Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR DAERAH NGAWEN,

GUNUNG KIDUL BERDASARKAN METODE


ROCK MASS RATING DAN SLOPE MASS RATING

Fauzi Rachmat Setyadi1) Muhammad Dzakiya Mukhlish2)


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Abstrak

Lokasi penelitian merupakan daerah penambangan yang memiliki potensi bencana longsor.
Lokasi penelitian termasuk kedalam Formasi Kebo Butak berumur Oligosen – Miosen
dengan litologi berupa batupasir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan
potensi terjadinya longsor serta bentuk mitigasi bencana di daerah tersebut. Pengambilan
data menggunakan metode scanline dengan data yang diambil berupa jenis litologi, arah
kemiringan bidang diskontinuitas, arah bidang, dan kondisi bidang diskontinuitas bidang
berupa kemenerusan, kekasaran, bukaan, isian, luahan air dan tingkat perlapukan. Hasil
pengambilan data lapangan kemudian dianalisis untuk mendapatkan kinematik dan kualitas
kestabilan lereng menggunakan proyeksi stereografis dan parameter Rock Mass Rating
(RMR) serta Slope Mass Rating (SMR). Hasil penelitian menunjukkan lereng dimungkinkan
terjadinya longsoran berjenis Wedges dengan nilai RMR sebesar 67. Hasil tersebut
kemudian dikoreksi dengan metode SMR yang menunjukkan nilai sebesar 74,5 dan masuk
kedalam kelas II (kondisi bagus) dengan probabilitas terjadinya longsor 0,2.Bentuk
penanggulangan bencana longsor pada lereng penelitian adalah dengan pemasangan Rock
Anchor untuk menahan gaya-gaya eksternal yang bekerja.

Kata Kunci : Ngawen, Rock Mass Rating, Slope Mass Rating, Longsor

1. PENDAHULUAN
Kegiatan pertambangan yang dilakukan pada daerah lereng memiliki banyak resiko
yang perlu diperhatikan. banyak masalah yang perlu dikaji lebih dalam agar suatu lereng
dapat dinyatakan aman untuk ditambang. Kestabilan lereng merupakan hal yang wajib
diperhitungkan agar bencana longsor pada lereng tidak terjadi. Terdapat banyak parameter
yang perlu ditentukan sebelum suatu lereng dapat dikatakan aman. Daerah penelitian terletak
didaerah Ngawen, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah penelitian ini
termasuk kedalam formasi Semilir yang litologi penyusunnya didominasi oleh batupasir dan
tuff. Material tersebut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai bahan baku
bangunan. Namun, dalam melakukan kegiatan penambangan faktor keselamatan masih
kurang diperhatikan sehingga dirasa perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam
mengenai kestabilan lereng didaerah tersebut.
Kestabilan suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi oleh kondisi
geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi tersebut, kondisi air tanah
setempat, faktor luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi
dan juga dari teknik yang digunakan dalam pembuatan lereng. Salah satu parameter yang
dapat digunakan untuk menganalisa ketahanan suatu lereng adalah Slope Mass Rating (SMR)
yang merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yaitu Rock Mass Rating (RMR).
Untuk menentukan lereng stabil secara cepat, digunakan pembobotan massa lereng yaitu
Slope Mass Rating (SMR) yang berdasarkan pada pembobotan massa batuan Rock Mass
Rating (RMR). Metode pengklasifikasian tersebut menggunakan parameter-parameter yang
mudah untuk dilakukan dilapangan.

2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah agar didapatkan nilai yang dapat
mereprentasikan potensi bahaya longsor pada daerah pertambangan tersebut. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk mencari perlakuan yang tepat pada lereng agar bencana
longsor tidak terjadi di kemudian hari.

3. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 1. Peta geologi lokasi penelitian berdasarkan Soerono,dkk (1992)

Daerah penelitian secara fisiografis termasuk ke dalam regional Pegunungan Selatan.


