BANGSAL INTERNE
Preseptor :
Disusun oleh :
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih juga Maha Penyayang, kami
panjatkan puji dan syukur kami kepada-Nya yang telah melimpahkan rahmat, nikmat,
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) bidang Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M. Natsir
Solok dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih atas doa, dukungan dan bimbingan dari semua
pihak yang sudah membimbing dan mengarahkan penulis hingga laporan ini bisa
tersusun dengan baik, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Yostila Derosa, Sp.PD selaku Preseptor yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan bantuan dengan tulus sehingga case study
report ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Ibu apt. Rina Afrianti, M.Farm selaku clinical instructor yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, petunjuk, arahan sehingga case study report ini dapat
diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Yendrizal Jafri S.Kp, M. Biomed selaku Rektor Universitas Perintis Indonesia.
4. Ibu Dr. apt. Eka Fitrianda, M.Farm selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan
Case Study ini dapat diselesaikan.
5. Ibu. apt. Mimi Aria, M.Farm. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Perintis Indonesia.
6. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Perintis Indonesia.
7. Kedua Orang tua dan keluarga atas dukungan serta semangat luar biasa yang diberikan
selama menjalankan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8. Rekan seperjuangan apoteker angkatan XXVII atas dukungan dan kerja samanya selama
ini.
9. Semua pihak yang telah membantu sehingga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
terselesaikan.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa mendatang. Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Lambung merupakan organ yang berfungsi menerima makanan dan minuman,
menggiling, mencampur dan mengalirkan makanan ke dalam duodenum. Mukosa lambung
dapat mengalami ganguan akibat semua jenis makanan, minuman dan obat-obatan secara
kontak langsung ataupun sistemik1Nonsteroidal anti-inflammatory drugs(NSAID)
merupakan salah satu obat- obatan yang dapat menggangu mukosa lambung dan obat yang
paling sering diresepkan. Mayoritas penggunaan NSAID meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia dan pada penyakit-penyakit yang berhubungan dengan osteoarthritis,
rematik artritis dan kelainan musculoskeletal. Dimana target dari penanganan nyeri
adalahmenghilangkan nyeri, peningkatan fungsional capacity dan memperbaiki kualitas
hidup.
Gastrointestinal side effect akibat NSAID dapat berupa dispepsia, ulkus peptikum dan
perdarahan saluran cerna. Obat ini sebagai lini pertama dalam pengobatan arthritis dan
digunakan secara luas pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan nyeri-nyeri yang lain.
Sebagian besar efek samping NSAID pada saluran cerna bersifat ringan dan reversible –
hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni tukak peptik, perdarahan saluran cerna dan
perforasi. Resiko untuk mendapatkan efek samping NSAID tidak sama untuk semua orang.
Sekitar 20% pasien yang mendapat NSAID akan mengalami dyspepsia (Wallace, 2008).
Sementara,lambung dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mukosa pertahanan
lambung (Wallace, 2000).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah
ketidaksanggupan jantung akut atau kronis yang timbul karena kekurangan suplai darah pada
myokardium sehubungan dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner (Knight, 1996).
Definisi lain untuk PJK adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh terjadinya penyempitan
dan hambatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Apabila penyempitan ini
menjadi parah, dapat menimbulkan serangan jantung (Soeharto, 2004).
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah
metabolism dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah.
Dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua ginjal ini karena
sesuatu hal gagal menjalankan fungsinya, akan terjadi kematiankematian (verdiansah, 2016 &
Wilson, 2012). Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai
penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya
ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan
konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat
konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal
adalah penurunan produksi urin (kidney, 2012)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan karena adanya
invasi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherechia
coli, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi saluran kemih dapat
mengenai baik pria maupun wanita dari semua umur baik anak, remaja, dewasa maupun
umur lanjut. Wanita lebih sering terinfeksi dari pria dengan angka populasi umum kurang
lebih 5-15% (Tessy & Suwanto, 2001). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
dengan keterlibatan bakteri tersering dikomunitas dan hampir 10% orang pernah terkena ISK
selama hidupnya.
Sekitar 150 juta penduduk di seluruh dunia tiap tahunnya terdiagnosis menderita infeksi
saluran kemih. Prevalensinya sangat bervariasi berdasar pada umur dan jenis kelamin,
dimana infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria yang oleh
karena perbedaan anatomis antara keduanya. Infeksi saluran kemih menempati posisi kedua
tersering (23,9%) di negara berkembang setelah infeksi luka operasi (29,1%) sebagai infeksi
yang paling sering didapatkan oleh pasien di fasilitas kesehatan. ISK merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan (Pezzlo, 1992).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastropati NSAID
2.1.1 Defenisi
Gastropati adalah terjadinya kerusakan sel epitel mukosa ambung dan gangguan
regenerasi sel epiel tanpa adanya proses intamasi. Gastr opati timbul akibat adanya iritasi okh
at kimia ( seperti obat anti inflamasi non steroid dan alkohol ), refuks cairan empedu
hipovolemik dan bendungan kronik.
2.1.3 Epidemiologi
Kelompok usia tua > 65 tahun merupakan populasi tertinggi mencapai 10-20%
memakaiNSAID setiap hari, penelitian di Alberta Canada menunjukkan 27% pasien usia tua
mendapat peresepan NSAID sedangkan Tannessee (USA), 40% penderita usia lanjut
menerima sekurang-kurangnya satu NSAID setiap tahun. Pada penelitian dengan
membandingkan 2 populasidengan usia > 65 tahun, pemakaian obat-obatan untuk mencegah
ulkus peptikum atau menghilangkan dyspepsia hamper dua kali lipat pada pemakai NSAID
(20-26%) regular dibanding tidak pemakai NSAID (11%).
2.1.5 Patofisiologi
Efek samping NSAID pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping
pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAID merusak mukosa lambung melalui
2 mekanisme, yakni topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topical terjadi karena
NSAID bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk ke
dalam mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID tampaknya lebih penting,
yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun. NSAID secara
bermakna menekan prostaglandin.9,10
Girade 1 : Erosi dan perdarahan di satu wlayah atau jumlah lesi kurang lebih 2
Grade 2 :Erosi dan perdarahan di satu daerah atau ada 3-5 esi
Grade 3: Erosi dan perdarahan di dua daerah atau ada 6-10 esi
2.1.7.1 Farmakologi
Penanganan perlukaan mukosa karena NSAID terdiri dari peangaan terhadap uks aktif
dan pencegahan primer terhadap perlukaan dikemudian hari Idealnya, NSAID dihentikan
sebagai langkah pertama terapi ulkus. Searjunya. pada penderita diberikan obat penghambat
sekresi asam (penghambat H2. PPls).
Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan dapat sembuh
sendri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat
mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat menghentikan NSAID, obat-obat tukak
seperti golongan sioproteksi ARH2 dan PPI dapat dberkan dengan hasi yang bak. Sedangkan
pasien yang tidak mungk in menghent kan NSAID dengan berbagai pertimbangan sebaknya
menggunakan PPL. Mereka yang mmpunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat,
sebaiknya dberikan terapi pencegahan mengunakan PPI atau analog prostagland in.
