Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN ALAM

PERCOBAAN IV
“PENETAPAN KADAR AIR DAN PENETAPAN SUSUT PENGERINGAN”

Disusun oleh :
Kelompok A2-2
Nama Anggota :
1. Lutfia Nugraheni (2017210129) *
2. Maemunah (2017210130)
3. Marcelyna HS (2017210132)
4. Mega Sarah (2017210136)
5. Muhammad Rifaldi (2017210144)
6. Nabila Muna L (2017210147) *
7. Nurima Ismalia (2017210159)
8. Zahra Fadila Rahayu (2017210231) *
9. Savelin Rossalina (2017210273)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA
2020

I. Judul
Penetapan Kadar Air dan Penetapan Susut Pengeringan

II. Tujuan
Mengetahui kadar air dalam suatu simplisia dengan menggunakan metode destilasi azeotrop
yang menggunakan toluen jenuh.

III. Teori Dasar

Nama Tanaman

1. Nama ilmiah : Andrographis paniculata.


2. Nama lain : Daun Sambiloto
3. Divisi  : Spermatophyta

4. Sub Divisi  : Angiospermae

5. Klas  : Dicotyledoneae

6. Ordo  : Solanaceae

7. Famili : Acanthaceae

8. Genus  : Andrographis

9. Spesies  : Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees


Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) dikenal dengan sebutan “King of
Bitters” merupakan tanaman yang efektif digunakan sebagai obat tradisional pada negara-negara
di Asia (Akbar, 2011). Sambiloto banyak tumbuh di Indonesia dan disetiap daerah memiliki
sebutan nama yang berbeda-beda.

Sambiloto merupakan tanaman herbal dari keluarga acanthaceae yang memiliki berbagai


macam manfaat bagi kesehatan tubuh manusia, antara lain sebagai anti kanker, anti bakteri dan
anti virus (Talei et al., 2014). Tanaman sambiloto terdiri dari daun, batang, bunga, dan akar,
yang semua bagian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) mengandung senyawa


diterpene, lactone, dan flavonoid. Empat senyawa lakton yang ditemukan di dalam daun
sambiloto (Akbar, 2011), yaitu deoxyandrographolide, andrographolide, neoandrographolide
dan 14- deoxy-11, 12-didehydroandrographolide. Senyawa flavonoid banyak ditemukan pada
bagian akar, tetapi juga dapat ditemukan pada bagian daun (Ratnani et al., 2012). Bagian akar
dari tanaman sambiloto, mengandung senyawa flavonoid berupa polymethoxyflavone
andrographine, panicoline, alkane, keton, aldehid, kalium, kalsium, natrium, asam
kersik, monometilwithin, dan apigenin-7,4-dimetil eter (Hariana, 2013). Bagian batang dan daun
dari tanaman sambiloto mengandung senyawa alkane, keton dan aldehid (Ratnani et al., 2012).
Kandungan dari sambiloto yang digunakan untuk pengobatan antara lain lactone, diterpenoids,
diterpene glycosides, flavonoids, dan flavonoid glycosides (Akbar, 2011). Sambiloto memiliki
fungsi sebagai antipiretik, obat panas dalam, analgesik, antiinflamasi, antiracun, antibakteri,
dapat mengkondensasi sitoplasma pada sel tumor, mengatasi infeksi serta merangsang
fagositosis (Hariana, 2013).

Sambiloto akan terasa pahit ketika dikonsumsi, hal tersebut diduga berasal dari
senyawa andrographolide yang terkandung oleh tanaman sambiloto (Widyawati, 2007).
Awalnya diduga bahwa senyawa yang menimbulkan rasa pahit adalah senyawa lactone
andrographolide. Namun lebih lanjut diketahui senyawa yang menimbulkan rasa pahit yakni
senyawa andrographolide dan kalmeghin (Ratnani et al., 2012). Senyawa bioaktif dalam
sambiloto yang berperan sebagai antikanker adalah andrographolide (Habibah, 2009). Selain
senyawa andrographolide, sambiloto juga mengandung senyawa flavonoid yang merupakan
senyawa polifenol golongan antioksidan. Yang dapat menghambat proses terjadinya oksidasi
yang dipicu oleh radikal bebas (Wulandari et al., 2007).