Stratigrafi regional Pegunungan Selatan tersusun oleh delapan formasi batuan yang salah
satunya adalah Formasi Semilir, dimana lereng penelitian berada.
Formasi ini tersusun atas material asal gunung api. Kenampakan di lapangan berupa
batuan yang masif dan tebal. Berdasarkan hasil penelitian Bothe (1929), formasi ini tersusun
atas batuserpih berwarna putih keabu – abuan pada bagian bawah, tuf dasitan dan dominasi
berupa breksi tuf pumisan. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Sumosusastro (1956) yang
menyebutkan bahwa isi dari formasi ini berupa perulangan breksi tuf pumisan, batupasir
tufan, tuf pumis dasitan dengan perlapisan yang baik dan sedikit kandungan fosil.
Berdasarkan kandungan foraminifera bentoniknya, Formasi Semilir diperkirakan
terendapkan pada lingkungan laut dangkal. Menurut Toha (1994), formasi ini tersusun atas
perulangan tuf, breksi pumis dasitan, batupasir tufan dan serpih. Novian (2007) mengusulkan
anggota baru dari Formasi Semilir bagian atas yaitu Anggota Buyutan dengan litologi
penyusun berupa konglomerat, batulanau, batupasir tufan dan batubara. Menurut Surono
(2008), Formasi Semilir memiliki umur Miosen Awal, menindih selaras Formasi Kebo Butak
dan ditindih selaras oleh Formasi Nglanggran. Batuan penyusunnya berupa batupasir, tuf
lapilli, breksi pumis, dan breksi batuapung andesitan yang menunjukkan lingkungan
pengendapan pendangkalan ke atas dari laut berubah menjadi darat. Formasi Semilir ini
terlampar cukup luas mulai dari pegunungan selatan bagian Barat dan memanjang di bagian
Utara hingga bagian Timur dengan ketebalan diperkirakan 460m (Surono, 2009).

4. METODE PENELITIAN
a) Analisa Kinematika Lereng
Dalam penelitian ini, analisa kinematika lereng digunakan untuk mengetahui
kemungkingan ketidakstabilan lereng. Analisa kinematika lereng mengacu pada studi
pergerakan, tanpa mengacu pada kekuatan batuan yang menyusun lereng tersebut
(Hudson & Jhon, 2005).
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui tipe longsoran yang mungkin terjadi pada
suatu lereng batuan serta arah longsoran dari lereng tersebut. Parameter yang gunakan
upada metode ini adalah orientasi struktur geologi, orientasi lereng, dan sudut geser
batuan yang kemudian diproyeksikan kedalam bentuk stereografis. Berdasarkan metode
ini, terdapat 4 jenis kegagalan lereng atau longsoran yang akan terjadi yaitu :
- (a) kegagalan jenis planar
- (b) kegagalan jenis baji/wedge
- (c) kegagalan jenis gulingan
- (d) kegagalan jenis rotasional
Gambar 2. Jenis-jenis kegagalan lereng menurut Hoek & Bray ( 1981)

b) Klasifikasi Massa Batuan (Rock Mass Rating)


Metode klasifikasi massa batuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode klasifikasi struktur massa batuan Rock Mass Rating (RMR) berdasarkan
paramater Bieniawski (1989). Akusisi data struktur massa dilakukan dengan
menggunakan metode scanline. Pengaplikasian metode scanline dilakukan dengan
membentangkan meteran sepanjang lereng dan kemudain data struktur massa batuan
diambil pada bagian yang dilewati oleh meteran. Dalam RMR, terdapat 5 parameter
utama dan 1 parameter pengontrol untuk menentukan massa batuan, yaitu :
 Kekuatan Batuan
Kekuatan batuan merupakan parameter yang sangat penting yang harus diukur
guna memprediksi sifat mekanik batuan. Dalam penelitian ini metode yang
digunakan untuk menentukan Uniaxial compressive strength pada batuan
berdasarkan pada parameter Hoek & Brown (1980). Klasifikasi ini digunakan
untuk mengetahui kisaran nilai kekuatan batuan di lapangan tanpa melalui uji
laboratorium. Nilai kuat tekan batuan dapat dicari dengan menggunakan bantuan
kuku, pisau dan palu geologi.
Gambar 3. Identifikasi nilai UCS pada batuan menurut Hoek dan Brown (1980)

 RQD (Rock Quality Designation)


Nilai kualitas inti bor atau Rock Quality Designation (RQD) merupakan
paramater kedua yang dihitung dalam survei struktur massa batuan. RQD pertama
sekaλλli dikembangkan oleh Deere, et al., (1967), untuk menilai kualitas batuan
dari kerapatan kekar di sebuah lubang bor. Dalam metode Scanline, nilai RQD
tidak bisa ditentukan berdasarkan data bor karena tidak adanya data bor tersebut.
Perhitungan nilai RQD sebuah lereng menggunakan metode scanline diusulkan
oleh Priest (1993) menggunakan persamaan :
RQD = 100e-0.1λ (0,1λ + 1)……… (1)
Keterangan :
RQD = Rock Quality Designation
λ = Frekuensi Kekar Permeter

Frekuensi Kekar dapat dicari menggunakan persamaan :


Jumlah Diskontinuitas
Frekuensi (λ) = …………(2)
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒

 Spasi Diskontinuitas
Spasi diskontinuitas merupakan jarak antara 2 diskontinuitas yang saling
berdekatan didalam Scanline. Nilai rata - rata dari spasi diskontinuitas didapatkan
dengan cara membagi total panjang scanline dengan jumlah diskontinuitas yang
ada sepanjang scanline.
Panjang 𝑠𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
Spasi diskontinuitas rata – rata = Jumlah Diskontinuitas ……….. (3)

 Kondisi Diskontinuitas
Kondisi diskontinuitas ditentukan dari deskripsi tiap bidang diskontinuitas,
berupa tingkat pelapukan, kekerasan permukaan bidang diskontinuitas,
kemenerusan bidang diskontinuitas, lebar bukaan dan material pengisi bidang
diskontinuitas.

 Kondisi Keairan
Air biasanya mengisi rongga antara Permukaan diskontinuitas. Keberadaan air
ini akan mengurangi kuat geser antara kedua permukaan diskontinuitas. Bobot
parameter airtanah dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu pengamatan
langsung di lapangan dan menentukan kondisi umum air, melakukan pengukuran
debit air atau mengukur tekanan air.
Setelah didapatkan nilai – nilai sesuai dengan kelima parameter
tersebut,digunakan klasifikasi RMR dan pembobotannya berdasarkan Bieniawski
(1989).
Tabel 1. Parameter klasifikasi RMR dan pembobotannya berdasarkan Bieniawski (1989)

Parameter Kondisi dan Rentang Penilaian


Kekuatan rendah tidak
Indeks
menggunakan point
Kekuatan >10 MPa 4 – 10 MPa 2 – 4 MPa 1 – 2 MPa
load
Point Load
Kekuatan test
1 Batuan Utuh
Uniaxial
Compressive 100 – 250 50 – 100 25 – 50 5-25 1-5 <1
>250 MPa
Strength MPa MPa MPa MPa MPa MPa
(UCS)
Bobot 15 12 7 4 2 1 0
Nilai Kualitas Inti Bor (RQD) 90-100% 75-90 % 50-75% 25-50% <25%
2
Bobot 20 17 13 8 3
Spasi Bidang
200-600 60-200
ketidakmener >2 m 0,6-2 m <60 mm
3 mm mm
usan
Bobot 20 15 10 8 0
Terisi,
Kasar, Sedikit
Kondisi Sangat kasar, tebal Terisi material lunak
terbuka kasar,
Bidang dinding segar, <5mm, >5mm, terbuka
<1mm, <1mm,
4 Ketidakmene tidak menerus, terbuka 1- >5mm,
dinding dinding
rusan rapat 5mm, menerus
sedikit lapuk sangat lapuk
menerus
Bobot 30 25 20 10 0
Aliran per 10
m
0 <10 10-25 25-125 >125
panjang
Keairan terowongan
5 Tekanan Air 0 <0,1 0,1-0,2 0,2-0,5 >0,5
Kondisi
Kering Lembab Berair Basah Mengalir
Umum
Bobot 15 10 7 4 0

c) Slope Mass Rating


Slope Mass Rating (SMR) merupakan suatu sistem klasifikasi massa batuan
yang diperkenalkan oleh Romana (1985). Terdapat 4 faktor koreksi yang digunakan
untuk menyempurnakan sistem klasifikasi massa batuan RMR yang sebelumnya
sudah di perkenalkan oleh Bieniawski (1989). Faktor – faktor tersebut bergantung
pada hubungan antara diskontinuitas yang mempengaruhi massa batuan dengan sudut
kemiringan, dan metode pengupasan lereng. Hubungan ini dijelaskan dengan
persamaan :
SMR = RMRbasic + F1F2F3 + F4 .............(4)
Dimana :
- RMRbasic merupakan nilai RMR yang didapatkan menggunakan klasifikasi
Bieniawski (1989)
- F1 merupakan kesejajaran antara arah kemiringan diskontinuitas (αj) dengan
dip kelerengan (αs)
- F2 merupakan nilai dari dip diskontinuitas (βj) pada kegagalan jenis planar.
Pada kegagalan tipe toppling, parameter ini menggunakan nilai1.00
- F3 bergantung pada hubungan sudut antara slope (βs) dengan diskontinuitas
(βj).
- F4 merupakan faktor koreksi yang bergantung pada metode pengupasan
lereng

Tabel 2. Parameter koreksi untuk SMR berdasarkan Romana (1985)

5. HASIL ANALISIS
A. Data Diskontinuitas dan Analisa Kinematik Pada Lereng
Data diskontinuitas didapat dari hasil pengukuran secara sistematis bidang
diskontinuitas sepanjang garis pengamatan (scanline). Data yang didapat berupa kedudukan
bidang diskontinuitas, bukaan bidang diskontinuitas, panjang bidang diskontinuitas, jarak
antar bidang diskontinutas, dan keadaan keairan. Scanline dipilih pada daerah singkapan yang
secara keselamatan kerja dapat dilakukan pengukuran dengan aman.
Dari data pengamatan, pengukuran,dan analisis didapatkan litologi berupa batupasir
tuffan, berwarna putih kecoklatan, ukuran pasir sangat halus, kompak, dengan struktur
perlapisan sejajar, dengan keadaan umum keairan kering dan bidang diskontinuitas sebanyak
55 buah (Tabel 7.) Pengolahan data bidang Diskontinuitas menggunakan software Dips
dengan proses konturing memberikan hasil berupa dua kutub bidang diskontinuitas (Joint
Set)

Gambar 4. Analisa stereografis bidang diskontinuitas menggunakan aplikasi Dips

Analisis kinematik lereng (slope kinematic analysis) sebagaimana ditunjukkan oleh


Gambar 4. Analisis kinematik menunjukkan bahwa longsor yang dimungkinkan terjadi
adalah jenis longsoran Wedge (Membaji).

Tabel 3. Data geometri lereng dan Joint Set


Sudut Arah
Joint Arah Kemiringan Jumlah Kemiringan
Lereng Geser Lereng
set Jurus Bidang (βj) Data Lereng (βs)
Dalam (φ) (αs)
J1 345ON 83O 24
1 45O 69O 280ON
O O
J2 242 N 63 21
PANJANG LERENG ± 12 m
TINGGI LERENG ±3m

B. Nilai RMR (Rock Mass Rating)


Untuk mendapatkan nilai RMR , diperlukan pembobotan dari lima parameter,
antaralain:
1. Kuat Tekan Batuan
Untuk medapatkan nilai Kuat Tekan Batuan, diperlukan parameter nilai Uniaxial
Compressive Strength (UCS) dan Point Load Index. Pada penelitian ini nilai kuat
tekan batuan didapat berdasarkan indeks klasifikasi batuan untuk mengestimasi
kisaran nilai kuat tekan batuan di lapangan menurut Hoek dan Bray
Didapatkan nilai Bobot 12 dari sampel batupasir tuffan, dengan hasil nilai
Uniaxial Compressive Strength (UCS) berkisar 100-250 MPa
2. Nilai RQD (Rock Quality Design)
Nilai RQD dihitung dengan metode tidak langsung menggunakan persamaan,
dengan nilai λ = 4,263565891 maka didapat nilai RQD sebesar 93.12449342 yang
memiliki bobot 20.
3. Spasi Diskontinuitas
Nilai spasi diskontinuitas didapat dari perhitungan pembagian jarak scanline
dengan jumlah diskontinuitas, didapat nilai 0.234545455 meter.
4. Kondisi Diskontinuitas
Bidang diskontinuitas memiliki permukaan yang sedikit kasar dengan bukaan
± 1 mm dengan kondisi dinding sudah sangat lapuk. Kondisi tersebut memiliki
pembobotan sebesar 20.
5. Keadaan Keairan
Pengamatan kondisi keairan pada lereng menunjukkan kondisi umum kering
yang memiliki pembobotan sebesar 20.
6. Perhitungan RMR (Rock Mass Rating)
Tabel 4. Pembobotan nilai RMR

PARAMETER NILAI BOBOT


UCS 100-250 MPa
Kuat Tekan 12
PLI 4-10 MPa
RQD 93,12449342 % 20
Spasi Diskontinuitas 23,4545455 mm 0
Keadaan Keairan Kering 15
Sedikit kasar, <1mm,
Kondisi Diskontinuitas 20
dinding sangat lapuk
NILAI RMR 67

C. Klasifikasi SMR (Slope Mass Rating)


Analisis kinematik pada lereng menunjukkan kemungkinan longsoran jenis
Wedge/Membaji, yang selanjutnya dilakukan analisis SMR. Klasifikasi dan perhitungan SMR
pada penelitian ini didasarkan pada perhitungan menggunakan persamaan (4) dan
pembobotan tabel standar yang dibuat oleh Romana (1985).

Tabel 5. Perhitungan nilai SMR berdasarkan Romana (1985)


Parameter Bobot Longsor
No Kondisi
SMR Wedge (W)
1. RMRbasic Kategori Batuan Bagus 67
2. F1 |αi – αs| = 186o (W) 0.15
3. F2 βi = 59o 1
4 F3 βi – βs = -10o -50
5 F4 Natural Slope 15
Nilai SMR 74.5

Nilai SMR pada lereng dengan longsoran Wedge bernilai 74,5 dan berada pada kelas
II atau kondisi lereng bagus (61-80). Menurut Romana (1985), SMR kelas II memiliki nilai
probabilitas untuk longsor sebesar 0,2 yang tergolong sangat kecil. Kecilnya nilai probabilitas
longsoran jenis Wedge pada lereng penelitian dikarenakan arah plunge yang berbeda 186 o
dengan arah lereng yang menyebabkan kecilnya nilai F1.
Tabel 6. Deskripsi dan pembagian kelas SMR berdasarkan Romana (1985)

6. PEMBAHASAN/DISKUSI
Penelitian mengenai stabilitas lereng merupakan hal yang sangat penting agar potensi
bencana tanah longsor dapat benar – benar di minimalisir. Berdasarkan hasil analisis pada
daerah penelitian, didapatkan nilai SMR sebesar 74,5 . Nilai tersebut menunjukan jika lereng
di daerah penelitian termasuk stabil dengan kemungkinan kegagalan berupa jatuhan blok –
blok batuan. Meskipun termasuk stabil, lereng pada daerah penelitian masih memiliki
kemungkinan terjadinya longsor sehingga tetap dibutuhkan bentuk pencegahan seperti yang
ditunjukan pada Gambar 5.

Gambar 5. Perdoman penanggulangan kegagalan lereng berdasarkan nilai SMR menurut Romana (1985)

Berdasarkan Gambar 5, lereng pada daerah penelitian dapat dipasang anchor untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya longsor. Rock Anchor merupakan salah satu metode
penguatan lereng pada batuan dengan pemasangan angkuran. Pengangkuran sering digunakan
dalam penggalian, sebagai bagian dari dinding penahan, ataupun untuk menahan gaya – gaya
(uplift, external force, dsb) pada suatu struktur, fondasi, maupun lereng. Fungsi utama dari
angkuran adalah untuk memodifikasi gaya normal dan geser dari baja ketika angkur melintasi
bidang. Pada Rock Anchors terdapat elemen baja yang akan dimasukan pada lubang yang
sudah dibuat pada lereng. Elemen baja tersebut akan menahan gaya – gaya yang bekerja pada
lereng tersebut. Terdapat 2 jenis angkuran yaitu tensioned rockbolt dan untensioned rockbolt

Gambar 6. Penguatan lereng dengan metode Rock Anchor (TRB, 1996)


7. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis kinematik serta penggunaan metode analisis RMR (Rock Mass
Rating) dan SMR (Slope Mass Rating), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Analisis kinematik menunjukkan terdapatnya dua joint set yang mempengaruhi
kemungkinan kejadian longsoran berjenis wedge (membaji). Longsoran jenis ini
dimungkinkan terjadi karena ditemukan bidang longsoran yang memiliki sudut
kemiringan lebih besar dari sudut geser dalam batuan pembentuk lereng.
2. Hasil analisis metode RMR (Rock Mass Rating) menunjukkan bahwa kualitas batuan
pembentuk lereng termasuk kedalam kategori massa batuan bagus dengan bobot 67.
3. Hasil analisis metode SMR (Slope Mass Rating) yang didapat memiliki nilai sebesar
74,5 yang termasuk kedalam Kelas II (kategori bagus) dengan probabilitas terjadinya
longsor sebesar 0,2.
4. Bentuk pencegahan yang perlu dilakukan untuk menanggulangi bencana longsor pada
lereng penelitian berupa pemasangan Rock Anchoring.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Teknik Geologi UPN “veteran”
Yogyakarta atas bantuan selama penelitian yang telah diberikan kepada penulis. Kemudian
kepada rekan rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas diskusi selama kegiatan
penelitian berlangsung sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Hoek, E. Dan Bray, J. W. 2005. Rock Slope Engineering. 4th Edition, Taylor & Francis
Group
Hoek, Evert. 2006. Practical Rock Engineering. Canada. Notes. Evert Hoek Consulting
Engineer Inc.
International Society of Rock Mechanics. 1978. Suggested Methods for the Quantitative
Description of Discontinuities in Rock Masses. Int. J Rock Mech. Min,Sci &
Geomech. Vol 15, hal 319 – 368. Great Britain: Pergamon Press Ltd.
Pasha, Stefanus Rahadian. dkk. 2018. Analisis Potensi Longsor Menggunakan Metode
Kinematik Pada Tambang Terbuka Limestone Narogong PT. Holcim Indonesia Tbk,
Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Program Studi Teknik Geologi
FT UNPAK.
Romana, M. dkk. 2015. Slope Mass Rating (SMR) Geomechanics classification : Thirty
Years Review. . ISRM Congress 2015 Proceedings - International Symposium on
Rock Mechanics, Quebec, Canada
Rusydy, Ibnu dkk. 2017. Analisis Kestabilan Lereng Batu di Jalan Raya Lhoknga KM 17,8
Kabupaten Aceh Besar. Riset Geologi dan Pertambangan Vol 27, No.2. hal 145 – 155
Surono. 2009. Litotratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah. J.S.D.Geol. Vol.19 No.3 Juni 2009, halaman 31 – 43.
Surono, Toha, B., dan Sudarno. 1992. Peta Geologi Lembar Surakarta – Giritontro. Bandung:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Wulandari, Agusti. dkk. 2016. Analisis Kestabilan Lereng Dengan Menggunakan Metode
Rock Mass Rating dan Slope Mass Rating Pada Tambang Batupasir di Samarinda
Seberang, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Mineral FT
UNMUL, Vol. 4. No. 1. Hal 8 -14
LAMPIRAN

Tabel 7. Tabulasi hasil pengukuran bidang diskontinuitas


Diskontinuitas
Jarak Antar Dip Panjang
Strike Dip Bukaan
NO Diskontinuitas Direction Diskontinuitas Litologi
(N...oE) (…o) (cm)
(cm) (N…oE) (cm)
1 12 358 84 88 24 0.1 Batupasir Tuffaan
2 7 359 82 89 13.5 0.4 Batupasir Tuffaan
3 15.2 351 83 81 12.8 0.1 Batupasir Tuffaan
4 17.6 349 84 79 24.3 0.1 Batupasir Tuffaan
5 20.9 331 80 61 19.7 0.2 Batupasir Tuffaan
6 19.1 338 86 68 32.3 0.3 Batupasir Tuffaan
7 36.1 331 86 61 31.7 0.1 Batupasir Tuffaan
8 29.3 340 72 70 45 0.1 Batupasir Tuffaan
9 18.6 358 82 88 25 0.1 Batupasir Tuffaan
10 11.8 6 77 96 27.2 0.2 Batupasir Tuffaan
11 14.8 349 68 79 16.8 0.1 Batupasir Tuffaan
12 11.9 351 80 81 37.2 0.1 Batupasir Tuffaan
13 37.1 347 79 77 68.1 0.1 Batupasir Tuffaan
14 13.3 14 80 104 22.6 0.1 Batupasir Tuffaan
15 19.3 12 74 102 29.1 0.1 Batupasir Tuffaan
16 21.1 11 70 101 16.3 0.1 Batupasir Tuffaan
17 17.2 59 72 149 17.2 0.6 Batupasir Tuffaan
18 22.4 21 69 111 14.8 0.1 Batupasir Tuffaan
19 20.8 26 78 116 28.7 0.1 Batupasir Tuffaan
20 20.1 349 66 79 22.6 0.7 Batupasir Tuffaan
21 17.1 10 78 100 13.3 0.1 Batupasir Tuffaan
22 36.4 12 80 102 16.2 0.1 Batupasir Tuffaan
23 26.6 204 63 294 42.6 0.2 Batupasir Tuffaan
24 23.4 243 63 333 32.5 0.2 Batupasir Tuffaan
25 25 223 68 313 48.3 0.1 Batupasir Tuffaan
26 17.8 237 71 327 23.7 0.1 Batupasir Tuffaan
27 29.4 323 83 53 17.1 0.2 Batupasir Tuffaan
28 22.4 355 85 85 35.6 0.4 Batupasir Tuffaan
29 30.4 343 89 73 19.6 0.2 Batupasir Tuffaan
30 26.7 342 82 72 18.2 0.1 Batupasir Tuffaan
31 38.6 349 86 79 15.6 0.1 Batupasir Tuffaan
32 13.6 340 82 70 57.3 0.2 Batupasir Tuffaan
33 16.6 0 82 90 42.3 0.1 Batupasir Tuffaan
34 17.6 355 86 85 40.2 0.1 Batupasir Tuffaan
35 28.2 2 82 92 68.1 0.2 Batupasir Tuffaan
36 30 261 47 351 67.3 0.3 Batupasir Tuffaan
37 28.7 260 71 350 19.2 0.2 Batupasir Tuffaan
38 8.2 248 68 338 16.8 0.1 Batupasir Tuffaan
39 17 261 58 351 33.2 1.1 Batupasir Tuffaan
40 14.1 249 56 339 27.1 0.2 Batupasir Tuffaan
41 13.8 255 60 345 42.1 0.1 Batupasir Tuffaan
42 13.1 246 67 336 26.8 0.3 Batupasir Tuffaan
43 12.8 264 74 354 146.8 1 Batupasir Tuffaan
44 113.8 231 73 321 42.1 0.2 Batupasir Tuffaan
45 23 238 64 328 11.7 0.2 Batupasir Tuffaan
46 122 264 54 354 19.2 0.2 Batupasir Tuffaan
47 17.3 263 72 353 28.2 0.2 Batupasir Tuffaan
48 13.2 240 58 330 22.1 0.1 Batupasir Tuffaan
49 16.1 252 71 342 10.8 0.4 Batupasir Tuffaan
50 12.1 231 74 321 21.3 0.2 Batupasir Tuffaan
51 13.8 234 71 324 25.8 0.1 Batupasir Tuffaan
52 10.2 236 64 326 25.5 0.2 Batupasir Tuffaan
53 15.3 248 61 338 42 0.3 Batupasir Tuffaan
54 22.3 255 71 345 36.7 0.3 Batupasir Tuffaan
55 17.8 261 70 351 19.2 0.2 Batupasir Tuffaan

Gambar 7. Kenampakan lereng di lokasi penelitian


Gambar 8. Kenampakan litologi penyusun lereng

Anda mungkin juga menyukai