1. Misoprostol
Sukralfat mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk gel
pelindung (sueralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida). kedua regimen teah
dtunjukkan urtuk mendorong berbagai mekanisme gastroprotektif. Sukralat dapat
menghambat hidrokis protein mukosa oeh pepsin Sukralat masih dapat digunakan pada pence
gahan tukak akibar sress, meskipun kurang efektif Karem diaktivasi oleh asam maka
sukralfat digunakan pada kondisi lambung kosong Efek samping yang palng banyak terjadi
yaitu konstipasi
2. Energi dan protein cukup. sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima
rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang diingkatkan secara
bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
3. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kima (disesuaikan dengan daya teria perseorangan)
7. Laktosa rendah bla ada gejah intoleransi laktosa, umumnya tidak dianjurkan minum
susu terlalu banyak.
2.2.1 Defenisi
Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai
dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit arteri
koroner (aterosklerosis dari arteri koroner) (Dipiro, 2011).
2.2.2 Etiologi
Penyakit Jantung Koroner disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding dalam
pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai
proses seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran, pembekuan darah yang semuanya akan
mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot
jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan
berbagai akibat yang cukup serius dari Angina Pectoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung,
yang dalam masyarakat di kenal dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian
mendadak.Pembuluh arteri ini akan menyempit dan bila parah terjadi penghentian darah.
Setelah itu terjadi proses penggumpalan dari berbagai substansi dalam darah sehingga
menghalangi aliran darah dan terjadi atherosklerosis. Manifestasi klinik dari penyakit jantung
koroner adalah: Tanpa gejala, Angina pectoris, Infark miokard akut, Aritmia, Payah jantung,
Kematian mendadak (Soeharto, 2004).
Faktor risiko yang mencetuskan PJK dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi :
d) Merokok
Pria perokok mempunyai dua hingga tiga kali risiko mengalami penyakit jantung
disbanding pria bukan perokok; wanita yang perokok mempunyai risiko hingga empat
kalinya. Nikotin membuat kontriksi arteri, membatasi perfusi jaringan (pengiriman
aliran darah dan oksigen). Lebih lanjut, nikotin mengurangi kadar HDL dan
meningkatkan agregasi trombosit, meningkatkan risiko pembentukan thrombus.
e) Obesitas
Obesitas umumnya didefinisikan sebaga indeks massa tubuh (IMT) 30 kg/m2 atau
lebih dan distribusi lemak yang mempengaruhi risiko PJK. Orang yang obes
mempunyai risiko hipertensi, diabetes, dan hyperlipidemia yang lebih tinggi
dibanding dengan yang nornal.
f) Kurang aktifitas fisik
Kurang aktifitas fisik dikaitkan dengan risiko PJK yang lebih tinggi. Manfaat latihan
pada kardiovaskular mencakup peningkatan ketersediaan oksigen ke otot jantung,
penurunan kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung, serta peningkatan fungsi
miokardium dan stabilitas listrik. Efek positif lain dari aktifitas fisik teratur mencakup
oenurunan tekanan darah, lemak darah, kadar insulin, agregasi trombosit, dan berat
badan.
g) Diet
Diet adalah faktor risiko PJK terutama supan lemak dan kolesterol secara bebas. Diet
banyak buah, sayur, gandum utuh, dan asam lemak.
2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Black & Hawks, 2014).
a) Keturunan (termasuk ras)
Anak-anak dari orang tua yang memiliki penyakit jantung memiliki risiko PJK yang
lebih tinggi. Peningkatan risiko ini terkait dengan predisposisi genetik pada hipertensi,
peningkatan lemak darah, diabetes dan obesitas yang meningkatkan risiko PJK.
b) Pertambahan usia
Usia mempengaruhi risiko dan keparahan PJK. PJK simtomatis tampaknya lebih
banyak pada orang berusia lebih dari 40 tahun, 4 dari 5 orang yang meninggal karena
PJK berusia 65 tahun atau lebih.
c) Jenis kelamin
Pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan jantung pada usia lebih
muda, risiko pada wanita meningkat signifikan pada masa menopause, sehingga
angka PJK pada wanita setelah menopause dua atau tiga kali lipat pada usia yang
sama sebelum menopause.
2.2.4 Prevalensi
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 juga menyebutkan
bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter adalah
sebesar 0,5%, sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 1,5% (Kemenkes RI, 2013). Data dari Kementerian Kesehatan
Indonesia pada tahun 2014 (Kemenkes RI, 2014) menyebutkan bahwa prevalensi penyakit
jantung koroner di Jawa Timur pada tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter adalah sebesar
0,5% atau sekitar 144.279 penderita, sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner di Jawa
Timur berdasarkan diagnosis dokter atau gejala adalah sebesar 1,3% atau sekitar 375.127
penderita dan merupakan jumlah penderita penyakit jantung koroner tertinggi.
Manifestasi klinik penyakit jantung koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai
akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran
darah berlangsung progresif dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang
ditimbulkannya akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan
untuk hidup. Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifestasi utama
iskemia miokardium adalah angina pektoris (nyeri dada). Angina pektoris adalah serangan
nyeri substernal, retrosternal yang biasa berlangsung beberapa menit setelah gerak badan dan
menjalar ke bagian lain dari badan dan hilang setelah istirahat. Iskemia yang lebih berat,
disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium.
2.2.6 Patofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada
pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada dinding
arterisehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar,
2015). Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak
disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan pada
awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi
dan pendaeahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada
akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung (Naga, 2012).
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.
Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi tidak total,
obsrtuksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST.
Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris unstabil atau non STEMI. Pada
sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut
infark non Q.1,3,6,7
2.2.8 Penatalaksanan Terapi
Penatalaksanaan terapi pasien jantung koroner memiliki dua tujuan yakni tujuan terapi
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan terapi jangka pendek adalah agar dapat
mengurangi atau mencegah gejala angina yang dapat mengganggu aktivitas penderita,
sedangkan tujuan terapi jangka panjang adalah untuk mencegah munculnya komplikasi pada
penyakit jantung koroner seperti infark miokard, aritmia, dan gagal jantung serta untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita. Terapi farmakologi yang biasa digunakan pada
pasien penyakit jantung koroner adalah golongan nitrat, antiplatelet, antidislipidemia, β –
Blockers, ACE – Inhibitor, dan vasodilator nitrat (Dipiro dkk, 2008).
2.2.8.1 Farmakologi
Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi
primer maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah membuktikan bahwa statin dapat
menurunkan komplikasi sebesar 39% (Heart Protection Study), ASCOTT-LLA atorvastatin
untuk prevensi primer PJK pada pasca-hipertensi. Statin selain sebagai penurun kolesterol,
juga mempunyai mekanisme lain (pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti
inflamasi, anti trombotik dll. Pemberian atorvastatin 40 mg satu minggu sebelum PCI dapat
mengurangi kerusakan miokard akibat tindakan. Target penurunan LDL kolesterol adalah <
100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, DM, penderita PJK dianjurkan menurunkan LDL
kolesterol < 70 mg/dl.
* ACE-Inhibitor/ARB
Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada pasien dengan PJK
telah dibuktikan dari berbagai studi a.l., HOPE study, EUROPA study dll. Bila intoleransi
terhadap ACE-I dapat diganti dengan ARB.
* Nitrat pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek venodilator sehingga preload
miokard dan volume akhir bilik kiri dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi
oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan
yang mengalami aterosklerotik. Menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat agregasi
trombosit. Bila serangan angina tidak respons dengan nitrat jangka pendek, maka harus
diwaspadai adanya infark miokard. Efek samping obat adalah sakit kepala, dan flushing.
* Penyekat β juga merupakan obat standar. Penyekat β menghambat efek katekolamin pada
sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard.
Pemberian penyekat β dilakukandengan target denyut jantung 50-60 per menit.
Kontraindikasi terpenting pemberian penyekat β adalah riwayat asma bronkial, serta
disfungsi bilik kiri akut.
4. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang pernah
mendapat infark miokard (level evidence A).
b) Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih berkurang
bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol
2.3.1 Defenisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba
tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna (IDAI, 2011).
Istilah ISK umum digunakan untuk menandakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran
kemih (Haryono, 2012). ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana terdapat
mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi
pada saluran kemih (Dipiro dkk, 2015).
2.3.2 Epidemiologi
Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia mulai dari
bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi ISK lebih banyak terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra wanita lebih pendek dibandingkan laki-laki
(Purnomo, 2014). Menurut data penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%-35% semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and Urology Disease
Information Clearinghouse (NKUDIC) juga mengungkapkan bahwa pria jarang terkena ISK,
namun apabila terkena dapat menjadi masalah serius (NKUDIC, 2012). Infeksi saluran kemih
(ISK) diperkirakan mencapai lebih dari 7 juta kunjungan per tahun, dengan biaya lebih dari $
1 miliar. Sekitar 40% wanita akan mengalami ISK. setidaknya sekali selama hidupnya, dan
sejumlah besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang (Gradwohl,
2011).2.3.3
2.3.4 Etiologi
Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur tetapi
bakteri yang sering menjadi penyebabnya. Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gram-
negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik ke sistem saluran
kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter (Purnomo,
2014). Pasca operasi juga sering terjadi infeksi oleh Pseudomonas, sedangkan Chlamydia dan
Mycoplasma bisa terjadi tetapi jarang dijumpai pada pasien ISK. Selain mikroorganisme, ada
faktor lain yang dapat memicu ISK yaitu faktor predisposisi (Fauci dkk., 2008).
Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti demam, susah
buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering buang air kecil,
kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik
(Permenkes, 2011).Namun, gejala-gejala klinis tersebut tidak selalu diketahui atau ditemukan
pada penderita ISK. Untuk memegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, ureum dan kreatinin, kadar gula darah, urinalisasi
rutin, kultur urin, dan dip-stick urine test. (Stamm dkk, 2001). Dikatakan ISK jika terdapat
kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL. Ditemukannya positif (dipstick) leukosit esterase
adalah 64 - 90%. Positif nitrit pada dipstick urin, menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit
oleh bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif), sangat spesifik sekitar 50% untuk
infeksi saluran kemih. Temuan sel darah putih (leukosit) dalam urin (piuria) adalah indikator
yang paling dapat diandalkan infeksi (> 10 WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah 95%
sensitif tapi jauh kurang spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur
urin dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015).
2.3.6 Patofisiologi
2.3.8.1 Farmakologi
• Kemampuan membasmi bakteri dari saluran kemih berhubungan langsung dengan
sensitivitas organisme dan konsentrasi yang dapat dicapai dari agen antimikroba dalam urin.
• Penatalaksanaan terapeutik ISK paling baik dilakukan dengan kategori pertama rizing jenis
infeksi: sistitis akut tanpa komplikasi, simtomatik abakteriuria, bakteriuria asimtomatik, ISK
terkomplikasi, berulang infeksi, atau prostatitis.
• Tabel 50-3 mencantumkan agen yang paling umum digunakan dalam pengobatan ISK,
bersama dengan komentar tentang penggunaan umum mereka.
2.4 Acute Kidney Injury (Gagal Ginjal Akut)
2.4.1 Defenisi
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal
untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit.
2.4.2 Epidemiologi
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission patient dan
mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif (ICU). AKI juga
menjadi komplikasi medis di Negara berkembang, terutama pasien dengan latar belakang
adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti malaria, leptospirosis, dan bencana alam
seperti gempa bumi. Insidennya meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak 1988 dan
diperkirakan terdapat 500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini bahkan lebih tinggi dari
insiden stroke. 4,5 Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara 0,5-
0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 36-67% pada
pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan 5-6% Pasien ICU dengan AKI
memerlukan Terapi Penggantian Ginjal ( TPG atau Replacement Renal Therapy (RRT)).4
Terkait dengan epidemiologi AKI, terdapat variasi definisi yang digunakan dalam
studi klinis dan diperkirakan menyebabkan variasi yang luas dari laporan insiden dari AKI itu
sendiri (1-31%) dan angka mortalitasnya (19-83%). Dalam penelitian Hoste (2006) diketahui
AKI terjadi pada 67 % pasien yang di rawat di ruang intensif dengan maksimal RIFLE yaitu
12% kelas R, 27% kelas I dan 28% kelas F. Hospital mortality rate untuk pasien dengan
maksimal RIFLE kelas R, I dan F berturut- turut 8.8%, 11.4% dan 26.3% dibandingkan
dengan pasien tanpa AKI yaitu 5.5%.8 Namun hasil penelitian Ostermann (2007)
menunjukkan Hospital mortality rate yang lebih tinggi yaitu 20.9%, 45.6% dan 56.8%
berturut-turut untuk maksimal kelas RIFLE R, I, dan F.4,5
2.4.3 Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni
(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan
obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI.
Gangguan ginjal akut/ GnGA (Acute kidney injury/AKI) merupakan istilah pengganti
dari gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak dari fungsi ginjal (laju
filtrasi glomerulus/LFG) yang bersifat sementara, ditandai dengan peningkatan kadar
kreatinin serum dan hasilmetabolisme nitrogen serum lainnya, serta adanya ketidakmampuan
ginjal untuk mengatur homeostasis cairan dan elektrolit.1 Istilah gangguan ginjal akut
merupakan akibat adanyaperubahan paradigma yang dikaitkan dengan klasifikasi dan
ketidakmampuan dalam mengenal gejala dini serta prognosis.1,2
2.4.5 Patofisiologi
Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan
volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat menurun secara tiba-tiba sampai
dibawah 15 mL/menit. Penyakit ini mengakibatkan peningkatan kadar serum urea, kreatinin,
dan bahan lain. Gagal ginjal akut bersifat reversibel, namun secara umum tingkat kematian
pasien tinggi (Kenward & Tan,2003).