Andrographolide merupakan senyawa yang masuk ke dalam grup trihidoksilakton


memiliki rumus molekul C20H20O5. Senyawa andrographolide memiliki efek antikanker yang
baik pada kanker payudara, usus besar, epidermoid, lambung, serviks, liver, leukemia, mieloma,
limfosit darah perifer dan kanker prostat (Tung et al., 2013). Andrographolide merupakan
senyawa yang akan mudah larut di dalam larutan metanol, etanol, piridin, asam asetat dan aseton,
namun akan sedikit sukar larut dalam eter dan air (Kumoro & Hasan, 2006)

Pada uji kadar air, Air dalam bahan pangan artinya bebas dan terikat. Air bebas, terdapat
dalam ruang-ruang antarsel dan intergranular dan pori-pori yang terdapat pada bahan. Air yang
terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid makromolekuler
seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi di antara koloid tersebut dan
merupakan pelerut zat-zat yang ada di dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap
mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan.

Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya berifat ionik
sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada suhu
0oF. Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang diserap
dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air
dalam bahan (Depkes RI, 2000).

Metode penentuan kadar air dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya yaitu Oven
Pengering (Thermogravimetri), Titrasi Karl Fisher (dengan reaksi kimia), dan Destilasi
Azeotrop.

Penetapan kadar air :

1. Titrimetri (Titrasi)

Cara titrasi menurut MMI Pereaksi dan larutan yang digunakan peka terhadap air,
hinggaharus dilindungi dari pengaruh kelembaban udara. Pereaksi Karl Fisher disimpan
dalam botol yang diperlengkapi dengan buret otomatik. Untuk melindungi daru pengaruh
kelembaban udara, buret dilengkapi dengan tabung pengering. Labu titrasi kapasitas lebih
kurang 60 ml, dilengkapi dengan 2 elektroda platina, sebuah pipa pengalir nitrogen, sebuah
sumbat berlubang untuk ujung buret dan sebuah tabung pengering. Zat yang diperiksa
dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir nitrogen atau melalui pipa samping yang
dapat disumbat. pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah
dikeringkan atau dengan pengaduk magnit.Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering 1,5
volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variabel lebih kurang 2000 ohm.Tahanan
diatur sedemikian rupa sehingga arus utama yang cocok yang melalui elektroda platina
berhubungan secara seri dengan mikroammeter. Setelah setiap kali penambahan pereaksi
Karl Fisher, penunjuk mikroammeter menyimpang akan tetapi segera kembali kedudukan
semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih lama Untuk zat-
zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, maka pada umumnya dilakukan titrasi tidak
langsung. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi maka penetapan kadar air dilakukan
dengan titrasi langsung. (MMI 1989). Cara Penetapan Titrasi langsung Kecuali dinyatakan
lain, masukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan pereaksi
Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan dengan cepat sejumlah zat yang ditimbang
saksama yang diperkirakan mengandung 10 mg sampai 50 mg air, kedalam labu titrasi, aduk
selama 1 menit. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang telah diketahui kesetaraan airnya.
Hitung jumlah air dalam mg dengan rumus:

VxF

Volume adalah volume dalam ml pereaksi Karl Fischer. F adalah faktor kesetaraan
air. (MMI 1989).

Cara titrasi menurut Farmakope Indonesia Prinsip penetapan kadar air secara
titrimetri berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang
dioksida daniodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen.Dalam larutan
titrimetri asli, yang dikenal sebagai pereaksi Karl Fisher, belerang dioksida dan iodium
dilarutkan dalam piridin P dan metanol P. Zat uji dapat dititrasi dengan pereaksi secara
langsung, analisis dapat dilakukan secara titrasi kembali, sejumlah pereaksi berlebih
ditambahkan pada zat uji, dibiarkan beberapa lama sampai reaksi sempurna dan kelebihan
pereaksi dititrasi dengan larutan baku air dalam pelarut seperti metanol. Prosedur titrasi
kembali lebih umum digunakan dan menghindarkan kesulitan yang mungkin terjadi pada
titrasi langsung suatu zat melepaskan air secara perlahan-lahan. Kelemahan dari metode
titrimetri yaitu stokiometri reaksitidak tepat dan reproduksibilitas penetapan tergantung
bergantung pada beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert
yang digunakan untuk melarutkan zat, dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu.
Karena itu untuk mencapai akurasi yang diinginkan harus digunakan suatu teknik yang
dibakukan secara empirik. Presisi dalam metode ini sebagian besar bergantung pada sejauh
mana kelembaban udara dihilangkan dari sistem. Titrasi air biasanya dilakukan
menggunakan methanol mutlak sebagai pelarut zat uji, tetapi pelarut lain yang sesuai dapat
digunakan untuk zat uji khusus.

