Anda di halaman 1dari 2

Pengertian Akta Notaris terdapat dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Jabatan

Notaris yakni akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Pengertian mengenai akta otentik juga
terdapat dalam Pasal 1868 KUHPer, yaitu suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk
itu akta dibuat. Akta Notaris sebagai alat bukti otentik mempunyai peranan penting dalam
setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat, misalnya dalam kegiatan bisnis,
kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, dan kegiatan sosial. Berdasarkan pengertian akta
otentik yang disebutkan di atas maka keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli dalam
kasus tersebut harus dianalisis karena terdapat berbagai kecacatan dan tidak sesuai dengan
UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.

Di Indonesia, kerahasiaan notaris diatur dalam Pasal 4 UUJN tentang Sumpah jabatan
dan Pasal 16 ayat (1) huruf (f) UUJN, dimana pelanggaran dari kewajiban menjaga
kerahasiaan tersebut dapat diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau denda paling banyak enam ratus Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 322
KUHPidana. Selain itu bagi pihak yang merasa haknya dirugikan karena tindakan
pelanggaran 87 kewajiban kerahasiaan tersebut dapat mengajukan gugatan perbuatan
melawan hukum menuntut ganti rugi kepada pejabat tersebut berdasarkan ketentuan Pasal
1365 juncto Pasal 1366 KUHPerdata.

Pasal 1 angka 1 Undang- UUJN menyatakan bahwa: Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Istilah Pejabat Umum13
merupakan terjemahan dari istilah openbare ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 PJN14 dan Pasal
186 Burgerlijk Wetboek (BW).15 Notaris bukanlah Pegawai Negeri, walaupun Notaris diangkat dan
disumpah oleh pemerintah. Notaris tidak menerima gaji, tetapi menerima honorarium sebagai
penghargaan atas jasa yang telah diberikan kepada masyarakat.16 Notaris adalah pejabat umum
sebagaimana dimaksud Pasal 1868 KUHPerdata.

Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40, Pasal 1869 BW
menentukan batasan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan dapat terjadi jika memenuhi ketentuan karena: a) tidak berwenangnya pejabat
umum yang bersangkutan; b) tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan; c) cacat
dalam bentuknya. Akta yang dibuat di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang
sah jika pembuat akta tersebut mengakui isi akta serta tanda tangan yang ada pada akta
tersebut. Penurunan status kekuatan alat bukti akta Notaris ini, dapat terjadi apabila dalam
pembuatannya terjadi pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan berdasarkan hukum yang
berlaku yaitu Notaris telah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan UUJN.
Contohnya Notaris membuat akta-akta yang tidak sesuai dengan fakta, akta tersebut tidak
dibacakan oleh Notaris kepada para penghadap dan saksi-saksi, atau akta tidak ditandatangani
pada tanggal yang sama oleh para penghadap. Apabila hal tersebut dilakukan oleh Notaris,
maka ada syarat formal dalam pembuatan akta yang tidak terpenuhi, sehingga akta yang
dibuat oleh Notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan,
bila timbul kerugian bagi para pihak, Notaris dapat digugat melakukan perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana diatur di dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Ketidakjelasan rumusan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN


menimbulkan dua penafsiran yang berbeda. Pertama , bahwa akta yang dibuat oleh Notaris
berkaitan dengan pertanahan adalah sama dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Kedua ,
bahwa akta yang dibuat oleh Notaris berkaitan dengan pertanahan yang terdapat dalam
ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN tidak sama dengan akta yang dibuat oleh PPAT.21
Terkait dengan penafsiran pertama yang mengatakan bahwa akta yang berkaitan dengan
pertanahan adalah sama dengan akta PPAT, maka secara yuridis formal Notaris berwenang
untuk membuat akta yang sebelumnya sudah menjadi kewenangan PPAT.22  Akan tetapi
dalam kenyataannya, Notaris tidak diperkenankan membuat akta pertanahan dalam
kapasitasnya kalau belum diangkat menjadi PPAT. Dalam hal ini BPN/Kantor Pertanahan
tidak akan menerima akta pertanahan dari Notaris yang belum diangkat sebagai PPAT. Hal
ini disebabkan adanya ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997) yang menyebutkan bahwa peralihan hak atas tanah
melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan dan perbuatan
hukum pemindahan hak lainnya hanya dapat didaftarkan ke Kantor Pertanahan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Dengan demikian, apabila Notaris membuat
akta jual beli, akta tukar menukar atau akta hibah yang berkaitan dengan tanah, maka
berdasarkan Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997, kegiatan peralihan hak atas tanah tersebut tidak
dapat didaftarkan di Kantor Pertanahan, karena kegiatan peralihan hak atas tanah tersebut
hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.

Anda mungkin juga menyukai