Anda di halaman 1dari 64

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK

BANGSAL INTERNE

“Gastropati NSAID, ASHD, ISK, AKI”

Preseptor :

dr. Yostila Derosa, Sp. PD

Disusun oleh :

Gesnia Anggreini, S.Farm (2030121024)


Hafizah, S.Farm (2030122026)
Indri Sustia Rahmi, S.Farm (2030122029)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih juga Maha Penyayang, kami
panjatkan puji dan syukur kami kepada-Nya yang telah melimpahkan rahmat, nikmat,
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) bidang Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M. Natsir
Solok dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih atas doa, dukungan dan bimbingan dari semua
pihak yang sudah membimbing dan mengarahkan penulis hingga laporan ini bisa
tersusun dengan baik, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Yostila Derosa, Sp.PD selaku Preseptor yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan bantuan dengan tulus sehingga case study
report ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Ibu apt. Rina Afrianti, M.Farm selaku clinical instructor yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, petunjuk, arahan sehingga case study report ini dapat
diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Yendrizal Jafri S.Kp, M. Biomed selaku Rektor Universitas Perintis Indonesia.
4. Ibu Dr. apt. Eka Fitrianda, M.Farm selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan
Case Study ini dapat diselesaikan.
5. Ibu. apt. Mimi Aria, M.Farm. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Perintis Indonesia.
6. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Perintis Indonesia.
7. Kedua Orang tua dan keluarga atas dukungan serta semangat luar biasa yang diberikan
selama menjalankan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8. Rekan seperjuangan apoteker angkatan XXVII atas dukungan dan kerja samanya selama
ini.
9. Semua pihak yang telah membantu sehingga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
terselesaikan.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa mendatang. Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak.

Solok, Juni 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Lambung merupakan organ yang berfungsi menerima makanan dan minuman,
menggiling, mencampur dan mengalirkan makanan ke dalam duodenum. Mukosa lambung
dapat mengalami ganguan akibat semua jenis makanan, minuman dan obat-obatan secara
kontak langsung ataupun sistemik1Nonsteroidal anti-inflammatory drugs(NSAID)
merupakan salah satu obat- obatan yang dapat menggangu mukosa lambung dan obat yang
paling sering diresepkan. Mayoritas penggunaan NSAID meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia dan pada penyakit-penyakit yang berhubungan dengan osteoarthritis,
rematik artritis dan kelainan musculoskeletal. Dimana target dari penanganan nyeri
adalahmenghilangkan nyeri, peningkatan fungsional capacity dan memperbaiki kualitas
hidup.

Gastrointestinal side effect akibat NSAID dapat berupa dispepsia, ulkus peptikum dan
perdarahan saluran cerna. Obat ini sebagai lini pertama dalam pengobatan arthritis dan
digunakan secara luas pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan nyeri-nyeri yang lain.
Sebagian besar efek samping NSAID pada saluran cerna bersifat ringan dan reversible –
hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni tukak peptik, perdarahan saluran cerna dan
perforasi. Resiko untuk mendapatkan efek samping NSAID tidak sama untuk semua orang.
Sekitar 20% pasien yang mendapat NSAID akan mengalami dyspepsia (Wallace, 2008).
Sementara,lambung dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mukosa pertahanan
lambung (Wallace, 2000).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah
ketidaksanggupan jantung akut atau kronis yang timbul karena kekurangan suplai darah pada
myokardium sehubungan dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner (Knight, 1996).
Definisi lain untuk PJK adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh terjadinya penyempitan
dan hambatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Apabila penyempitan ini
menjadi parah, dapat menimbulkan serangan jantung (Soeharto, 2004).

Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah
metabolism dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah.
Dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua ginjal ini karena
sesuatu hal gagal menjalankan fungsinya, akan terjadi kematiankematian (verdiansah, 2016 &
Wilson, 2012). Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai
penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya
ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan
konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat
konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal
adalah penurunan produksi urin (kidney, 2012)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan karena adanya
invasi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherechia
coli, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi saluran kemih dapat
mengenai baik pria maupun wanita dari semua umur baik anak, remaja, dewasa maupun
umur lanjut. Wanita lebih sering terinfeksi dari pria dengan angka populasi umum kurang
lebih 5-15% (Tessy & Suwanto, 2001). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
dengan keterlibatan bakteri tersering dikomunitas dan hampir 10% orang pernah terkena ISK
selama hidupnya.

Sekitar 150 juta penduduk di seluruh dunia tiap tahunnya terdiagnosis menderita infeksi
saluran kemih. Prevalensinya sangat bervariasi berdasar pada umur dan jenis kelamin,
dimana infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria yang oleh
karena perbedaan anatomis antara keduanya. Infeksi saluran kemih menempati posisi kedua
tersering (23,9%) di negara berkembang setelah infeksi luka operasi (29,1%) sebagai infeksi
yang paling sering didapatkan oleh pasien di fasilitas kesehatan. ISK merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan (Pezzlo, 1992).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastropati NSAID

2.1.1 Defenisi

Gastropati adalah terjadinya kerusakan sel epitel mukosa ambung dan gangguan
regenerasi sel epiel tanpa adanya proses intamasi. Gastr opati timbul akibat adanya iritasi okh
at kimia ( seperti obat anti inflamasi non steroid dan alkohol ), refuks cairan empedu
hipovolemik dan bendungan kronik.

2.1.2 Faktor resiko

a. Usia Lanjut >60 tahun


b. Riwayat pernah menderita tukak
c. Riwayat perdarahan salıran cera
d. Dosis tinggi atau menggunakan dua jenis NSAID
e. Menderita penyakit sistemik yang berat
f. Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylory
g. Merokok
h. Mengkonsumsi alkohol

2.1.3 Epidemiologi

Kelompok usia tua > 65 tahun merupakan populasi tertinggi mencapai 10-20%
memakaiNSAID setiap hari, penelitian di Alberta Canada menunjukkan 27% pasien usia tua
mendapat peresepan NSAID sedangkan Tannessee (USA), 40% penderita usia lanjut
menerima sekurang-kurangnya satu NSAID setiap tahun. Pada penelitian dengan
membandingkan 2 populasidengan usia > 65 tahun, pemakaian obat-obatan untuk mencegah
ulkus peptikum atau menghilangkan dyspepsia hamper dua kali lipat pada pemakai NSAID
(20-26%) regular dibanding tidak pemakai NSAID (11%).

Banyak studi menunjukkan bahwa NSAID meningkatkan resiko komplikasi ulkus


peptikum 2-3 kali lipat dan pada beberapa populasi berbeda diperkirakan 15-35% penyebab
ulkus peptikum disebabkan NSAID. Di UK tiap tahun diperkirakan 30.000 gangguan
gastrointestinal yang serius diakibatkan oleh NSAID dan diperkirakan 12.000 pasien terpaksa
dirawat dirumah sakit dan menyebabkan 1.200 kematian. Di USA diperkirakan lebih dari
40.000 penderita tiap tahun dirawat di rumah sakit dan menyebabkan 3.000 kematian pada
penderita lanjut usia yang disebabkan oleh pemakaian NSAID

2.1.4 Manifestasi Klinik

2.1.5 Patofisiologi

Efek samping NSAID pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping
pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAID merusak mukosa lambung melalui
2 mekanisme, yakni topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topical terjadi karena
NSAID bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk ke
dalam mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID tampaknya lebih penting,
yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun. NSAID secara
bermakna menekan prostaglandin.9,10

Seperti diketahui, prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting


bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi ini dilakukan dengan cara menjaga aliran darah
mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat, dan meningkatkan epithelial
defense. Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi netrofil pada endotel
pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan
protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung
seperti dijelaskan pada gambar 5 7,10.

Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan NSAID


melalui 4 tahap, yaitu 4,8,11:

Menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan


proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskuler
yang diperberat oleh kerjasama platelet dan mekanisme koagulasi.

Endotel vaskuler secara terus menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan


I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokontriksi sehingga
aliran darah menurun yang menyebabkan nekrose epitel. Hambatan COX-2 menyebabkan
peningkatan perlengketan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan
mesenterik, dimulai dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen sehongga
memperberatkerusakan epitel dan endotel. Perlengketan leukosit PMN menimbulkan statis
aliran mikrovaskuler, iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa/tukak peptik 5,10,12.
2.1.6 Diagnosa Penyakit

Diagosis gastropati NSAID dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan


fisik, pemeriksaan penunjang. Pada ananesis manikestasi klni gastrtis bervarasi dari tapa
gejala, gejala ringan dengan marifestasi terserin yatu heartbum, dispepsia, abdominal
discomfort dan nausea, hingga gejala berat seperti tukak peptk, perdarahan, dan perforasi.
Manifestasi klnis lain yang biasa drasakan pasien adaah mngakami gangguan pada saluran
pencermaan atas berpa mfsu makan menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut,
muntah, mual dan bersendawa. Jika terdapat pendarahan aktif, dapat terjadi hematemesis dan
melem Pada pemerksaan fisik dapat ditemkan nyeri tekan pada daerah epigastraum dan dapat
diemukan distensi abdomn pada gejah yang berat.

Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemerik saan EGD


(Esofagogastroduedenoscopy) dan pemeriksaan histopatobgi Tes ini dlakukan dengan cara
memasukkan sebuah sehng keci yang fleksibel (endoskop) mehli mult dan masuk ke dahm
esophagus, lambung dan bagian atas usus kecl Pada EGD dapat djunpai kongesti mukosa.
erosi-erosi keci dan kadang-kadang disertai pendarahan kecil Lesi seperi ini dapat sembuh
sendiri Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak mipe. pendarahan las dan perforasi
sakıran cema.78
Untuk mengevaluasi ganggun mukosa dapat menggunakan Modfied Lana Skor (MLS)
krieria. Sistem grading ini menurut MLS adalah sebagai berikut:

Grade 0: Tdak ada erosi atau perdarahan

Girade 1 : Erosi dan perdarahan di satu wlayah atau jumlah lesi kurang lebih 2

Grade 2 :Erosi dan perdarahan di satu daerah atau ada 3-5 esi

Grade 3: Erosi dan perdarahan di dua daerah atau ada 6-10 esi

Grade 4: Erosi dan perdaraha> 3 daerah atau lebh dalam lambung

Grade 5 :Sudah ada tukak lambung

2.1.7 Penatalaksanan Terapi

2.1.7.1 Farmakologi

Penanganan perlukaan mukosa karena NSAID terdiri dari peangaan terhadap uks aktif
dan pencegahan primer terhadap perlukaan dikemudian hari Idealnya, NSAID dihentikan
sebagai langkah pertama terapi ulkus. Searjunya. pada penderita diberikan obat penghambat
sekresi asam (penghambat H2. PPls).

Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan dapat sembuh
sendri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat
mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat menghentikan NSAID, obat-obat tukak
seperti golongan sioproteksi ARH2 dan PPI dapat dberkan dengan hasi yang bak. Sedangkan
pasien yang tidak mungk in menghent kan NSAID dengan berbagai pertimbangan sebaknya
menggunakan PPL. Mereka yang mmpunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat,
sebaiknya dberikan terapi pencegahan mengunakan PPI atau analog prostagland in.

1. Misoprostol

Misoprostol adalah obat lambung prostaglandin yang diguakan untuk menggantikan


secara lokal penbentukan prostaglandin yang dhanbat oleh NSAID. Dalam studi aplikasi
mkosa misoprostol 200 mg empat kali sehari terbukti mengurangi tingkat keseluruhan
komplikasi NSAID sekiar 40%. Namun, penggunaan misoprostol dosis tinggi dbatasi karena
efek samping terhadap Gi. Sehin u, pengguaan misoprostol tidak berhubungan dengan
pengurangan gejak dispepsia.
2. Sukralfat /antasida

Sukralfat mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk gel
pelindung (sueralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida). kedua regimen teah
dtunjukkan urtuk mendorong berbagai mekanisme gastroprotektif. Sukralat dapat
menghambat hidrokis protein mukosa oeh pepsin Sukralat masih dapat digunakan pada pence
gahan tukak akibar sress, meskipun kurang efektif Karem diaktivasi oleh asam maka
sukralfat digunakan pada kondisi lambung kosong Efek samping yang palng banyak terjadi
yaitu konstipasi

2.1.7.2 Non Farmakologi

berupa istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID.


Secara umum pasien dapat danjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasi atau ada
komplikasi baru danjurkan rawat inap di rumh sakit. Pada pasien dengan disertai tukak, dapat
dberikan diet lambung yang bertujuan untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya
yang tidak memberatkan lambung. mencegah dan menetrakan asam lambung yang berebihan
serta mengusahakan keadaan gi sebaik mungkin.

Adapun syarat diet lambung yakni

1. Mudah dicerna. porsi kecil, dan sering diberkan.

2. Energi dan protein cukup. sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima
rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang diingkatkan secara
bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.

3. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.

5. Cairan cukup. terutama bila ada muntah

6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kima (disesuaikan dengan daya teria perseorangan)

7. Laktosa rendah bla ada gejah intoleransi laktosa, umumnya tidak dianjurkan minum
susu terlalu banyak.

8. Makan secara perlahan


9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk
memberikan istirahat pada ambung.

2.2 Astherosclerosis Heart Disease (Penyakit Jantung Koroner)

2.2.1 Defenisi

Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai
dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit arteri
koroner (aterosklerosis dari arteri koroner) (Dipiro, 2011).

2.2.2 Etiologi

Penyakit Jantung Koroner disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding dalam
pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai
proses seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran, pembekuan darah yang semuanya akan
mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot
jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan
berbagai akibat yang cukup serius dari Angina Pectoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung,
yang dalam masyarakat di kenal dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian
mendadak.Pembuluh arteri ini akan menyempit dan bila parah terjadi penghentian darah.
Setelah itu terjadi proses penggumpalan dari berbagai substansi dalam darah sehingga
menghalangi aliran darah dan terjadi atherosklerosis. Manifestasi klinik dari penyakit jantung
koroner adalah: Tanpa gejala, Angina pectoris, Infark miokard akut, Aritmia, Payah jantung,
Kematian mendadak (Soeharto, 2004).

2.2.3 Faktor resiko

Faktor risiko yang mencetuskan PJK dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi :

1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


a) Hipertensi
Hipertensi adalah hasil tekanan darah yang konsisten sistolik ≥ 140 mmHg atau
diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi merusak sel endotel arteri, kemungkinan disebabkan
oleh kelebihan tekanan dan perubahan karakteristik aliran darah. Kerusakan ini dapat
merangsang perkembangan plak ateroklerotik.
b) Diabetes
Diabetes mempengaruhi endotelium pembuluh darah, berperan pada proses
ateroklerosis. Hiperglikemia dan hiperinsulinemia, perubahan fungsi trombosit,
kenaikan kadar fibrinogen, dan inflamasi juga berperan pada perkembangan
aterosklerosis pada orang diabetes.
c) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah kadar lemak dan lipoprotein tinggi yang abnormal. Lipoprotein
densitas rendah (LDL) adalah pembawa utama kolesterol. Kadar tinggi LDL
meningkatkan ateroklerosis karena LDL menyimpan kolesterol pada dinding arteri.
Kenaikan trigliserida juga berperan pada risiko pada PJK.

d) Merokok
Pria perokok mempunyai dua hingga tiga kali risiko mengalami penyakit jantung
disbanding pria bukan perokok; wanita yang perokok mempunyai risiko hingga empat
kalinya. Nikotin membuat kontriksi arteri, membatasi perfusi jaringan (pengiriman
aliran darah dan oksigen). Lebih lanjut, nikotin mengurangi kadar HDL dan
meningkatkan agregasi trombosit, meningkatkan risiko pembentukan thrombus.
e) Obesitas
Obesitas umumnya didefinisikan sebaga indeks massa tubuh (IMT) 30 kg/m2 atau
lebih dan distribusi lemak yang mempengaruhi risiko PJK. Orang yang obes
mempunyai risiko hipertensi, diabetes, dan hyperlipidemia yang lebih tinggi
dibanding dengan yang nornal.
f) Kurang aktifitas fisik
Kurang aktifitas fisik dikaitkan dengan risiko PJK yang lebih tinggi. Manfaat latihan
pada kardiovaskular mencakup peningkatan ketersediaan oksigen ke otot jantung,
penurunan kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung, serta peningkatan fungsi
miokardium dan stabilitas listrik. Efek positif lain dari aktifitas fisik teratur mencakup
oenurunan tekanan darah, lemak darah, kadar insulin, agregasi trombosit, dan berat
badan.
g) Diet

Diet adalah faktor risiko PJK terutama supan lemak dan kolesterol secara bebas. Diet
banyak buah, sayur, gandum utuh, dan asam lemak.
2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Black & Hawks, 2014).
a) Keturunan (termasuk ras)

Anak-anak dari orang tua yang memiliki penyakit jantung memiliki risiko PJK yang
lebih tinggi. Peningkatan risiko ini terkait dengan predisposisi genetik pada hipertensi,
peningkatan lemak darah, diabetes dan obesitas yang meningkatkan risiko PJK.
b) Pertambahan usia

Usia mempengaruhi risiko dan keparahan PJK. PJK simtomatis tampaknya lebih
banyak pada orang berusia lebih dari 40 tahun, 4 dari 5 orang yang meninggal karena
PJK berusia 65 tahun atau lebih.
c) Jenis kelamin
Pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan jantung pada usia lebih
muda, risiko pada wanita meningkat signifikan pada masa menopause, sehingga
angka PJK pada wanita setelah menopause dua atau tiga kali lipat pada usia yang
sama sebelum menopause.

2.2.4 Prevalensi

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 juga menyebutkan
bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter adalah
sebesar 0,5%, sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 1,5% (Kemenkes RI, 2013). Data dari Kementerian Kesehatan
Indonesia pada tahun 2014 (Kemenkes RI, 2014) menyebutkan bahwa prevalensi penyakit
jantung koroner di Jawa Timur pada tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter adalah sebesar
0,5% atau sekitar 144.279 penderita, sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner di Jawa
Timur berdasarkan diagnosis dokter atau gejala adalah sebesar 1,3% atau sekitar 375.127
penderita dan merupakan jumlah penderita penyakit jantung koroner tertinggi.

2.2.5 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik penyakit jantung koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai
akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran
darah berlangsung progresif dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang
ditimbulkannya akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan
untuk hidup. Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifestasi utama
iskemia miokardium adalah angina pektoris (nyeri dada). Angina pektoris adalah serangan
nyeri substernal, retrosternal yang biasa berlangsung beberapa menit setelah gerak badan dan
menjalar ke bagian lain dari badan dan hilang setelah istirahat. Iskemia yang lebih berat,
disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium.

Jantung yang mengalami kerusakan irreversibel akan mengalami degenerasi dan


kemudian diganti dengan jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan
mengalami kegagalan. Artinya, ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh akan darah
dengan memberikan curah jantung yang adekuat. Untuk beberapa pasien dengan penyakit
koroner yang signifikan, gejala yang muncul mungkin berbeda dari gejala klasik. Pola rasa
nyeri yang timbul termasuk nyeri pada dada bagian depan (96%), nyeri di lengan kiri bagian
atas (83,7%), nyeri di lengan kiri bagian bawah (29,3%), dan kadang – kadang nyeri leher
(22%). Nyeri pada area lain jarang terjadi. Iskemik dideteksi dengan elektrokardiogram
(EKG). Penyakit ini akan lebih mudah terdeteksi pada pagi hari (6 pagi hingga 12 siang)
daripada waktu lain (Dipiro, 2011).

2.2.6 Patofisiologi

Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada
pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada dinding
arterisehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar,
2015). Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak
disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan pada
awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi
dan pendaeahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada
akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung (Naga, 2012).

