Disusun Oleh :
Iis Istiqomah Nur Pajrin
CKR0180019
Keperawatan Reguler A
Semester 6
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas UTS yang berjudul “Prorgressive Music
Relaxation” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari pengkajian ini adalah untuk memenuhi tugas, pada
mata kuliah Keperawatan Trauma. Selain itu, pengkajian ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapa Ns. Moch. Didik Nugraha S.kep , selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Trauma yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, pengkajian yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan pengkajian
ini.
KATA PENGANTAR.....................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Manfaat.................................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (Pmr) Terhadap Tingkat Stres Pada Ibu-Ibu Pkk
Usia Dewasa Tengah Di Dusun Ngegot, Selokaton, Gondangrejo, Karanganyar………….
B. Efektivitas Teknik Progesive Muscle Relaxtation, Dengan Progesive Muscle Relaxtation
Dan Dzikir Anfas TerhadapKecemasan……………………………………………………
C. Efektivitas Progressive Muscle Relaxation Untuk Menurunkan Kecemasan Orang
Dengan Penderita Penyakit Kronis…………………………………………………………
BAB III STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (Pmr) Terhadap Tingkat Stres Pada Ibu-Ibu Pkk
Usia Dewasa Tengah Di Dusun Ngegot, Selokaton, Gondangrejo, Karanganyar………….
B. Efektivitas Teknik Progesive Muscle Relaxtation, Dengan Progesive Muscle Relaxtation
Dan Dzikir Anfas Terhadap
Kecemasan……………………………………………………
C. Efektivitas Progressive Muscle Relaxation Untuk Menurunkan Kecemasan Orang
Dengan Penderita Penyakit Kronis…………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa dewasa tengah (40-59 th) merupakan masa transisi dari dewasa awal
menuju dewasa akhir (lansia), yang ditandai oleh beberapa perubahan, antara lain
fisiologi/biologis, mental dan kognitif. Perubahan pada masa dewasa tengah ini
merupakan penurunana/pemudaran. Perubahan yang terjadi dapat berdampak negative
berupa munculnya stress dan depresi (Huelock, 2012)
Progestiv Mucle Relaxtation (PMR) merupakan suatu terapi relaksi yang
diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan relaksasi progressive
adalah salah satu cara dari teknik relaksasi yang mengkombinasikan latihan nafas dalam
dan serangkaian seri kontraksi. Fungsi dari terapi ini adalah menurunkan ketegangan otot,
kecemasan nyeri leher dan punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju
metabolic (E Kustanti an Widodo, 20008).
Soewondo (2012), relaksasi otot progresif merupakan suatu keterampilan yang
dapat dipelajari dan digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan
sehingga menimbulkan rasa nyaman tanpa tergantung pada hal/subjek di luar dirinya.
Relaksasi progresif dipandang cukup praktis dan ekonomis karena tidak memerlukan
imajinasi yang rumit, tidak ada efek samping, mudah dilakukan, serta dapat
membuattubuh dan pikiran menjadi tenang, rileks dan lebih mudah untuk tidur (Davis &
McKay, 2001).
Dalam prosfektif islam, dzikir dipandang sebagai sentral dari ketenangan jiwa.
Dzikir yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu menjadikan seseorang mudah dalam
melakukannya, dalam hal ini dinamakan dzikir Anfas, dzikir Anfas dalam dunia tasawuf
merupakan salah satu metode untuk senantiasa mengingat Allah dalam waktu 24 jam.
Sementara nafas yang dihirup dan dikeluarkan dalam waktu satu jam sebanyak 180 kali,
sehingga dalam sehari semalam ada 4320 kali pernafasan. Diantara orang-orang saleh
yang membersihkan pikiran, menyucikan batin, dan menguatkan keterkaitan dengan
Allah, menautkan kecintaan kepada-Nya pada relung qalbu, keterlelapan membawa
seseorang tenggelam bersama Tuhan melalui dzikir. (Adzkar : 06).
B. Manfaat
C. Tujuan
A. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (Pmr) Terhadap Tingkat Stres Pada Ibu-
Ibu Pkk Usia Dewasa Tengah Di Dusun Ngegot, Selokaton, Gondangrejo,
Karanganyar
Masa dewasa tengah (40-59 th) merupakan masa transisi dari dewasa awal
menuju dewasa akhir (lansia), yang ditandai oleh beberapa perubahan, antara lain
fisik/biologis, mental, dan kognitif. Perubahan pada masa dewasa tengah ini
merupakan penurunan/pemunduran. Perubahan yang terjadi dapat berdampak negatif
berupa munculnya stress dan depresi (Hurlock, 2012). Menurut Safari (2011), kasus
stres kerja di dunia pendidikan menunjukkan bahwa 30,27% dari 80.000 guru
mengalami stres kerja berat yang berarti jumlah guru yang mengalami stres kerja ada
24.000 orang. Dalam studi tersebut juga disimpulkan bahwa stres kerja menurunkan
kinerja guru dengan cepat, semakin tinggi stres kerja yang dialami oleh guru maka
kinerja dan produktivitas kerja semakin rendah. Stres merupakan suatu keadaan yang
sudah tidak asing lagi bagi kalangan masyarakat di seluruh dunia. Setiap orang
kemungkinan pernah mengalami stres dalam berbagai bentuk dan tingkatan. Pada
saat seseorang mengalami stres, dapat ditemui gejala seperti sulit tidur, timbul rasa
kuatir yang berlebih, sulit berkonsentrasi dan masih banyak gejala lainnya (Kisker,
1997). Teknik relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi otot dalam yang
tidak memerlukan imajinasi, ketekunan atau sugesti (Setyoadi & Kusharyadi, 2011).
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik mengurangi ketegangan otot
dengan proses yang simpel dan sistematis dalam menegangkan sekelompok otot
kemudian merilaksasikan kembali (Marks, 2011). Selain untuk menurunkan tingkat
stres, relaksasi otot progresif juga bermanfaat untuk mengurangi kelelahan, kram
otot serta nyeri leher dan punggung (Berstein, Borkovec & Steven, 2000).
Kecemasan setiap individu berbeda terlebih lagi kepada individu yang memiliki
penyakit, seper ti pasien yang memiliki riwayat penyakit diabetes, kanker dan jantung
bawaan, bahkan individu yang lagi menempuh perkuliahan. Kecemasan dapat terjadi
pada siapapun baik yang individu normal atau tanpa memiliki riwayat penyakit ataupun
juga individu yang memiliki riwayat penyakit. Kehoe (2014) kecemasan bukan hanya
terjadi pada penyedia layanan, kecemasan juga terjadi pada pasien yang memiliki riwayat
penyakit dengan pengobatan seumur hidup, dengan prevalensi 31% mengalami
kecemasan, seperti pada pasien penderita diabetes, (Gangdharan & Madan, 2018) jantung
(Sulastini, dkk 2019) hipertensi (li et al., 2015), cancer, kanker payudara (Lee,
Bhattacharya, Shon & Verres, 2012: Ricky, dkk 2018), bahkan untuk pasien covid-19
(Liu, et al., 2020)
Riset-riset mengenai intervensi keperawatan terhadap stress dan kecemasan sudah
dilakukan sejak 1890-1990. Snyder dan Egan menemukan relaksasi merupakan salah satu
faktor yang dapat menghilangkan stres. Smeltzer (2013) menjelaskan bahwa teknik
relaksasi merupakan metode utama yang dapat digunakan untuk menghilangkan cemas
dan stress, adapun tujuan dari latihan relaksasi yaitu untuk menghasilkan respon yang
mampu menghambat stres dan jika tujuan ini sesuai dengan harapan maka hipotalamus
menurunkan aktivitas sistem saraf simpatik dan parasimpatis sehingga hal tersebut dapat
menghasilkan perasaan tenang dan santai.
Helen (2015) mengemukakan bahwa Progressive Muscle Relaxation (PMR)
merupakan salah satu teknik relaksasi dengan menggunakan gerakan mengencangkan
otot kemudian melemaskan kembali otot-otot pada bagian tubuh tertentu dan dilakukan
dalam satu waktu, sehingga hal tersebut akan memberikan perasaan relax. Gerakan
mengencangkan otot kemudian melemaskan kembali otot tersebut dapat dilakukan secara
bertahap. Ketika PMR dilakukan, pasien diarahkan melakukan kegiatan tersebut, pasien
akan membedakan perasaan yang dialami saat dilemaskan dan kemudian pasien akan
membandingkan kondisi-kondisi tersebut, sehingga pasien akan merasakan perbedaan
yang sangat signifikan. Teknik relaksasi PMR juga dilaporkan efektif mengurangi
ketegangan otot tubuh, adanya perubahan aktivitas dalam sistem saraf simpatik,
penurunan denyut nadi, tekanan darah dan juga fungsi neuroendokrin pada pasien yang
merasakan kecemasan
Berdasarkan gambaran diatas dapat dilihat bahwa kecemasan memiliki peran
yang dapat mempengaruhi kondisi individu, terutama bagi individu yang memiliki
riwayat penyakit, salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk menurunkan
kecemasan adalah Progressive Muscle Relaxation. Maka dari itu peneliti ingin
mengetahui efektivitas PMR untuk menurunkan kecemasan
D.
BAB III
STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Resti (2014), yang berjudul “teknik
relaksasi otot progresif untuk menurunkan stres pada penderita asma” menjelaskan beberapa
keuntungan yang diperoleh dari latihan relaksasi diantaranya relaksasi membuat seseorang
lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stres. Relaksasi otot
progresif ini diberikan kepada responden didasarkan atas gejala stres yang muncul pada
responden seperti mudah sakit kepala, punggung terasa sakit, bahu dan leher terasa kaku,
kurang bisa fokus dalam bekerja dan sakit perut.
Hal ini seperti yang diuangkapkan oleh Handoko (2008), bahwa stres adalah suatu
kondisi ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir, emosi, dan kondisi seseorang,
hasilnya stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan mengganggu pelaksanaan tugas-
tugasnya.Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara
kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Teknik relaksasi semakin sering dilakukan
terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan
(Utami, 2002). Hal ini selaras dengan beberapa penelitian bahwa relaksasi otot progresif
dapat menurunkan tingkat stres dengan melakukan beberapa kali intervensi (Chen, 2009;
Yildrim, 2006). Relaksasi yang dilakukan secara kontinue dapat menurunkan stres yang
dialami oleh seseorang. (Davis, Eshelman & Mckay, 1995).Relaksasi otot progresif
merupakan teknik manajemen stres cukup sering digunakan untuk mereduksi stres.
Relaksasi otot progresif adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari dan digunakan
untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan dan mengalami rasa nyaman tanpa
tergantung pada hal/subjek diluar dirinya. Relaksasi otot progresif ini digunakan untuk
melawan rasa cemas, stres, atau tegang.
Dengan menegangkan dan melemaskan beberapa kelompok otot dan membedakan
sensasi tegang dan rileks, seseorang bisa menghilangkan kontraksi otot dan mengalami rasa
rileks (Soewondo, 2009).Chaplin (1975) menyebutkan bahwa relaksasi adalah kembalinya
otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi, atau suatu keadaan tegang yang rendah dengan
tanpa adanya emosi yang kuat. Menurut Thantawy (1997) relaksasi adalah teknik mengatasi
kekhawatiran atau kecemasan atau stres melalui pengendoran otot-otot dan syaraf, itu terjadi
atau bersumber pada objek-objek tertentu. Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada
aspek fisik dan mental manusia sementara aspek spirit tetap aktif bekerja. Dalam keadaan
relaksasi seluruh tubuh dalam keadaan homeostatis atau dalam keadaan tenang tapi tidak
tertidur, dan seluruh otot-otot dalam keadaan rileks dengan posisi tubuh yang nyaman.
Beberapa hal yang mendukung karakteristik responden diantaranya adalah bahwa seluruh
responden adalah ibu-ibu kelompok usia dewasa tengah, dimana wanita memilii
kecenderungan mengalami stress lebih besar. hal ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Akif (2007), yang berjudul stres kerja guru di Kecamatan Bantul Yogyakarta
menunjukkan bahwa 65% guru di Kecamatan Bantul mengalami stres kerja yang terdiri dari
45% guru perempuan dan 20% guru laki-laki. Bagi perempuan yang tidak dapat mencapai
keseimbangan keluarga dan pekerjaan akan muncul masalah konflik yang berlangsung terus-
menerus akan berdampak pada kelelahan fisik dan mental (Burke, 1994;Burke & Greenglass,
2001; Kossek & Ozeki,1999).
Perempuan menikah lebih banyak mengalami konflik antara keluarga dan pekerjaan,
dibandingkan dengan perempuan lajang, hal ini dapat menyebabkan stres khususnya bagi
perempuan yang bekerja (Greenhaus & Beutell, 1985). Perempuan menikah yang bekerja
menghadapi lebih banyak persoalan terkait dengan peran yang dihadapi, yaitu sebagai istri,
ibu, pengurus rumah tangga dan seorang pekerja (Ahmad, 1995). Menurut Hawari (2013),
stres dapat berasal dari beban berlebih dan beban berlebih itu dapat berasal dari
lingkungannya yang kemudian disebut sebagai stresor psikososial. Salah satu stressor
psikososial adalah lingkungan hidup, hukum, faktor keluarga dan trauma.
Hasil penelitian pada santri PAPP Khodijah di Yogyakarta dari sebanyak 10 subjek
yang berpartisipasi dalam penelitian ini berusia 16- 18 tahun. Mereka secara acak
dikelompokan menjadi PMR n = 5 dan PMR dan Dzikir Anfaz n=5. Pada kelompok PMR
menunjukkan bahwa terjadi perubahan rata- rata skor tingkat kecemasan yaitu dari 18 pada
saat pretest menjadi 11,60 pada saat post test. (skor rerata pretest 18 dalam kategorisasi
skala kecemasan termasuk dalam kategori kecemasan sedang. Skor rerata post test 11.60
termasuk kategori tingkat kecemasan ringan. Pada kelompok PMR dan Dzikir Anfaz
menunjukkan bahwa terjadi perubahan rerata skor tingkat kecemasan yaitu dari 17.80 pada
saat pretest menjadi 10.80 pada saat post test. (skor rerata pretest 17.80 dalam kategorisasi
skala kecemasan termasuk dalam kategori menunjukkan terjadi penurunan tingkat
kecemasan kelompok PMR dari pretest ke post test. Pada kelompok PMR dan Dzikir Anfas
Nilai rerata pada saat pretest sebesar 17.80 dan mengalami penurunan pada saat post test yaitu
sebesar 10.80. Hal ini menunjukkan terjadi ha ini menjelaskan bahwa baik kelompok PMR
maupun PMR dan Dzikir Anfaz tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Kedua terapi tersebut seimbang dalam menurunkan tingkat kecemasan santri PAPP
Khodijah. Dapat dilihat pada tabel 4 bahwa kedua terapi tersebut menurunkan tingkat
kecemasan sebesar dengan rerata 3.
Hasil analisis data penelitian ini menunjukkan bahwa terapi PMR, PMR&Dzikir
Anfaz memiliki pengaruh menurunkan kecemasan. Data pada kedua kelompok intervensi
sebelum diberikan latihan baik terapi PMR maupun PMR dan Dzikir Anfas menunjukkan
seluruh responden mengalami kecemasan sedang. Setelah santri diberikan latihan baik terapi
PMR maupun PMR dan Dzikir Anfas sebanyak sekali dengan durasi waktu 45 menit
didapatkan data tidak ada responden yang mengalami kecemasan sedang, melainkan turun
menjadi kategori tingkat kecemasan ringan.
Namun perbedaan dari kedua terapi yaitu PMR, PMR dan Dzikir Anfas ditunjukan
dengan Hasil uji Mann Whitney U gain score pada kedua kelompok. Hasil analisis data
menunjukkan tidak adanya perbedaan skor yang signifikan antara kelompok PMR, PMR dan
Dzikir Anfas dengan nilai P=0.548 (P≥0.05). Data yang dihasilkan menunjukkan adanya
penurunan tingkat kecemasan pada saat post test pada kelompok yang sudah diberi
perlakuan. Hal ini disebabkan oleh kesungguhan, semangat dan kooperatif para subjek ketika
mengikuti terapi PMR maupun PMR dan Dzikir Anfas. Adanya penurunan tingkat
kecemasan para subjek juga dipengaruhi oleh isi materi yang diberikan berdasarkan tahapan-
tahapan yang saling berkaitan, sehingga selama proses terapi subjek merasakan langsung
manfaat dari setiap tahap pelaksanaan program terapi tersebut. Hal-hal baik yang dirasakan
subjek dari tiap tiap tahap pelaksanaan terapi membuat subjek memahami manfaat langsung
program dari terapi tersebut.Penelitian ini sejalan dengan berbagai penelitian yang
dilakukan oleh penurunan tingkat kecemasan kelompok PMR dan Dzikir Anfas dari pretest ke
post test.
Berdasarkan hasil uji Mann Whitney U pada gain score perubahan nilai kecemasan
kelompok PMR, PMR dan Dzikir Anfas adalah Z= -623 , P=0.548 (P≥0.05).
Purwaningtyas lisa dwi ari menyebutkan bahwa latihan relaksasi progresif merupakan
salah satu dari tehnik relaksasi yang sudah terbukti berhasil dalam progam terapi terhadap
ketegangan otot yang mampu mengatasi insomnia, keluhan ansietas, kelelahan, kram otot,
pinggang dan nyeri leher, fobia ringa, tekanan darah tinggi dan gagap (Purwaningtyas,
2010).
Selanjutnya Dalam buku Soewondo, yang mengawali mengembangkan metode relaksasi
progresif untuk melawan rasa cemas, stres dan tegang. Hasil penelitiannya membuktikan
bahwa apabila seseorang merasakan ketegangan dapat menimbulkan serat-serat otot kontraksi,
mengecil dan menciut. Ketegangan timbul apabila seseorang cemas dan stres bisa hilang dengan
menghilangkan ketegangan (Soewondo S, 2012).
Penelitian Citra Y. Perwitaningrum, dkk, menyatakan bahwa terapi relaksasi zikir dapat
menurunkan tingkat kecemasan pada penderita dyspepsia (Perwiraningrum Citra, 2016).
Penelitian Wulandari, secara fisiologis, latihan relaksasi akan memberikan efek ansietas yang
menyertakan bagian dari parasimpatetik sistem saraf pusat. Relaksasi akan mengganggu
kenaikan saraf simpatetik, sehingga hormon menyebabkan disregulasi tubuh dapat dikurangi
jumlahnya. Sistem saraf parasimpatetik, yang memiliki fungsi kerja yang berlawanan dengan
saraf simpatetik, akan menunda-nunda atau memperlemah kerja alat-alat internal tubuh.
Akibatnya, terjadi penurunan detak jantung, tekanan darah, irama nafas, tingkat metabolisme,
ketegangan otot, dan produksi hormone pemicu stres. Seiring dengan penurunan tingkat
hormon yang menyebabkan stres, maka seluruh tubuh mulai akan berfungsi ketika tingkat
lebih sehat dengan lebih banyak energi untuk penyembuhan (healing), penguatan
(restoration), dan peremajaan (rejuvenation) (Wulandari.P Y, 20016). Di dukung buku
(Saleh), yang menyebutkan Secara biopsikologi, zikir akan membuat seseorang merasa
tenang sehingga menekan kerja sistem syaraf simpatetis dan mengaktifkan kerja syaraf
parasimpatetis. Menurut teori relaksasi dapat menenangkan otak dan memulihkan tubuh,
relaksasi yang dilakukan secara teratur dapat digunakan untuk menurunkan stres dan depresi
(Saleh A.Y, 2010).
Kecemasan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang misalnya waktu tidur yang
berkurang. Lin, dkk (2020) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa PMR mampu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur pada pasien covid-19, pada wanita
muda yang mengalami prenatal anxiety, dan pada wanita dengan kanker payudara.
Wilczyńska, Lysak-radomska, Podczarska- głowacka, Zajt, Dornowski, & Skonieczny
(2019) dalam penelitiannya yaitu melihat tingkat kecemasan peserta berdasarkan gender
yang dilakukan di Universitas Gdansk, memperlihatkan bahwa PMR tidak hanya berfokus
pada satu gander tapi PMR dapat diterapkan baik pada pria maupun wanita. Hal ini
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh lin dkk (2020) dalam penelitiannya juga
memperlihatkan bahwa PMR dapat diberikan oleh pria maupun wanita. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa PMR dapat diterapkan pada pasien kanker dan juga covid-19 baik
pria maupun wanita.
PMR merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi otot melalui dua Langkah.
Langkah pertama apakah dengan memberikan tegangan pada suatu kelompok otot, dan
kedua dengan menghentikan tegangan kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana
otot tersebut menjadi rileks, dan merasakan sensasi relax secara fisik ketika tegangannya
menghilang. Latihan PMR melibatkan pernafasan dengan mengikuti irama dalam
pernafasan. Pada dasarnya PMR menggunakan melibatkan konsentrasi dan relaksasi antar
berbagai kelompok otot mulai dari kaki ke arah atas atau dari kepala ke bawah. Hal tersebut
dapat memberikan sensasi relax memberikan ketenangan dan menghilangkan kecemasan
(Utami, 2018).
Synder & Lindquist (Utami, 2018) mengemukakan bahwa teknik PMR dikembangkan oleh
Berstein dan Brorkovec yang mengkombinasikan 108 otot-otot dan kelompok otot, namun
Jacabson menguranginya menjadi 16 kelompok otot sehingga lebih mudah diterapkan secara
mandiri. Astuti & suandika (2015) menyarankan untuk hasil yang maksimal dianjurkan
untuk berlatih PMR dua kali sehari dengan jam yang sama selama 20-30 menit. Latihan bisa
dilakukan pagi dan sore hari dan sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan. PMR sebaiknya
dibuatkan jadwal latihan dengan durasi waktu seminggu dan menganjurkan menggunakan
minimal 10 kelompok otot dalam 10 sesi latihan, sehingga memperlihatkan hasil yang
maksimal.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah Pertama, Ada pengaruh
yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikannya perlakuan terapi baik PMR,
maupun PMR dan Dzikir Anfas terhadap penurunan tingkat kecemasan pada santri
PAPP Khodijah. Kedua, Tidak ada perbedaan yang signifikan antara terapi PMR,
maupun PMR dan Dzikir Anfas.
Berdasarkan kesimpulan di atas, bahwa kita bisa menggunakan baik terapi PMR
maupun tearapi PMR, dan Dziki Anfas sebagai alternatif dalam menurunkan tingkat
kecemasan pada santri, dan untuk penelitian selanjutnya agar bisa membuat variasi
baru dalam membuat treetment atau terapi dalam menurunkan kecemasan pada santri.
Mengingat banyaknya manfaat dari tehnik relaksasi otot dalam penurunan
kecemasan, relaksasi tersebut bisa dilakukan dalam sehari-hari, karena untuk
mendapatkan hasil yang maksimal membutuhkan waktu lama untuk melakukan
relaksasi tersebut. Namun, karena keterbatasan pemahaman peneliti maupun waktu
dalam penelitian ini, maka penelitian ini masih terdapat kekurangan dalam mengkaji
lebih mendalam. Kekurangan ini dapat digunakan peneliti selanjutnya untuk
menyempurnakan dan melengkapi penelitian ini.
Hasil penelitian dapat dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian
relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres ibu usia dewasa tengah di Dusun Ngegot,
Selokaton, Gondangrejo, Karanganyar, dengan nilai signifikansi p=0,001.
Pengaruh pemberian relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dapat diketahui
dengan membandingkan nilai PSS(Perceived Stres Scale) responden sebelum dan
sesudah diberikan latihan. Nilai rata-rata sebelum intervensi adalah 18,15 dan setelah
intervensi nilai rata-rata sebesar 15,24.
PMR mampu menurunkan tingkat kecemasan pada pasien kanker yang sedang
mengikuti kemoterapi, bukan hanya mampu menurunkan kecemasan tapi PMR juga
mampu mengurangi mual dan muntah pada pasien setelah mengikuti kemoterapi. PMP
juga mampu menurunkan kecemasan pada pasien covid-19 dan juuga meningkatkan
kualitas tidur, sehingga hal tersebut dapat memberikan dampak positif dalam proses
penyembuhan pasien covid-19, pasien diabetes, pasien dengan kanker, bahkan pada
mahasiswi di perguruan tinggi yang memiliki praktik kerja di rumah sakit.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, bahwa kita bisa menggunakan baik terapi PMR
maupun tearapi PMR, dan Dziki Anfas sebagai alternatif dalam menurunkan tingkat
kecemasan pada santri, dan untuk penelitian selanjutnya agar bisa membuat variasi baru
dalam membuat treetment atau terapi dalam menurunkan kecemasan pada santri.
Teknik relaksasi yang dipilih dengan benar seperti PMR secara signifikan dapat
mempengaruhi tingkat kecemasan, mengurangi gejala depresi dan relaksasi juga mampu
memberikan perasaan rileks sehingga menghilangkan nyeri yang terjadi akibat dari
peningkatan otot karena ketegangan. Namun tidak ada satupun teknik relaksasi yang
cocok untuk semua orang. Individu harus mempertimbangkan kebutuhan dan preferensi
yang dialami sebelum memilih teknik relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA
278271-efektivitas-teknik-progesive-muscle-rela-61bdaae5 (1)
13479-Article Text-43201-1-10-20210118
https://journal.ilininstitute.com/index.php/IJoLEC
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/