hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara‟ dan ada batas minimal dan

maksimal dan penentuan hukuman ditentukan oleh ūlīl amri atau pemerintah.

69
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan Keserasian Al-Qur‟an (Cet. II; Jakarta:
Lentera Hati, 2004), 250-252.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dipahami bahwa perilaku

bullying secara fisik dapat dikategorikan dalam jarimah qiṣaṣ. Bullying dalam

jarimah qiṣaṣ dapat digolongkan dalam bentuk tindak pidana atas selain jiwa

dengan sengaja. Menurut Abdul Qadir Audah tindak pidana selain jiwa adalah

setiap perbuatan menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi tidak

sampai menghilangkan nyawanya. Dan pengertian ini sejalan dengan Wahbah

Zuhaili, bahwa tindak pidana atas selain jiwa adalah setiap tindakan melawan

hukum atas badan manusia baik berupa pemotongan anggota badan, pelukaan,

maupun pemukulan, sedangkan jiwa atau nyawa dan hidupnya masih tetap tidak

terganggu. Sedangkan perbuatan sengaja adalah setiap perbuatan di mana pelaku

sengaja melakukan perbuatan dengan maksud melawan hukum.

Perbuatan menyakiti yang dimaksud dalam pidana selain jiwa yaitu

perbuatan menyakiti atau merusak badan seseorang, seperti pemukulan, pelukaan,

penendangan, pencekikan, pemotongan dan penempelengan. Oleh karena sasaran

tindak pidana ini badan atau jasmani manusia, maka perbuatan yang menyakiti

perasaan tidak termasuk dalam defenisi ini. Karena perasaan bukan jasmani dan

bersifat abstrak dan tidak konkret. Sehingga bullying secara fisik dapat

dikategorikan sebagai jarimah qisas karena merupakan perbuatan yang merusak

jasmani seseorang dengan perlukaan dan berupa penganiayaan.

Dalam firman Allah swt. QS Al-Baqarah/2:178 kewajiban melaksanakan

qisas, yang berbunyi:


            

            

             

 

Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qiṣᾱṣ berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah
(yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan
cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.70
Maksud dari ayat tersebut bahwa qisas ialah mengambil pembalasan

yang sama. Pembalasan yang sama maksudnya yaitu apabila seseorang

membunuh maka orang tersebut juga dibunuh atau apabila seseorang dianiaya

hingga gigi gerahamnya maka menghilangkan gigi geraham tersebut karena

penganiayaan dilakukannya maka dihilangkan pula gigi gerahamnya dan lain

sebagainya. Tetapi, jika keluarga terbunuh atau teraniaya ingin memaafkan

dengan menggugurkan sanksi qiṣas maka digantikan dengan tebusan/diyat.71

Pembayaran diyat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang

membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik,

umpamanya tidak menangguhnangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah

Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau

70
Kementerian Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemah, 27.
71
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 1 (Cet. III; Jakarta: Lentera Hati, 2002), 393.
membunuh si pembunuh setelah menerima diyat, Maka terhadapnya di dunia

diambil qiṣas dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.

Terdapat ketentuan hukum mengenai qisas untuk pidana pelukaan atau

kekerasan bullying secara fisik yang dilakukan terdapat dalam Al-Qur‟an QS Al-

Maidah/5:45 Allah swt berfirman:

         

          

            

Terjemahnya:
Kami telah menetapkan bagi mereka di dalam (Taurat) bahwa nyawa
dibalas (dengan) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada
qisas-nya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak qisas)-
nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
itulah orang-orang zalim.72
Ayat ini hanya berbicara tentang tindak kriminal yang disengaja, tidak

berbentuk keliru atau tidak disengaja. Dalam penutup ayat ini,“barang siapa tidak

memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah

orang-orang yang zhalim”. Menegaskan bahwa anjuran memberikan maaf bukan

berarti melecehkan hukum qiṣaṣ karena hukum ini mengandung tujuan yang

sangat agung, antara lain menghalangi siapapun yang ingin melakukan

penganiayaan, mengobati hati yang teraniaya atau keluarganya, menghalangi

72
Kementerian Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahnya, 115.
adanya balas dendam, dan lai-lain. Sehingga bila hukum ini dilecehkan,

kemaslahatan itu tidak akan tercapai dan ketika itu dapat terjadi kezhaliman.73

Bullying secara fisik merupakan perlukaan yang langsung dibagian

anggota tubuh seseorang, sehingga perlakuan bullying secara fisik bisa nanpak

jelas tindakan yang menyakiti seseorang yang berupa kekerasan perlukaan

maupun penganiayaan. Sehingga sangat jelas dapat dikenakan hukuman qiṣᾱṣ

apabila sudah memenuhi unsur jarimah.

Qisas adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku persis apa yang

dilakukannya sesuai dengan yang dimaksud dalam Al-Qur‟an QS al-Maidah/5:45.

Berdasarkan hal tersebut maka dikenakan al-qiṣas dengan sanksi berupa

hukuman yang setimpal atas apa yang diperbuatnya. Hukuman qisas merupakan

hukuman pokok untuk tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja, sedangkan

diyat dan ta‟zir merupakan hukuman pengganti yang menempati qiṣas.

Namun apabila hukuman qiṣas terhalang karena suatu sebab , atau gugur

karena sebab-sebab seperti, tidak adanya tempat atau objek qiṣas, adanya

pengampunan, dan perdamaian. Maka hukuman qiṣas dapat digantikan dengan

hukuman diyat. Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku

karena terjadinya tindak pidana (pembunuhan atau penganiayaan) yang diberikan

kepada korban atau walinnya. Diyat sebagai hukuman pengganti yang berlaku

dalam tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja.

73
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan Keserasian Al-Qur‟an (Jakarta: Lentera
Hati, 2009), 133.
Diyat baik sebagai hukuman pengganti atau hukuman pokok digunakan

untuk pengertian diyat yang penuh (kamilah) yaitu dengan memberi ganti rugi

seratus ekor unta. Diyat kamilah maksudnya apabila penganiayaan yang dilakukan

menghilangkan manfaat jenis anggota badan dan keindahannya hilang sama sekali

hal ini terjadi dengan perusakan anggota badan yang sejenis maka dapat dihukum

diyat kamilah (diyat sempurnah) dengan ganti rugi seratus ekor unta. Adapun

hukuman yang kurang dari diyat penuh (kamilah) atau diyat gair kamilah maka

digunakan istilah irsy (ganti rugi). Irsy berlaku apabila perusakan terjadi pada

sebagian anggota badan sebagaian lainya masih utuh. Irsy atau ganti rugi terdapat

dua macam yaitu, irsyun muqaddar adalah ganti rugi yang sudah ditentukan batas

jumlahnya oleh syara‟. Contohnya ganti rugi atas diyat untuk satu tangan atau satu

kaki. Sedangkan irsyu ghair muqaddar adalah ganti rugi atau denda yang belum

ditentukan syara‟, dan untuk penentuannya diserahkan kepada hakim.74

Dalam Islam ketika hukuman qiṣaṣ tidak dapat dilaksanakan dalam

tindak kekerasan bullying berupa kekerasan dan penganiayaan secara fisik karena

beberapa hal, maka pelaku dapat dikenakan hukum diyat sesuai yang telah

ditentukan sebagai pengganti dari hukuman qiṣaṣ. Yaitu diyat kamilah dengan

hukuman sebanyak seratus ekor unta apabila bullying yang dilakukan

menghilangkan manfaat anggota badan. Atau dikenakan diyat gair kamila yang

berupa ganti rugi yang telah ditetapkan syara‟ apabila perusakan terjadi pada

sebagian anggota badan sebagaian lainya masih utuh atau diserahkan sepenuhnya

74
Mardani, Hukum Pidana Islam, Cet.I (Jakarta: Kencana, 2019), 196.
kepada hakim sebagai penguasa apabila tindakaan bullying yang dilakukan tidak

diatur hukumnya dalam nash.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian dilakukan di SMA Negeri 7 Luwu maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perilaku bullying di SMA Negeri 7 Luwu, Beberapa pengakuan responden

yang pernah mengalami bullying bahwa mereka menerima perlakuan yang

tidak menyenangkan dari teman-temanya, seperti penghinaan, pencemaran

nama baik, perlakuan kasar seperti menendang, mencubit, diancam dan yang

lebih parah lagi menguncikannya di dalam toilet. Adapun perlakuan bullying

yang sering terjadi pada saat penerimaan siswa baru yang diadakan OSIS

oleh kakak kelas yang terkadang menggunakan jabatan atau rasa senioritas

yang arogan. Untuk melakukan perilaku bullying terkadang membentak

tanpa alasan, menendang karena tidak menuruti keinginannya, dan

melakukan tingkah dibatas kewajaran.

2. Faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya bullying di SMA Negeri 7

Luwu yaitu, faktor bullying ditinjau dari segi pelaku disebabkan karena

adanya perbedaan ras agama dan budaya, munculnya simbol senioritas,

terkadang pelaku bullying merasa bahwa memiliki kelebihan yang lebih

daripada korban, terjadinya brokenhome (masalah dalam keluarga), bullying

dilakukan untuk dijadikan sasaran hiburan, bullying dilakukan untuk

meningkatkan ke popularitas diantara siswa, dan adanya perbedaan

ekonomi. Dan faktor tindak kekerasan bullying yang timbul dari segi
korban disebabkan karena orang yang menjadi korban bullying lebih lemah

dari pelaku, korban lebih banyak berdiam diri atau menyendiri, merupakan

orang yang baru dalam lingkungannya, dan anak yang memiliki ciri fisik

yang berbeda dengan mayoritas dengan anak lain.

3. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap perilaku bullying

Menurut hukum Islam bullying merupakan tindakan yang mengzholimi

seseorang dan merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah. Perbuatan

menzholimi dalam perilaku kekerasan bullying dan dimaksud penganiayaan

maka dapat dikategorikan dalam jarimah qiṣaṣ dan ancaman hukumanya

pun berupa hukuman qiṣaṣ yaitu menyamakan antara jarimah dan hukuman.

Namun, apabila hukuman qisas gugur maka dapat diganti hukuman diyat

(denda) dengan seratus ekor unta. Dan dapat juga dikenakan ta‟zir yang

penentuan hukumannya ditentukan oleh hakim sebagai penguasa.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan sebagai berikut:

1. Seharusnya setiap pihak berperan aktif dalam pencegahan tindak kekerasan

bullying yang terjadi baik di lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan

masyarakat.

2. Perlu adanya peraturan khusus mengenai tindak kekerasan bullying baik

secara fisik maupun verbal. Karena tanpa aturan khusus bullying hanya

dianggap sebagai perlakuan yang wajar atau bahkan dapat menjadi budaya

dalam masyarakat.
3. Orangtua siswa hendaknya selalu meneladani perilaku-perilaku positif bagi

anak agar tidak terlibat dalam perilaku bullying. Disamping itu, hendaknya

para orangtua siswa selalu memantau perkembangan siswa di sekolah

dengan berkomunikasi langsung dengan dewan guru di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ahmad, Abu dan Narbuko Cholid, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), 70.

Aisyah, St., Antara Etika dan Moral (Makassar: Alauddin University Press,
2014), 6-7.

Al-jamal, Ibrahim, Muhammad, Fiqh al- Mar‟ah al- Muslimah: Fikih Wanita,
terjemahan Anshori Umar, (Semarang: Asy- Syifa, tanpa tahun), 470.

Anwar, Rasion, Akidah Ahklak, Cet. II (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), 205.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Renika Cipta, 2008), 248.

Arif, Nawawi Bardawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT


Citra Aditya Bhakti, 2005), 42.

Echols, Jhon M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT.
Gramedia, 2005), 87.

Gosita ,Arif, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), 28.

Hasan, Hamzah, Hukum Pidana Islam I, Cet. I, (Makassar: Alauddin University


Press, 2014), 11-12.

Huraerah, Abu, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung : Nuansa Cendekia, 2012),


49.

Koesnan,R.A., Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung:


Sumur, 2005), 113.

Niken, Suryatmini, Bullying: Mengatasi Kekerasan Di Sekolah Dan Lingkungan


Sekitar Anak, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), 9.

Mardani, Hukum Pidana Islam, Cet. I, (Jakarta: Kencana, 2019), 2.

Poerwadarminta,W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka:


Amirko, 1984), 25.

Priyatna, Andri, Let‟s Ende Bullying: Memahami Mencegah dan Mengatasi


Bullying, (Jakarta : PT Elex Media Komputindo, Tanpa tahun), 2-3.

Raco, J.R., Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010), 7.


Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), 54

Soekidjo, Notoadmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan, (Jakarta: PT Rineka Cipta,


2014), 14.

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,


(Yokyakarta: Ghaja Mada University Press, 2012), 100.

B. Skripsi dan Jurnal

A, Ariesto, “Pelaksanaan Program Anti bullying Teacher Empowerment”, Jurnal


Penelitian dan PPM, 4,no.2,(Juli1,2019):325, http://lib.ui.ac.id/pelaksanaan-
program-HA.pdf.

Darmalina,Bibit, Perilaku School Bullying di SD N Grinding Hargomulyo Kokap


Kulon Progo Yogyakarta, Skripsi, Yogyakarta. Universitas Negeri
Yogyakarta, 2014.

Hatta, Muhammad, “Tindakan Perundungan (Bullying) Dalam Dunia Pendidikan


Ditinjau Berdasarkan Hukum Pidana Islam”, Miqot Jurnal Ilmu-ilmu
Keislaman,41,no.2(Desember1,2017):282,http://jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/inde
x.php/jurnalmiqot/article/view/488

Kurniawan, Heri, Hubungan Antara Pertahanan Diri Dengan Perilaku Bullying


Pada Siswa Sekolah Menengah Atas X Bandung, Skripsi, Depok :
Universitas Indonesia, 2012.

Levianti, “Konformitas dan Bullying pada Siswa”, Jurnal Psikologi, 6, no. 1 (Juni,
2008): 6, https://digilib.esaunggul.ac.id/konformitas-dan-bullying-pada-
siswa-4987.html
Novalia, Ricca, Dampak Bullying Terhadap Kondisi Psikososial Anak Di
Perkampungan Sosial Pingit, Skripsi, Yogyakarta : Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, 2016.

Nurrohmah, Fitri Salma, Penanggulangan Bullying Dalam Perspektif Pendidikan


Islam (Telaah Buku Pendidikan Tanpa Kekerasan Tipologi Kondisi, Kasus
dan Konsep) Karya Abd. Rahman Assegaf, Skripsi, Surakarta : Institut
Agama Islam Negeri Surakarta, 2017.

Masdin, “Fenomena Bullying dalam Pendidikan”, Jurnal Al- Ta‟dib, 6, no. 2,(Juli
1, 2013): 79, https://www.neliti.com/id/publications/235764/fenomena-
bullying-dalam-pendidikan

Permata, Sari dan Welhendri Azwar, “Fenomena Bullying Siswa: Studi Tentang
Motif Perilaku Bullying Siswa Di Smp Negeri 01 Painan, Sumatera Barat”,
Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 10. no. 2 (November
1,2017):334,http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ijtimaiyya/article/do
wnload/2366/1760

Rahmat, Asri Lestari, Nurini Aprilianda, dan Faizin Sulistio,“Batas usia


pertanggungjawaban pidan anak dalam hukum pidana di Indonesia”, Jurnal
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,10,no.4,(April1,
2016):8-9,https://www.neliti.com/id/publications/34980/batas-usia-
pertanggungjawaban-pidana-anak-dalam-hukum-pidana-di-indonesia

Septiyuni, Dara, Agnis, Dasin Budimansyah, dan Wilodati, “Pengaruh Teman


Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa di Sekolah”, Jurnal
Sosietas,5,no. 1, (2015): 3, https://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article

Sujarwo, Mohammad Anton, Perilaku School Bullying Pada Siswa Sekolah


Dasar Negeri Lempuyangan 1 Yogyakarta, Skripsi, Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta, 2017.

C. Website Online

Amran Amir. “ Siswi SMA Dikeroyok Temannya di Luwu Korban Lapor Polisi”,
Februar,18,2019,https://amp.kompas.com/regional/read/2019/02/18/061541
61/siswi/sma/dikeroyok/temannya/di-luwu-korban-lapor-polisi

Flora, Maria, “Kasus Pengeroyokan Audrey dari Kronologi Hingga Petisi”, April
10, 2019, https://m.liputan6.com/news/read/3938047/kasus-pengeroyokan-
audrey-dari-kronologis-hinnga-petisi

D. Peraturan Perundang- Undangan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015


tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak atas


perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DOKUMENTASI WAWANCARA

Gambar 1. Wawancara dengan siswa

Gambar 2. Wawancara dengan siswa


Gambar 3. Wawancara dengan siswa

Gambar 4. Wawancara dengan Siswa


Gambar 5. Wawancara dengan Guru BK.

Anda mungkin juga menyukai