a. Metode titrasi langsung

Kecuali dinyatakan lain, masukkan 35 ml- 40 ml metanol P atau pelarut lain yang sesuai
ke dalam labu titrasi dan titrasi dengan pereaksi sampai titik akhir secara elektrometrik atau
visual untuk menetapkan kelembaban yang mungkin ada (abaikan volume pereaksi yang
digunakan, karena tidak termasuk dalam perhitungan). Tambahkan segera larutan uji ,
campur dan titrasi dengan 17 pereaksi sampai titik akhir secara elektrometrik atau visual.
Hitung kadar air dalam zat uji, dalam mg dengan rumus :

SXF

S adalah volume, dalam ml. Pereaksi yang digunakan pada titrasike dua , dan F
adalah faktor kesetaraan air dari pereaksi.

b. Metode Titrasi Residual :

Bila dalam monografi tercantum bahwa kadar air harus ditetapkan dengan metode titrasi
residual , masukkan 35 ml – 40 ml metanol atau pelarut lain yang sesuai kedalam labu titrasi,
dan titrasi dengan pereaksi sampai titik akhir secara visual atau elektrometrik. Secara cepat
tambahkan larutan uji, campur dan tambahkan sejumlah berlebih pereaksi yang diukur
seksama.Biarkan beberapa waktu sampai reaksi sempurna dan titrasi pereaksi yang tidak
digunakan dengan larutan air yang telah dibakukan sampai titik akhir secara elektrometrik
atau visual .Hitung kandungan air dalam zat uji , dalam mg dengan rumus :

F (X”- XR)

F adalah faktor kesetaraan air dari pereaksi, X” adalah volume dalam ml, Pereaksi yang
ditambahkan setelah zat uji, X adalah volume dalam ml, dari larutan air yang telah dibakukan
untuk menetralkan pereaksi yang tidak digunakan ; R adalah perbandingan ; V/25 (ml
pereaksi/ ml larutan air) yang ditetapkandari pembakuan larutan air untuk titrasi residual.
(Farmakope1995)

2. Metode Azeotropi (Destilasi Toluen)

Alat yang digunakan adalah sebuah labu kaca A 500 ml yang dihubungkan melalui
sebuah perangkat B kepada pendingin refluks C dengan sambungan kaca Asah.

Prosedur :

Masukkan kedalam labu kering sejumlah zat yang ditimbang seksama sampaipaling dekat
dengan sentigram yang diperkirakan menghasilkan 2-4 ml air. Bila zat dalam bentuk pasta,
timbang dalam wadah lembaran logam dengan ukuran yang dapat melewati leher labu. Bila
zat dapat menimbulkan gejolak, tambahkan dalam jumlah cukup pasir yang telah dicuci dan
kering untuk menutup dasar labu atau sejumlah tabung kapiler untuk penentuan suhu lebur
dengan panjang lebih kurang 100 mm, yang dileburkan pada bagian ujung atas. Masukkan
lebih kurang 200 ml Toluene P ke dalam labu, hubungkan alat dan isi tabung penerima E
dengan toluene yang dituangkan melalui puncak pendingin. Panaskan labu perlahan-lahan
selama 15 menit dan bila toluene mulai mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2
tetes per detik sampai sebagian besar air tersuling,kemudian naikkan kecepatan penyulingan
hingga lebih kurang 4 tetes per detik. Bila semua air tersuling bilas bagian dalam tabung
kondensor dengan toluene, sambil menyikat tabung kondensor dengan sikat tabung yang
dilekatkan pada kawat tembaga dan dijenuhkan dengan toluene. Lanjutkan penyulingan
selama 5 menit lalu hentikan pemanasan dan dinginkan sampai suhu kamar. Bila ada tetesan
air yang menempel pada dinding tabung penerima, lepaskan dengan sikat yang terdiri atas
karet yang diikatkan pada kawat tembaga dan dibasahi dengan toluene. Bila air dan toluene
memisah sempurna, baca volume air dan hitung presentasi yang ada dalam zat

Penetapan Susut Pengeringan

Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultas, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan ensim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau
terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang
lebihb lama.

1. Metode Gravimetri

Prosedur untuk obat tanaman. Masukkan lebih kurang 10 g zat, dan timbang seksama
dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105° selama 5 jam, dan timbang.
Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%

IV. Alat dan Bahan


- Pemanas
- Corong pisah 500 ml
- Alat destilasi
- Batu didih
- Plastik
- Spatula
- Gelas ukur
- Beaker glass
- Erlenmeyer
- Timbangan anaitik
- Simplisia ()
- Aquadest
- Toluene jenuh

V. Cara Kerja
1. Penetapan Kadar Air
- Toluene jenuh
Toluene jenuh disiapkan pada corong pisah 500 ml yang telah dicuci bersih. Dimasukkan ke
dalam corong pisah 300 ml toluene dan ditambahkan 30 ml aquadest. Corong pisah dikocok
dan dibuang gasnya sampai gas hilang, didiamkan beberapa saat, lalu diambil bagian airnya
dan biarkan toluen tetap dalam corong pisah. Kemudian ditambahkan air sebanyak 30 ml dan
dilakukan proses tersebut minimal 3 kali.
- Penetapan kadar air
Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas dengan air,
dikeringkan di lemari pengering. Sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung 1-4 mL air
ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam labu kering. Pada labu diderikan batu didih
secukupnya. Sejumlah 200 mL toluene jenuh air dimasukkan ke dalam labu, pasang
rangkaian alat. Toluene jenuh air dimasukkan ke labu penerima melalui pendingin sampai ke
leher alat penampung. Lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluene mendidih,
atur penyulingan dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air
tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua
air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluene jenuh air, sambil dibersihkan
dengan sikat tabung yang disambung pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi dengan
toluene jenuh air. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Dinginkan tabung penerima hingga
suhu ruang. Jika ada tetesan air yang melekat, gosok tabung pendingin dan tabung penerima
dengan karet yang diikat pada sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluene jenuh air
hingga tetesan air turun. Baca voume air setelah air dan toluene memisah sempurna.

2. Susut Pengeringan
Sejumlah 1 sampai 2 gram simplisia diitmbang saksama dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C dan ditara. Bahan dalam botol
ditimbang diratakan dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih
kurang 5 sampai 10 mm, masukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan ada
suhu 105°C hingga botol tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan
tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu ruang.

VI. Hasil Praktikum


Toluene  Cairan tak berwarna namun memiliki bau yang tajam
Aquadest Cairan tak berwarna dan tak berbau
Bobot simplisia  20 gram
Komposisi penjenuhan toluene Toluene:Air = 10:1 maka yang digunakan
300mL:30mL.
Toluene yang digunakan untuk destilasi  200 mL
Volume air hasil destilasi  2 mL
Massa jenis toluene  0,867 gram/mL
Massa jenis air1,00 gram/mL

VII. Perhitungan
ml air x Bj air
Kadar air = x 100 %
bobot simplisia
gram
1,5 mL x 1.00
= mL
x 100 %
20 gram
= 7,5% (Memenusi syarat) , syarat : Tidak lebih dari 10%

Susut pengeringan
Sampel Bobot cawan Bobot cawan Bobot % Susut
porselin + porselin + simplisia pengeringan
Simplisia simplisia
setelah
pengeringan
Daun 50,2 gr 35,4 gr 2 gr 8,4%
Sambiloto

sebelum pengeringan−setelah pengeringan


% Susut pengeringan = x 100 %
bobot simplisia
50,2−33,4
= x 100 %
2 gram
= 8,4% (Memenuhi syarat) , syarat : Tidak lebih dari 10%

VIII. Pembahasan

IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
1. Hariana, Arief. 2002. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 3. Jakarta. Penebar
Swadaya
2. Anonim. 2010. Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
3. Anonim. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
4. Anonim. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
5. Anonim. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume I. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai