Anda di halaman 1dari 3

EPIDEMIOLOGI

Beberapa penelitian telah melaporkan prevalensi terjadinya Angular Cheilitis. Hal tersebut dilakukan agar
mendapatkan pendataan untuk mengetahui frekuensi penyakit pada suatu populasi sebagai langkah awal dalam
upaya perencanaan, pencegahan, dan perawatan suatu penyakit (Sriwahyuni, 2017). Pada penelitian yang dilakukan
oleh Federico er al. disebutkan bahwa prevalensi terjadinya Angular Cheilitis paling sering ditemukan pada anak-
anak dan orang dewasa dengan usia 30-60 tahun (Federico et al, 2021). Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian
dari Parlak et al. yang menyebutkan mengenai prevalensi terjadinya lesi oral ini paling sering terjadi pada anak usia
13-16 tahun di Turki (Parlak et al, 2006). Kemudian pada tahun yang sama, Lubis melakukan penelitian dan
menemukan bahwa pada enam panti asuhan yang ia teliti di kota Medan, 94 dari 200 anak dengan umur 6-12 tahun
menderita Angular Cheilitis (Lubis, 2006). Kemudian 9 tahun setelahnya, Sriwahyuni melakukan penelitian di RSGM
Universitas Jember pada bulan Oktober – Desember tahun 2015 dan mendapatkan hasil bahwa prevalensi
terjadinya Angular Cheilits pada kelompok usia anak-anak 5-11 tahun sebanyak 89,2% (Sriwahyuni, 2017). Namun
Angular Cheilitis tidak hanya terjadi pada kelompok usia anak dibawah 15 tahun saja, kelompok usia diatas 60 tahun
juga merupakan prevalensi terbanyak setelahnya, seperti yang dari hasil penelitian oleh Hery et al. di Slovenia yang
mengatakan bahwa prevalensi Angular Cheilitis ditemukan juga banyak pada kelompok usia 75 tahun (Hery et al,
2013). Keadaan tersebut banyak terjadi pada kelompok usia diatas 60 tahun karena terkait dengan gigi tiruan,
dimana pemakai gigi tiruan memiliki kemungkinan 3 kali lipat terjadinya Angular Cheilitis dibandingkan dengan yang
tidak memakai gigi tiruan, dan karena pemakai gigi tiruan kebanyakan digunakan oleh kelompok usia lanjut, maka
prevalensi Angular Cheilitis pada kelompok usia tersebut juga meningkat (Federico et al, 2021).
Selanjutnya distribusi penderita Angular Cheilitis juga 62,5% dialami oleh pria menurut penelitian yang dilakukan di
RSGM Universitas Jember pada bulan Oktober – Desember tahun 2015 (Sriwahyuni, 2017). Hal ini diperkuat juga
oleh hasil penelitian yang didapatkan oleh Federico et al. bahwa Angular Cheilitis terjadi 2 kali lipat lebih sering pada
pria karena faktor dari pengguna gigi tiruan yang lebih banyak digunakan oleh pria daripada wanita (Federico et al,
2021). Selain dari usia dan jenis kelamin, distribusi terjadinya Angular Cheilitis juga banyak ditemukan terjadi pada
penderita dengan defisiensi imun, dan penderita kurang gizi (Federico et al, 2021). Hal tersebut juga diperkuat
dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Sriwahyuni et al pada tahun 2015 bahwa penderita Angular Cheilitis
terjadi pada pasien dengan status gizi kurang sebanyak 52% (Sriwahyuni et al, 2017). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa resiko seseorang terkena Angular Cheilits terjadi peningkatan pada kelompok usia anak-anak (dibawah 15
tahun) dan diatas 60 tahun, pemakai gigi tiruan, jenis kelamin laki-laki, dan penderita kurang gizi.

DIAGNOSIS BANDING
Angular cheilitis dapat didiagnosa banding dengan herpes labialis

ANGULAR CHEILITIS HERPES LABIALIS


Diawali dengan dry patch pada sudut bibir yang Diawali dengan rasa gatal yang kemudian menjadi sakit
kemudian menjadi fissure dan pecah-pecah sekali dalam kurun waktu 12-24 jam, keluar vesikel
Sensasi kering, sakit, dan terbakar Sensasi sakit perih
Terjadi secara unilateral / bilateral Hampir selalu unilateral dan akan rekuren pada tempat
yang sama
Erosi, Fissure, Pecah-pecah dapat terjadi ulserasi Vesikel berisi cairan kemudian menjadi krusta
Bukan karena virus Karena virus HSV

TATALAKSANA/ PERAWATAN
1. FARMAKOLOGIS
 Diberi obat seperti Kenalog (Triamcinolone Acetonid 0,1%) atau Borax Glicerin 0,2% untuk
mengurangi rasa nyeri dan sebagai covering agent agar tidak terkontaminasi saat makan/
berbicara dengan pemakaian 3 kali sehari yaitu saat pagi setelah sarapan dan sikat gigi, lalu
ditunggu lebih kurang 30 menit sebelum dioleskan.
 Kalau terjadi akibat dari jamur seperti candida akibat dari pemakaian gigi tiruan atau lainya, bisa
diberi anti-jamur topikal seperti Nystatin atau Miconazole cream yang dipakai 3 kali sehari selama
7 hari (Lewis dan Jordan, 2015; Rajendran dan Sivapathasundharam, 2012).
 Diberi Vitamin Becom C untuk membantu mempercepat penyembuhan dengan waktu konsumsi
dipagi hari agar terjadi penyerapan yang maksimal
 Diberi petrolatum/ preparat emolien padat/ lip balm untuk membantu melindungi kulit yang teriritasi
(Glick, 2015).
RESEP
R/ Triamcinolone Acetonid 0,1% Tube No. I
S. 3. d d I loc. doll.
R/ Borax Glicerin 0,2% fl No. I
S. 3. d d I loc. doll.
R/ Nystatin susp tube No I
S. 3ml d d II loc. doll
R/ Miconazole cream tube No. I
S. 3. d d I loc. doll
R/ Vitamin Becom C Capl No X
S. 1. d d I p.c.

2. NON-FARMAKOLOGIS
 Pasien diberitahu mengenai diagnosis penyakitnya
 Pasien dijelaskan mengenai pemicu dan langkah-langkah untuk mencegah hal tersebut kembali.
Pasien yang memiliki penyakit hematologi seperti anemia, perbaikan nutrisi sangat dibutuhkan
dalam proses penyembuhan inflamasi. Dalam satu studi dikatakan bahwa terapi pengganti besi
pada pasien yang menderita anemia defisiensi besi penting karena terdapat korelasi yang
signifikan antara penyakit tersebut dengan angular cheilitis (Siegel et al, 2009). Selain itu,
pemakaian gigi tiruan bagi mereka yang telah kehilangan gigi telah ditemukan efektif dalam
mencegah terjadinya angular cheilitis dan kebersihan gigi tiruan harus dipertahankan. Sebagai
aturan umum, semua pasien harus menjaga kebersihan mulut dengan baik untuk mencegah
kekambuhan. Sebuah laporan menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan dari penyakit ini adalah
80%, dengan demikian, pasien perlu dirawat secara efektif dan diberi edukasi dan instruksi tentang
langkah-langkah dalam mencegah rekurensi (Devani dan Barankin, 2007). Bila terdapat faktor
predisposisi denture atau gigi palsu, maka diperlukan perawatan atau pembuatan denture atau gigi
tiruan yang baru.

 Pasien diedukasikan mengenai penggunaan obat farmakologisnya


 Pasien diinstruksikan untuk memakai pelembab bibir untuk melindungi kulit yang teriritasi, Aloe
vera juga dapat digunakan karena kandungannya memiliki efek antiradang, antibakteri, serta
analgetik (Heinrich et al, 2009).
 Pasien diinstruksikan untuk minum vitamin terutama untuk pasien yang defisiensi nutrisi
 Pasien diedukasikan mengenai cara-cara menjaga dan meningkatkan OH (Dengan sikat gigi
minimal 2 kali sehari saat setelah sarapan dan waktu malam) untuk mencegah terjadinya rekurensi
 Pasien diinstruksikan untuk diet seimbang, dengan memperbanyak minum air putih, makan sayur
dan buah agar gizi tetap seimbang. Jika terdapat kekurangan vitamin dan zat besi, maka bisa
didapatkan dari produk makanan olahan yang mengandung susu, cereal atau biji bijian, kemudian
sayuran yang berdaun dan sebagainya.
 Pasien diinstruksikan untuk menghentikan kebiasan buruk seperti merokok, menjilat bibir (karena
mengakibatkan Candida dan bakteri berkumpul pada sudut tersebut dan akhirnya dapat
menginfeksi jaringan mukosa ketika sistem imun tubuh menurun. Hasil dari infeksi tersebut secara
klinis, mukosa sudut mulut menjadi merah, lunak dan berulserasi, setelah itu menjadi fisura
eritematosa yang dalam dan melebar dari sudut mulut ke kulit sekitar bibir, selanjutnya
menimbulkan ulkus dan keropeng dan membentuk nodula-nodula, dan lainnya
 Pasien diinstruksikan untuk konsultasi ke dokter terkait apabila Angular Cheilitis disebabkan oleh
penyakit sistemik
 Paisen diminta untuk kontrol setelah 1 minggu

DAFPUS

Parlak AH, Koybasi S, Yavuz T, et al. Prevalence of oral lessions in 13-16-years old students in
Duzce, Turkey. Oral Disease 2006; 554-555.

Lubis S. Hubungan status gizi dengan terjadinya keilitis angularis pada anak umur 6-12 tahun di
enam panti asuhan di kota madya Medan. Dentika Dent J. 2006: 180-1.

Hery C, Mintjelungan CN, Joenda S. Hubungan status gizi dengan kejadian angular cheilitis pada
anak-anak di lokasi pembuangan akhir sumompo Manado. J eG. 2013: 32-7.

Anda mungkin juga menyukai