1). Patofisiologi gagal ginjal akut
Terdapat tiga kategori ARF (Acute Renal Failure) atau gagal ginjal akut, yaitu
prerenal, renal dan postrenal dengan mekanisme patofisiologi berbeda.Postrenal Postrenal
terjadi karena obstruksi aliran kemih oleh beberapa sebab, antara lain: hipertrofi prostat jinak,
tumor panggul, dan pengendapan batu ginjal (Stamatakis, 2008).
2). Penyebab gagal ginjal akut:
a). Penyebab prerenal, misalnya septicaemia, hypovolaemia, cardiogenic shock, dan hipotensi
akibat obat.
b). Penyebab renal, misalnya glomerulonephritis, myoglobinuria, obstruksi intrarenal, obat
yang bersifat nefrotoksik, dan hipertensi yang meningkat.
c). Penyebab postrenal, misalnya obstruksi saluran kemih akibat hipertrofi prostat,
batu ginjal, dan batu pada saluran kemih (Kenward & Tan, 2003).
3). Gambaran klinis
Gambaran klinis gagal ginjal akut meliputi perubahan volume urin (oliguria, poliuria),
kelainan neurologis (lemah, letih, gangguan mental), gangguan pada kulit (gatal-gatal,
pigmentasi), tanda pada kardiopulmoner (sesak, perikarditis), dan gejala pada saluran cerna
(mual, nafsu makan menurun, muntah) (Kenward & Tan, 2003).
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang
telahdipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut memang
merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum
yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lainriwayat etiologi PGK, riwayat etiologi
penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia,neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI) dan ukuranginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai.
Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal
bahkanmembesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik.Upaya
pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan
penentuankomplikasi.12,13
Pada GGA faal ginjal dinilai dengan memeriksa berulang kali kadar serum kreatinin.
Kadar serum kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat LFG karena tergantung dari
produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh, dan ekskresi oleh ginjal
b. Volume urin.
Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk gagal ginjal
akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian,
volume urin pada GGA bisa bermacam-macam, GGA prerenal biasanya hampir selalu
disertai oliguria (<400ml/hari), walaupun kadang tidak dijumpai oliguria. GGA renal dan
post-renal dapat ditandai baik oleh anuria maupun poliuria.
c. Petanda biologis (biomarker).
Syarat petanda biologis GGA adalah mampu mendeteksi sebelum kenaikan kadar
kreatinin disertai dengan kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda biologis diperlukan
untuk secepatnya mendiagnosis GGA. Petanda biologis ini adalah zat-zat yang dikeluarkan
oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti interleukin 18, enzim tubular, N-acetyl-B-
glucosamidase, alanine aminopeptidase, kidney injury molecule 1. Dalam satu penelitian
pada anak-anak pasca bedah jantung terbuka gelatinase-associated lipocain (NGAL) terbukti
dapat dideteksi 2 jam setelah pembedahan, 34 jam lebih awal dari kenaikan kadar kreatinin.
13
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin
(osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan
tipeAKI.
2.4.7.1 Farmakologi
Dopamin dosis rendah dalam dosis mulai 0,5-3 mcg/kg/menit, terutama merangsang
reseptor dopamin-1, menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal dan meningkatkan
aliran darah ginjal (Stamatakis, 2008).
Transplantasi ginjal mungkin diperlukan pada pasien ARF untuk kelebihan volume
yang menghasilkan respon terhadap diuretik, untuk meminimalkan akumulasi produk limbah
nitrogen, dan untuk memperbaiki abnormalitas elektrolit dan asam basa sementara menunggu
fungsi ginjal pulih. Gizi yang cukup, manajemen cairan, dan koreksi kelainan hematologi
merupakan terapi suportif pada ARF (Stamatakis, 2008).
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Data Umum
No.MR 0777XX
Umur 65 Th
Agama Islam
Ruangan IP
Tekanan Darah 120/80 mmHg 126/60 131/62 100/60 116/72 110/70 110/60
Nadi 60-100x/menit 90 82 83 70 71 68
3.3.2 Data Laboratorium
: Rendah : Tinggi
3.3.4 Diagnosa
Tanggal S O A P
30/05/2021 keluhan nyeri perut, nyeri TD : 126/60 -Sukralfat menurunkan efek -penggunaan sukralfat dengan
kepala, mual, muntah, furosemid harus dijarakkan 2
IGD N : 90 furosemid dengan menghambat
demam dan batuk 9 hari jam
NP : 20 penyerapan GI
sebelum masuk Rumah - hati-hati penggunaan aspilet
Sakit. S : 38,1 -aspilet+cpg meningkatkan toksisitas +cpg (monitor closely)
-aspilet menurunkan efek
dengan sinergisme farmakodinamik
furosemid, pantau dengan hati-
-aspilet meningkatkan kalium,
hati,
furosemid menurunkan kalium
(minor)
31/05/2021 Pasien mengatakan badan TD :131/62 -aspilet + cotrimoxazol - aspilet + cotrimoxazol pantau
penggunaan
Ruang Interne letih, badan terasa panas, N : 82 meningkatakan efek pengikatan
- hati-hati penggunaan aspilet
muntah (-) Suhu : 37,4 protein plasma
+cpg (monitor closely)
NP : 20 -cotrimoxazol meningkatkan efek -aspilet menurunkan efek
furosemid, pantau penggunaan
ranitidine
01/06/2021 Paseien mengatakan badan TD : 100/60 -aspilet+cpg meningkatkan toksisitas -hati-hati penggunaan aspilet
+cpg (monitor closely)
letih, nafsu makan kurang N : 83 dengan sinergisme farmakodinamik
-aspilet menurunkan efek
Suhu : 35,8 -aspilet menurunkan efek furosemid
furosemid, pantau dengan hati-
NP : 20 -aspilet meningkatkan kalium, hati.
-aspilet + cotrimoxazol
ranitidine
02/06/2021 Pasien mengatakan nyeri TD :116/72 -aspilet + cotrimoxazol hati-hati penggunaan aspilet +
cpg (monitor closely)
ulu hati,badan letih, nafsu N : 70 meningkatakan efek pengikatan
-aspilet menurunkan efek
makan masih kurang Suhu : 36 protein plasma
furosemid, pantau dengan hati-
NP : 24 -cotrimoxazol meningkatkan efek hati,
ranitidine
ranitidine
04/06/2021 Nyeri, nafsu makan masih TD : 110/60 -aspilet+cpg meningkatkan toksisitas - hati-hati penggunaan aspilet
+cpg (monitor closely)
kurang N : 68 dengan sinergisme farmakodinamik
-aspilet menurunkan efek
Suhu : 36 -aspilet menurunkan efek furosemid
furosemid, pantau dengan hati-
NP : 20 -aspilet meningkatkan kalium, hati
- jarakkan penggunaan sukralfat
furosemid menurunkan kalium
dengan lansoprazole 30 menit
- lansoprazole menurunkan efek dari
hati
dari clobazam
penyerapan GI
3.5 Tabel Pemberian Obat
2. Ondansentron 2x1 IV
3. Ranitidin 2x1 IV
4. Sucralfat 3xcth po
5. Curcuma 3x1
6. Pct 3x1
7. Furosemid tab 40 mg
1x1
8. Nitrokaff 2x1 po
11. Clobazam
Obat pulang untuk 7 hari
- Furosemid :Hipokalemia
- Clopidogrel :pendarahan
- Aspilet :pendarahan
- Clobazam : konstipasi
2 Kesalahan Obat
Pasien tidak bisa menelan obat - Pasien masih mampu menelan obat
atau menggunakan obat sehingga diberkan dalam bentuk
tablet per oral
Pasien tidak patuh atau memilih - Pasien patuh dan selalu minum
untuk tidak menggunakan obat obat yang diberikan.
PEMBAHASAN
Seorang pasien berinisial Tn. RML berumur 65 tahun berjenis kelamin laki-laki
dirawat dibangsal interne mulai tanggal 30 Mei 2021, pasien merupakan kiriman dari IGD.
Pasien dirawat dengan keluhan nyeri perut, nyeri kepala, mual, muntah, demam dan batuk 9
hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien di diagnosa Gastropati NSAID, ISK, ASHD, AKI.
Pada pemeriksaan fisik kesadaran pasien normal, suhu tubuh 38,1°C, Nadi 89x /menit
tekanan darah 126/90 mmHg, Laju pernafasan 20x /menit. Pada pemeriksaan Laboratorium
diketahui bahwa Nilai Hemoglobin 15,7 g/dL (normal), leukosit 4,7 10³/ μL3 (rendah),
Hematokrit 44,9% (Normal), trombosit 227 10³/ μL3(Normal), MCV 93,5 fL (Normal), MCH
32,7 pg/cell (normal), MCHC 35 g/dL (normal), RDW-CV 13,8% (normal), ALC
(Absolute Lymphocyte Count) dibawah normal yaitu 1222, NLR ( Neutrofil Lymposite
Ratio) 2,58 (normal). Ureum diatas normal yaitu 68 mg/dL, Kreatinin diatas normal 1,65
pasien, Paracetamol 3x1 untuk menurunkan suhu tubuh pasien dan mengurangi nyeri sedang,
sukralfat untuk tukak lambung dan perbaikan mukosa lambung, injeksi ranitidine diberikan
untuk mengatasi hipersekresi patologis pada pasien stress ulcer, injeksi ondansetron
digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah, Curcuma 3x1 diberikan untuk
cairan dalam tubuh atau mengatasi edema, Urinter 2x1 digunakan untuk mengatasi infeksi
saluran kemih, Nitrokaf untuk pencegahan dan terapi jangka panjang pasien angina pektroris,
Clopidogrel 1x75mg diberikan untuk mencegah kejadian aterotrombis pada pasien infark
miokard, aspilet 1x80mg diberikan untuk mencegah proses agregasi trombosit pada pasien
infark miokard, Cotrimoxazole 2x960mg diberikan untuk mengobati infeksi saluran kemih.
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, J. T., Talbert, R. I., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B. G., Posey, L. M., 2008
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Sevent Edition, McGraw-Hill
Companies, Inc., New York, 1906-1907.
Wallace JL, Vong L. NSAID-induced gastrointestinal damage and the design of GI-sparing
NSAIDs. Current opinion in investigational Drugs 2008 (11):1151-1156
Wallace JL. How do NSAIDs cause ulcer disease? Bailliers Clinical Gastroenterology; vol
14,No1.pp. 147-159,2000.
Soeharto I. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Jakarta: Gramedia; 2004.
Wilson Lorraine, W. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th edition.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012.p867-889.
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice Guideline
for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012. Vol.2. 19-36
Pezzlo M., 1992, Urinary Tract Specimens, In editor: Tilton RC., Clinical Laboratory
Medicine, Mosby Year Book, United State of America.
Valle JD. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Fauci AS, Braunwald E. Isselbacher
KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper Dl, et al, Harrison‟s principles of internal medicine,
16th, vol 1. New York: Mc Graw Hill inc;2008. P.1649;1-7
Ji KY, Hu FL. Interaction or relationship between Helicobacter pylori and non steroidal anti-
inflammatory drugs in upper gastrointestinal diseases. World J gastroenterol
2006;12(24):3789-3792
Lampiran 1. Tinjauan Obat
1. Ringer Laktat
Ringer Laktat
Kelas Terapi Cairan dan elektrolit.
Komposisi Satu liter cairan ringer laktat memiliki komposisi elektrolit Na+
(130 mEq/L), Cl- (105 mEq/L), Ca+ (3 mEq/L), dan laktat (28
mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L.
Indikasi Terapi cairan elektrolit.
Dosis Disesuaikan dengan umur, berat badan dan kebutuhan defisit cairan
pasien.
Interaksi obat Preparat Kalium dan Kalsium akan meningkatkan efek digitalis.
Kontraindikasi Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, laktat asidosis.
Efek Samping Sensasi panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis
vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan,
ekstravasasi, urtikaria dan pruritus.
Gambar sediaan
2. Injeksi Ondansentron
Ondansentron
Kelas Terapi Anti Emetik
Komposisi Tiap 4 mL injeksi mengandung ondansenton hydrochloride setara 8
mg ondansentron
Indikasi Penanggulangan mual dan muntah karena kemoterapi dan
radioterapi serta operasi
Dosis 8 mg tiap 4 mL
Ranitidine
Kelas Terapi Antasida, Antirefluks dan Antiulserasi.
Komposisi Ranitidine HCl 25 mg/ dL
Indikasi dan Dosis - Mencegah masuknya asam lambung ke paru-paru selama
bius total: Dewasa: 50 mg, sekitar 45-60 menit sebelum
induksi anestesi.
- Peradangan pada saluran pencernaan atas: Dewasa 50 mg
yang diberikan melalui intavena sebagai dosis utama,
dengan dosis lanjutan 0,125-0,25 mg/kg berat badan/jam
melalui infus. Lalu diberikan secara oral dengan dosis 150
mg, diminum sebanyak dua kali per hari.
- Produksi asam lambung yang berlebih: Dewasa: Pemberian
awal dengan dosis 1 mg/kg/BB/jam.
Interaksi obat Tidak boleh digunakan bersama obat Propantheline bromide,
Antikoagulan, ketoconazole,midazolam, dan glipizide serta antasid
Kontraindikasi Tidak diberikan kepada orang yang pernah mengalami keluhan
porfiria akut.
Efek Samping Sakit kepala, pusing, Insomnia, Halusinasi, sembelit, mual dan
muntah, ruam.
Gambar sediaan
4. Sucralfate
Sucralfate
Komposisi Per 5 mL: Sucralfate 500mg
Kelas terapi Ulkus Peptikum, Gastritik kronik
Indikasi Tukak lambung dan tukak duodenum
Cara penggunaan Peroral
Dosis Tukak Lambung dan Duodenum: Tablet 4x1 g/hari (2 jam
sebelum makan & sebelum tidur malam) selama 4-6 minggu. Maks 8
g/hari. Larutan suspensi : 2 cth 4x/hari.
Profilaksis stress-related ulcer: 6x1g maks 8 g/hari.
Bentuk sediaan Tablet, Kaplet, Suspensi
Kontraindikasi Hipersensitif, pasien dengan gagal ginjal kronis karena obat ini bisa
menyebabkan nefropati yang diinduksikan oleh aluminium.
Efek samping Kelainan darah, hipersensitif (kemerahan, gatal), saluran cerna
(konstipasi).
Interaksi obat Menurunkan absorbsi Ketoconazole, Ciprofloxacin, Warfarin,
Ofloxacin, Tetracyclin, Phenytoin, Tiroksin.
Mekanisme kerja Membentuk lapisan pada dasar tukak sehingga melindungi tukak
dari pengaruh agresif asam lambung dan pepsin, serta membantu
sintesa prostaglandin, menambah sekresibikarbonat dan mukus,
meningkatkan daya tahan dan perbaikan mukosa.
Peringatan Gangguan ginjal (hindari bila berat), kehamian dan menyusui:
pemberian sucralfate dan nutrisi enteral harus berjarak 1 jam.
Gambar sediaan
5. Curcuma FCT
Curcuma FCT
Komposisi Extrak Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma 20 mg
Kelas terapi Amara
Indikasi Suplemen penambah nafsu makan.
Cara penggunaan peroral
Dosis 3x sehari 1-2 tablet
Bentuk sediaan Tablet salut selaput,
Efek samping Anoreksia (kehilangan nafsu makan), ikterus(menjadi
kuningnyawarna kulit, selaput lendir, dan berbagai jaringan tubuh
oleh zat warna empedu) akibat obstruksi/ penyumbatan saluran
empedu, amenore (tidak haid).
Interaksi obat Aspirin, obat NSAID, obat diabetes, obat hipertensi, obat pengencer
darah
Gambar sediaan
6. Paracetamol 500 mg
Paracetamol
Komposisi Paracetamol 500 mg
Kelas terapi Analgetik Antipiretik
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, demam.
Cara penggunaan Peroral
Dosis 500 mg
Bentuk sediaan Tablet, Kaplet, Syrup, Drop, Rectal tube, Infus.
Kontraindikasi Hipersensitif, gangguan hati.
Efek samping Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria, kelainan
darah,hipotensi, kerusakan hati.
Interaksi obat Kolestiramin menurunkan absorbsi paracetamol. Metoclopramide
dan domperione meningkatkan efek paracetamol, paracetamol
meningkatkan kadar warfarin.
Mekanisme kerja Paracetamol bekerja pada pusat pengatur suhu dihipotalamus
untuk menurunkan suhu tubuh (antipiretik). Bekerja menghambat
sintesis prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri ringan-
sedang. Efek anti inflamasi sangat lemah atau hampir tidak
ada,sehingga tidakdigunakansebagai anti reumatik.
Peringatan Gangguan fungsi hati, ginjal, ketergantungan Alkohol.
Gambar sediaan
7. Furosemid
Furosemid
Komposisi Furosemid 40 mg
Kelas terapi Diuretik
Golongan Loop Diuretik
Indikasi Pasien dengan retensi cairan yang berat (edema, ascites),
hypertensive heart failure, edema paru akut, edema pada sindrom
nefrotik,insufiensi renalkronik, sirotis hepatis.
Cara penggunaan Oral: Edema: Dewasa dosis awal 40mg pada pagi hari, penunjang
dan Dosis 20-40 mg sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari pada udem yang
resisten. Anak, 1-3 mg/kgBB sehari, maksimal40 mg sehari.
Injeksi Intravena: Edema: Dewasa, dosis awal 20-40 mg, dosis
dapat ditingkatkan sebesar 20 mg tiap interval 2 jam hingga efek
tercapai. Pemberian injeksi iv harus perlahan dengan kecepatan
tidak melebihi 4 mg/menit.
Bentuk sediaan Tablet dan Injeksi Intravena.
Kontraindikasi Hipovolemia, hiponatremia,anuri (obstruksi post renal), pasien
yang alergi terhadap preparat sulfa.
Efek samping Hipotensi,hiponatremia, anuri (obstruksi post renal), pasien yang
alergi terhadap preparat sulfa.
Interaksi obat Pemberian bersama: Aminoglikosida dan cisplatin: meningkatkan
atotoksisitas; aminoglikosida, sefaloridin: meningkatkan
nefrotoksisitas: ACE inhibitor: penurnan tekanan darah secara tajam.
Efek antagonisme dengan endometasin. Potensiasi efek dengan
salisilat, teophyllin, lithium, relaksan otot. Hipokalemia dapat
menimbulkan toksisitas digitalis.
Mekanisme kerja Menghambat Co-transport Na+/K+/Cl- dari membran lumen pars
ascenden ansa henle, karena itu reabsorbsi Na+/K+/Cl- menurun.
Peringatan Hati-hati penggunaan pada SLE, gangguan hati, gangguan
ginjal,pada pasien dengan riwayat DM, riwayat gout, hamil.
Gambar sediaan
8. Nitrocaf Retard 2,5 mg
Nitrocaf Retard
Komposisi Nitrogliserin
Kelas terapi Anti Angina
Golongan Nitrat
Indikasi Profilaksis dan pengobatan angina
Cara penggunaan Sediaan Sublingual: sediaan sublingual memiliki lama kerja 10-
dan Dosis 30menit) serangan angina: 1 tablet SL (nitrat 0,5 mg
Sediaan Oral: Sediaan oral memiliki lama kerja 6-8 jam
Pencegahan dan terapi jangka panjang angina: kapsul lepas lambat
(Nitrocaf Retard): dosis 2,5 mg/kali diberikan 2-3x sehari. Pada
kasus berat 5 mg/kali diberikan 2-3x sehari.
Bentuk sediaan Tablet Sublingual dan kapsul.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap nitrat: hipotensi/ hipovolemia,
kardiomiopati obstruktif, stenosis mitral: anemia berat, trauma
kepala,perdarahan otak, glaukoma suut sempit, pemberian bersama
sildenafil
Efek samping Skait kepala berdenyut, muka merah,pusing, hipotensi postural,
takikardi. Pasca injeksi (terutama jika diberikan terlalu cepat)
meliputi hipotensi berat, mual dan muntah, diaforesis, gelisah,
kedutan otot, palpitasi, nyeri perut, syncope, methemoglobinemia.
Interaksi obat - Peningkatan resiko terjadinya hipotensi efek samping yang
fatal,jika digunakan bersama obat golongan inhibitor
fosfodiesterase tipe 5 (PDE5) seperti avanafil, sildenefil,
tadalafil, dan vardenafil.
- Peningkatan resiko terjadinya hipotensidan efek samping
yangfataljika digunakanbersama riociguat.
- Peningkatan risiko terjadinya methemoglobinemia jika
digunakan bersama prilocaine.
- Penurunan efektivitas obat jika digunakan bersama obat-
obatan antidepresan, seperti amitriptyline, desipramine atau
doxepine.
Clopidogrel
Komposisi Clopidogrel 75 mg
Kelas terapi Anti Angina
Indikasi Mencegah terjadinya aterotrombosis pada pasien yang menderita
infark miokard,stroke iskemik, atau penyakit arteri perifer, sindrom
koroner akut (STEMI, NSTEMI,Angina Pectoris tidak stabil
Dosis Sindrom koroner akut: Dosis awal 1x 300mg/hari, lalu
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1x75 mg/hari.
Bentuk sediaan Tablet
Kontraindikasi Hipersensitivitas,perdarahan aktif seperti ulkus peptikumatau
perdarahan intrakranial,menyusui.
Efek samping Dispepsia, nyeriperut, diare, perdarahan (termasuk
perdarahansaluran cerna dan intrakranial): mual, muntah, gastritis,
perut kembung,konstipasi, tukak lambung dan usus besar, sakit
kepala,pusing, paraestesia, leukopenia, platelet menurun (sangat
jarang trombositopenia berat), eosinofilia, ruam kulit, dan gatal,
vertigo, gangguan darah (termasuk trombositopenia purpura,
agranulositosis, dan pansitopenia
Interaksi obat - Penghambat CYP2C19, seperti omeprazole, esomeprazole,
carbamazepine, ticlopidine, variconazole dan fluvoxamine,
efeknya adalah mengurangiefek antiplatelet dari clopidogrel.
- Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), antikoagulan, atau
antiplatelet termasukaspirin, efeknya adalah mningkatkan
risiko terjadinya perdarahan.
Mekanisme kerja Clopidogrelmerupakan obat yang memiliki efek anti agregasi dan
menghambat pembentukan trombus. Obat ini menghambat reseptor
P2Y12 di platelet secara irreversible. Clopidogrel digunakan untuk
pencegahan kejadian iskemik pada pasien dengan riwayat gejala
penyakit iskemik.
Peringatan Hati-hati igunakan pada pasien dengan resiko tejadinya pendarahan
seperti pada keadaan trauma. Pembedahan atau keadaan patologi
lainnya:penggunaan bersamaan dengan obat yang meningkatkan
risiko perdarahan. Hati-hati digunakan pada pasien dengan
kegagalan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, dan kehamilan.
Gambar sediaan
10. Aspilet
Aspilet
Komposisi Aspirin
Kelas terapi Anti Platelet
Indikasi Profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard
Cara penggunaan Sindrom Koroner akut: dosis loading 150-300 mgdan
dan Dosis dosispemeliharaan 75-100 mg setyiap harinya untuk jangka
panjang.
Bentuk sediaan Tablet
Kontraindikasi Hipersensitivitas, asma, tukak peptik yang aktif, hemofilia dan
gangguan perdarahan lain, hamil, menyusui.
Efek samping Bronkospasme, mual, muntah, nyeri, ulserasi, dan perdarahan
saluran cerna,perdarahan lain, trombositopenia, tinnitus.
Interaksi obat Aspirin meningkatkan efek warfarin, heparin,digoksin, sulfonilurea,
aspirin menghambat efek diuretik seperti furosemide dan
spironolactone. Menghambat efek obat hipertensi.
Mekanisme kerja Bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet,sehingga dapat
menghambatpembentukan trombus pada sirkulasi arteri.
Aspirin memiliki efek anti agregasi trombosit, Aspirin
menghambat aktivitas enzim cyclo-oxygenase I & II (COX 1 &
COX 2) yang selanjutnya menghambat produksi tromboksan.
(Tromboksan merupakan zat yang merangsang agregasi trombosit).
Peringatan Riwayat menderita ulkus peptik, gangguan hati, gangguan ginjal,
hentikan penggunaan bila terjadi tinnitus.
Gambar sediaan
11. Clobazam
Clobazam
Komposisi Clobazam 10 mg
Kelas terapi Anti Ansietas
Golongan Benzodiazepin
Indikasi Ansietas,kondisipsikoneurotik yangberhubungan dengan ansietas
Dosis 2-3x 10mg/hari
Bentuk sediaan Tablet dan sirup
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap benzodiazepine, glaucoma,
masthenia gravis, insufiensi pulmonalkronik,penyait hai atau ginjal
kronik,depresi pernapasan, serangan asma akut,trimester pertama
kehamilan, persalinan. Tidak boleh digunakan sendirian pada
depresi atau ansietas dengan depresi.
Efek samping Mengantuk,kelemahan otot,ataksia,reaksi paradoksikal dalam agresi,
gangguan mental,amnesia,ketergantungan, depresi pernapasan,
kepala terasa ringan,hari berikutnya bingung.
Interaksi obat - Peringatan kadar clobazam dalam darah jika dikonsumsi
dengan fluconazole, omeprazole.
- Peningkatan resiko terjadinya gangguan
pernapasan,koma,kantuk bahkan kematian jika digunakan
dengan obat golongan opioid.
- Peningkatan risikoterjadinya pada sistem syaraf pusat jika
digunakan dengan obatantipsikotik, obat antidepresan, obat
penenang, obat bius, obat antihistamin, atau obat
antikonvulsan
Mekanisme kerja Bekerja dengan cara menyeimbangkan aliran listrik yang ada
didalam otak dan melemaskan otot-otot yang menegang selama
kejang, sehingga kejang dapat teratasi. Obat ini tidak boleh
digunakan sembarangan dan harus sesuaidengan resep dokter.
Gambar sediaan
12. Cotrimoxazol
Cotrimoxazol
Komposisi Sulfamethoxazol 400 mg, Trimethoprime 80 mg
Kelas terapi Anti Infeksi
Golongan Sulfonamide
Indikasi Infeksi saluran kemih (sistitis), infeksi saluran napas, infeksi
saluran cerna (terutama salmonella, shigella), dan infeksi lainnya
yang disebabkan oleh kuman yang sensitif terhadap cotrimoxazole.
Cara penggunaan Dosis Dewasa: 2x 960 mg/ hari. Pada infeksiberat
dan Dosis dapatditingkatkan menjadi 1,44 g tiap 12jam.
1 tablet Cotrimoxazol mengandung 480mg,mengandung 400mg
Sulfamethoxazole = 80 mg Trimetoprime.
Dosis Anak: Trimetoprim 8mg/kgBB/hari, Sulfametoxazol
40mg/kgBB/hari terbagi dalam 2dosis perhari.
Bentuk sediaan Tablet dan suspensi
Kontraindikasi Hipersensitif, bayi < 2 bulan, gangguan fungsihati & ginjal berat,
Anemia megaloblastik atau anemia defisiensi folat, pasien hamil &
menyusui (sulfonamide dapat menembus sawar darah plasenta
sehingga menyebabkan kern cterus)
Efek samping Gangguan GI (mual, muntah, diare), reaksi alergi, fotosensitivitas,
stomatis, glositis, anoreksia, artralgia, mialgia,, gangguan darah,
gangguan hati, pankreatitis, kolitis terhadap antibiotik, gangguan
SSP (sakit kepala, depresi, konvulsi), ataksia, tinitus, Anemia
megaloplastik karena trimetoprim, gangguanelektrolit, kristaluria,
gangguan ginjal.
Interaksi obat Pemberian dengan diuretik dapat mempermudah timbulnya
trombositopenia terutama padapasien lansia. Meningkatkan efek
antikoagulan oral, sulfonil urea, dan metothrexate.
Mekanisme kerja Aktivitas cotrimoxazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap
yang berurutan dalam reakssi enzimatik untuk membentuk asam
tetrahidrofolat. Sulfametoxazol menghambat masuknya PABA
kedalam molekul asam folat dan Trimetropim menghambat
terjadinya reaksi eduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Peringatan Gangguan fungsi hati dan ginjal perlu (penyesuaian dosis). Minum
banyak untuk menghindari kristaluria. Hindarkan pengguanaan pada
gangguan darah. Pada penggunaan jangkapanjang perlu dilakukan
hitung jenis sel darah. Bila timbul ruam atau gangguan darah, obat
segera dihetikan. Hati-hati pada pasien asma, defisiensiG6PD.
Gambar sediaan
13. Lansoprazole
Lansoprazole
Komposisi lansoprazole 30 mg
Kelas terapi Antasida, agen antireflux dan antiulceran
Golongan Penghambat pompa proton
Indikasi Ulkus duodenum, ulkus gaster jinak, esofagitis refluks.
Cara penggunaan Pagi hari sebelum makan
Dosis Kondisi: Penyakit refluks gastro esofagus (GERD)
Dewasa: 15-30 mg, 1 kali sehari selama 4-8 minggu.
Anak-anak: 15-30 mg/kgBB, 1 kali sehari selama 8-12 minggu.
Kondisi: Tukak Lambung
Dewasa: 15-30 mg, 1 kali sehari selama 4-8 minggu.
Anak-anak: Dosis akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi
pasien.
Kondisi: Sindrom Zollinger-Ellison
Dewasa: Dosis awal 60 mg sehari pada pagi hari. Jika diperlukan,
dosis dapat ditingkatkan menjadi 60 mg, 2 kali sehari.
Anak-anak: Dosis akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi anak.
Kondisi: Infeksi Helicobacter pylori
Dewasa: 30 mg, 2-3 kali sehari sebelum makan, selama 7-14 hari.
Bisa di kombinasi dengan obat clarithromycin dan amoxicillin.
Anak-anak: Dosis akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi anak.
Kondisi: Esofagitis erosif
Dewasa: 30 mg, 1 kali sehari sebelum makan.
Anak-anak usia 1-11 tahun: 15 mg/kgBB, 1 kali sehari sebelum
makan.
Kondisi: Ulkus duodenum
Dewasa: 15 mg, 1 kali sehari sebelum makan.
Anak-anak: Dosis akan ditentukan oleh dokter sesuai kondisi anak.
Bentuk sediaan Kapsul, tablet, dan Injeksi.
Kontraindikasi Tidak boleh diberikan kepada pasien yang hipersensitif terhadap
lansoprazole
Efek samping sakit kepala, diare, nyeri perut, dispepsia, mulut kering, susah buang
air besar, urtikaria, pruritus, mual, muntah, kembung, pusing dan
lelah
Interaksi obat Peningkatan risiko terjadinya efek samping yang serius, jika
digunakan bersama dengan obat- obat HIV, karena bisa
menurunkan kadar obat dalam tubuh.
Peningkatan risiko terjadinya efek samping
dari warfarin, digoxin, methrotrexate, tacrolimus, serta obat
diuretik.
Penurunan efektivitas lansoprazole jika digunakan bersama
dengan antasida, dan sukralfat.
Beri tahukan dokter dan apoteker jika alergi lansoprazole, obat lain,
atau bahan lain dalam kapsul lansoprazole atau tablet larut oral.
Beritahukan dokter dan apoteker obat resep dan non-resep, vitamin,
suplemen gizi, dan produk herbal yang Anda gunakan atau
berencana gunakan. Pastikan Anda menyebutkan obat berikut ini:
antibiotik tertentu, seperti ampicillin (Principen), antikoagulan
(pengencer darah) seperti warfarin (Coumadin), atazanavir
(Reyataz), digoxin (Lanoxin), diuretik („pil air‟), suplemen iron,
ketoconazole (Nizoral), methotrexate (Rheumatrex, Trexall),
tacrolimus (Prograf), dan theophylline (Theo-bid, TheoDur). Dokter
Anda mungkin akan mengubah dosis atau memonitor ketat efek
samping yang timbul
Anda mungkin diresepkan antacida dengan lansoprazole. Jika Anda
merasa membutuhkan antasida, tanyakan dokter untuk
merekomendasikan dan memberitahukan kapan dan cara
penggunaannya
Beri tahu dokter jika Anda menderita atau pernah menderita kadar
magnesium rendah dalam darah atau penyakit hati
Jika berencana menggunakan lansoprazole nonresep, pertama
beritahukan dokter jika heartburn Anda telah berlangsung selama ≥ 3
bulan atau jika Anda mengalami gejala berikut ini: kepala terasa
melayang, berkeringat, atau pusing bersama dengan heartburn; nyeri
dada atau pundak; sesak atau mengi; nyeri yang menjalar ke lengan,
leher, atau pundak; berat badan menurun tanpa alasan; mual;
muntah, khususnya jika muntah darah; nyeri perut; sulit atau nyeri
menelan saat menelan makanan; atau BAB darah atau hitam. Anda
mungkin menderita kondisi yang lebih serius yang tidak dapat
diobati dengan obat nonresep
Beri tahu dokter jika Anda hamil, khususnya beberapa bulan terakhir
kehamilan; berencana hamil; atau sedang menyusui. Jika Anda akan
hamil dan sedang konsumsi lansoprazole, hubungi dokter Anda
Jika berusia ≥ 50 tahun, tanyakan pada dokter apakah penggunaan
lansoprazole resep atau nonresep aman. Risiko diare berat akibat
bakteri atau patah tulang pergelangan tangan, panggul, atau tulang
belakang lebih tinggi jika Anda lansia
Jika memiliki phenylketonuria/PKU (sebuah keadaan turunan di
mana harus melakukan diet khusus untuk mencegah retardasi
mental), Anda harus mengetahui bahwa tablet larut oral dapat
mengandung aspartame, sumber phenylalanine.
Gambar sediaan