Pada umumnya PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara penyedian dan


kebutuhan oksigen miokardium. Penyedian oksigen miokardium bisa menurun atau
kebutuhan oksigen miokardium bisa meningkat melebihi batas cadangan perfusi koroner
peningkatan kebutuhan oksigen miokardium harus dipenuhi dengan peningkatan aliran darah.
gangguan suplai darah arteri koroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar
70% atau lebih pada pangkal atau cabang utama arteri koroner. Penyempitan <50%
kemungkinan belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada
beratnya arteriosklerosis dan luasnya gangguan jantung (Saparina, 2010).
2.2.7 Diagnosa Penyakit

Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan yang kuat dalam menentukan


keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan
EKG awal tidak terdiagnosis sebagai STEMI tetapi simptomatik kuat dan terdapat kecurigaan
diagnosis ke sana, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan
secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.
Pada pasien dengan STEMI inferior EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan1,6,7

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.
Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi tidak total,
obsrtuksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST.
Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris unstabil atau non STEMI. Pada
sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut
infark non Q.1,3,6,7
2.2.8 Penatalaksanan Terapi

Penatalaksanaan terapi pasien jantung koroner memiliki dua tujuan yakni tujuan terapi
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan terapi jangka pendek adalah agar dapat
mengurangi atau mencegah gejala angina yang dapat mengganggu aktivitas penderita,
sedangkan tujuan terapi jangka panjang adalah untuk mencegah munculnya komplikasi pada
penyakit jantung koroner seperti infark miokard, aritmia, dan gagal jantung serta untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita. Terapi farmakologi yang biasa digunakan pada
pasien penyakit jantung koroner adalah golongan nitrat, antiplatelet, antidislipidemia, β –
Blockers, ACE – Inhibitor, dan vasodilator nitrat (Dipiro dkk, 2008).

2.2.8.1 Farmakologi

Aspirin dosis rendah


Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih merupakan obat utama untuk
pencegahan trombosis. Meta-analisis menunjukkan, bahwa dosis 75-150 mg sama
efektivitasnya dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan
diber pada semua pasien PJK kecuali bila ditemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga
disarankan diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal
dan perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal
dibandingkan aspirin lainnya.

* Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine merupakan antagonis ADP dan


menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan
resistensi atau intoleransi terhadap aspirin. AHA/ACC guidelines update 2006 memasukkan
kombinasi aspirin dan clopidogrel harus diberikan pada pasien PCI dengan pemasangan stent,
lebih 1 bulan untuk bare metal stent, lebih 3 bulan untuk sirolimus eluting stent, dan lebih 6
bulan untuk paclitaxel-eluting stent.

* Obat penurun kolesterol

Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi
primer maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah membuktikan bahwa statin dapat
menurunkan komplikasi sebesar 39% (Heart Protection Study), ASCOTT-LLA atorvastatin
untuk prevensi primer PJK pada pasca-hipertensi. Statin selain sebagai penurun kolesterol,
juga mempunyai mekanisme lain (pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti
inflamasi, anti trombotik dll. Pemberian atorvastatin 40 mg satu minggu sebelum PCI dapat
mengurangi kerusakan miokard akibat tindakan. Target penurunan LDL kolesterol adalah <
100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, DM, penderita PJK dianjurkan menurunkan LDL
kolesterol < 70 mg/dl.
* ACE-Inhibitor/ARB
Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada pasien dengan PJK
telah dibuktikan dari berbagai studi a.l., HOPE study, EUROPA study dll. Bila intoleransi
terhadap ACE-I dapat diganti dengan ARB.
* Nitrat pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek venodilator sehingga preload
miokard dan volume akhir bilik kiri dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi
oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan
yang mengalami aterosklerotik. Menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat agregasi
trombosit. Bila serangan angina tidak respons dengan nitrat jangka pendek, maka harus
diwaspadai adanya infark miokard. Efek samping obat adalah sakit kepala, dan flushing.
* Penyekat β juga merupakan obat standar. Penyekat β menghambat efek katekolamin pada
sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard.
Pemberian penyekat β dilakukandengan target denyut jantung 50-60 per menit.
Kontraindikasi terpenting pemberian penyekat β adalah riwayat asma bronkial, serta
disfungsi bilik kiri akut.

* Antagonis kalsium mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium


dapat mengurangi keluhan pada pasien yang telah mendapat nitrat atau penyekat β; selain itu
berguna pula pada pasien yang mempunyai kontraindikasi penggunaan penyekat β. Antagonis
kalsium tidak disarankan bila terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan konduksi
atrioventrikel. Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan angina
stabil menurut ESC 2006 sbb.:
1. Pemberian Aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang spesifik
(cth. Perdarahan lambung yang aktif, alergi aspirin, atau riwayat intoleransi aspirin) (level
evidence A).
2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner (level evidence A).
3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE inhibitor, seperti
hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, riwayat miokard infark dengan disfungsi ventrikel kiri,
atau diabetes (level evidence A).

4. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang pernah
mendapat infark miokard (level evidence A).

2.2.8.2 Non Farmakologi

1) Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok.

2) Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki

kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi, olahraga bermanfaat karena :

a) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard

b) Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih berkurang
bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol

c) Menurunkan tekanan darah

d) Meningkatkan kesegaran jasmani


e) Diet merupakan langkah pertama dalam penanggulangan hiperkolesterolemia.
Tujuannya untuk menjaga pola makan gizi seimbang, makan makanan yang dapat
menurunkan kadar kolesterol dengan menerapkan diet rendah lemak (Rahman, 2007).
f) Terapi diet pada PJK yang merupakan panduan dalam masalah kesehatan
kardiovaskuler yang telah diikuti secara luas adalah dari AHA dan NCEP. Terapi diet
ini secara khusus bertujuan untuk memperbaiki profil lemak darah pada batas-batas
normal. Terapi diet dasar atau tingkat 1 dapat menurunkan ≥ 10% dari total kalori
berasal dari asam lemak tidak jenuh majemuk (poly-unsaturated fatyacid). bila kadar
total kolesterol darah turun 10% atau lebih dan
memenuhi batas yang ditargetkan, diet telah dianggap berhasil dan perlu
dipertahankan. Namun, apabila penurunan < 10%, diet dilanjutkan ke tingkat 2 selama
8-10 minggu, dan pada akhir dilakukan tes darah. Bila hasilnya belum juga mencapai
sasaran, mungkin sekali tubuh tidak cukup responsif terhadap diet dan individu perlu
berkonsultasi dengan dokter mengenai kemungkian pemakaian obat (Sudoyo, et all
2011 ; Rahman, 2007).

2.3 Infeksi Saluran Kemih

2.3.1 Defenisi

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba
tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna (IDAI, 2011).
Istilah ISK umum digunakan untuk menandakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran
kemih (Haryono, 2012). ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana terdapat
mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi
pada saluran kemih (Dipiro dkk, 2015).

2.3.2 Epidemiologi

Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia mulai dari
bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi ISK lebih banyak terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra wanita lebih pendek dibandingkan laki-laki
(Purnomo, 2014). Menurut data penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%-35% semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and Urology Disease
Information Clearinghouse (NKUDIC) juga mengungkapkan bahwa pria jarang terkena ISK,
namun apabila terkena dapat menjadi masalah serius (NKUDIC, 2012). Infeksi saluran kemih
(ISK) diperkirakan mencapai lebih dari 7 juta kunjungan per tahun, dengan biaya lebih dari $
1 miliar. Sekitar 40% wanita akan mengalami ISK. setidaknya sekali selama hidupnya, dan
sejumlah besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang (Gradwohl,
2011).2.3.3

2.3.4 Etiologi

Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur tetapi
bakteri yang sering menjadi penyebabnya. Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gram-
negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik ke sistem saluran
kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter (Purnomo,
2014). Pasca operasi juga sering terjadi infeksi oleh Pseudomonas, sedangkan Chlamydia dan
Mycoplasma bisa terjadi tetapi jarang dijumpai pada pasien ISK. Selain mikroorganisme, ada
faktor lain yang dapat memicu ISK yaitu faktor predisposisi (Fauci dkk., 2008).

2.3.5 Manifestasi Klinik

Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti demam, susah
buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering buang air kecil,
kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik
(Permenkes, 2011).Namun, gejala-gejala klinis tersebut tidak selalu diketahui atau ditemukan
pada penderita ISK. Untuk memegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, ureum dan kreatinin, kadar gula darah, urinalisasi
rutin, kultur urin, dan dip-stick urine test. (Stamm dkk, 2001). Dikatakan ISK jika terdapat
kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL. Ditemukannya positif (dipstick) leukosit esterase
adalah 64 - 90%. Positif nitrit pada dipstick urin, menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit
oleh bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif), sangat spesifik sekitar 50% untuk
infeksi saluran kemih. Temuan sel darah putih (leukosit) dalam urin (piuria) adalah indikator
yang paling dapat diandalkan infeksi (> 10 WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah 95%
sensitif tapi jauh kurang spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur
urin dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015).

2.3.6 Patofisiologi

Bakteri penyebab ISK biasanya berasal dari flora usus pejamu.


• ISK dapat diperoleh melalui tiga kemungkinan rute: asendens, hematogen nous, atau jalur
limfatik.
• Pada wanita, panjang uretra pendek dan dekat dengan perirektal daerah membuat
kolonisasi uretra mungkin. Bakteri kemudian diyakini memasuki kandung kemih dari uretra.
Begitu berada di kandung kemih, organisme berkembang biak dengan cepat dan dapat naik
ke ureter ke ginjal.
• Tiga faktor menentukan perkembangan ISK: ukuran inokulum, virulensi mikroorganisme,
dan kompetensi inang alami mekanisme pertahanan.
• Pasien yang tidak dapat berkemih sepenuhnya memiliki risiko lebih besar untuk:

mengembangkan ISK dan sering mengalami infeksi berulang.


• Faktor virulensi penting dari bakteri adalah kemampuannya untuk melekat pada urin sel
epitel oleh fimbriae, mengakibatkan kolonisasi saluran kemih, infeksi kandung kemih, dan
pielonefritis. Faktor virulensi lainnya termasuk hemo- ysin, protein sitotoksik yang
diproduksi oleh bakteri yang melisiskan berbagai sel2.3.7 Diagnosa Penyakit

2.3.8 Penatalaksanan Terapi

2.3.8.1 Farmakologi
• Kemampuan membasmi bakteri dari saluran kemih berhubungan langsung dengan
sensitivitas organisme dan konsentrasi yang dapat dicapai dari agen antimikroba dalam urin.

• Penatalaksanaan terapeutik ISK paling baik dilakukan dengan kategori pertama rizing jenis
infeksi: sistitis akut tanpa komplikasi, simtomatik abakteriuria, bakteriuria asimtomatik, ISK
terkomplikasi, berulang infeksi, atau prostatitis.
• Tabel 50-3 mencantumkan agen yang paling umum digunakan dalam pengobatan ISK,
bersama dengan komentar tentang penggunaan umum mereka.
2.4 Acute Kidney Injury (Gagal Ginjal Akut)

2.4.1 Defenisi

Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal
untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit.

2.4.2 Epidemiologi

AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission patient dan
mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif (ICU). AKI juga
menjadi komplikasi medis di Negara berkembang, terutama pasien dengan latar belakang
adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti malaria, leptospirosis, dan bencana alam
seperti gempa bumi. Insidennya meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak 1988 dan
diperkirakan terdapat 500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini bahkan lebih tinggi dari
insiden stroke. 4,5 Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara 0,5-
0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 36-67% pada
pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan 5-6% Pasien ICU dengan AKI
memerlukan Terapi Penggantian Ginjal ( TPG atau Replacement Renal Therapy (RRT)).4

Terkait dengan epidemiologi AKI, terdapat variasi definisi yang digunakan dalam
studi klinis dan diperkirakan menyebabkan variasi yang luas dari laporan insiden dari AKI itu
sendiri (1-31%) dan angka mortalitasnya (19-83%). Dalam penelitian Hoste (2006) diketahui
AKI terjadi pada 67 % pasien yang di rawat di ruang intensif dengan maksimal RIFLE yaitu
12% kelas R, 27% kelas I dan 28% kelas F. Hospital mortality rate untuk pasien dengan
maksimal RIFLE kelas R, I dan F berturut- turut 8.8%, 11.4% dan 26.3% dibandingkan
dengan pasien tanpa AKI yaitu 5.5%.8 Namun hasil penelitian Ostermann (2007)
menunjukkan Hospital mortality rate yang lebih tinggi yaitu 20.9%, 45.6% dan 56.8%
berturut-turut untuk maksimal kelas RIFLE R, I, dan F.4,5

2.4.3 Etiologi

Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni
(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan
obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI.

2.4.4 Manifestasi Klinik

Gangguan ginjal akut/ GnGA (Acute kidney injury/AKI) merupakan istilah pengganti
dari gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak dari fungsi ginjal (laju
filtrasi glomerulus/LFG) yang bersifat sementara, ditandai dengan peningkatan kadar
kreatinin serum dan hasilmetabolisme nitrogen serum lainnya, serta adanya ketidakmampuan
ginjal untuk mengatur homeostasis cairan dan elektrolit.1 Istilah gangguan ginjal akut
merupakan akibat adanyaperubahan paradigma yang dikaitkan dengan klasifikasi dan
ketidakmampuan dalam mengenal gejala dini serta prognosis.1,2

2.4.5 Patofisiologi

Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan
volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat menurun secara tiba-tiba sampai
dibawah 15 mL/menit. Penyakit ini mengakibatkan peningkatan kadar serum urea, kreatinin,
dan bahan lain. Gagal ginjal akut bersifat reversibel, namun secara umum tingkat kematian
pasien tinggi (Kenward & Tan,2003).
1). Patofisiologi gagal ginjal akut

Terdapat tiga kategori ARF (Acute Renal Failure) atau gagal ginjal akut, yaitu
prerenal, renal dan postrenal dengan mekanisme patofisiologi berbeda.Postrenal Postrenal
terjadi karena obstruksi aliran kemih oleh beberapa sebab, antara lain: hipertrofi prostat jinak,
tumor panggul, dan pengendapan batu ginjal (Stamatakis, 2008).
2). Penyebab gagal ginjal akut:
a). Penyebab prerenal, misalnya septicaemia, hypovolaemia, cardiogenic shock, dan hipotensi
akibat obat.
b). Penyebab renal, misalnya glomerulonephritis, myoglobinuria, obstruksi intrarenal, obat
yang bersifat nefrotoksik, dan hipertensi yang meningkat.

c). Penyebab postrenal, misalnya obstruksi saluran kemih akibat hipertrofi prostat,
batu ginjal, dan batu pada saluran kemih (Kenward & Tan, 2003).
3). Gambaran klinis
Gambaran klinis gagal ginjal akut meliputi perubahan volume urin (oliguria, poliuria),
kelainan neurologis (lemah, letih, gangguan mental), gangguan pada kulit (gatal-gatal,
pigmentasi), tanda pada kardiopulmoner (sesak, perikarditis), dan gejala pada saluran cerna
(mual, nafsu makan menurun, muntah) (Kenward & Tan, 2003).

2.4.6 Diagnosa Penyakit

Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang
telahdipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut memang
merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum
yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lainriwayat etiologi PGK, riwayat etiologi
penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia,neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI) dan ukuranginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai.
Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal
bahkanmembesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik.Upaya
pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan
penentuankomplikasi.12,13

Assessment pasien dengan AKI


a. Kadar kreatinin serum.

Pada GGA faal ginjal dinilai dengan memeriksa berulang kali kadar serum kreatinin.
Kadar serum kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat LFG karena tergantung dari
produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh, dan ekskresi oleh ginjal
b. Volume urin.

Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk gagal ginjal
akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian,
volume urin pada GGA bisa bermacam-macam, GGA prerenal biasanya hampir selalu
disertai oliguria (<400ml/hari), walaupun kadang tidak dijumpai oliguria. GGA renal dan
post-renal dapat ditandai baik oleh anuria maupun poliuria.
c. Petanda biologis (biomarker).

Syarat petanda biologis GGA adalah mampu mendeteksi sebelum kenaikan kadar
kreatinin disertai dengan kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda biologis diperlukan
untuk secepatnya mendiagnosis GGA. Petanda biologis ini adalah zat-zat yang dikeluarkan
oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti interleukin 18, enzim tubular, N-acetyl-B-
glucosamidase, alanine aminopeptidase, kidney injury molecule 1. Dalam satu penelitian
pada anak-anak pasca bedah jantung terbuka gelatinase-associated lipocain (NGAL) terbukti
dapat dideteksi 2 jam setelah pembedahan, 34 jam lebih awal dari kenaikan kadar kreatinin.
13

Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasiglomerulus,


tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prerenal, sedimen yang
didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI postrenal juga
menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan
pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast
yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown”granular
cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan padaATN; cast eritrosit
pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented
“muddy brown” granular cast pada nefritisinterstitial.9,11

Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin
(osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan
tipeAKI.

2.4.7 Penatalaksanan Terapi

2.4.7.1 Farmakologi

Terapi dengan loop diuretik (furosemid), fenoldopam dan dopamin.

Dopamin dosis rendah dalam dosis mulai 0,5-3 mcg/kg/menit, terutama merangsang
reseptor dopamin-1, menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal dan meningkatkan
aliran darah ginjal (Stamatakis, 2008).

2.4.7.2 Non Farmakologi

Transplantasi ginjal mungkin diperlukan pada pasien ARF untuk kelebihan volume
yang menghasilkan respon terhadap diuretik, untuk meminimalkan akumulasi produk limbah
nitrogen, dan untuk memperbaiki abnormalitas elektrolit dan asam basa sementara menunggu
fungsi ginjal pulih. Gizi yang cukup, manajemen cairan, dan koreksi kelainan hematologi
merupakan terapi suportif pada ARF (Stamatakis, 2008).
BAB III

TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Data Umum
No.MR 0777XX

Nama Pasien Tn. RML

Umur 65 Th

Jenis Kelamin Laki-Laki

Agama Islam

Alamat Nan Balimo

Ruangan IP

DiagnosaUtama Gastropati NSAID

Diagnosa Tambahan ISK, ASHD,AKI


DPJP Dr. YD, Sp. PD

Tanggal Masuk 30/05/21

Tanggal Keluar 04/05/21

3.2 Riwayat Penyakit


3.2.1 Keluhan Utama
Pasien baru masuk IGD dengan keluhan nyeri perut, nyeri kepala, mual, muntah,
demam dan batuk 9 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Gastropati NSAID, Observasi Febris

3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu


Jantung.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada
3.3 Data Penunjang
3.3.1 Data Pemeriksaan Fisik
Nadi (HR) : 89x/menit (Normal 60-100x/menit)
Suhu : 38,1C (normal 36 – 37,5C)
Keadaan umum : Pasien dalam keadaan sadar
Tekanan Darah : 126/60 mmHg (Normal 120/80 mmHg)
Pernafasan : 20x/menit (Normal
3.3.1 Tanda-Tanda Vital

30/05/2021 31/05/2021 01/06/2021 02/06/2021 03/06/2021 04/06/2021


Nilai Normal
Data Klinik

Pernafasan (RR) 16-20x/menit 20 20 20 24 20 20

Suhu 36-37,5oC 38,1 37,3 35,8 36 36 36

Tekanan Darah 120/80 mmHg 126/60 131/62 100/60 116/72 110/70 110/60

Nadi 60-100x/menit 90 82 83 70 71 68
3.3.2 Data Laboratorium

: Rendah : Tinggi

No Test Nilai Rujukan Hasil


30 Mei 2021 31 Mei 2021 3 Juni 2021
Hematologi Lengkap
1 Hemoglobin 14,0-17,4 g/dL 15,7 g/dL 14,8 g/dL -
2 Eritrosit 4,5 – 5,5 106/μL3 4,80 106 /mm 4,54 106 /μL3 -
3 Hematokrit 42-52% 44,9% 42,8 % -
4 Leukosit 5.0-10 10³/ μL3 4,7 10³/ μL3 5 -
5 Trombosit 140-400 10³/ μL3 227 222 -
Nilai-Nilai MC
6 MCV 84 – 96 fL 93,5 94,3 -
7 MCH 28-34 pg/cell 32,7 32,6 -
8 MCHC 32– 36 g /dL 35 34,6 -
9 RDW-CV 11,5 – 14,5% 13,8 13,7 -
10 Eosinofil 1-3 % 0 - -
11 Neutrofil 50-70% 67 54 -
12 Limfosit 20-40 % 26 22 -
13 Monosit 2-8 % 7 5 -
14 ALC (Absolute Lymphocyte Count) 1500-4000 1222 - -
15 NLR ( Neutrophil Lymphocyte Ratio) <3,13 2,58 - -
Pemeriksaan Kimia Klinik
16 Ureum 20-50 mg/dL 68 mg/dL 56 mg/dL
17 Kreatinin 0,5 - 1,5 mg/dL 1,65 mg/dL 1,46 mg/dL
18 Glukosa darah <200 mg/dL 133mg/dL

3.3.4 Diagnosa

Tanggal masuk : 30 Mei 2021

Diagnosa : Gastropati NSAID, ASHD, ISK, AKI


3.4 Follow up

Tanggal S O A P

30/05/2021 keluhan nyeri perut, nyeri TD : 126/60 -Sukralfat menurunkan efek -penggunaan sukralfat dengan
kepala, mual, muntah, furosemid harus dijarakkan 2
IGD N : 90 furosemid dengan menghambat
demam dan batuk 9 hari jam
NP : 20 penyerapan GI
sebelum masuk Rumah - hati-hati penggunaan aspilet
Sakit. S : 38,1 -aspilet+cpg meningkatkan toksisitas +cpg (monitor closely)
-aspilet menurunkan efek
dengan sinergisme farmakodinamik
furosemid, pantau dengan hati-
-aspilet meningkatkan kalium,
hati,
furosemid menurunkan kalium

-aspilet menurunkan efek furosemide

(minor)

31/05/2021 Pasien mengatakan badan TD :131/62 -aspilet + cotrimoxazol - aspilet + cotrimoxazol pantau
penggunaan
Ruang Interne letih, badan terasa panas, N : 82 meningkatakan efek pengikatan
- hati-hati penggunaan aspilet
muntah (-) Suhu : 37,4 protein plasma
+cpg (monitor closely)
NP : 20 -cotrimoxazol meningkatkan efek -aspilet menurunkan efek
furosemid, pantau penggunaan
ranitidine

-aspilet menurunkan efek furosemid

-aspilet+cpg meningkatkan toksisitas

dengan sinergisme farmakodinamik

-aspilet meningkatkan kalium,

furosemid menurunkan kalium

01/06/2021 Paseien mengatakan badan TD : 100/60 -aspilet+cpg meningkatkan toksisitas -hati-hati penggunaan aspilet
+cpg (monitor closely)
letih, nafsu makan kurang N : 83 dengan sinergisme farmakodinamik
-aspilet menurunkan efek
Suhu : 35,8 -aspilet menurunkan efek furosemid
furosemid, pantau dengan hati-
NP : 20 -aspilet meningkatkan kalium, hati.

furosemid menurunkan kalium

-aspilet + cotrimoxazol

meningkatakan efek pengikatan


protein plasma

-cotrimoxazol meningkatkan efek

ranitidine

02/06/2021 Pasien mengatakan nyeri TD :116/72 -aspilet + cotrimoxazol hati-hati penggunaan aspilet +
cpg (monitor closely)
ulu hati,badan letih, nafsu N : 70 meningkatakan efek pengikatan
-aspilet menurunkan efek
makan masih kurang Suhu : 36 protein plasma
furosemid, pantau dengan hati-
NP : 24 -cotrimoxazol meningkatkan efek hati,

ranitidine

-aspilet menurunkan efek furosemid

-aspilet+cpg meningkatkan toksisitas

dengan sinergisme farmakodinamik

-aspilet meningkatkan kalium,

furosemid menurunkan kalium


03/06/2021 Pasien mengatakan nyeri TD : 110/70 -aspilet + cotrimoxazol - hati-hati penggunaan aspilet
+cpg (monitor closely)
perut masih terasa, nafsu N : 71 meningkatakan efek pengikatan
-aspilet menurunkan efek
makan masih kurang Suhu : 36 protein plasma
furosemid, pantau dengan hati-
NP : 20 -cotrimoxazol meningkatkan efek hati

ranitidine

-aspilet menurunkan efek furosemid

-aspilet+cpg meningkatkan toksisitas

dengan sinergisme farmakodinamik

-aspilet meningkatkan kalium,

furosemid menurunkan kalium

04/06/2021 Nyeri, nafsu makan masih TD : 110/60 -aspilet+cpg meningkatkan toksisitas - hati-hati penggunaan aspilet
+cpg (monitor closely)
kurang N : 68 dengan sinergisme farmakodinamik
-aspilet menurunkan efek
Suhu : 36 -aspilet menurunkan efek furosemid
furosemid, pantau dengan hati-
NP : 20 -aspilet meningkatkan kalium, hati
- jarakkan penggunaan sukralfat
furosemid menurunkan kalium
dengan lansoprazole 30 menit
- lansoprazole menurunkan efek dari

cpg dengan mempengaruhi enzim

hati

-Lansoprazole meningkatkan efek

dari clobazam

-sukralfat menurunkan level dari

lansoprazole dengan menghambat

penyerapan GI
3.5 Tabel Pemberian Obat

NAMA OBAT 30/05/2021 31/05/2021 01/06/2021 02/06/2021 03/06/2021 04/06/2021


M P S M P S M P S M P S M P S M
1. IVFD RL 12 jam Pasien pulang

2. Ondansentron 2x1 IV

3. Ranitidin 2x1 IV

4. Sucralfat 3xcth po

5. Curcuma 3x1

6. Pct 3x1

7. Furosemid tab 40 mg
1x1
8. Nitrokaff 2x1 po

9. Clopidogrel 75mg 1x1

10. Aspilet 80 mg 1x1

11. Clobazam
Obat pulang untuk 7 hari

- Sukralfat syr 1 fls


- Curcuma 3x1
- Paracetamol 3x1
- Nitrokaf 2x1
- Clopidogrel 1x70mg
- Aspilet 1x80mg
- Furosemid 1x20mg
- Clobazam 2x10mg
- Cotrimoxazole 2x960mg
- Lansoprazaole 1x1
- Xanda DS 3x1
3.6 Drug Related Problem (DRP)

Drug Related Problem

No Drug Therapy Problem Permasalahan Keterangan

1 Terapi Obat Yang Tidak Diperlukan

Terdapat terapi tanpa indikasi - Obat telah diberikan sesuai dengan


indikasi.
medis
-Infus RL untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit pada
pasien

- Paracetamol untuk menurunkan


suhu tubuh pasien dan mengurangi
nyeri sedang

- sukralfat untuk tukak lambung


dan perbaikan mukosa lambung

-injeksi ranitidine diberikan untuk


mengatasi hipersekresi patologis
pada pasien stress ulcer

-injeksi ondansetron digunakan


untuk mencegah serta mengobati
mual dan muntah

-Curcuma diberikan untuk


memperbaiki nafsu makan

- Furosemid diberikan untuk


mengeluarkan kelebihan cairan
dalam tubuh atau mengatasi edema

-Urinter digunakan untuk


mengatasi infeksi saluran kemih

-Nitrokaf untuk pencegahan dan


terapi jangka panjang pasien
angina pektroris

- Clopidogrel diberikan untuk


mencegah kejadian aterotrombis
pada pasien infark miokard

- aspilet diberikan untuk mencegah


proses agregasi trombosit pada
pasien infark miokard

-Cotrimoxazole diberikan untuk


mengobati infeksi saluran kemih

- clobazam diberikan untuk


menghilangkan rasa cemas

-lansoprazole diberikan untuk


menurunkan jumlah asam yang
diproduksi di lambung

-Xanda DS diberikan untuk


meningkatkan nafsu makan

Pasien mendapatkan terapi Pasien tidak mendapatkan terapi


tambahan yang tidak diperlukan.
tambahan yang tidak di perlukan
Semua terapi yang diberikan telah
sesuai dengan indikasi

Pasien masih memungkinkan V Pasien harus menjalani terapi


farmakologi untuk membantu
menjalani terapi non
penyembuhan dan pasien.
farmakologi
Terdapat duplikasi terapi Clopidogrel dan aspilet merupakan
obat anti platelet

Pasien mendapatkan Adapun efek samping yang


mungkin terjadi:
penanganan terhadap efek

samping yang dapat seharusnya -Sukralfat :Konstipasi

dicegah - Paracetamol:Kerusakan hati

- Furosemid :Hipokalemia

-Nitrokaf :Sakit kepala berdenyut

- Clopidogrel :pendarahan

- Aspilet :pendarahan

- Urinter: mual muntah

- Cotrimoxazole : mual dan muntah

- Clobazam : konstipasi

2 Kesalahan Obat

Bentuk sedian tidak tepat Bentuk sediaan yang diberikan


tepat yaitu dalam bentuk oral dan
injeksi karena pasien masih bisa
menelan obat

Terdapat kontraindikasi Tidak terdapat kontra indikasi obat

Kondisi pasien tidak dapat Kondisi pasien masih dapat


disembuhkan oleh obat yang
disembuhkan oleh obat
diberikan.

Obat tidak diindikasi untuk - Tidak ada obat yag tidak


kondisi pasien diindikasikan untuk pasien
Terdapat obat lain yang efektif - Semua obat yang diberikan telah
efektif

3. Dosis Tidak Tepat

Dosis terlalu rendah - Dosis yang diberikan untuk kondisi


pasien telah sesuai literature
Dosis terlalu tinggi -

Frekuensi penggunaan tidak - Frekuensi penggunaan telah tepat.


tepat

Durasi penggunaan tidak tepat - Durasi penggunaan telah tepat.

Penyimpanan tidak tepat - Penyimpanan obat telah sesuai


disimpan oleh perawat

4. Reaksi Yang Tidak Diinginkan

Obat tidak aman untuk pasien Obat aman untuk aman

Terjadi reaksi alergi - Tidak terjadi reaksi alergi pada


pasien.

Terjadi interaksi obat -Furosemid meningkatkan efek dari


cotrimoxazole
-Sukralfat menurunkan efek dari
lansoprazaole
- Cotrimoxazole meningkatkan efek
ranitidine
-Aspilet menurunkan efek
furosemid
-Aspilet + Clopidogrel
meningkatkan toksisitas
Dosis obat dinaikan atau Dosis tidak dinaikkan atau
diturunkan terlalu cepat diturunkan terlalu cepat
Muncul efek yang tidak Tidak muncul efek yang tidak
diinginkan diinginkan

Administrasi obat yang tidak - Administrasi obat telah tepat.


tepat

5. Ketidak sesuaian Kepatuhan Pasien

Obat tidak tersedia - Obat yang diresepkan tersedia di


apotek RSUD M.Natsir Solok.

Pasien tidak mampu - Pasien mampu menyediakan obat


menyediakan obat karna pasien merupakan peserta
BPJS.

Pasien tidak bisa menelan obat - Pasien masih mampu menelan obat
atau menggunakan obat sehingga diberkan dalam bentuk
tablet per oral

Pasien tidak mengerti intruksi - Pasien dan Keluarga pasien


penggunanan obat mengerti instruksi penggunaan
obat pasien.

Pasien tidak patuh atau memilih - Pasien patuh dan selalu minum
untuk tidak menggunakan obat obat yang diberikan.

6. Pasien Membutuhkan Terapi Tambahan

Terdapat kondisi yang tidak -


diterapi
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien berinisial Tn. RML berumur 65 tahun berjenis kelamin laki-laki

dirawat dibangsal interne mulai tanggal 30 Mei 2021, pasien merupakan kiriman dari IGD.

Pasien dirawat dengan keluhan nyeri perut, nyeri kepala, mual, muntah, demam dan batuk 9

hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien di diagnosa Gastropati NSAID, ISK, ASHD, AKI.

Riwayat penyakit dahulu yaitu jantung.

Pada pemeriksaan fisik kesadaran pasien normal, suhu tubuh 38,1°C, Nadi 89x /menit

tekanan darah 126/90 mmHg, Laju pernafasan 20x /menit. Pada pemeriksaan Laboratorium

diketahui bahwa Nilai Hemoglobin 15,7 g/dL (normal), leukosit 4,7 10³/ μL3 (rendah),

Hematokrit 44,9% (Normal), trombosit 227 10³/ μL3(Normal), MCV 93,5 fL (Normal), MCH

32,7 pg/cell (normal), MCHC 35 g/dL (normal), RDW-CV 13,8% (normal), ALC

(Absolute Lymphocyte Count) dibawah normal yaitu 1222, NLR ( Neutrofil Lymposite

Ratio) 2,58 (normal). Ureum diatas normal yaitu 68 mg/dL, Kreatinin diatas normal 1,65

mg/dL, glukosa darah normal yaitu 133 mg/dL

Pasien diberikan terapi Infus RL untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada

pasien, Paracetamol 3x1 untuk menurunkan suhu tubuh pasien dan mengurangi nyeri sedang,

sukralfat untuk tukak lambung dan perbaikan mukosa lambung, injeksi ranitidine diberikan

untuk mengatasi hipersekresi patologis pada pasien stress ulcer, injeksi ondansetron

digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah, Curcuma 3x1 diberikan untuk

meningkatkan nafsu makan, Furosemid 1x40mg diberikan untuk mengeluarkan kelebihan

cairan dalam tubuh atau mengatasi edema, Urinter 2x1 digunakan untuk mengatasi infeksi

saluran kemih, Nitrokaf untuk pencegahan dan terapi jangka panjang pasien angina pektroris,

Clopidogrel 1x75mg diberikan untuk mencegah kejadian aterotrombis pada pasien infark
miokard, aspilet 1x80mg diberikan untuk mencegah proses agregasi trombosit pada pasien

infark miokard, Cotrimoxazole 2x960mg diberikan untuk mengobati infeksi saluran kemih.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T., Talbert, R. I., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B. G., Posey, L. M., 2008
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Sevent Edition, McGraw-Hill
Companies, Inc., New York, 1906-1907.

Wallace JL, Vong L. NSAID-induced gastrointestinal damage and the design of GI-sparing
NSAIDs. Current opinion in investigational Drugs 2008 (11):1151-1156
Wallace JL. How do NSAIDs cause ulcer disease? Bailliers Clinical Gastroenterology; vol
14,No1.pp. 147-159,2000.

Soeharto I. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Jakarta: Gramedia; 2004.

Verdiansah. Pemeriksaan Fungsi.Ginjal. Rumah Sakit Hasan Sadikin : Bandung, Indonesia.


CDK-237/ vol. 43 no. 2. 2016.

Wilson Lorraine, W. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th edition.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012.p867-889.

Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice Guideline
for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012. Vol.2. 19-36

Pezzlo M., 1992, Urinary Tract Specimens, In editor: Tilton RC., Clinical Laboratory
Medicine, Mosby Year Book, United State of America.

Valle JD. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Fauci AS, Braunwald E. Isselbacher
KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper Dl, et al, Harrison‟s principles of internal medicine,
16th, vol 1. New York: Mc Graw Hill inc;2008. P.1649;1-7

Ji KY, Hu FL. Interaction or relationship between Helicobacter pylori and non steroidal anti-
inflammatory drugs in upper gastrointestinal diseases. World J gastroenterol
2006;12(24):3789-3792
Lampiran 1. Tinjauan Obat

1. Ringer Laktat

Ringer Laktat
Kelas Terapi Cairan dan elektrolit.
Komposisi Satu liter cairan ringer laktat memiliki komposisi elektrolit Na+
(130 mEq/L), Cl- (105 mEq/L), Ca+ (3 mEq/L), dan laktat (28
mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L.
Indikasi Terapi cairan elektrolit.
Dosis Disesuaikan dengan umur, berat badan dan kebutuhan defisit cairan
pasien.
Interaksi obat Preparat Kalium dan Kalsium akan meningkatkan efek digitalis.
Kontraindikasi Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, laktat asidosis.
Efek Samping Sensasi panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis
vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan,
ekstravasasi, urtikaria dan pruritus.

Gambar sediaan
2. Injeksi Ondansentron

Ondansentron
Kelas Terapi Anti Emetik
Komposisi Tiap 4 mL injeksi mengandung ondansenton hydrochloride setara 8
mg ondansentron
Indikasi Penanggulangan mual dan muntah karena kemoterapi dan
radioterapi serta operasi
Dosis 8 mg tiap 4 mL

Interaksi obat Golongan anti aritmia (amiodarone), Atenolol, antrasiklin,


eritromycin dan ketoconazole, Analgesik tramadol, Dexametason
Na fosfat, Golongan obat SSRI, MAOI, Mirtazapine, fentanyl,
lithium, methylene blue, serotonin noradrenaline reuptake inhibitor
(SNRI), Golongan obat penginduksi CYP3A4 yang kuat (misalnya
fenitoin, karbamazepin, rifampisin)
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap Ondansentron
Efek Samping Bradikardia, Hipotensi, Aritmia (gangguan irama jantung), Hipoksia
(kekurangan oksigen), peningkatan sementara enzim hati, sakit
kepala, sembelit, sensasi terbakar pada kepala dan ulu hati
(epigastrum), sedasi, diare, nyeri dada, penglihatan kabur sementara
(karena intavena cepat), perubahan EKG.
Gambar sediaan
3. Injeksi Injeksi Ranitidine

Ranitidine
Kelas Terapi Antasida, Antirefluks dan Antiulserasi.
Komposisi Ranitidine HCl 25 mg/ dL
Indikasi dan Dosis - Mencegah masuknya asam lambung ke paru-paru selama
bius total: Dewasa: 50 mg, sekitar 45-60 menit sebelum
induksi anestesi.
- Peradangan pada saluran pencernaan atas: Dewasa 50 mg
yang diberikan melalui intavena sebagai dosis utama,
dengan dosis lanjutan 0,125-0,25 mg/kg berat badan/jam
melalui infus. Lalu diberikan secara oral dengan dosis 150
mg, diminum sebanyak dua kali per hari.
- Produksi asam lambung yang berlebih: Dewasa: Pemberian
awal dengan dosis 1 mg/kg/BB/jam.
Interaksi obat Tidak boleh digunakan bersama obat Propantheline bromide,
Antikoagulan, ketoconazole,midazolam, dan glipizide serta antasid
Kontraindikasi Tidak diberikan kepada orang yang pernah mengalami keluhan
porfiria akut.
Efek Samping Sakit kepala, pusing, Insomnia, Halusinasi, sembelit, mual dan
muntah, ruam.
Gambar sediaan
4. Sucralfate

Sucralfate
Komposisi Per 5 mL: Sucralfate 500mg
Kelas terapi Ulkus Peptikum, Gastritik kronik
Indikasi Tukak lambung dan tukak duodenum
Cara penggunaan Peroral
Dosis Tukak Lambung dan Duodenum: Tablet 4x1 g/hari (2 jam
sebelum makan & sebelum tidur malam) selama 4-6 minggu. Maks 8
g/hari. Larutan suspensi : 2 cth 4x/hari.
Profilaksis stress-related ulcer: 6x1g maks 8 g/hari.
Bentuk sediaan Tablet, Kaplet, Suspensi
Kontraindikasi Hipersensitif, pasien dengan gagal ginjal kronis karena obat ini bisa
menyebabkan nefropati yang diinduksikan oleh aluminium.
Efek samping Kelainan darah, hipersensitif (kemerahan, gatal), saluran cerna
(konstipasi).
Interaksi obat Menurunkan absorbsi Ketoconazole, Ciprofloxacin, Warfarin,
Ofloxacin, Tetracyclin, Phenytoin, Tiroksin.
Mekanisme kerja Membentuk lapisan pada dasar tukak sehingga melindungi tukak
dari pengaruh agresif asam lambung dan pepsin, serta membantu
sintesa prostaglandin, menambah sekresibikarbonat dan mukus,
meningkatkan daya tahan dan perbaikan mukosa.
Peringatan  Gangguan ginjal (hindari bila berat), kehamian dan menyusui:
pemberian sucralfate dan nutrisi enteral harus berjarak 1 jam.
Gambar sediaan
5. Curcuma FCT

Curcuma FCT
Komposisi Extrak Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma 20 mg
Kelas terapi Amara
Indikasi Suplemen penambah nafsu makan.
Cara penggunaan peroral
Dosis 3x sehari 1-2 tablet
Bentuk sediaan Tablet salut selaput,
Efek samping Anoreksia (kehilangan nafsu makan), ikterus(menjadi
kuningnyawarna kulit, selaput lendir, dan berbagai jaringan tubuh
oleh zat warna empedu) akibat obstruksi/ penyumbatan saluran
empedu, amenore (tidak haid).
Interaksi obat Aspirin, obat NSAID, obat diabetes, obat hipertensi, obat pengencer
darah
Gambar sediaan
6. Paracetamol 500 mg

Paracetamol
Komposisi Paracetamol 500 mg
Kelas terapi Analgetik Antipiretik
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, demam.
Cara penggunaan Peroral
Dosis 500 mg
Bentuk sediaan Tablet, Kaplet, Syrup, Drop, Rectal tube, Infus.
Kontraindikasi Hipersensitif, gangguan hati.
Efek samping Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria, kelainan
darah,hipotensi, kerusakan hati.
Interaksi obat Kolestiramin menurunkan absorbsi paracetamol. Metoclopramide
dan domperione meningkatkan efek paracetamol, paracetamol
meningkatkan kadar warfarin.
Mekanisme kerja Paracetamol bekerja pada pusat pengatur suhu dihipotalamus
untuk menurunkan suhu tubuh (antipiretik). Bekerja menghambat
sintesis prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri ringan-
sedang. Efek anti inflamasi sangat lemah atau hampir tidak
ada,sehingga tidakdigunakansebagai anti reumatik.
Peringatan  Gangguan fungsi hati, ginjal, ketergantungan Alkohol.
Gambar sediaan
7. Furosemid

Furosemid
Komposisi Furosemid 40 mg
Kelas terapi Diuretik
Golongan Loop Diuretik
Indikasi Pasien dengan retensi cairan yang berat (edema, ascites),
hypertensive heart failure, edema paru akut, edema pada sindrom
nefrotik,insufiensi renalkronik, sirotis hepatis.
Cara penggunaan Oral: Edema: Dewasa dosis awal 40mg pada pagi hari, penunjang
dan Dosis 20-40 mg sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari pada udem yang
resisten. Anak, 1-3 mg/kgBB sehari, maksimal40 mg sehari.
Injeksi Intravena: Edema: Dewasa, dosis awal 20-40 mg, dosis
dapat ditingkatkan sebesar 20 mg tiap interval 2 jam hingga efek
tercapai. Pemberian injeksi iv harus perlahan dengan kecepatan
tidak melebihi 4 mg/menit.
Bentuk sediaan Tablet dan Injeksi Intravena.
Kontraindikasi Hipovolemia, hiponatremia,anuri (obstruksi post renal), pasien
yang alergi terhadap preparat sulfa.
Efek samping Hipotensi,hiponatremia, anuri (obstruksi post renal), pasien yang
alergi terhadap preparat sulfa.
Interaksi obat Pemberian bersama: Aminoglikosida dan cisplatin: meningkatkan
atotoksisitas; aminoglikosida, sefaloridin: meningkatkan
nefrotoksisitas: ACE inhibitor: penurnan tekanan darah secara tajam.
Efek antagonisme dengan endometasin. Potensiasi efek dengan
salisilat, teophyllin, lithium, relaksan otot. Hipokalemia dapat
menimbulkan toksisitas digitalis.
Mekanisme kerja Menghambat Co-transport Na+/K+/Cl- dari membran lumen pars
ascenden ansa henle, karena itu reabsorbsi Na+/K+/Cl- menurun.
Peringatan  Hati-hati penggunaan pada SLE, gangguan hati, gangguan
ginjal,pada pasien dengan riwayat DM, riwayat gout, hamil.
Gambar sediaan
8. Nitrocaf Retard 2,5 mg

Nitrocaf Retard
Komposisi Nitrogliserin
Kelas terapi Anti Angina
Golongan Nitrat
Indikasi Profilaksis dan pengobatan angina
Cara penggunaan Sediaan Sublingual: sediaan sublingual memiliki lama kerja 10-
dan Dosis 30menit) serangan angina: 1 tablet SL (nitrat 0,5 mg
Sediaan Oral: Sediaan oral memiliki lama kerja 6-8 jam
Pencegahan dan terapi jangka panjang angina: kapsul lepas lambat
(Nitrocaf Retard): dosis 2,5 mg/kali diberikan 2-3x sehari. Pada
kasus berat 5 mg/kali diberikan 2-3x sehari.
Bentuk sediaan Tablet Sublingual dan kapsul.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap nitrat: hipotensi/ hipovolemia,
kardiomiopati obstruktif, stenosis mitral: anemia berat, trauma
kepala,perdarahan otak, glaukoma suut sempit, pemberian bersama
sildenafil
Efek samping Skait kepala berdenyut, muka merah,pusing, hipotensi postural,
takikardi. Pasca injeksi (terutama jika diberikan terlalu cepat)
meliputi hipotensi berat, mual dan muntah, diaforesis, gelisah,
kedutan otot, palpitasi, nyeri perut, syncope, methemoglobinemia.
Interaksi obat - Peningkatan resiko terjadinya hipotensi efek samping yang
fatal,jika digunakan bersama obat golongan inhibitor
fosfodiesterase tipe 5 (PDE5) seperti avanafil, sildenefil,
tadalafil, dan vardenafil.
- Peningkatan resiko terjadinya hipotensidan efek samping
yangfataljika digunakanbersama riociguat.
- Peningkatan risiko terjadinya methemoglobinemia jika
digunakan bersama prilocaine.
- Penurunan efektivitas obat jika digunakan bersama obat-
obatan antidepresan, seperti amitriptyline, desipramine atau
doxepine.

Mekanisme kerja Nitat menimbulkan vasodilatasi semua sistemvaskular. Pada dosis


rendah nitrat menimbulkan vasodilatasi sehingga terjadi
penggumpalan darah pada vena perifer. Hal ini menyebabkan
berkurangnya aliran balik darah kedalam jantung sehingga preload
menurun. Pada dosis yang lebih tinggi nitrat juga akan
menimbulkan dilatasi arteriolperifer sehingga tekanan darah
sistolik dan diastolik menurun (afterload).
Peringatan  Gangguan fungsi hati atau ginjal berat: hipotiroidisme, malnutrisi,
hipotermia, infark miokard yang masih baru, toleransi.
Gambar sediaan
9. Clopidogrel

Clopidogrel
Komposisi Clopidogrel 75 mg
Kelas terapi Anti Angina
Indikasi Mencegah terjadinya aterotrombosis pada pasien yang menderita
infark miokard,stroke iskemik, atau penyakit arteri perifer, sindrom
koroner akut (STEMI, NSTEMI,Angina Pectoris tidak stabil
Dosis Sindrom koroner akut: Dosis awal 1x 300mg/hari, lalu
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1x75 mg/hari.
Bentuk sediaan Tablet
Kontraindikasi Hipersensitivitas,perdarahan aktif seperti ulkus peptikumatau
perdarahan intrakranial,menyusui.
Efek samping Dispepsia, nyeriperut, diare, perdarahan (termasuk
perdarahansaluran cerna dan intrakranial): mual, muntah, gastritis,
perut kembung,konstipasi, tukak lambung dan usus besar, sakit
kepala,pusing, paraestesia, leukopenia, platelet menurun (sangat
jarang trombositopenia berat), eosinofilia, ruam kulit, dan gatal,
vertigo, gangguan darah (termasuk trombositopenia purpura,
agranulositosis, dan pansitopenia
Interaksi obat - Penghambat CYP2C19, seperti omeprazole, esomeprazole,
carbamazepine, ticlopidine, variconazole dan fluvoxamine,
efeknya adalah mengurangiefek antiplatelet dari clopidogrel.
- Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), antikoagulan, atau
antiplatelet termasukaspirin, efeknya adalah mningkatkan
risiko terjadinya perdarahan.

Mekanisme kerja Clopidogrelmerupakan obat yang memiliki efek anti agregasi dan
menghambat pembentukan trombus. Obat ini menghambat reseptor
P2Y12 di platelet secara irreversible. Clopidogrel digunakan untuk
pencegahan kejadian iskemik pada pasien dengan riwayat gejala
penyakit iskemik.
Peringatan  Hati-hati igunakan pada pasien dengan resiko tejadinya pendarahan
seperti pada keadaan trauma. Pembedahan atau keadaan patologi
lainnya:penggunaan bersamaan dengan obat yang meningkatkan
risiko perdarahan. Hati-hati digunakan pada pasien dengan
kegagalan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, dan kehamilan.
Gambar sediaan
10. Aspilet

Aspilet
Komposisi Aspirin
Kelas terapi Anti Platelet
Indikasi Profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard
Cara penggunaan Sindrom Koroner akut: dosis loading 150-300 mgdan
dan Dosis dosispemeliharaan 75-100 mg setyiap harinya untuk jangka
panjang.
Bentuk sediaan Tablet
Kontraindikasi Hipersensitivitas, asma, tukak peptik yang aktif, hemofilia dan
gangguan perdarahan lain, hamil, menyusui.
Efek samping Bronkospasme, mual, muntah, nyeri, ulserasi, dan perdarahan
saluran cerna,perdarahan lain, trombositopenia, tinnitus.
Interaksi obat Aspirin meningkatkan efek warfarin, heparin,digoksin, sulfonilurea,
aspirin menghambat efek diuretik seperti furosemide dan
spironolactone. Menghambat efek obat hipertensi.
Mekanisme kerja Bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet,sehingga dapat
menghambatpembentukan trombus pada sirkulasi arteri.
Aspirin memiliki efek anti agregasi trombosit, Aspirin
menghambat aktivitas enzim cyclo-oxygenase I & II (COX 1 &
COX 2) yang selanjutnya menghambat produksi tromboksan.
(Tromboksan merupakan zat yang merangsang agregasi trombosit).
Peringatan  Riwayat menderita ulkus peptik, gangguan hati, gangguan ginjal,
hentikan penggunaan bila terjadi tinnitus.
Gambar sediaan
11. Clobazam

Clobazam
Komposisi Clobazam 10 mg
Kelas terapi Anti Ansietas
Golongan Benzodiazepin
Indikasi Ansietas,kondisipsikoneurotik yangberhubungan dengan ansietas
Dosis 2-3x 10mg/hari
Bentuk sediaan Tablet dan sirup
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap benzodiazepine, glaucoma,
masthenia gravis, insufiensi pulmonalkronik,penyait hai atau ginjal
kronik,depresi pernapasan, serangan asma akut,trimester pertama
kehamilan, persalinan. Tidak boleh digunakan sendirian pada
depresi atau ansietas dengan depresi.
Efek samping Mengantuk,kelemahan otot,ataksia,reaksi paradoksikal dalam agresi,
gangguan mental,amnesia,ketergantungan, depresi pernapasan,
kepala terasa ringan,hari berikutnya bingung.
Interaksi obat - Peringatan kadar clobazam dalam darah jika dikonsumsi
dengan fluconazole, omeprazole.
- Peningkatan resiko terjadinya gangguan
pernapasan,koma,kantuk bahkan kematian jika digunakan
dengan obat golongan opioid.
- Peningkatan risikoterjadinya pada sistem syaraf pusat jika
digunakan dengan obatantipsikotik, obat antidepresan, obat
penenang, obat bius, obat antihistamin, atau obat
antikonvulsan

Mekanisme kerja Bekerja dengan cara menyeimbangkan aliran listrik yang ada
didalam otak dan melemaskan otot-otot yang menegang selama
kejang, sehingga kejang dapat teratasi. Obat ini tidak boleh
digunakan sembarangan dan harus sesuaidengan resep dokter.
Gambar sediaan
12. Cotrimoxazol

Cotrimoxazol
Komposisi Sulfamethoxazol 400 mg, Trimethoprime 80 mg
Kelas terapi Anti Infeksi
Golongan Sulfonamide
Indikasi Infeksi saluran kemih (sistitis), infeksi saluran napas, infeksi
saluran cerna (terutama salmonella, shigella), dan infeksi lainnya
yang disebabkan oleh kuman yang sensitif terhadap cotrimoxazole.
Cara penggunaan Dosis Dewasa: 2x 960 mg/ hari. Pada infeksiberat
dan Dosis dapatditingkatkan menjadi 1,44 g tiap 12jam.
1 tablet Cotrimoxazol mengandung 480mg,mengandung 400mg
Sulfamethoxazole = 80 mg Trimetoprime.
Dosis Anak: Trimetoprim 8mg/kgBB/hari, Sulfametoxazol
40mg/kgBB/hari terbagi dalam 2dosis perhari.
Bentuk sediaan Tablet dan suspensi
Kontraindikasi Hipersensitif, bayi < 2 bulan, gangguan fungsihati & ginjal berat,
Anemia megaloblastik atau anemia defisiensi folat, pasien hamil &
menyusui (sulfonamide dapat menembus sawar darah plasenta
sehingga menyebabkan kern cterus)
Efek samping Gangguan GI (mual, muntah, diare), reaksi alergi, fotosensitivitas,
stomatis, glositis, anoreksia, artralgia, mialgia,, gangguan darah,
gangguan hati, pankreatitis, kolitis terhadap antibiotik, gangguan
SSP (sakit kepala, depresi, konvulsi), ataksia, tinitus, Anemia
megaloplastik karena trimetoprim, gangguanelektrolit, kristaluria,
gangguan ginjal.
Interaksi obat Pemberian dengan diuretik dapat mempermudah timbulnya
trombositopenia terutama padapasien lansia. Meningkatkan efek
antikoagulan oral, sulfonil urea, dan metothrexate.
Mekanisme kerja Aktivitas cotrimoxazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap
yang berurutan dalam reakssi enzimatik untuk membentuk asam
tetrahidrofolat. Sulfametoxazol menghambat masuknya PABA
kedalam molekul asam folat dan Trimetropim menghambat
terjadinya reaksi eduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Peringatan  Gangguan fungsi hati dan ginjal perlu (penyesuaian dosis). Minum
banyak untuk menghindari kristaluria. Hindarkan pengguanaan pada
gangguan darah. Pada penggunaan jangkapanjang perlu dilakukan
hitung jenis sel darah. Bila timbul ruam atau gangguan darah, obat
segera dihetikan. Hati-hati pada pasien asma, defisiensiG6PD.
Gambar sediaan
13. Lansoprazole

Lansoprazole
Komposisi lansoprazole 30 mg
Kelas terapi Antasida, agen antireflux dan antiulceran
Golongan Penghambat pompa proton
Indikasi Ulkus duodenum, ulkus gaster jinak, esofagitis refluks.
Cara penggunaan Pagi hari sebelum makan
Dosis Kondisi: Penyakit refluks gastro esofagus (GERD)
Dewasa: 15-30 mg, 1 kali sehari selama 4-8 minggu.
Anak-anak: 15-30 mg/kgBB, 1 kali sehari selama 8-12 minggu.
Kondisi: Tukak Lambung
Dewasa: 15-30 mg, 1 kali sehari selama 4-8 minggu.
Anak-anak: Dosis akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi
pasien.
Kondisi: Sindrom Zollinger-Ellison
Dewasa: Dosis awal 60 mg sehari pada pagi hari. Jika diperlukan,
dosis dapat ditingkatkan menjadi 60 mg, 2 kali sehari.
Anak-anak: Dosis akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi anak.
Kondisi: Infeksi Helicobacter pylori
Dewasa: 30 mg, 2-3 kali sehari sebelum makan, selama 7-14 hari.
Bisa di kombinasi dengan obat clarithromycin dan amoxicillin.
Anak-anak: Dosis akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi anak.
Kondisi: Esofagitis erosif
Dewasa: 30 mg, 1 kali sehari sebelum makan.
Anak-anak usia 1-11 tahun: 15 mg/kgBB, 1 kali sehari sebelum
makan.
Kondisi: Ulkus duodenum
Dewasa: 15 mg, 1 kali sehari sebelum makan.
Anak-anak: Dosis akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi anak.
Bentuk sediaan Kapsul, tablet, dan Injeksi.
Kontraindikasi Tidak boleh diberikan kepada pasien yang hipersensitif terhadap
lansoprazole
Efek samping sakit kepala, diare, nyeri perut, dispepsia, mulut kering, susah buang
air besar, urtikaria, pruritus, mual, muntah, kembung, pusing dan
lelah
Interaksi obat  Peningkatan risiko terjadinya efek samping yang serius, jika
digunakan bersama dengan obat- obat HIV, karena bisa
menurunkan kadar obat dalam tubuh.
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping
dari warfarin, digoxin, methrotrexate, tacrolimus, serta obat
diuretik.
 Penurunan efektivitas lansoprazole jika digunakan bersama
dengan antasida, dan sukralfat.

Mekanisme kerja Mekanisme kerja dari Lansoprazole yaitu: • Lansoprazole termasuk


golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) yang efektif bekerja dengan
menghambat sekresi asam lambung melalui sistem enzim adenosin
trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal
lambung.
Peringatan Terdapat beberapa hal yang perlu ketahui sebelum mengonsumsi
lansoprazole, yaitu:

 Beri tahukan dokter dan apoteker jika alergi lansoprazole, obat lain,
atau bahan lain dalam kapsul lansoprazole atau tablet larut oral.
 Beritahukan dokter dan apoteker obat resep dan non-resep, vitamin,
suplemen gizi, dan produk herbal yang Anda gunakan atau
berencana gunakan. Pastikan Anda menyebutkan obat berikut ini:
antibiotik tertentu, seperti ampicillin (Principen), antikoagulan
(pengencer darah) seperti warfarin (Coumadin), atazanavir
(Reyataz), digoxin (Lanoxin), diuretik („pil air‟), suplemen iron,
ketoconazole (Nizoral), methotrexate (Rheumatrex, Trexall),
tacrolimus (Prograf), dan theophylline (Theo-bid, TheoDur). Dokter
Anda mungkin akan mengubah dosis atau memonitor ketat efek
samping yang timbul
 Anda mungkin diresepkan antacida dengan lansoprazole. Jika Anda
merasa membutuhkan antasida, tanyakan dokter untuk
merekomendasikan dan memberitahukan kapan dan cara
penggunaannya
 Beri tahu dokter jika Anda menderita atau pernah menderita kadar
magnesium rendah dalam darah atau penyakit hati
 Jika berencana menggunakan lansoprazole nonresep, pertama
beritahukan dokter jika heartburn Anda telah berlangsung selama ≥ 3
bulan atau jika Anda mengalami gejala berikut ini: kepala terasa
melayang, berkeringat, atau pusing bersama dengan heartburn; nyeri
dada atau pundak; sesak atau mengi; nyeri yang menjalar ke lengan,
leher, atau pundak; berat badan menurun tanpa alasan; mual;
muntah, khususnya jika muntah darah; nyeri perut; sulit atau nyeri
menelan saat menelan makanan; atau BAB darah atau hitam. Anda
mungkin menderita kondisi yang lebih serius yang tidak dapat
diobati dengan obat nonresep
 Beri tahu dokter jika Anda hamil, khususnya beberapa bulan terakhir
kehamilan; berencana hamil; atau sedang menyusui. Jika Anda akan
hamil dan sedang konsumsi lansoprazole, hubungi dokter Anda
 Jika berusia ≥ 50 tahun, tanyakan pada dokter apakah penggunaan
lansoprazole resep atau nonresep aman. Risiko diare berat akibat
bakteri atau patah tulang pergelangan tangan, panggul, atau tulang
belakang lebih tinggi jika Anda lansia
 Jika memiliki phenylketonuria/PKU (sebuah keadaan turunan di
mana harus melakukan diet khusus untuk mencegah retardasi
mental), Anda harus mengetahui bahwa tablet larut oral dapat
mengandung aspartame, sumber phenylalanine.
Gambar sediaan

Anda mungkin juga menyukai