Anda di halaman 1dari 13

Nama: Sri Umningsih

NPM: 17710246
Dr.dr. Sugiharto., M.Kes(MARS)

Tugas
1. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan )
A. Pengertian BPJS
Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota
anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh
mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan
hilangnya atau turunya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan
medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya
peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak.Secara singkat
jaminan sosial diartikan sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh
rakyat agar dapat mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.
Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5 jenis program jaminan
sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam 2 program penyelengaraan, yaitu :
1. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan programnya adalah
Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.
2. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan programnya
adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan
Kematian yang direncanakan dapat dimulai mulai 1 Juli 2015. Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4
(empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT
ASABRI, dan PT ASKES. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti
asuransi, nantinya semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini.
Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk
mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu. Peserta
kelompok BPJS di bagi 2 kelompok yaitu:
a. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan, yaitu PBI
adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana
diamanatkan Undang-undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan
oleh pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah
b. Bukan PBI jaminan kesehatan.
Visi dan Misi BPJS
Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan misi, visi dan
misi dari program BPJS Kesehatan adalah:
1. Visi BPJS Kesehatan :
Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan
nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuh kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan
yang handal, unggul dan terpercaya.
2. Misi BPJS Kesehatan :
a. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi
masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
b. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif,
efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas
kesehatan.
c. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan
secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan
program.
d. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata kelola
organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja
unggul.
e. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi, kajian,
manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS Kesehatan.
f. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
mendukung operasionalisasi BPJS KesehatanPeran Pemerintah dalam Pelaksanaan
Kesehatan
Pemerintah berperan aktif dalam pelaksanaan kesehatan masyarakat tertulis dalam
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berbunyi
“Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau
oleh masyarakat”. Selanjutnya dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
beserta penjelasannya, bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara serasi
dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat. Agar penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut berhasil guna dan berdaya guna, maka pemerintah perlu:
1. Mengatur upaya penyelenggaraan serta sumber daya kesehatan.
2. Membina penyelenggaraan serta sumber daya kesehatan.
3. Mengawasi penyelenggaraan serta sumber daya kesehatan.
4. Menggunakan peran serta masyarakat dalam upaya penyelenggaraan serta sumber daya
kesehatan.
Dalam penyelenggaraan kesehatan di masyarakat, diperlukan upaya peningkatan
pembangunan di bidang kesehatan. Dalam hal ini pemerintah mempunyai fungsi dan
tanggung jawab agar tujuan pemerintah di bidang kesehatan dapat mencapai hasil yang
optimal melalui penempatan tenaga, sarana, dan prasarana baik dalam hitungan jumlah
(kuantitas) maupun mutu (kualitas). Dalam melaksanakan undang-undang tersebut
pemerintah membutuhkan satu kebebasan untuk melayani kepentingan masyarakat.
Untuk dapat bekerja dengan baik maka pemerintah harus dapat bertindak dengan cepat
dan dengan inisiatif sendiri, oleh karena itu pemerintah diberikan kewenangan dengan
istilah freies ermessen. Dengan adanya freies ermessen negara memiliki kewenangan
yang luas untuk melakukan tindakan hukum untuk melayani kepentingan masyarakat
dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Peran pemerintah daerah dalam
program SJSN sangat diperlukan guna berjalannya program tersebut dengan baik, peran
pemerintah tersebut antara lain:
1. Pengawasan program SJSN, agar sesuai dengan ketentuan.
2. Menyediakan anggaran tambahan untuk iuran, baik untuk penerima
bantuan iuran ataupun masyarakat yang lain.
3. Penentu peserta penerima bantuan iuran
4. Penyediaan/pengadaan dan pengelolaan sarana penunjang.
5. Mengusulkan pemanfaatan/investasi dana SJSN di daerah terkait.
6. Sarana/usul kebijakan penyelenggara SJSN.5
Selain 6 (enam) peran diatas, pemerintah daerah juga memiliki peran penting
untuk mendukung program BPJS, yakni:
1. Mendukung proses kepersertaan dalam rangka menuju cakupan semesta 2019 melalui
integrasi Jamkesda melalui (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) APBD dengan
mengikuti skema JKN.
2. Mendorong kepesertaan pekerja penerima upah yang ada di wilayahnya (PNS, Pemda,
Pekerja BUMD dan Swasta) dan mendorong kepersertaan pekerja bukan penerima upah
(kelompok masyarakat/individu).
3. Mendorong penyiapan fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta serta
mendukung ketersedianya tenaga kesehatan terutama dokter umum di puskesmas dan
spesialis di rumah sakit.
4. Mengefektifkan pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi di fasilitas kesehatan
tingkat pertama milik pemda.Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat
wajib (mandatory) bagi seluruh rakyat indonesia, maupun untuk warga negara asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang pengaturannya berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Cara pendaftaran JKN
Untuk memudahkan masyarakat sebagai peserta BPJS, BPJS memberikan pelayanan
dalam melakukan pendaftaran. Dalam pendaftaran JKN dapat dilakukan dengan 2 (dua)
cara, yaitu pendaftaran secara manual yang dapat dilakukan secara langsung ke kantor
BPJS terdekat atau dapat juga melalui pendaftaran yang dilakukan secara online yaitu
dengan mengakses melalui situs http://bpjskesehatan.go.id/.
A. Pendaftaran secara On-Line
Untuk pendaftaran secara on-line terdapat beberapa hal yang perlu dipersiapkan. Hal-hal
yg harus dipersiapkan sebelum Pendaftaran Peserta BPJS-Kesehatan secara Online, yaitu:
1. Kartu Tanda Penduduk
2. Kartu Keluarga
3. Kartu NPWP
4. Alamat E-mail dan nomor telpon yang bisa dihubungi
Calon Peserta mengisi isian secara lengkap (Nama, Tanggal lahir, Alamat, Email dll).
Besaran Iuran adalah sesuai dengan Kelas Perawatan yang di pilih:
-KELAS III = Rp. 25.500/Bulan
-KELAS II = Rp. 42.500/Bulan
-KELAS I = Rp. 59.500/Bulan
Setelah menyimpan Data, Sistem akan mengirimkan email pemberitahuan nomor
registrasi ke alamat email sesuai dengan yang diisikan oleh calon peserta agar eID dapat
digunakan/aktif, calon peserta agar melakukan pembayaran di bank. Pembayaran Iuran
harus dilakukan tidak melewati 24 jam sejak pendaftaran. Setelah Calon Peserta
melakukan pembayaran di bank, maka peserta dapat mencetak e-ID dengan link yang
terdapat pada email pemberitahuan.
B. Pendaftaran secara manual
Sedangkan untuk pendaftaran secara langsung di kantor BPJS yang perlu dipersiapkan,
yaitu:
1. Calon peserta mengisi Daftar Isian Peserta (DIP), membawa Kartu Keluarga/Kartu
Tanda Penduduk (KTP)/Paspor pas foto bewarna 3x4 sebanyak 1 lembar. Untuk anggota
keluarga menunjukan Kartu Keluarga /Surat Nikah/Akte Kelahiran.
2. Data diperoses oleh petugas BPJS Kesehatan untuk diterbitkan nomor Virtual Account
(VA) perorangan dan diserahkan ke calon peserta.
3. Calon peserta membayar uang iuran Anjungan Tunai Mandiri (ATM)/Setor Tunai
sesuai dengan nomor VA perorangan ke bank yang telah bekerja sama.
4. Membawa bukti pembayaran untuk dicetakkan Kartu Peserta.
5. Peserta menerima kartu peserta sebagai identitas dalam mengakses pelayanan.
Metode pembayaran JKN
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 metode pembayaran atau iuran dari
program ini dibagi menjadi 3 jenis:
1. Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah daerah
dibayar oleh Pemerintah Daerah (orang miskin dan tidak mampu).
2. Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PNS, Anggota
TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai negeri dan pegawai
swasta) dibayar oleh Pemberi Kerja yang dipotong langsung dari gaji bulanan yang
diterimanya. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
Peserta, dengan kriteria:
1) tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
2) dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima)
tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
3. Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri)
dan Peserta Bukan Pekerja (investor, perusahaan, penerima pensiun, veteran, perintis
kemerdekaan, janda, duda, anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan)
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
Prinsip sistem JKN Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip Kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN,
prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang
mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta
yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat
wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip
gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Prinsip Nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah
nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah
untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari
masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan
sebesar besarnya untuk kepentingan peserta.
3. Prinsip Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi, dan Efektivitas.
Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal
dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip Portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilaya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga
pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
6. Prinsip Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan
penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi:
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik
mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:
a. Rawat jalan, meliputi:
1) Administrasi pelayanan
2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub
spesialis
3) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
5) Pelayanan alat kesehatan implant
6) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis
7) Rehabilitasi medis
8) Pelayanan darah
9) Pelayanan kedokteran forensik
10) Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
b. Rawat Inap yang meliputi:
1) Perawatan inap non intensif
2) Perawatan inap di ruang intensif
3) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.8
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada
manfaat yang tidak dijamin meliputi9:
a) Tidak sesuai prosedur;
b) Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS;
c) Pelayanan bertujuan kosmetik;
d) General checkup, pengobatan alternatif;
e) Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi;
f) Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan
g) Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri
sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba

2. Patient safety
Definisi Keselamatan Pasien (patient safety)
Keselamatan pasien menurut Vincent (2008), penghindaran, pencegahan dan
perbaikan dari hasil tindakan yang buruk yang berasal dari proses perawatan kesehatan.
Menurut World Health Organization (WHO), keselamatan pasien adalah tidak adanya
bahaya yang mengancam kepada pasien selama proses pelayanan kesehatan. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017, keselamatan pasien adalah suatu
sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Keselamatan pasien dapat diartikan sebagai upaya untuk melindungi pasien dari
sesuatu yang tidak diinginkan selama proses perawatan Insiden keselamatan pasien atau
yang dikenal dengan istilah insiden menurut definisi WHO adalah suatu kejadian atau
keadaan yang dapat mengakibatkan, atau mengakibatkan kerugian yang tidak perlu pada
pasien. Berdasarkan PMK Nomor 11/2017 tentag Keselamatan Pasien, Insiden
merupakan setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
Threats to Australian Patient Safety (TAPS) membagi menjadi dua jenis insiden
keselamatan pasien, yaitu: insiden yang terkait dengan proses perawatan dan isiden
terkait dengan pengetahuan atau keterampilan12. Menurut PMK Nomor 11/2017, insiden
keselamatan pasien yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan terbagi menjadi empat
jenis yaitu Kondisi Potensi Cedera (KPC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian
Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).Adapun penjelasan dari
masing-masing jenis insiden tersebut yaitu:
1. Kondisi Potensi Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. (Contoh: kerusakan alat ventilator, DC
shock, tensi meter)
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/Near miss adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien. (contoh: salah identitas pasien namun diketahui sebelum
tindakan)
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cedera. Hal ini dapat terjadi karena “keberuntungan” (misal: pasien terima
suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau “peringanan” (suatu obat
dengan reaksi alergi
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya)
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse event adalah insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien. Kejadian sentinel/Sentinel event merupakan suatu KTD yang
mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan
membutuhkan intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis,
yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien. Seperti melakukan
operasi pada bagian tubuh yang salah (misal: amputasi pada kaki yang salah).
Penyelenggaraan Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di
Indonesia Di era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), dalam menegakkan keberhasilan
kendali mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan ialah dengan pencapaian
pelayanan yang bermutu tinggi serta mengedepankan keselamatan pasien. Menerapkan
kebijakan dan praktik keselamatan pasien merupakan tantangan dalam bidang pelayanan
kesehatan. Dimana, fasilitas kesehatan harus dapat menjamin keamanan dan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada setiap pasien. Untuk menjamin hal tersebut,
setiap fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan primer
lainnya harus menyelenggarakan Keselamatan Pasien. Peraturan yang berlaku di
Indonesia mewajibkan setiap fasilitas kesehatan menerapkan standar keselamatan
pasien.Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan, KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2005
telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) yang sekarang
telah berubah menjadi KNKP-RS (Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit)
yang langsung berada di bawah Menteri Kesehatan RI. KNKP-RS memiliki fungsi yaitu
(1). Penyusunan standar dan pedoman Keselamatan Pasien;
(2) penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien;
(3) pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan penyusunan
rekomendasi
Keselamatan Pasien; dan (4) monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Keselamatan
Pasien.
Masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di fasilitas
pelayanan kesehatan di Indonesia. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan
keselamatan pasien. Penyelenggaraan keselamatan pasien dilakukan melalui
pembentukan sistem pelayanan kesehatan yang menerapkan, antara lain: Standar
keselamatan pasien, Sasaran keselamatan pasien nasonal dan Tujuh langkah menuju
Keselamatan Pasien
Standar Keselamatan Pasien
Dalam penyelenggaran keselamatan pasien maka diperlukan standar keselamatan pasien
sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien wajib
diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan. Standar keselamatan pasien meliputi tujuh
standar yaitu:
1. Hak pasien, pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapat informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkunan KTD
2. Pendidikan bagi pasien dan keluarga, rumah sakit harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
3. Keselamatan pasien dalam kesinambambungan pelayanan, rumah sakit menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan
keselamatan pasien, rumah sakit harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalsis
secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Sasaran Keselamatan Pasien
Fasilitas pelayanan kesehatan selain diwajibkan melaksanakan standar keselamatan
pasien, juga melakukan perbaikan-perbaikan tertentu dalam keselamatan pasien.
Penyusunan Sasaran Keselamatan Pasien ini mengacu pada Nine Life safing Patient
Safety Solution dari WHO (2007) dan Joint Commission International (JCI) “Internatonal
Patient Safety Goals (IPSGs)”. Di Indonesia secara nasional untuk seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional (SKPN), yang
terdiri dari:
1. SKP. 1: mengidentifikasi pasien dengan benar
2. SKP. 2: meningkatkan komunikasi yang efektif
3. SKP. 3: meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
4. SKP. 4: memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar
5. SKP. 5: mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6. SKP. 6: mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Fasilitas kesehatan dengan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien dapat
meningkatkan dan memperbaiki keselamatan pasien. Melalui perencanaan kegiatan dan
pengukuran kinerja, sehingga dapat menilai kemajuan yang telah dicapai dalam
pemberian asuhan pelayanan menjadi lebih aman. Pelaksanaan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien dapat memastikan pelayanan yang diberikan menjadi lebih aman, dan
jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari:
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil
2. Memimpin dan mendukung staf. Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas
tentang keselamatan pasien
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses
pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial bermasalah.
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKPRSsekarang berubah
menjadi KNKP.
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara komunikasi
yang terbuka dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian terjadi
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien. Gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/maslah untuk melakukan perubahan sistem
pelayanan.

3. Kajian analisis MDGs dan SDGs


1. Millenium Development Goals (MDGs) Pada September 2000, para pemimpin
dunia bertemu di New York mengumumkan ”Deklarasi Millenium” sebagai tekad untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan dan pengentasan kemiskinan, kemudian
dirumuskan 8 tujuan pembanguna Millenium (Milennium Development Goals).hanya ada
8 tujuan umum, seperti kemiskinan, kesehatan, atau perbaikan posisi perempuan. Namun,
dalam setiap tujuan terkandung target-target yang spesifik dan terukur. Terkait perbaikan
posisi perempuan, misalnya ditargetkan kesetaraan jumlah anak perempuan dan laki-laki
yang bersekolah. Begitu pula berapa banyak perempuan yang bekerja atau yang duduk
dalam parlemen. Delapan tujuan umum tersebut, mencakup kemiskinan, pendidikan,
kesetaraan gender, angka kematian.bayi, kesehatan ibu, beberapa penyakit menular,
lingkungan serta permasalahan global terkait perdagangan, bantuan dan utang.
MDGs hanya mematok target pengurangan kemiskinan menjadi separuh.
Sementara untuk HIV/AIDS, tujuannya adalah meredam persebaran epidemik.
Sedangkan untuk pendidikan, targetnya lebih ambisius yaitu memastikan bahwa 100%
anak memperoleh pendidikan dasar 9 tahun. Sebagian besar ditargetkan pada 2015,
dengan patokan tahun 1990. Sebagai contoh, di Indonesia, proposi penduduk yang hidup
di bawah garis kemiskinan pada 1990 berjumlah sekitar 15,1%. Pada 2015, harus
mengurangi angka tersebut menjadi separuh, yaitu 7,5%.
MDGs bukan sekedar soal ukuran dan angka-angka, namun lebih untuk
mendorong tindakan nyata. Mencegah terjadinya kematian ibu lebih penting daripada
sekedar menghitung berapa banyak perempuan meninggal sewaktu melahirkan. Yang
penting tidak hanya menghitung berapa banyak anak Indonesia yang kekurangan gizi,
namun juga memastikan bahwa semua anak memperoleh asupan yang cukup. Salah satu
manfaat dari MDGs adalah berbagai persoalan yang diusung menjadi perhatian berbagai
pihak termasuk masyarakat secara luas. Namun, laporan tentang kemajuan MDGs di
tingkat kabupaten juga sangat diperlukan. MDGs sebagai titik awal, yaitu cara untuk
memperkenalkan berbagai masalah tersebut secara umum, sehingga masyarakat di
seluruh negeri yang luas ini dapat mulai berpikir tentang penyelesaiannya. Sebuah
laporan nasional juga bisa dimasukkan ke dalam sistem internasional yang mencatat
pencapaianpencapaian MDGs di seluruh dunia.
2. Sustainable Development Goals (SDGs) Sidang umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) pada 25 September 2015 lalu di New York, Amerika Serikat, secara resmi
telah mengesahkan agenda pembangunan berkelanjutan atau SDGs sebagai kesepakatan
pembangunan global. Sekurangnya 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden
Jusuf Kalla, turut mengesahkan agenda pembangunan berkelanjutan 2030 untuk
Indonesia. Mulai tahun 2016, tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) 2015-2030
secara resmi menggantikan tujuan pembangunan Millennium (MDGs) 2000-2015.
SDGs berisi seperangkat tujuan transformatif yang disepakati dan berlaku bagi
seluruh bangsa tanpa terkecuali. SDGs dapat dipahami dalam berbagai dimensi yang
berbeda yaitu dari segi kronologi dan prosesnya, tujuan dan target yang di dalamnya
meliputi skala perubahan yang diimpikannya, proses perundingannya, serta perbedaan
dibandingkan Millenium Development Goals (MDGs). Sustainable Development Goals
(tujuan pembangunan berkelanjutan) adalah sebuah
kesepakatan pembangunan baru pengganti MDGs. Masa berlakunya 2015-2030
yang disepakati oleh lebih dari 190 negara, berisi 17 goals dengan tujuan umum mengatur
tata cara dan prosedur yaitu masyarakat yang damai tanpa kekerasan, nondiskriminasi,
partisipasi, tata pemerintahan yang terbuka serta kerja sama kemitraan multi-pihak,
tujuan dengan 169 sasaran diharapkan dapat menjawab ketertinggalan pembangunan
negara-negara di seluruh dunia, baik di negara maju (konsumsi dan produksi yang
berlebihan, serta ketimpangan) dan negara-negara berkembang (kemiskinan, kesehatan,
pendidikan, perlindungan ekosistem laut dan hutan, perkotaan, sanitasi dan ketersediaan
air minum).
Proses perumusan SDGs berbeda sekali dengan MDGs. SDGs disusun melalui
proses yang partisipatif, salah satunya melalui survei Myworld.17 Salah satu perubahan
mendasar yang dibawa oleh SDGs adalah prinsip “tidak ada seorang pun yang
ditinggalkan”. SDGs juga mengandung prinsip yang menekankan kesetaraan antar-negara
dan antar-warga negara. SDGs berlaku untuk semua negara-negara anggota PBB, baik
negara maju, miskin, dan negara berkembang.
Keberhasilan SDGs tidak dapat dilepaskan dari peran penting pemerintah daerah.
Karena pemerintah kota dan kabupaten berada lebih dekat dengan warganya, memiliki
wewenang dan dana, dapat melakukan berbagai inovasi, serta ujung tombak penyedia
layanan publik dan berbagai kebijakan serta program pemerintah. Dari pengalaman era
MDGs (2000-2015), Indonesia ternyata belum berhasil menurunkan angka kematian ibu,
akses kepada sanitasi dan air minum, dan penurunan prevalansi AIDS dan HIV. Hal
tersebut dikarenakan pemerintah daerah tidak aktif terlibat di dalam pelaksanaan MDGs.
Juga karena pemerintah daerah kurang didukung. Salah satu upaya untuk mendorong
keberhasilan SDGs di daerah adalah melalui penyediaan informasi yang cukup bagi
pemerintah daerah.
3. Sustainable Development Goals (SDGs) dan Pemerintah Daerah18 Proses
perumusan SDGs tidak lepas dari aspirasi dan inspirasi dari pemerintah daerah. Melalui
asosiasi kota dan pemerintah daerah di tingkat global, pemerintah daerah telah sangat
aktif ikut andil dalam perumusan dan pengesahan SDGs. Selama periode penyusunan
dokumen SDGs (2014-2015), pemerintah daerah dan kota telah memainkan peranan
sangat aktif. Salah satunya, membentuk gugus tugas untuk SDGs dan Habitat III [Global
Taskforce of Local and Regional Governments for Post-2015 Agenda towards Habitat III
(GTF)]. Gugus tugas ini secara aktif melakukan advokasi selama masa penyusunan
dokumen SDGs. Salah satu keberhasilan pemerintah daerah adalah lahirnya tujuan
Nomor 11 tentang perkotaan dan hunian warga yang inklusif, aman, tangguh terhadap
bencana dan berkelanjutan. Gugus tugas pemerintah daerah (GTF) dalam proses SDGs
juga telah mengajukan berbagai usulan substansial yang penting, yang akhirnya masuk
menjadi tujuan dan sasaran dalam dokumen SDGs, di antaranya:
a. Goal 3
Kesehatan untuk semua lapisan usia dengan usulan indikator tingkat kematian
penduduk akibat penyakit dan kecelakaan per 100 ribu penduduk, tingkat polusi.
b. Goal 5
Kesetaraan gender dengan indikator keterwakilan politik perempuan yaitu proporsi
kursi perempuan dalam Dewan Perwakilan Rakyat nasional dan daerah, serta
proporsi perempuan dalam posisi manajer di pemerintah nasional dan daerah.
c. Goal 6
Ketersediaan air dan sanitasi dengan indikator proporsi rumah tangga dengan akses
air minum (bukan air bersih), pengolahan limbah rumah tangga yang diolah sesuai
dengan standar nasional.
d. Goal 9
Pembangunan infrastruktur dengan beberapa usulan indikator diantaranya proporsi
penduduk yang berlangganan internet/broadband diantara 100 ribu penduduk
(artinya, akses yang lebih luas dan terjangkau bagi semua penduduk terhadap
internet).
e. Goal 10
Penurunan ketimpangan dalam negara dan antar-negara dengan menerapkan
indikator Rasio Palma, yaitu perbedaan antara lapisan pendapatan tertinggi 10 persen
dan lapisan pendapatan termiskin 10 persen (bukan hanya Rasio Gini, yang terbukti
kurang sensitif dalam memetakan ketimpangan pendapatan antara kelompok
pendatapan teratas dan terbawah).
f. Goal 16
Masyarakat inklusif, yaitu pemerintah daerah mengajukan usulan agar pemerintah di
semua tingkatan termasuk pemerintah daerah membuka seluruh informasi mengenai
anggaran pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai